PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin
dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan
berfungsi sejak kehamilan usia 24 minggu. Penanganan nyeri tidak dapat
disamakan pada masing-masing individu dan kelompok umur karena
penanganan nyeri yang baik memerlukan perhatian khusus terhadap fisiologi,
anatomi, dan karakteristik farmakologi. Pasien anak dan orang tua mendapat
perhatian khusus dalam penanganan nyeri karena persepsi nyeri, kognitif, dan
personaliti menyebabkan ambang nyeri keduanya sangat berbeda.1
Seperti kita ketahui bahwa nyeri terdiri dari dua komponen penting
yaitu sensoris dan afektif ( emosional ). Analgesia yang sering digunakan saat
ini untuk nyeri paska bedah pada anak-anak adalah golongan Non Opioid
Analgesi seperti NSAID (Non Steroid Anti Inflamatory Drug), yang dianggap
aman karena tidak menimbulkan depresi pernapasan. Tetapi efek analgesia
dari Non Opioid Analgesi seperti NSAID kurang poten dan golongan ini
meningkatkan resiko perdarahan pra bedah dan paska bedah. Selain itu Non
Opioid Analgesi tidak memiliki efek sedasi yang dibutuhkan dalam
penanganan nyeri terutama pada anak-anak. Analgesik opoid memiliki efek
unik yaitu dapat menurunkan kedua aspek dari nyeri, terutama aspek afektif.1
Analgetik sangat diperlukan setelah pasien menjalani pembedahan,
banyak efek yang merugikan bila pasien tadi masih merasa nyeri paska
pembedahan. Nyeri paska pembedahan dapat menyebabkan respon segmental
dan supra-segmental refleks yang dapat berefek pada sistem pernafasan,
kardiovaskular, pencernaan, urine, dan hormonal.1
Obat-obat Non Opioid Analgesi seperti NSAID sudah popular sebagai
analgesia. Obat-obat ini bermanfaat dalam menurunkan kebutuhan analgetik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
vitro bahwa
dosis
rendah
aspirin
dan
indometasin
Penghambat
COX-2
dikembangkan
dalam
mencari
penghambatan
ini
karena
trombosit
tidak
mampu
pembentukan
trombosit
kira-kira
10%
sehari.
Untuk
fungsi
Anti
menghambat
enzim
Inflammatory
Drugs
cyclooxygenase
(NSAID)
(enzim
bekerja
pembentuk
simptomatik
sehingga
jika
simptom
sudah
hilang,
tofi,
bendol-
bendol).
Penggunaan
NSAID
masih
penutupan
ductus
arteriosus
botalli
(penutupannya
COX nonselektif
COX-2 preferential
COX-2 selektif
Aspirin
Indometriasin
Peroksikam
Ibuprofen
Naproksen
As.Mefenamat
Nimesulid
Meloksikam
Nabumeton
Diklofenak
etodolak
Generasi 1
Selekoksib
Refekoksib
Parekoksib
Generasi 2
Vszdfcr
As
Karboksilat
Oksikam
Dipiron
Salisilat
As Asetil
Salisilat
Dflunisal
Piroksikam
As
Propionat
As Asetat
Ibuprofen
Naproksen
Ketoprofen
As
Antranilat
As mefenamat
Floktafenin
As
Indolasetat
As
Pirolasetat
As
Fenilasetat
Endometasi
n
Ketorolak
Diklofenak
10
D. Ibuprofen
Ibuprofen
merupakan
derivat
asam
propionat
yang
ibuprofen
terikat
dalam
protein
plasma,
anti
hipertensi
karena
dapat
mengurangi
efek
interaksi
dengan
diperhatikan.6
11
oabt
antikoagulan
harus
lintas
40-50%.
yang
merupakan
12
pemicu
reaksi
radang.
dan
dipakai
pada
dalam
bulan
terakhir,
adanya
cerna
ataupun
penyakit
perdarahan lainnya.7
3. COX-2 Selektif
A. Rofecoxib
Rofecoxib merupakan suatu senyawa antiinflamasi non
steroid yang memiliki efek anti inflamasi, analgetik dan
antipiretik. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat
sistesis
prostaglandin
melalui
penghambatan
rofecoxib
tidak
menghambat
isoenzim
cyclooxygenase-1 (COX-1).8
Indikasi
yang
disetujui
adalah
hanya
untuk
A. Piroxicam
1. Indikasi
Terapi
simptomatik
ankilosing
reumatoid
spondilitis,
gangguan
artritis,
osteoartritis,
muskuloskeletal
akut
Reumatoid
artritis,
osteoartritis,
dan
ankilosing
c.
adalah
anti-inflamasi
non
steroid
yang
14
Dosis
Dewasa dan anak-anak > 14 tahun : dosis awal : 500 mg
kemudian dianjurkan 250 mg tiap 6 jam sesuai dengan
kebutuhan.3
3.
Efek Samping3
a.
Sistem pencernaan : mual, muntah, diare dan rasa sakit
b.
pada abdominal.
Sistem
hematopietik
leukopenia,
15
eosinofilia,
c.
4.
bekerja
dengan
cara
menghambat
sintesa
tahun.
C. Allopurinol
1.
Indikasi3
a.
Hipeurisima primer : gout.
b.
Hipeurisima sekunder : mencegah pengendapan asam urat
dan kalsium oksalat.
Dosis
2.
Dewasa3 :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
200 mg sehari.
Kondisi sedang : 300-600 mg sehari.
Kondisi berat : 700-900 mg sehari.
16
Efek Samping3
a.
Gejala hipersensitifitas
b.
c.
d.
e.
seperti
ekspoliatif,
demam,
eosinolia.
Reaksi kulit : pruritis makulopapular.
Gangguan gastrointestinal, mual, diare.
Sakit kepala, vertigo, mengantuk, gangguan mata dan rasa.
Gangguan darah : leukopenia, trombositopenia, anemia
aplastik dan anemia hemolitik.
Mekanisme kerja
4.
mg
Reumatoid artritis : 3-4 kali sehari atau 2 kali sehari 75 mg
Ankilosing spondilitis : 4 kali sehari 25 mg saat akan tidur.
Tablet harus ditelan utuh dengan air, sebelum makan.
3.
Efek Samping3
17
a.
b.
c.
4.
b.
c.
hipertensi.
Pada penderita fungsi hati, ginjal, dan jantung.
Hati-hati pada selama kehamilan karena dapat menembus
d.
plasenata.
Tidak dianjurkan pada ibu menyusui karena diklofenak
Dosis3
Dewasa danhun diatas 12 tahun : 1-2 tablet 3 kali sehari.
Anak-anak 6-12 tahun : -1 tablet 3 kali sehari.
Diminum sesudah makan atau menurut petunjuk dokter.
18
3.
4.
Efek Samping3
a.
Gangguan saluran cerna termasuk mual, muntah, nyeri
b.
c.
kulit, trombositopenia.
Penurunan ketajaman
penglihatan
dan
kesulitan
Kontraindikasi3
a.
Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap ibuprofen.
b.
Penderita dengan ulkus peptikum yang berat dan aktif.
c.
Kehamilan tiga bulan terakhir.
6.
Peringatan dan Perhatian
a.
Tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan.
5.
Ketorolac
2.2.1.
Indikasi
Farmakodinamik
19
Efeknya
menghambat
biosintesis
prostaglandin.
menghambat
tromboksan
sintese
prostaglandin,
juga
memberikan
menghambat
efek
anti
leukosit
polimorfonuklear
dan
makrofag
ke
tempat
peradangan.9
2.2.3.
Farmakokinetik
Dosis
20
pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 120 mg/hari. Bila
diberikan dengan injeksi intravena, maka diberikan setiap 6 jam
sekali.
2.2.5.
dan
perlubangan
lambung.
Sehingga
Ketorolac
c.
Resiko perdarahan
21
Reaksi hipersensitivitas
Dalam pemberian Ketorolac tromethamine bias terjadi reaksi
hypersensitivitas dari hanya sekedar spasme bronkus hingga shock
anafilaktik, sehigga dalam pemberian Ketorolac tromethamine harus
diberikan dosis awal yang rendah.
2.2.6.
Kontraindikasi
22
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.
3.2.
Identitas Pasien
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Agama
MRS
No MRS
: Ny. JMT
: 59 Tahun
: Perempuan
: Hindu
: 27 Juni 2015
: 150748
Pre Operatif
A. Anamnesis
Keluhan Utama
Benjolan pada dada kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan benjolan pada dada kanan. Benjolan
dirasakan sejak lama. Benjolan dirasakan semakin membesar dan
terasa nyeri. Pasien mengatakan dulu hanya terdapat benjolan kecil
tapi lama kelamaan benjolan membesar dankadang terasa nyeri.
Pasien juga kadang terasa sakit kepala.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), diabetes millitus (-), penyakit jantung (-), asma (-),
gangguan ginjal (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada yang memiliki gejala yang sama
dengan pasien.
Riwayat Pengobatan dan Alergi
Pasien mengatakan tidak ada alergi makanan dan obat pada pasien.
Pasien juga tidak pernah melakukan operasi sebelumnya.
23
B. Pemeriksaan Fisik
Kesan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Vital sign
:
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi
: 87 x/menit
Pernafasan
: 18 x/menit
Suhu
: Afebris
Status generalisata :
Kepala
: Normocepali
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
: Dalam batas normal
Telinga
: Dalam batas normal
Leher
: pembesaran KGB (-)
Thorax
:
Inspeksi : Benjolan pada dada kanan
Palpasi
: benjolan teraba kasar dan imobilisasi
Perkusi
: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonky (-/-), wheezing (-/-)
Cor
: S1, S2 tunggal reguler
Abdomen
: Dalam batas normal
Ekstremitas
: Edema (-), akral hangat (+)
C. Pemeriksaan Laboratorium
WBC
: 16,62 x 103/ul
RBC
: 3,83 x 106/ul
HBG
: 10,9 gr/dl
HCT
: 30,1 %
PLT
: 103 103/ul
GDS
: 127 mg/dl
PT
: 10,4
APTT
: 27,1
D. Diagnosis Pre-Operatif
Diagnosis : Tumor Mamae
Tindakan : MSM
E. Kesan Anastesi
Perempuan usia 59 tahun dengan ASA I
F. Terapi pre-operatif
Puasa 8 jam pre operatif
Inform consent keluarga tentang resiko operasi
Pasang IVFD RL 20 TPM
24
Durante Operasi
1.
2.
3.
4.
Recovery room
1. Diberikan oksigen 3 lpm
2. Pantau hemodinamik pasien hingga pasien sadar
3. Aldrette score pasien minimal 8 dapat pindah ruangan.
25
BAB IV
PEMBAHASAN
Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) adalah sebagai penghambat
sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat anti radang glukokortikoid
menghambat pembebasan asam arakidonat.
Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi
penggunaan ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu
penggunaan maksimal selama 5 hari. Ketorolac selain digunakan sebagai anti
inflamasi juga memiliki efek anelgesik yang bisa digunakan sebagai pengganti
morfin pada keadaan pasca operasi ringan dan sedang.
Pada pasien ini diberikan obat ketorolak 30 mg bertujuan untuk
mencegah nyeri pasca operasi. Obat diberikan secara intra vena. Pemberian
NSAID ini bertujuan untuk mencegah nyeri yang bersifat ringan sampai sedang.
The Agency for Health Care Policy and Research dari Department of
Health and Human Services Amerika Serikat mempublikasikan panduan praktis
penatalaksanaan nyeri akut, dimana bila tidak didapatkan kontra indikasi, terapi
farmakologi untuk nyeri paska bedah ringan-sedang harus di mulai dengan obat
Non Opioid Analgesi.
Pemberian dosis ketorolak 30 mg melalui intra vena telah sesuai dengan
aturan yaitu pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 30 mg Ketorolac
tromethamine/dosis.
26
BAB V
KESIMPULAN
5.1.
SIMPULAN
Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) adalah sebagai penghambat
sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat anti radang glukokortikoid
menghambat pembebasan asam arakidonat.
Pemberian ketorolac pada pasien ini telah sesuai dengan aturan.
Pemberian ketorolak bertujuan untuk mencegah rasa nyeri pasca operasi.
Dosis yang diberikan pada pasien ini adalah 30 mg secara intra vena.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Herman.
2010.
Pengobatan
NSAID
Pasca
Bedah
Pada
Anak.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24542/5/Chapter%20I.pdf.
Diakses tanggal 29 Juni 2015.
2. Anonymous,
2005.
Analgesik,
antipiretik
dan
NSAID.
Analgetika Anti
Inflamasi
Non Steroid.
Anti
Radang.
https://www.scribd.com/doc/241064539/Anti-Inflamasi-Non-Steroid. Diakses
tanggal 5 Juli 2015.
6. P. Freddy Wilmana Dan Sulistia Gan. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5 :
Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid, Dan Obat
Gangguan Sendi Lainnya. Jakarta : FKUI
7. Agus Priyono. 2014. Meloxicam. http://www.kerjanya.net/faq/11488meloxicam.html. Diakses tanggal 5 Juli 2015.
8. Anonymous. 2007. Rofecoxib tak selamnya
selektif
itu
indah.
28