Anda di halaman 1dari 11

ANTI INFLAMASI NON SETOROID (TUGAS KELOMPOK)

JURNAL SEMANTIK

(Tugas kelompok)

Dosen Pengampu

Dwi Oktarini,S

Oleh

Ahmad Gojali

Bowo Suratno

Cahyo Suryadi

Dian Astriani

Fajri zulkifli

PROGRAM STUDY SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYAH PRINGSEWU


LAMPUNG

2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Farmakologi yang berjudul Non-
Steroid Anti Inflamatory Drugs (NSAID) dengan baik.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan untuk orang tua yang telah
memberikan dukungan secara materil dan nonmaterial. Terima kasih juga untuk
pembimbing mata kuliah Farmakologi Ibu Sari Meisyayati, M.Si, Apt yang telah
memberikan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini hingga
selesai.
Makalah Farmakologi mengenai Non-Steroid Anti Inflamatory Drugs
(NSAID) ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat
membangun akan penulis terima dengan lapang dada.
BAB I
PENDAHULUAN

Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)


merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan
tanpa resep dokter. Obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen,
secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak
persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini
adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip
aspirin (aspirin-like drugs).
Klasifikasi kimiawi NSAID, tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada
NSAID dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada
obat NSAID yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa.
Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir ini memberi penjelasan
mengapa kelompok heterogen tersebut memiliki kesamaan efek terapi dan efek
samping. Ternyata sebagian besar efek terapi dan efek sampingnya berdasarkan
atas penghambatan biosintesis prostaglandin (PG).
BAB II
ISI

A.    Mekanisme kerja NSAID


Mekanisme kerja berhubungan dengan sistem biosintesis PG mulai
dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dkk yang memperlihatkan secara in vitro
bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat
siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim
siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut KOKS-1 dan KOKS-2. Kedua
isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik.
Secara garis besar KOKS-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam
kondisi normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan
trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi KOKS-1 menghasilkan prostasiklin yang
bersifat sitoprotektif.
Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat KOKS-1 daripada KOKS-2.
Penghambat KOKS-2 dikembangkan dalam mencari penghambat KOKS untuk
pengobatan inflamasi dan nyeri yang kurang menyebabkan toksisitas saluran
cerna dan pendarahan.
Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila
lingkungannya rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi
biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini
menjelaskan mengapa efek anti-inflamasi parasetamol praktis tidak ada. Aspirin
sendiri menghambat dengan mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim ini.
Trombosit sangat rentan terhadap penghambatan ini karena trombosit tidak
mampu mengsintesis enzim baru. Sehingga dosis tunggal aspirin 40 mg sehari
telah cukup untuk menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa
hidup trombosit, yaitu 8-11 hari. Ini berate bahwa pembentukan trombosit kira-
kira 10% sehari. Untuk fungsi pembekuan darah 20% aktivitas siklooksigenase
mencukupi.
B.     Efek farmakodinamik
Semua obat NSAID bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Ada
perbedaan aktivitas diantara obat-obat tersebut, misalnya: parasetamol bersifat
antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali.
Sebagai analgesik, obat NSAID hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia dan nyeri
lain yang berasal dari integument, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan
dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik
opiat. Tetapi berbeda dengan opiat, obat NSAID tidak menimbulkan ketagihan
dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan.
Sebagai antipiretik, obat NSAID akan menurunkan suhu badan hanya pada
keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipireti in
vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila
digunakan secara rutin atau terlalu lama. Fenilbutazon dan antireumatik lainnya
tidak dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alas an tersebut.
Kebanyakan obat NSAID, terutama yang baru, lebih dimanfaatkan sebagai
anti-inflamasi pada pengobatan kelainan musculoskeletal, seperti arthritis
rheumatoid, osteoarthritis dan spondilitas ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa
obat NSAID ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan
dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau
mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal.

C.    Efek samping


Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga memiliki
efek samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG.
Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak
peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran
cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua
mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang
menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan
kerusakan jaringan; dan (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik
melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini banyak ditemukan di
mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan
merangsang sekresi mucus usus halus yang bersifat sitoprotektif.
Efek samping lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan
biosintesis tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan.
Efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi profilaksis tromboemboli.

D.    Penggunaan NSAID


Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) bekerja menghambat
enzim cyclooxygenase (enzim pembentuk prostaglandin). NSAID hanya dipakai
untuk nyeri inflamasi dan antipiretik akibat produksi prostaglandin. NSAID
mempunyai 3 efek yakni: anti-inflamasi, analgesik (untuk nyeri ringan hingga
sedang), dan antipiretik. Namun, NSAID tidak bisa digunakan untuk mengatasi
nyeri karena angina pectoris karena nyeri disebabkan karena hipoksia dan
penumpukan laktat. Penggunaan NSAID sebagai analgesik bersifat simptomatik
sehingga jika simptom sudah hilang, pemberiannya harus dihentikan.
Pada keadaan gout arthritis, NSAID berperan untuk mengurangi
inflamasinya. Asam urat yang meningkat dan menurun masih dapat menyebabkan
inflamasi sehingga menimbulkan nyeri. Asam urat dapat menumpuk di jaringan
(biasanya pada jari kaki tampak tofi, bendol- bendol). Penggunaan NSAID masih
menimbulkan recruitment sel radang karena tidak menghambat LOX/ leukotrien
(chemotoxin). Namun efeknya ini perlu diturunkan untuk mencegah adanya
kemotaksis dengan penggunaan kortikosteroid.
NSAID tidak mempengaruhi proses penyakit (ex. kerusakan jaringan
muskuloskeletal) dan hanya mencegah simtom peningkatan prostaglandin pada
kerusakan jaringan. Jadi, NSAID memblok pembentukan prostaglandin, akan
tetapi jaringan tetap rusak. NSAID efeknya bersifat sentral, sehingga tidak
menimbulkan adiksi.
Penggunaan NSAID sebagai antipiretik digunakan untuk demam yang
patologis (tidak digunakan untuk demam karena peningkatan suhu setelah
aktivitas yang berlebih). Demam patologis dirangsang oleh zat pirogen endogen
(IL-1) yang mengakibatkan pelepasan prostaglandin di preoptik hipotalamus.
Penggunaannya untuk simptomatik juga (ketika panas turun harus dihentikan).
Efek samping NSAID antara lain: Ulcus pepticum (akibat hambatan COX-
1 sehingga pada GIT timbul perdarahan), anemia, gagal ginjal (hambatan COX-1
juga menurunkan perfusi ginjal), gangguan penutupan ductus arteriosus botalli
(penutupannya membutuhkan prostaglandin), keasaman, asma (adanya reaksi
hipersensitivitas).
NSAID dapat memblok TxA2 sehingga bisa dipakai sebagai profilaksis
thromboemboli.

E.     Penggunaan beberapa jenis obat NSAID


Aspirin (asam metilsalisilat atau acetosal) merupakan NSAID yang punya
3 efek yaitu: analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi. Efek toksik aspirin sering
terjadi pada anak-anak (karena rasanya yang enak sehingga anak sering minta
lagi). Efek toksiknya yaitu hipertermi, asidosis metabolik (sesak). Aspirin
memiliki efek urikosurik (seperti probenecid, sulfinpirazone), artinya pada dosis
tinggi meningkatkan asam urat di dalam urin. Namun tablet aspirin yang
disediakan dosis 500mg sehingga tidak lazim untuk digunakan terapi asam urat
karena butuh minum 10 tablet agar mencapai efek (dosis 5g per hari). Jadi, aspirin
dosis antipiretik tidak bisa digunakan untuk terapi Gout Artritis karena pada kadar
tersebut belum bisa meningkatkan ekskresi asam urat. Aspirin cocok digunakan
pada pasien DM karena memiliki efek insulin like activity. Aspirin dapat
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, sehingga dapat menimbulkan
hipoglikemia.
Aspirin juga digunakan sebagai antiplatelet untuk terapi stroke. Aspirin
bekerja dengan menghambat pembentukan tromboksan. Tromboksan merupakan
senyawa yang berperan dalam pembekuan darah. Dengan dihambatnya
tromboksan, maka terjadi hambatan pembekuan darah. Hambatan dalam proses
pembekuan darah diharapkan dapat melancarkan aliran darah menuju otak yang
tersumbat. Untuk terapi stroke, aspirin diberikan dalam dosis rendah (pada dosis
rendah aspirin juga bisa menghambat trombus pada PJK). Hal ini dikarenakan
pada pemberian dosis tinggi, aspirin berisiko menyebabkan terjadinya perdarahan
yang tentunya akan memperparah kondisi pasien.
Perlu diingat, bahwa penggunaan aspirin bertujuan untuk mencegah
terjadinya kekambuhan stroke akibat sumbatan aliran darah, karena itu harus
diminum secara teratur walaupun pasien sudah dinyatakan sembuh dari stroke.
Kepatuhan penggunaan obat pada penderita stroke sangat penting untuk
mencegahnya terjadinya serangan stroke berulang. Aspirin bersifat hepatotoksik
(sifatnya radikal bebas dan metabolit reaktif/toxic), jadi jika terjadi icterus harus
segera dihentikan penggunaannya. Intoksikasi aspirin penanganannya dengan
kumbah lambung, koreksi cairan elektrolit, alkalinisasi urin (bisa dengan Nabik).
Aspirin kurang aman untuk ibu hamil karena ikatannya yang proteinnya yang kuat
sehingga bisa menembus blood placenta barrier. Aspirin diabsorbsi per oral
dengan cepat. Dengan topikal juga cepat (untuk salep counter irritant, dosis yang
rendah memberikan rasa panas namun sifatnya sementara).
Diflunisal merupakan NSAID yang tidak mempunyai efek antipiretik.
Efeknya lebih kecil daripada aspirin. Diflunisal dapat menimbulkan gangguan
pendengaran. Obat ini 99% terikat protein sehingga harus diwaspadai
menimbulkan interaksi dengan obat lain.
Paracetamol (acetaminophen) merupakan NSAID yang tidak mempunyai
efek anti-inflamasi. Paracetamol sifatnya hepatotoksik, jadi sebaiknya
dikombinasikan dengan gluthation untuk efek antioksidan. Jadi untuk antitode
keracunan parasetamol bisa diberikan N-acetylcystein dan metionine. Efek
hepatotoksik akan timbul setelah penggunaan jangka panjang disebabkan karena
paracetamol membentuk reaktif yang dapat merusak sel hati. Sering juga terjadi
kasus alergi (Steven Johnson Syndrome) untuk pengobatan ini sehingga perlu
diwaspadai.
Dipiron (metampiron seperti antalgin dan novalgin) punya sifat hidrofilik.
Metampiron masih digunakan di Indonesia sebagai NSAID. Namun di luar negeri
sudah tidak digunakan karena adanya efek agranulocytosis dan depresi sumsum
tulang yang sangat besar.
Phenylbutazone, NSAID yang efek anti-inflamasinya sangat kuat.
Phenylbutazone tidak digunakan untuk analgesik dan antipiretik. Obat ini sering
menyebabkan Stephen-Johnson syndrome. Penggunaannya dengan glibenclamid
menimbulkan efek hipoglikemia.
Asam Mefenamat merupakan NSAID yang efek anti-inflamasinya rendah.
Diklofenak, NSAID yang terakumulasi di sinovial sehingga digunakan
untuk terapi semua jenis arthritis.
Ibuprofen, NSAID yang efek sampingnya paling ringan dibandingkan
semua NSAID yang lain.
Indometasin, NSAID yang kerjanya menghambat COX juga menghambat
motilitas PMN. Obat ini bagus namun toksik sehingga dipakai jika sangat
simptomatik.
Piroksikam, NSAID yang waktu paruhnya sangat lama (>45 jam).
Nabumeton, NSAID yang kerjanya selektif COX-2 dengan hambatan
COX-1 yang minimal. Nabumeton merupakan prodrug.
Rofecoxib (Vioxx), NSAID yang efek iritasi GITnya rendah karena tidak
menghambat COX-1 dan tidak bisa dipakai sebagai antithrombotik karena tidak
mengubah fungsi platelet. Obat ini kontraindikasi untuk penderita hipertensi, PJK,
dan stroke.
Colecoxib (Celebrex), NSAID selektif COX-2 inhibitor (seperti nimesulid,
rofecoxib). Obat ini punya efek samping hipertensi, PJK, stroke.

F.     Golongan obat NSAID


1.      Gol. Indomethacine
  Proses di dalam tubuh
Absorpsi di dalam tubuh cepat dan lengkap, metabolisme sebagian berada
di hati, yang dieksresikan di dalam urine dan feses, waktu paruhnya 2-3 jam,
memiliki anti inflamasi dan efek antipiretic yang merupakan obat penghilang sakit
yang disebabkan oleh keradangan, dapat menyembuhkan rematik akut, gangguan
pada tulang belakang dan asteoatristis.
  Efek samping
  Reaksi gastrointrestianal: anorexia (kehilangan nafsu makan), vomting (mual),
sakit abdominal, diare.
  Alergi: reaksi yang umumnya adalah alergi pada kulit dan dapat menyebabkan
asma.
2.      Gol. Sulindac
Potensinya lebih lemah dari Indomethacine tetapi lebih kuat dari aspirin,
dapat mengiritasi lambung, indikasinya sama dengan Indomethacine.
3.      Gol. Arylacetic Acid
Selain pada reaksi aspirin yang kurang baik juga dapat menyebabkan
leucopenia thrombocytopenia, sebagian besar digunakan dalam terapi rematik dan
reumatoid radang sendi, ostheoarthitis.
4.      Gol. Arylpropionic Acid
Digunakan untuk penyembuhan radang sendi reumatik dan ostheoarthitis,
golongan ini adalah penghambat non selektif cox, sedikit menyebabkan
gastrointestial, metabolismenya dihati dan di keluarkan di ginjal.
5.      Gol. Piroxicam
Efek mengobati lebih baik dari aspirin indomethacine dan naproxen,
keuntungan utamanya yaitu waktu paruh lebih lama 36-45 jam
6.      Gol. Nimesulide
Jenis baru dari NSAID, penghambat COX-2 yang selektif, memiliki efek
anti inflamasi yang kuat dan sedikit efek samping.
BAB III
PENUTUP

A.    Kritik dan saran


Makalah Farmakologi NSAID ini masih jauh dari sempurna, sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan lapang
dada. Perlu dilakukan penambahan materi dan sumber referensi untuk menunjang
kelengkapan makalah ini sehingga data yang diperoleh lebih akurat.

Anda mungkin juga menyukai