Anda di halaman 1dari 13

ANTIINFLAMASI

Antiinflamasi didefinisikan sebagai obat-obat atau golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Radang atau inflamasi dapat disebabkan oleh
berbagai rangsangan yang mencakup luka-luka fisik, infeksi, panas dan interaksi antigen-
antibodi (Houglum, 2005).
Berdasarkan mekanisme kerja obat-obat antiinflamasi terbagi dalam dua golongan, yaitu
obat antiinflamasi golongan steroid dan obat antiinflamasi non steroid. Mekanisme kerja
obat antiinflamasi golongan steroid dan non-steroid terutama bekerja menghambat
pelepasan prostaglandin ke jaringan yang mengalami cedera (Gunawan, 2007).
Obat-obat antiinflamasi yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah non steroid anti
inflammatory drug’s (NSAID). Obat-obat golongan NSAID biasanya menyebabkan efek
samping berupa iritasi lambung (Kee & Hayes, 1996).
(http://scholar.unand.ac.id/20798/7/bab%201%20pendahuluan%20PDF.pdf)
A. KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid adalah obat yang mengandung hormon steroid yang berguna untuk
menambah hormon steroid dalam tubuh bila diperlukan, dan meredakan peradangan atau
inflamasi, serta menekan kerja sistem kekebalan tubuh yang berlebihan.
Kortikosteroid, seperti cortisone atau hydrocortisone, diproduksi secara alami di kelenjar
adrenal bagian terluar atau korteks. Sementara itu, kortikosteroid dalam bentuk obat
disebut kortikosteroid sintetis dengan cara kerja dan manfaat yang sama dengan
kortikosteroid alami.
Contoh-contoh kortikosteroid sintetis adalah:
 Betametason
 Dexamethasone
 Methylprednisolone
 Fluocinolone
 Prednison
 Clocortolone
 Prednisolone
 Triamcinolone
 Desoximetasone
Berikut ini sejumlah kegunaan kortikosteroid dalam menangani kondisi-kondisi seperti:
 Asma
 Rheumatoid arthritis
 Bronkitis
 Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn
 Reaksi alergi pada kulit, mata, atau hidung.
Obat ini bekerja dengan cara masuk ke dinding sistem sel imun untuk mematikan zat yang
bisa melepaskan senyawa-senyawa yang menjadi pemicu peradangan. Kortikosteroid juga
bisa digunakan sebagai obat untuk suntik jerawat.
Peringatan:
 Ibu hamil, ibu menyusui, atau wanita yang sedang merencanakan untuk hamil,
disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter sebelum menggunakan obat
kortikosteroid.
 Harap berhati-hati dalam menggunakan kortikosteroid jika menderita penyakit
jantung, gangguan fungsi hati, tukak lambung atau ulkus usus dua belas jari
(duodenum), gangguan kesehatan mental, pengeroposan tulang atau osteoporosis,
katarak, diabetes, epilepsi, atau mengalami gangguan pada kulit seperti infeksi kulit,
jerawat, luka terbuka, hingga rosacea.
 Beri tahu dokter jika sedang menggunakan obat-obat lain, termasuk suplemen atau
herba, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan interaksi obat yang tidak
diinginkan. Diskusikan kepada dokter mengenai pemakaian kortikosteroid bersama
dengan obat-obat berikut ini: obat antiinflamasi nonsteroid/OAINS (seperti:
diclofenac, ibuprofen, atau naproxen), vaksin (seperti:  MMR, BCG), digoxin,
diuretik, warfarin, salbutamol, serta obat untuk diabetes, epilepsi, dan obat
HIV/AIDS.
 Jika telah digunakan untuk jangka panjang, obat jangan dihentikan secara tiba-tiba.
Konsutasikan kembali dengan dokter untuk menghentikan obat secara bertahap.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

Efek Samping Kortikosteroid


Efek samping biasanya terjadi pada penggunaan kortikosteroid untuk jangka panjang, yaitu
lebih dari 2-3 bulan. Sejumlah efek samping yang bisa ditimbulkan setelah menggunakan
obat kortikosteroid adalah:
 Penumpukan lemak di pipi (moon face)
 Rentan terkena infeksi
 Meningkatnya tekanan darah atau hipertensi
 Meningkatnya kadar gula darah
 Mempercepat timbulnya katarak
 Tukak (ulkus) pada lambung atau duodenum
 Masalah kulit
 Pelemahan fungsi otot
 Perubahan mood dan perilaku.

(https://www.alodokter.com/kortikosteroid)
B. Antiinflamasi Nonsteroid (AINS)
Dalam dosis tunggal, obat antiinflamasi non steroid (AINS) mempunyai aktivitas analgesik
yang setara dengan parasetamol, tetapi parasetamol lebih disukai terutama untuk pasien
usia lanjut.
Dalam dosis penuh (full dosage) yang lazim, AINS sekaligus memperlihatkan efek analgesik
yang bertahan lama dan efek anti inflamasi yang membuatnya sangat berguna pada
pengobatan nyeri berlanjut atau nyeri berulang akibat radang. Oleh karena itu, walau
parasetamol sering memberikan pengendalian nyeri yang memadai, AINS lebih tepat
dibandingkan parasetamol atau analgesik opioid dalam artritis meradang (reumatoid
artritis) dan pada beberapa kasus osteoartritis lanjut. Obat-obat ini juga bermanfaat untuk
nyeri punggung dan gangguan jaringan lunak yang tidak terdefinisi dengan jelas (terapi
untuk pasien lansia).
Pemilihan.
Hanya sedikit perbedaan dalam aktivitas antiinflamasi antara berbagai AINS, namun ada
variasi yang cukup besar dalam respon dan toleransi pasien secara individual. Sekitar 60%
pasien dewasa dan sebagian besar pasien anak memberikan respon terhadap semua AINS,
sisanya yang tidak memberikan respon terhadap salah satunya, akan memberikan respon
baik terhadap lainnya. Efek analgesik akan muncul segera setelah menerima dosis pertama
dan normalnya efek analgesik keseluruhan akan diperoleh dalam seminggu, sementara
efek anti-inflamasinya tidak akan dicapai (atau tidak terdeteksi secara klinis) sebelum 3
minggu. Pada Juvenile idiopathic arthritis, AINS mungkin perlu waktu 4-12 minggu untuk
mencapai efeknya. Jika respon memadai belum diperoleh dalam jangka waktu tersebut,
sebaiknya dicoba diberikan AINS lain.
Perbedaan utama antara berbagai AINS adalah kejadian dan jenis efek samping yang dapat
terjadi, bioavailabilitas sediaan, serta ketersediaan formulasi yang sesuai untuk pasien
anak. Sebelum pengobatan dimulai, dokter yang meresepkan sebaiknya
mempertimbangkan manfaat dan risiko efek samping pemberian obat.
Selektivitas penghambatan siklooksigenase AINS bervariasi. Penghambat selektif
siklooksigenase-2 meningkatkan toleransi saluran cerna. Faktor lain juga ikut menentukan
kepekaan efek pada saluran cerna. Pemilihan suatu AINS sebaiknya berdasarkan
pertimbangan kemungkinan terjadinya efek samping pada saluran cerna dan efek samping
lain. Pada anak jarang terjadi gangguan saluran cerna pada penggunaan AINS jangka
pendek. Pada anak, peranan penghambat selektif siklooksigenase belum ditentukan dan
terkait dengan kekhawatiran terhadap efeknya pada kardiovaskuler, golongan ini hanya
digunakan jika nonselektif AINS tidak bisa digunakan (misalnya pasien dengan risiko tinggi
terjadi perdarahan, perforasi dan tukak lambung).

PASIEN LANSIA DAN AINS


Karena kerentanan pasien lansia terhadap efek samping AINS meningkat, maka diberikan
anjuran berikut ini: 
 Untuk osteoartritis, lesi jaringan lunak dan nyeri punggung, pertama dicoba upaya
seperti penurunan berat badan, suhu tubuh, olah raga, dan penggunaan tongkat
untuk berjalan;
 Untuk osteoartritis, lesi jaringan lunak, nyeri punggung dan reumatoid artritis
hindari pemberian ains kecuali bila parasetamol (tunggal atau dalam kombinasi
dengan analgesik opioid) gagal mengatasi nyeri dengan memadai;
 Apabila parasetamol gagal mengatasi nyeri dengan memadai, tambahkan ains
dengan dosis sangat rendah terhadap sediaan parasetamol (mulai dengan
ibuprofen);
 Jika ains dianggap perlu, pantau pasien terhadap perdarahan saluran cerna selama 4
minggu (dan untuk waktu yang sama pada kasus peralihan kepada ains lain);
 Jangan memberikan dua AINS pada saat yang bersamaan.
 
Ibuprofen adalah turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas antiinflamasi,
analgesik, dan antipiretik. Obat ini mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibanding
AINS non selektif lain, tetapi aktivitas antiinflamasinya lebih lemah. Dosis dewasa 1,6 g
sampai 2,4 g sehari diperlukan untuk reumatoid artritis dan tidak untuk kondisi dengan
peradangan yang menonjol seperti pada gout akut.
Turunan asam propionat lainnya:
 Naproksen adalah salah satu pilihan pertama karena khasiatnya yang memadai
sekaligus kejadian efek sampingnya relatif rendah (tetapi lebih banyak dari
ibuprofen, lihat keterangan di bawah). Ibuprofen dan naproksen adalah turunan
asam propionat yang digunakan pada anak.
 Fenbufen dinyatakan menyebabkan perdarahan saluran cerna yang lebih sedikit,
tetapi risiko untuk terjadinya ruam kulit tinggi.
 Fenoprofen efektivitasnya sebanding dengan naproksen,
dan flurbiprofen mungkin sedikit lebih efektif. Keduanya menyebabkan efek
samping pada saluran cerna yang sedikit lebih banyak daripada ibuprofen.
 Ketoprofen aktivitas antiinflamasinya serupa dengan ibuprofen dan mempunyai
efek samping yang lebih banyak.
 Deksketoprofen merupakan isomer ketoprofen, digunakan untuk mengatasi nyeri
ringan hingga sedang jangka pendek.
 Asam tiaprofenat sama efektifnya dengan naproksen; obat ini mempunyai efek
samping yang lebih banyak daripada ibuprofen (pernah dilaporkan terjadinya
sistitis berat).
Obat yang bersifat serupa dengan turunan asam propionat:
 Asam tolfenamat diindikasikan untuk pengobatan migren (lihat 4.7.4).
 Diklofenak dan aseklofenak dengan kerja dan efek samping mirip dengan
naproksen.
 Diflunisal merupakan turunan asetosal, tetapi efek klinisnya lebih mirip dengan
turunan asam propionat dibanding dengan efek senyawa induknya. Kerjanya yang
lama membuat obat ini dapat diberikan dua kali sehari.
 Etodolak setara dengan naproksen dalam hal khasiat.
 Indometasin mempunyai aktivitas yang setara atau lebih kuat dari naproksen,
namun dengan kejadian efek samping yang tinggi, antara lain sakit kepala, pusing,
dan gangguan saluran cerna. Jarang digunakan pada anak, digunakan jika AINS lain
tidak berhasil mengatasi penyakit.
 Asam mefenamat mempunyai sedikit aktivitas  anti inflamasi. Kadang-kadang
menyebabkan diare dan anemia hemolitik yang memerlukan penghentian
penggunaan.
 Fenilbutazon merupakan antiinflamasi yang kuat. Selain efek sampingnya terhadap
saluran cerna, obat ini dapat menimbulkan dua efek samping yang jarang tetapi
berbahaya. Obat ini menyebabkan retensi cairan, dan pada pasien yang rentan,
dapat mengakibatkan gagal jantung. Obat ini juga dapat mengakibatkan
agranulositosis (yang bisa terjadi dalam beberapa hari pertama pengobatan) serta
anemia aplastik. Pada ankilosing spondolitis, mungkin diperlukan pengobatan,
tetapi obat ini tidak boleh digunakan kecuali kalau pengobatan dengan obat lain
tidak berhasil.
 Ketorolak digunakan pada penanganan jangka pendek nyeri sedang sampai berat
(pascabedah).
 Meloksikam digunakan untuk pengobatan jangka pendek osteoartritis dan
pengobatan jangka panjang reumatoid artritis. Penggunaannya dapat
dipertimbangkan bagi pasien usia remaja yang tidak bisa toleran terhadap AINS
lain.
 Nabumeton mempunyai khasiat yang setara dengan naproksen.
 Sulindak ditoleransi sama dengan naproksen.
 Piroksikam khasiatnya sama dengan naproksen dan kerjanya lebih panjang
sehingga dapat diberikan satu kali sehari. Namun demikian efek sampingnya
terhadap saluran cerna lebih berat dibanding ibuprofen terutama pada pasien
lansia.
 Tenoksikam mempunyai aktivitas dan toleransi yang sama dengan naproksen.
Waktu paruhnya yang panjang memungkinkan penggunaan sekali sehari.

Penghambat selektif siklooksigenase 2, etorikoksib, selekoksib dan  parekoksib 


memiliki efektivitas yang sebanding dengan AINS non selektif seperti diklofenak
dan naproksen. Data jangka pendek menunjukkan bahwa risiko saluran cerna
bagian atas yang serius dari penghambat selektif lebih  rendah dibanding AINS non
selektif, namun kelebihan ini menjadi tidak bermanfaat pada pasien yang pada
waktu bersamaan diberikan asprin dosis rendah. Tetap ada kekhawatiran terhadap
keamanan penghambat selektif siklooksigenase 2 berupa risiko kardiovaskuler.
 Selekoksib disetujui untuk meringankan gejala osteoartritis.
 Etorikoksib disetujui untuk meringankan gejala osteoarthritis, meringankan nyeri
muskulo-skeletal kronik, meringankan nyeri yang berhubungan dengan operasi
gigi.
 Parekoksib disetujui untuk penggunaan jangka pendek nyeri setelah pembedahan.
 

Risiko Kardiovaskuler
 AINS dapat menyebabkan peningkatan risiko trombotik kardiovaskuler serius,
infark miokard, dan stroke, yang dapat berakibat fatal. Risiko ini meningkat dengan
lamanya penggunaan pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler atau yang memiliki
faktor risiko penyakit kardiovaskuler (Lihat PERINGATAN).
 AINS dikontraindikasikan untuk pengobatan nyeri peri-operatif pada bedah pintas
koroner (Lihat PERINGATAN).
Risiko pada Saluran Cerna
 AINS menyebabkan peningkatan risiko efek samping serius pada saluran cerna,
termasuk perdarahan, ulserasi, dan perforasi lambung atau usus, yang dapat berakibat
fatal. Efek samping ini dapat terjadi kapanpun selama penggunaan tanpa adanya gejala
peringatan. Pasien lansia berisiko lebih besar terhadap efek samping serius pada
saluran cerna (Lihat PERINGATAN).

PERINGATAN EFEK KARDIOVASKULER


1. Kejadian Trombotik Kardiovaskuler
Uji klinis dengan berbagai COX-2 selektif dan AINS nonselektif sampai dengan tiga
tahun menunjukkan peningkatan risiko trombotik kardiovaskuler (KV) serius, infark
miokard, dan stroke, yang dapat berakibat fatal. Semua AINS, baik COX-2 selektif
maupun nonselektif, dapat menyebabkan risiko yang sama. Risiko meningkat pada
pasien dengan penyakit KV atau memiliki faktor risiko penyakit KV. Untuk mengurangi
risiko efek samping tersebut, AINS harus diberikan dengan dosis efektif terendah dan
lama pengobatan sesingkat mungkin. Dokter dan pasien harus waspada terhadap
terjadinya efek samping tersebut, walaupun tidak ada gejala KV sebelumnya. Pasien
harus diberi informasi mengenai tanda dan/atau gejala KV serius dan langkah yang
harus dilakukan jika tanda dan/atau gejala tersebut muncul.
Tidak ada bukti bahwa penggunaan bersama asetosal dapat mengurangi peningkatan
risiko efek samping trombotik KV serius oleh AINS. Penggunaan AINS bersama dengan
aspirin justru meningkatkan risiko efek samping serius pada saluran cerna.
(lihat PERINGATAN Saluran Cerna).
Dua uji klinis dengan menggunakan pembanding AINS yang COX-2 selektif untuk
pengobatan nyeri 10-14 hari setelah bedah pintas koroner, menunjukkan peningkatan
kejadian infark miokard dan stroke (lihat KONTRAINDIKASI).
2. Hipertensi
AINS dapat menyebabkan munculnya hipertensi baru atau memperberat hipertensi
yang sudah ada yang dapat berakibat pada peningkatan efek samping KV. AINS dapat
menurunkan efek antihipertensi tiazid atau diuretik kuat. AINS harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien hipertensi. Tekanan darah harus dimonitor sejak awal
dan selama terapi dengan AINS.
3. Gagal Jantung Kongestif dan Edema
Retensi cairan dan edema telah terlihat pada beberapa pasien yang menggunakan
AINS. AINS harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan retensi cairan atau
gagal jantung. 
4. Saluran Cerna – Risiko Ulserasi, Perdarahan dan Perforasi
AINS dapat menyebabkan efek samping saluran cerna serius termasuk inflamasi,
perdarahan, ulserasi, dan perforasi lambung dan usus yang dapat berakibat fatal. Efek
samping serius ini dapat terjadi kapanpun, dengan atau tanpa gejala peringatan. Hanya
satu dari 5 pasien yang mengalami efek samping serius pada saluran cerna atas
menunjukkan gejala. Ulkus pada saluran cerna atas, perdarahan, atau perforasi yang
disebabkan AINS terjadi pada sekitar 1% pasien yang diobati selama 3-6 bulan, dan
pada kira-kira 2-4% pasien yang menggunakan obat selama satu tahun. Penggunaan
yang lebih lama cenderung meningkatkan kemungkinan terjadinya efek samping
saluran cerna serius. Namun terapi jangka pendek bukan berarti tanpa risiko. AINS
harus diresepkan dengan sangat hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat penyakit
tukak atau perdarahan saluran cerna. Pasien dengan riwayat tukak peptik dan atau
perdarahan saluran cerna yang menggunakan AINS memiliki risiko terjadinya
perdarahan saluran cerna 10 kali lipat dibandingkan dengan pasien tanpa faktor risiko
tersebut. Faktor lain yang meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna adalah
penggunaan bersama kortikosteroid atau antikoagulan oral, penggunaan AINS yang
lama, merokok, penggunaan alkohol, lansia, dan status kesehatan yang buruk. Sebagian
besar laporan spontan efek samping saluran cerna fatal terjadi pada pasien lansia atau
pasien yang sangat lemah. Oleh karena itu, perhatian khusus harus diberikan dalam
mengobati populasi ini.
Untuk mengurangi risiko efek samping saluran cerna pada pasien yang diobati dengan
AINS, dosis efektif terendah harus diberikan dengan lama pengobatan sesingkat
mungkin. Dokter dan pasien harus waspada terhadap tanda dan gejala ulserasi dan
perdarahan saluran cerna selama terapi dengan AINS. Jika dicurigai adanya efek
samping saluran cerna yang serius, segera dilakukan evaluasi serta pengobatan
tambahan. Untuk pasien berisiko tinggi, terapi alternatif yang tidak melibatkan AINS
dapat dipertimbangkan.

5. Nyeri Orofasial dan Dental


Umumnya sakit gigi ringan hingga sedang dan radang dapat diatasi dengan pemberian
AINS. AINS yang digunakan untuk nyeri orofasial dan dental ini antara lain ibuprofen
dan asetosal. Ibuprofen juga dapat digunakan pada anak. Ibuprofen menyebabkan
iritasi saluran cerna tetapi tetap dianggap risiko efek sampingnya paling rendah.
Diflunisal juga digunakan untuk nyeri dental. Penggunaan diflunisal pascaoperasi
terkait dengan osteitis lokal (dry socket) masih belum diketahui dengan pasti.
Peringatan dan Kontraindikasi:
AINS sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien lansia (lihat juga Pasien Lansia
dan AINS), pada gangguan alergi (AINS dikontraindikasikan bagi pasien dengan
riwayat hipersensitivitas terhadap asetosal atau AINS lainnya termasuk mereka yang
mengalami serangan asma, angioedema, urtikaria atau rinitisnya karena dipicu oleh
asetosal dan AINS lainnya), selama kehamilan dan menyusui, serta pada gangguan
koagulasi.
Penggunaan jangka panjang AINS dikaitkan dengan kemungkinan penurunan kesuburan
wanita yang bersifat sementara dan akan berhenti dengan penghentian obat. Pada pasien
gagal ginjal, payah jantung, atau gagal hati, dibutuhkan kehati-hatian, sebab penggunaan
AINS dapat mengakibatkan memburuknya fungsi ginjal; pada gagal ginjal ringan sampai
sedang, dosis sebaiknya dijaga serendah mungkin dan fungsi ginjal sebaiknya dipantau.
Pada gagal ginjal berat, sebaiknya dihindarkan jika mungkin.
Semua AINS dikontraindikasikan pada gagal jantung berat. Penghambat selektif
siklooksigenase 2 dikontraindikasikan pada penyakit iskemik jantung, penyakit serebro-
vaskuler, penyakit arteri perifer, atau gagal jantung sedang atau berat. Penghambat selektif
siklooksigenase 2 sebaiknya digunakan secara hati-hati pada riwayat gagal jantung,
disfungsi ventrikel kiri, hipertensi, pasien yang mengalami udem karena sebab lain dan
pada pasien dengan faktor risiko terkena penyakit jantung.
Disarankan untuk menghindarkan penggunaan AINS selama kehamilan kecuali manfaat
pemberian obat melebihi risiko yang dapat ditimbulkan. Ibuprofen dan diklofenak
umumnya dianggap aman selama trimester pertama dan kedua kehamilan. Pada trimester
ketiga, AINS dikaitkan dengan risiko terjadinya penutupan duktus arteriosus janin dan
kemungkinan hipertensi pulmoner yang menetap pada bayi baru lahir. Juga dapat
menunda bermulanya persalinan dan memperlama proses persalinan.
AINS sebaiknya tidak diberikan kepada pasien yang mengidap atau mempunyai riwayat
tukak lambung aktif. Pasien yang sebelumnya, atau sedang mengidap tukak atau
perdarahan saluran cerna, lebih baik menghindari dan menghentikan penggunaan obat jika
muncul lesi saluran cerna, meskipun demikian pasien dengan penyakit reumatik serius
(misalnya rematoid artritis) biasanya bergantung pada AINS untuk meredakan nyeri dan
kaku sendi. Beberapa pasien anak mungkin memerlukan AINS untuk menghilangkan nyeri
dan kekakuan. Pencegahan dan pengobatan tukak lambung akibat penggunaan AINS pada
anak mungkin diperlukan.

Efek Samping
Efek samping beragam tingkat keparahan dan kekerapannya. Kadang timbul rasa tidak
nyaman pada saluran cerna, mual, diare, dan kadang perdarahan dan tukak. Dispepsia bisa
ditekan dengan meminum obat ini bersama makanan atau susu atau pilih bentuk sediaan
salut enterik. Sedangkan merubah rute pemberian hanya mengurangi gejala seperti
dispepsia secara sementara. Pasien dengan risiko tukak lambung atau duodenal (termasuk
pasien lansia) yang perlu melanjutkan pengobatan AINS, sebaiknya menerima penghambat
selektif siklooksigenase-2 tunggal atau AINS non selektif yang disertai dengan pengobatan
gastroprotektif.
Efek samping lain termasuk reaksi hipersensitivitas (terutama ruam kulit, angioedema, dan
bronkospasme), sakit kepala, pusing, vertigo, gangguan pendengaran seperti tinnitus,
fotosensitivitas, dan hematuria. Juga terjadi gangguan pada darah. Retensi cairan bisa
terjadi (jarang sampai mempercepat gagal jantung kongestif pada pasien lansia), tekanan
darah dapat meningkat. Gagal ginjal mungkin dipicu oleh AINS khususnya pada pasien yang
sebelumnya sudah mengidap gagal ginjal (penting: lihat juga pada Peringatan di atas). Efek
samping lain yang jarang terjadi yaitu nekrosis papilar atau fibrosis interstisial yang
disebabkan AINS, bisa mengarah kepada gagal ginjal.
Kerusakan hati, alveolitis, eosinofilia pulmoner, pankreatitis, eye changes, sindrom Steven-
Johnson, dan nekrosis epidermal toksik adalah efek samping lain yang jarang terjadi.
Dilaporkan juga induksi atau memburuknya kolitis. Meningitis aseptik dilaporkan jarang
terjadi pada pemberian AINS; pasien yang mengalami kelainan jaringan ikat seperti lupus
eritematosus sistemik yang mungkin rentan.
Overdosis:

Peringatan (bagi penderita asma): Setiap perburukan asma mungkin berhubungan


dengan penggunaan AINS, baik yang diresepkan atau yang dibeli secara bebas.

(http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-10-otot-skelet-dan-sendi/101-obat-reumatik-dan-
gout/1011-antiinflamasi-nonsteroid-ains)

Anda mungkin juga menyukai