Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin
dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan
berfungsi sejak kehamilan usia 24 minggu. Penanganan nyeri tidak dapat
disamakan pada masing-masing individu dan kelompok umur karena
penanganan nyeri yang baik memerlukan perhatian khusus terhadap fisiologi,
anatomi, dan karakteristik farmakologi. Pasien anak dan orang tua mendapat
perhatian khusus dalam penanganan nyeri karena persepsi nyeri, kognitif, dan
personaliti menyebabkan ambang nyeri keduanya sangat berbeda.1
Seperti kita ketahui bahwa nyeri terdiri dari dua komponen penting
yaitu sensoris dan afektif ( emosional ). Analgesia yang sering digunakan saat
ini untuk nyeri paska bedah pada anak-anak adalah golongan Non Opioid
Analgesi seperti NSAID (Non Steroid Anti Inflamatory Drug), yang dianggap
aman karena tidak menimbulkan depresi pernapasan. Tetapi efek analgesia
dari Non Opioid Analgesi seperti NSAID kurang poten dan golongan ini
meningkatkan resiko perdarahan pra bedah dan paska bedah. Selain itu Non
Opioid Analgesi tidak memiliki efek sedasi yang dibutuhkan dalam
penanganan nyeri terutama pada anak-anak. Analgesik opoid memiliki efek
unik yaitu dapat menurunkan kedua aspek dari nyeri, terutama aspek afektif.1
Analgetik sangat diperlukan setelah pasien menjalani pembedahan,
banyak efek yang merugikan bila pasien tadi masih merasa nyeri paska
pembedahan. Nyeri paska pembedahan dapat menyebabkan respon segmental
dan supra-segmental refleks yang dapat berefek pada sistem pernafasan,
kardiovaskular, pencernaan, urine, dan hormonal.1
Obat-obat Non Opioid Analgesi seperti NSAID sudah popular sebagai
analgesia. Obat-obat ini bermanfaat dalam menurunkan kebutuhan analgetik

opioid. Selain itu obat NSAID memfasilitasi proses penyembuhan dengan


cara mengurangi efek samping opioid. Obat NSAID di sisi lain juga
menimbulkan efek yang tidak di inginkan, antara lain gangguan mukosa
gastrointestinal dan aliran darah ginjal.1
The Agency for Health Care Policy and Research dari Department of
Health and Human Services Amerika Serikat mempublikasikan panduan
praktis penatalaksanaan nyeri akut, dimana bila tidak didapatkan kontra
indikasi, terapi farmakologi untuk nyeri paska bedah ringan-sedang harus di
mulai dengan obat Non Opioid Analgesi.1
Obat Non Opioid Analgesi seperti NSAID menurunkan kadar
mediator-mediator inflamatori pada daerah trauma, tidak menyebabkan sedasi
atau depresi pernafasan.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID)


2.1.1. Pengertian
Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) adalah sebagai
penghambat sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat
antiradang glukokortikoid menghambat pembebasan asam arakidonat.2
2.1.2. Patologi Nyeri
Adapun penyebab nyeri sendiri yaitu akibat pengeluaran prostaglandin
secara berlebihan akibat adanya rangsangan nyeri. Adapun rangsangan
nyeri yaitu3 :
A. Fisika , dapat berupa benturan dan menyebabkan bengkak
B. Kimia, dapat terjadi karena tertetesi HCL dan zat-zat kimia
lainnya
C. Biologi , dapat terjadi karena terinfeksi bakteri atau kuman
Nyeri timbul oleh karena aktivasi dan sensitisasi sistem
nosiseptif, baik perifer maupun sentral. Dalam keadaan normal,
reseptor tersebut tidak aktif. Dalam keadaan patologis, misalnya
inflamasi, nosiseptor menjadi sensitive bahkan hipersensitif. Adanya
pencederaan jaringan akan membebaskan berbagai jenis mediator
inflamasi, seperti prostaglandin, bradikinin, histamin dan sebagainya.
Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang menyebabkan
munculnya nyeri. AINS mampu menghambat sintesis prostaglandin
dan sangat bermanfaat sebagai anti nyeri.3

2.1.3. Mekanisme Kerja NSAID


Mekanisme kerja berhubungan dengan sistem biosintesis PG mulai
dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dkk yang memperlihatkan
secara in

vitro bahwa

dosis

rendah

aspirin

dan

indometasin

menghambat produksi enzimatik PG.4


Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase
sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap
obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas
yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform
disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen
yang berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar COX-1
esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di
berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit. Di
mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang
bersifat sitoprotektif.4
Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat COX-1 daripada
COX-2.

Penghambat

COX-2

dikembangkan

dalam

mencari

penghambat COX untuk pengobatan inflamasi dan nyeri yang kurang


menyebabkan toksisitas saluran cerna dan pendarahan.4
Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi
bila lingkungannya rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus.
Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang
dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek anti-inflamasi
parasetamol praktis tidak ada. Aspirin sendiri menghambat dengan
mengasetilasi gugus aktif serin dari enzim ini. Trombosit sangat rentan
terhadap

penghambatan

ini

karena

trombosit

tidak

mampu

mengsintesis enzim baru. Sehingga dosis tunggal aspirin 40 mg sehari


telah cukup untuk menghambat siklooksigenase trombosit manusia
selama masa hidup trombosit, yaitu 8-11 hari. Ini berate bahwa

pembentukan

trombosit

kira-kira

10%

sehari.

Untuk

fungsi

pembekuan darah 20% aktivitas siklooksigenase mencukupi.4


2.1.4. Farmakodinamik
Semua obat NSAID bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi.
Ada perbedaan aktivitas diantara obat-obat tersebut, misalnya:
parasetamol bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat antiinflamasinya lemah sekali.5
Sebagai analgesik, obat NSAID hanya efektif terhadap nyeri
dengan intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala,
mialgia, artralgia dan nyeri lain yang berasal dari integument, juga
efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek
analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opiat. Tetapi
berbeda dengan opiat, obat NSAID tidak menimbulkan ketagihan dan
tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan.5
Sebagai antipiretik, obat NSAID akan menurunkan suhu
badan hanya pada keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini
memperlihatkan efek antipireti in vitro, tidak semuanya berguna
sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin
atau terlalu lama. Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak
dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan tersebut.5
Kebanyakan obat NSAID, terutama yang baru, lebih
dimanfaatkan sebagai anti-inflamasi pada pengobatan kelainan
musculoskeletal, seperti arthritis rheumatoid, osteoarthritis dan
spondilitas ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat NSAID ini
hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan
penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki
atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal.5

2.1.5. Efek Samping NSAID


Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga
memiliki efek samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada
sistem biosintesis PG. Efek samping yang paling sering terjadi adalah
induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai
anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. Beratnya efek
samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua mekanisme
terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang
menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan
menyebabkan kerusakan jaringan; dan (2) iritasi atau perdarahan
lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis
PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini banyak ditemukan di mukosa lambung
dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang
sekresi mucus usus halus yang bersifat sitoprotektif.5
Efek samping lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat
penghambatan biosintesis tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat
perpanjangan waktu perdarahan. Efek ini telah dimanfaatkan untuk
terapi profilaksis tromboemboli.5
2.1.6. Penggunaan NSAID
Non-Steroidal

Anti

menghambat

enzim

Inflammatory

Drugs

cyclooxygenase

(NSAID)
(enzim

bekerja

pembentuk

prostaglandin). NSAID hanya dipakai untuk nyeri inflamasi dan


antipiretik akibat produksi prostaglandin. NSAID mempunyai 3 efek
yakni: anti-inflamasi, analgesik (untuk nyeri ringan hingga sedang),
dan antipiretik. Namun, NSAID tidak bisa digunakan untuk mengatasi
nyeri karena angina pectoris karena nyeri disebabkan karena hipoksia
dan penumpukan laktat. Penggunaan NSAID sebagai analgesik
bersifat

simptomatik

sehingga

jika

pemberiannya harus dihentikan.3

simptom

sudah

hilang,

Pada keadaan gout arthritis, NSAID berperan untuk


mengurangi inflamasinya. Asam urat yang meningkat dan menurun
masih dapat menyebabkan inflamasi sehingga menimbulkan nyeri.
Asam urat dapat menumpuk di jaringan (biasanya pada jari kaki
tampak

tofi,

bendol-

bendol).

Penggunaan

NSAID

masih

menimbulkan recruitment sel radang karena tidak menghambat LOX/


leukotrien (chemotoxin). Namun efeknya ini perlu diturunkan untuk
mencegah adanya kemotaksis dengan penggunaan kortikosteroid.3
NSAID tidak mempengaruhi proses penyakit (ex. kerusakan
jaringan muskuloskeletal) dan hanya mencegah simtom peningkatan
prostaglandin pada kerusakan jaringan. Jadi, NSAID memblok
pembentukan prostaglandin, akan tetapi jaringan tetap rusak. NSAID
efeknya bersifat sentral, sehingga tidak menimbulkan adiksi.3
Penggunaan NSAID sebagai antipiretik digunakan untuk
demam yang patologis (tidak digunakan untuk demam karena
peningkatan suhu setelah aktivitas yang berlebih). Demam patologis
dirangsang oleh zat pirogen endogen (IL-1) yang mengakibatkan
pelepasan prostaglandin di preoptik hipotalamus. Penggunaannya
untuk simptomatik juga (ketika panas turun harus dihentikan).3
Efek samping NSAID antara lain: Ulcus pepticum (akibat
hambatan COX-1 sehingga pada GIT timbul perdarahan), anemia,
gagal ginjal (hambatan COX-1 juga menurunkan perfusi ginjal),
gangguan

penutupan

ductus

arteriosus

botalli

(penutupannya

membutuhkan prostaglandin), keasaman, asma (adanya reaksi


hipersensitivitas).3
NSAID dapat memblok TxA2 sehingga bisa dipakai sebagai
profilaksis thromboemboli.3

2.1.7. Klasifikasi NSAID


NSAID

COX nonselektif

COX-2 preferential

COX-2 selektif

Aspirin
Indometriasin
Peroksikam
Ibuprofen
Naproksen
As.Mefenamat

Nimesulid
Meloksikam
Nabumeton
Diklofenak
etodolak

Generasi 1
Selekoksib
Refekoksib
Parekoksib
Generasi 2
Vszdfcr

Klasifikasi obat NSAID6


NSAI
D
Pirazolon

As
Karboksilat

Oksikam

Dipiron

Salisilat
As Asetil
Salisilat
Dflunisal

Piroksikam

As
Propionat

As Asetat

Ibuprofen
Naproksen
Ketoprofen

As
Antranilat
As mefenamat
Floktafenin

As
Indolasetat

As
Pirolasetat

As
Fenilasetat

Endometasi
n

Ketorolak

Diklofenak

Klasifikasi Kimia NSAID

Klasifikasi obat NSAID


1. COX nonselektif
A. Aspirin
Aspirin menghambat pengaruh dan biosintesa dari pada zatzat yang menimbulkan rasa nyeri dan demam (prostaglandin).
Daya kerja antipiretik dan analgetik dari pada Aspirin
diperkuat oleh pengaruh langsung terhadap susunan saraf
pusat.6
Indikasi:
Untuk meringankan rasa sakit, terutama sakit kepala dan
pusing, sakit gigi, dan nyeri otot serta menurunkan demam.6
Kontra Indikasi:
Penderita tukak lambung dan peka terhadap derivat asam
salisilat, penderita asma, dan alergi. Penderita yang
pernahatau sering mengalami pendarahan bawah kulit,
penderita yang sedang terapi dengan antikoagulan, penderita
hemofolia dan trombositopenia.6
B. Indometriasin
Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal
sejak 1963 untuk pengobatan artritis reumatoid dan
sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik
maka penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki
efek anti-inflamasi sebanding dengan aspirin, serta memiliki
efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro indometasin
menghambat enzim siklooksigenase, seperti kolkisin.6
Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%.
Indometasin terikat pada protein plasma dan metabolisme

terjadi di hati. Di ekskresi melalui urin dan empedu, waktu


paruh 2- 4 jam. Efek samping pada dosis terapi yaitu pada
saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan
lambung dan pankreatis. Sakit kepala hebat dialami oleh kirakira 20-25% pasien dan disertai pusing. Hiperkalemia dapat
terjadi akibat penghambatan yang kuat terhadap biosintesis
prostaglandin di ginjal.6
Karena toksisitasnya tidak dianjurka pada anak,
wanita hamil, gangguan psikiatrik dan pada gangguan
lambung. Penggunaanya hanya bila AINS lain kurang
berhasil. Dosis lazim indometasin yaitu 2-4 kali 25 mg sehari,
untuk mengurangi reumatik di malam hari 50-100 mg
sebelum tidur.6
C. Piroksikam dan Meloksikam
Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru
yaitu oksikam, derivat asam enolat. Waktu paruh dalam
plasma 45 jam sehingga diberikan sekali sehari. Absorpsi
berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein
plasma. Frekuensi kejadian efek samping dengan piroksikam
mencapai 11-46% dan 4-12%. Efek samping adalah
gangguan saluran cerna, dan efek lainnya adalah pusing,
tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit. Piroksikam tidak
dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak lambung dan
yang sedang minum antikoagulan. Dosis 10-20 mg sehari.6
Meloksikam cenderung menghambat COX-2 dari
pada COX-1. Efek samping meloksikam terhadap saluran
cerna kurang dari piroksikam.6

10

D. Ibuprofen
Ibuprofen

merupakan

derivat

asam

propionat

yang

diperkenalkan pertama kali dibanyak negara. Obat ini bersifat


analgesik dengan daya efek anti-inflamasi yang tidak terlalu
kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin, sedangkan efek
anti-inflamasinya terlihat pada dosis 1200-2400 mg sehari.
Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar
maksimum dalam plasma dicapai dicapai setelah 1-2
jam. 90%

ibuprofen

terikat

dalam

protein

plasma,

ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap.6


Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada
obat

anti

hipertensi

karena

dapat

mengurangi

efek

antihipertensi, efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis


prostaglandin ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna
lebih ringan dibandingkan dengan aspirin. Ibuprofen tidak
dianjurkan diminum wanita hamil dan menyusui. Ibuprofen
dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara yaitu
inggris dan amerika karena tidak menimbulkan efek samping
serius pada dosis analgesik dan relatif lama dikenal.6
E. Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan
anti-inflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan
dengan aspirin. Meklofenamat digunakan sebagai obat antiinflamasi pada reumatoid dan osteoartritis. Asam mefenamat
dan meklofenamat merupakan golongan antranilat. Asam
mefenamat terikat kuat pada pada protein plasma. Dengan
demikian

interaksi

dengan

diperhatikan.6

11

oabt

antikoagulan

harus

Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul


misalnya dispepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala
iritasi terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat
adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Sedangakan dosis
meklofenamat untuk terapi penyakit sendi adalah 240-400 mg
sehari. Karena efek toksisnya di Amerika Serikat obat ini
tidak dianjurkan kepada anak dibawah 14 tahun dan ibu
hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari.6
2. COX-2 Perefental
A. Diclofenak
Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi
obat ini melalui saluran cerna berlangsung lengkap dan cepat.
Obat ini terikat pada protein plasma 99% dan mengalami efek
metabolisma

lintas

pertama (first-pass) sebesar

40-50%.

Walaupun waktu paruh singkat 1-3 jam, dilklofenakl


diakumulasi di cairan sinoval yang menjelaskan efek terapi di
sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.6
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit
dan sakit kepala sama seperti semua AINS, pemakaian obat
ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Pemakaian
selama kehamilan tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100150 mg sehari terbagi dua atau tiga dosis.6
B. Meloxicam
Meloxicam merupakan suatu obat golongan asam enolat yang
merupakan bagian dari obat non anti inflamasi non steroid
(OAINS) atau disebut juga NSAID (Non Steroidal Anti
Inflammatory Drugs). Meloxicam bekerja dengan menghambat
enzim Cox-1 dan Cox-2 yang berfungsi untuk menghasilkan
prostaglandin

yang

merupakan

12

pemicu

reaksi

radang.

Penghambatan enzim ini akan mempunyai efek anti inflamasi,


analgetik, dan antipiretik untuk menurunkan demam. Meloxicam
merupakan golongan OAINS non selektif karena mekanisme kerja
yang telah disebutkan diatas.7

Meloxicam umumnya digunakan untuk mengurangi


nyeri

dan

dipakai

pada

keadaan peradangan misalnya

pada Rheumatoid Arthritis (RA), osteoarthritis (OA).7


Meloxicam dikontraindikasikan pada pasien yang
sensitive ataupun alergi terhadap meloxicam ataupun OAINS
lainnya, pasien dengan gangguan ginjal berat hingga gagal
ginjal, wanita hamil dan menyusui, anak anak, adanya
riwayat tukak lambung berulang ataupun episode tukak
lambung

dalam

riwayat perdarahan saluran

bulan

terakhir,

adanya

cerna

ataupun

penyakit

perdarahan lainnya.7
3. COX-2 Selektif
A. Rofecoxib
Rofecoxib merupakan suatu senyawa antiinflamasi non
steroid yang memiliki efek anti inflamasi, analgetik dan
antipiretik. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat
sistesis

prostaglandin

melalui

penghambatan

cyclooxygenase-2 (COX-2). Pada kadar terapetik pada


manusia,

rofecoxib

tidak

menghambat

isoenzim

cyclooxygenase-1 (COX-1).8
Indikasi

yang

disetujui

adalah

hanya

untuk

meringankan gejala osteoartritis (dosis 12,5-25 mg per hari),


dan tidak untuk nyeri akut (dosis 25-50 mg per hari)
sebagaimana di Inggris dan Amerika Serikat.8
2.1.8. Obat Anti Inflamasi Non Steroid
13

A. Piroxicam
1. Indikasi
Terapi

simptomatik

ankilosing

reumatoid

spondilitis,

gangguan

artritis,

osteoartritis,

muskuloskeletal

akut

dan gout akut.3


2. Dosis
Dewasa3 :
a.

Reumatoid

artritis,

osteoartritis,

dan

ankilosing

spondilitis : dosis awal 20 mg dalam dosis tunggal


selama 3 hari, karena pemakaian lebih dari 3 hari tidak
b.

memberikan kemanfaatan dan efek samping meningkat.


Gout : 40 mg sehari dalam dosis tunggal atau terbagi

c.

selama 4-6 hari.


Gangguan muskuloskeletal : 40 mg sehari selama 2 hari
dosis tunggal atau terbagi selama, selanjutnya 20 mg

sehari selama 7-14 hari.


3. Efek Samping
Keluhan GI, misalnya epigastrik distres, nausea, gangguan
abdominal, atau nyeri, konstipasi, diare, dan flatulen.
Kadang-kadang terjadi pusing, sakit kepala, ruam kulit,
pruritus, somnelen (mengantuk disertai turunnya kesadaran),
penurunan hemoglobin dan hematokrit.3
4. Mekanisme Kerja
Piroksikam

adalah

anti-inflamasi

non

steroid

yang

mempunyai aktifitas anti inflamasi, analgetik, dan antipiretik.


Aktifitas kerja piroksikam belum sepenuhnya diketahui,
diperkirakan melalui interaksi beberapa tahap respon imun
dan inflamasi, antara lain : penghambatan enzim siklooksigenase pada biosintesa prostaglandin, penghambatan

14

agregasi netrofil dalam pembuluh darah, penghambatan


migrasi polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke daerah
inflamasi. Metabolisme terjadi dalam hati dan diekskresi
melalui urin, 5% dalam bentuk utuh dalam urin dan feses.3
5. Kontraindikasi3
a.
Penderita asma yang mempunyai riwayat tukak lambung,
perforasi atau perdarahan lambung.
b.
Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.
c.
Penderita bronkopasme, poli hidung, dan angioedema.
6. Interaksi Obat
Pemberian bersam anti koagulan oral, hidantoin harus
berhati-hati dan dimonitor. Aspirin tidak boleh diberikan
bersama piroksikam karen akan meningkatkan kadar litium
dalam darah.3
B. Asam Mefenamat
1.
Indikasi
Meredakan nyeri ringan sampai sedang sehubungan dengan
sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri
karena trauma, nyeri otot dan nyeri sesudah operasi.3
2.

Dosis
Dewasa dan anak-anak > 14 tahun : dosis awal : 500 mg
kemudian dianjurkan 250 mg tiap 6 jam sesuai dengan
kebutuhan.3

3.

Efek Samping3
a.
Sistem pencernaan : mual, muntah, diare dan rasa sakit
b.

pada abdominal.
Sistem
hematopietik

leukopenia,

trombositopenia, dan agranulositofenia.

15

eosinofilia,

c.

Sistem saraf : rasa mengantuk, pusing, penglihatan kabur


dan insomnia.
Mekanisme Kerja

4.

Asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non


steroid,

bekerja

dengan

cara

menghambat

sintesa

prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat


enzim siklooksigenase sehingga mempunyai efek analgetik,
anti-inflamasi dan antipiretik. 3
Kontraindikasi3
a.
Pasien hipersensitif asam mefenamat.
b.
Penderita tukak lambung dan usus.
c.
Penderita dengan gangguan ginjal yang berat.
6.
Interaksi Obat
5.

Penggunaan bersamaan dengan antikoagulan oral dapat


memperpanjang prothrombin. 3
7.

Peringatan dan Perhatian3


a.
Sebaiknya diminum sesudah makan.
b.
Hati-hati digunakan pada wanita hamil dan menyusui.
c.
Keamanan pengguanaan pada anak-anak dibawah 14

tahun.
C. Allopurinol
1.
Indikasi3
a.
Hipeurisima primer : gout.
b.
Hipeurisima sekunder : mencegah pengendapan asam urat
dan kalsium oksalat.
Dosis

2.

Dewasa3 :
a.
b.
c.
d.

Dosis awal : 100-300 mg sehari.


Dosis pemeliharaan : 200-600 mg sehari.
Dosis tunggal maksimum : 300 mg.
Untuk kondisi ringan : 2-10 mg/kg BB sehari atau 100-

e.
f.

200 mg sehari.
Kondisi sedang : 300-600 mg sehari.
Kondisi berat : 700-900 mg sehari.

16

Anak-anak : 10-20 mg/kg BB sehari atau 100-400 mg sehari.


3.

Efek Samping3
a.
Gejala hipersensitifitas
b.
c.
d.
e.

seperti

ekspoliatif,

demam,

eosinolia.
Reaksi kulit : pruritis makulopapular.
Gangguan gastrointestinal, mual, diare.
Sakit kepala, vertigo, mengantuk, gangguan mata dan rasa.
Gangguan darah : leukopenia, trombositopenia, anemia
aplastik dan anemia hemolitik.
Mekanisme kerja

4.

Allopurinol dan metabolitnya oxipurinol (alloxanthine) dapat


menurunkan produksi asam urat dengan menghambat xantinoksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin
menjadi xantin dan mengubah xantin menjadi asam urat.
Dengan menurunkan konsentrasi asam urat dalam darah dan
urin, allopurinol mencegah atu menurunkan endapan urat
sehingga mencegah terjadinya gout arthritis. 3
Kontraindikasi3
a.
Penderita yang hipersensitif tehadap allopurinol
b.
Keadaan serangan akut gout
D. Natrium Diklofenak
1.
Indikasi
5.

Pengobatan akut dan kronis gejala-gejala reumatoid artritis,


osteoartritis, dan ankilosing spondilitis.3
2.

Dosis dan Cara Pemakaian3


a.
Osteoartritis : 2-3 kali sehari 50 mg atau 2 kali sehari 75
b.
c.

mg
Reumatoid artritis : 3-4 kali sehari atau 2 kali sehari 75 mg
Ankilosing spondilitis : 4 kali sehari 25 mg saat akan tidur.
Tablet harus ditelan utuh dengan air, sebelum makan.

3.

Efek Samping3

17

a.

Efek samping yang umum terjadi seperti nyeri/kram perut,


sakit kepala, retensi cairan, diare, nausea, kontipasi,

b.
c.

flatulen, tukak lambung, pusing, ruam, dan pruritus.


Peninggian enzim-enzim aminotransferase.
Dalam
kasus
terbatas
gangguan
hematologi
(trombositopenia, anemia, agranulositosis).
Mekanisme Kerja3

4.

Diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas


anti-inflamasi, analgesik dan antipiretik. Aktivitas diklofenak
dengan jalan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
pembentukan prostaglandin terhambat.
Kontraindikasi3
a.
Penderita yang hipersensitif terhadap diklofenak.
b.
Penderita tukak lambung
6.
Peringatan dan Perhatian3
a.
Hati-hati pada penderita dekomposisi jantung dan
5.

b.
c.

hipertensi.
Pada penderita fungsi hati, ginjal, dan jantung.
Hati-hati pada selama kehamilan karena dapat menembus

d.

plasenata.
Tidak dianjurkan pada ibu menyusui karena diklofenak

diekskresi melalui ASI.


E. Ibuprofen
1.
Indikasi
Meringankan nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri
pada nyeri haid (dismenore primer), nyeri pada sakit gigi, sakit
kepala dan menurunkan demam. 3
2.

Dosis3
Dewasa danhun diatas 12 tahun : 1-2 tablet 3 kali sehari.
Anak-anak 6-12 tahun : -1 tablet 3 kali sehari.
Diminum sesudah makan atau menurut petunjuk dokter.

18

3.

4.

Efek Samping3
a.
Gangguan saluran cerna termasuk mual, muntah, nyeri
b.

lambung, diare, konstipasi, dan pendarahan lambung.


Juga
pernah
dilaporkan
kemerahan
pada

c.

kulit, trombositopenia.
Penurunan ketajaman

penglihatan

dan

kesulitan

membedakan warna dapat terjadi.


Mekanisme Kerja
Ibuprofen adalah golongan obat anti inflamasi non-steroid
yang merupakan turunan dari asam propionat yang berkhasiat
anti-inflamasi, analgetik, dan antipiretika. Serta bekerja
menghambat sintesis prostaglandin. 3

Kontraindikasi3
a.
Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap ibuprofen.
b.
Penderita dengan ulkus peptikum yang berat dan aktif.
c.
Kehamilan tiga bulan terakhir.
6.
Peringatan dan Perhatian
a.
Tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan.
5.

Sebelum menggunakan obat ini agar dikonsultasikan terlebih dahulu


kepada dokter. 3
2.2.

Ketorolac
2.2.1.

Indikasi

Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi


penggunaan ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu
penggunaan maksimal selama 5 hari. Ketorolac selain digunakan
sebagai anti inflamasi juga memiliki efek anelgesik yang bisa
digunakan sebagai pengganti morfin pada keadaan pasca operasi ringan
dan sedang.9
2.2.2.

Farmakodinamik

19

Efeknya

menghambat

biosintesis

prostaglandin.

Kerjanya menghambat enzim siklooksogenase (prostaglandin sintetase).


Selain

menghambat

tromboksan

sintese

prostaglandin,

A2. ketorolac tromethamine

juga

memberikan

menghambat
efek

anti

inflamasi dengan menghambat pelekatan granulosit pada pembuluh


darah yang rusak, menstabilkan membrane lisosom dan menghambat
migrasi

leukosit

polimorfonuklear

dan

makrofag

ke

tempat

peradangan.9
2.2.3.

Farmakokinetik

Ketorolac tromethamine 99% diikat oleh protein. Sebagian besar


ketorolac tromethamine dimetabolisme di hati. Metabolismenya adalah
hidroksilate, dan yang tidak dimetabolisme (unchanged drug)
diekresikan melalui urin. 9
2.2.4.

Dosis

Ketorolac tromethamine tersedia dalam bentuk tablet dan injeksi.


Pemberian injeksi lebih dianjurkan. Pemberian Ketorolac tromethamine
hanya diberikan apabila ada indikasi sebagai kelanjutan dari terapi
Ketorolac tromethamine dengan injeksi. Terapi Ketorolac tromethamine
baik secara injeksi ketorolac ataupun tablet hanya diberikan selama 5
hari untuk mencegah ulcerasi peptic dan nyeri abdomen. Efek analgesic
Ketorolac tromethamine selama 4-6 jam setelah injeksi. 9
Untuk injeksi intramuscular9 :

pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 60 mg Ketorolac


tromethamine/dosis.

Pasien dengan umur >65 tahun dan mempunyai riwayat gagal


ginjal atau berat badannya kurang dari 50 kg, diberikan dosis 30
mg/dosis.

20

Untuk injeksi intravena9 :

pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 30 mg Ketorolac


tromethamine/dosis.

Pasien dengan umur >65 tahun dan mempunyai riwayat gagal


ginjal atau berat badannya kurang dari 50 kg, diberikan dosis 15
mg/dosis.

Pemberian ketorolac tromethamine baik secara injeksi maupun oral


maksimal9 :

pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 120 mg/hari. Bila
diberikan dengan injeksi intravena, maka diberikan setiap 6 jam
sekali.

2.2.5.

Pasien dengan umur >65 tahun maksimal 60 mg/hari.


Efek Samping

Selain mempunyai efek yang menguntungkan, Ketorolac tromethamine


juga mempunyai efek samping, diantaranya9 :
a.

Efek pada gastrointestinal


Ketorolac tromethamine dapat menyebabkan ulcerasi peptic,
perdarahan

dan

perlubangan

lambung.

Sehingga

Ketorolac

tromethamine dilarang untuk pasien yang sedang atau mempunyai


riwayat perdarahan lambung dan ulcerasi peptic.
b.

Efek pada ginjal


Ketorolac tromethamine menyebabkan gangguan atau kegagalan
depresi volume pada ginjal, sehingga dilarang diberikan pada pasien
dengan riwayat gagal ginjal.

c.

Resiko perdarahan
21

Ketorolac tromethamine menghambat fungsi trombosit, sehingga


terjadi gangguan hemostasis yang mengakibatkan risiko perdarahan
dan gangguan hemostasis.
d.

Reaksi hipersensitivitas
Dalam pemberian Ketorolac tromethamine bias terjadi reaksi
hypersensitivitas dari hanya sekedar spasme bronkus hingga shock
anafilaktik, sehigga dalam pemberian Ketorolac tromethamine harus
diberikan dosis awal yang rendah.

2.2.6.

Kontraindikasi

ketorolac tromethamine dikontra indikasikan untuk pasien dengan


riwayat gagal ginjal, riwayat atau sedang menderita ulcerasi peptic,
angka trombosit yang rendah. Untuk menghindari terjadinya perdarahan
lambung, maka pemberian ketorolac tromethamine hanya selama 5 hari
saja. 9

22

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.

3.2.

Identitas Pasien
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Agama
MRS
No MRS

: Ny. JMT
: 59 Tahun
: Perempuan
: Hindu
: 27 Juni 2015
: 150748

Pre Operatif
A. Anamnesis
Keluhan Utama
Benjolan pada dada kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan benjolan pada dada kanan. Benjolan
dirasakan sejak lama. Benjolan dirasakan semakin membesar dan
terasa nyeri. Pasien mengatakan dulu hanya terdapat benjolan kecil
tapi lama kelamaan benjolan membesar dankadang terasa nyeri.
Pasien juga kadang terasa sakit kepala.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), diabetes millitus (-), penyakit jantung (-), asma (-),
gangguan ginjal (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada yang memiliki gejala yang sama
dengan pasien.
Riwayat Pengobatan dan Alergi
Pasien mengatakan tidak ada alergi makanan dan obat pada pasien.
Pasien juga tidak pernah melakukan operasi sebelumnya.
23

B. Pemeriksaan Fisik
Kesan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Vital sign
:
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi
: 87 x/menit
Pernafasan
: 18 x/menit
Suhu
: Afebris
Status generalisata :
Kepala
: Normocepali
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung
: Dalam batas normal
Telinga
: Dalam batas normal
Leher
: pembesaran KGB (-)
Thorax
:
Inspeksi : Benjolan pada dada kanan
Palpasi
: benjolan teraba kasar dan imobilisasi
Perkusi
: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonky (-/-), wheezing (-/-)
Cor
: S1, S2 tunggal reguler
Abdomen
: Dalam batas normal
Ekstremitas
: Edema (-), akral hangat (+)
C. Pemeriksaan Laboratorium
WBC
: 16,62 x 103/ul
RBC
: 3,83 x 106/ul
HBG
: 10,9 gr/dl
HCT
: 30,1 %
PLT
: 103 103/ul
GDS
: 127 mg/dl
PT
: 10,4
APTT
: 27,1
D. Diagnosis Pre-Operatif
Diagnosis : Tumor Mamae
Tindakan : MSM
E. Kesan Anastesi
Perempuan usia 59 tahun dengan ASA I
F. Terapi pre-operatif
Puasa 8 jam pre operatif
Inform consent keluarga tentang resiko operasi
Pasang IVFD RL 20 TPM
24

Pre-medikasi metil prednisolon 125 mg dan ranitidin 1 ampul.


G. Kesimpulan
ACC untuk operasi

Durante Operasi
1.
2.
3.
4.

Tempat : Ruang Operasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota mataram


Tidakan Operasi : MRM
Jenis Anastesi : General Anastesi
Tehnik anastesi : injeksi intravena dengan posisi pasien tidur terlentang

dan pasien dipasang LMA.


5. Mulai Anastesi :09.30 WITA
6. Mulai Operasi : 09.40 WITA
7. Selesai Operasi : 11.30 WITA
8. Premedikasi : Ondansentron 4mg, Asam Traneksamat 200 mg
9. Induksi : propofol 120 mg
10. Medikasi tambahan :Tramus 30 mg, fentanil 0,1 mg, Tramadol 100 mg,
Ketorolak 30 mg
11. Maintenance : Oksigen 3 lpm
12. Posisi : terlentang
13. Cairan durate operasi : 600 cc
14. Perdarahan : 100 cc

Recovery room
1. Diberikan oksigen 3 lpm
2. Pantau hemodinamik pasien hingga pasien sadar
3. Aldrette score pasien minimal 8 dapat pindah ruangan.

25

BAB IV
PEMBAHASAN
Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) adalah sebagai penghambat
sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat anti radang glukokortikoid
menghambat pembebasan asam arakidonat.
Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi
penggunaan ketorolac adalah untuk inflamasi akut dalam jangka waktu
penggunaan maksimal selama 5 hari. Ketorolac selain digunakan sebagai anti
inflamasi juga memiliki efek anelgesik yang bisa digunakan sebagai pengganti
morfin pada keadaan pasca operasi ringan dan sedang.
Pada pasien ini diberikan obat ketorolak 30 mg bertujuan untuk
mencegah nyeri pasca operasi. Obat diberikan secara intra vena. Pemberian
NSAID ini bertujuan untuk mencegah nyeri yang bersifat ringan sampai sedang.
The Agency for Health Care Policy and Research dari Department of
Health and Human Services Amerika Serikat mempublikasikan panduan praktis
penatalaksanaan nyeri akut, dimana bila tidak didapatkan kontra indikasi, terapi
farmakologi untuk nyeri paska bedah ringan-sedang harus di mulai dengan obat
Non Opioid Analgesi.
Pemberian dosis ketorolak 30 mg melalui intra vena telah sesuai dengan
aturan yaitu pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 30 mg Ketorolac
tromethamine/dosis.

26

BAB V
KESIMPULAN
5.1.

SIMPULAN
Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) adalah sebagai penghambat
sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat anti radang glukokortikoid
menghambat pembebasan asam arakidonat.
Pemberian ketorolac pada pasien ini telah sesuai dengan aturan.
Pemberian ketorolak bertujuan untuk mencegah rasa nyeri pasca operasi.
Dosis yang diberikan pada pasien ini adalah 30 mg secara intra vena.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Herman.

2010.

Pengobatan

NSAID

Pasca

Bedah

Pada

Anak.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24542/5/Chapter%20I.pdf.
Diakses tanggal 29 Juni 2015.
2. Anonymous,
2005.
Analgesik,

antipiretik

dan

NSAID.

http://www.itokindo.org/?wpfb_dl=353. Diakses tanggal 29 Juni 2015.


3. Masjoer,
Soeharni.
2003.
Mekanisme
Obat
Anti
Radang.
http://library.usu.ac.id/download/fk/farmasi-soewarni.pdf. Diakses tanggal 29
Juni 2015.
4. Rika. 2011. Obat-Obat

Analgetika Anti

Inflamasi

http://scribd.id. Diakses tanggal 29 Juni 2015.


5. Anonymous.
2010.
Obat

Non Steroid.

Anti

Radang.

https://www.scribd.com/doc/241064539/Anti-Inflamasi-Non-Steroid. Diakses
tanggal 5 Juli 2015.
6. P. Freddy Wilmana Dan Sulistia Gan. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5 :
Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid, Dan Obat
Gangguan Sendi Lainnya. Jakarta : FKUI
7. Agus Priyono. 2014. Meloxicam. http://www.kerjanya.net/faq/11488meloxicam.html. Diakses tanggal 5 Juli 2015.
8. Anonymous. 2007. Rofecoxib tak selamnya

selektif

itu

indah.

http://medicastore.com/berita/79/rofecoxib-tak-selamnya-selektif-ituindah.html. Diakses tanggal 5 Juli 2015.


9. Anonymous.2001.
Ketorolac.
http://www.dexa-medica.com/id/ourproduct/prescriptions/ogb/Ketorolac. Diakses tanggal 29 Juni 2015.

28

Anda mungkin juga menyukai