sterilisasi aseptik
Arisanty Page 1
Area bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan berdasarkan karakteristik lingkungan
yang dipersyaratkan. Tiap kegiatan pembuatan membutuhkan tingkat kebersihan ruangan yang
sesuai dalam keadaan operasional untuk meminimalkan risiko pencemaran oleh partikulat
dan/atau mikroba pada produk dan/atau bahan yang ditangani. Kondisi “operasional” dan “non
operasional” hendaklah ditetapkan untuk tiap ruang bersih. Keadaan “non operasional” adalah
kondisi dimana fasilitas telah terpasang dan beroperasi, lengkap dengan peralatan produksi tetapi
tidak ada personel. Kondisi “operasional” adalah kondisi di mana fasilitas dalam keadaan berjalan
sesuai modus pengoperasian yang ditetapkan dengan sejumlah tertentu personel yang sedang
bekerja. Pada pembuatan produk steril dibedakan menjadi empat kelas kebersihan, antara lain:
a. Kelas A
Kelas A merupakan zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal zona pengisian, wadah tutup
karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis. Umumnya kondisi ini dicapai
dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat kerja. Sistem udara
laminar hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36-0,54 m/detik pada
posisi kerja dalam ruang bersih terbuka.
b. Kelas B
Kelas B merupakan zona untuk pengolahan dan pengisian secara aseptis. Kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona kelas A.
c. Kelas C dan D
Area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan yang mengandung risiko lebih rendah.
Kelas C merupakan zona untuk pembuatan larutan bila ada risiko diluar kebiasan, pengisian
produk yang akan mengalami sterilisasi akhir, dan pembuatan larutan yang akan disaring
kemudian pengisian secara aseptis dilakukan di kelas A dengan latar belakang kelas B.
Pertukaran udara per jam minimal 20 kali. Kelas D merupakan area bersih untuk pembuatan
sediaan steril dengan sterilisasi akhir.
Macam-macam Cara Pembuatan Produk Steril
a. Terminal Sterilization (Sterilisasi akhir)
Sterilisasi akhir merupakan proses sterilisasi yang dilakukan setelah sediaan selesai dikemas,
untuk selanjutnya dilakukan strelisasi. Proses terminal sterilization biasanya melibatkan filling
dan sealing wadah produk dalam kondisi lingkungan yang dirancang sedemikian rupa untuk
meminimalkan kontaminasi mikroba dan partikel produk. Berdasarkan FDA Compliance
Program Guidance Manual yang merujuk dari PDA Technical Report No.1 Terdapat 2 jenis
siklus sterilisasi pada terminal sterilization
Arisanty Page 2
1. Overkill Method
Overkill method adalah metode sterilisasi menggunakan pemanasan dengan uap panas pada suhu
121°C-124°C (200 kPa) selama 15 menit (Pharmacopeia, 2018). Pada overkill method
monitoring hanya dilakukan pada formula akhir.
2. Bioburden Based cycle
Bioburden based cycle adalah metode sterilisasi yang memerlukan monitoring ketat dan
terkontrol terhadap beban mikroba sekecil mungkin di beberapa lokasi jalur produksi sebelum
menjalani proses sterilisasi lanjutan dengan tingkat sterilitas yang dipersyaratkan SAL 10 .
b. Aseptic Processing
Aseptic processing adalah metode pembuatan produk steril menggunakan saringan dengan filter
khusus untuk bahan obat steril atau bahan baku steril yang diformulasikan dan diisikan ke dalam
kontainer steril dalam lingkungan terkontrol, suplai udara, material, peralatan, dan petugas telah
terkontrol sedemikian rupa. Proses demikian dipilih bila obat atau bahan obat yang akan
diproduksi tidak tahan panas.
Arisanty Page 3
1) Produk steril hendaklah dibuat dengan pengawasan khusus dan
memperhatikan hal-hal terinci dengan tujuan untuk menghilangkan pencemaran
mikroba dan partikel lain. Hal ini banyak tergantung pada keterampilan, latihan dan
sikap dari orang yang terjibat. Dibandingkan dengan pembuatan obat jenis lain
pembuatan obat steril memerlukan perhatian yang lebih besar. Pengawasan dalam
proses dalam pembuatan produk steril merupakan hal yang sangat penting.
2) Menurut cara produksi, produk steril dapat digolongkan dalam dua kategori
utama yaitu yang harus diproses dengan cara aseptik pada semua tahap, dan yang
disterilkan dalam wadah akhir yang disebut juga sterilisasi akhir. Bilamungkin,
produk steril hendaklah disterilisasi akhir.
3) Semua produk steril hendaklah dibuat pada kondisi yang terkendali dan
dipantau dengan teliti. Pelaksanaan proses akhir atau pengujian akhir tidak dapat
dijadikan sebagai satu-satunya andalan untuk menjamin mutu produk akhir dalam
hal kandungan mikroba dan partikel.
Ruang ganti pakaian dimana di satu daerah pakaian kerja pabrik ditanggalkan
dan di daerah sebelahnya yang bersih pakaian pelindung steril dikenakan.
Ruang bersih yang digunakan untuk kegiatan bersih namun tidak harus kegiatan
steril. Ruang ini digunakan juga untuk persiapan komponeft dan pembuatan
larutan. Produk yang akan disterilisasi akhir dapat diproses di ruang ini. Ruang
ini, dalam pedoman disebut Ruang Kelas HI, tidak boleh mengandung lebih dari
3.500.000 partikel berukuran 0,5 mikron atau lebih, 20.000 partikel berukuran
5 mikron atau lebih, serta tidak lebih dari 500 mikroba viabel setiap meter kubik
udara.
Ruang steril digunakan untuk kegiatan steril. Petugas masuk ke ruang ini melalui
suatu ruang penyangga udara atau cara lain yang sesuai. Ruang ini, dalam
pedoman disebut Ruang Kelas II, tidak boleh mengandung lebih dari dari
350.000 partikel berukuran 0,5 mikron atau lebih, 2000 partikel berukuran 5
mikron atau lebih, serta tidak lebih dari 100 mikroba viabel setiap meter kubik
Arisanty Page 4
udara. Setiap meter kubik udara di bawah aliran udara laminer dalam ruang steril
tidak boleh mengandung lebih dari 3.500 partikel berukuran 0,5 mikron atau
lebih dan tidak boleh mengandung partikel berukuran 5 mikron atau lebih serta
kandungan mikroba viabel harus kurang dari satu. Dalam pedoman. daerah di
bawah aliran udara laminer disebut Ruang Kelas I.
7) Penting diperhatikan bahwa kontaminasi mikroba di ruangan bersih dan
ruangan steril tidak melebihi nilai batas yang ditentukan. Daerah ini hendaklah
dipantau terhadap kontaminasi mikroba.
3) Barang yang akan disterilkan. selain dari produk berair dalam wadah tertutup
rapat. hendaklah dibungkus dalam suatu bahan yang memungkinkan penghilangan
udara danpenetrasi uap air. dan yang dalam keadaan normal tidak akan
mengakibatkan pencemaran balik oleh mikroba setelah sterilisasi.
Arisanty Page 5
1) Cara sterilisasi dengan penyaringan sebaiknya tidak dipakai bila sterilisasi
carapanas masih memungkinkan.
Arisanty Page 6
3. Radiasi dapat dilakukan oleh pabrik pembuat produk atau oleh seorang petugas
di perusahaan penerima kontrak yang memiliki fasilitas radiasi. Dalam hal ini
kedua belah pihak harus memiliki otorisasi yang diperlukan untuk pekerjaan
tersebut.
4. Pabrik pembuat produk bertanggungjawab atas kualitas produk termasuk
pencapaian tujuan dari produk yang diradiasikan.
5. Selama sterilisasi dosis radiasi hendaklahrdipantau. Untuk tujuan ini hendaklah
ada prosedur pengukuran dosis yang menentukan jumlah atau ukuran dosis yang
diterimaoleh produk. Indikator biologi hendaklah dipakai hanya sebagai
tambahan. Catatan hasil pemantauan merupakan bagian dari catatan bets.
6. Hendaklah diberikan penandaan yang jelas untuk membedakan bahan yang
sudah dan yang belum diradiasi. Rancang bangun sarana radiasi dan penggunaan
pelat peka radiasi dapat membantu memberikan kepastian hal ini.
7. Jumlah wadah yang diterima, diradiasi dan dikirim keluar hendaklah
direkonsiliasi satu dengan yang lain dan didokumentasikan. Setiap
penyimpangan hendaklah dilaporkan dan dituntaskan.
8. Rentang dosis sterilisasi yang diperoleh setiap wadah dalam satu bets atau satu
pengiriman hendaklah dinyatakan secara tertulis oleh petugas radiasi. Dosis
minimum sterilisasi yang biasa adalah 2,5 megarad.
9. Catatan proses dan pengawasan masing-masing bets yang diradiasi hendaklah
diteliti dan ditanda-tangani oleh petugas yang ditunjuk dan kemudian disimpan.
Metode dan tempat penyimpanan catatan hendaklah disetujui bersama oleh
pihak perusahaan radiasi dan pabrik pembuat produk yang diradiasi.
10. Pabrik pembuat produk bertanggung jawab atas pemantauan mikrobiologi.
Kegiatan ini mencakup pemantauan lingkungan dimana produk dibuat dan
pemantauan produk segera sebelum diradiasi sesuai yang ditetapkan dalam
registrasi produk.
Arisanty Page 7
EVALUASI SEDIAAN
Evaluasi Fisika
a. Penetapan pH
Pengecekan pH larutan dilakukan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator universal.
b. Penetapan volume injeksi dalam wadah
Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per satu, atau bila
wadah volume 1ml dan 2 ml, tidak kurang dari jumlah volume wadah yang tertera pada etiket
bila isi digabung.
Bila dalam wadah dosis ganda berisi beberapa dosis volume tertera, lakukan penentuan seperti di
atas dengan sejumlah alat suntik terpisah sejumlah dosis tertera. Volume tiap alat suntik yang
diambil tidak kurang dari dosis yang tertera.
Untuk injeksi mengandung minyak, bila perlu hangatkan wadah dan segera kocok baik-baik
sebelum memindahkan isi. Diinginkan hingga suhu 25˚C sebelum pengukuran volume (Anonim b,
1995).
c. Kejernihan larutan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa wadah
bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam
matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus
benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata (Lachman,1994).
d. Bahan partikulat dalam injeksi
Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak larut, dan melayang, kecuali gelembung gas, yang
tanpa disengaja ada dalam larutan parenteral. Pengujian bahan partikulat dibedakan sesuai
volume sediaan injeksi seperti yang tertcantum pada FI Edisi IV tahun 1995.
Evaluasi Kimia
a. Penetapan kadar
Pipet sejumlah volume injeksi setara dengan kurang lebih 90 mg natrium klorida, masukkan ke
dalam wadah dari porselen dan tambahkan 140 ml air dan 1 ml diklorofluoresein LP. Campur dan
titrasi dengan perak nitrat 0,1 N LV hingga perak klorida menggumpal dan campuran berwarna
merah muda lemah. 1ml perak nitrat 0,1 N setara dengan 5,844 mg NaCl
b. Identifikasi
Menunjukkan reaksi natrium cara A dan B dan klorida cara A, B dan C seperti yang tertera pada
uji identifikasi umum
uji identifikasi umum
Reaksi natrium
Cara A: tambahkan Kobalt Uranil asetat LP sejumlah lima kali volume kepada larutan yang
mengandung tidak kurang dari 5 mg natrium per ml sesudah diubah menjadi klorida atau nitrat:
terbentuk endapan kuning keemasan setelah dikocok kuat-kuat beberapa menit.
Arisanty Page 8
Cara B: Senyawa natrium menimbulkan warna kuning intensif dalam nyala api yang tidak
berwarna.
Reaksi klorida
Cara A: tambahkan perak nitrat LP ke dalam larutan: terbentuk endapan putih seperti dadih yang
tidak larut dalam asam nitrat P, tetapi larut dalam amonium hidroksida 6N sedikit berlebih
Cara B: pada pengujian alkaloida hidroklorida, tambahkan amonium hidroksida 6 N, saring,
asamkan filtrat dengan asam nitrat P, dan lakukan seperti yang tertera pada uji A
Cara C: Campur senyawa klorida kering dengan mangan dioksida P bobot sama, basahi dengan
asam sulfat P dan panaskan perlahan-lahan: terbentuk klor yang menghasilkan warna biru pada
kertas kanji iodida P basah.
Evaluasi Biologi
a. Uji sterilitas
Asas : larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 20o – 25oC
Metode uji : Teknik penyaringan dengan filter membran (dibagi menjadi 2 bagian ) lalu
diinkubasi
b. Uji pirogen
Uji pirogen dimaksudkan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat
diterima oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi. Pengujian meliputi pengukuran
kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara intravena
Arisanty Page 9