Anda di halaman 1dari 78

AGEN ANTIINFLAMASI & ANTIINFEKSI

Obat Antiinflamasi
Inflamasi adalah respons terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi

berlangsung, terjadi reaksi vaskular di mana cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (lekosit),

dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan

suatu mekanisme perlindungan di mana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen

yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan.

Meskipun ada hubungan antara inflamasi dan infeksi, istilah-istilah ini tidak boleh dianggap sama.

Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme dan menyebabkan inflamasi, tetapi tidak semua inflamasi

disebabkan oleh infeksi.

Tanda-tanda utama inflamasl

Lima ciri khas dan infiamasi, dikenal sebagai tanda-tanda utama inflamasi, adalah kemerahan,

panas, pembengkakan (edema), nyeri dan hilangnya fungsi. Dua tahap inflamasi adalah tahap vaskular

yang terjadi 10-15 menit setelah terjadinya cedera dan tahap lambat. Tahap vaskular berkaitan dengan

vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas kapiler di mana substansi darah dan cairan

meninggalkan plasma dan pergi menuju ke tempat cedera. Tahap lambat teriadi ketika lekosit

menginfiltrasi jaringan inflamasi.

Berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi. Prostaglandin adalah salah satu

di antaranya. prostaglandin (mediator kimia) mempunyai banyak efeknya, termasuk di antaranya

adalah vasodilatasi, relaksasi otot polos, meningkatnya permeabilitas kapiler, dan sensitisasi sel-sel

saraf terhadap nyeri. Obat-Obat, seperti aspirin, menghambat biosintesa prostaglandin sehingga obat

ini juga dikenal sebagai penghambat prostaglandin. Karena peaghambat prostaglandin mempengaruhi

proses inflamasi, maka juga disebut sebagai agen-agen antinflamasi.

Agen-Agen antiinflamasi mempunyai khasiat tambahan, seperti meredakan nyeri (analgesik),

menurunkan suhu tubuh yang naik (antipiretik), dan menghambat agregasi platelet (antikoagulan).

Aspirin adalah obat antiinflamasi tertua, tetapi mula-mula dipakai untuk khasiat analgesik dan

antipiretiknya. Setelah dilakukan banyak riset untuk mencari obat yang lebih efektif dengan efek

samping yang Iebih sedikit, kini telah banyak ditemukan agen-agen antiinflamasi atau penghambat
prostaglandin. Meskipun obat-obat ini mempunyai efek antiinflamasi yang kuat yang menyerupai efek

kortikosteroid (kortison), tetapi obat-obat imi secara kimia tidak ada hubungannya dan karena itu

disebut sebagai obat-obat antiinflamasi nonsteroid, atau NSAID (= nonsteroidal antiinflammatory

drugs).

Obat-obat antilnflamasi nonsteroid


NSAID merupakan obat-obat ‘seperti aspirin” yang menghambat sintesa prostaglandin. obat-

Obat ini, juga dikenal sebagai penghambat prostaglandin, mempunyai efek analgesik dan antipiretik

yang berbeda-beda tetapi terutama dipakai sebagai agen antiinflamasi Untuk meredakan inflamasi dan

nyeri. Ketika memberikan NSAID untuk meredakan nyeri, dosisnya biasanya Iebih tinggi daripada

untuk pengobatan inflamasi. Efek antipiretiknya tidak sekuat dari efek antiinflamasinya. Kecuali

aspirin, preparat-preparat NSAID tidak dianjurkan pemakaiannya untuk meredakan sakit kepala yang

ringan dan demam. Pemilihan obat untuk sakit kepala dan demam adalah aspirin dan asetaminofen.

NSAID lebih mahal danpada aspirin. Selain aspirin, satu-satunya NSAID yang dapat dibeli bebas

adalah ibuprofen (Motrin, Nuprin, Advil, Medipren). Semua NSAID yang lain harus dibei dengan

resep. Jika seorang klien memakai aspirin untuk proses infiamasi tanpa mengalaini keluhan rasa tidak

enak pada gastrointestinal, maka biasanya dianjurkan untuk memakai produk salisilat.

Ada tujuh kelompok NSAID:

1. salisilat yang berkaitan dengan aspirin

2. derivat asam para-klorobenzoat, atau indol

3. derivat pirazolon

4. derivat asam proprionat

5. Fenamat

6. oksikam

7. asam-asam fenilasetat

Agen.agen ini akan dibicarakan secara terpisah .waktu paruh NSAID sangat berbeda-beda

beberapa mempunyai waktu paruh yang singkat, sedangkan yang lain mempunyai waktu paruh yang

sedang sampai panjang yang biasanya berkisar antara 8-24 jam. Aspirin dan NSAID tidak boleh

dipakai bersama - sama karena efek sampingnya. Selain itu, terapi kombinasi tidak meningkatkan

efektifitas.
Salisilat

Aspirin adalah agen antiinflamasi yang tertua. Aspirin merupakan penghambat prostaglandin

yang mengurangi proses inflamasi, dan dulu merupakan agen antiinflamasi yang paling sering dipakai

sebelum dikenal adanya ibuprofen. Karena aspirin dalam dosis tinggi biasanya diperlukan untuk

meredakan inflamasi, maka rasa tidak enak pada lambung sering merupakan masalah. Dalam kasus-

kasus demikan mungkin dapat dipakai tablet entericcoated. Aspirin tidak boleh dipakai bersama-sama

dengan NSAID karena mengurangi kadar NSAID dalam darah dan efektifitasnya. Aspirin juga

dianggap sebagai obat antiplatelet untuk klien yang mengalami gangguan jantung atau Pembuluh

darah otak.

Asam Para-Klorobenzoat
Salah satu dari NSAID yang mula-mula di perkenalkan adalah indometasin (Indocin). obat ini

dipakai untuk rematik, gout, dan osteoartritis dan merupakan penghambat prostaglandin yang kuat.

obat ini tinggi berikatan dengan protein (90%) dan mengambil alih obat lain yang berikatan dengan

protein sehingga dapat menimbulkan toksisitas. obat ini mempunyai waktu paruh yang sedang (4- 11

jam). Indocin sangat mengiritasi lambung dan harus dimakan sewaktu makan atau bersama-sama

makanan.

Dua derivat asam para-klorobenzoat lain nya, sulindak (Clinoril) dan tolmetin (Tolectin),

menimbulkan lebih sedikit reaksi yang merugikan daripada indometasin. Tolmetin tidak begitu tinggi

berikatan dengan protein seperti halnya indometasin dan sulindak, dan mempunyai waktu paruh yang

singkat. Kelompok NSAID ini dapat menurunkan tekanaan darah dan menyebabkan retensi natrium

dan air.

Derivat Pirazolon

Kelompok pirazolon dari NSAID, seperti juga kelompok asam para-klorobenzoat, tinggi

berikatan dengan proteinnya. Fenilbutazon (Butazolidin), 96% berikatan dengan protein, telah dipakai

selama bertahun-tahun untuk mengobati artritis rematoid dan gout akut. obat ini mempunyai waktu

paruh yang sangat panjang, 50-65 jam, sehingga sering timbul reaksi yang merugikan dan akumulasi

obat dapat terjadi. Iritasi lambung terjadi pada 10-45% klien.


Agen-agen pirazolon lain, oksifenbutazon (Tandearil), aminopirin (Dipirin), dan dipiron (Feverall),

jarang dipakai karena reaksi yang merugikan yang ditimbulkannya dan karena sering terjadi toksisitas.

Reaksi yang merugikan yang paling berbahaya dari kelompok obat ini adalah diskrasia darah, seperti

agranulositosis dan anemia aplastik. Fenilbutazon hanya boleh dipakai untuk mengobati artritis

Agen-agen pirazolon lain, oksifenbutazon (Tandearil), aminopirin (Dipirin), dan dipiron (Feverall),

jarang dipakai karena reaksi yang merugikan yang ditimbulkannya dan karena sering terjadi toksisitas.

Reaksi yang merugikan yang paling berbahaya dari kelompok obat ini adalah diskrasia darah, seperti

agranulositosis dan anemia aplastik. Fenilbutazon hanya boleh dipakai untuk mengobati artritis dan

keadaan NSAID yang berat di mana NSAID lainnya yang kurang toksik telah digunakan tanpa hasil.

Derivat Asam Proprionat

Kelompok asam proprionat mewakili kelompok NSAID yang relatif baru. Obat-Obat ini

seperti aspirin tetapi mempunyai efek yang lebih kuat dan lebih sedikit menimbulkan iritasi

gastrointestinal. Obat-Obat dalam kelompok ini tinggi berikatan dengan protein, sehhinga dapat

terjadi interaksi obat terutama jika diberikan bersama dengan obat lain yang juga tinggi berikatan

dengan protein. Ibuprofen (Motrin) kini merupakan NSAID yang paling banyak dipakai, dan dalam

dosis yang lebih rendah (200 mg) dapat dibeli bebas. NSAID dalam kelompok ini lebih baik

ditoleransi daripada NSAID yang lain. Rasa tidak enak pada lambung juga terjadi tetapi tidak seberat

pada aspirin, indometasin, dan fenilbutazon. Reaksi yang merugikan yang berat, seperti diskrasia

darah, tidak sering terjadi.

Fenamat

Kelompok fenamat meliputi NSAID yang di pakai untuk keadaan artritis akut dna kronik.

Seperti kebanyakan NSAID, iritasi lambung merupakan efek samping yang sering pada fenamat, dan

kilen dengan riwayat tukak peptik harus menghindari pemakaian obat-obat dari kelompok ini. Efek

sanping lain adalah edema, pusing, tinitus, dan pruritus. Dua fenamat yang lain adalah meklofenamat

sodium monohidrat (Meclomen) dan asam mefenamat (Ponstel).

Oksikam

Piroksikam (Feldene) adalah NSAID yang baru, seperti yang lainnya, diindikasikan untuk

keadaan artritis yang lama, seperti rematoid dan osteoartritis. Obat ini ditoleransi dengan baik, dan

keuntungan utama dari obat ini adalah waktu paruhnya yang panjang, sehingga memungkinkan
dipakai sekali sehari. Obat ini juga menimbulkan masalah lambung, seperti tukak dan rasa tidak enak

pada epigastrium, tetapi kejadiannya lebih jarang daripada beberapa NSAID yang lain.

Untuk dapat mencapai respons klinik dari piroksikam yang sepenuhnya dapat memerlukan waktu satu

atau dua minggu. Obat ini juga tinggi berikatan dengan protein dan dapat berinteraksi dengan obat

lain yang juga tinggi berikatan dengan protein. Piroksikan tidak boleh dipakai bersana dengan aspirin

atau NSAID lain.

Derivat Asam Fenilasetat

Diklofenak sodium (Voltaren), NSAID terbaru, mempunyai waktu paruh plasma nya 8-12

jam. Efek analgesik dan antiinflamasinya serupa dengan aspirin, tetapi efek antipiretiknya minimal

atau tidak ada sama sekali. Obat ini diindikasikan untuk artritis rematoid, osteoartritis, dan ankilosing

spondilitis. Reaksi yang merugikan dan obat ini serupa dengan obat-obat NSAID yang lain.

Lain-Lain

Ketorlak (Toradol) adalah agen antiinflamasi injeksi yang pertama. Seperti NSAID yang lain,

obat ini menghambat sintesis prostaglandin, tetapi ia mempunyai khasiat analgesik yang lebih kuat

dibandingkan dengan agena agen antiinflamasi lainnya. Ketorlak dianjurkan pemakaiannya pada

penanganan nyeri jangka pendek. Untuk nyeri pascabedah telah terbukti khasiat analgesiknya sama

atau lebih dibandingkan dengan analgesik opioid. Obat ini diberikan intramuskular dalam dosis 30-60

mg q6h untuk dewasa

Efek Samping yang Sering dan Reaksi yang Merugikan

Kebanyakan dari NSAID cenderung mempun nyai efek samping yang lebih sedikit daripada

aspirin jika dipakai dalam dosis antiinflamasi, tetapi iritasi lambung masih merupakan masalah yang

sering terjadi dalam pemakaian NSAID jika tidak disertai makanan. Demikian juga, retensi natrium

dan air dapat terjadi jika memakai fenilbutazon. Minuman alkohol yang diminum bersama dengan

NSAID dapat menambah iritasi lambung dan harus dihindari.

Obat Antiinflamasi Golongan Steroid


Obat antinflamasi steroid bekerja dengan mekanisme penghambatan sintesis prostaglandin
dan leukotrien dengan cara melepas lipokortin yang dapat menghambat fosfolipase A2 pada
sintesis asam arakhidonat sehingga bisa dikatakan bahwa steroid merupakan obat
antiinflamasi yang poten.Steroid pada dasarnya merupakan hormon atau senyawa endogen
yang secara alami dapat dihasilkan oleh tubuh untuk menjaga sistem homeostasis. Ketika
terjadi kondisi stress atau cidera, tubuh akan mensekresi hormon kortisol tetapi terdapat
kondisi tertentu dimana hormon ini tidak cukup untuk mengatasi rasa sakit yang timbul
sehingga diperlukan tambahan dari luar. Contoh obat-obat antiinflamasi golongan steroid
adalah kortison, hidrokortison, prednisolon, deksametason, dan lain-lain .
Hormon steroid sering disebut juga kortikosteroid karena diproduksi oleh korteks adrenal
yang terletak di atas ginjal. Hormon ini terdiri dari dua macam yaituglukokortikoid dan
mineralokortikoid. Hormon glukokortikoid dapat memicu terjadinya apoptosis sel. Hormon
ini dapat menurunkan diferensiasi dan proliferasi sel-sel inflamatori sehingga dapat berperan
sebagai immunosupresan.
Glukokortikoid diketahui dapat menghambat pembentukan sitokin melalui jalur jak-STAT
(Bianchi dkk., 2000). Glukokortikoid juga berfungsi menstimulasi glukoneogenesis, sehingga
penggunaannya harus dibatasi pada penderita diabetes mellitus karena dapat menaikkan kadar
gula darah..Beberapa obat kortikosteroid juga memiliki efek mineralokortikoid.
Mineralokortikoid berfungsi untuk meregulasi reabsorpsi ion natrium dalam tubulusginjal
dan meningkatkan pengeluaran ion kalium. Ketika natrium ditahan maka tubuh akan menjaga
agar konsentrasi garam dalam tubuh tetap sama yaitu dengan menahan air. Akibatnya volume
cairan tubuh akan naik dan menyebabkan kenaikan tekanan darah. Sekresi hormon ini juga
memicu pelepasan renin yang mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin penyebab
vasokontriksi sehingga dapat menyebabkan hipertensi (Miller dkk., 2008).Penggunaan obat-
obat antiinflamasi golongan steroid tidak dapat dihentikan secara tiba-tiba karena dapat
menyebabkan insufisiensi adrenal dimana tubuh akan kekurangan hormon kortisol. Ketika
tubuh menerima tambahan hormon dari luar maka tubuh akan merespon dengan mengurangi
produksi hormon tersebut sehingga ketika pemakaiannya tiba-tiba dihentikan maka tubuh
belum siap untuk mensekresikannyakembali dalam keadaan normal. Penghentian penggunaan
obat-obat golongan ini dilakukan dengan menurunkan dosis secara bertahap .

Agen Antiinfeksi

Agen antiinfeksi adalah substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat
menghambat pertumbuhan bahkan membunuh mikroorganisme lain. Antiinfeksi dapat berupa
antibiotik/antimikroba, antivirus, antifungi, antiparasit. Antibiotik merupakan agen antiinfeksi yang
paling banyak digunakan.
Konsep penggunaan antibiotik dapat berupa terapi spesifik, pencegahan (profilaksis) dan terapi
empirik.

Terapi Spesifik
Pada terapi ini, antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh
organisme penginfeksi dimana pilihan antimikroba yang tepat telah diketahui. Antibiotik yang
digunakan dalam terapi ini telah teruji, sehingga pemilihannya relatif mudah berdasarkan sensitivitas
mikroba dan kondisi pasiennya, disamping faktor lain seperti biaya.

Terapi Empirik
Terapi empirik antibiotik adalah terapi terhadap organisme penginfeksi dan
antimikroba tepatnya belum diketahui, tetapi dapat diprediksi berdasarkan studi sebelumnya. Terapi
ini harus dilakukan pada penyakit-penyakit infeksi yang serius dan bersifat life-threatening. Pemilihan
antibiotik didasarkan pada pengalaman klinis dengan menggunakan antibiotik tertentu yang diduga
akan efektif pada kondisi tersebut. Antibiotik dengan spektrum luas menjadi pilihan pada kondisi ini.

Terapi Profilaksis
Terapi profilaksis adalah terapi antibiotik yang diberikan dengan tujuan pencegahan infeksi
spesifik pada beberapa individu atau infeksi pasca operasi. Terapi ini harus diberikan pada kondisi-
kondisi pasien berikut:

1. Pencegahan infeksi oleh paparan bakteri patogen spesifik, misal pada seseorang yang kontak
dengan pasien meningitis menikokus harus menerima terapi rifampisin.
2. Pencegahan penyakit oleh akteri patogen dorman yang telah menginfeksi orang tersebut. INH
dapat diberikan pada pasien TB dorman untuk mencegah konversi tuberkolin.
3. Pencegahan infeksi spesifik pada pasien yang rentan terkena infeksi, misalnya pasien
penyakit jantung rheumatik sebelum penanganan gigi untuk mencegah endokarditis.
4. Pencegahan infeksi pasca operasi

Dalam terapi profilaksis operasi antibiotik jangka pendek diberikan sebelum terdapat bukti
klinis terjadinya infeksi. Dalam terapi ini perlu dilakukan pertimbangan berikut:

1. Waktu, antibiotik yang diberikan harus tersedia dalam jumlah yang memadai pada tempat
kontaminasi sebelum insisi dilakukan. Artinya antibiotik tersebut tersedia dalam konsentrasi
hambat minimumnya (KHM)
2. Durasi, profilaksis dilakukan dalam rentang operasi. Patokan umumnya 24 jam
3. Spektrum antibiotika, patokan umumnya adalah dengan menggunakan sefalosporin generasi I.
Sefazolin menjadi obat pilihan utama terkait efek sampingnya yang rendah dan harga yang
relatif murah. Selain itu vankomisin dapat menjadi pilihan yang cocok bagi pasien yang alergi
terhadap penisilin.
4. Rute pemberian, sebaiknya intravena atau intramuskular untuk menjamin konsentrasi yang
memadai pada saat insisi.

Pertimbangan Pemilihan Antibiotika


Dalam pemilihan antibiotik, maka perlu dilakukan pertimbangan-pertimbangan berikut:

1. Mengidentifikasi organisme penginfeksi berdasarkan informasi klinis, tropisme jaringan, dan


data mikrobiologi
2. Kesesuaian antimikroba dan mikroba penginfeksi harus diketahui
3. Pemilihan obat juga harus menjamin tercapainya konsentrasi terapeutik pada tempat infeksi
4. Spektrum dan cara kerja antibiotik
5. Faktor kondisi pasien. Dalam pemilihan antibiotik ini harus diperhatikan juga usia, status
imunologi, keberadaan benda asing (pace maker), sejarah reaksi alergi, disfungsi ginjal dan
atau hati, adanya penyakit tertentu, kehamilan dan ibu menyusui, serta faktor genetik. Adanya
benda asing dalam tubuh seperti alat pacu jantung dan alat-alat lain dapat menurunkan
aktivitas antibiotik.
6. Faktor harga

Spektrum Kerja Antibiotik


Berdasarkan spektrum kerjanya antibiotik dapat digolongkan menjadi:

1. Antibiotik spektrum sempit (narrow spectrum), yaitu kelompok antibiotik yang aktif hanya
terhadap satu atau sekelompok mikroorganisme tertentu. Misalnya INH yang hanya aktif
terhadap micobacteria TB.
2. Antibiotik spektrum diperluas (extended spectrum) yaitu antibiotik yang efektif untuk bakteri
gram positif, namun juga efektif terhadap beberapa bakteri gram negatif. Contoh ampisilin.
3. Antibiotik spektrum luas (broad spectrum) yaitu antibiotika yang efektif untuk kelompok
besar organisme gram posistif dan negatif. Contoh tetrasiklin dan kloramfenikol. Antibiotik
golongan ini beresiko terhadap resistensi bakteri dan terbunuhnya flora normal tubuh
(komensalisme) sehingga berpotensi terjadinya superinfeksi.

Cara Kerja Antibiotik


Setiap antibiotik dapat memiliki mekanisme kerja yang khas dalam
peranannya menghambat/membunuh bakteri patogen. Namun secara umum, berdasarkan cara
kerjanya antibiotik dapat digolongkan menjadi:

1. Antibiotik bakterisida, yaitu antibiotik yang dapat menyebabkan kematian mikroba pada
konsentrasi yang dapat dicapai secara klinis. Contoh: beta laktam, glikoprotein,
aminoglikosida, kuinolon dan metronidazol.
2. Antibiotik bakteriostatik, yaitu antibiotik yang menghambat pertumbuhan mikroba pada
konsentrasi yang dapat dicapai secara klinis. Contoh: klindamisin, makrolida, sulfonamida,
trimetoprim, tetrasiklin dan kloramfenikol.

Kombinasi Antibiotika
Kombinasi antibiotik atau penggunaan bersama beberapa antibiotik dapat dibenarkan pada
kondisi-kondisi berikut:

1. Data klinis menunjukan bahwa kombinasi antibiotika terbukti lebih efektif daripada terapi
tunggal
2. Penanganan infeksi oleh polimikroba, misal pada infeksi intraabdominal
3. Penanganan awal terhadap infeksi yang mengancam jiwa sebelum ditemukan penyebabnya
4. Pencegahan terbentuknya resistensi, misal pada penanganan TB dan ulkus peptikum akibat
infeksi Helicobacter pylori.
5. Jika terdapat efek sinergis terhadap organisme penginfeksi spesifik, sehingga kombinasi
antibiotik dapat mengurangi dosis obat. Contoh kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol
(kotrimoksazol)

Kombinasi antibiotik juga dapat menimbulkan beberapa kerugian diantaranya:

1. Resiko toksisitas meningkat dari dua atau lebih antibiotika


2. Meningkatkan potensi resistensi beberapa mikroorganisme terhadap antibiotika
3. Hilangnya flora normal sehingga meningkatkan potensi superinfeksi
4. Meningkatkan biaya pengobatan

Resistensi Antibiotika
Resistensi antibiotika adalah kondisi dimana pertumbuhan mikroba tidak terpengaruh oleh
antimikroba pada konsentrasi maksimum yang dapat ditoleransi. Resistensi antibiotik dapat berupa
resistensi alami (intrinsik) dan resistensi dapatn (acquired).
Resistensi alami terjadi karena adanya perubahan sifat genetik yang stabil yang dikode dialam
kromosom dan terdapat dalam semua galur dari spesies mikroba tersebut. Sedangkan resistensi
dapatan terjadi akibat galur tertentu dari suatu spesies mikroba mengembangkan kemampuan
resistensi yang mana spesies yang lain tidak memiliki kemampuan tersebut. Resistensi antibiotika ini
dapat dipicu oleh beberapa hal diantaranya:

1. Penggunaan antibiotika yang tidak tepat dari segi dosis, durasi maupun jenisnya.
2. Penggunaan dua atau lebih antibiotika
3. Penyalahgunaan antibiotika, seperti penggunaan antibiotika untuk pertanian, peternakan dan
perikanan
4. Paparan antibiotika sub-dosis yang berkepanjangan

Resistensi antibiotika dapat terjadi melalui mekanisme-mekanisme berikut:

1. Inaktivasi atau modifikasi obat oleh enzim bakteri, mekanisme ini terjadi pada golongan beta
laktam
2. Perubahan Barrier permeability sehingga antibiotika tidak dapat mencapai tempat kerjanya,
seperti yang terjadi pada sefalosporin
3. Perubahan tempat kerja di sel mikroba, seperti pada kuinolon
4. Konsentrasi antibiotika yang dicapai melalui transport aktif (efflux) yang lebih rendah dari
konsentrasi hambat minimumnya (KHM), seperti yang terjadi pada tetrasiklin

Durasi Terapi Antibiotik


Untuk mengasilkan efek terapi yang tepat, antibiotik harus diberikan pada rentang waktu yang
tepat pula. Panduan umum sehubungan dengan durasi terapi antibiotik adalah sekurang-kurangnya 72
jam pada terapi infeksi akut yang tidak kompleks. Sedangkan pada infeksi kronis seperti endokarditis
dan osteomyelitis, terapi memerlukan durasi yang lebih panjang, yaitu berkisar antara 4-6 minggu
dengan analisis lanjutan untuk menilai keberhasilan terapi.

Komplikasi Terapi Antibiotika


Komplikasi terapi antibiotika dapat mengakibatkan terjadinya:

1. Hipersensitivitas, contoh pada penisilin


2. Toksisitas langsung, contoh aminoglikosida pada konsentrasi tinggi
3. Superinfeksi, contoh antibiotika spektrum luas atau kombinasi antibiotika

Superinfeksi
Superinfeksi ditandai dengan adanya data klinis dan bakteriologi yang menunjukan adanya
infeksi baru selama terapi infeksi primer. Gejala ini relatif umum dan sangat berbahaya sebab mikroba
penyebab infeksi baru ini dapat berupa drug-resistant starint (Enterobacteriaceae, Pseudomonas,
Candida dan fungi lainnya).
Superinfeksi terjadi karena hilangnya pengaruh dari hambatan flora normal yang juga
menghasilkan antibakteri tertentu dan berkompetisi dalam memperebutkan komponen nutrisi penting.

Efektivitas Terapi Antibiotika


Untuk menilai efektivitas terapi antibiotika dapat dilihat/dikaji dari berbagai parameter-parameter
klinis berikut:

1. Derajat demam. Demam merupakan parameter penting untuk menilai respon terapi
antibiotika. Karena demam merupakan salah satu gejala adanya infeksi.
2. Jumlah sel darah putih (neutrofil), jumlah sel darah putih pada tahap awal infeksi akan
meningkat secara signifikan.
3. Data radiografi; effusi kecil, abses, dan ruang yang muncul menandakan adanya pusat infeksi.
4. Nyeri dan inflamasi; pembengkakan, eritema, permukaan yang empuk/lunak muncul pada
infeksi permukaan, sendi dan tulang.
5. Laju endap darah (LED), peningkatan LED berkaitan dengan infeksi akut maupun kronis,
seperti: endokarditis, osteomyelitis, dan infeksi intraabdominal.
6. Konsentrasi komponen serum, khususnya komponen C3 akan turun pada infeksi yang serius.

Kegagalan Terapi Antibiotika


Kegagalan terapi antibiotika dapat terjadi akibat beberapa faktor berikut:

1. Salah diagnosa (unsuspected infection)


2. Regimen obat yang tidak tepat baik dari segi dosis, rute pemberian, frekuensi dan durasinya
3. Pemilihan antibiotika yang tidak tepat
4. Resistensi mikroba
5. Ekspektasi yang berlebihan; nekrosis jaringan, pengurasan secara operasi, demam virus,
artritis, neoplasma, dan reaksi obat
6. Infeksi oleh dua atau lebih mikroba

SUMBER

Kee Joyce L. Dan Evelyn R. Hayes, 1996. FARMAKOLOGI pendekatan proses keperawatan.
Jakarta: EGC
AGEN KARDIOVASKULAR & RESPIRATORIK

AGEN KARDIOVASKULAR

Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, pembulu darah (arteri dan vena), dan darah. Darah
yang kaya akan oksigen, nutrien, dan hormon mengalir melalui pembulu darah yang disebut
sebagai arteri, yang menyempit menjadi arteriola. Kapiler mentransfer darah yang kaya akan
zat gizi kedalam sel sel tubuh dan menyerap produk pembuangan seperti karbodioksida
(CO2), urea, kreatini, dan amonia. Dan yang terdeoksigenasi bersama sama dengan produk
pembuangan dikembalikan kedalam sirkulasi oleh venula dan vena untuk kemudian dibuang
oleh paru-paru dan ginjal.

Kerja pompa dari jantung merupakan sumber energi untuk sirkulasi darah kedalam sel-sel
tubuh. Sumbatan pembulu darah dapat menghambat aliran darah.

JANTUNG

Jantung terdiri dari empat sembiri : atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan
kiri. Atrium kanan menerima darah yang terdeoksigenasi dari sirkulasi, dan ventrikel kanan
memompa darah ke arteri pulmonalis yang menuju paru-paru untuk menjalani pertukaran gas
(CO2 dengan O2). Atrium kiri menerima darah yang teroksigenasi, dan ventrikel kiri
memompa darah kedalam aorta untuk airkulasi sistemik.

Otot jantung disebut sebagai miokardium dan mengelilingi atrium dan ventrikel. Ventrikel
berdinding tebal, terutama ventrikel kiri, supaya kekuatan ototnya cukup kuat untuk
memompa darah kedalam sirkulasi pulmoner dan sistemik. Atrium berdindingtipis, karena
hanya berfungsi sebagai penampung darah dari sirkulasi dan dari paru-paru serta tidak
bekerja memompa.

Jantung mempunyai pembungkus fibrosa yang disebut sebagai perikardium yang


melindunginya dari cedera dan infeksi. Endokardium merupakan selaput berlapis tiga yang
melapisi bagian dalam serambi jantung. Empat buah katup, dua atrioventikulasi (trikuspid
dan mitral) dan dua semilunaris ( pulmonalis dan aorta ), mengatur aliran darah antara atrium
dengan ventrikel serta antara ventrikel dengan arteri pulmonalis dan aorta. Tiga rteri koroner
utama , kanan, kiri, dan sirkumfleksa, menyediakan nutrien untuk miokardium. Sumbatan
pada salah satu atau lebih dari arteri arteri itu dapat mengakibatkan infak miokardium, atau
serangan jantung.

Hantaran implus-implus listrik


Miokardium dapat menghasilkan dan menghantarkan impuls listrik dari dirinya sendiri.
Impuls jantung biasanya berasal dari nadus sinostrial (SA) yang terletak pada dinding
posterior atrium kanan. Nadus SA seringkali disebut sebagai pemacu ( pace maker ), karena
nadus ini mengatur denyut jantung (memulai impuls jantung) , yang biasanya sekitar 60-80
kali permenit. Nadul atrioventrikularis (AV), terletak pada sisi kanan posterior dari septum
interaktrialis, mempunyai jaras serabur-serabut yang disebut dengan bundel his, atau bundel
AV. Kedua sistem penghantar ini ( nadus SA dan nadus AV) dapat bekerja tanpa tergantung
satu sama lainnya. Ventrikel dapat berkontraksi secara bebas sebanyak 30-40 kali permenit.

Obat obat yang dapat mempengaruhi kontraksi jantung jantung adalah kalsium, preparat
digital, dan quinidin dan preparat-priparat lainnya. Sistem saraf otonom (SSO), obat obat
yang merangsang dan menghambatnya, mempengaruhi kontraksi jantung. Sistem saraf
simpatik dan obat obatan yang merangsangnya, meningkatkan denyut jantung; sistem saraf
parasimpatik, dan obat obatan yang merangsangnya, mengurangi denyut jantung.

Pengaturan denyut jantung dan aliran darah

Jantung orang dewasa berdenyut sekitar 60 sampai 80 kali permenit. Memompa darah
kedalam sirkulasi sistemik. Dengan mengalirnya darah, terjadilah tahanan aliran darah dan
tekanan arteri dan meningkat. Tekanan arteri sistemik rata-rata dikenal sebagai tekanan
darah, adalah 120/80 mmHg. Tekanan darah arteri ditentukan oleh tahanan perifer dan curah
jantung. Volume darah yang dicurahkan dari jantung dalam 1 menit, yang dihitung dengan
mengalirkan denyut jantung dengan volume sekuncup. Curah jantung rata-rata adalam 4-8
L/menit .volume sekuncup, jumlah darah yang diejeksi dari ventrikel kiri dalam setiap kali
jantung berdenyut, kira kira sebanyak 70 ML/denyut.

Tiga faktor, preload, kontraktilitas, dan afterload, menentukan volume sekuncup. Preload
menyatakan kekuatan aliran darah yang meregangkan ventrikel. Kontraktilitas adalah
kekuatan kontraksi ventrikel, dan afterload adalah tahanan ejeksi darah ventrikel akibat
tahanan dari teanan dalam sirkulasi aorta dan sistemik.

Obat obat tertentu dapat meningkatkan atau mengurangi preload dan afterload,
mempengaruhi baik volume sekuncup maupun curah jantung. Kebanyakan dari vasodilator
menurunkan preload dan afterload, sehingga menurunkan tekanan arteri dan curah jantung.

Sirkulasi

Ada dua jenis sirkulasi –sistemik, atau prefer, dan paru-paru. Paru-paru, jantung, memompa
darah yang terdeoksigenasi dari ventrikel kanan melalui arteri pulmonalis menuju paru-paru.
Dalam keadaan ini, arteri membawa darah yang mengandung CO2 dalam konsentrasi tinggi.
Darah yang teroksigenasi dikembalikan kedalam atrium kiri oleh vene pulmonalis.

Pada sirkulasi sistemik atau perifer, jantung memompa darah dari ventrikel kiri kedalam aorta
menuju sirkulasi umum. Darah dialirkan oleh arteri dan arteriola menuju anyaman kapiler.
Nutrien dalam darah kapiler dipindahkan ke dalam sel-sel untuk ditukar dengan produk
pembuangan. Darah dikembangkan kedalam jantung melalui vanula dan vena.
Darah

Darah terdiri dari plasma, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit), dan platelet.
Plasma terdiri dari 90% air dan 10% zat terlarut,merupakan 55% dari volume darah total.
Terlarut dalam plasma adalah glukosa, protein, lemak, asam amino, elektrolit, mineral asam
laktat, dan piruvat, hormon, enzim, oksigen, dan karbo dioksida.

Fungsi utama dalam darah adalah menyediakan nutrien termasuk oksigen, untuk sel-sel
tubuh. Kebanyakan dari oksigen dibawa didalam hemoglobin dari sel darah merah (SDM) sel
darah putih (SDP). Merupakan makanisme pertekanan utama dari tubuh dan bekerja dengan
melahap mikroorganisme. SDP juga menghasilkan antibodi. Platelet merupakan sel-sel besar
yang menyebabkan darah membeku. SDM mempunyai daur hidup sekitar 120 hari,
sedangkan daur hidup SDP hanya 2 sampai 24 jam.

OBAT SISTEM KARDIOVASKULER

A.Pengertian

Obat kardiovaskuler merupakan kelompok obat yang mempengaruhi & memperbaiki sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah ) secara langsung ataupun tidak langsung.
Jantung dan pembuluh darah merupakan organ tubuh yang mengatur peredaran darah
sehingga kebutuhan makanan dan sisa metabolisme jaringan dapat terangkut dengan baik.
Jantung sebagai organ pemompa darah sedangkan pembuluh darah sebagai penyalur darah ke
jaringan.

Sistem kardiovaskuler dikendalikan oleh sistem saraf otonom melalui nodus SA, nodus AV,
berkas His, dan serabut Purkinye. Pembuluh darah juga dipengaruhi sistem saraf otonom
melalui saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap gangguan dalam sistem tersebut akan
mengakibatkan kelainan pada sistem kardiovaskuler.

Obat kardiovaskuler adalah obat yang digunakan untuk kelainan jantung dan pembuluh
darah.

Obat kardiovaskuler dibedakan:

1. Obat Antiangina

2. Obat Antiaritmia

3. Obat Glikosida

4. Obat Antihipertensi

1. Antiangina
Angina pektoris adalah nyeri dada hebat yang terjadi ketika aliran darah koroner tidak cukup
memberikan oksigen yang dibutuhkan oleh jantung, Kondisi yang paling sering melibatkan
Iskemia jaringan dimana obat-obat vasilisator digunakan, Antiangina adalah obat untuk
angina pectoris (ketidak seimbangan antara permintaan (demand)) dan penyediaan (supply)
oksigen pada salah satu bagian jantung.

Angina pektoris pertama kali dijelaskan sebagai suatu penyakit klinik tersendiri oleh Wiliam
Heberden di akhir pertengahan abad ke 18.Pada pertengahan kedua abad ke 19 ditemukan
bahwa amil nitrit memberikan penyembuhan yang sementara.Tetapi pengobatan yang efektif
terhadap serangan akut angina pektoris baru mungkin setelah diperkenalkan nitrogliserin
pada tahun 1879.Selanjutnya banyak vasilidator lain ,(misalnya : teofilin,papaverin)
Diperkenalkan untuk pengobatan angina. Namun ketika di uji klinik bersama
ganda,ditemukan bahwa obat-obat nonnitrat tersebut ternyata tidak lebih baik daripada
plasebo. Kenyataannya beeberapa penelitian klasik terhadap efek plasebo dilakukan pada
penderita-penderita angina. Dengan diperkenalkannya obat- obat penghambat beta,
profilaksis terapi terhadap angina bisa dilakukan. Akhir-akhir ini ,kalsium antagonis telah
ditunjuk berguna untuk pencegahan serangan angina, khususnya pada angina varian.

Penyebab angina:

Kebutuhan O2 meningkat → exercise berlebihan

Penyediaan O2 menurun → sumbatan vaskuler

Cara kerja Antiangina:

1. Menurunkan kebutuhan jantung akan oksigen dengan jalan menurunkan kerjanya.


(penyekat reseptor beta)

2. Melebarkan pembuluh darah koroner → memperlancar aliran darah (vasodilator)

3. Kombinasi keduanya

Obat Antiangina:

 Nitrat organik

 Beta bloker

 Calsium antagonis

FARMAKODINAMIK

Khasiat farmakologik:

1. Dilatasi pembuluh darah → dapat menyebabkan hipotensi → sinkop.


2. Relaksasi otot polos → nitrat organik membentuk NO → menstimulasi guanilat
siklase → kadar siklik-GMP meningkat → relaksasi otot polos (vasodilatasi).

3. Menghilangkan nyeri dada → bukan disebabkan vasodilatasi, tetapi karena


menurunya kerja jantung.

4. Pada dosis tinggi dan pemberian cepat → venodilatasi dan dilatasi arteriole perifer →
tekanan sistol dan diastol menurun , curah jantung menurun dan frekuensi jantung
meningkat (takikardi).

5. Efek hipotensi terutama pada posisi berdiri → karena semakin banyak darah yang
menggumpul di vena → curah darah jantung menurun.

6. Menurunya kerja jantung akibat efek dilatasi pembuluh darah sistemik → penurunan
aliran darah balik ke jantung.

7. Nitrovasodilator menimbulkan relaksasi pada hampir semua otot polos: bronkus,


saluran empedu, cerna, tetapi efeknya sekilas → tidak digunakan di klinik.

Farmakokinetik

 Metabolisme nitrat organik terjadi di hati.

 Kadar puncak 4 menit setelah pemberian sublingual.

 Ekskresi sebagian besar lewat ginjal.

Sediaan dan Posologi

1. Untuk serangan, baik digunakan sediaan sublingual: isosorbit dinitrat 30%: 2,5 – 10
mg dan nitrogliserin 38%: 0,15 – 0,6 mg.

2. Untuk pencegahan digunakan sediaan per oral: kadar puncak 60 – 90 menit, lama
kerja 3 – 6 jam.

3. Par enteral (IV) baik digunakan untuk vasospasme koroner dan angina pectoris tidak
stabil, angina akut dan gagal jantung kongestif.

4. Salep untuk profilaksis: puncak 60 menit, lama kerja 4 – 8 jam.

Sediaan

Nitrat kerja singkat (serangan akut):

Sediaan sublingual (nitrogliserin, isosorbit dinitrat, eritritil tetranitrat)

Amil nitrit inhalasi

Nitrat kerja lama:


 Sediaan oral (nitrogliserin, isosorbit dinitrat, eritritil tetranitrat, penta eritritol
tetranitrat)

 Nitrogliserin topikal (salep 2%, transdermal)

 Nitrogliserin transmucosal/buccal

 Nitrogliserin invus intravena

Efek Samping

Efek samping: sakit kepala, hipotensi, meningkatnya daerah ischaemia

Indikasi:

Angina pectoris

Gagal jantung kongestif

Infark jantung

Beta Blocker

1. Beta bloker adalah obat yang memblok reseptor beta dan tidak mempengaruhi
reseptor alfa

2. Beta Bloker menghambat pengaruh epineprin → frekuensi denyut jantung menurun

3. Beta bloker → meningkatkan supply O2 miokard → perfusi subendokard meningkat

2. Antiaritmia
Aritmia jantung adalah masalah yang sering terjadi dalam praktik klinis, yang timbul hingga
25% dari pasien yang diobati dengan digitalis, 50% dari pasien-pasien yang dianestesi, dan
lebiuh dari 80% pasien dengan infarktus miokardium akut. Beberapa aritmia dapat memicu
ganguan irama jantng yang lebih serius atau bahkan gangguan irama yang mematikan
misalnya, depolarisasi ventrikuler premature yang dini dapat memicu timbulnya fibrilasi
ventrikuler. Pada pasien tersebut obat antiaritmia diduga dapat menyelamatkan kehidupan.
Sebaliknya resiko penggunaan obat aritmia dan khuisusnya kenyataan bahwa obat tersebut
(secara paradoksal) dapt memicu timbulnya aritmia yang lebih fatal pada beberapa pasien
telah menyebabkan peninjauan kembali resiko manfaat relative penggunanya.

Mekanisme Kerja

Aritmia disebabkan karena aktivitas pacu jantung yang abnormal atu penyebaran
impuls abnormal. Pengobatan aritmia bertujuan bertujuan mengurangi aktivitas pacu
jantungektopik dan memperbaiki hantaran atau pada sirkuit reentry yang membandel ke
pergerakan melingkar yang melumpuhkan.Mekanisme utama untuk mencapai tujuan adalah
1. Hambatan saluran natrium. 2. Hambatan efek otonom simpatis pada jantung. 3.
Perpanjangan periode refrakter yang efektif, dan 4. Hambatan pada saluran kalsium.

Obat antiaritmia menurunkan otomatisitas pacu jantung ektropik lebih daripada nodus
sinoatrial. Hal ini terutama dicapai dengan menghambat secara selektif saluran natrium atau
saluran kalsium daripada sel yang didepolarisasi. Obat penghambat saluran yang berguna
untuk pengobatan mempunyai afinitas tinggi untuk saluran aktif (yaitu selama fase 0) atau
saluran inaktif (selama fase 2) tetapi afinitasnya sangat rendah untuk saluran lainnya.Karena
itu, obat ini menghambat aktifitas listrik apabila ada takikardia yang cepat (banyak saluran
aktif dan tidak aktif per satuan waktu) atau ada potensial istirahat hilang secara bermakna
(banyak saluran tidak aktif selama istirahat).Kerja tersebut sering digambarkan sebagai “ use
dependent atau state dependent “ yaitu saluran yang sering digunakan atau dalam status
inaktif,yang lebuh mudah dihambat. Saluran dalam sel normal yang dihambat oleh obat
selama siklus normal aktif atau tidak aktif akan segera melepaskan obat dari reseptor selama
bagian siklus istirahat. Saluran dalam otot jantung yang didepolarisasi secara kronis (yaitu
mempunyai potensial istirahat lebih positif dari pada -75mV ) akan pulih dari hambatan
secara sangat lambat . Pada aritmia reentry, yang tergantung pada hantaran yang tertekan
secara kritis, kebanyakan obat antiaritmia memperlambat hantaran lebih lanjut melalui satu
atu kedua mekanisme.

Farmakodinamik

Beta bloker menghambat efek obat adrenergik, baik NE dan epi endogen maupun obat
adrenergik eksogen

Beta bloker kardioselektif artinya mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap
reseptor beta-1 daripada beta-2

Propanolol, oksprenolol, alprenolol, asebutolol, metoprolol, pindolol dan labetolol


mempunyai efek MSA (membrane stabilizing actvity) → efek anastesik lokal

Kardiovaskuler: mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard

Menurunkan tekanan darah

Antiaritmia: mengurangi denyut dan aktivitas fokus ektopik

Menghambat efek vasodilatasi, efek tremor (melalui reseptor beta-2)

Efek bronkospasme (hati2 pada asma)

Menghambat glikogenolisis di hati

Menghambat aktivasi enzim lipase

Menghambat sekresi renin → antihipertensi

Farmakokinetik
 Beta bloker larut lemak (propanolol, alprenolol, oksprenolol, labetalol dan
metoprolol) diabsorbsi baik (90%)

 Beta bloker larut air (sotolol, nadolol, atenolol) kurang baik absorbsinya

 Sediaan

 Kardioselektif: asebutolol, metoprolol, atenolol, bisoprolol

 Non kardioselektif: propanolol, timolol, nadolol, pindolol, oksprenolol, alprenolol

 Contoh Obat :

 Propanolol: tab 10 dan 40 mg, kapsul lepas lambat 160 mg

 Alprenolol: tab 50 mg

 Oksprenolol: tab 40 mg, 80 mg, tab lepas lambat 80 mg

 Metoprolol: tab 50 dan 100 mg, tab lepas lambat 100 mg

 Bisoprolol: tab 5 mg

 Asebutolol: kap 200 mg dan tab 400 mg

 Pindolol: tab 5 dan 10 mg

 Nadolol: tab 40 dan 80 mg

 Atenolol: tab 50 dan 100 mg

Efek Samping

1. Akibat efek farmakologisnya: bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme

2. Sal cerna: mual, muntah, diare, konstipasi

3. Sentral: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi

4. Alergi; rash, demam dan purpura

5. Dosis lebih: hipotensi, bradikardi, kejang, depresi

Indikasi Dan Kontraindikasi

Indikasi: angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard, kardiomiopati obstruktif


hipertropik, feokromositoma (takikardi dan aritmia akibat tumor), tirotoksikosis, migren,
glaukoma, ansietas

Kontra indikasi: Penyakit Paru Obstruktif, Diabetes Militus (hipoglikemia), Penyakit


Vaskuler, Disfungsi Jantung
3. Glikosida
Glikosida jantung (derivat digitalis dan obat sejenisnya) terdiri atas senyawa steroid
yang dapat meningkatkan curah hujan. Juga mempunyai efek terhadap otot polos dan
jaringan lainnya. Efek terapi utama pada gagal jantung kongestif adalah peningkatan
kontraktilitas jantung (efek inotropik positif) yang memperbaiki ketidak seimbangan karena
kegagalan tersebut. Sekalipun demikian masih ada sejumlah keraguan evektivitas jangka
panjang glikosida jantung pada pasien gagal jantung. Telah ada kesepakatan umum bahwa
glikosida yang lazim digunakan mempunyai batas keamanan yang sempit dan diperlukan
senyawa yang kurang toksik dengan efek inotropik positif. Berapa obat percobaan yang
dipakai gagal akut,termasuk penghambat fosfodiesterase dan beberapa obat perangsang
atrenoseptor-beta.

Glikosida Jantung

Digitalis berasal dari daun Digitalis purpurea

Digitalis adalah obat yang meningkatkan kontraksi miokardium

Digitalis mempermudah masuknya Ca dari tempat penyimpananya di sarcolema kedalam sel


→digitalis mempermudah kontraksi

Digitalis menghambat kerja Na-K-ATP-ase → ion K didalam sel menurun → aritmia


(diperberat jika dikombinasi dengan HCT)

Farmakodinamik

 Efek pada otot jantung: meningkatkan kontraksi

 Mekanisme kerjanya:

 Menghambat enzim Na, K ATP-ase

 Mempercepat masukanya Ca kedalam sel

 Efek pada payah jantung: menurunya tekanan vena, hilangnya edema, meningkatnya
diuresis, ukuran jantung mengecil

 Konstriksi vaskuler, sal cerna (mual, muntah, diare), nyeri pada tempat suntukan
(iritasi jaringan)

Farmakokinetik

 Absorbsi dipengaruhi makanan dalam lambung, obat (kaolin, pectin) serta


pengosongan lambung

 Distribusi glikosida lambat


 Eliminasi melalui ginjal

Intoksikasi

 Keracunan biasanya terjadi karena:

 Pemberian dosis yang terlalu cepat

 Akumulasi akibat dosis penunjang yang terlalu besar

 Adanya predisposisi keracunan

 Dosis berlebihan

 Gejala: sinus bradikardi, blokade SA node, takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel,


gangguan neurologik (sakit kepala, letih, lesu, pusing, kelemahan otot), penglihatan
kabur

Sediaan

Tablet Lanatosid C (cedilanid) 0,25 mg

Digoksin 0,25 mg

Beta-metildigoksin 0,1 mg

4. Antihipertensi
Suatu penyebab khusus hipertensi hanya dapat ditemukan pada 10-15% penderita.
Penyebab yang bersifat individu untuk penderita. Penderita-penderita yang tidak diketahui
penyebabnya disebut penderita hipertensi esensial. Umumnya peningkatan tekanan darah ini
disertai penigkatan umum resistensi darah untuk mengalir melalui arterioli,dengan curah
jantung yang normal. Peningkatanntekanan darah biasanya disebabkan kombinasi berbagai
kelainan(multifaktorial). Bukti-bukti epidermiologik menunjukkan adanya faktor keturuna,
ketegangan jiwa, faktor lingkungan dan makanan mungkin sebagai kontributor
berkembangnya hipertensi.

Anti Hipertensi

Obat yang dipergunakan untuk menurunkan tekanan darah

Obat Antihipertensi dibedakan:

1. Diuretik

2. Beta bloker

3. Alfa bloker
4. Ca antagonist

5. Penghambat ACE

6. Penghambat saraf sentral

7. Vasodilator

AGEN RESPIRATORIK

Pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen, pengeluaran
karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Manusia dalam bernapas menghirup
oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan. Respirasi dapat
dibedakan atas dua jenis, yaitu :

a. Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan
udara.

b. Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel
tubuh.

Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan
dua cara pernapasan, yaitu :

1. Pernapasan dada

 Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut.

 Tulang rusuk terangkat ke atas

 Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil
sehingga udara masuk ke dalam badan.

2. Pernapasan perut

 Otot difragma pada perut mengalami kontraksi

 Diafragma datar

 Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada dada
mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.

Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh
bekerja berat maka oksigen atau O¬2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan bisa
sampai 10 hingga 15 kali lipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan
mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapai 100 mmHg dengan 19 cc
oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter air raksa
dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc
di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2 yang
dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan darah.

Saluran pernapasan terdiri dari cabang-cabang saluran dari lingkungan sampai ke paru-paru
(rongga hidung dan nasal, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, dan paru-paru). Fungsi
sistem pernapasan adalah mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan
untuk mentranspor karbondioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer.

Saluran pernapasan dibagi dalam 2 golongan utama:

1. saluran pernapasan atas, terdiri dari lobang hidung, rongga hidung, faring, laring

2. saluran pernafasan bawah terdiri dari trachea, bronchi, bronchiolus, alveoli dan membran
alveouler – kapiler

Ventilasi dan respirasi adalah dua istilah yang berbeda dan tidak boleh ditukar pemakaiannya.
Ventilasi adalah pergerakan udara dari atmosfer melalui saluran pernapasan atas dan bawah
menuju alveoli. Respirasi adalah proses dimana terjadi pertukaran gas pada membran alveolar
kapiler.

Infeksi saluran pernafasan adalah infeksi yang mengenai bagian manapun saluran pernafasan,
mulai dari hidung, telinga tengah, faring, laring (bronkus bronkeolus) dan paru-paru.

Adapun faktor-faktor dalam proses respirasi yaitu :

1. Tekanan intrapleura yang menahan paru-paru tetap berkontak dengan dinding toraks.

2. Jaringan elastik dalam paru-paru yang bertanggung jawab terhadap kecenderungannya


untuk menjauh dari dinding toraks dan mengempis.

3. Tekanan intra-alveolar yang merupakan tekanan di dalam paru-paru.

4. Surfaktan adalah sejenis lipoprotein yang disekresi oleh sel-sel epitel dalam alveoli
paru. Dimana surfaktan mengurangi tegangan permukaan cairan yang menurunkan
kecenderungan pengempisan alveoli.

5. Komplians yang merupakan suatu ukuran peningkatan volume paru yang dihasilkan
setiap unit perubahan dalam tekanan intra-alveolar.

6. Pneumotoraks merupakan kondisi dimana udara berada di dalam dada.

7. Atalektasis merupakan proses pengempisan paru-paru.

Masalah-Masalah Sistem Pernapasan


Beberapa masalah yang sering terjadi dalam sistem pernapasan, antara lain hipoksia,
hiperkapnia, hipokapnia, asfisia, penyakit pulmonar obstruktif menahun, kanker paru,
tuberkolosis, dan pneumonia. Dalam proses bernapas terdapat beberapa masalah,
yaitu (Sloane, E., 2003) :

Hipoksia adalah defisiensi oksigen, yaitu kondisi berkurangnya kadar oksigen


dibandingkan kadar normalnya secara fisiologis dalam jaringan dan organ.

Hiperkapnia adalah peningkatan kadar CO2 dalam cairan tubuh dan sering disertai
dengan hipoksia. Dimana jika kadar CO2 berlebih dapat meningkatkan respirasi dan
konsentrasi ion hidrogen yang akan menyebabkan asidosis (kadar asam berlebih).

Hipokapnia adalah penurunan kadar CO2¬ dalam darah. Dimana jika terjadi
penurunan kadar CO2¬ dapat menyebabkan terjadinya alkalosis (jumlah bikarbonat
berlebih) dalam cairan tubuh.

Asfisia (sufokasi) adalah suatu kondisi hipoksia dan hiperkapnia yang diakibatkan
ketidakcukupan ventilasi pulmonar.

Penyakit pulmonar obstruktif menahun (PPOM) adalah kelompok penyakit yang


meliputi asma, bronkitis kronik, dan emfisema, juga kelompok penyakit industrial
seperti asbestosis, silikosis, dan black lung.

Kanker paru (karsinoma pulmonar) sering dikaitkan dengan merokok tetapi dapat juga
terjadi pada orang yang tidak merokok.

Tuberkolosis adalah penyakit yang disebabkan bakteri yang dapat mempengaruhi


semua jaringan tubuh, tapi paling umum terlokalisasi di paru-paru.

Pneumonia adalah proses inflamasi infeksius akut yang mengakibatkan alveoli penuh
terisi cairan. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, protozoa, virus, atau
zat kimia.

PENGGOLONGAN OBAT SISTEM PERNAFASAN

Antitusif
 Antitusif bekerja menghentikan batuk secara langsung dengan menekan refleks batuk
pada sistem saraf pusat di otak. Dengan demikian tidak sesuai digunakan pada kasus
batuk yang disertai dengan dahak kental, sebab justru akan menyebabkan dahak sulit
dikeluarkan.
Ekspektoran
 Golongan ini tidak menekan refleks batuk, melainkan bekerja dengan mengencerkan
dahak sehingga lebih mudah mudah dikeluarkan. Dengan demikian tidak rasional jika
digunakan pada kasus batuk kering, sebab hanya akan membebani tubuh dengan efek
samping. Obat golongan ini harus digunakan secara hati-hati pada penderita tukak
lambung.
Antihistamin
 Golongan kedua ini merupakan kelompok CTM (chlor-trimeton) dan kawan-kawan.
Di kemasan obat, ia lebih sering tampil bergaya dengan nama panjangnya,
klorfeniramin maleat. Ketiganya setali tiga uang.
Histamin
 Histamin sendiri merupakan substansi yang diproduksi oleh tubuh sebagai mekanisme
alami untuk mempertahankan diri atas adanya benda asing. Adanya histamin ini
menyebabkan hidung kita berair dan terasa gatal, yang biasanya dikuti oleh bersin-
bersin.Selain berfungsi melawan alergi, antihistamin juga punya aktivitas menekan
refleks batuk, terutama difenhidramin dan doksilamin. Sayangnya, obat golongan ini
bisa menyebabkan Anda mengantuk pada saat rapat.
Dekongestan
 Di antara beberapa jenis dekongestan, PPA (phenyl propanolamine) merupakan obat
yang paling banyak diributkan setelah Ditjen POM (Sekarang Badan POM) menarik
obat-obat flu yang mengandung PPA lebih dari 15 mg. Di Amerika Serikat, obat ini
selain dipakai di dalam obat flu dan batuk, juga digunakan sebagai obat penekan nafsu
makan yang dijual bebas. Dalam dosis tinggi, PPA bisa meningkatkan tekanan darah.
Jika digunakan terus-menerus, dapat memicu serangan stroke. Untuk mencegah efek
buruk inilah, Dirjen POM membuat kebijakan membatasi PPA di dalam obat flu dan
obat batuk, maksimal 15 mg per takaran.

OBAT SALURAN PERNAPASAN

1. Antihistaminika
Semua antihistamin memberikan manfaat potensial pada terapi alergi nasal, rhinitis alergik.
Sifat antikolinergik pada kebanyakan antihistamiin menyebabkan mulut kering dan
pengurangan sekresi, membuat zat ini berguna untuk mengobati rhinitis yang ditimbulkan
oleh flu. Antihistamin juga mengurangi rasa gatal pada hidung yang menyebabkan penderita
bersin banyak obat-obat flu yang dapat dibeli bebas mengandung antihistamin, yang dapat
menimbulkan rasa mengantuk.

2. Mukolitik
Mukolitik bekerja sebagai deterjen dengan mencairkan dan mengencerkan secret
mukosayang kental sehingga dapat dikeluarkan. Efek samping yang paling sering terjadi
adalah mual dan muntah, maka penderita tukak lambung perlu waspada. Wanita hamil dan
selama laktasi boleh menggunakan obat ini. Contoh obat : ambroxol, bromheksin.

3. Inhalasi

Inhalasi adalah suatu cara penggunaan adrenergika dan kortikosteroida yang memberikan
beberapa keuntungan dibandingkan pengobatan per oral. Efeknya lebih cepat, dosisnya jauh
lebih rendah dan tidak diresorpsi ke dalam darah sehingga resiko efek sampingnya ringan
sekali. Dalam sediaan inhalasi, obat dihisap sebagai aerosol (nebuhaler) atau sebagai serbuk
halusv (turbuhaler). Inhalasi dilakukan 3-4 kali sehari 2 semprotan, sebaiknya pada saat-saat
tertentu, seperti sebelum atau sesudah mengelularkan ternaga, setelah bersentuhan dengan
zat-zat yang merangsang (asap rokok, kabut, alergan, dan saat sesak napas).

Contoh obat :

minyak angin (aromatis), Metaproterenol

4. Kromoglikat

Kromoglikat sangat efektif sebagai obat pencegah serangan asma dan bronchitis yang bersifat
alergis, serta konjungtivitis atau rhinitis alergica dan alergi akibat bahan makanan. Efek
samping berupa rangsangan lokal pada selaput lender tenggorok dan trachea, dengan gejala
perasaan kering, batuk-batuk, kadang-kadang kejang bronchi dan serangan asma selewat.
Wanita hamil dapat menggunakan obat ini.

Contoh obat : Natrium kromoglikat dipakai untuk pengobatan, pencegahan pada asma
bronchial dan tidak dipakai untuk serangan asma akut. Metode pemberiannya adalah secara
inhalasi dan obat ini dapat dipakai bersama dengan adrenergic beta dan derivate santin. Obai
ini tidak boleh dihentikan secara mendadak karena dapat menimbulkan serangan asma.

5. Kortikosteroid

Kortikosteroid berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti peradangan dan gatal-gatal.


Penggunaannya terutama bermanfaat pada serangan asma akibat infeksi virus, selian itu juga
pada infeksi bakteri untuk melawan reaksi peradangan. Untuk mengurangi hiperreaktivitas
bronchi, zat-zat ini dapat diberikan per inhalasi atau peroral. Penggunaan oral untuk jangka
waktu lama hendaknya dihindari, karena menekan fungsi anak ginjal dan dapat
mengakibatkan osteoporosis.

Contoh obat : hidrokortison, deksamethason, beklometason, budesonid.

6. Antiasma dan Bronkodilator

Terdapat bersama kofein pada daun teh dan memiliki sejumlah khasiat antara lain spamolitis
terhadap otot polos khususnya pada bronchi, menstimuli jantung dan mendilatasinya serta
menstimulasi SSP dan pernapasan. Reabsorpsi nya di usus tidak teratur. Efek sampingnya
yang terpenting berupa mual dan muntah baik pada penggunaan oral maupun parienteral.
Pada overdosis terjadi efek sentral (sukar tidur, tremor, dan kompulsi) serta gangguan
pernapasan juga efek kardiovaskuler.

Contoh Obat : teofilin

7. Obat-obat batuk

Antitussiva (L . tussis = batuk) digunakan untuk pengobatan batuk sebagai gejala dan dapat
di bagi dalam sejumlah kelompok dengan mekanisme kerja yang sangat beraneka ragam,
yaitu :
Zat pelunak batuk (emolliensia, L . mollis = lunak ), yang memperlunak rangsangan
batuk, melumas tenggorokan agar tidak kering, dan melunakkan mukosa yang
teriritasi. Banyak digunakan syrup (thyme dan althea), zat-zat lender (infus carrageen)
Ekspoktoransia (L . ex = keluar, pectus = dada) : minyak terbang, gualakol, radix
ipeca (dalam tablet / pelvis doveri) dan ammonium klorida (dalam obat batuk hitam)
zat-zat ini memperbanyak produksi dahak ( yang encer). Sehingga mempermudah
pengeluarannya dengan batuk.
Mukolotika : asetilsistein, mesna, bromheksin, dan ambroksol, zat-zat ini berdaya
merombak dan melarutkan dahak ( L . mucus = lender, lysis = melarutkan), sehingga
viskositasnya dikunrangi dan pengeluarannya dipermudah.
Zat pereda : kodein, naskapin, dekstometorfan, dan pentoksiverin (tucklase), obat-
obat dengan kerja sentral ini ampuh sekali pada batuk kering yang mengelitik.
Antihistaminika : prometazin, oksomomazin, difenhidramin, dan alklorfeniaramin.
Obat ini dapat menekan perasaan mengelitik di tenggorokan.
Anastetika local : pentoksiverin. Obat ini menghambat penerusan rangsangan batuk
ke pusat batuk.

Penggolongan lain dari antitussiva menurut titik kerjanya, yaitu :

1. Zat-zat sentral SSP

Menekan rangsangan batuk di pusat batuk (modula), dan mungkin juga bekerja terhadap
pusat saraf lebih tinggi (di otak) dengan efek menenangkan.

 Zat adiktif : doveri , kodein, hidrokodon dan normetadon.


 Zat nonadiktif : noskopin, dekstrometorfan, pentosiverin.

2. Zat-zat perifer di luar SSP

Emollionsia, ekspektoransia, mukolitika, anestetika local dan zat-zat pereda.

DAFTAR PUSTAKA

Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R.1996.farmakologi, pendekatan proses


keperawatan.Jakarta:EGC.

Purwanto, SL dan Istiantoro, Yati. 1992. DOI(Data Obat DiIndonesia). Jakarta: PT.
Grafindian Jaya.

Katzung, Bertram G.2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
AGEN-AGEN ANTRINEOPLASTIK, ENDOKRIN, DAN
GASTROINTESTINAL

A. OBAT ANTINEOPLASTIK

Agen antineoplastic adalah obat yang mencegah, membunuh atau menghambat


pertumbuhan dan penyebaran sel kanker.

Tujuan pemberian antikanker (kemoterapi) pada seorang pasien bisa untuk:

 Kuratif: untuk memperoleh remisi komplit dan menyembuhkan pasien, misalnya


pada penderita Hodgkin
 Paliatif: untuk mengurangi gejala tetapi dengan hanya sedikit harapan untuk
memperoleh remisi komplit atau kesembuhan (misalnya kanker esofagus, dimana
kemoterapi digunakan untuk mengurangi disfagia).
 Ajuvan: untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan atau untuk
memperpanjang masa survival bebas-penyakit tanpa ada kanker yang terdeteksi,
tetapi dicurigai ada sejumlah sel kanker subklinis (mis kemoterapi pada kanker
payudara atau kanker kolorektal sesudah reseksi bedah).

1. BAHAN BAHAN PENGALKILASI


Bahan bahan pengakilasi kemoterapeutik semuanya memiliki sifat menjadi
elektrofil kuat melalui pembentukan senyawa antara ion karbonium atau kompleks
transisi dengan molekul target. Reaksi reaksi ini menghasilkan pembentukan ikatan
kofalen melalui afilasi berbagai kubus nukleofilik seperti gugus fosfat, amino,
sulfhidril, hidroksil, karboksil, dan imidazel. Efek efek kemoterapeutik dan sitotoksik
berhubungan langsung dengan alfilasi DNA.

Mustar Nitrogen
Mustar nitrogen memliki sifat vesikan kuat merusak vena jika digunakan
berulang dan menimbulkan ulserasi jika terjadi ektrafasasi. Penggunaaan mustar
nitrogen secara topical adalah pengobatan yang efektif untuk neoplasma kulit seperti
mikosis fungoides. Sebagia besar bahan pengakilasi penyebabkna alopesia
(kerontokan rambut).
Mekloretamin, mustar nitrogen pertama yang diperkenalkan dalam pegobatan
klinis merupakan obat yang paling reaktif diantara obat-obat pada golongan ini. Obat
ini diberikan melalui injeksi dan dipengaruhi oleh Ph.
Mekloretamin mengalami perubahan kimia dengan cepat dan bergabung
dengan air atau molekul nukleofilik pada sel. Obat ini diberikan melalui bolus
intravena dengan dosis 6 Mg/M2 pada hari ke satu dan delapan dalam siklus 28 hari
setiap rankaian pengobatan.
Manifestasi toksik akut utama mekloramin adalah mual, muntah dan
lakrimasi juga mielosupresi. Mustar nitrogen memblok fungsi refroduksi dan dapat
menyebabkan menstruasi yang tidak teratur atau menopause dini pada wanita dan
oligospermia pada pria. Obat ini tidak boleh digunakan pada trimester pertama
kehamilan dan harus diberikan hati-hati pada tahap kehamilan yang lebih lanjut dan
menyusui harus dihentikan. Reaksi local terhadap ekstravasasi mekloretamin
kejaringan subkutan menyebabkann pengerasan dan pembengkakan yang parah dan
nyeri jika ditekan serta dapat berlangsung lama.

Siklofosfamid

Siklofosfamid, memiliki beberapa perbedaan penting. Trombositopenia tidak


terlalu parah, sedangkan alopesia jelas. Tidak ada manifestasi SSP akut parah atau
tertunda baik pada regimen dosis konvensional atau pada regimen dosis tinggi namun
mual, muntah dapat terjadi. Obat ini tidak melepuhkan kulit, tidak menimbulkan
iritasi local dan kulit.
Obat ini diabsorpsi dengan baik secara oral. Siklofosfamid dalam bentuk tidak
berubah ditemukan kembali dalam jumlah minimal di urin dan feses setelah
pemberian intravena. Konsentrasi maksimal dalam plasma tercapai 1 jam setelah
pemberian oral dan waktu paruhnya dalam plasma sekitar 7 jam.
Siklofosfamid diberikan secara oral dan intravena. Dosis yang dianjurkan
sangat bervariasi. Sebagai senyawa tunggal dosis harian tunggal 10Mg/m2 untuk 14
hari telah dianjurkan untuk pasien-pasien dengan neoplasma yang lebih rentan seperti
limpoma dan leukemia kronis. Dosis lebih tinggi sebesar 500 mg/ m2 secara intraven
setiap 3 hingga 4 minggu dalam kombinasi dengan obat lain sering diberikan dalam
pengobatan kanker payudara dan limpoma. Pada regimen-regimen yang dihubungkan
dengan penyelamatan sumsum ulang, siklosfamid dapat diberikan dalam dosis 5-7
G/m2 selama periode per hari.
Ulserasi gastrointestinal, sistitis (diatasi dengan mesna atau diuresis) dan yang
tidak terlalu umum, toksisitas paru-paru, ginjal, hati, dan jantung terjadi setelah terapi
dosis tinggi. Toksisitas kilinis mual dan muntah, mieklosupresi disertai pengosongan
platelet, dan alopesia lain terjadi pada hampir semua regimen yang menggunakan
siklofefamid. Ulserasi mukosa dan fibrosis pulmonal interstisial dapat ditimbulkan
oleh obat ini.
 Ifosfamid, dalah suatu analog siklofosfamid diaktifkan oleh hidroksillasi cincin
dihati toksisitas parah pada saluran urin membatasi penggunaan obat ini.
Ifosfamid diijinkan untuk digunakan dalam kombinasi dengan obat-obat lain
untuk kanker testis sel benih dan mengobatii saroma pada anak dan dewasa.
Ifosfofamid diberikan melalui invus intravena selama sedikitnya 30 menit
dalam dosis 1,2 g/m2 per hari selam allima hari. Siklus pengobatan biasanya
diulang setiap sampai 4 minggu. Ifosfamis memiliki waktu paruh plasma
sekitar 15 jam setelah pemberian dosis 3,8-5,0 g/m2 dan waktu paruh yang
lebih singkat pada dosis yang lebih rendah.
 Melfalan, merupakan obat yang tidak melepuhkan kulit. Jika diberikan secara
oral, tidak seluruhnya tidal diabsorbsi 20% sampai 50% obat ini di te mukan
dalam feses. Obat ini memiliki waktu paruh plasma sekitar 45-90 menit. Dosis
lazim oral untuk multipelmieloma adalah 6 mg/hari untuk periode 2-3 minggu.
Jika bilangan leokosit dan bilangan platelet meningkat, terapi pemeliharaan
dimulai, biasanya 2 hingga 4 mg /hari. Untuk hasil optimal bilangan leokosit
total dalam rentan 2500-3500 sel/mm3 umumnya perlu di pertahankan. Dosis
lazim intavena adalah 16 mg/m2 diinfuskan selama 15-20 menit. Penyesuaian
dosis harus dipertimbangkan berdasarkan sel darah dan pada pasien dengan
gangguan ginjal. Toksisitas klinik mlfalan sebagian besar bersifat hematologis.
Mua dan muntah jarang terjadi.
 Klorambosil, efeknya mirip dengan yang teramati pada mustar nitrogen
meskipun efek samping SSP dapat terjadi, hal ini terjadi pada dosis tinggi.
Mual dan muntah dapa disebabkan oleh dosis oral tunggal sebesar 20mg atau
lebih. Waktu paruh plasma mendekati 1,5 jam dan dimertabolisme hampir
seluruhnya. Dosis awalan harian standar adalah 0,-1-0,2 mg/kg, dilanjutkan
selama paling sedikit 3 sampai 6 minggu. Dosis harian total biasanya 4-10mg
diberikan satu kali. Dosis dikurangi jika terjadi penurunan najam pada bilangan
leukosit total periper atau ada perbaikan klinis. Pada dosis ini kllorambusil
adalah mustar nitrogen yang keranya paling lambat. Pada leukemia limfositik
kronis klorombusil diberikan secara oral selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun hingga mencapai efeknya secara bertahap dan serimh tanpa disertai
tosisitas pada sumsum tulang yang dapat sangat membahayakan.

Etilenimin dan Metilmelamin (trietoilenemelamin (TEM), tiotepa (Trietilen


tiofosforamid), dan altretamin (hesametilmelamin; HMM))

Golongan obat ini digunakan untuk penggunaan husus. Tiotepa aktif


sbagai obat intravesikoler pada kanker kandung kemih. Altretamin digunakan
pada pasien kanker ovarium stadium lanjut setelah terapi pilihan pertama
gagal. Teotepa yang pengubahannya berlangsung cepat oleh oksigenase fungsi
– campuran di hati. Senyawa tiotepa ini memiliki waktu paruh plasma 1,2-2
jam. Jika dibandingkan dengan waktu paruh TEPA yaitu 3-24 jam

2.ANTIMETABOLIT

Analog Asam Folat


 Metoreksat, merupakan senyawa pertama yang dapat mnyembuhan suatu
tumor solid yaitu koriokarsinoma.Metatreksat memberikan dorongan yang
besar terhadap kemoterapi kanker. Obat-obat baru ini memiliki kapasitas yang
lebih besar untuk diangkut ke sel-sel tumor. Metotreksat menghambat reaksi-
reaksi imun yang diperantarai- sel dan digunakan sebagai suatu zat
imunosuprosif. Efek toksik utama dan antagonis folat lain yang digunakan
dalam kemoterapi kanker terjadi pada sel-sel yang membelah dengan cepat
pada sumsum tulang dan epitelium gastrointestinal. Metrotetsat dapat
menyebabkan pneumonitis etiologi belum jelas apakah merupakan energy.
Obat ini diabsorpsi dengan mudah dri saluran gastrointestinal pada dosis
kurang dari 25mg/m2, tetapi dosis yang lebih tinggi diabsorpsi tidak sempurna
dan dierikan secara rutin melalui intravena. Kosentrasi puncak dalam plasma 1-
10 µM dicapai setelah pemberian dosis 25 – 10 mg/m2. Fase distribui cepat
diikuti dengan fase kedua, yang menunjukan keersihan ginjal sekitar 2- 3 jam.
Fase ke 3 memiliki waktu sekitar 8- 10 jam, jika sangat diperlama oleh
kegagalan ginjal, mungkin bertanggung jawab atas efek-efek toksik utam aobat
terhadap sumsum tulang dan saluran gastrointestinal. Obat ini diberikan secara
oral dan intravena.

Analog pirimidin

Obat-obat dalam kelompok ini telah digunakan pada pengobatan


berbagai penyakit, termasuk penyakit neoplastic, psoriasis dan infeksi yang
disebabkan oleh jamur dan virus yang memiliki DNA.

 Flourourasil dan Floksuridin. Flourourasil, obat ini menghasilkan respon


persial pada 10% – 20 % pasien karsinoma, metastasis pada payudara dan
saluran gastrointestinal. Floksuridin, digunakan melalui invus kontinu ke
dalam arteri hati untuk pengobatan karsinoma metastasis. Fluorasil adalah
pensensitisasi radiasi yang kuat dan kini digunakan dengan radio trapi secara
bersamaan untuk terapi utama tumor-tumor local stadium lanjut pada kepala
dan leher, esophagus, paru-paru, dan rectum.
 Sitarabin (sitosin arabinosida), sitarabin adalah antimetabolik paling penting
yang digunakan dalam terapi leukemia mielositik akut dan paling efektif untuk
menginduksi penyakit ini.
 Gemsitabin, adalah antimetabolik paling penting yang digunakan di klinik
selama beberapa tahun terakir. Dan merupakan pilihan pertama untuk pasien
yang mengalami kaner pancreas metastasis dan kanker paru

Analog Purin

Beberapa obat ini tidak hanya digunakan pada pengobatan penyakit kanker(
merkaptopuri, tioguanin).
 Merkaptopurin, digunakan dalam terapi pemeliharaan leukemia limfositik
akut. Absorbsi merkaptopurin tidak sempurna jika penggunaan secara oral.
 Tioguanin, obat ini khususnya bermanfaat dalam pengobatan leukemia
granulositik akut jika diberikan bersama dengan sitarabin .

3. PRODUK ALAM

Antibiotik
 Aktinomisin D
Aktinomisin adalah kromopeptida dan sebagian besar di antaranya
mengandung kromofor yang sama yaitu aktinosin, fenoksazon, flanar, yang
bertanggung jawab atas adanya warna kuning-merah pada senyawa senyawa
ini. Aktinomisisn menghambat sel sel normal dan neoplastic yang
berproliferasi dengan cepat dan termasuk antara oat obat anti tumor paling
potensial.
 Daunnorubisin, doksorubisin, idarubisin
Oabt ini termasuk oabt obat anti tumor yang paling penting. Obat ini
dihasilkan oleh jamur streptococcus paucetius var.

Enzim

 L- Asparaginase, jaringan neopastik tertentu, termasuk sel sel leukemia


limpoblastik akut, membutuhkan asam amino ini dari luar tubuh. Obat ini
biasanya digunakan dalam kombinasi dengan metotreksat, doksorubisin,
pinkristin, dan predmison untuk pengobatan leukemia limpoblastik akut.

B. AGEN ENDOKRIN

Kelenjar Pituitari

Anterior
Kelenjar pituitari (hipofisis) memiliki lobus anterior dan posterior. kelenjar
pituitari anterior, disebut adenohipoflsis, mensekresikan berbagai hormon yang
ditargetkan terhadap kelenjar dan jaringan:
1 Growth hormone (GH), yang merangsang pertumbuhan jaringan dan tulang;
2 thyroid stimulating hormone (TSH), yang bekerja terhadap kelenjar tiroid;
3 hormon adrenokortikotropik (ACTH), yang merangsang kelenjar adrenal, dan
4 gonadotropin (follicle stimulating hormone [FSHI dan luteinizing hormone,
yang mempengaruhi ovarium. Obat-Obat yang memiliki sifat adrenohipofisis
dipakai untuk merangsang atau menghambat aktivitas kelenjar akan dibahas
sesuai dengan pemakaiannya. Sistem umpan balik negatif yang mengontrol
jumlah sekresi hormonal dan kelenjar pituitari dan kelenjar.

Growth Hormone

GH tidak memiiki kelenjar target khusus; hormon ini mempengaruhi jaringan


tubuh dan tulang. Penggantian GH merangsang pertumbuhan linear bila ada defisiensi
growth hormone.

Jika tinggi anak jauh di bawah standar untuk umurnya, defisiensi GH bisa
menjadi diagnosanya dan akan menyebabkan dwarfisme. Karena GH bekerja pada
tulang yang baru dibentuk, hormon ini penting. Terapi GH yang memanjang dapat
Manahan sekresi insulin dan akhirnya akan menyebabkan diabetes mellitus, karena
efeknya terhadap gula darah dan efek samping yang lain, atlet harus dinasehati untuk
tidak memakai GH untuk membentuk otot dan fisik.

Gigantisme (selama masa kanak-kanak) dan akromegali (setelah pubertas)


dapat terjadi pada hipersekresi GH dan seringkali disebabkan oleh tumor pituitari.
Jika tumor tidak dapat dirusak dengan radiasi, maka bromokriptin, suatu prolactin
release inhibitor, dapat menghambat pelepasan GH dari pituitari.

Hormon Adrenokortikotropik

Sekresi hormone adrenokrotikotropik (ACTH) merangsang pelepasan


glukokotikoid (kortisol), minealokortikoid (aldosterone) dan androgen dari korteks
adrenal (kelenjar adrenal). Obat ACTH kortikotropin dipakai untuk mendiagnsa
gangguan kelenjar adrenal, untuk mengobati indufisiensi kelenjar adrenal dan sebagai
obat antiinflamasi didalam mengobati suatu respons alergi.
a. Farmakokinetik
Kortikotropin merangsang kelenjar adrenal untuk mensekresikan kortikosteroid. Obat
dalam bentuk gel dan cair mudah diabsorbsi ke dalam sirkulasi. Sebagan obat ini
terikat pada protein; tetapi persentasena tidak diketahui. Waktu paruh obat ini adalah
15 sampai 20 menit dan diekresikan melalui urin.

b. Farmakodinamik
Kortikotropin menekan respons imun dan inflamasi. Obat ini diberikan secara
intramuscular atau intravena yang lebih cepat dari obat yang berbentuk gel dan diberi
tambahan Zn. Awitan kerja, waktu konsentrasi puncak dan lama kerja diperpanjang.
c. Interaksi obat
Kortikotropin banyak memiliki interaksi obat. Diuretik dan penisilin anti-
pseudomonas seperi piperasilin dapat menurunkan kadar kalium

Interaksl Obat
Kortikotropin banyak memiliki interaksi obat. Diuretik dan penisilin anti-
Pseudomonas seperti piperasilin dapat menurunkan kadar kalium serum
(hipokalemia). Jika kiien sedang memakai digitalis dan terjadi hipokalemia, dapat
timbul keracunan digitalis. Fenitoin, rifampin, dan barbiturat mening katkan tingkat
metabolisma, yang dapat mengurangi efek obat ACTH. Penderita diabetic mungkin
perlu meningkatkan dosis insulin dan obat antidiabetik oralnya, karena ACTH
merangsang sekresi kortisol, yang mening katkan kadar gula darah.

Posterior
Kelenjar pituitari posterior, dikenal sebagai neurohipofisis, mensekresi
hormon anti liuretik (ADH, vasopresin) dan oksitosin. (Oksitosin dibahas dalam Bab
38.) ADH meningkatkan reabsorpsi air dan tubulus ginjal untuk menjaga
keseimbangan air dalam cairan tubuh. Jika ada defisiensi. ADH, sejumlah besar air
diekskresi oleh ginjal. Keadaan ini, diabetes insipidus (Dl),dapat menyebabkan
kekurangan volume cairan berat dan ketidakseimbangan elektrolit. Cedera otak dan
tumor otak yang mencederai hipota1amus dan kelenjar pituitari dapat juga
menyebabkan kekurangan volume cairan berat ketidak seimangan elektrolit.
Kelenjar Tiroid
Tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) disekresikan oleh kelenjar tiroid. Jika ada
defisiensi tiròid (hipotiroidisme), T4 dan T3 buatan boleh diberikan, baik secara
tersendiri atau dalam bentuk gabungan. Jika kelenjar tiroid mensekresikan hormon-
hormon tiroid secara sangat berlebthan (hipertiroidisme), biasanya merupakan
indikasi pemberian obat antitiroid.

Farmakokinetik

Levotiroksin (T4) dan liotironin (T3) merupakan hormon tiroid sintetik.


Lima puluh sampai 75 persen dan levotiroksin diabsorpsi oleh mukosa
gastrointestinal, dan 90% liotironin diabsorpsi. Kedua obat ini sangat madah berikatan
dengan protein, dan bila diberikan dengan obat-obat lain yang juga mudah berik atan
dengan protein seperti obat antikoagulan dapat menimbulkan efek samping. Waktu
paruh ]evotiroksin lebih panjang dan liotironin. Levotiroksin diekskresikan ke dalam
empedu dan tinja; ekskresi liotironintidak diketahui.

Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan

Efek samping dan reaksi yang merugikan dan glukokortikoid karena dosis
tinggi atau pemakaian yang lama mencakup peningkatan gula darah, deposit lemak
yang abnormal di wajah dan tubuh (moon face, muka rembulan dan buffalo hump
penimbunan lemak di daerah suprakiavikular dan di belakang leher) dan pengecilan
ukuran ekstremitas, muscle wasting, edema, retensi natium dan air, hipertensi, euforia
atau psikosis, kulit tipis dengan pura-pura, meningkatkan tekanan intraokular
(glaukoma), tukak peptik, dan retardasi pertumbuhan. Pemakaian glukokortikoid
jangka panjang dapat menyebabkan atrofi adrenal (hilangnya fungsi kelenjar adrenal).
Jika terapi dihentikan, dosis harus diturunkan perlahan untuk membeikan kesempatan
bagi korteks adrenal memrodukikan kotisol dan kortikosteroid lain.

Interaksi obat

Glukokortikoid meningkatkan potensi obat yang dipakai secara bersama-sama,


termasuk aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid (meningkatkan risiko perdarahan
dan tukak gastrointestinal); diuretik tidak hemat kalium (HydroDiuril, Lasix)
peningkatan pelepasan kalium menyebabkan hipokalemia). Glukokortikoid dapat
menurunkan efek antikoagulan oral (warfarin (Coumadini).

Deksametason berinteraksi dengan banyak obat. Fenitoin, teofihin, rifampin,


barbiturat, dan antasid mengurangi kerja deksametason, sedangkan aspirin, NSAID,
dan estrogen meningkatkannya. Deksametason mengurangi efek antikoagulan oral
dan antidiabetik oral. Ketika obat dihentikan bersama-sama diuretik d anlatau
penisilin anti-Pseudomonas, kadar kalium serum dapat berkurang secara nyata. Dosis
insulin atau antidiabetik oral mungkin perlu ditingkatkan, karena deksametason dapat
meningkatkan kadar gula darah.

Obat Anti Diabetik


Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah
dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk
dipertahankan.

Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet. Seseorang yang
obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka
menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur.

Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati dengan obat oral.
Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka dokter kemudian
memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau menggunakan insulin.

Berikut ini pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:


1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat
pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya
adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar
gula darah dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan
meningkatkan efektivitasnya.

Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi


meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan cara
menunda penyerapan glukosa di dalam usus.

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet
dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.

Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun beberapa
penderita memerlukan 2-3 kali pemberian.
Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik,
mungkin perlu diberikan suntikan insulin.

2. Terapi Sulih Insulin


Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus
diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-
oral (ditelan).

Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini,
bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju
penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.

Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha
atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama
kerja yang berbeda:
1. Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling
sebentar.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit,
mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani
beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum
makan.
2. Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu
6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam.
Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama
sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan
sepanjang malam.
3. Insulin kerja lambat.
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa
dibawa kemana-mana.

Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung kepada:

o Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya


o Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan
dosisnya
o Aktivitas harian penderita
o Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya
o Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari insulin kerja
sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling minimal.

Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis insulin, yaitu
insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan pada saat
makan malam atau ketika hendak tidur malam.

Kontrol yang paling ketat diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan
insulin kerja sedang pada pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat
tambahan pada siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap
harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada
makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi
sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga.

Beberapa penderita mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya


sama dengan insulin yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk
antibodi terhadap insulin pengganti. Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin
sehingga penderita dengan resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya.

C. AGEN GASTROINTESTINAL

Obat-bat yang digunakan untuk terapi penyakit gastrointestinal.

1. OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM PENYAKIT ASAM PEPTIK


Asam peptik meliputi repluks gastro-esofagus, ulkus peptikum (gastrik dan
duodenal) dan jejas mukosa akibat pada kadaan semua tersabuut terjadi erosi
mukosa atau ulserasi bila efek kaustik yang ditimbulkan oleh fakto-faktor agresif
(Asam, pepsin, emped) mengalahkan faktor pertahanna mukosa saluran cerna
(sekresi mukusdanbikarbonat, prostaglandin, aliran darahdan proses restitusi dan
regenarasi paska jejas sel). Obat yang digunakan dalam kelainan asam peptik
dapat dibagi menjadi 2 golongan; agen yang menurunkan keasaman dalam
lambung dan agen yang mempertahankan mukosa.

Agen Yang Mengurangi Keasaman Dalam Lambung


 Antasid
Basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorida lambung untuk
membentuk garam dan air. Mekanisme kerja utamanya adalah menurunkan
keasaman dalam lambung, antasid juga meningkatkan mekanisme pertahanan
mukosa melalui perangsangan produksi prostaglandin oleh mukasa.
Antasid dengan dosis tunggal 156 mEq yang diberikan 1 jam setelah makan
secara efektif menetralisasi asam lambung selama hingga 2 jam.
Kandungan dari antasid ada natrium bikarbonat, kalsium karbonat, dan
magnesium hidroksida.

 Antagonis reseptor H2
Merupakan salah satu obat yang paling banyak di gunakan. Ada 4 antagonis H2
yang digunakan dalam klinis; simetidin, ranitidin, famotidin,dan nizatidin. Ke 4
agen tersebut cepat di serap di usus. Waktu paruh ke 4 agen tersebut berkisar 1-
1,4 jam namundurasi kerjanya bergantung pada dosis yang diberikan .
Antagonis H2 mengurangi sekresi asam yang dirangsang oleh histamin serta oleh
gasrtrin dan agen kalinonimetik melalui dua mekanisme. Pertama, histamin yang
dilepaskan dari sel ECL akibat perangsangan gastrin agar tidak berikatan dengan
reseptror H2 sel pariental. Kedua, perangsangan langsung sel pariental oleh
gastrin atau asetil kolin menyebabkan penurunan sekresi asam bila terjadi
blokkade reseptor H2.

Agen Mukoprotektor

Mukosa gastroduodenum telah mengembangkan sejumlah mekanisme


pertahanan untuk melindungi dirinya sendiri dari efek asam dan pepsin yang
merugikan. Prostaglandin mukosa tampaknya penting untuk merangsang sekresi
mukus dan bikarbonat serta aliran darah mukosa berbagai agen yang memperkuat
nmekanisme pertahanan mukosa ini tersedia untuk mencegah dan mengobati
kelainan asam peptik.

 Sukralfat, adalah garam sukrosa yang membentuk kompleks dengan aluminium


hidroksida tersulfasi. Memiliki kelarutan yang terbartas terurai menjadi sukrosa
sulfat (bermuatan negaatif) dan garam aluminium. Kurang dari 3 % dari
keseluruhan obat dan aluminium diserap dari salurancerna sisanya disekresi
dalam feses. Sukrosasulfat yang bermuatan negatif dipercaya berikatan dengan
protein yang bermuatan positif di dasar ulkus atau erosi sehingga membentuk
sawar fisik yang membatasi kerusakan kausrtik lebih lanjut dan merangsang
sekresi prostaglandin dan bikarbonat mukosa. Obat ini diberikan dengan dosis
sebesar 1 gr, 4 kali sehari padalambung yang kosong ( s1 jam sebelum makan).
Obat ini berikatan dengan obat lain sehingga mengganggu penyerapannya .

Analog Protaglandin

Mukosa gastrointestinal manusia menyintesis sejumlah prostaglandin yang


utama adalah prostaglandin E dan F. Misoprostol telah disetujui peggunaannya pada
berbagai penyakit gastrointestinal obat ini cepat diserap dan dimetabolisme menjadi
asam bebas dan sangat aktif secara metabolis. Waktu paruhnya kurang dari 30 menit.
Oleh sebab itu obat ini diberikan 3-4 kali sehari. Misoprostol bersifat menghambat
asam dan mukroprotektor. Prostaglandinmemiliki berbagai macamkerja lain, yang
meliputi stimulus sekresi cairan dan elektrolit usus, motilitas usus dan kontraksi
uterus. Efek samping dari obat ini adalah diare dan nyeri kram abdomen terjadi pada
10 %-20 % pasien karena misoprostol merangsang kontraksi uterus.

2. OBAT YANG MERANGSANG MOTILITAS SALURAN CERNA

Agen Kolinomimetik

Agenis kolinominetik seperti betanekol merangsang reseptor muskarinik M3


yang terdapat dalam sel otot dan pada sinap pleksus mienterikus. Penghambat
asetilkolinesterase neostignin dapat meningkatkan pengosongan lampung, usus halus
dan kolon.

Metokloramid dan Domperidon

Agen-agen ini meningkatkan ampliduto peristaltik esofagus, meningkatkan tekanan


sfinter esofagus bawah, dan meningkatkan pengosongan lambung tetapi tidak
memiliki efek terhadap motilitas usus halus dan kolon.

3. LAKTATIF
 Laktatif pembentuk massa, adalah koloid hidrofilik tercerna yang menyerap air
dan membentuk gel amolien ber masayang meregangkan kolon sehingga
merangsang peristalsis. Sediaannya meliputi produk tanaman alamiah
(psilium,metilseluslosa, dan serat sintesis (polikarbofil)).
 Agen surfaktan feses (pelunak)
Agen ini melunakan materi feses dan memudahkan air dan lipid untuk masuk
kedalamnya. Onbat ini diberikan oral atau rektal. Agen yang sering dijumpai
meliputi dokusat (oral atau anema) atau supositoriagliserin. Dokusat mencegah
konstipasi dan mencegah peregangan. Agen ini digunakan untuk mencegah
danmengobatai inpaksi fesespada anak usia muda dan dewasa yang sangat lemah.
Prnggunaan jangka panjang mengganggu penterapan vitamin ADEK.

4. OBAT YANG DIGUNAKAN PADA TERAPI SYNDROM USUS IRITABEL


IBS adalah gangguan idiopatik kronik berulang yang ditandai dengan
keluhan abdominal (nyeri, kembung, dispensi, distensi, atau kram) yang terkait
dengan perubahan kebiasaan buang air besar( diare, konstipasi, atau keduanya).
Pada terapi nyeri abdomen kronik, antidepresan terisiklik dosis remdah(
misalnya, amitriptilin atau desipramin, 10-50 mg/hari
 Antispasmodik(antiklorinegik)
Agen agen ini bekerja melalui aktivitas antikolinergik. Obat obatan yang sering
digunakan dalam kelas ini meliputi disiklomin dan hiosiamin. Agen agen ini
meredakan gejala abdominal.

Daftar Pustaka

Joyce L.Kee dan Evelyn R.Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar & Klinik. Jakarta; EGC


AGEN AGEN MATA, TELINGA DAN REPRODUKSI

 MATA
Merupakan organ indra rumit. Mata di susun dari bercak sensitive dan cahaya
prmitip pada permukaan invertebrata.Dalam selubung pelindungnya mata mempunyai
lapisan reseptor yaitu system lensa bagi pemfokusan cahaya atas reseptor dan
merupakan suatu system syaraf untuk mengantar kan impuls serta membentuk
bayangan penglihatan yang di sadari menjadi sasaran.Secara structural bola mata
bekerja seperti sebuah kamera, tetapi mekanisme yang ada tidak dapat di banding kan
dengan apapun.Lapisan syaraf yang melapis ise paruh bagian posterior bola mata
merupakan bagian dari susunan syaraf pusat yang di hubung kan melalui suatu berkas
serat syaraf yang disebut saraf optic. Lapisan fibrosa yang terletak diluar sesuai
dengan durameter yang berwarna putih keruh.Antara lapisan fibrisa luar dan retina
terdapat suatu lapisan faskuler yang berfungsi sebagai nutrisi.

Obat-obatan yang dapat digunakan pada gangguan mata :


1. Alat bantu diagnostic sering di pakai untuk menemukan tempat lesi atau ben da
asing dan untuk memberikan anastesi local pada daerah tersebut.
2. Anestesi topical di gunakan dalam aspek aspek tertentu dari pemeriksaan mata
lengkap dan pada pengangkatan benda asing dari mata.obat anastesi topical yang
paling sering di pakai adalah ropara kain hidroklorida (optain,optetik) dan
tertrakain hidroklorida (pontokain)
3. Anti infeksi sering di pakai untuk infeksi mata.Konjungtivitis (peradangan dari
membaran tipis yang menutupi bola mata dan lapisan dalam dari kelopak mata)
dan iritasi local pada kulit dan mata adalah efek samping yang mungkin di
sebabkan oleh obat antiinfeksi optic topical.
4. Lubrikan baik orang sehat mau pun sakit mungkin perlu memakai lubrican mata
klien yang sehat mengeluh mata kering memakai lubricant sebagai air mata
buatan. Lubricant juga untuk membasahi lensa kontak atau mata buatan (soflen).
Lubricant di pakai selama anestesi pada gangguan SSP akut atau menahan yang
menyebabkan penderita tidak sadar.Kebanyakan lubrican di jual bebas di jual baik
dalam bentuk cairan maupun salep. Lubricant yang terkenal adalah
isoptotears,taerisol,ultratears,natural,tearplus,lensamata,dan lacrilube.
5. Miotik, Pada glaucoma sudut terbuka,miotik di pakai untuk menurunkan tekanan
intrkular, karena ini meningkatkan aliran darah ke retina dan mengurangi
kerusakan retina serta hilangnya penglihatan. Kolinergik yang bekerja langsung
dan penghambat kolines terase adalah 2 tipe miotik berbeda dalam cara kerjannya.
Pada perinsipnya, miotik mempermudah keluarnya alqiueous humor dengan
mengangkat iris menjauhdari sud tfiltrasi.

FARMAKOKINETIK
Absorpsi sistemik mungkin terjadi tetapi jarang terjadi pada pemakaian miotik
pilokarpin mengikat jaringan mata;waktuparuhnya tidak diketahui.Metabolisme dan
pengeluaran obat ini juga belom diketahui.

FARMAKODINAMIK
Pilokarpin mengakibatkan timbulnya miosis dan mengurangi tekanan
intraokular.Awitan kerja,puncak dan lama kerja bervariasi tergantung pada dosis,Efek
yang diinginkan,bentuknya.Awitan kerja pilokarpin yang diberikan untuk membuat
miosis adalah10-30 menit,puncak kerjanya tidak diketahui,dan lamakerjanya adalah4-
8jam.Bila dipakai untuk menurunkan tekanan intraokular,pilokarpin mata memiliki
awitan kerja yanf tidak diketahui,waktu puncaknya adalah75 menit dan lamakerjanya
dari4-14jam.Dengan sistem teraupetik mata ocuserat,awitan kerja tidak
diketahui,puncaknya1,5-2jam,dan lama kerjanya7hari.
Ocusert adalah lempeng tipis yang dapat melepaskan pilokarpin perlahan
lahan.Lempeng ini digantisetiap 7hari.Klien harus memeriksa adanyal empengo cusert
pada kantong konjungtiva setiapharise belum tidur dan waktub angun pagi.Aliran
humor akueousyangt erhambat sehingga meningkatkan tekanan intraokular.

Kontraindikasi
Kontra indikasi pilokarpin adalah terlepasnya retina,melekatnya iris dengan lensa,dan
infeksimata akut.Hati hati pada klien yang memiliki keadaan
berikut:asma,hipertensi,abrasikornea,hipertiroid,penyaki tpembuluh darah
koroner,opstruksi saluranurinaria,opstruksi
salurangastrointestinal,tukak,parkinson,danbradikardi.

InteraksiObat
Epinefrin mata,timolol,lefobunolol,betaxolol,dan penghamba tanhidrase karbonik
sistemik memiliki efek tambahan untuk menurunkan tekanan
intraokular.Siklopentolak,alkaloid beladona mata,dan antidepresi bereaksi antagonis
terhadap efekteraupetik.
Pemakaian bloker andrenergik beta,seperti
betaxololhidroklorida,levobunololhidroklorida,dantimololmaleat,adalahpendekatan
terakhir untuk mengobat glaukoma sudut terbuka

Inhibitor Karbonik Anhidrase

Inhibitor karbonik anhidrase mengganggu produksi asam karbonat yang menyebabkan


berkurangnya pembentukanaqueous humor dan menurunkan tekanan intraokular .
Obat - obat ini yang dikembangkan sebagai diuretik , sekarang dipakai untuk
pengobatan jangka panjang glaukoma sudut terbuka . Obat ini hanya
direkomendasikan apabila pilokarpin , beta bloker , epinefrin dan penghambat
kolinesterase tidak bermanfaat .

Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan

Efek samping mencakup letargi , anureksia , rasa mengantuk , parestesia , depresi ,


poliuri , mual , muntah , hipokalemia dab batu ginjal . Klien sering kali menghentikan
obat karena efek samping tersebut . Obat - obat ini adalah kontraindikasi selama
trisemester pertama kehamilan.

PROSES KEPERAWATAN : INHIBITOR KARBONIK ANHIDRASE

PENGKAJIAN
 Dapatkan riwayat penyakit dan pengobatan . Pemakaian tidak boleh dilakukan
selama Trisemester pertama kehamilan .
 Periksa tanda tanda vital . Tanda vital dasar dapat dibandingkan dengan
pemeriksaan selanjutnya.
 Kaji tingkat ansietas . Gangguan mata menimbulkan kemungkinan buta dan
meningkatkan rasa cemas pada klien .

PERENCANAAN

 Klien memakai inhibitor karbonik anhidrase sesuai dengan petunjuk resep .


 Tekanan intraokular klien akan berkurang sesuai dengan nilai yang diinginkan

INTERVENSI KEPERAWATAN
 Pantau efek samping seperti letargi , Anureksia , Rasa mengantuk , poliuria , mual
dan muntah.
 Pantau elektrolit karena obat ini dapat menyebabkan hipokalemia
 Tingkatkan masukan cairan jika terdapat kontraindikasi . Catat masukan dan
keluaran cairan ; timbang berat badan setiap hari
 Jaga kebersihan mulut .

PENYULIHAN KEPADA KLIEN

 Beritahukan dan tunjukan kepada klien dan keluarganya cara pemakaian tetes dab
salep mata yang benar .
 Anjurkan memakai air mata buatan untuk "mata kering"
 Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan mulut jika mulut kering ; rekomendasikan
untuk memakai es batu atau permen karet tanpa gula .
 Beritahukan kepada klieb untuk tidak menghentikan pemakaian obat secara mendadak
. Klien sering kali menghentikan obat karena timbulnya efek samping
 Beritahukan klien perlunya pemeriksaan medis secara regular dan terus menerus .

EVALUASI
Tentukan efektifitas terapi obat dan adanya efek samping . Tekanan intraokular akan berada
dalam nilai yang diinginkan

 TELINGA
Telinga adalah indra pendengaran. Pendengaran merupakan indra
mekanoreseptor karena memberikan responter hadap getaran mekanik gelombang
suara yang terdapat di udara. Telinga menerima gelombang suara yang frekuensinya
berbeda, kemudian menghantarkan informas ipendengaran kesusunan saraf
pusat.Telinga dapat dibagi menjadi tiga bagianya itu telinga luar, telinga tengah dan
telinga dalam.
Irigrasi telinga dapat di lakukan dengan menggunakan jarum suntik 50-60-cc
(23-30-cc untuk anak anak)beberapa perawat memilih untuk melampirkan lubang
yang besar IV (intervena) kateter (dengan jarum dihapus) untuk jarum suntik untuk
arah lebih mudah fluida.dengan menggunakan metode ini, cairan yang di sedot ke
dalam jaringan suntik dan di semprotkan ke dalam liang telinga. Metode lain
menggunakan larutan IV dan tubing. Dengan konektor irigasi telinga pakai yang pas
dan ke atas telinga luar. Bila menggunakan metode ini, IV di aktifkan dan arus
influida oleh grativitas ke telinga untuk menciptakann irigasi.

Obat irigasi telinga :


1. Diuretic
2. Obat kemoterapi
3. Anti malaria
4. Obat anti inflamasi
5. Bahan kimia
6. Antibiotic aminoglikosida
7. Antibiotic lain

Kontrak indikasi :
a. Perforasi membran timpani atau resiko tidak utuh (injurie
sekunder,pembedahan,miringitomi)
b. Terjadi komplikasi sebelum irigasi
c. Temperature yang ekstrim panas dapat menyebabkan pusing,mual dan muntah

Kemungkinan komplikasi :

a. Raptur (pecah) pada membrane tympani. Kehilangan pendengaran


b. Trauma injury kanal telinga dalam
c. Vertigo,mual,nyeri dan setelah prosedur stop segera bila terjadi kemudian ulangi
lagi dan pastikan tekanan dan temperature yang cocok untuk mencegah
berulangnya gejala.

Cara Pemberian oba telinga


 REPRODUKSI

Kebutuhan Farmakologi Intranatal, Natal dan Postnatal.

Obat : zat yang dibuat bertujuan untuk mendapatkan efek pengobatan (terapi) bila
diberikan pada individu yang sakit atau memerlukan pengobatan. Obat diberikan atas
indikasi, perlu menimbang secara rasional, apakah seseorang perlu memperoleh obat.

Analgetika ( penghilang rasa nyeri ) Persalinan :

 Pethidine : berefek tenang, rileks, malas bergerak dan terasa agak mengantuk,
tetapi tetap sadar . Diberikan pada kala I persalinan ( mulai kontraksi uterus
sampai pembukaan lengkap), diberikan pada keadaan kontraksi rahim yang
terlalu kuat.
 Anestesi epidural : berefek ibu tidak merasakan sakit tanpa tidur, disuntikkan
pada rongga kosong tipis (epidural) di antara tulang punggung bagian bawah
 Entonox : campuran oksigen dan nitrous oxida
 TENS : menggunakan mesin TENS (transcutaneous Electrical Nerves
Stimulation)
 ILA (Intrathecal Labour Analgesia) : hampir mirip dengan epidural

Uterotonika : Oksitosik

 obat yang merangsang kontraksi uterus


 bekerja selektif dan banyak digunakan dalam praktek kebidanan
 Contoh : Ergonovin / ergometrin, Metilergonovin, Oksitosin, Prostaglandin
semisintetik

Penggunaan klinik oksitosik, indikasi :

1. Induksi (memacu ) partus aterm (telah cukup usia kehamilan)


2. Mengontrol perdarahan pasca persalinan
3. Menginduksi abortus terapeutik sesudah trimester I kehamilan
4. Uji oksitosin
5. Menghilangkan pembengkakan mamae

Contoh oksitosik :

1. Oxytocin / Oksitosin sintetik. Indikasi : induksi persalinan, penanganan kala III


persalinan. Sediaan : Ampul 10 iu/ml, Vial
2. Metilergometrin hidrogen maleat. Indikasi :

o Penanganan aktif kala III persalinan,


o atonia uteri (tidak adanya tegangan atau kekuatan otot) dan perdarahan post
partum,
o perdarahan dalam masa nifas,
o subinvolusi (mengecilnya kembali rahim sesudah persalinan hampir seperti
bentuk asal),
o lokiometra (pembendungan getah nifas di dalam rongga rahim).

Contoh merk dagang : methergin 0,125 mg. Sediaan : Ampul 1ml (0.2mg), Tablet
Penyakit pada sistem reproduksi dan pengobatannya
1. SIFILIS
Merupakan Penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri.
Gejala
- Luka pada bagian alat kelamin : rectum, lidah dan bibir.
- Pembengkakan getah bening pada bagian paha
- Bercak-bercak diseluruh tubuh.
- Nyeli di seluruh tubuh
Pengobatan
Dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotik secara cepat.

2. GONORE
Gejala
Keluarnya cairan seperti nanah dari saluran kelamin
Terasa panas dan sering kencing.
Penyakit ini dapat menyebabkan rasa nyeri di persendian dan mengakibatkan
kemandulan.
Dapat disembuhkan dengan penggunaan antibiotik secara cepat.

3. HERPES GENETALIS
Disebabkan oleh virus (hespes simpleks)
Gejala
Timbulnya rasa gatal atau sakit di daerah alat kelamin
Adanya luka yang terbuka atau lepuhan berair.
Herpes genetalis dapat menular melalui kontak langsung , luka yang terbuka
memudahkan virus untuk menginfeksi bagian tubuh yang lain.
Penderita penyakit ini biasanya diobati dengan “antivirus” serta vitamin untuk
menguatkan daya tahan tubuh. penderita Sebaiknya beristirahat kira-kira 2 minggu
atau hingga luka herpes mengering dan keluhan pegal-pegal mereda.

4. INFEKSI JAMUR CANDIDA

Kandida merupakan jenis jamur yang hidup pada saluran pencernaan, saluran kemih
dan genital.
Kandida albikans adalah jamur yang paling sering menginfeksi manusia.
Gejala
Munculnya rasa gatal di daerah alat kelamin terutama di malam hari.
Keluarnya cairan vagina berwarna pekat seperti keju sampai dengan keruh encer.
Pengobatan
Infeksi dapat diobati dengan obat anti jamur yang digunakan secara lokal , atau
apabila infeksi berat maka dokter akan menyarankan penggunaan antibiotika.

Daftar Pusaka

Tjay,T.H. dan Rahardja.K. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi Kelima Cetakan


Kedua.Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Joyle L kee, Evelyn R Hayes. 2000. Farmakologi. Jakarta : EGC

OBAT TRADISIONAL

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara
tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan
tradisional. (Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan).

Sejarah obat tradisional :·

Tahun 1976, merupakan awal pengembangan O.T di Indonensia dengan dibentuknya


direktorat pengawasan obat tradisional, pada direktorat pengawan obat dan makanan,
departemen kesehatan.

Lahir aturan-aturan tentang obat radisional yang dikenal dengan paket deregulasi, yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan R.I :
1. No. 179/Men.Kes/Per/VII/76, Produksi dan Distribusi Obat TradisionL

2. No. 180/Men.Kes/Per/VII/76, Wajib Daftar Obat Tradisional

3. No. 181/Men.Kes/Per/VII/76, Pembungkusan dan Penandaan Obat Tradisional.

1. Izin Edar

Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar yang
diberikan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pemberian izin edar
dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan dan
berlaku selama 5(lima) tahun. Dikecualikan dari ketentuan kewajiban memiliki izin edar
di berlakukan terhadap:

a. obat tradisional yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu gendong

b. simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan layanan
pengobatan tradisional

c. obat tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi dan
pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan.

Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu

b. dibuat dengan menerapkan CPOTB

c. memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang


diakui

d. berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau secara ilmiah,
penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan.

Kewajiban Pemegang Nomor Izin Edar

Pemegang nomor izin edar wajib melakukan pemantauan terhadap keamanan,


khasiat/manfaat, dan mutu produk yang beredar. Dalam hal terjadi ketidaksesuaian
terhadap keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk, pemegang nomor izin edar wajib
melakukan penarikan produk dari peredaran dan melaporkan kepada Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:

a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 181/Menkes/Per/VII/1976 tentang


Pembungkusan dan Penandaan Obat Tradisional

b. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 230/Menkes/IX/1976 tentang Wajib Daftar


Simplisia Impor

c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha


Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sepanjang yang mengatur
pendaftaran obat tradisional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri ini

d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 661/Menkes/Per/VII/1994 tentang Persyaratan


Obat Tradisional

e. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1297/Menkes/Per/XI/1998 tentang Peredaran


Obat Tradisional Impor.

Obat tradisional dilarang mengandung:

a. etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya
dengan pengenceran

b. bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat

c. narkotika atau psikotropika

e. dan atau bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau


berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan yang jenisnya ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makan.

Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan:

a. Intravaginal

b. tetes mata

c. parenteral

Registrasi Obat Tradisional


· Registrasi Obat Tradisional Produksi Dalam Negeri hanya dapat dilakukan oleh
Industri Obat Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional atau Usaha Mikro Obat
Tradisional yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

· Registrasi Obat Tradisional Kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak
dengan melampirkan dokumen kontrak. Obat tradisional kontrak adalah obat tradisional
yang seluruh atau sebagian tahapan pembuatan dilimpahkan kepada industri obat
tradisional atau usaha kecil obat tradisional berdasarkan kontrak.

· Registrasi Obat Tradisional Lisensi hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat
Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional penerima lisensi yang memiliki izin sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Obat tradisional lisensi adalah obat tradisional
yang seluruh tahapan pembuatan dilakukan oleh industri obat tradisional atau usaha kecil
obat tradisional di dalam negeri atas dasar lisensi.

· Registrasi Obat Tradisional Impor hanya dapat dilakukan oleh Industri Obat
Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional, atau importir obat tradisional yang mendapat
penunjukan keagenan dan hak untuk melakukan registrasi dari industri di negara asal.
Obat tradisional impor adalah obat tradisional yang seluruh proses pembuatan atau
sebagian tahapan pembuatan sampai dengan pengemasan primer dilakukan oleh industri
di luar negeri, yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesia.

· Registrasi Obat Tradisional Khusus Ekspor dilakukan oleh Industri Obat


Tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional atau Usaha Mikro Obat Tradisional yang
memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

2. Kelebihan dan Kekurangan Obat Tradisional

A. Keuntungan obat tradisonal

Kelebihan Obat Tradisional Dibandingkan obat-obat modern, memang OT/TO memiliki


beberapa kelebihan, antara lain : efek sampingnya relatif rendah, dalam suatu ramuan
dengan komponen berbeda memiliki efek saling mendukung, pada satu tanaman memiliki
lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeneratif.

1. Efek samping OT relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat
OT/TO akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu dan
cara penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuai dengan indikasi tertentu.

2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat


tradisional/komponen bioaktif tanaman obat. Dalam suatu ramuan OT umumnya terdiri
dari beberapa jenis TO yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk
mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat
setepat mungkin agar tidak menimbulkan kontra indikasi, bahkan harus dipilih jenis
ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki. Sebagai ilustrasi
dapat dicontohkan bahwa suatu formulasi terdiri dari komponen utama sebagai unsur
pokok dalam tujuan pengobatan, asisten sebagai unsur pendukung atau penunjang, ajudan
untuk membantu menguatkan efek serta pesuruh sebagai pelengkap atau penyeimbang
dalam formulasi. Setiap unsur bisa terdiri lebih dari 1 jenis TO sehingga komposisi OT
lazimnya cukup komplek.

3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi

Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu
tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder; sehingga memungkinkan
tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Efek tersebut adakalanya
saling mendukung (seperti pada herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada juga yang
seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi (sperti pada akar kelembak). Sebagai
contoh misalnya pada rimpang temu lawak (Curcuma xanthoriza) yang disebutkan
memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain : sebagai anti inflamasi (anti radang),
anti hiperlipidemia (penurun lipida darah), cholagogum (merangsang pengeluaran
produksi cairan empedu), hepatoprotektor (mencegah peradangan hati) dan juga
stomakikum (memacu nafsu makan).

4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif.


Sebagaimana diketahui bahwa pola penyakit di Indonesia (bahkan di dunia) telah
mengalami pergeseran dari penyakit infeksi (yang terjadi sekitar tahun 1970 ke bawah) ke
penyakit-penyakit metabolik degeneratif (sesudah tahun 1970 hingga sekarang).. Yang
termasuk penyakit metabolik antara lain : diabetes (kecing manis), hiperlipidemia
(kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal dan hepatitis; sedangkan penyakit degeneratif
diantaranya : rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung),
haemorrhoid (ambaien/wasir) dan pikun (Lost of memory).
B. Kelemahan obat tradisonal

Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki beberapa kelemahan
yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional (termasuk dalam
upaya agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan
tersebut antara lain : efek farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan
bersifat higroskopis serta volumines, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar
berbagai jenis mikroorganisme. Menyadari akan hal ini maka pada upaya pengembangan
OT ditempuh berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan
bentuk OT yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggung jawabkan
secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok obat fitoterapi atau
fitofarmaka Akan tetapi untuk melaju sampai ke produk fitofarmaka, tentu melalui
beberapa tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan
mengatasi berbagai kelemahan tersebut.

Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena rendahnya kadar senyawa aktif dalam
bahan obat alam serta kompleknya zat balast/senyawa banar yang umum terdapat pada
tanaman. Hal ini bisa diupayakan dengan ekstrak terpurifikasi, yaitu suatu hasil ekstraksi
selektif yang hanya menyari senyawa-senyawa yang berguna dan membatasi sekecil
mungkin zat balast yang ikut tersari.

3. Cara Produksi Obat Tradisional Yang Baik

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang
menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk
yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi
dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Penerapan
CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu
yang diakui dunia internasional. Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan
dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat
dicapai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah bagi produk obat
tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di
pasar dalam negeri maupun internasional.

· Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam CPOTB adalah:


1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan,bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau campuran
daribahan tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk
pengobatanberdasarkan pengalaman.

2. Bahan awal adalah bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam
pembuatan suatu produk obat tradisional.

3. Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan lainnya,
baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun yang tidak
berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional,walaupun tidak semua bahan
tersebut masih terdapat didalam produk ruahan.

4. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan
yang dikeringkan.

5. Bahan pengemas adalah semua bahan yang digunakan untuk pengemasan produk
ruahan untuk menghasilkan produk jadi.

6. Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan satu atau
lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan.

7. Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai diolah yang
masih memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi produk jadi.

8. Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan obat
tradisional.

9. Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi pengadaan bahan awal
termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan, pengawasan mutu sampai
diperoleh produk jadi yang siap untuk didistribusikan.

10. Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal
termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk
menghasilkan produk jadi.

11. Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari penimbangan bahan baku
sampai dengan dihasilkannya produk ruahan.
12. Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi etiket dan atau
kegiatan lain yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi.

13. Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan
dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi, termasuk pemeriksaan dan pengujian
yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan dalam rangka menjamin bahwa produk
akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.

14. Pengawasan mutu (quality control) adalah semua upaya pemeriksaan dan pengujian
selama pembuatan untuk menjamin agar obat tradisional yangdihasilkan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.

15. Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin kebersihan sarana
pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang ditangani.

16. Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang formula, prosedur, perintah dan catatan
tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembuatan obat tradisional.

17. Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, perlengkapan, prosedur kegiatan yang digunakan dalam pembuatan obat
tradisional senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.

18. Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai dari
pengadaan bahan sampai dengan pengemasan dan penetapan tindakan perbaikan yang
dilakukan oleh semua personal industri obat tradisional sehingga seluruh aspek
pembuatan obat tradisional dalam industri obat tradisional tersebut selalu memenuhi
CPOTB.

19. Bets adalah sejumlah produk obat tradisional yang diproduksi dalam satu siklus
pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.

20. Lot adalah bagian tertentu dari suatu bets yang memiliki sifat dan mutu yang seragam
dalam batas yang telah ditetapkan.

21. Kalibrasi adalah kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu instrumen agar
memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar yang diakui.
22. Karantina adalah status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara fisik
maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau penolakan untuk
diproses, dikemas atau didistribusikan.

23. Nomor bets atau nomor lot adalah suatu rancangan nomor dan atau huruf yang
menjadi tanda riwayat suatu bets atau lot secara lengkap, termasuk pemeriksaan mutu dan
pendistribusiannya.

24. Diluluskan (released) adalah status bahan atau produk yang boleh digunakan untuk
diproses, dikemas atau didistribusikan.

25. Produk kembalian adalah produk yang dikembalikan dari semua mata rantai
distribusi ke pabrik.

26. Penarikan kembali (recall) adalah kegiatan menarik kembali produk dari semua mata
rantai distribusi apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan penandaan atau adanya efek yang merugikan kesehatan.

27. Keluhan adalah suatu pengaduan dari pelanggan atau konsumen mengenai kualitas,
kuantitas, khasiat dan keamanan.

· Menurut Material Medika (MMI, 1995), simplisia dapat digolongkan dalam tiga
kategori, yaitu:

1. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Eksudat adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia.

2. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian hewan zat-zat berguna
yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia pelikan (mineral)


Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelican (mineral) yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia.

Zat kimia berkhasiat (obat) tidak diperbolehkan digunakan dalam campuran obat
tradisional karena obat tradisional diperjual belikan secara bebas. Dengan sendirinya
apabila zat berkhasiat (obat) ini dicampurkan dengan ramuan obat tradisional dapat
berakibat buruk bagi kesehatan (Dirjen POM, 1986).

Sumber simplisia :

1. tumbuhan liar

Kerugian : a. umur dan bagian tanaman

b. jenis (species)

c. lingkungan tempat tumbuh

Keuntungan : a. Ekonomis

2. tanaman budidaya (tumpangsari, toga, perkebunan)

Keuntungan : a. bibit unggul

b. pengolahan pascapanen

c. tempat tumbuh

Kerugian : a. tanaman manja

b. residu pestisida

Syarat Simplisia Nabati/Hewani

1. Harus bebas serangga, fragmen hewan, kotoran hewan

2. Tidak boleh menyimpang dari bau, warna

3. Tidak boleh mengandung lendir, cendawan, menun jukkan tanda-tanda pengotoran lain
4. Tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya

5. Kadar abu yang tidak larut dalam asam maksimal 2%

PELIKAN : Harus bebas dari pengotoran tanah, batu, hewan, fragmen hewan dan bahan
asing lainnya

2.2 Tanaman Obat

Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh nenek moyang
kita dan hingga saat ini telah banyak yang terbukti secara ilmiah. Dan Pemanfaatan
tanaman obat Indonesia akan terus meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa
Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu.

Bagian-bagian yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut simplisia. Simplisia:

a. Kulit (cortex)

Kortek adalah kulit bagian terluar dari tanaman tingkat tinggi yang berkayu.

b. Kayu (lignum)

Simplisia kayu merupakan pemanfaatan bagian dari batang atau cabang.

c. Daun (folium)

Folium merupakan jenis simplisia yang paling umum digunakan sebagai bahan baku
ramuan obat tradisional maupun minyak atsiri.

d. Herba

Simplisia herba pada umumnya berupa produk tanaman obat dari jenis herba yang
bersifat herbaceous.

e. Bunga (flos)

Bunga sebagai simplisia dapat berupa bunga tungga atau majemuk, bagian bunga
majemuk serta komponen penyusun bunga.

f. Akar (radix)
Akar tanaman yang sering dimanfaatkan untuk bahan obat dapat berasal dari jenis
tanaman yang umumnya berbatang lunak dan memiliki kandungan air yang tinggi.

g. Umbi (bulbus)

Bulbus atau bulbi adalah produk berupa potongan rajangan umbi lapis, umbi akar, atau
umbi batang. Bentuk ukuran umbi bermacam-macam tergantung dari jenis tanamannya.

h. Rimpang (rhizoma)

Rhizoma atau rimpang adalah produk tanaman obat berupa potongan-potongan atau irisan
rimpang.

i. Buah (fructus)

Simplisia buah ada yang lunak dan ada pula yang keras. Buah yang lunak akan
menghasilkan simplisia dengan bentuk dan warna yang sangat berbeda, khususnya bila
buah masih dalam keadaan segar.

j. Kulit buah (perikarpium)

Sama halnya dengan simplisia buah, simplisia kulit buah pun ada yang lunak, keras
bahkan adapula yang ulet dengan bentuk bervariasi.

k. Biji (semen)

Semen (biji-bijian) diambil dari buah yang telah masak sehingga umumnya sangat keras.
Bentuk dan ukuran simplisia biji pun bermacam- macam tergantung dari jenis tanaman
(Widyastuti, 2004).

2.3 Bentuk sediaan Obat Tradisional

1. Larutan

Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan, maka padat
tadi terbagi secara molekuler dalam cairan tersebut. Zat cair atau cairan biasanya
ditimbang dalam botol yang digunakan sebagai wadah yang diberikan. Cara melarutkan
zat cair ada dua cara yakni zat-zat yang agak sukar larut dilarutkan dengan pemanasan
(Anief, 2000).
2. Serbuk

Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang disebukkan. Pada pembuatan
serbuk kasar, terutama serbuk nabati, digerus terlebih dahulu sampai derajat halus tertentu
setelah itu dikeringkan pada suhu tidak lebih 500C.

Serbuk obat yang mengandung bagian yang mudah menguap dikeringkan dengan
pertolongan bahan pengering yang cocok, setelah itu diserbuk dengan jalan digiling,
ditumbuk dan digerus sampai diperoleh serbuk yang mempunyai derajat halus serbuk
(Anief, 2000).

.3. Tablet

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau cempung
rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan. Zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah. Contohnya yaitu
tablet antalgin (Anief, 2002).

4. Pil

Pil adalah suatu sediaan yang berbentuk bulat seperti kelereng mengandung satu atau
lebih bahan obat. Berat pil berkisar antara 100 mg sampai 500 mg. untuk membuat pil
diperlukan zat tambahan seperti zat pengisi untuk memperbesar volume, zat pengikat dan
pembasah dan bila perlu ditambah penyalut (Anief, 2002).

5. Kapsul

Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati
dan bahan lain yang sesuai. Ukuran cangkang kapsul keras bervariasi dari nomor paling
kecil (5) sampai nomor paling besar (000), dan ada juga kapsul gelatin keras ukuran 0
dengan bentuk memanjang ( dikenal sebangai usuran OE), yang memberikan kapasitas isi
yang lebih besar tanpa peningkatan diameter. Contohnya kapsul pacekap (Farmakope IV,
1995).
2.4 Simplisia yang terdapat dalam jamu

a. Coriandri Fruktus

Ketumbar adalah Coriandrum sativum suku Apiaceae

Ketumbar berkhasiat untuk meredakan pusing, muntah- muntah, influensa, wasir, radang
lambung, campak, masuk angin, terkena darah tinggi, dan lemah syahwat.

b. Myristicae semen

Buah pala adalah myristica fragrans suku Myristicaceae

Mengandung minyak atsiri, zat samak, dan zat pati.

Buah pala berkhasiat sebagai obat diare, kembung, mual serta untuk menetapkan daya
cerna dan selera makan, yang kaya akan vitamin C, kalsium, dan posfor.

Senyawa kimia buah pala tersebut terdapat dikulit, daging, biji pala hingga bunganya.

c. Piperis Nigri Fruktus

Lada hitam adalah piper nigrum suku Piperaceae

Mengandung saponim, flavonoid, minyak atsiri, kavisin, resin, amilum.

Lada hitam berkhasiat untuk memperlancar menstruasi, meredakan serangan asma,


meringankan gejala ramatik, mengatasi perut kembung serta menyembuhkan sakit kepala.

d. Andrographis Herba

Tanaman sambiloto adalah Andrograpis Peniculata suku Acanthaceae. Mengandung


flavinoid, alkane, keton, aldehid, dan beberapa mineral seperti kalium, kalsium, dan
natrium. Tanaman ini berkhasiat sebagai antiradang , analgetik, dan penawar racun.

e. Curcumae Rhizoma

Temulawak adalah Curcuma Xanthorrhiza suku Zingiberaceae. Mengandung pati,


kurkuminoid, dan minyak atsiri. Temulawak berkhasiat antiradang, antisembelit,
tonikum, dan diuretik.

DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 1995. Materia Medika Indonesia jilid IV. Jakarta : Trubus Agriwidya.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia ed.IV. Jakarta : Depkes RI.

Ditjen POM. 1986. Kodifikasi Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional. Jakarta :


Depkes RI.

TOKSIKOLOGI

A. Pengertian Toksikologi

Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari efek merugikan dari bahan
kimia terhadap organisme hidup. Potensi efek merugikan yang ditimbulkan oleh bahan kimia
di lingkungan sangat beragam dan bervariasi sehingga ahli toksikologi mempunyai spesialis
kerja bidang tertentu.
Toksikologi lingkungan adalah suatu studi yang mempelajari efek dari bahan polutan
terhadap kehidupan dan pengaruhnya terhadap ekosistem yang digunakan untuk
mengevaluasi kaitan antara manusia dengan polutan yang ada di lingkungan.Pencegahan
keracunan memerlukan perhitungan dari :

1. Toxicity : deskripsi dan kuantifikasi sifat-sifat toksis zat kimia


2. Hazard : kemungkinan zat kimia untuk menimbulkan cidera
3. Risk : besarnya kemungkinan zat kimia menimbulkan karacunan
4. Safety : keamanan

B. Klasifikasi Bahan Toksikan

Bahan toksik dapat diklasifikasikan berdasarkan :


1. Organ tujuan : ginjal, hati, system hematopoitik, dll
2. Penggunaan : peptisida, pelarut, food additive, dll
3. Sumber : tumbuhan dan hewan
4. Efek yang ditimbulkan : kanker, mutasi, dll
5. Bentuk fisik : gas, cair, debu, dll
6. Label kegunaan : bahan peledak, oksidator, dll
7. Susunan kimia : amino aromatis, halogen, hidrokarbon, dll
8. Potensi racun : organofosfat, lebih toksik daripada karbamat

Untuk dapat diterima dalam spektrum agen toksik, suatu bahan tidak hanya ditinjau
dari satu macam klasifiksi saja, tetapi dapat pula ditinjau dari beberapa kombinasi dan
beberapa faktor lain. Klasifikasi bahan toksik dapat dibagi secara kimiawi, biologi dan
karakteristik paparan yang bermanfaat untuk pengobatan.

C. Karakteristik Paparan

Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang
mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk menimbulkan keadaan
toksik. Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik dan
kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin mengklasifiksikan
toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul dan dosis yang dibutuhkan
serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.
Perbandingan dosis lethal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari
paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan dapat
diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya bahan polutan
pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral, maka dapat diperkirakan
bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena memberi reaksi cepat dan segera.
Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda
pula, misalnya suatu bahan masuk kulit dengan dosis lebih tinggi sedangkan lainnya melalui
mulut dengan dosis yang lebih rendah maka, dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap
racun sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis
tinggi.Efek toksik didalam tubuh tergantung pada :

1. Reaksi alergi
Alergi adalah reaksi yang merugikan yang disebabkan oleh bahan kimia atau
toksikan karena peka terhadap bahan tersebut. Kondisi alergi sering disebut sebagai
“hipersensitif“, sedangkan reaksi alergi atau reaksi kepekaannya dapat dipakai untuk
menjelaskan paparan bahan polutan yang menghasilkan efek toksik. Reaksi alergi
timbul pada dosis yang rendah sehingga kurve dosis responnya jarang ditemukan.

2. Reaksi ideosinkrasi

Merupakan reaksi abnormal secara genetis akibat adanya bahan kimia atau
bahan polutan. Toksisitas cepat dan lambat. Toksisitas cepat merupakan manifestasi
yang segera timbul setelah pemberian bahan kimia atau polutan. Sedangkan toksisitas
lambat merupakan manifestasi yang timbul akibat bahan kimia atau toksikan selang
beberapa waktu dari waktu timbul pemberian.

3. Toksisitas setempat dan sistemik

Perbedaan efek toksik dapat didasarkan pada lokasi manifestasinya. Efek


setempat didasarkan pada tempat terjadinya yaitu pada lokasi kontak yang pertama
kali antara sistem biologi dan bahan toksikan. Efek sistemik terjadi pada jalan masuk
toksikan kemudian bahan toksikan diserap, dan didistribusi hingga tiba pada beberapa
tempat. Target utama efek toksisitas sistemik adalah sistem syaraf pusat kemudian
sistem sirkulasi dan sistem hematopoitik, organ viseral dan kulit, sedangkan otot dan
tulang merupakan target yang paling belakangan.

Respon toksik tergantung pada :

1. Sifat kimia dan fisik dari bahan tersebut


2. Situasi pemaparan
3. Kerentanan sistem biologis dari subyek

Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas adalah :


1. Jalur masuk ke dalam tubuh
Jalur masuk ke dalam tubuh suatu polutan yang toksik, umumnya melalui saluran
pencernaan makanan, saluran pernafasan, kulit, dan jalur lainnya. Jalur lain tersebut
diantaranya daalah intra muskuler, intra dermal, dan sub kutan. Jalan masuk yang
berbeda ini akan mempengaruhi toksisitas bahan polutan. Bahan paparan yang berasal
dari industri biasanya masuk ke dalam tubuh melalui kulit dan terhirup, sedangkan
kejadian “keracunan” biasanya melalui proses tertelan.
2. Jangka waktu dan frekuensi paparan

 Akut : pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam


 Sub akut : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 1
bulan atau kurang
 Subkronik : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu
3 bulan
 Kronik : pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu lebih dari
3 bulan

Pada beberapa bahan polutan, efek toksik yang timbul dari paparan pertama sangat
berbeda bila dibandingkan dengan efek toksik yang dihasilkan oleh paparan ulangannya.
Bahan polutan benzena pada peran pertama akan merusak sistem syaraf pusat sedangkan
paparan ulangannya akan dapat menyebabkan leukemia.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Suatu bahan polutan apabila
diberikan beberapa jam atau beberapa hari dengan dosis penuh akan menghasilkan beberapa
efek. Apabila dosis yang diberikan hanya separohnya maka efek yang terjadi juga akan
menurun setengahnya, terlebih lagi apabila dosis yang diberikan hanya sepersepuluhnya
maka tidak akan menimbulkan efek. Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada
frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkun juga tergantung pada durasi
paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi.
Efek toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal tersebut terjadi karena sistem
biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk pulih akibat paparan terus-menerus dari bahan
toksin.
D. Interaksi Bahan Kimia
Interaksi bahan kimia terjadi melalui mekanisme :

1. Perubahan dalam absorbsi


o Absorbsi toksikan dalam tubuh manusia.

Tempat penyerapan utama bagi toksikan adalah saluran pencernaan,


paru dan kulit. Dalam studi toksikologi sering juga diberikan melalui jalur
khusus yaitu melalui injeksi intraperitoneal, intramuskuler dan sub kutan.
o Absorbsi toksikan pada saluran pencernaan.

Saluran pencernaan merupakan jalur penting dalam absorbsi toksikan.


Beberapa toksikan di lingkungan masuk melalui rantai makanan, kecuali zat
yang kaustik atau nsangat iritan pada saluran pencernaan. Sebagian besar dari
toksikan tidak menimbulkan efek toksik kecuali kalau mereka diserap.
Absorbsi dapat terjadi di seluruh saluran pencernaan, mulut dan rectum
umumnya tidak begitu penting bagi absorbsi toksikan di lingkungan. Lambung
merupakan tempat penyerapan yang baik untuk asam lemah dengan bentuk
non ion yang larut dalam lemak, sebaliknya basa lemah yang sangat mengion
dan tidak larut dalam lemak tidak akan mudah diserap di lambung, umumnya
akan diserap di usus. Akibatnya basa organik akan lebih banyak diserap di
usus daripada di lambung.

o Absorbsi toksikan pada paru.

Toksikan yang di absorbsi oleh paru biasanya berupa gas seperti :


carbon monoksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida serta aerosol.
Tempat penimbunan aerosol ditentukan ukuran partikelnya. Partikel ukuran 5
mm atau lebih besar biasanya ditimbun pada daerah nasopharyngeal. Partikel
di daerah ini dapat dihilangkan saat pembersihan hidung atau saat bersin.
Partikel yang larut akan dilarutkan dalam mucus dan dibawa ke pharynx taau
diserap epitel masuk ke darah. Partikel dengan ukuran 2 s/d 5 mm ditimbun
pada darah tracheabroncheoli paru, tempat ia akan dibersihkan oleh
pergerakan cilia saluran pernafasan. Laju pergerakan cilia pada mucus
bervariasi menurut bagian saluran pernafasan dan merupakan mekanisme
penghilangan yang cepat dan efisien.

o Absorbsi toksikan pada kulit.

Umumnya kulit relatif impermeabel, karenanya merupakan pelindung


yang baik untuk mempertahankan fungsi kulit manusia dari lingkungannya.
Meskipun demikian beberapa zat kimia dapat diserap lewat kulit dalam jumlah
yang cukup banyak sehingga menimbulkan efek sistemik. Contoh : insektisida
dapat menyebabkan kematian pada petani setelah diabsorbsi melalui kulit.
2. Pengikatan protein

Protein plasma. Protein plasma dapat mengikat senyawa asing dan beberapa
komponen fisiologik normal dalam tubuh. Peningkatan bahan kimia pada protein plasma
mempunyai arti penting dalam toksikologi karena beberapa reaksi racun dapat dihasilkan jika
agen dipindahkan dari protein plasma.

3. Biotransformasi atau ekskresi dari zat toksik

 Fase Biotransformasi

Reaksi enzim dalam biotransformasi ada 2 type yaitu reaksi phase I dan phase II

- Phase I : Yang termasuk reaksi ini adalah oksidasi, reduksi dan


hidrolisis. Umumnya reaksi phase I mengubah bahan yang masuk ke
dalam sel menjadi lebih bersifat hidrophilik (mudah larut dalam air
dari pada bahan asalnya)
- Phase II : Terdiri dari reaksi sintesi dan konjugasi. Reaksi phase II ini
merupakan proses biosintesis yang mengubah bahan asing atau
metabolit dari phase I membuat ikatan kovalen dengan molekul
endogen menjadi konjugat.
- Reaksi enzimatik phase I
a. Karakteristik enzim mikrosomal phase I. Phase I merupakan
jalur biotransformasi yang predominan
b. Cytokrom P-450. Sistem enzim yang paling penting pada phase
I adalah cytokrom P-450 yang mengandung monooksigenase
- Reaksi enzimatik phase II : Reaksi biotransformasi pada phase II ini
merupakan reaksi biosintesis sehingga membutuhkan energi, hal ini
dilakukan dengan aktivasi kofaktor.
o Glukoronosyltransferase

Glukorodinasi merupakan salah satu dari proses konjugasi pada phase II, yang
mengubah bahan eksogen dan endogen menjadi bahan yang lebih larut dalam
air dan metabolitnya diekskresi lewat urine atau empedu

o Sulfotransferase
Reaksi konjugasi yang penting untuk kelompok hydroksil adalah sulfasion
dikatalisis oleh sulfotransferase, enzim ini ditemukan di liver, ginjal, usus,
paru dan fungsi primernya mentransfer sulfat anorganik pada grup hydroksil
pada phenol dan aliphatic alkhohol.

o Methylasi

Reaksi konjugasinya menurunkan kelarutan bahan kimia terhadap air dan atau
memperbaiki kemampuan untuk berperan dalam reaksi konjugasi yang lain.

o Konjugasi asam amino

Reaksi yang penting untuk xenobiotik yang mengandung asam karboxyl


adalah konjugasi dengan asam amino membentuk ikatan amide (peptide)
antara kelompok asam karboxylik dari xenobiotik dan kelompok asam amino.

Faktor – faktor yang mempengaruhi biotransformasi dari bahan asing


1. Faktor intrinsic
Faktor penting yang mengontrol jalannya reaksi enzimatic dari bahan
asing adalah konsentrasinya dalam pusat aktivitas dari enzim. Konsentrasi ini
tergantung pada “Lipophilicity, Protein binding, Doses, and Rouse
administration”. Lopophilicity penting karena dapat mengatur banyaknya absorbsi
bahan xenobiotik dari jalan masuknya (kulit, usus, paru). Bahan kimia yang
bersifat lipophilik lebih mudah di absorbsi dalam darah, sedangkan bahan yang
larut dalam air kurang cepat diserap

2. Variable dari host yang mempengaruhi biotransformasi xenobiotik

Beberapa kondisi fisiologi, pharmakologik dan faktor-faktor lingkungan


yang mempengaruhi proses biotransformasi xenobiotik yaitu : species, strain,
umur, sex “time of day”, enzim induksi, enzim penghambat, status gazi dan status
penyakit.

3. Induksi dari enzim-enzim biotransformasi

Proses induksi enzim adalah proses di mana terjadi peningkatan aktifitas


yang diakibatkan peningkatan kecepatan sintesis dari enzim biotransformasi
paparan bahan kimia tertentu dapat juga menginduksi enzim-enzim tersebut.

4. Inhibisi (penghambatan) enzim biotransformasi

Penghambat metabolisme xenobiotik adalah beberapa faktor yang didapat


baik endogen dan eksogen yang menurunkan kemampuan enzim untuk
metabolisme bahan asing

5. Variasi species, strain, genetic

Variasi biotransformasi diantara species digolongkan menjadi perbedaan


qualitatif dan quantitatif. Perbedaan kualitatif menyangkut rute metabolik yang
diakibatkan oleh kelainan dari species atau adanya reaksi ginjal dari species.

Yang termasuk pada perbedaan kualitatif adalah :

1. Kelainan enzim pada species tertentu


2. Reaksi species yang unik
3. Evolutionary
4. Beberapa aspek genetic

Perbedaan kualitatif ini predominan pada reaksi phase II.Sedangkan yang termasuk
perbedaan kuantitatif adalah :
a. Perbedaan konsentrasi enzime
b. Perbedaan isonzym cytokrom P-450
c. Perbedaan reaksi region spesifik
d. Genetika
Predominan pada reaksi phase I

 Perbedaan seks pada biotransformasi

Perbedaan respon toksikologi dan farmakologi antara tikus betina dan jantan
pernah diteliti. Pada pemberian Phenobarbital dengan dosis yang sama, tikus betina
tidur lebih lama daripada yang jantan.
 Efek umur pada biotransformasi

Fetus atau bayi yang baru lahir menunjukkan kemampuan yang terbatas untuk
biotransformasixenobiotik sehingga kemungkinan terjadinya keracunan lebih
meningkat pada binatang percobaan yang lebih muda.

 Efek dari diet terhadap biotransformasi

Status nutrisi penting dalam mempengaruhi biotransformasi. Defisiensi


mineral misalnya Ca, Cu, Fe, Mg, dan Zn menurunkan reaksi oksidasi maupun reaksi
dari cytokrom P-450.

 Efek kelainan hepar (hepatic injury) terhadap biotransformasi

Karena hepar merupakan tempat utama dari biotransformasi xenobiotik maka


penyakit-penyakit yang mempengaruhi fungsi normal dari hepar dapat pula
mempengaruhi proses biotransformasi, begitu pul dengan bahan kimia yang
menginduksi gangguan liver (hepar) akanmenurunkan biotransformasi.

 Interaksi farmakologi dan toksikologi :


o Efek aditif : suatu situasi dimana efek gabungan dan 2 bahan kimia sama
dengan jumlah dari efek masing-masing bahan bila diberikan sendiri-sendiri
(2+3=5).
o Efek sinergistik : situasi dimana efek gabungan dari 2 bahan kimia jauh
melampaui penjumlahan dari tiap 2 bahan kimia bila diberikan sendiri-sendiri
(2+3=20)
o Potensiasi : keadaan dimana suatu senyawa kimia tidak mempunyai efek
toksik terhadap sitem atau organ tertentu, namun bila ditambahkan ke bahan
kimia lain akan membuat yang terakhir menjadi lebih toksik (0+2=10)
o Antagonisme : situasi dimana 2 bahan kimia diberikan bersamaan efeknya
saling mempengaruhi atau satu bahan kimia mempengaruhi bahan kimia yang
lainnya (4+6=8)

E. Distribusi dan Ekskresi Toksikan


Distribusi toksikan. Setelah toksikan memasuki darah didistribusi dengan cepat
keseluruh tubuh maka laju distribusi diteruskan menuju ke setiap organ tubuh. Mudah
tidaknya zat kimia melewati dinding kapiler dan membrane sel dari suatu jaringan ditentukan
oleh aliran darah ke organ tersebut. Bagian tubuh yang berhubungan dengan distribusi
toksikan :

1. Hati dan ginjal

Kedua organ ini memiliki kapasitas yang lebih tinggi dalam mengikat bahan
kimia, sehingga bahan kimia lebih banyak terkonsentrasi pada organ ini jika
dibandingkan dengan organ lainnya. Hal ini berhubungan dengan fungsi kedua organ
ini dalam mengeliminasi toksikan dalam tubuh. Ginjal dan hati mempunyai
kemampuan untuk mengeluarkan toksikan. Organ hati cukup tinggi kapasitasnya
dalam proses biotransformasi toksikan.

2. Lemak

Jaringan lemak merupakan tempat penyimpanan yang baik bagi zat yang larut
dalam lemak seperti chlordane, DDT, polychlorinated biphenyl dan polybrominated
biphenyl. Zat ini disimpan dalam jaringan lemak dengan pelarut yang sederhana
dalam lemak netral. Lemak netral ini kira-kira 50 % danberat badan pada orang yang
gemuk dan 20 % dari orang yang kurus. Toksikan yang daya larutnya tinggi dalam
lemak memungkinkan konsentrasinya rendah dalam target organ, sehingga dapat
dianggap sebagai mekanisme perlindungan. Toksisitas zat tersebut pada orang yang
gemuk menjadi lebih rendah jika disbanding dengan orang yang kurus.

3. Tulang

Tulang dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan untuk senyawa seperti


Flouride, Pb dan strontium. Untuk beberapa toksikan tulang merupakan tempat
penyimpanan utama, contohnya 90 % dari Pb tubuh ditemukan pada skeleton.
Penyimpanan toksikan pada tulang dapat atau tidak ,mengakibatkan kerusakan.
Contoh : Pb tidak toksik pada tulang, tetapi penyimpanan Fluoride dalam tulang dapat
menunjukkan efek kronik (skeletal fluorosis).

4. Ekskresi toksikan

Toksikan dapat dieliminasi dari tubuh melalui beberapa rute. Ginjal


merupakan organ penting untuk mengeluarkan racun. Beberap xenobiotik diubah
terlebih dahulu menjadi bahan yang larut dalam air sebelum dikeluarkan dalam tubuh.

Rute lain yang menjadi lintasan utama untuk beberapa senyawa tertentu diantaranya :
hati dan sistem empedu, penting dalam ekskresi seperti DDT dan Pb ; paru dalam ekskresi
gas seperti CO. Toksikan yang dikeluarkan dari tubuh dapat ditemukan pada keringat, air
mata dan air susu ibu (ASI).

5. Ekskresi urine

Ginjal merupakan organ yang sangat efisien dalam mengeliminasi toksikan


dari tubuh. Senyawa toksik dikeluarkan melalui urine oleh mekanisme yang sama
seperti pada saat ginjal membuang hasil metabolit dari tubuh.

6. Ekskresi empedu

Hati berperan penting dalam menghilangkan bahan toksik dari darah setelah
diabsorbsi pada saluran pencernaan, sehingga akan dapat dicegah distribusi bahan
toksik tersebut ke bagian lain dari tubuh.

7. Rute ekskresi yang lain

Toksikan dapat juga dikeluarakan dari tubuh melalui paru, saluran pencernaan,
cairan cerebrospinal, air susu, keringat dan air liur. Zat yang berbentuk gas pada
kondisi suhu badan dan “volatile liquids” dapat diekskresi melalui paru. Jumlah cairan
yang dapat dikeluarkan melalui paru berhubungan dengan tekanan uap air. Ekskresi
toksikan melalui paru ini terjadi secara difusi sederhana. Gas yang kelarutannya
rendah dalam darah dengan cepat diekskresi sebaliknya yang tinggi kelarutannya
seperti chloroform akan sangat lambat diekskresi melalui paru.

F. Dose Response Relationship (Hubungan Dosis Respon)


Pengertian dose respons dalam toksikologi adalah proporsi dari sebuah populasi yang
terpapar dengan suatu bahan dan akan mengalami respon spesifik pada dosis,interval,waktu
dan pemaparan tertentu.
1. Lethal dose 50 (LD 50)

LD 50 merupakan dosis tunggal derivat suatu bahan tertentu pada uji toksisitas
yang pada kondisi tertentu pula dapat menyebabkan kematian 50 % dari populasi uji
(hewan percobaan).

2. Aplikasi dosis respon

Nilai ld 50 tidak ekuivalen dengan toksisitas tapi nilai ini dapat di


Interpretasikan dalam nilai TD(toxic dose)Dan ED (effectife dose).

3. Oxic dose (TD)

Adalah dosis dari suatu bahan yang dipaparkan pada suatu suatu populasi dan
pada tingkat dosis tersebut sudah dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh
hewan percoba.

Anda mungkin juga menyukai