Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH KETERAMPILAN DASAR KLINIK KEBIDANAN

“ANALGESIK NARKOTIK DAN NONNARKOTIK, ANTIKONVULSI,


ANTIPSIKOTIK, ANTIANSIETAS, DAN ANTIDEPRESI”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4:


1. INTAN WAHYUNI (2115471005)
2. MELDA ZELYCHA PUTRY (2115471010)
3. SILVIANA DEVI KUSUMA W (2115471012)
4. YULI ASMARAWATI (2115471013)
5. ZAHRA NAZMI AZIZAH (2115471014)
6. DARU AYU WULANDARI (2115471017)
7. ESSA AULIA PUTRI S (2115471043)

KEBIDANAN DIII TINGKAT 1 REGULER 1


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

TAHUN AJARAN
2021/2022

1
DAFTAR ISI
BAB I.........................................................................................................................................3
ANALGESIK NARKOTIK DAN NONNARKOTIK...............................................................3
BAB II......................................................................................................................................15
ANTIKONVULUSI.................................................................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................23
ANTIPSIKOTIK, ANTIANSIETAS, DAN ANTIDEPRESI..................................................23

2
BAB I

ANALGESIK NARKOTIK DAN NONNARKOTIK


PENDAHULUAN

Analgesic, baik nonnarkotik maupun narkotik, diresepkan untuk meredakan nyeri; pilihan
obat tergantung dari beratnya nyeri. Nyeri yang ringan sampai sedang dari otot rangka dan
sendi seringkali diredakan dengan pemakaian analgesic nonnarkotik. Nyeri yang sedang
sampai berat pada otot polos, organ, dan tulang biasanya membutuhkan analgesic narkotik.

Ada lima klasifikasi dan jenis nyeri:

1. Nyeri akut, yang dapat ringan, sedang, atau berat

2. Nyeri kronik

3. Nyeri superfisial

4. Nyeri somatic (tulang, otot rangka, dan sendi)

5. Nyeri viseral, atau nyeri dalam.

ANALGESIK NONNARKOTIK

Analgesic nonnarkotik tidak bersifat adiktif dan kurang kuat dibandingkan dengan analgesic
narkotik. Obat-obat ini dipakai untuk mengobati nyeri yang ringan sampai sedang dan dapat
dibeli bebas. Obat-obat ini efektif untuk nyeri tumpul pada sakit kepala, dismenore (nyeri
menstruasi), nyeri pada inflamasi, abrasi minor, nyeri otot, dan arthiritis ringan sampai
sedang. Kebanyakan dari analkat, sehingga mempunyai efek antipiretik. Beberapa analgesic
seperti aspirin, mempunyai efek antiinflamasi dan juga efek antikoagulan.

Salisilat dan Obat-Obat Antiinflamasi Nonsteroid

Aspirin (ASA), suatu salisilat, adalah obat analgesic nonnarkotik yang tertua yang masih
dipakai. Adolf Bayer memasarkan formula aslinya pada tahun 1899, dan kini aspirin dapat
dibeli dalam bermacam-macam nama dan isi tambahan. Contohnya adalah Bufferin, Ecotrin
(tablet enteric-coated), Anacin (mengandung kafein), dan Alka Seltzer. Efek utama aspirin
adalah analgesic untuk neyri, tetapi ia juga mempunyai efek antipiretik. Aspirin tidak boleh
dipakai dan merupaka kontraindikasi bagi anak yang mengalami demam dan berusia di
bawah 12 tahun, apapun sebabnya, karena adanya bahaya sindroma Reiter (problem
neurologis yang berhubungan dengan infeksi virus dan diobati dengan infeksi virus dan

3
diobati dengan salisilat). Asetaminofen (Tylenol) dipakai sebagai pengganti aspirin pada
keadaan ini.

Aspirin juga diklasifikasikan sebagai obat antiinflamasi dan akan dibahas dengan
mendalam Bersama-sama dengan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs = nonsteroidal
antiinflamatory drugs) pada Bab 20. Aspirin dan NSAID meredakan nyeri dengan
menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin menumpuk pada tempat jaringan yang
terluka, sehingga menyebabkan inflamasi dan nyeri. NSAID yang mempunyai efek analgesic
adalah ibuprofen, fenoprofen, dan suprofen dari kelompok asam prepionat, aspirin dan
ibuprofen (Motrin IB, Nuprin, Advil, Medipren) dapat dibeli sebagai obat bebas. Selain efek
analgesiknya, aspirin juga mengurangi agregasi platelet (pembekuan). Oleh karena itu
beberapa dokter meresepkan satu tablet aspirin setiap hari atau dua hari sekali sebagai usaha
untuk mencegah serangan iskemik sementara (TIAs = transient ischemic attacks, atau “stroke
ringan”), serangan jantung, atau episode tromboemboli.

Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan

Efek yang sering dari aspirin dan NSAID dalah iritasi lambung. Obat-obat ini harus dipakai
Bersama-sama makanan,atau pada waktu makan, atau dengan segelas cairan untuk membantu
mengurangi masalah ini. Jika aspirin atau piroksikam (Feldene) dipakai untuk dismenore
selama dua hari pertama menstruasi, mungkin terjadi perdarahan yang lebih banyak (lebih
banyak pada aspirin daripada dengan ibuprofen).

ASETAMINOFEN

Analgesic asetaminofen (derivate para amino-fenol adalah obat tanpa resep yang popular
yang dipakai oleh bayi, anak-anak, dewasa, dan orang lanjut usia untuk nyeri, rasa tidak enka
dan demam. Obat ini merupakan 25% dari semua obat bebas yang dijual. Asetaminofen
(Tylenol, Panadol, Tempra, Datril), pertama kali dipasarkan pada tahun 1950an, merupakan
obat analgesic dan antipiretik yang aman dan efektif untuk pegal dan nyeri otot, dan demam
akibat infeksi virus. Obat ini hanya menimbulkan gangguan lambung yang ringan atau tidak
sama sekali dan tidak mengganggu agregasi platelet. Tidak ada kaitan antara asetaminofen
dengan sindroma Reye, dan obat ini tidak menambah perdarahan jika dipakai untuk
dismenore, seperti halnya pada aspirin dan piroksikam. Asetaminofen tidak mempunyai daya
antiinflamasi seperti aspirin, sehingga bukan merupakan obat pilihan bagi proses inflamasi.

4
FARMAKOKINETIK

Asetaminofen diabsorpsi dengan baik dari gastrointestinal. Absorpsi rektal dapat tidak
menentu karena adanya materi feses, atau berkurangnya aliran darah di kolon. Karena waktu
paruh asetaminofen pendek, maka dapat diberikan setiap 4 jam sekali jika perlu dengan dosis
maksimum 2,5-4 g/hari. Lebih dari 85% asetaminofen dimetabolisisr menjadi metabolit oleh
hati.

Dosis tinggi atau takar lajak dpat menjadi toksik terhadap sel-sel hati; oleh karena itu
jika dosis tinggi diberikan untuk jangka Panjang, kadar asetaminofen serum harus dipantau.
Batas serum terupetik adalah 5-20 mikrogram/mL/ Kadar enzim hati (glutamate oksaloasetat
transaminase/aspartate aminotransferase serum {SGOT/SGPT}, glutamate-piruvat
transaminase/alanin aminotransferase serum {SGPT/ALT], fosfatase alkali {ALP} dan
bilirubin serum harus dipantau.

FARMAKODINAMIK

Asitaminofen menghambat sintesis prostaglandin, yang mengurangi sensasi nyeri. Obat ini
efektif untuk menghilangkan nyeri ringan dan sedang dan sakit kepala, dan berguna untuk
efek antipiretiknya. Mula kerjanya cepat dan lama kerjanya 5 jam atau kurang. Reaksi yang
erugikan yang berat dapat terjadi pada takar lajak, sehingga asetaminofen dalam bentuk
cairan atau tablet kunyah harus dihindari dari jangkauan anak-anak.

Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan

Takar lajak asetaminofen dapat menjadi sangat toksik terhadap sel-sel hati, menimbulkan
hepatotoksisitas. Kematian dapat terjadi dalam waktu 1-4 hari karena timbulnya nerosis hati.
Jika seorang anak memakan tablet atau sirup asetaminofen dalam jumlah yang berlebihan,
maka harus segera menghubungi pusat pengendalian keracunan, atau anak tersebut harus
segrea dibawa ke ruang gawat darurat.

5
Proses Keperawatan:

Analgesic Nonnarkotik

Pengkajian

• Tentukan apakah ada Riwayat rasa tidak enak pada lambung, perdarahan lambung, atau
penyakit hati. Aspirin dan ibuprofen dapat menimbulkan iritasi lambung. Pemakaian
asetaminofen dalam dosis sangat tinggi dan dalam jangka lama dapat menyebabkan
hepatotoksisitas.

Perencanaan

• Nyeri klien akan reda dalam waktu 24-48 jam.

Intervensi Keperawatan

• Amati klien terhadap tanda-tanda dan gejala-gejala perdarahan, seperti feses berwarna
hitam, petekie (bitnik merah bulat), ekimosis (memar yang besar), Ketika klien memakai
aspiin dosis tinggi.

• Atas ijin dokter, hentikan aspirin 3-7 hri sebelum pembedahan untuk mengurangi risiko
perdarahan.

6
PENYULUHAN KEPADA KLIEN

• Beritahu klien untuk menjaga agar tablet aspirin atau sirup aspirin dan asetaminofen tidak
terjangkau oleh anak-anak. Kedua obat ini dapat mejadi toksik jika diminum dalam dosis
besar.

• Nasehatkan klien untuk tidak memakai apirin Bersama-sama alcohol atau obat-obat yang
tinggi berkaitan pada protein, seperti antikoagulan, warfarin (Coumadin). Aspirin mengambil
alih obat-obat seperti Coumadin dari ikatannya dengan protein, sehingga terdapat lebih
banyak antikogulan bebas. Oleh karena itu masa perdarahan akan memanjang, dan
perdarahan dapat terjadi.

• Ajari klien untuk minum aspirin dan ibuprofen Bersama-sama makanan, atau pada waktu
makan, atau dengan banyak cairan. Meskipun ibuprofen tidak mengiritasi mukosa lambung
seperti halnya aspirin, tetapi ia tetap menyebabkan rasa tidak enak pada lambung.

• Beritahu orangtua untuk segera menghubungi pusat pengendalian keracunan jika seorang
anak minum asetaminofen atau aspirin dalam dosis besar atau tidak diketahui seberapa
banyak. Obat-obat ini dalam dosis besar atau tidak diketahui seberapa banyak. Obat-obat ini
dalam bentuk tablet anak-anak atau sirup seringkali terasa manis.

• Beritahu klien untuk tidak memberikan aspirin untuk gejala-gejala virus atau flu pada anak-
anak. Sindrom Reye (muntah, letih, delirium, dan koma) telah diketahui kaitannya dengan
aspirin dan infeksi virus. Anjurkan orangtua untuk memeriksakan ke dokter untuk
pengobatan rasa tidak enak atau gejala-gejala flu. Asetaminofen biasanya dianjurkan dan
aman untuk kasus ini.

• Beritahu orang tua untuk memeriksakan dosis aspirin dan asetaminofen untuk anak-anak
dengan dokter atau pada label kemasan. Jangan melebihi dosis yang dianjurkan.

• Beritahu klien untuk melaporkan rasa mengantuk, tinnitus, (berdenging pada telinga), sakit
kepala, rasa panas (flushing), pusing dan perubahan penglihatan. Ini dapat merupakan tanda-
tanda akan terjadinya toksisitas aspirin atau NSAID.

• Beritahu klien untuk melaporkan tanda-tanda reaksi alergi, seperti ruam, biduran, dan gatal.

• Nasehatkan klien untuk memeriksa label obat bebas karena beberapa mungkin mengandung
aspirin.

7
Evaluasi

• Evaluasi efektifitas analgesic nonnarkotik dalam meredakan nyeri. Jika nyeri menetap,
mungkin perlu dilakukan penggantian NSAID atau penyesuaian dosis.

• Tentukan jika klien mengalami efek samping dari NSAID. Sekali lagi, mungkin perlu
dilakukan penggantian obat atau perubahan dosis.

ANALGESIK NARKOTIK

Analgesic narkotik, disebut jug agonis narkotik, diresepkan untuk mengatasi nyeri yang
sedang sampai berat. Di Amerika Serikat, Undang-Undang Narkotik Harrison tahun 1914,
menyatakan bahwa semua bentuk opium harus dijual dengan resep dan tidk dapat lagi dibeli
tanpa resep. Undang-Undang Substansi yang dikontrol tahun 1970 mengklafikasikan obat-
obat yang dapat menimbulkan adiksi ke dalam lima kategori berdasarkan potensinya untuk
penyalahgunaan.

Pada tahun 1803, seorang ahli farmasi Jerman mengisolasi morfin dari opium. Kodein
merupakan obat lain yang dihasilkan dari opium. Dalam 40 tahun terakhir ini, banyak
narkotik sintetis dan semisintetis yang telah dikembangkan, dengan sekitar 20 narkotik telah
dipasarkan untuk pmakaian klinis.

Analgesik narkotik (norkotik) bekerja terutama pada sistem saraf pusat, sedangkan analgesik
nonnarkotik (analgesik) bekerja pada sistem saraf tepi pada tempat reseptor nyeri. Narkotik
tidak hanya menekan rangsang nyeri tetapi juga menekan pernapasan dan batuk dengan
bekerja pada pusat pernapasan dan batuk pada medulla di batang otak. Salah satu contoh dari
narkotik adalah morfin, yang merupakan analgesik kuat yang dapat dengan cepat menekan
pernapasan. Kodein tidak sekuat morfin, tetapi dapat meredakan nyeri yang ringan sampai
sedang dan menekan batuk. Kodein juga dapat diklasifikasikan sebagai penekan batuk
(antitusif). Banyak narkotik mempunyai efek antitusif dan antidiare, selain dari
kemampuannya meredakan nyeri.

Jenis nyeri Definisi Pengobatan


Nyeri akut Nyeri terjadi mendadak dan Nyeri ringan: nonnarkotik
memberikan respons terhadap (asetamenofen, NSAID [Aspirin,
pengobatan motrin, advil])
Nyeri kronik Nyeri menetap selama lebih Nyeri sedang: kombinasi nonnarkotik
dari 6 bulan dan sulit untuk dan narkotik (kodein dan

8
diobati atau dikendalikan asetaminofen)
Nyeri superfisial Nyeri dari daerah permukaan Nyeri berat: norkotik
seperti kulit dan selaput Obat-obat nonnarkotik disarankan.
mukosa Narkotik harus:
Nyeri viseral Nyeri dari otot polos dan organ 1. Diberikan per oral
Nyeri somatik Nyeri dari otot rangka, 2. Mempunyai waktu paruh yang
ligamen, dan sendi panjang
3. Menyertakan terapi tambahan
4. Tidak menimbulkan depresi
pernapasan
Nyeri ringan: nonnarkotik
Nyeri sedang: kombinasi obat
analgesik narkotik dan nonnarkotik
obat-obat narkotik.

Nonnarkotik: NSAID (aspirin,


Motrin,Advil). Juga bekerja sebagai
obat antiinflamasi.

MEPERIDIN
Salah satu dari narkotik sintetis, meperidin (Demerol), dipasarkan pada pertengahan tahun
1950an. Obat ini diklasifikasikan ke dalam kategori II berdasarkan Undang - undang
Substansi yang Dikontrol. Meperidin mempunyai masa kerja yang lebih singkat daripada
morfin, dan kekuatannya berbedabeda tergantung dari dosisnya. Meperidin, yang dapat
diberikan peroral, intramuskular, dan intravena, merupakan narkotik yang paling banyak
dipakai untuk meredakan nyeri pascapembedahan. Obat ini tidak mempunyai efek antitusif
seperti halnya preparat opium. Obat ini dapat diberikan selama kehamilan, berbeda dengan
preparat opium (morfin, kodein), yang tidak dapat diberikan karena ada kemungkinan efek
teratogenik. Data obat yang berhubungan dengan meperidin dimuat dalam Gambar 13-2.
FARMAKOKINETIK
Meperidin biasanya diberikan intramuskular untuk nyeri pascapembedahan karena diabsorpsi
lebih cepat dan lebih lengkap melalui metode ini daripada jika diberikan preparat oral. Obat
ini dianggap mempunyai waktu paruh yang sedang dan karena itu dapat diberikan beberapa
kali sehari dengan selang waktu tertentu. Demikian pula, pengikatan pada proteinnya tidak
diperpanjang. Obat ini diekskresikan ke dalam urin, kebanyakan sebagai metabolit.

9
FARMAKODINAMIK
Meperidin tidak boleh dipakai bersama-sama alkohol atau hipnotik- sedatif karena kombinasi
obat-obat ini dapat menyebabkan depresi SSP aditif. Efek samping utama dari meperidin
adalah menurunnya tekanan darah, sehingga tekanan darah harus dipantau selama klien
memakai meperidin, khususnya jika klien seorang lanjut usia.
Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
Banyak efek samping yang telah diketahui yang menyertai penggunaan narkotik, dan perawat
harus bersikap waspada ketika memberikan obat-obat ini. Yang paling penting adalah tanda-
tanda depresei pernapasan (pernapasan < 10/menit). Efek samping yang lain adalah hipotensi
ortostatik (turunnya tekanan darah ketika bangun dari posisi duduk atau berbaring),
takikardia, mengantuk dan mental berkabut, konstipasi, dan retensi urin. Juga, konstriksi
pupil (suatu tanda intoksikasi), toleransi, dan ketergantungan psikologis serta fisik dapat
terjadi pada penggunaan jangka panjang.
Peningkatan metabolisme narkotik menyebabkan terjadinya toleransi, sehingga diperlukan
dosis narkotik yang lebih tinggi. Jika pemakaian kronik dari narkotik dihentikan, gejala-
gejala putus obat (disebut sebagai sindroma abstinensi) biasanya terjadi dalam waktu 24-48
jam setelah pemakaian narkotik terakhir. Sindroma abstinensi disebabkan oleh
ketergantungan fisik. Iritabilitas, diaforesis (berkeringat), gelisah, kedutan otot, serta
meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah adalah contoh-contoh dari gejalagejala putus
obat. Gejala-Gejala putus obat akibat narkotik paling tidak menyenangkan tetapi tidak seberat
atau tidak begitu mengancam nyawa seperti pada gejala-gejala putus obat akibat hipnotik-
sedatif-suatu proses yang dapat menyebabkan kejang.
Kontraindikasi
Pemakaian analgesik narkotik adalah kontraindikasi bagi pasien dengan cedera kepala.
Narkotik memperlambat pernapasan, sehingga mengakibatkan penumpukan karbon dioksida
(CO2). Dengan bertambahnya retensi CO2, pembuluh darah berdilatasi (vasodilatasi),
terutama pembuluh darah otak, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Analgesik narkotik yang diberikan kepada klien dengan gangguan pernapasan hanya akan
mengakibatkan bertambah beratnya distres pernapasan. Pada penderita asma, opioid dapat
merelaksasikan atau malah mengkonstriksikan saluran bronkus.
Narkotik dapat menyebabkan hipotensi dan tidak merupakan indikasi bagi klien yang syok
atau mereka yang mempunyai tekanan darah yang sangat rendah. Jika diperlukan pemakaian
narkotik, dosis perlu disesuaikan; kalau tidak, keadaan hipotensi akan semakin memburuk.
Bagi orang lanjut usia atau orang yang debil, dosis narkotik biasanya perlu dikurangi.
AGONIS-ANTAGONIS NARKOTIK
Dalam 20 tahun terakhir ini, narkotik campuran agonis-antagonis, yaitu suatu pengobatan di
mana narkotik antagonis, seperti Nalokson (Narcan) ditambahkan pada nartik agonis,
dikembangkan dengan harapan dapat mengurangi penyalahgunaan narkotik. Pentazosin
(Talwin), analgesik narkotik campuran yang pertama, dapat dibe-rikan per oral (tablet) dan
injeksi (SK, IM, dan IV). Pentazosin diklasifikasikan sebagai obat kategori IV. Butorfanol
10
tartrat (Stadol), buprenorfin (Buprenex), dan nalbufin hidroklorida (Nubain) adalah contoh-
contoh dari analgesik narkotik campuran agonis-antagonis. telah dilaporkan bahwa
pentazosin dan butorfanol dapat menimbulkan ketergantungan. Agenagen obat ini dianggap
aman untuk dipakai sewaktu proses kelahiran, tetapi keamanannya selama awal kehamilan
belum dapat dipastikan.

FARMAKOKINETIK
Pentazosin dapat diberikan per oral, intramuskular, atau intravena. Obat ini diabsorpsidengan
baik melalui saluran gastrointestinal dan cepat diabsorpsi bila melalui parenteral. Obat ini
mempunyai waktu paruh yang singkat dan sedang berikatan dengan protein. Pentazosin
diekskresikan ke dalam urin.
FARMAKODINAMIK
Pentazosin efektif dalam meredakan nyeri yang sedang. Mula kerjanya cepat, dan kadar
puncaknya dicapai dalam 15 menit untuk pemberian intravena dan 1-2 jam untuk pemberian
oral dan intramuskular. Masa kerja obat ini sama untuk semua rute pemberian.
ANTAGONIS NARKOTIK
Antagonis narkotik adalah antidotum un tuk takar lajak analgesik narkotik. Antagonis
narkotik mempunyai daya ikat yang lebih kuat pada tempat reseptor opiat daripad narkotik
yang dipakai. Antagonis narkotik menghambat reseptor dan mengambil alih setiap narkotik
yang berada pada reseptor itu, sehingga menghambat kerja narkotik. Nalokson (Narcan),

11
diberikan intramuskular atau intravena, dan naltrekson hidroklorida (Trexan), diberikan per
oral dalam bentuk tablet atau cairan, adalah antagonis narkotik
PENGOBATAN UNTUK ORANG DENGAN ADIKSI NARKOTIK
Di seluruh negeri terdapat banyak program pengobatan metadon untuk membantu orang
dengan adiksi narkotik untuk melepaskan diri dari heroin atau narkotik yang serupa tanpa
mengalami gejala-gejala putus obat. Metadon adalah narkotik, tetapi lebih sedikit
mengakibatkan ketergantungan daripada narkotik yang digantikannya. Waktu paruh metadon
lebih panjang daripada kebanyakan narkotik sehingga hanya perlu diberikan sekali sehari.
Dosisnya adalah dari 40 sampai 120 mg/hari.
Ada dua jenis program metadon: program pelepasan atau program pemeliharaan. Dalam
program pelepasan, orang yang bersangkutan menerima satu dosis metadon untuk dua hari
pertama yang kira-kira sama dengan dosis dari "obat” yang diadiksi. Setelah dua hari, dosis
metadon dikurangi 5-10 mg sampai orang tersebut sepenuhnya lepas dari metadon. Dalam
program pemeliharaan, orang tersebut diberikan metadon dalam dosis yang sama setiap hari.
Dosis tersebut dapat sama atau kurang dari "obat” yang biasa dipakai, tetapi dosisnya tetap
sama dari hari ke hari.
Proses Keperawatan: Analgesik Narkotik
Pengkajian
• Dapatkan riwayat dari klien mengenai masalah kesehatannya yang merupakan
kontraindikasi dari pemakaian narkotik, seperti distres pernapasan, cedera kepala, atau
epilepsi. Narkotik dapat menambah tekanan intrakranial dan kejang. Juga periksa adanya
riwayat hipersensitifitas.
• Dapatkan tanda-tanda vital dasar untuk dipakai perbandingan tanda-tanda vital di masa
mendatang.
• Nilai jenis, lama, dan lokasi nyeri sebelum memberikan narkotik.
Perencanaan
• Klien akan bebas dari nyeri atau intensitas nyeri berkurang dalam waktu 3-5 hari.
Intervensi Keperawatan
• Berikan narkotik sebelum nyeri mencapai puncaknya untuk memaksimalkan efektifitas
obat.
• Amati klein untuk efek samping dari narkotik, termasuk distres pernapasan (pernapasan <
10/menit), hipotensi ortostatik, mengantuk, mental berkabut, retensi urin, konstipasi,
konstriksi pupil (toksisitas dari preparat opium), dan gejala-gejala putus obat.
• Pantau tanda-tanda vital dengan interval cukup sering untuk mendeteksi perubahan
pernapasan. Laju pernapasan akan berubah dalam 7-8 menit setelah pemberian intravena,
30 menit setelah injeksi intramuskular, dan sekitar 90 menit setelah injeksi subkutan.
Periksa laju pernapasan sebelum memberikan narkotik.
• Pantau keluaran urin klien. Narkotik dapat menyebabkan retensi urin. Keluaran urin harus
sekurang-kurangnya 600 mL/ hari.
• Periksa bising usus untuk mengetahui apakah terjadi penurunan peristaltik; suatu sebab
dari konstipasi. Laksatif ringan atau perubahan diet mungkin diperlukan.

12
• Periksa klein lanjut usia terhadap efek samping dari narkotik. Dosis mungkin perlu
disesuaikan. Tirali tepi tempat tidur dan tindakan pencegahan lainnya mungkin perlu
dilakukan.
PENYULUHAN KEPADA KLIEN
• Beritahu klien untuk tidak minum alkohol atau penekan SSP dengan setiap analgesik
karena bertambahnya depresi sistem saraf pusat dan pernapasan.
• Anjurkan klien untuk mencari pertolongan profesional dalam mengurangi adiksi narkotik.
Beritahu klien mengenai program pengobatan metadon dan sumber lainnya di daerah
saudara.
• Peringati klien bahwa pemakaian narkotik yang terus menerus dapat menimbulkan adiksi.
Sebelum menjalani pembedahan besar, klien biasanya memerlukan narkotik selama 2-3
hari. Obat, dosis, dan interval dosis berubah-ubah sesuai dengan keperluan klien.
Tindakan nonfarmakologik untuk meredakan nyeri mung posisikan membantu, seperti
mengubah menggosok punggung, dan ambulasi. Jika nyeri menetap, pengobatan mungkin
perlu diubah berdasarkan penilaian nyeri
• Beritahu klien untuk melaporkan jika mengalami pusing atau sulit bernapas ketika
memakai narkotik. Pusing dapat disebabkan oleh hipotensi ortostatik. Nasehatkan klien
untuk berjalan dengan hatihati atau hanya dengan bantuan.
• Beritahu klien untuk melaporkan jika mengalami konstipasi dan retensi urin
Makologik untuk meredakan nyeri mungkin membantu, seperti mengubah posisi, menggosok
punggung, dan ambulasi. Jika nyeri menetap, pengobatan mungkin perlu diubah berdasarkan
penilaian nyeri.
• Beritahu klien untuk melaporkan jika mengalami pusing atau sulit bernapas ketika
memakai narkotik. Pusing dapat disebabkan oleh hipotensi ortostatik. Nasehatkan klien
untuk berjalan dengan hatihati atau hanya dengan bantuan.
• Beritahu klien untuk melaporkan jika mengalami konstipasi dan retensi urin.
EVALUASI
• Evaluasi efektifitas dari analgesik narkotik dalam mengurangi atau meredakan nyeri. Jika
nyeri menetap setelah beberapa hari, sebab harus ditentukan atau narkotik perlu diganti.
• Evaluasi stabilitas tanda-tanda vital. Tanda-tanda abnormal, seperti penurunan tekanan
darah, harus dilaporkan.
STUDI KASUS: KLIEN YANG MEMAKAI NARKOTIK
R.J., 79 tahun, menjalani pembedahan abdomen untuk reseksi kolon. Analgesik narkotik,
meperidin (demerol) 75 mg, a 34 jam, diresepkan setelah operasi. R.J. tidak meminta
"pengobatan nyeri" karena ia berpikir bahwa ia akan mengalami kecanduan narkotik. Perawat
yang memperhatikan bahwa ia gelisah dan meringis jika bergerak. la menolak untuk bernapas
dalam dan batuk jika diminta. Perawat membandingkan tanda-tanda vitalnya dengan nilai
dasarnya. Denyut nadinya telah meningkat dan tekanan darah sistoliknya menurun sampai 6
mm Hg.
1. Haruskah perawat memberikan mepe ridin? Jelaskan.

13
2. Mengapa R.J. tidak mau bernapas dala dan batuk? Apa intervensi keperawata yang dapat
dilakukan?
3. Apa makna dari perubahan-perubaha tanda vitalnya? Mengapa perawat har terus
memantau tanda-tanda vitalnya?
4. Apa efek samping yang klasik dari ana gesik narkotik?
5. Apa tindakan nonfarmakologis yang dapperawat sarankan nyeri? untuk mengurangi nyeri
Sehari kemudian, R.J. meminta meperidin setiap 3 jam. Pada hari ke lima setelah operasi,
dokter menghentikan meperidin dan meresepkan asetaminofen dengan kodein.
6. Mengapa resep analgesik narkotik ubah?
7. R.J. tidak mau berjalan. Apa respor perawatan yang tepat untuk dilakukan?

14
BAB II

ANTIKONVULUSI
PENDAHULUAN
Epilepsi, suatu gangguan kejang, terjadi pada sekitar 1% populasi. Serangan kejang pada
epilepsi disebabkan oleh muatan listrik abnormal dari neuron-neuron serebral, dan ditandai
dengan hilangnya atau terganggunya kesadaran dan biasanya disertai dengan kejang (reaksi
motorik abnormal). Elektroensefalogram (EEG), adalah alat yang berguna untuk
mendiagnosis epilepsi. EEG mencatat muatan listrik abnormal dari korteks serebri. Lima
puluh persen dari semua kasus epilepsi dianggap bersifat primer, atau idiopatik (tidak
diketahui sebabnya), dan 50% lagi sekunder akibat trauma, anoksia otak, infeksi, atau
gangguan pembuluh darah otak (CVA = serebrovascular accident, atau stroke).
KLASIFIKASI INTERNATIONAL DARI SERANGAN KEJANG
Ada berbagai jenis dan nama untuk serangan kejang, seperti grand-mal, petit-mal, dan
psikomotor. Klasifikais internasional dari serangan kejang (Tabel 14-1), menjelaskan dua
kategori serangan kejang: serangan kejang umum dan parsial. Seseorang dapat memiliki lebih
dari satu serangan kejang.
Obat-Obat yang dipakai untuk serangan kejang epilepsi disebut sebagai antikonvulsi, atau
antiepilepsi. Obat-obat antikonvulsi menekan impuls listrik abnormal dari pusat serangan
kejang ke daerah korteks lainnya, sehingga mencegah serangan kejang tetapi tidak
menghilangkan penyebab serangan kejang. Antikonvulsi diklasifikasikan sebagai penekan
SSP.
ANTIKONVULSI
Ada banyak jenis antikonvulsi yang dipakai dalam mengobati epilepsi, yaitu hidantoin
(fenitoin (Dilantin), mefenitoin, etotoin), barbiturat dengan masa kerja panjang (fenobarbital,
mefobarbital, primidon), suksinimid (etosuksimid), oksazolidon (trimetadion), benzodiazepin
(diazepam, klonazepam), karbamazepin, dan valproat (asam valproat). Antikonvulsi tidak
dipakai untuk semua jenis serangan kejang, contohnya, hidantoin, fenitoin efektif untuk
mengobati serangan kejang grand-mal (tonik-klonik) dan serangan ke jang psikomotor tetapi
tidak efektif untuk me ngobati serangan kejang petit-mal (absence) Antikonvulsi biasanya
dipakai seumur hidup Dalam beberapa kasus, dokter mungkin menghentikan antikonvulsi
jika dalam waktu 3-5 tahun terakhir tidak lagi terjadi seranga kejang.
HIDANTOIN
Antikonvulsi yang pertama dipakai untuk me ngobati serangan kejang adalah fenitoin suatu
hidantoin yang ditemukan pada tahu 1938 yang sampai kini masih terus sering d pakai untuk
mengendalikan serangan kejan Obat ini paling sedikit efek toksiknya, sedik efeknya terhadap
sedasi umum, dan tidak m nimbulkan adiksi. Tetapi, obat ini tidak bole dipakai selama
kehamilan karena dapat m nimbulkan efek teratogenik pada janin.
Dosis obat fenitoin, seperti halnya antiko vulsi lainnya berbeda-beda tergantung da usia klien.
Bayi baru lahir, orang dengan p nyakit hati, dan orang lanjut usia membutu kan dosis yang
lebih rendah akibat berk rangnya metabolisme yang mengakibatkan bih banyak kadar obat di

15
dalam darah. Ana anak serta orang dewasa muda dan usia pe tengahan mempunyai laju
metabolisme ya meningkat. Dosis dosis disesuaikan berdasa kan kadar terapeutik plasma atau
seru Fenitoin mempunyai batas terapeutik ya sempit yaitu 10-20 mikrogram/mL. Manfa
antikonvulsi akan jelas jika kadar obat ser berada dalam batas terapeutik; dan jika kad obat
serum di bawah batas yang diingink: maka ini berarti klien tidak menerima do obat yang
dibutuhkan untuk mencegah rangan kejang. Demikian pula, jika ka obat di atas batas yang
diinginkan, maka pat terjadi toksisitas obat. Pemantauan ba terapeutik obat dalam serum
merupakan yang paling penting untuk memastikan ef tifitas obat. Gambar 14-1 memuat data
makologik dari fenitoin.

FARMAKOKINETIK
Fenitoin lambat diabsorpsi dari usus halus. Obat ini tinggi berikatan pada protein (8595%);
berkurangnya protein atau albumin serum menambah kadar fenitoin bebas dalam serum.
Dengan dosis obat yang rendah sampai rata-rata, waktu paruh fenitoin adalah sekitar 22 jam;
tetapi batasnya dapat dari 6 sampai 45 jam. Fenitoin dimetabolisir menjadi metabolit inaktif,
dan ini akan diekskresikan ke dalam urin.
FARMAKODINAMIK
Farmakodinamik dari fenitoin yang dipakai per oral adalah: mula kerja dalam waktu 30 menit
sampai 2 jam, konsentrasi puncak dalam serum dicapai dalam 1,5-3 jam, konsentrasi serum
dalam keadaan tetap dicapai dalam 7-10 hari, dan masa kerja tergantung dari waktu
paruhnya. Fenitoin oral juga tersedia dalam bentuk kapsul sustained-release (dilepas
perlahan-lahan). Lama untuk menca pai konsentrasi puncaknya adalah 4-12 jam.
Infus fenitoin intravena harus dilakukan dengan injeksi langsung ke dalam vena besar Obat
dapat diencerkan ke dalam larutan sa lin; tetapi tidak boleh dengan larutan deks trose karena

16
dapat terjadi pengendapan obat Infus intravena yang kontinu tidak boleh dila kukan. Laju
infus yang lebih dari 50 mg/meni dapat menimbulkan hipotensi atau aritmi jantung, terutama
pada klien yang lanjut usia atau lemah. Iritasi lokal pada tempat injeks dapat terjadi dan
mungkin kulit akan menge lupas. Injeksi fenitoin intramuskular bersifat mengiritasi jaringan
dan dapat menyebabkan kerusakan. Dengan alasan ini dan laju ab sorpsinya yang tidak
menentu, maka tidak dianjurkan pemberian fenitoin intramuskular
Mefenitoin adalah hidantoin kuat dan jauh lebih toksik daripada fenitoin. Obat ini di pakai
untuk serangan kejang grand-mal atau psikomotor yang berat yang tidak berespon terhadap
terapi fenitoin atau antikonvulsi lainnya. Hidden toin yang terbaru koma, menghasilkan
respon yang serupa seperti fenitoin dan mempunyai waktu paruh yang lebih pendek yaitu 3 -
6 jam oleh karena itu mengurangi kemungkinan terjadinya efek penumpukan obat.
Efek samping dan reaksi yang merugikan
Efek samping yang berat dari hidantoin adalah hiperplasia gin Vina atau pertumbuhan
jaringan gusi yang berlebihan (gusi berwarna merah dan mudah berdarah) efek neurologis
dan psikologis seperti Sukar cara (slurrred speech), bingung, depresi dan trombositopenia
(jumlah platelet rendah) dan leukemia (jumlah sel darah putih rendah). Klien yang memakai
hidantoin jangka panjang mungkin mempunyai kadar gula yang meningkat (hiperglikemia),
yang diakibatkan dari inhibisi obat terhadap pelepasan insulin. Efek samping yang lebih
ringan adalah mual muntah konstipasi dan sakit kepala.
Interaksi Obat-Obat
Interski ohat-obat sering terjadi pada hidan tin karena obat ini tinggi berikatan pada pro sein.
Hidantoin bersaing dengan obat-ubet Inis, perti antikangulan dan aspina, sehing go Whih
banyak obat bebas dan meningkatkan aktivitasnya Obat Ohat seperti sulfonamid dan
simetidin Tagamet), dapat meningkatkan kerja hidantcin dengan menghambat metabo liste
hati, yang perla untuk ekskreni obat Absorpsi hidantoin dapat berkurang dengan afanya
witasid, preparat kalanus, dan obst antikanker Autipelkotik dapat menurunkan antang
serangan kejang dan dapat mening katkan aktivitas serangan kejang. Kli harus dipantau ketat
untuk saat eaat terjadinys se.
Barbiturat
Fenobarnital, suatu barbibarat dengan man kerja panjang, sampai kini masih direarpkan untuk
mengobati serangan kejang grand mal dan episode akut dari serangan kejang akibat statue
epileptikus (erangan Kejang epilepsi yang berturut-turut dengan cepat, meningi tis, reaksi
toksik, dan eklampsia Dibanding kan dengan fenitoin, kemungkinan efek tera togenik dan
efek samping dari fonobarbital lebih ringun Masalah-masalah yang ber kaitan dengan
fenobarbital adalah sifatnya yang menyebabkan sedani umum dan toleran i klien terhadap
obat. Penghentian fenobarbi tal harus bertahap untuk menghindari ke kambahan serangan
kajang.
Suksinimid
Kelompok ubat auksinimid dipakai untuk mengobati serangan kejang absence, atau petit-mal,
dan dapat dipakai dalam kombinasi dengan antikvulei lain untuk mengobati se rangan kejang.
Etukaimid adalah auksini mid pilihan, formula lain yaitu metauksimid, dan fonsuksimid
digunakan terutama untuk serangan kajang petit-mal yung refrakter

17
Oksazolidon/Oksazolidindion
Oksazolidon, trimetadion dan parametadion, juga diresepkan untuk mengobati serangan
kejang petit-mal Trimetadion adalah obat pertama yang dikembangkan untuk petit-mal dan
karena itu lebih sering diresepkan dari pada parametadion Ada banyak yang berat pada
pemakaian kelompok antikonvulsi ini Trimetadion dapat dipakai dalam kombinasi dengan
obat-obat lain atau dipakai tunggal untuk mengobati serangan kejang petit-mal yung
refrakter.
Bonzodinzepin
Tiga bemandiazepin yang mempunyai efek an tkonvulsi adalah klonazepam, klorazepat di
potassium, dan diazepam, Klonazepam efektif dalam mengendalikan serangan kejang petit
mal (nbeencek tetapi toleranai dapat terjadi 6 bulan setelah dimulainya terapi obat, dan
akibatnya dosis kiemsarpams harus disesuai kan Kloranepat dipotassium seringkali dibe rikan
sebagai terapi tambahan untuk me ngobati serangan kejang parsial.
Dispam terutama diresepkan untuk mengobati status epileptikus akut dan harus dibertian
intravena untuk mencapai respon yang diinginkan Obat ini mempunyai efek jangka singkat,
hingga antikonvulsi lain, perti fenitoin atau fenobarbital, perlu diberi kan selama atau segera
sesudah diazepam.
Iminostilben
Karbamazepin, sutu imincetilben, efektif un tak mengobati gangpuan serangan kejang yung
refraktar yang tidak memberikan respon terhadap terapi antikonvulsi lain. Obat ini di pakai
untuk mengsindalikan serangan kejang grand-mal dan parsial dan kombinasi dari se rangan
kejang ini
Karbamazepin juga dipakai untuk ganggu an peikiatrik, seperti penyakit bipolar, sebagai
atalgik pada neuralgia trigeminalis, dan untuk mengobati gejala-gjala putus obat dari alkohol.
Tetapi, obat ini belum disetujui oleh FDA untuk pengobatan gangguan gangguan.
Valproat
Asam valpront telah diresepkan untuk serang an kajang petit mal, grand-mal, dan campur an
dari jenis-jenis ini. Harus hati-hati dalam memberikan obat ini kepada anak yang sa ngat kecil
dan klien dengan gangguan hati ka rena hepatotoksisitas merupakan salah satu dari reaksi
yang merugikan dari obat ini. Ensim-Enzim hati harus dipantau.
Denis antikonvulni biasanyn dimulai dengan desia kecil dan secara bertahap ditambah da lam
beberapa minggu sampai kadar obat se rum mencapai hatan terapeutik atau serangan kejang
berhenti. Status epileptikus merupa kan keadaan yang mengancam nyuwa karima serangan
kejangnya terus menerus. Jika kes daan ini tidak segera ditangani, maka dapat terjadi henti
pernapasan, dan menyebabkan henti jantung serta kematian.
Proses Perawatan: Antikonvulsi
Penilalan

18
• Dapatkan riwayat pengobatan dars klien termasuk obat-obat yang dipakai ankarang
Laporkan jika ada kemungkinan interskai obat-obat
• Periksa keluaran urin untuk menentukan apakah keimaran urin memadai 600 ml/ hari
Kebanyakan antikonvalei dickskre sikan oleh ginjal. Keluaran urin yang tidak mencukupi
setiap harinya merupakan pe tunjuk adanya gangguan ginjal yang dapat menimbulkan
akumulasi shat dan tekai sitas obat
• Perikan nilai-nilai laboratorium yang bur kaitan dengan fungsi ginjal dan hati. Jika kadar
nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin meningkat, maka harus dicuriga adanya
gangguan ginjal. Ensim-enzim hati serum yang meningkat, seperti ALP, ALT atau SGPT,
gama glutamil transferase (GGT), dan/atau 5-nukleetidase 15-NT) menunjukkan adanya
gangguan hati Obat-Obat dimetabolisme oleh enzim hati, yang penting untuk skakresi
obut.
Perencanaan
• Klien akan bebas dari serangan kejang. Klien akan taat terhadap terapi antikonvulsi
• Efek samping fenitoin akan minimal dan diawasi dengan ketat
Intervensi Perawatan
• Pantau kadar obat antikonvulsi dalam s rum sesuai dengan perintah untuk menen takan
apakah ada overdonis atau underdosis dari obat.
• Lindungi klien dari bencana pada ling kungan, seperti benda-benda tajam dan madut
meja, sewaktu terjadi serangan ke jang. Catat jenis-jenis pergerakan motorik yang
diamati, di mana pergerakan dimulai, dan bagaimana berkembangnya. Termasuk juga
waktu kapan serangan kejang dimulai dan berakhir.
• Tentukan apakah klien menerima nutrien yang memadai sewaktu memakai antikonvulusi.
PENYULUHAN KEPADA KLIEN
• Beritabu ken untuk tidak mendani kendaran atau menjalankan mesin waktu memakai
antikais, trama hartoturut tana mengantuk sering timbul wapa urang yang bersangkutan
senye sikan dan dengan dels ehat yang di berikan Jika danie ditambuh, raa me nentuk dan
pasing mungkin dapat tim
• Beritahu klien antak memberitahukan pe rawat dan dokter Jón terjadi reaksi yang igikas,
seperti testie Qiperpla gan pergerakan mata yang tegat, salit hinrs dan ruam kalit, yang
Umbul padu pemakaian tin
• Namhathan klien yang memakai fanton bahwa pongebutan yang diberikan akan
manyolabka urin berwarna merah muda, merah, stau coklat kemerahaus. Perabatan warna
jai tink berbahaya.
• Peringatkan klien wanita yang memakai antikonvulu dan bermaksud untuk hamil untuk
memeriksakan diri ke dokter kerna beberapa antikvalei, fentcin dan asam ralpesat, dapat
mempasyal elik terato genik pada jania. Belama kehamilan, se rangan kang seringkali
bertambah akibat meningkatnya lagja metabuliame, dan kadar fitun erum harus diawasi
dengan ketat. Antikonvulai digungkan ke dalam kate kehamilan D
• Beritahu klein bahwa alinhal dan penekan deprem tambahas pats nbul dan harus
• Nekatkan klienuntak mendapatkan kar dan gilang atas label petards yang me nunjukkan
masalah kesehatan dan penge hatan yang sedang digital.

19
• Herita klien untuk tidak menghentikan ginen astisandei sara mendadak te tapi dengan
hurtahap nghentikan shat yang diresikan untuk monogsh rebound
• Beritahu klien untuk menjaga higiene to lat dengan baik selama memakai fenitoin
Deritahu klien untuk menggunakan k ppi yang lembut untuk mencegah iritan dan
perdarahan gusi
• Heritahu klien untuk memakai antikon yang diresepkan, melakukan tes labora toriam
yang diperintahkan, dan tetap mengunjungi dokter.
• Ajari klien untuk tidak mengobati diri sen diri dengan obat bebas tanpa terlebih duly
memberitahu dokter.
• Beritahu klien penderita diabetes untuk memantau kadar glukosa serum lebih se ring dari
bisa karena fenitoin dapat menghambat pelepasan insulin, hinges menyebabkan
peningkatan kadar glukosa Ajar klien untuk melaporkan gejala-gejala nyert tenggorokan,
memar, dan perdaraha hidung, yang mungkin menunjukkan ada nya diskrasia darah
• Beritahu klien untuk memakai antikonvul si pada waktu yang sama setiap hari ber sama
makanan atau susu. Jika menggu nakan bentuk cair, kocoklah terlebih dulu sebelum
meminum obat.
• Beritahu kliens untuk memberitahu dokter atau perawat jika terjadi hal-hal berikut. ini:
gejala-gejala kakambuhan atau mem buruk inkoordinasi otot-otot, gerakan in volunter
dari bola mata, pusing. sulit bicara (shurred apeechi, mual, muntah, anoreksta, diare atau
konstipasi, atau kekacaan mental atau penglihatan kabur. Beritahu klien akan adanya
perkumpulan nasional, negars bagian, dan daerah yang menyediakan sarana, informasi
terakhir, dan dukungan.
EVALUASI
• Evaluasi efektifitas dari antikonvulsi dalam mengendalikan serangan kejang.
• Teruskan memantau kadar fenitoin serum untuk menentukan jika berada dalam batas
yang diinginkan. Kadar fenitoin yang tibnggi sering kali merupakan petunjuk adanya
toksisstas fenitoin.

20
21
22
BAB III

ANTIPSIKOTIK, ANTIANSIETAS, DAN ANTIDEPRESI

PENDAHULUAN

Pada Bab 12-14 penekan sistem saraf pusat (SSP) telah dibahas: sedatif-hipnotik, anestetik,
dan analgesik narkotik dan nonnarkotik. Bab ini membicarakan kelompok terakhir dari
penekan SSP: antipsikotik, antiansietas, dan antidepresi, yang dipakai untuk mengendalikan
gejala-gejala gangguan mental. Antipsikotik juga dikenal sebagai neuroleptik, psikotropik,
atau major tranquilizer. Istilah yang lebih disukai untuk kelompok obat ini adalah antipsikotik
atau neuroleptik. Antiansietas juga disebut sebagai anxiolytic atau sedatif-hipnotik.
Kelompok obat ini dipakai untuk mengobati ansietas. Antidepresi juga telah dikenal sebagai
mood elevator. Obat ini dipakai untuk episode depresi dengan perasaan putus asa dan tidak
berdaya yang menyertainya. Litium, efektif untuk gangguan afektif bipolar (penyakit manik-
depresif), dapat diklasifikasikan terpisah atau sebagai salah satu subkelompok antidepresi.

ANTIPSIKOTIK

Antipsikotik merupakan kelompok obat terbesar yang dipakai untuk mengobati gangguan
mental. Secara khusus, obat-obat ini memperbaiki proses pikir dan perilaku klien dengan
gejala-gejala psikotik, khususnya bagi penderita skizofrenia; obat-obat ini tidak dipakai untuk
mengobati ansietas atau depresi. Teorinya adalah bahwa gejala-gejala psikotik diakibatkan
oleh ketidakseimbangan neurotransmiter, dopamin, pada otak. Antipsikotik menghambat
reseptor dopamin pada otak, sehingga memulihkan gejala-gejala psikotik. Banyak dari
antipsikotik menghambat daerah pemicu kemoreseptor dan pusat muntah (emetik) pada otak,
sehingga menghasilkan efek antiemetik. Dengan menghambat dopamin, reaksi
ekstrapiramidal, atau gejalagejala parkinsonisme, seperti tremor, wajah seperti topeng,
rigiditas, dan langkah yang diseret, dapat terjadi. Banyak klien yang memakai obat-obat
antipsikotik membutuhkan pengobatan jangka panjang untuk gejalagejala parkinson. Reaksi
ekstrapiramidal lain yaitu distonia akut (wajah menyeringai, gerakan bola mata involunter
atau abnormal), akatisia (gelisah, terus bergerak), dan diskinesia tardif (menjulurkan lidah,
gerakan mengunyah, gerakan involunter dari tubuh dan ekstremitas). Diskinesia tardif adalah
tahap lanjut dari reaksi ekstrapiramidal terhadap obat antipsikotik.

Antipsikotik dibagi dalam empat kelas: fenotiazin (kelas yang terbesar), tiosantin,
butirofenon, dan dibenzodiazepin. Fenotiazin dan tiosantin menghambat norepinefrin,

23
menimbulkan efek sedatif dan hipotensi pada awal pengobatan. Butirofenon hanya
menghambat neurotransmiter, dopamin. Tetapi karena fenotiazin mewakili kelas yang begitu
besar, maka antipsikotik dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok: fenotiazin dan
nonfenotiazin.

Fenotiazin

Pada tahun 1952, klorpromazin hidroklorida (Thorazine) merupakan fenotiazin pertama yang
diperkenalkan untuk mengobat perilaku psikotik pada klien rumah sakit jiwa. Fenotiazin
dibagi ke dalam tiga kelompok: alifatik, piperazin, dan piperadin, yang perbedaan utamanya
terutama pada efek sampingnya. Klorpromazin berada dalam kelompok alifatik. Fenotiazin
alifatik menghasilkan efek sedatif yang kuat, menurunkan tekanan darah, dan mungkin
menimbulkan gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal symptoms)
(pseudoparkinsonisme). Fenotiazin piperazin menghasilkan efek sedatif yang sedang, efek
antiemetik yang kuat, dan beberapa menurunkan tekanan darah. Obat-Obat ini juga
menyebabkan timbulnya lebih banyak gejalagejala ekstrapiramidal daripada fenotiazin yang
lain. Fenotiazin piperadin mempunyai efek sedatif yang kuat, menimbulkan sedikit gejala-
gejala ekstrapiramidal, dapat menurunkan tekanan darah, dan tidak mempunyai efek
antiemetik. Tabel 15-1 meringkaskan efek-efek fenotiazin.

Obat antipsikotik terbaru, klozapin (Clozaril), tidak mempunyai subklasifikasi. Obat ini
dianggap atipikal karena tidak menimbulkan efek samping ekstrapiramidal akut yang
diakibatkan oleh obat-obat serupa. Manifestasinya terbatas pada tremor ringan, akatisia, atau
kadang-kadang rigiditas. Karena klozapin menyebabkan efek agranulositosis (menurunnya
produksi granulosit; menurunnya pertahanan tubuh) dan serangan kejang, maka obat ini
hanya diindikasikan untuk pengobatan klien skizofrenia yang sangat berat yang tidak
berespons terhadap obat-obat antipsikotik lain.

Kebanyakan dari antipsikotik dapat diberikan per oral (tablet atau cairan), intramuskular, atau
intravena. Untuk pemakaian oral, lebih disukai bentuk cair karena sebagian klien sering
menyembunyikan tablet karena tidak mau memakai obat-obat tersebut. Selain itu laju
absorspsi bentuk cair lebih cepat. Kadar puncak obat dalam serum dicapai dalam 2-3 jam.
Antipsikotik tinggi berikatan dengan protein (>90%), dan ekskresi obat serta metabolitnya
sangat lambat. Obat ini dimetabolisme oleh enzim-enzim hati menjadi metabolit fenotiazin.
Metabolit dapat dideteksi dalam urin beberapa bulan setelah obat dihentikan pemakaiannya.
Metabolit fenotiazin dapat menimbulkan warna urin menjadi merah muda sampai coklat

24
kemerahan yang tidak berbahaya. Efek terapeutik penuh dari antipsikotik mungkin belum
terlihat nyata sampai 3-6 minggu setelah dimulainya terapi; tetapi, respons terapeutik yang
dapat diamati dapat terlihat setelah 7-10 hari. Dosis untuk efek antiemetik lebih rendah
daripada untuk efek antipsikotik.

Farmakokinetik

Absorpsi oral dari klorpromazin dan proklorperazin bervariasi; bentuk cair mempunyai laju
absorpsi yang lebih cepat. Karena klorpromazin sangat kuat berikatan dengan protein dan
mempunyai waktu paruh yang panjang, maka obat dapat mengalami akumulasi. Baik
klorpromazin maupun proklorperazin dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan sebagai
metabolit dalam urin.

Farmakodinamik

Klorpromazin terutama diresepkan bagi gangguan psikotik dan proklorperazin untuk mual
dan muntah. Proklorperazin mempunyai efek antikolinergik dan tidak boleh diberikan kepada
klien dengan glaukoma, khususnya glaukoma sudut sempit. Karena hipotensi merupakan efek
samping dari fenotiazin, maka setiap obat antihipertensi yang diberikan pada waktu yang
bersamaan dapat menimbulkan efek hipotensi aditif. Narkotik dan sedatif-hipnotik yang
diberikan bersamaan dengan fenotiazin dapat menyebabkan depresi SSP aditif. Antasid
mengurangi laju absorpsi dari kedua obat ini.

Mula kerja pemberian oral, intramuskular, intravena dari klorpromazin dan proklorperazin
adalah sama. Preparat sustained-release memperpanjang lama kerja dari kedua obat ini. Obat-
Obat ini hanya boleh diberikan per rektal jika metode pemberian oral tidak dapat ditoleransi.
Sering kali absorpsi pada pemberian per rektal tidak menentu. Untuk pemberian
intramuskular, obat-obat ini harus diberikan dengan dalam pada otot dorsogluteal.

Nonfenotiazin

Nonfenotiazin yang seringkali diresepkan adalah butirofenon haloperidol (Haldol), yang


perilaku farmakologiknya mirip dengan fenotiazin. Gambar 15-2 memberikan data obat
haloperidol.

Farmakokinetik

25
Haloperidol diabsorpsi dengan baik melalui mukosa gastrointestinal. Obat ini mempunyai
waktu paruh yang panjang dan tinggi berikatan dengan protein, sehingga obat ini dapat
diakumulasi. Sebagian besar dari haloperidol diekskresikan ke dalam urin.

Farmakodinamik

Haloperidol mengubah efek dopamin dengan menghambat reseptor dopamin; sehingga sedasi
dan EPS dapat terjadi. Obat ini dipakai untuk mengendalikan psikosis dan mengurangi tanda-
tanda agitasi pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Dosis perlu dikurangi pada orang
lanjut usia karena berkurangnya fungsi hati dan efek samping yang mungkin timbul. Obat ini
dapat diresepkan untuk anak-anak dengan perilaku hiperaktif. Haloperidol mempunyai efek
antikolinergik; sehingga, harus hati-hati dalam memberikan obat ini kepada klien dengan
riwayat glaukoma.

Haloperidol mempunyai mula kerja, waktu mencapai konsentrasi puncak, dan masa kerja
yang sama dengan fenotiazin. Perawat perlu mengawasi klien akan adanya EPS.
Perlindungan kulit perlu dilakukan jika memakai obat ini untuk jangka waktu tertentu karena
adanya kemungkinan efek samping fotosensitifitas.

Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan

Ada beberapa urin, dan efek samping yang sering terjadi yang berkaitan dengan antipsikotik.
Banyak dari antipsikotik mempunyai efek antikolinergik, seperti mulut kering, meningkatnya
denyut jantung, retensi urin, dan konstipasi. Tekanan darah menurun pada pemakaian
antipsikotik; jenis alifatik dan piperidin menimbulkan penurunan tekanan darah yang lebih
banyak dibandingkan dengan obatobat yang lain. Gejala-Gejala ekstrapiramidal paling sering
terjadi pada fenotiazin, butirofenon, dan tiosantin dan termasuk pseudoparkinsonisme,
akatisia, distonia, dan diskinesia tardif. Gejala-Gejala ekstrapiramidal ini dapat mulai terjadi
pada hari ke-5-30 setelah dimulainya terapi antipsikotik. Obat-obat antikolinergik dapat
diberikan untuk mengendalikan EPS. Pemakaian antipsikotik dosis tinggi atau jangka
panjang dapat menyebabkan diskrasia darah (gangguan sel darah).

Efek samping dan reaksi yang merugikan klozapin (Clozaril) adalah takikardia yang terus
menerus, dengan pertambahan denyut nadi 10-15 kali/menit, hipotensi (9%), dan hipertensi
(4%). Efek kardiovaskular dapat dikurangi dengan dosis awal yang rendah dan secara
bertahap dosis dinaikkan. Konstipasi, mual, rasa tidak enak pada abdomen, sakit kepala,

26
muntah, dan diare kadang-kadang dilaporkan, serta inkontinensia dan retensi urin jarang
dilaporkan.

Interaksi Obat

Klien yang memakai antikonvulsi tidak boleh memakai fenotiazin alifatik dan tiosantin
karena kelompok-kelompok obat ini menurunkan ambang serangan kejang. Jika salah satu
atau kedua kelompok antipsikotik ini diberikan, maka mungkin diperlukan antikonvulsi
dalam dosis yang lebih tinggi untuk mencegah serangan kejang.

Klozapin berinteraksi dengan alkohol, hipnotik, sedatif, narkotik, dan benzodiazepin


sehingga memperkuat efek sedatif dari antipsikotik. Atropin melawan EPS dan memperkuat
efek antipsikotik. Pemakaian antihipertensi dapat menimbulkan efek hipotensi aditif.

Antipsikotik tidak boleh diberikan bersama obat antipsikotik atau antidepresi lain kecuali
dengan maksud untuk mengendalikan perilaku psikotik pada individu tertentu yang refrakter
terhadap terapi obat. Biasanya jika satu antipsikotik tidak efektif, maka diresepkan satu obat
yang lainnya. Orang yang bersangkutan tidak boleh minum alkohol atau penekan SSP lain
(seperti analgesik narkotik) bersama antipsikotik karena kemungkinan terjadinya efek depresi
aditif. Telah dilaporkan bahwa kafein dapat menghambat absorpsi antipsikotik. Klien
geriatrik mungkin memerlukan dosis yang lebih rendah untuk mengurangi terjadinya efek
samping.

Sewaktu menghentikan antipsikotik, dosis obat harus dikurangi secara bertahap untuk
menghindari kekambuhan mendadak dari gejala-gejala psikotik. Tabel 15-2 memuat obatobat
antipsikotik, dosis, pemakaian, dan pertimbangan pemakaiannya.

Proses Keperawatan: Antipsikotik

Pengkajian

• Dapatkan tanda-tanda vital dasar yang dapat dipergunakan sebagai pembanding dengan
tanda-tanda vital di waktu mendatang.

• Dapatkan dari klien riwayat terapi obat yang sekarang dipakai. Jika klien memakai
antikonvulsi, dosis obat perlu ditingkatkan karena antipsikotik cenderung menurunkan
ambang serangan kejang.

27
Perencanaaan

• Perilaku psikotik klien akan dikendalikan dengan obat antipsikotik dan psikoterapi.

Intervensi Keperawatan

• Pantau tana-tana vital. Hipotensi ortostatik mungkin terjadi pada fenotiazin alifatik dan
piperidin dan dengan tiosantin. Periksa tekanan darah dalam posisi berbaring, duduk, dan
berdiri. Klien mungkin perlu duduk di tepi tempat tidur beberapa menit sebelum bangkit.

• Tetaplah bersama klien ketika ia meminum antipsikotik. Beberapa klien mungkin akan
menyembunyikan obat-obat tersebut.

• Berikan fenotiazin IM dengan dalam pada otot karena larutan obat dapat mengiritasi
jaringan lemak. Periksa tekanan darah 30 menit setelah fenotiazin diinjeksi IM untuk
melihat apakah ada penurunan tekanan darah yang nyata.
• Amati klien akan adanya EPS: distonia akut (spasme lidah, wajah, leher, dan punggung),
akatisia (gelisah, tidak dapat duduk dengan tenang, mengetuk-ngetukan kaki,
pseudoparkinsonisme [tremor otot, regiditas, berjalan dengan menyeret kaki] dan
diskenesia tardif [mengecap bibir, menjulurkan lidah dan gerakan mengunyah yang
konstan])
• Pantau keluaran urin. Retensi urin dapat terjadi akibat pemakaian antipsikotik
• Pantau kadar glukosa serum. Kadang – kadang antipsikotik dapat mengubah kadar
glukosa.

28
29
PENGHAMBAT MONOAMIN OKSIDASE

Kelompok ketiga dari antidepresi adalah penghambat monoamin oksidase (MAO). Enzim,
monoamin oksidase, menginaktivasi norepinefrin, dopamin, epinefrin, dan serotonin. Dengan
menghambat monoamin oksidase, kadar dari neurotransmiter ini meningkat. Tiga
penghambat monoamin oksidase yang kini diresepkan adalah: tranilsipromin sulfat (Parnate),
isokarboksazid (Marplan), dan fenelzin sulfat (Nardil). Penghambat MAO dipakai untuk
depresi ringan, reaktif, dan atipikal (ansietas kronik, hipersomnia, dan ketakutan).
Penghambat MAO dan trisiklik tidak boleh dipakai bersama-sama untuk mengobati depresi.

FARMAKOKINETIK

Lebih dari 95% litium diabsorbsi melalui saluran gastrointestinal. Waktu paruh rata-rata dari
litium adalah 24 jam; tetapi pada orang lanjut usia, waktu paruh dapat mencapai lebih dari 36
jam. Karena waktu paruhnya panjang, maka dapat terjadi kerja obat yang kumulatif. Litium
dimetabolisme oleh hati dan sebagian besar dari obat ini diekskresikan dalam bentuk yang
tidak diubah melalui urin.

FARMAKODINAMIK

Litium diresepkan terutama untuk fase manik dari penyakit manik-depresif. Mula kerja obat
ini cepat, tetapi klien mungkin tidak akan mendapatkan efek yang diinginkan sampai 5-6 hari.
Masukan natrium yang bertambah akan meningkatkan ekskresi melalui ginjal, sehingga
masukan natrium perlu dipantau dengan ketat. Bertambahnya keluaran urin dapat
menimbulkan kehilangan cairan tubuh dan dehidrasi.

Antimanik: Litium

Obat antidepresi terakhir yang akan dibicarakan adalah litium, yang dipakai untuk mengobati
gangguan afektif bipolar, atau penyakit manik-depresif. Litium pertama kali digunakan
sebagai pengganti garam pada tahun 1940an, tetapi karena litium bersifat racun, maka
dilarang dijual di pasaran. Beberapa mengatakan litium sebagai obat antimanik efektif untuk
mengendalikan perilaku manik yang timbul dari depresi yang mendasarinya. Obat ini paling
efektif dalam mengendalikan fase manik. Litium mempunyai efek menenangkan tanpa
mengganggu aktivitas intelektual. Obat ini mengendalikan loncatan isi pikir (flight of ideas)
dan hiperaktifitas. Jika orang tersebut menghentikan pemakaian litium, maka perilaku
maniknya akan kambuh.

30
Obat ini tidak mahal, tetapi harus dipantau dengan ketat. Litium mempunyai batas terapeutik
serum yang sempit, 0,8-1,5 mEq/L. Kadar litium serum yang lebih dari 1,5-2,0 mEq/L
bersifat toksik. Kadar litium serum harus dipantau tiap dua minggu sampai dicapai kadar
terapeutik dan kemudian dilakukan pemantauan setiap bulan untuk dosis rumatan. Kadar
natrium serum juga perlu dipantau karena litium cenderung untuk menurunkan natrium.
Pemakaian litium harus hati-hati terutama pada klien yang memakai diuretik.

Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan: Antidepresi Trisiklik

Efek samping yang umum dari trisiklik adalah sedasi, hipotensi ortostatik, dan gejala-gejala
antikolinergik, seperti berkurangnya salivasi, retensi urin, konstipasi, dan bertambahnya
denyut jantung. Jika klein memakai takar lajak, dapat terjadi aritmia ventrikel yang fatal.
Efek samping lain dari ATS adalah reaksi alergi (ruam kulit, pruritus, petekie), gejala-gejala
gastrointestinal (mual, muntah, anoreksia, diare, rasa tidak enak pada epigastrium), disfungsi
seksual (impoten, amenore, ginekomastia), dan gangguan sel darah atau diskrasia darah
(lekopeni, trombositopeni, dan agranulositosis).

Efek samping dan reaksi yang merugikan: Penghambat Monoamin Oksidase

Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan: Penghambat Monoamin Oksidase Efek samping
dari penghambat MAO adalah rangsangan SSP (agitasi, gelisah, insomnia) hipotensi
ortostatik, dan efek-efek antikolinergik.

Interaksi Obat dan Makanan: Penghambat Monoamin Oksidase

Interaksi antara obat-obat tertentu dan makanan dengan penghambat MAO dapat berakibat
fatal. Setiap obat yang merangsang SSP atau simpatomimetik, seperti vasokon striktor, obat-
obat flu yang mengandung fenilefrin, pseudoefedrin, dan fenilpropanolamin, dapat
menyebabkan krisis hipertensi jika dipakai bersama-sama dengan penghambat MAO.
Demikian juga makanan yang mengandung tiramin, seperti keju (keju cheddar, Swiss, bleu),
krim, yogurt, kopi, coklat, pisang, kismis, kacang hijau Itali, hati, ikan herring yang
diawetkan, sosis, kecap asin, ragi, bir dan minuman anggur merah, mempunyai efek seperti
simpatomimetik dan dapat menimbulkan krisis hipertensi. Jenis-jenis makanan dan obat-obat
ini harus dihindari. Pemantauan tekanan darah yang sering dilakukan adalah penting jika
klien memakai penghambat MAO Penyuluhan kepada klien mengenai makanan dan obat-
obat bebas yang harus dihindari adalah tanggung jawab keperawatan yang penting. Karena
adanya bahaya krisis hipertensi, banyak psikiater tidak meresepkan penghambat MAO untuk

31
depresi, kecuali jika mereka merasa klien mampu untuk mentaati regimen obat dan makanan.
Tetapi, kelompok obat ini efektif untuk mengobati depresi jika dipakai dengan semestinya.

Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan: Litium

Banyak efek samping dari pemakaian litium yang dapat membuat pasien jengkel, seperti
mulut kering, rasa haus, bertambahnya pengeluaran urin (kehilangan air dan natrium),
bertambahnya berat badan, rasa kembung, rasa kecap logam, dan edema tangan dan mata
kaki.

Proses Keperawatan Antidepresi dan Litium

Pengkajian

• Dapatkan tanda-tanda vital douar klien

• Periksa fungsi ginjal dan hati klien dengan memeriksa apakah keluaran urin (> 600 mL),
kadar BUN, dan kreatinin serum, enzim-enzim hati berada dalam batas-batas normal

• Peroleh riwayat setiap serangan depresi atau perilaku manik-depresif

• Dapatkan riwayat pengobatan yang dipqkai sekarang oleh klien. Penekan SSP dapat
menimbulkan efek aditif terhadap antidepresi. Antidepresi menimbulkan gejala-gejala seperti
antikolinergik dan mer pakan kontraindikasi jika klien menderita glaukoma. Gangguan ginjal
atau hati da pat menyebabkan akumulasi obat.

Perencanaan

• Depresi atau perilaku manik depresif klien akan berkurang.

Intervensi Keperawatan

ANTIDEPRESI

• Pantau klien untuk tanda-tanda dan gejala-gejala depresi: perubahan mood, insomnia, apati,
atau kurang berminat dalam akitivitas

• Periksa tanda-tanda vital klien. Periksa gejala-gejala seperti antikolinergik, mulut kering,
meningkatnya denyut jantung, retensi urin, atau konstipasi,

• Pantau klien untuk kecenderungan bunuh diri jika terdapat depresi yang jelas

32
• Jika klien memakai antikonvulsi, amati klien apakah mengalami serangan kejang,
antidepresi menurunkan ambang serangan kejang. Dosis antikonvulsi mungkin perlu
ditambah

• Berikan klien daftar makanan dan obat yang harus dihindari klien ketika memakai
penghambat MAO.

• Periksa klien akan adanya tekanan darah yang sangat tinggi ketika memakai penghambat
MAO. Obat-Obat seperti simpatomimetik dan makanan yang mengandung tiramin dapat
menyebabkan krisis hipertensi jika dipakai bersama-sama dengan penghambat MAO.

LITIUM

• Pantau keluaran urin dan berat badan klien. Kekurangan volume cairan dapat terjadi akibat
poliuria.

• Amati klien akan adanya tremor halus dan kasar.

• Periksa keadaan jantung klien. Kehilangan cairan dan elektrolit dapat menimbulkan aritmia
jantung.

• Pantau elektrolit serum klien. Laporkan hasil penemuan yang abnormal.

• Pantau kadar lítium klien. Segera laporkan kadar litium serum yang tinggi ( > 1,5 mEq/L)
atau toksik (> 2,0 mEq/L) kepada dokter

PENYULUHAN KEPADA KLIEN

ANTIDEPRESI

• Beritahu klien untuk memakai pengobatan yang diresepkan. Tekankan pentingnya


kepatuhan.

• Anjurkan klien untuk mentaati kunjungan dokter. Minta klien untuk bertanya ke dokter
mengenai pemakaian obat-obat bebas.

• Beritahu klien untuk tidak minum alkohol atau penekan SSP lain karena efek aditif terhadap
antidepresi.

• Beritahu klien untuk tidak mengendarai kendaraan atau menjalankan peralatan yang
berbahaya karena efek sedasi dari antidepresi.

33
• Beritahu klien untuk tidak secara mendadak menghentikan pemakaian antidepresi. Beritahu
klien untuk secara bertahap menurunkan dosis obat.

• Nasehatkan klien bahwa antidepresi dapat dipakai pada jam tidur untuk mengurangi bahaya
akibat efek sedasi dari obat. Minta klien untuk bertanya ke dokter.

• Nasehatkan klien untuk menambah serat dalam diet jika konstipasi merupakan masalah
yang dihadapi.

• Beritahu klien bahwa efektifitas obat mungkin belum terlihat sampai 1-2 minggu setelah
dimulainya terapi obat. •Nasehatkan klien yang merencanakan untuk hamil untuk bertemu
dengan dokter atau profesional kesehatan mengenai obat yang ia pakai dan kemungkinan
akan efek teratogenik obat pada janin.

• Beritahu klien yang memakai penghambat MAO tentang obat dan makanan yang harus
dihindari. Sediakan daftar makanan dan obat ini.

LITIUM

• Beritahu klien untuk memakai litium seperti yang diresepkan. Tekankan pentingnya
kepatuhan terhadap regimen obat dan pemeriksaan laboratorium. Jika litium dihentikan,
beritahu klien bahwa gejala-gejala manik akan muncul kembali.

• Nasehatkan klien untuk menghindari pemakaian produk-produk kafein karena dapat


memperberat fase manik dari gangguan bipolar Beritahu klien untuk meminum litium
bersama makanan untuk menghindari iritasi lambung

• Nasehatkan klien wanita yang merencanakan untuk hamil untuk membicarakan dengan
dokter mengenai kemungkinan efek obat pada janin.

• Beritahu klien untuk menjaga masukan natrium dan menghindari diet ketat yang
mempengaruhi kesehatan fisik dan mental.

• Anjurkan klien untuk mengenakan atau membawa pengenal atau gelang identifikasi yang
menunjukkan obat yang sedang dipakai.

• Nasehatkan klien untuk menjaga masukan cairan yang cukup.

Evaluasi

• Evaluasi efektifitas dari antidepresi. Klien tidak mengalami depresi dan tidak menunjukkan
perilaku manik-depresif.
34
DAFTAR PUSTAKA

Kee, Joyce L & Hayes, Evelyn R. Farmakologi Pendeketan Proses Keperawatan. Jakarta.
EGC

35

Anda mungkin juga menyukai