Anda di halaman 1dari 4

Captopril

Farmakologi
Captopril menghambat enzim pengkonversi angiotensin (ACE), dengan demikian
menyekat konversi angiotensin I menjadi II. Angiotensin II merupakan vasokontriktor yang
poten dan bertindak untuk melepaskan aldosteron. Dengan demikian, captopril menurunkkan
tahanan vascular perifer dan tekanan darah dan menghambat retensi air dan garam yang
normalnya ditimbulkan oleh aldosteron. Captopril jugan menurunkan prabeban dan pascabeban.
ACE juga bertanggung jawab bagi metabolisme bradikinin dalam jaringan meningkat setelah
pemberian captopril. Aliran darah otak dan tekanan intracranial meningkat

Farmakokinetik
a. Absorpsi : Diabsorpsi dgn cepat sekitar 65% dr saluran GI. Makanan menurunkan absorpsi.
Sebaiknya obat ini digunakan pada saat perut kosong. Sekitar 30% terikat dengan
protein plasma
b. Distribusi : Didistribusi secara luas, tetapi tidak menembus barier darah otak. Menembus
plasenta, memasuki ASI dalam jumlah kecil
c. Metabolisme dan Ekskresi: 50% dimetabolisme oleh hati. 50% diekskresi dalam bentuk yang
tidak diubah oleh ginjal
Waktu / Profil Kerja Obat
Awitan Aksi

: PO/SL, < 15 menit

Efek puncak

: PO, 60-90 menit; SL<60 menit

Lama Aksi

: PO/SL 2-6 jam

Interaksi/Toksisitas : Efek hipotensi aditif dengan diuretic, vasodilator, penyekat beta, penyekat
saluran kalsium, anestetik volatile; meningkatkan kadar kalium serum, yang
dapat bermakna pada insufisiensi ginjal dan penggunaan diuretic hemat-kalium
sepetri spironolakton, triamteren, atau amilorid; efek antihipertensi diantagonisir
oleh indometasin dan obat-obatan anti-radang nonsteroid lainnya

Dosis:
Kaptopril harus diberikan 1 jam sebelum makan, dosisnya sangat tergantung dari kebutuhan
penderita (individual).
Dewasa: Hipertensi, dosis awal: 12,5 mg tiga kali sehari. Bila setelah 2 minggu, penurunan
tekanan darah masih belum memuaskan maka dosis dapat ditingkatkan menjadi 25 mg tiga kali
sehari. Bila setelah 2 minggu lagi, tekanan darah masih belum terkontrol sebaiknya ditambahkan
obat diuretik golongan tiazida misal hidroklorotiazida 25 mg setiap hari.

Indikasi
1. Hipertensi
2. Gagal jantung
3. Setelah Infark miokardium (serangan jantung)
4. Diabetic nephropathy
Kontraindikasi dan Perhatian
1. Neutropenia/agranulositosis
Diantaranya penderita tanpa penyakit ginjal/proteinuria sebelum pengobatan, insidensinya hanya
0,5% (19/3573) yakni 0,2% pada dosis captopril < 150 mg sehari dan 1% pada dosis captopril >
150 mg sehari.Pada penderita dengan penyakit ginjal/proteinuria sebelum pengobatan,
insidensinya meningkat menjadi 2,1% 946/2196), yakni 1% pada dosis captopril > 150 mg
sehari. Sindroma nefrotik terjadi kira-kira 1/5 (7/34) penderita dengan proteinuria. Data
mengenai insiden proteinuria pada penderita GJK belum ada. Glumerulopati membran
ditemukan pada biopsi tetapi belum tentu disebabkan oleh captopril karena glumerulonefritis
yang subklinik juga ditemukan pada penderita hipertensi yang tidak mendapat captopril.
Proteinuria yang terjadi pada penderita tanpa penyakit ginjal sebelumnya pengobatan tidak
disertai dengan gangguan fungsi ginjal. Proteinuria biasanya muncul setelah 3-9 bulan
pengobatan (range 4 hari hingga 22 bulan). Pada sebagian lagi, proteinuria menetap meskipun
obat dihentikan. Oleh karena itu pada penderita dengan risiko tinggi, perlu dilakukan
pemeriksaan protein dalam urin sebelum pengobatan, sebulan sekali selama 9 bulan pertama
pengobatan dan periodik setelah itu.

3. Gagal ginjal/akut:
Fungsi ginjal dapat memburuk akibat pemberian captopril pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal sebelum pengobatan. Gejala ini muncul dalam beberapa hari pengobatan; yang
ringan (kebanyakan kasus) reversibel atau stabil meski pengobatan diteruskan, sedangkan pada
yang berat dan progresif, obat harus dihentikan. Gejala ini akibat berkurangnya tekanan perfusi
ginjal oleh captopril, dan karena captopril menghambat sintesis A II intrarenal yang diperlukan
untuk konstriksi arteriola eferen ginjal guna mempertahankan filtrasi glomerulus pada stenosis
arteri ginjal.
Gagal ginjal yang akut dan progesif terutama terjadi pada penderita dengan stenosis arteri tinggi
tersebut, pemberian captopril harus disertai dengan monitoring fungsi ginjal tunggal 93/8).
Karena itu pada penderita dengan risiko tinggi tersebut, pemberian captopril harus disertai
dengan monitoring fungsi ginjal (kreatinin serum dan BUN), dan dosis captopril dimulai
serendah mungkin. Bila terjadi azotemia yang progresif, captopril harus dihentikan dan gejala ini
reversibel dalam 7 hari.
4. Morbiditas dan mortalitas pada fetus dan neonatus
Pemakaian obat penghambat ACE pada kehamilan dapat menyebabkan gangguan/kelainan organ
pada fetus atau neonatus. Apabila pada pemakaian obat ini ternyata wanita itu hamil, maka
pemberian obat harus dihentikan dengan segera. Pada kehamilan trimester II dan III dapat
menimbulkan gangguan antara lain; hipotensi, hipoplasia-tengkorak neonatus, anuria, gagal
ginjal reversibel atau irreversibel dan kematian. Juga dapat terjadi oligohidramnion, deformasi
kraniofasial, perkembangan paru hipoplasi, kelahiran prematur, perkembangan, retardasi
intrauteri, patenduktus arteriosus. Bayi dengan riwayat dimana selama didalam kandungan
ibunya mendapat pengobatan penghambat ACE, harus diobservasi intensif tentang kemungkinan
terjadinya hipotensi, oliguria dan hiperkalemia.

Dapus

Anonim, 2005, Informasi Spesialite Obat Indonesia, vol. 40, Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai