Anda di halaman 1dari 10

A.

Pengertian Analgetik
Analgesik ialah istilah yang digunakan untuk mewakili sekelompok obat yang digunakan
sebagai pereda nyeri. Analgesik termasuk obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) seperti
salisilat, obat narkotika seperti morfin, dan obat sintesis bersifat narkotik seperti tramadol.

Analgesik, baik nonnarkotik maupun narkotik, diresepkan untuk meredakan nyeri;


pilihan obat tergantung dari beratnya nyeri. Nyeri yang ringan sampai sedang dari otot
rangka dan sendi sering kali diredakan dengan pemakaian analgesic nonnarkotik. Nyeri yang
sedang sampai berat pada otot polos, organ, dan tulang biasanya membutuhkan analgesik
narkotik.
Jenis-jenis Nyeri
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak enak dan yang berkaitan
dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Ada lima klasifikasi dan jenis nyeri, yaitu nyeri:
1. akut yang dapat ringan, sedang, atau berat;
2. kronik;
3. superficial;
4. somatic (tulang, otot rangka dan sendi);
5. visceral atau nyeri dalam.

Memuat jenis-jenis nyeri dan kelompok obat yang mungkin efektif untuk
meredakan masing-masing jenis nyeri.

Jenis Nyeri Definisi Pengobatan


1. Nyeri akut Nyeri terjadi mendadak dan
memberikan respons terhadap
pengobatan.
Nyeri ringan: nonnarkotik (asetaminofen, aspirin)
Nyeri sedang: kombinasi nonnarkotik dan narkotik (kodein dan
asetaminofen)
Nyeri berat: narkotik

2. Nyeri kronik Nyeri menetap selama lebih dari 6 bulan dan sulit untuk diobati atau
dikendalikanWHO, tangga analgetika untuk nyeri hebat: asetosal dan kodein narkotik lemah: d-
propoksipen, tramadol, dan kodein atau kombinasi parasetamol-kodein narkotik kuat : morfin
dan derivate-derivatnya serta zat sintetis narkotik

3. Nyeri superficial Nyeri dari daerah permukaan, seperti kulit dan selaput mukosa. Nyeri ringan:
nonnarkotik
Nyeri sedang: kombinasi obat analgesic narkotik dan nonnarkotik

4. Nyeri visceral (nyeri dalam)


Nyeri dari otot polos dan organ Obat-obat narkotik

5. Nyeri somatic Nyeri dari otot rangka, ligament dan sendi


Nonnarkotik: aspirin, asetaminofen, asam mefenamat

B. Penggolongan
1. Analgesik Nonnarkotik
Analgetik nonnarkotik tidak bersifat adiktif dan kurang kuat dibandingkan dengan
analgesic narkotik. Analgetik nonnarkotik juga disebut analgetik perifer karena
merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer. Obat-obat ini
dipakai untuk mengobati nyeri yang ringan sampai sedang dan dapat dibeli bebas.
Obat-obat ini efektif
untuk nyeri tumpul pada sakit kepala, dismenore (nyeri menstruasi), nyeri pada
inflamasi, abrasi minor, nyeri otot dan arthritis ringan sampai sedang. Kebanyakan
analgesic menurunkan suhu tubuh yang meningkat, sehingga mempunyai efek
antipiretik. Beberapa
analgesic, seperti aspirin, mempunyai efek antiinflamasi dan juga efek antikoagulan.

1. Salisilat dan Obat-obat Antiinflamasi Nonsteroid


Aspirin adalah analgesic tertua yang dipasarkan Bayer, kini aspirin dapat dibeli
dengan bermacam-macam nama Naspro, Remasal, dan lain-lain. Aspirin juga
berefek antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin tidak boleh diberikan pada anak
yang mengalami demam dan berusia di bawah 12 tahun, apapun sebabnya,
karena adanya bahaya sindroma Reye (problem neurologist yang berhubungan
dengan infeksi virus dan diobati dengan salisilat). Asetaminofen merupakan
pengganti yang dipakai pada keadaan ini.

Aspirin berefek antiinflamasi bersama dengan obat-obat antiinflamasi


nonsteroid (NSAIDs = nonsteroidal antiinflammatory drugs) meredakan nyeri
dengan menghambatsintesis prostaglandin. Prostaglandin menumpuk pada
tempat jaringan yang terluka, sehingga menyebabkan inflamasi dan nyeri.
NSAIDs yang memiliki efek analgesic adalah ibuprofen, fenoprofen dan suprofen
dari kelompok asam propionate. Selain efek analgesiknya aspirin juga
mengurangi agregasi platelet (pembekuan darah). Oleh karena itu,beberapa
dokter meresepkan satu tablet aspirin dosis 100 mg setiap hari atau tiap dua
hari sekali sebagai usaha untuk mencegah serangan iskemik sementara (TIAs =
transient ischemic attacks, atau stroke ringan), serangan jantung atau episode
tromboemboli.

Keterangan: PGE2, PGF2, PGD2 = prostaglandin


 Obat mirip aspirin menghambat enzim siklooksigenase (KOKS)
membentuk prostaglandin (PGE2), prostasiklin (PGI2), dan tromboksan
(TXA2).Mekasnisme kerja
 3 langkah Inflamasi:
1) Fase akut: vasodilatasi lokal danpean permeabilitas kapiler.
2) Reaksi lambat, tahap subakut: infiltrasi sel leukosit danfagosit.
3) Fase proliferatif kronik: degenerasi danfibrosis.
Gejala inflamasi: kalor (demam), rubor (kemerahan), tumor (bengkak),
dolor (nyeri) danfunctio laesa (kegagalan fungsi) pada tempat inflamasi.
 Nyeri: PgE2 menimbulkan ‘hiperalgesia’ nosiseptor  mediator kimiawi
(bradikinin danhistamin) merangsangnya  nyeri yang nyata
 Demam: Alat pengatur suhu tubuh ada di hipotalamus, prostaglandin
(PGE2) yang
 disuntikkan ke ventrikel serebral atau hipotalamus menimbulkan
demam. Antipiretik hanya menurunkan suhu badan pada keadaan
demam.

Mekanisme kerja aspirin terutama adalah penghambatan sintesis


prostaglandin E2 dan tromboksan A2.Akibat penghambatan ini, maka
analgesik,
karena penurunan prostaglandin E2akan menyebabkan penurunan
sensitisasi akhiran saraf
nosiseptif terhadap mediator pro inflamasi. (Roy, 2007).

Indikasi utama aspirin (asam asetilsalisilat) saat ini adalah pada


sindroma koroner akut dan stroke

Kontraindikasi dan peringatan penggunaan aspirin (asam asetilsalisilat)


adalah pada pasien dengan gangguan lambung, gangguan perdarahan,
dan gangguan ginjal. Kontraindikasi pemberian aspirin antara lain: Usia
di bawah 16 tahun dengan infeksi virus (seperti influenza dan varicella),
karena berkaitan dengan sindrom Reye.

Efek samping yang sering terjadi dari aspirin dan NSAIDs adalah iritasi
lambung. Obat-obat ini harus dipakai bersama-sama makanan, atau
pada waktu makan atau segelas cairan
untuk membantu mengurangi masalah ini. Jika aspirin atau piroksikam
dipakai untuk dismenore selama dua hari pertama menstruasi, mungkin
terjadi perdarahan yang lebih banyak (lebih banyak pada aspirin
daripada ibuprofen).

a. Iritasi lambung: Obat bersifat asam  terkumpul dalam sel bersifat asam
(lambung, ginjal danjaringan inflamasi).
1) Iritasi lokal: difusi kembali asam lambung ke mukosa-kerusakan
jaringan-perdarahan.
2) Iritasi sistemik: hambat pembentukan PGE2 (Prostaglandin bersifat
menghambat sekresi asam lambung) danPGI2 (Prostasiklin bersifat
merangsang sekresi mukus usus halus/sitoprotektif) di mukosa
lambung.
b. Gangguan fungsi trombosit: hambat pembentukan TXA2 - perpanjangan waktu
perdarahan - obat antitrombotik.
c. Nefropati analgesik: penurunan aliran darah ke ginjal (prostaglandin bersifat
vasodilatasi arteri ginjal) dan kecepatan filtrasi glomeruli berkurang - Perhatian:
hipovolemia, sirosis hepatis dengan asites dangagal jantung.
d. Hipersensitivitas: urtikaria, asma bronkial, hipotensi sampai syok.

Interaksi obat aspirin terjadi terhadap bermacam obat, namun aspirin juga
berinteraksi dengan alkohol dan makanan.
2. Asetaminofen

Asetaminofen (asetaminofenol, derivate para-aminofenol) adalah obat tanpa resep


yang popular yang dipakai oleh bayi, anak-anak, dewasa dan orang lanjut usia untuk
nyeri, rasa tidak enak dan demam. Obat ini merupakan 25% dari semua obat yang
dijual. Asetaminofen merupakan obat analgesic dan antipiretik yang aman dan
efektif untuk pegal dan nyeri otot dan demam akibat infeksi virus. Obat ini hanya
menimbulkan gangguan lambung yang ringan atau tidak sama sekali dan tidak
mengganggu agregasi platelet. Tidak ada kaitan antara asetaminofen dengan
sindroma Reye, tidak menambah perdarahan jika dipakai untuk dismenore, tidak
mempunyai daya antiinflamasi, seperti aspirin.
Indikasi: nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut gigi, pireksia.

Kontraindikasi: gangguan fungsi hati berat, hipersensitivitas.

Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan Takar layak asetaminofen dapat menjadi
sangat toksik terhadap sel-sel hati, menimbulkan hepatotoksisitas. Kematian dapat
terjadi dalam waktu 1-4 hari karena timbulnya nekrosis hati.
Interaksi: lihat lampiran 1, peningkatan risiko kerusakan fungsi hati pada pengunaan
bersama alkohol.

3. Asam mefemanat

ASAM MEFENAMAT
Indikasi: 

nyeri ringan sampai sedang seperti sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena
trauma, nyeri otot, dan nyeri pasca operasi.

Mekanisme kerja asam mefenamat yaitu dengan cara menghalangi efek


enzim yang disebut cyclooxygenase (COX). Enzim ini membantu tubuh
untuk memproduksi bahan kimia yang disebut prostaglandin.Prostaglandin
ini yang menyebabkan rasa sakit dan peradangan. Interaksi: 
Lampiran 1 (AINS).

Kontraindikasi: 

pengobatan nyeri peri operatif pada operasi CABG, peradangan usus besar.

Efek Samping: 

gangguan sistem darah dan limpatik berupa agranulositosis, anemia aplastika, anemia hemolitika
autoimun, hipoplasia sumsum tulang, penurunan hematokrit, eosinofilia, leukopenia, pansitopenia, dan
purpura trombositopenia.
Dapat terjadi reaksi anafilaksis. Pada sistem syaraf dapat mengakibatkan meningitis aseptik, pandangan
kabur; konvulsi, mengantuk. Diare, ruam kulit (hentikan pengobatan), kejang pada overdosis.
4. Ibuprofen
IBUPROFEN
Indikasi: 

Nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri pasca bedah,
sakit kepala, gejala artritis reumatoid, gejala osteoartritis, gejala juvenile artritis reumatoid, menurunkan
demam pada anak.

Mekanisme Ibuprofen bekerja dengan cara menghalangi tubuh


memproduksi prostaglandin, yaitu senyawa yang menyebabkan
peradangan dan rasa sakit. Sebagai dampaknya, nyeri dan peradangan
menjadi berkurang. Selain mengatasi nyeri dan peradangan, ibuprofen juga
digunakan sebagai obat penurun panasInteraksi: 
AINS dan penghambat selektif COX-2: berpotensi menimbulkan efek adiktif. Glikosida jantung:
menurunkan kecepatan filtrasi glomerulus dan meningkatkan konsentrasi plasma glikosida jantung.
Kortikosteroid: meningkatkan risiko ulkus atau perdarahan lambung. Antikoagulan (warfarin):
meningkatkan efek dari antikoagulan. Antiplatelet dan golongan SSRI (klopidogrel, tiklopidin): meningkat
risiko perdarahan lambung. Asetosal: meningkatkan risiko efek samping. Anti hipertensi: menurunkan efek
anti hipertensi. Diuretik: meningkatkan risiko nefrotoksik. Litium: mempercepat eliminasi litium.
Metotreksat: mengurangi bersihan metotreksat. Siklosporin dan takrolimus: meningkatkan risiko
nefrotoksik. Zidovudin: meningkatkan risiko gangguan hematologi. Kuinolon: meningkatkan risiko
kejang. Aminoglikosida: menurunkan eksresi aminoglikosida. Mifepriston: jangan gunakan AINS selama
8 – 12 hari setelah terapi mifepriston karena dapat mengurangi efek mifepriston. Ginkgo biloba:
meningkatkan risiko perdarahan.
Kontraindikasi: 

Kehamilan trimester akhir, pasien dengan ulkus peptikum (ulkus duodenum dan lambung),
hipersensitivitas, polip pada hidung, angioedema, asma, rinitis, serta urtikaria ketika menggunakan asam
asetilsalisilat atau AINS lainnya.

Efek Samping: 

Umum: pusing, sakit kepala, dispepsia, diare, mual, muntah, nyeri abdomen, konstipasi, hematemesis,
melena, perdarahan lambung, ruam. Tidak umum: rinitis, ansietas, insomnia, somnolen, paraestesia,
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, tinnitus, vertigo, asma, dispnea, ulkus mulut, perforasi
lambung, ulkus lambung, gastritis, hepatitis, gangguan fungsi hati, urtikaria, purpura, angioedema,
nefrotoksik, gagal ginjal. Jarang: meningitis aseptik, gangguan hematologi, reaksi anafilaktik, depresi,
kebingungan, neuritis optik, neuropati optik, edema. Sangat jarang: pankreatitis, gagal hati, reaksi kulit
(eritema multiform, sindroma Stevens – Johnson, nekrolisis epidermal toksik), gagal jantung, infark
miokard, hipertensi

a. Analgetik narkotik
Analgetik narkotik disebut juga opioida (=mirip opiate), adalah obat yang daya
kerjanya meniri (mimic) opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi dari
reseptor-reseptor opioid. Analgesik narkotik (narkotik) bekerja terutama pada
reseptor opioid khas di sistem saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan respons
emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi). Ada 4 jenis reseptor opioid, yaitu
reseptor:
1. μ (Mu), analgesic selektif endorphin, agonis morfin pendudukannya dapat
menyebabkan euforia, depresi napas, miosis, penurunan motilitas saluran cerna.
2. κ (kappa): analgesic selektif dinorfin, spinal, agonis pentazosin, pendudukannya
menyebabkan ketagihan-sedasi-miosis-depresi napas lebih ringan daripada
agonis μ.
3. δ (delta): selektif enkefalin, analgesia sum-sum tulang belakang, efek emosi.
4. σ (sigma): pendudukannya berefek psikotomimetik dandisforia, halusinasi.
Narkotik tidak hanya menekan rangsang nyeri, tetapi juga menekan pernapasan dan
batuk dengan bekerja pada pusat pernapasan dan batuk pada medulla di batang
otak. Salah satu contoh dari narkotik adalah morfin, yang diisolasi dari opium,
merupakan analgesic kuat
yang dapat dengan cepat menekan pernapasan. Kodein tidak sekuat morfin, tetapi
dapat meredakan nyeri yang ringan sampai sedang dan menekan batuk. Kodein juga
dapat diklasifikasikan sebagai penekan batuk (antitussif). Banyak narkotik
mempunyai efek anti batuk dan antidiare, selain dari kemampuannya meredakan
nyeri.
Dalam tubuh terdapat opioid (zat mirip opioid/narkotika) endogen, yaitu enkefalin,
endorphin dan dinorfin. Dalam keadaan nyeri opioid endogen menduduki
reseptornya untuk mengurangi nyeri. Apabila nyeri tidak tertanggulangi,
dibutuhkanopioid eksogen, yaitu analgetik narkotik. Analgetik narkotik bekerja
dengan menduduki sisa nosiseptor yang belum
diduduki endorphin. Pada penggunaan kronis terjadi stimulasi pembentukan
reseptor baru dan penghambatan produksi endorphin di ujung saraf otak. Untuk
memperoleh efek analgesic yang sama semua reseptor harus diduduki, untuk itu
dosis perlu dinaikkan. Akibatnya terjadilah kebiasaan (toleransi) dan ketagihan
(adiksi).
Efek faali: secara fisik pendudukan reseptor opioid oleh opoid edogen (enkefalin,
endorphin dan dinorfin) bersifat:
1. Analgesia: rangsang listrik pada bag. tertentu otak  pean kadar endorphin
(misalnya, akupuntur cedera hebat, plasebo).
2. Efek endokrin: menstimulasi pelepasan kortikotropin, somatotropin, prolactin,
dan menghambat pelepasan LH dan FSH.
3. Pada hewan: β-endorphin: menekan pernapasan, menurunkan suhu tubuh dan
menimbulkan ketagihan.
Penggunaan klinik analgesic opioid (Khasiat):
1. Analgesia: nyeri hebat, misalnya kanker, luka bakar, fraktur, nyeri pasca-bedah.
2. Batuk: sudah berkurang pemakaiannya oleh antitussiv non-narkotik.
3. Medikasi pre-anestetik danmembantu obat anestetikpasien yang nyeri: sifat
sedasi, anksiolitik dan analgetik, ES atasi dengan nalokson.
Efek samping umum opioid:
1. Supresi SSP: sedasi, depresi pernapasan danbatuk, hipotermia, perubahan
suasana jiwa (mood), mual-muntah (stimulasi CTZ), dosis tinggi: menurunnya
aktivitas mental danmotoris.
2. Saluran cerna: obstipasi, kontraksi sfingter kandung empedu.
3. Saluran urogenital: retensi urin, waktu persalinan diperpanjang.
4. Saluran napas: bronkhokonstriksi (pernapasan lebih dangkal danfrekwensi turun).
5. Sistem sirkulasi: vasodilatasi, hipotensi, bradikardia.
6. Histamine liberator: urticaria dangatal.
7. Kebiasaan: adiksi, bila henti → gejala abstinensi.
 Mekanisme Kerja
Analgesik opioid bekerja pada reseptor yang disebarluaskan di seluruh otak
dan medulla spinalis. Analgesik opioid bekerja di sentral dengan cara
menempati reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi
penghambatan pelepasan transmitter dan perangsangan ke saraf spinal
tidak

1) Morfin
Indikasi
Meperidin yang juga dikenal sebagai petidin. Meperidin hanya
digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan
klinis, meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih
pendek daripada morfin (Farmakologi dan Terapi, 2016:224).

Mekanisme
Cara kerja morfin pada sistem saraf pusat adalah
dengan mengikat dan mengaktivasi reseptor µ-
opioid yang dapat meningkatkan ambang batas
nyeri sehingga dapat mengurangi rasa nyeri pasca
operasi. saat ini morfin sering digunakan saat
operasi atau pasca operasi untuk mengurangi rasa
nyeri. https://media.neliti.com ›media

Kontraindikasi
Kontraindikasi pemberian morfin adalah hipersensitivitas dan pasien
dengan gejala depresi pernapasan. Morfin memiliki blackbox
warning yaitu penggunaan morfin harus dibawah pengawasan ketat
dokter, pemberian nya harus berhati-hati karena
adanya abuse dan misuse. Penggunaan morfin bersamaan obat
benzodiazepin dan depresan dapat meningkatkan depresi pernapasan.
Penggunaan morfin selama kehamilan dapat menimbulkan neonatal
opioid withdrawal syndrome.
https://www.alomedika.com/obat/analgesik/narkotik/morfin/kontr
aindikasi-dan-peringatan

Efek samping
Efek morfin pada susunan saraf pusat dan usus terutama ditimbulkan
karena morfin bekerja sebagai agonis pada reseptor µ. Selain itu
morfin juga mempunyai afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor δ
dan (Farmakologi dan Terapi, 2016:217).

Interaksi
Interaksi  obat antara morfin dan golongan benzodiazepin maupun
depresan dapat meningkatkan risiko depresi pernapasan
https://www.alomedika.com/obat/analgesik/narkotik/morfin/kontr
aindikasi-dan-peringatan

2) Buprenorfin
a) Indikasi
Selain sebagai analgesik, buprenorfin juga bermanfaat untuk
terapi penunjang pasien ketergantungan opioid, dan
pengobatan adiksi heroin (Farmakologi dan Terapi,
2016:232).

Kontraindikasi: hipersensitif pada buprenorfin atau komponen


produk, anak usia di bawah 16 tahun, insufisiensi pernafasan berat,
insufisiensi hati berat, delirium atau alkoholism akut, menyusui.
http://pionas.pom.go.id/monografi/buprenorfin#:~:text=Kontrai
ndikasi%3A,delirium%20atau%20alkoholism%20akut%2C
%20menyusui.

Efek samping
Buprenorfin menimbulkan analgesia dan efek lain pada
Susunan Saraf Pusat seperti morfin. Buprenorfin dapat
mengantagonis depresi
pernapasan yang ditimbulkan oleh dosis anestesik fentanil
sama baiknya dengan nalokson. Depresi pernapasan yang
ditimbulkan dapat dicegah oleh penggunaan nalokson
(Farmakologi dan Terapi, 2016:231).

Interaksi: alkohol dan obat depresan SSP dapat meningkatkan efek


sedatif buprenorfin; kombinasi dengan benzodiazepin dapat
meningkatkan efek menekan pernafasan yang berisiko pada
kematian. MAOI meningkatkan efek opioid dari buprenorfin.
http://pionas.pom.go.id/monografi/buprenorfin#:~:text=Kontrai
ndikasi%3A,delirium%20atau%20alkoholism%20akut%2C
%20menyusui

3) Tramadol
Indikasi tramadol adalah untuk penatalaksanaan nyeri kronik derajat
sedang sampai berat dan nyeri pascaoperasi.
https://www.alomedika.com/obat/analgesik/analgesik-
narkotik/tramadol/efek-samping-dan-interaksi-obat

Mekanisme Kerja Tramadol


Tramadol merupakan opioid sintetik yang tidak mengandung
opioid. Tramadol adalah analgesik yang bekerja sentral, tetapi
dapat bertindak setidaknya sebagian dengan mengikat reseptor µ
opioid, menyebabkan penghambatan jalur nyeri meningkan
(Medscape, 2019.https://reference.httpsmedscape.com/drug/
ultram-er-tramadol-343324#10).
Kontraindikasi
Tramadol dikontraindikasikan secara absolut pada pasien yang
mengalami reaksi hipersensitivitas. Hal ini karena reaksi yang timbul
bervariasi mulai dari pruritus ringan hingga sindroma Stevens
Johnson atau reaksi anafilaksis yang mengancam nyawa.
https://www.alomedika.com/obat/analgesik/analgesik-
narkotik/tramadol/efek-samping-dan-interaksi-obat

Efek samping tramadol yang serius dan perlu diwaspadai, antara lain
risiko kejang, risiko bunuh diri, sindrom serotonin, reaksi alergi dan
anafilaksis, depresi pernapasan serta withdrawal symptoms.
https://www.alomedika.com/obat/analgesik/analgesik-
narkotik/tramadol/efek-samping-dan-interaksi-obat

Interaksi tramadol dengan beberapa obat dapat menyebabkan risiko


fatal, seperti peningkatan risiko terjadinya kejang dan sindrom
serotonin, menurunkan konsentrasi tramadol, meningkatkan risiko
depresi pernapasan, serta peningkatan INR (International
Normalised Ratio) dan waktu protrombin.
https://www.alomedika.com/obat/analgesik/analgesik-
narkotik/tramadol/efek-samping-dan-interaksi-obat

C. Mekanisme Kerja Analgetik


Obat analgesik bekerja di dua tempat utama, yaitu perifer dan sentral. Golongan obat NSAID
bekerja diperifer dengan menghambat pelepasan mediator sehingga aktifitas enzim
siklooksigenase terhambat dan sintesa prostaglandin tidak terjadi. Sedangkan analgesik
opioid bekerja disentral dengan cara menempati reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis
sehingga terjadi penghambatan pelepasan transmitter dan perangsangan ke saraf spinal
tidak terjadi (Naharuddin, 2013:11).
Prostaglandin merupakan hasil bentukan dari asam arakhidonat yang mengalami
metabolisme melalui enzim siklooksigenase. Prostaglandin yang lepas ini akan menimbulkan
gangguan dan berperan dalam proses inflamasi, edema, rasa nyeri lokal dan kemerahan
(eritema lokal). Selain itu juga prostaglandin meningkatkan kepekaan ujung-ujung saraf
terhadap suatu rangsangan nyeri (Naharuddin, 2013:11-12).

Enzim siklooksigenase (COX) adalah suatu enzim yang mengkatalisis sintesis prostaglandin
dari asam arakhidonat. Obat NSAIDmemblok aksi dari enzim COX yang menurunkan produksi
mediatorprostaglandin, dimana hal ini menghasilkan kedua efek yakni baik yang
positif (analgesia, antiinflamasi) maupun yang negatif (ulkus lambung, Penurunan perfusi
renal dan perdarahan). Aktifitas COX dihubungkan dengan dua isoenzim, yaitu ubiquitously
dan constitutive yang diekspresikan sebagai COX-1 dan yang diinduksikan inflamasi COX-
2.COX-1 terutama terdapat pada mukosa lambung, perenkim ginjal dan platelet. Enzim ini
penting dalam proses hemeostatik seperti agregasi platelet, keutuhan mukosa
gastrointestinal dan fungsi ginjal. Sebaliknya, COX-2 bersifat inducible dan diekspresikan
terutama terdapat pada tempat trauma (otak dan ginjal) dan menimbulkan
inflamasi, demam, nyeri dan kardiogenesis (Naharuddin, 2013:12).
D. Efek Samping Umum
• Supresi SSP, mual sedasi, menekan pernafasan, batuk, pada
dosis lebih tinggi mengakibatkan menurunnya aktivitas mental dan
motoris.
• Saluran cerna : motilitas berkurang (obstipansi), kontraksi
sfingter kandung empedu (kolik batu empedu)
• Saluran urogenital : retensi urin (karena naiknya tonus dari
sfingter kandung kemih)
• Saluran nafas : bronkokontriksi, pernafasan menjadi lebih
dangkal dan frekuensinya turun
• Sistem sirkulasi : vasodilatasi, hipertensi, bradikardia
• Kebiasaan : dengan resiko adiksi pada penggunaanlama.

https://pspk.fkunissula.ac.id ›

Daftar pustaka
http://pionas.pom.go.id/monografi/parasetamol-asetaminofen
https://www.alomedika.com/obat/analgesik/analgesik-non-narkotik-
antipiretik/aspirin/indikasi-dan-dosis
https://www.alomedika.com/obat/analgesik/analgesik-non-narkotik-
antipiretik/aspirin/efek-samping-interaksi-obat
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/sainsmedika/article/download/378/317#:~:text=Meka
nisme%20kerja%20aspirin%20terutama%20adalah,prostaglandin%20E2%20akan
%20menyebabkan%20penurunan
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Analgesik

Farmakologi dan Terapi, 2016:231


Buku Farmakologi ( nanti pi ku anu i ini na)

Anda mungkin juga menyukai