FARMAKOLOGI DASAR
“Studi Kasus”
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Anisa Fitri (P17335120009) Nadia Nursaa’dah (P17335120047)
Eldina Wahyuni Pratiwi (P17335120027) Nisa Nurfadilah (P17335120051)
Jua Rismawati (P17335120037)
JURUSAN FARMASI
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2021
1. Jelaskan mengenai gambar dibawah ini
2. Seorang pasien yang didiagnosis hipertensi oleh dokter mendapatkan obat kaptoril 25 mg
untuk diminum dua kali sehari.setelah dua minggu mengkonsumsi obat tersebut,pasien datang
kembali ke dokter untuk berkonsultasi terkait penyakitnya.pemeriksaan terakhir,menunjukan
bahwa tekanan darahnya belum kembali normal.dokter kemudian mengevaluasi hasil
terapi,memberikan saran mengenai diet dan perbaikan gaya hidup.setelah satu bulan,pasien
kembali datang ke dokter,namun tetap belum ada penurunan tekanan darah yang
signifikan,padahal pasien telah mengikuti saran dokter.Dokter kemudian mencurigai bahwa cara
konsumsi obat pasien yang yang mempengaruhi ketidakberhasilan terapi tersebut.Analisis kasus
tersebut,bagaimana kaitan antara cara konsumsi kaptoril dengan profil farmakokinetika obat
yang dapat mempengaruhi efek obat tersebut
Jawab :
Captopril adalah obat yang berfungsi untuk menangani hipertensi dan gagal jantung. Selain itu,
obat ini juga dapat digunakan untuk melindungi jantung setelah terjadi serangan jantung, serta
menangani penyakit ginjal akibat diabetes (nefropati diabetik). Obat captoril sebaiknya di
konsumsi saat lambung kosong dengan idealnya 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan.Obat
ini biasanya dianjurkan untuk diminum sebelum tidur karena dapat memicu pusing pada awal
penggunaan dan pastikan ada jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis
berikutnya.Usahakan untuk mengonsumsi captopril pada jam yang sama setiap hari untuk
memaksimalkan efektifitas obat.Obat captopril merupakan penghambat yang kompetitif terhadap
enzim pengubah angiotensin I.Enzim ini mencegah terjadinya perubahan-perubahan dari
angiotensin I menjadi angiotensin II.Captoril dan metabolitnya dieksresi terutama melalui
urine.Waktu paruh eliminasi captopril meningkat dengan menurunnya fungsi ginjal dimana
kecepatan eliminasi berhubungan dengan bersihan creatine.efek pada obat captopril ini hormone
yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah.
3. Pemberian obat pada kelompok khusus,seperti pasien lanjut usia (lansia ) seringkali
memerlukan penyesuaian dosis.Umumnya,dosis untuk lansia lebih kecil dibandingkan dosis
untuk dewasa.Pada beberapa kondisi bahkan dosis untuk lansia dapat turun sampai ¼ dosis
normal.Penurunan dosis pada pasien lansia tertentu didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
tertentu yang disesuaikan dengan perubahan anatomi dan fisiologi lansia . Jelaskan faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi efek obat pada lansia sehingga diperlukan penyesuaian dosis untuk
lansia.
Jawab :
Aspek Farmakokinetik
Aspek Farmakodinamik
Pengaruh biokimia dan fisologis obat dan mekanisme kerjanya terhadp penuaan belu
diketahui dengan jelas . perbedaan sensitivitas terjadi karena tidak adanya pengurangan
senyawa yang terkait , kemungkinan sensitivitas terhadap efek obat kemungkinan dapat
meningkat atau menurun dengan bertambahnya usia . misalnya pasien A sensitif terhadap
efek sedatif benzodiazepin dalam darah yang diberikan tetapi kurang sensitif terhadap
obat resseptor adrenergik .
Karena respon pada lansia untuk setiap obat berbeda beda dan tidak dapat di sama ratakan ,
semua obat harus digunakan secara tepat dan bijaksana pada psien lansia dan dokter harus
berpikir ulang untuk penggunaan obat umumnya . seperti farmakologi obat yang diberikan ,
batasan jumlah obat yang digunakan, dosis yang diberikan dikominasikan dengan penyesuaian
penurunan dosis yang berpengaruh terhadap hati atau gagal ginjal dan memperhatikan
pengawasan untuk efek yang tak diinginkan akan meminimalkan resiko penggunaan obat pada
pasien lansia.
4. Obat yang beredar dimasyarakat. Meskipun zat aktifnya sama, namun dibuat dalam
formulasi yang berbeda. Misalnya formulasi sediaan parenteral, oral, topical, dan lainnya.
Masing masing formulasi obat tersebut memiliki tujuan tertentu ketika akan digunakan
kepada pasien. Apa yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan formulasi tersebut untuk
pasien.
Obat dapat diberikan kepada pasien melalui sejumlah rute pemberian yang berbeda.Rute
pemberian obat dapat dilakukan secara peroral, parenteral, topical, rektal, intranasal, intraocular ,
konjungtival, intrarespiratori, vaginal, uretral.
1. Parenteral
Untuk menjamin penyampaian obatyang masih belum banyak diketahui sifat-
sifatnya kedalam suatu jaringan yang sakit atau daerah target dalam tubuh dalam
kadar yang cukup, khususnya jika diantisipasi bahwa senyawa obat yang
bersangkutan sulit mencapai sasaran tersebut jika diberikan melalui rute yang lain
Sebelum membuat formula sediaan obat, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan yaitu:
1. Bentuk sediaan yang akan dibuat karena ada beberapa bentuk sediaan farmasi yaitu bentuk
padat ( puyer, tablet, kapsul, suppositoria ), bentuk setengah padat ( salep, pasta, krim ) dan
bentuk cair ( larutan, suspensi, emulsi ).
• Pemilihan bentuk sediaan obat tergantung pada :
1. sifat-sifat fisika-kimia zat aktif yang digunakan.
2. kerja obat yang diinginkan, secara lokal ataukah sistemik. Untuk kerja lokal dipilih
sediaan salep, krim, lotion, serbuk tabur. Untuk kerja sistemik ( diedarkan ke seluruh tubuh
oleh darah ) dipilih sediaan tablet, kapsul, pulveres/puyer dan sirup.
3. Umur pada pasienpun harus dipertimbangkan. Untuk bayi dan anak-anak biasannya lebih
menggunakan sediaan pulveres dan sirup. Untuk dewasa umumnya dibuat dalam bentuk
tablet, kapsul.
2. Bahan tambahan obat yang akan digunakan dalam formulasi harus kompatibel (dapat
tercampurkan ) dengan bahan obat utama ( zat aktif ) dan bahan tambahan yang lain.
Bahan tambahan diperlukan untuk :
• Mendapatkan bentuk sediaan yang diinginkan seperti: bentuk tablet, larutan, dll.
a. Pada sediaan tablet selain zat aktif, digunakan bahan tambahan berupa bahan pengisi
untuk memperbesar volume tablet, bahan pengikat untuk merekatkan serbuk bahan obat,
bahan penghancur untuk mempercepat pecahnya tablet di dalam lambung, dan bahan penyalut
yang digunakan untuk memperbaiki kestabilan, mengontrol penghancuran dan mempercantik
penampilan tablet.
b. Pada sediaan larutan digunakan bahan tambahan yaitu pelarut untuk melarutkan bahan
obat, dapat juga ditambahkan bahan penstabil untuk mencegah peruraian bahan obat, bahan
pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroba, bahan pemberi warna dan rasa untuk
memperbaiki rasa dan penampilan produk.
Kontrasepsi oral (pil KB) Pil KB mengandung hormon, baik dalam bentuk kombinasi
progestin dengan estrogen atau progestin saja. Pil KB mencegah kehamilan dengan cara
menghentikan ovulasi (pelepasan sel telur oleh ovarium) dan menjaga kekentalan lendir
servikal sehingga tidak dapat dilalui oleh sperma.
Rifampisin adalah induser yang poten terhadap enzym sitokrom P450, sehingga
meningkatkan proses metabolisme etinil estradiol menjadi senyawa tak aktif, yang pada
gilirannya menyebabkan berkurangnya konsentrasi pil KB tersebut dalam tubuh dan
menyebabkan efeknya jadi berkurang.
Obat ini digunakan untuk mengobati penyakit tuberkulosis (TBC) dan infeksi bakteri
lainnya. Konsumsi rifampisin akan menyebabkan menstruasi tidak teratur. Saat
mengonsumsi keduanya di waktu yang bersamaan, kadar hormon dalam pil KB akan
berkurang. Bila mengonsumsi salah satu dari obat rifampisin, obat antijamur dan anti-
HIV, metode KB non-hormonal seperti alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) masih
dapat mencegah kehamilan, namun tidak dengan KB hormonal seperti pil KB
Efektivitas dari kontrasepsi oral kombinasi maupun yang hanya mengandung
progesteron akan menurun jika berinteraksi dengan obat yang menginduksi aktivitas
enzim hepatik (rifabutin dan rifampisin). Rifampisin dan rifabutin adalah obat
penginduksi enzim yang kuat. Penggunaan bersama penginduksi enzim (fenitoin,
barbiturat, pirimidon, karbamazepin, rifampisin, okskarbazepin, topiramat, felbamat, dan
griseovulvin) meningkatkan bersihan hormon kelamin, rifampisin menurunkan
konsentrasi sehingga efek kontrasepsi oral menurun.
Penurunan kadar hormon dapat mempengaruhi pencegahan ovulasi yang seharusnya
didukung oleh pil KB, sehingga pengendalian kehamilan menjadi kurang efektif. Selain
itu, konsumsi antibiotik dapat menurunkan kadar hormon di cincin vagina.
Akibat interaksi yaitu perdarahan, konsepsi dan kehamilan yang tidak dapat dicegah
walaupun dengan pemberian kontrasepsi oral. Mekanisme interaksi : rifampisin
(pemberian 600 mg sehari selama 6 hari) dapat meningkatkan hidroksilasi etinilestradiol
hingga 4 kali dan mengurangi kadar noretisteron serum secara signifikan. Mestranol juga
mungkin berinteraksi. Sebagai hasil dari induksi enzim ini, penurunan kadar steroid
dapat terjadi sehingga tidak mencukupi untuk mencegah pengembalian siklus
menstruasinormal dengan ovulasi, yang dapat menjelaskan terjadinya perdarahan dan
kehamilan.
6. Salbutamol merupakan obat anti asma golongan beta adrenergik yang dapat
menyebabkan relaksasi bronkus sehingga meredakan asma. Jelaskan mekanisme kerja
obat salbutamol tersebut!
Jawab
Salbutamol termasuk dalam golongan ß2 adrenergic agonists. Obat agonis ß2 ini
merupakan bronkadilator paling poten yang tersedia dan merupakan obat penyelamat
untuk melonggarkan jalan nafas pada serangan asma (Ikawati, 2006). Sarbutamol
memiliki lama kerja 4-6 jam. Mekanisme kerja dari obat ini adalah melalui stimulasi
reseptor ß2 yang banyak terdapat di trachea (batang tenggorokan) dan bronkus, yang
menyebabkan aktivasi dari suatu enzim di bagian dalam membran (adenilsiklase). Enzim
ini memperkuat pengubahan adenosinetrifosfat (ATP) yang kaya energi menjadi cyclic-
adenosine-monophospate (cAMP) dengan pembebasan energi yang digunakan untuk
proses-proses dalam sel (Tjay dan Raharja, 2007).
7. Seorang pasien mengalami reaksi alergi berupa gatal-gatal di seluruh tubuhnya. Alergi
dapat terjadi karena adanya pelepasan histamin di bawah kulit. Untuk mengatasi alergi
yang dialami pasien, dapat digunakan obat golongan antihistamin, seperti cetirizine.
Jelaskan mekanisme kerja antihistamin cetirizine untuk meredakan reaksi alergi tersebut!
Jawab :
https://medimoon.com/2014/12/therapeutic-window-and-therapeutic-index/
Diakses pada tanggal 10 Mar. 21 pukul 10.00
https://media.neliti.com/media/publications/228935-umur-dan-perubahan-kondisi-fisiologis-te-
6085fe95.pdf
Diakses pada tanggal 10 Mar. 21 pukul 10.00
https://indofarma.id/2019/07/04/captopril/
Diakses pada tanggal 10 Mar. 21 pukul 10.10
http://repository.wima.ac.id/1044/2/BAB%201.pdf
Diakses pada tanggal 10 Mar. 21 pukul 10.50
Soetomo. 2007. Mekanisme Anthihistamin pada Pengobatan Penyakit Alergik. Maj Kedokt
Indon. Surabaya
Widyastuti Reni, dkk. 2020. Terapi Farmakologi Urtikarja Kronik Spontan. FK Universitas
Indonesia. Jakarta
Noviani, Nita dan Vitri Nurilawati. 2017. Farmakologi Bahan Ajar Keperawatan Gigi. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI.