Anda di halaman 1dari 12

PENYAKIT-PENYAKIT OBSTRUKSI SALURAN CERNA

PEMBIMBING:
dr. Hj. Mariana H. Yunizaf, Sp. THT-KL (K)

Disusun Oleh:
Ayu Devita Ashari - 2013730128

KEPANITERAAN KLINIK STASE THT-KL


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
PENYAKIT-PENYAKIT OBSTRUKSI SALURAN CERNA

KELAINAN KONGENITAL

1. Atresia Esofagus dan Fistula Trakeo-esofagus

Esofagus atau fore gut dapat diidentifikasi sebagai tabung pendek yang sempit
pada minggu ketiga kehidupan mudigah. Dipertengahan minggu ketiga, lung bud
mulai berkembang sebagai penebalan epitel pada bagian ventral pertengahan fore gut.
Pemisahan lung bud dengan fore gut terjadi pada akhir minggu ketiga dan
pemisahan sempurna terjadi pada minggu keempat. Penyatuan seluruh segmen fore
gut ke dalam lung bud akan menyebabkan terjadinya atresia esophagus.
Kegagalan pemisahan salura napas dan saluran cerna pada minggu keempat
akan menyebabkan terjadinya fistula trakeoesofagus tanpa disertai atresia esophagus.
Kelainan ini terjadi karena adanya gangguan perkembangan jaringan pemisah antara
trakea dan esofagus yang dibentuk selama minggu keempat sampai keenam
kehidupan janin.
Ada banyak klasifikasi atresia esofagus; yang paling sering digunakan adalah
klasifikasi Gross of Boston.

 Tipe A: Atresia esophagus tanpa fistula ; atresia esophagus murni


 Tipe B: Atresia esophagus dengan TEF proximal
 Tipe C: Atresia esophagus dengan TEF distal
 Tipe D: Atresia esophagus dengan TEF proximal dan distal
 Tipe E: TEF tanpa atresia esophagus ; fistula tipe H
Etiologi kelainan ini sampai saat ini belum diketahui, tetapi dari beberapa
laporan kelainan ini dapat ditemukan dalam satu keluarga.
Gejala yang ditemukan pada bayi baru lahir yaitu pengumpulan sekret di
mulut dan dapat terjadi aspirasi berulang. Pada saat anak-anak diberi minum timbul
gejala tersedak, batuk, regugirtasi, gawat napas, dan sianosis. Pada atresia esofagus
yang terisolasi dan atresia esofagus yang disertai fistula trakeoesofagus di bagian
proksimal biasanya tidak ditemukan udara di dalam lambung. Pada atresia esofagus
yang disertai fistula trakeoesofagus di bagian distal, karena udara masuk ke lambung,
maka ditemukan gejala perut kembung.
Diagnosis untuk kasus ini pada bayi baru lahir biasanya dimasukkan kateter
yang lembut ukuran 8-10 French melalui hidung sampai ke lambung. Jika kateter
tidak dapat masuk dan cairan lambung yang diaspirasi jumlahnya lebih dari 30 ml,
kita harus curiga akan adanya kelainan. Pada atresia esophagus yang terisolasi
biasanya kateter tidak dapat masuk dan kateter tersebut akan melingkar kembali ke
hipofaring.
Pada fistula trakeoesofagus yang terisolasi diagnosis ditegakkan dengan
melakukan pemeriksaan esofagoskopi. Bila fistel besar pada esofagoskopi kadang-
kadang fistel tersebut dapat ditemukan. Bila fistel kecil untuk melihat adanya fistel
digunakan zat warna biru metilen yang disemprotkan melalui pipa endotrakea ke
trakea. Pada esofagoskopi akan tampak mukosa esophagus bagian anterior berwarna
biru, tetapi kadang-kadang tempat fistelnya tidak terlihat.
Pada bayi yang dicurigai menderita atresia esophagus terisolasi dimasukkan
kateter ukuran 8-10 French yang dibasahi dengan kontras lipidol melalui hidung
sampai ke esophagus. Kemudian dibuat foto rontgen antero-posterior mulai dari
kepala, leher dan abdomen. Pada atresia esophagus yang terisolasi akan tampak
kateter tersebut melingkar didaerah atresia, dan tidak tampak adanya udara di
kambung.
Fistula trakeoesofagus yang terisolasi jika fistelnya besar dapat dilihat dengan
esofagogram (menggunakan kontras lipiodol). Pada foto rontgen antero-posterior
akan terlihat lambung berisi udara dan kadang-kadang ditemukan gambar aspirasi
pada paru.
Penatalaksanaan yaitu dengan operasi. Sebelum operasi, dilakukan foto
thoraks untuk melihat adakah anomali jantung atau arkus aorta yang terletak disebelah
kanan. Jika tidak ada, dilakukan operasi torakotomi lateral dari sebelah kanan. Pada
atresia esophagus dilakukan anastomosis, sedangkan pada fistula esophagus dilakukan
penutupan fistel dan anastomosis.

2. Divertikel Esofagus

Definisi
Divertikel esophagus adalah penonjolan dinding esophagus atau merupakan
kantong yang terdapat di lumen esofagus, baik seluruh bagian dindingnya maupun
hanya mukosanya, kearah luar lumen memb entuk struktur seperti kantong.

Klasifikasi
Menurut lokasinya diverticulum esophagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu
diverticulum faringoesofagus (Divertikulum Zenker), diverticulum parabronkial dan
diverticulum epifrenik.
Divertikulum faringoesofagus terletak didaerah perbatasan faring dengan
esophagus, diverticulum parabronkial terletak disekitar bifurkasi trakea dan
diverticulum epifrenik terletak di daerah sepertiga bawah esophagus biasanya diatas
diafragma.
Divertikulum esophagus mungkin merupakan diverticulum asli atau
divertikkulum palsu. Pada diverticulum asli, seluruh lapisan dinding esophagus yang
normal ditemukan sedangkan pada diverticulum esophagus palsu hanya lapisan
mukosa dan submucosa esophagus yang ditemukan.
Selain itu, diverticulum esophagus menurut cara terbentuknya dapat
digolongkan menjadi tiga bagian yaitu diverticulum desakan (pulsion diverticulum),
diverticulum tarikan (traction diverticulum), dan diverticulum kongenital.

Patogenesis
Divertikulum desakan merupakan diverticulum palsu yang terjadi akibat cacat
atau defek otot antara serat oblik dari otot konstriktor inferior faring dengan serat
transversal dari otot krikofaring. Akibat desakan, pada saat menelan mukosa
terdorong keluar membentuk kantong yang makin lama makin membesar, sehingga
membentuk diverticulum yang terletak diantara esophagus dan tulang belakang.
Divertikulum tarikan merupakan diverticulum asli yang biasanya berasal dari
proses peradangan yang berdekatan dengan esophagus, ditempat terbentuk kontraktur
jaringan ikat pada dinding esophagus yang kemudian menarik dinding esophagus
kearah luar.

Etiologi
Divertikulum faringoesofagus disebabkan karena gangguan motilitas
esophagus, kelainan kongenital atau kelemahan yang didapat pada dinding otot
hipofaring atau esophagus.
Divertikulum parabronkial disebabkan oleh kelainan kongenital atau
tuberculosis kelenjar limfa mediastinum.
Divertikulum epifrenik penyebab yang pasti belum dapat ditentukan, tetapi
kemungkinan diduga akibat kelemahan dinding otot secara kongenital.
Gejala
Gejala yang ditimbulkan diverticulum faringoesofagus tergantung dari tingkat
pembentukan diverticulum. Pada tingkat pertama, mungkin tanpa gejala atau terdapat
retensi makanan yang bersifat sementara.
Pada tingkat kedua, kantong sudah berbentuk globul (globular shape) dan
telah meluas ke daerah inferior-posterior akan terjadi pengumpulan makanan, cairan
serta mucus didalam divertikel yang tidak berhubungan dengan obstruksi esophagus.
Jika terjadi spasme esophagus akan ditemukan gejala disfagia, Kadang-kadang
ditemukan gejala regurgitasi setelah minum atau makan pada malam hari.
Pada tingkat ketiga karena pengaruh gaya berat isis diverticulum,
menyebabkan kantong dapat meluas sampai ke daerah mediastinum. Gejala yang
ditimbulkannya berupa disfagia yang hebat. Regurgitasi dapat terjadi setelah makan
atau minum. Gejala yang menonjol adalah aspirasi atau regurgitasi pada malam hari
saat pasien tidur.
Pada diverticulum parabronkial jinak, tidak terdapat komplikasi, tidak
menimbulkan gejala karena diverticulum dapat kosong dengan mudah. Jika terdapat
komplikasi, gejala yang ditimbulkannya berupa rasa nyeri didaerah substernal dan
disfagia.
Divertikulum epifrenik biasanya menimbulkan gejala disfagia, nyeri
epigastrium, regurgitasi, anoreksia, perasaan terbakar di dada (heartburn) serta
penurunan berat badan.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan radiologic dan esofagoskopik.

Pemeriksaan Radiologik
Dengan menggunakan kontras barium, jika diverticulum berukuran besar akan
tampak kontras barium mengisi divertikumlum tersebut. Divertikulum tampak lebih
jelas pada foto rontgen lateral. Selain itu, perlu dibuat foto thoraks postero-anterior
untuk melihat tanda-tanda pneumonia aspirasi.

Pemeriksan Esofagoskopi
Pada esofagoskopi akan tampak dua buah lumen. Selain lumen esophagus
yang normal terdapat lumen lain yang buntu (yaitu diverticulum).
Penatalaksanaan
Jika diverticulum tidak menimbulkan gejala, terapi biasanya bersifat
konservatif. Kantong harus dibersihkan setiap habis makan dengan cara pasien
diminta minum air dalam posisi telentang atau miring tanpa bantal tergantung letak
divertikulumnya, sehingga makanan akan masuk ke lumen esophagus. Jika terdapat
keluhan obstruksi atau aspirasi harus dilakukan operasi divertikolektomi.

3. Akalasia Esofagus

Akalasia adalah ketidakmampuan bagian distal esophagus untuk relaksasi dan


peristaltk esophagus berkurang, karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler
atau merupakan gangguan motilitas berupa hilangnya peristaltis esophagus dan
gagalnya sfingter esofagokardia berelaksasi sehingga makanan tertahan di esophagus.
Akibatnya, terjadi hambatan masuknya makanan ke dalam lambung sehingga
esophagus berdilatasi membentuk megaesofagus.
Kegagalan sfingter berelaksasi dihubungkan dengan hilangnya sel-sel
ganglion si pleksus myenteric Auerbach dengan sebab yang belum diketahui. Secara
histologik, ditemukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion pleksus Auerbach
sepanjang torakal esophagus. Gangguan emosi dan trauma psikis dapat menyebabkan
bagian distal esophagus dalam keadaan kontraksi.
Pada akalasia terdapat gangguan peristaltic pada daerah 2/3 bagian bawah
esophagus. Tegangan sfringter bagian bawah lebih tinggi dari normal dan proses
relaksasi pada gerak menelan tidak sempurna. Akibatnya esophagus bagian bawah
mengalami dilatasi hebat dan makanan tertimbun di bagian bawah.
Segmen esofagus bagian bawah yang panjangnya berkisar antara 2-8 cm
menyempit dan tidak mampu berelaksasi. Esofagus bagian proksimal dari
penyempitan tersebut mengalami dilatasi dan pemanjangan sehingga akhirnya
menjadi megaesofagus yang berkelok-kelok. Mukosa mungkin mengalami
peradangan akibat rangsangan retensi makanan.
Gejala utama adalah disfagia, regurgitasi, rasa nyeri atau tidak enak di
belakang sternum, dan berat badan menurun. Lama timbul gejala sangat bervariasi,
dari beberapa hari sampai bertahun-tahun, dan gejala lambat laun semakin berat.

Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran radiologik, esofagoskopi dan
pemeriksaan manometrik.
Pada gambaran radiologic memperlihatkan gelombang peristaltic yang normal
hanya terlihat pada daerah sepertiga proksimal esophagus, tampak dilatasi pada
daerah dua pertiga distal esophagus dengan gambaran peristaltic yang abnormal atau
hilang sama sekali serta gambaran penyempitan dibagian distal esophagus
menyerupai ekor tikus (mouse tail appearance).
Pada pemeriksaan esofagoskopi tampak pelebaran lumen esophagus dengan
bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian
proksimal daerah penyempitan. Mukosa esophagus berwarna pucat, edema dan
kadang-kadang terdapat tanda-tanda esophagitis akibat retensi makanan.
Selanjutnya pada pemeriksaan manometrik didapatkan gambaran manometrik
yang khas yaitu tekanan istirahat badan esophagus meningkat, tidak terdapat gerak
peristaltic sepanjang esophagus sebagai reaksi proses menelan. Tekanan sfringter
esophagus bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi sfringter
pada waktu menelan.
Penatalaksanaan dapat berupa medikamentosa (preparat nitrit, antikolinergik,
penghambat adrenergic, nifedipine), atau dapat juga dilakukan dilatasi dan operasi
ang bertujuan untuk menghilangkan gejala sumbatan dengan cara melemahkan
sfringter esophagus bawah.

4. Tumor Esofagus

a. Tumor Jinak
Tumor jinak esofagus relatif jarang. Tumor jinak dapat berasal dari epitel
seperti polip, atau jaringan lunak seperti kista. Yang paling sering ditemukan
adalah leimioma dan kista. Kebanyakan tumor jinak esofagus kecil dan tidak
memiliki gejala.
Tumor jinak esophagus dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu tomor
yang berasal dari epitel dan tumor yang berasal bukan dari epitel (non epitel).
Tumor yang berasal dari epitel diantaranya adalah papilloma, polip,
adenoma, kista. Sedangkan tumor non-epitel misalnya leiomyoma (sering
ditemukan), fibromioma, lipoma, fibroma, hemangioma, limfaangioma, lipoma,
mixofibroma dan neurofibroma. Sedangkan tumor non epitel dapat bertangkai
(penduculated tumor) atau tidak bertangkai (sessile tumor)
Gejala ada tumor jinak tidak khas dapat bergantung besar kecilnya tumor.
Oleh karena itu disfagia terjadi secara lambat, kemudian gejala lainnya berupa
rasa tidak enak di epigastrium dan substrenal, rasa penuh dan sakit yang menjalar
ke punggung dan bahu, muntah, mual serta regurgitasi.
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorik tidak banyak membantu
dalam menegakkan diagnosis. Untuk itu diperlukan pemeriksaan radiologik dan
esofagoskopi. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi dan sitologi.

Hasil esofagogram tampak gambaran cacat isi yang licin (smooth filling
defect). Jika tumor besar akan tampak gambaran mukosa yang ireguler dan cacat
isi berlobus (lobulated filling defect) disertai dengan dilatasi esofagus. CT-scan
untuk menyingkirkan adanya limfadenopati mediastinal. Esofagoskopi digunakan
untuk menilai apakah tumor bertangkai atau tidak serta asal dari tumor tersebut.
Jika tumor terletak di 1/3 tengah esofagus dilakukan operasi torakotomi
dari sisi sebelah kanan, jika tumor terletak di daerah 1/3 distal esofagus dilakukan
operasi torakotomi dari sisi sebelah kiri.

b. Tumor Ganas
Tumor ganas esofagus secara histologik digolongkan menjadi karsinoma
sel skuamosa (paling sering ditemukan), adenokarsinoma, karsinosarkoma, dan
sarkoma. Penyebabnya belum diketahui, namun terdapat faktor makanan yang erat
hubungannya yaitu makanan yang mengandung zat karsinogenik, misalnya
nitrosamin, alkohol, tembakau, dan makanan yang telah berjamur.
Gejala sumbatan berupa disfagia progresif, regugirtasi, dan penurunan
berat badan. Gejala penyebaran tumor ke mediastinum menyebabkan suara parau,
nyeri daerah retrosternal, nyeri daerah punggung, di daerah servikal dan gejala
bronkopulmoner. Gejala metastasis ke kelenjar limfa berupa terabanya massa
tumor di daerah supraklavikula.
Jika tumor telah menginfiltrasi trakea akan timbul gejala batuk, stridor
ekspirasi, dan sesak napas.

Golden standard Karsinoma Esofagus dengan biopsi, sebelum dilakukan


biopsi dilakukan esofagoskopi. Tujuan esofagoskopi adalah untuk melihat
langsung isi lumen esofagus dan keadaan mukosanya. Diperlukan alat
esofagoskop yang kaku (rigid oesophagoscope) atau yang lentur (flexible
fibreoptic oesophagoscope). Bersifat invasif, perlu dilakukan persiapan yang baik.
Pemeriksaan rontgen esofagus dengan kontras barium dengan hasil lumen
yang sempit dan ireguler serta terdapat kekakuan dinding esofagus. Pada tumor
yang eksofitik dan berbentuk polipoid akan tampak gambaran cacat isi (filling
defect) yang multipel dan ireguler. Pemeriksaan CT scan untuk mengetahui besar
tumor primer dan mencari adanya pembesaran kelenjar limfa disepanjang
esofagus.
Penataksanaan

 Tindakan operatif

 Radioterapi

 Kemoterapi

 Operasi dan radioterapi

 Operasi dan kemoterapi

 Operasi, radioterapi dan kemoterapi


DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher; Edisi

Ketujuh. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2012.

C. Shaw-Smith. 2006. Review Oesophageal atresia, tracheo-oesophageal fistula, and

the VACTERL association: review of genetics and epidemiology. BMJ Journals:

Volume 43, issue 7. Available at http://jmg.bmj.com/content/43/7/545.

Anda mungkin juga menyukai