Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

MAKALAH MATA KULIAH FARMAKOLOGI SISTEM TUBUH

FARMAKOLOGI INFLAMASI DAN HIPERTENSI

Disusun Oleh :

DEVI FITRIANI
NIM. 203001020086

FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


UNIVERSITAS ADIWANGSA JAMBI

TAHUN 2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................2
1.1 Latar Belakang.................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................3
1.4 Manfaat.............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................4
2.1 Definisi Sistem Integumen..............................................................................4
2.2 Fungsi Sistem Integumen...............................................................................5
2.3 Komponen Sistem Integumen........................................................................5
2.3.1 Kulit................................................................................................................5
2.3.2 Derivat Kulit.................................................................................................10
2.4 Gangguan Pada Kulit dan Kuku.................................................................13
2.4.1 Jerawat..........................................................................................................13
2.4.2 Impetigo.......................................................................................................13
2.4.3 Dermatitis.....................................................................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
3.1 Kesimpulan....................................................................................................15
3.2 Saran...............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

SISTEM INTEGUMEN 1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam makalah kali ini akan dibahas mengenai farmakologi, definisi,


mekanisme serta obat-obatan terkait Inflamasi dan Hipertensi.
Meskipun Obat-obatan Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID) efektif untuk
mengobati indikasi yang ditentukan, NSAID juga terkait dengan beragam efek
samping yang serius dan interaksi obat yang bermacam-macam. Diantaranya
AINS dapat menyebabkan munculnya hipertensi baru atau memperberat
hipertensi yang sudah ada yang dapat berakibat pada peningkatan efek samping
KV. AINS dapat menurunkan efek antihipertensi tiazid atau diuretik kuat. AINS
harus digunakan dengan hati-hati pada pasien hipertensi. Tekanan darah harus
dimonitor sejak awal dan selama terapi dengan AINS.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Bagaimana Definisi Inflamasi dan Hipertensi
2. Bagaimana Farmakologi Inflamasi dan Hipertensi
3. Bagaimana Mekanisme terjadinya Inflamasi dan Hipertensi
4. Obat-obat Anti Inflamasi dan Antihipertensi beserta Mekanisme Kerja obat
tersebut

1.3 TUJUAN

Tujuan pada makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Mengetahui Definisi Inflamasi dan Hipertensi
2. Mengetahui Farmakologi Inflamasi dan Hipertensi
3. Mengetahui Mekanisme terjadinya Inflamasi dan Hipertensi

SISTEM INTEGUMEN 2
4. Mengetahui Obat-obat Anti Inflamasi dan Antihipertensi beserta Mekanisme
Kerja obat tersebut

1.4 MANFAAT

Manfaat pada makalah ini adalah sebagai berikut.


1. Mengetahui Farmakologi Inflamasi dan Hipertensi
2. Mengetahui Definisi Inflamasi dan Hipertensi
3. Mengetahui Mekanisme terjadinya Inflamasi dan Hipertensi
4. Mengetahui Obat-obat Anti Inflamasi dan Antihipertensi beserta Mekanisme
Kerja obat tersebut

SISTEM INTEGUMEN 3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 INFLAMASI

2.1.1 Definisi
Radang atau inflamasi (bahasa Inggris: inflammation) adalah respons
dari suatu organisme terhadap patogen dan alterasi mekanis dalam jaringan,
berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang mengalami
cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang merupakan salah satu dari
respons utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi
oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin)
yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem
kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.

2.1.2 Farmakologi
Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap
infeksi:
1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk
meningkatkan performa makrofaga
2. menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
3. mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
4. Respons peradangan dapat dikenali dengan nyeri, bengkak, demam, panas,
merah, yang disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area
infeksi:
 Pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di
daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak bengkak kemerahan
dan penurunan tekanan darah terutama pada pembuluh kecil.
 Aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endotelia dengan pembuluh
darah.

SISTEM INTEGUMEN 4
 Kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan
memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endotelium dan masuk ke dalam
jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.

Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai berikut:


 tumor atau membengkak
 calor atau menghangat
 dolor atau nyeri
 rubor atau memerah
 functio laesa atau daya pergerakan menurun
 kemungkinan disfungsi organ atau jaringan.

2.2 HIPERTENSI

NSAID (non-steroidal anti-inflammatory drug) adalah obat anti inflamasi non steroid ,
merupakan obat-obatan yang sebagian besar digunakan dalam pengobatan nyeri, demam, dan
pembengkakan.
Dalam dosis tunggal, obat antiinflamasi non steroid (AINS) mempunyai aktivitas
analgesik yang setara dengan parasetamol, tetapi parasetamol lebih disukai terutama untuk
pasien usia lanjut.
Dalam dosis penuh (full dosage) yang lazim, AINS sekaligus memperlihatkan efek
analgesik yang bertahan lama dan efek anti inflamasi yang membuatnya sangat berguna pada
pengobatan nyeri berlanjut atau nyeri berulang akibat radang. Oleh karena itu, walau parasetamol
sering memberikan pengendalian nyeri yang memadai, AINS lebih tepat dibandingkan
parasetamol atau analgesik opioid dalam artritis meradang (reumatoid artritis) dan pada beberapa
kasus osteoartritis lanjut. Obat-obat ini juga bermanfaat untuk nyeri punggung dan gangguan
jaringan lunak yang tidak terdefinisi dengan jelas.

2.1.1 Mekanisme

SISTEM INTEGUMEN 5
NSAID bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase (COX). Ada dua jenis
isoenzim COX , keduanya memainkan peran biologis yang sangat berbeda:
a. Enzim COX-1
Enzim yang “diekspresikan secara konstitutif” yang merangsang prostaglandin yang
diperlukan untuk melindungi mukosa lambung. Isoform COX-1 juga bertanggung jawab
untuk menjaga perfusi ginjal dengan melebarkan arteriol. Ini juga menghambat
pembentukan trombus di endotel vaskular.
b. Enzim COX-2
Isoform yang dapat di induksi yang merangsang sintesis prostaglandin yang berkontribusi
terhadap nyeri dan peradangan.

Penghambatan enzim COX-1 bertanggung jawab untuk sebagian besar efek samping,
terutama efek samping gastrointestinal, seperti peningkatan risiko perdarahan dan juga efek
samping ginjal dan kardiovaskular. Manfaat terapeutik NSAID muncul terutama melalui
penghambatan enzim COX-2, meskipun ada beberapa tingkat tumpang tindih antara kedua
isoform. Kebanyakan NSAID bekerja melalui penghambatan reversibel non-selektif dari kedua
isoform enzim. Aspirin merupakan pengecualian, karena bekerja melalui penghambatan yang
tidak dapat diubah.

Bagaimana COX menghasilkan nyeri dan peradangan?

Sebagai suatu enzim, COX mengkatalisasi pembentukan mediator pro-inflamasi


seperti prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat, mekanisme yang pertama kali
dijelaskan oleh ahli farmakologi Inggris, Sir John Vane (yang, secara kebetulan, dianugerahi
Penghargaan Nobel dalam Fisiologi Kedokteran pada tahun 1982). Tentu saja, farmakologi
NSAID tidak berhenti sampai di situ. Bagaimanapun, NSAID digunakan untuk mengobati
lebih dari sekedar peradangan, tapi juga digunakan untuk mengobati rasa sakit dan demam.
Pireksia disebabkan oleh akumulasi prostaglandin E2, zat mirip hormon yang
mempengaruhi termoregulasi di hipotalamus. Dengan menghambat enzim COX, NSAID
mengurangi sintesis prostaglandin di dalam hipotalamus dan sebagai hasilnya, menurunkan

SISTEM INTEGUMEN 6
demam. NSAID menghambat fagositosis kristal urat membantu menjelaskan mengapa obat ini
efektif dalam pengobatan nyeri yang disebabkan oleh gout akut.

2..1.2 Efek Samping

NSAID dikaitkan dengan berbagai efek sampingnya sendiri, beberapa kecil namun
banyak juga yang serius. Beberapa efek samping NSAID meliputi:
a. Efek gastrointestinal
Dispepsia, mual, diare dan perdarahan lambung serta ulserasi , risiko efek serius meningkat pada
pasien dengan penyakit radang usus. Mengambil NSAID oral dengan makanan dapat
meminimalkan risiko ini.

b. Efek kardiovaskular
Peningkatan risiko serangan jantung, stroke, dan gagal jantung, terutama pada pasien dengan
riwayat penyakit kardiovaskular. Aspirin tidak terkait dengan risiko ini.
c. Efek ginjal
Karena NSAID mengurangi perfusi glomerulus, NSAID meningkatkan risiko penyakit ginjal
dalam jangka panjang. NSAID juga dikaitkan dengan retensi air garam yang, akibatnya, dapat
menyebabkan hipertensi.
d. Efek hipersensitivitas
NSAID berhubungan dengan reaksi alergi. Misalnya bronkospasme yang memburuk pada
pasien asma, perkembangan bintil atau erupsi kulit lainnya, dan reaksi fotosensitifitas.

2.1.3 Pertimbangan Klinis

Ketika kita berbicara tentang farmakologi klinis NSAID, kita perlu memikirkan
faktor-faktor berikut:
 NSAID harus dihindari pada pasien dengan gagal ginjal, gagal hati, gagal jantung dan pada
pasien dengan riwayat hipersensitivitas NSAID.
 Bahwa NSAID dan dosis yang paling optimal harus digunakan. Misalnya pasien dengan
penyakit tukak lambung yang sudah ada sebelumnya mungkin perlu diresepkan NSAID,

SISTEM INTEGUMEN 7
meskipun NSAID dikaitkan dengan peningkatan risiko perdarahan dan ulserasi. Beberapa
obat seperti ibuprofen dikaitkan dengan risiko paling rendah, sedangkan obat lain seperti
indometasin dan piroksikam dikaitkan dengan risiko tertinggi. Karena pertimbangan harus
diambil untuk memilih obat yang tepat.
 Karena berkurangnya aliran darah melalui ginjal, NSAID mengurangi kemanjuran obat-
obatan seperti diuretik sekaligus menurunkan eliminasi obat lain, seperti metotreksat.
 Obat-obatan tertentu seperti antikoagulan dan SSRI, bila dikonsumsi dengan NSAID
meningkatkan risiko perdarahan gastrointestinal. Demikian pula, NSAID meningkatkan
risiko perdarahan saat dikonsumsi dengan warfarin.
 Aspirin tidak boleh dikonsumsi oleh anak-anak di bawah usia 16 tahun karena dapat memicu
sindrom Reye yang berpotensi fatal.
 Gastroproteksi harus dipertimbangkan untuk mengurangi risiko efek samping GI. Misalnya
pasien yang mengonsumsi aspirin dosis rendah berada pada peningkatan risiko efek GI.
Mengonsumsi inhibitor pompa proton seperti omeprazole dapat menghilangkan risiko ini.
Pasien yang memakai kortikosteroid seperti prednisolone juga berisiko tinggi mengalami
efek samping gastrointestinal.
 Meskipun pertimbangan klinis ini tidak lengkap, mereka menunjukkan seberapa hati-hati
dokter saat meresepkan NSAID. Karena pengaruhnya terhadap sistem gastrointestinal,
kardiovaskular, dan ginjal, ada banyak faktor klinis yang perlu dipertimbangkan. Meskipun
demikian, ketika diresepkan secara akurat, NSAID tetap menjadi golongan obat yang sangat
berharga dalam perangkat dokter.

2.1.4. Obat-Obat NSAID


Beberapa contoh NSAID diantaranya : Aspirin, Ibuprofen, Naproxen, Indometasin,
Ketorolac, Diklofenak, Piroxicam, Meloxicam, ada juga obat-obatan lain seperti etoricoxib yang
dilisensikan di Uni Eropa (UE) tetapi tidak di Amerika Serikat termasuk di Indonesia. Obat lain,
seperti rofecoxib, telah ditarik secara grosir dari UE dan AS karena peningkatan risiko yang
substansial pada kejadian kardiovaskular yang serius, seperti infark miokard dan stroke.

1. Turunan asam propionat

SISTEM INTEGUMEN 8
 Ibuprofen adalah turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesik,
dan antipiretik. Obat ini mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibanding AINS non
selektif lain, tetapi aktivitas antiinflamasinya lebih lemah. Dosis dewasa 1,6 g sampai 2,4 g
sehari diperlukan untuk reumatoid artritis dan tidak untuk kondisi dengan peradangan yang
menonjol seperti pada gout akut.
 Naproksen adalah salah satu pilihan pertama karena khasiatnya yang memadai sekaligus
kejadian efek sampingnya relatif rendah (tetapi lebih banyak dari ibuprofen, lihat keterangan
di bawah). Ibuprofen dan naproksen adalah turunan asam propionat yang digunakan pada
anak.
 Fenbufen dinyatakan menyebabkan perdarahan saluran cerna yang lebih sedikit, tetapi risiko
untuk terjadinya ruam kulit tinggi.
 Fenoprofen efektivitasnya sebanding dengan naproksen, dan flurbiprofen mungkin sedikit
lebih efektif. Keduanya menyebabkan efek samping pada saluran cerna yang sedikit lebih
banyak daripada ibuprofen.
 Ketoprofen aktivitas antiinflamasinya serupa dengan ibuprofen dan mempunyai efek
samping yang lebih banyak.
 Deksketoprofen merupakan isomer ketoprofen, digunakan untuk mengatasi nyeri ringan
hingga sedang jangka pendek.
 Asam tiaprofenat sama efektifnya dengan naproksen; obat ini mempunyai efek samping
yang lebih banyak daripada ibuprofen (pernah dilaporkan terjadinya sistitis berat).

2. Obat yang bersifat serupa dengan turunan asam propionat:


 Asam tolfenamat diindikasikan untuk pengobatan migren
 Diklofenak dan aseklofenak dengan kerja dan efek samping mirip dengan naproksen.
 Diflunisal merupakan turunan asetosal, tetapi efek klinisnya lebih mirip dengan turunan asam
propionat dibanding dengan efek senyawa induknya. Kerjanya yang lama membuat obat ini
dapat diberikan dua kali sehari.
 Etodolak setara dengan naproksen dalam hal khasiat.
 Indometasin mempunyai aktivitas yang setara atau lebih kuat dari naproksen, namun dengan
kejadian efek samping yang tinggi, antara lain sakit kepala, pusing, dan gangguan saluran

SISTEM INTEGUMEN 9
cerna. Jarang digunakan pada anak, digunakan jika AINS lain tidak berhasil mengatasi
penyakit.
 Asam mefenamat mempunyai sedikit aktivitas anti inflamasi. Kadang-kadang
menyebabkan diare dan anemia hemolitik yang memerlukan penghentian penggunaan.
 Fenilbutazon merupakan antiinflamasi yang kuat. Selain efek sampingnya terhadap saluran
cerna, obat ini dapat menimbulkan dua efek samping yang jarang tetapi berbahaya. Obat ini
menyebabkan retensi cairan, dan pada pasien yang rentan, dapat mengakibatkan gagal
jantung. Obat ini juga dapat mengakibatkan agranulositosis (yang bisa terjadi dalam beberapa
hari pertama pengobatan) serta anemia aplastik. Pada ankilosing spondolitis, mungkin
diperlukan pengobatan, tetapi obat ini tidak boleh digunakan kecuali kalau pengobatan
dengan obat lain tidak berhasil.
 Ketorolak digunakan pada penanganan jangka pendek nyeri sedang sampai berat
(pascabedah).
 Meloksikam digunakan untuk pengobatan jangka pendek osteoartritis dan pengobatan
jangka panjang reumatoid artritis. Penggunaannya dapat dipertimbangkan bagi pasien usia
remaja yang tidak bisa toleran terhadap AINS lain.
 Nabumeton mempunyai khasiat yang setara dengan naproksen.
 Sulindak ditoleransi sama dengan naproksen.
 Piroksikam khasiatnya sama dengan naproksen dan kerjanya lebih panjang sehingga dapat
diberikan satu kali sehari. Namun demikian efek sampingnya terhadap saluran cerna lebih
berat dibanding ibuprofen terutama pada pasien lansia.
 Tenoksikam mempunyai aktivitas dan toleransi yang sama dengan naproksen. Waktu
paruhnya yang panjang memungkinkan penggunaan sekali sehari.
 Penghambat selektif siklooksigenase 2, etorikoksib, selekoksib dan parekoksib memiliki
efektivitas yang sebanding dengan AINS non selektif seperti diklofenak dan naproksen. Data
jangka pendek menunjukkan bahwa risiko saluran cerna bagian atas yang serius dari
penghambat selektif lebih rendah dibanding AINS non selektif, namun kelebihan ini
menjadi tidak bermanfaat pada pasien yang pada waktu bersamaan diberikan asprin dosis
rendah. Tetap ada kekhawatiran terhadap keamanan penghambat selektif siklooksigenase 2
berupa risiko kardiovaskuler.
 Selekoksib disetujui untuk meringankan gejala osteoartritis.

SISTEM INTEGUMEN 10
 Etorikoksib disetujui untuk meringankan gejala osteoarthritis, meringankan nyeri muskulo-
skeletal kronik, meringankan nyeri yang berhubungan dengan operasi gigi.
 Parekoksib disetujui untuk penggunaan jangka pendek nyeri setelah pembedahan.

2.2 KOMPONEN SISTEM INTEGUMEN


2.2.1 KULIT

Kulit adalah bagian terluar tubuh. Beratnya ± 4,5 kg menutupi area seluas 18 kaki
persegi dengan BB 75 kg. Dilihat dari strukturnya, kulit terdiri dari dua lapis, paling luar disebut
epidermis tersusun atas epithelium, skuamosa bergaris, dan lapisan di bawahnya disebut
dermis. Tersusun dari jaringan ikat tidak beraturan. Kedua lapisan tersebut berlekatan dengan
erat. Tepat di bawah dermis terdapat lapisan hypodermis atau fasia superficial yang terutama
tersusun dari jaringan adiposa yang bukan bagian dari kulit. Lapisan ini banyak mengandung
lemak. Lemak berfungsi sebagai cadangan makanan, pelindung tubuh terhadap benturan, dan
menahan panas tubuh, mengikat kulit secara longgar dengan organ yang terdapat
di bawahnya. Lapisan ini mengandung jumlah sel lemak yang beragam.

1. Lapisan Kulit
A. Epidermis
Epidermis merupakan permukaan kulit paling luar dengan tebal ± 0,07 – 0,12mm.
Epidermis tersusun dari lapisan epitelium bergaris, mengandung sel-sel pigmen yang memberi
warna pada kulit dan berfungsi melindungi kulit dari kerusakan oleh sinar matahari. Epidermis
terdiri dari beberapa lapis sel. Lapis paling luar disebut stratum korneum, yang disebut juga
lapisan bertanduk, karena lapisan ini tersusun dari sel-sel pipih berkeratin yang merupakan sel-sel
mati. Keratin adalah suatu protein yang bersifat tahan air, jadi lapisan ini merupakan “mantel”
tubuh alami yang melindungi jaringan-jaringan yang lebih dalam dari kehilangan air. Lapisan ini

SISTEM INTEGUMEN 11
secara terus menerus mengalami gesekan dan mengelupas, namun secara terus menerus pula
selalu diganti oleh sel-sel yang lebih dalam. Persis di bawah stratum korneum adalah stratum
lusidium, yang nampak lebih terang disebabkan akumulasi dari molekul keratin. Di bawah
stratum lusidium adalah stratum granulosum, merupakan daerah dimana sel-sel mulai mati
karena terakumulasinya molekul bakal keratin yang memisahkan sel-sel ini dari daerah dermal.
Lapisan epidermis yang berbatasan langsung dengan dermis adalah stratum germinativum,
yang tersusun dari stratum spinosum dan stratum basal.
Stratum germinativum tersusun dari sel-sel epidermal yang menerima nutrisi cukup
dari dermis. Sel-sel tersebut mengalami pembelahan dan menghasilkan berjuta-juta sel baru
setiap hari. Sel-sel yang lebih tua akan terdesak keluar menjauhi sumber nutrisi,sehingga lambat
laun akan mati dan mengalami keratinisasi. Sel utama kedua epidermis (setelah keratinosit)
adalah melanosit, ditemukan dalam lapisan basal. Perbandingan sel-sel basal terhadap
melanosit adalah 10 : 1. Didalam melanosit disintesis granula-granula pigmen yang disebut
melanosom. Melanosom mengandung biokroma coklat yang disebut melanin.
Melanosom dihidrolisis oleh enzim dengan kecepatan yang berbeda-beda. Jumlah
melanin dalam keratinosit menentukan warna dari kulit. Melanin melindungi kulit dari
pengaruh-pengaruh matahari yang merugikan. Sebaliknya, sinar matahari meningkatkan
pembentukan melanosom dan melanin. Orang Afrika-Amerika maupun keturunan Kaukasia
mempunyai jumlah melanosit yang sama. Orang Afrika-Amerika mempunyai melanosom-
melanosom besar yang tahan terhadap destruksi oleh enzim-enzim hidrolisis, sedangkan
keturunan Kaukasia mempunyai melanosom yang kecil dan lebih mudah dihancurkan. Selain
produksi melanin, warna kulit juga dipengaruhi oleh oksigenasi darah, darah dermal memasok
warna merah melalui sel-sel lapisan lebih atas yang agak transparan, sehingga kulit berwarna
merah.
Bila darah dermal kekurangan oksigen atau tidak bersirkulasi dengan baik, kulit akan
menjadi kebiruan atau disebut sianotik.

B. Dermis
Dermis tersusun atas jaringan ikat, terdiri dari dua daerah utama, yaitu daerah papilar
dan daerah retikular. Seperti pada epidermis, ketebalannya tidak merata,misalnya dermis pada
telapak tangan dan telapak kaki lebih tebal dari pada di bagian kulit yang lain.

SISTEM INTEGUMEN 12
a. Lapisan papilar
Merupakan lapisan dermal paling atas, sangat tidak rata, bagian bawah papila
ini nampak bergelombang. Proyeksi seperti kerucut yang menjorok ke arah epidermis
yang disebut papila dermal. Proyeksi tersebut diproyeksikan pada cap jari yang
merupakan pola unik yang tidak berubah selama hidup. Jaringan kapiler yang banyak
pada lapisan papilar menyediakan nutrien untuk lapisan epidermal dan memungkinkan
panas merambat ke permukaan kulit. Reseptor sentuhan juga terdapat dalam lapisan
dermal.
b. Lapisan reticular
Merupakan lapisan kulit paling dalam, mengandung banyak arteri dan
vena,kelenjar keringat dan sebaseus, serta reseptor tekanan. Baik lapisan papilla
rmaupun lapisan retikuler banyak mengandung serabut kolagen dan serabut elastin.
Adanya serabut elastis tersebut menyebabkan kuilt orang muda lebih elastis, sedangkan
kulit orang tua menjadi keriput karena serabut elastis dan lapisan lemak subkutan
menjadi sangat berkurang. Pada seluruh dermis juga mengandung fibroblas, sel-sel
adiposa, berbagai jenis makrofag yang sangat penting bagi pertahanan tubuh dan
berbagai jenis sel yang lain. Dermis juga memiliki banyak pembuluh darah, yang
memungkinkan berperan melakukan regulasi suhu tubuh. Bila suhu tubuh meningkat,
arterioldilatasi, dan kapiler-kapiler dermis menjadi terisi dengan darah yang panas.
Dengan demikan memungkinkan panas dipancarkan dari permukaan kulit keudara.
Bila suhu lingkungan dingin, maka panas tubuh harus disimpan, untuk itu kapiler
dermal berkontriksi sehingga darah tidak banyak menuju permukaan kulit, dengan
demikian sedikit panas tubuh dipancarkan keluar tubuh. Dermis juga kaya akan
pembuluh limfa dan serabut-serabut saraf. Banyak ujung saraf berakhir pada dermis
berubah menjadi reseptor khusus, sehingga mampu mendeteksi perubahan perubahan
yang terjadi di lingkungan yang kemudian disampakan ke otak.

SISTEM INTEGUMEN 13
Gambar 2. Struktur dan Bagian-bagian Kulit

2. Fungsi kulit

1. Proteksi (melindungi)
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanis,
misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat menimbulkan
iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas misalnya radiasi, sinar
ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya
bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang
berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan
dalam melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning
(pengobatan dengan asam asetil).

2. Absorbsi (menyerap)
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang larut
dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan
kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit
dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan metabolisme.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel, menembus sel-sel
epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak melalui sel-sel
epidermis.

3. Regulasi (Pengatur Panas)

SISTEM INTEGUMEN 14
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal
ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur
panas, medula oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu viseral 36-37,5
derajat untuk suhu kulit lebih rendah. Pengendalian persarafan dan vasomotorik
dari arterial kutan ada dua cara yaitu vasodilatasi (kapiler melebar, kulit menjadi
panas dan kelebihan panas dipancarkan ke kelenjar keringat sehingga terjadi
penguapan cairan pada permukaan tubuh) dan vasokonstriksi (pembuluh darah
mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, hilangnya keringat dibatasi, dan panas
suhu tubuh tidak dikeluarkan).

4. Ekskresi (Pengeluaran)
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau
zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi kulit karena lapisan
sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan
sehingga kulit tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat
menyebabkan keasaman pada kulit.

5. Persepsi / Reseptor (Peraba)


Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan subkutis,
terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan diperankan oleh papila dermis
dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan oleh epidermis.

6. Pembentukan Pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim melanosum
dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu, dan O2 terhadap sinar
matahari memengaruhi melanosum. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-
tangan dendrit sedangkan lapisan di bawahnya dibawa oleh melanofag. Warna
kulit tidak selamanya dipengaruhi oleh pigmen kulit melainkan juga oleh tebal-
tipisnya kulit, reduksi Hb dan karoten.

7. Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel
basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel spinosum.
Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum.
Semakin lama intinya menghilang dan keratonosit ini menjadi sel tanduk yang
amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup. Keratinosit melalui
proses sintasis dan degenerasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kira-kira

SISTEM INTEGUMEN 15
14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis-
fisiologik.

2.3.2 DERIVAT KULIT

Rambut, kuku, dan kelenjar kulit merupakan derivat dari epidermis meskipun berada
dalam dermis, mereka berasal dari stratum germinativum yang tumbuh ke arah bawah ke bagian
yang lebih dalam dari kulit.

1. Kelenjar kulit
Kelenjar kulit dibedakan menjadi dua macam yaitu kelenjar sebasea (kelenjar minyak)
dan kelenjar keringat.
a. Kelenjar minyak 
Terdapat hampir di semua permukaan kulit kecuali di daerah-daerah yang tidak
berambut seperti telapak tangan dan telapak kaki. Saluran kelenjar minyak biasanya bermuara
pada bagian atas folikel rambut, tetapi pada beberapa terbuka langsung ke permukaan kulit,
seperti pada glans penis, glans klitoris, dan bibir. Sekresi kelenjar minyak disebut sebum,
merupakan campuran dari zat-zat berminyak dan pecahan-pecahan sel. Sebum berfungsi
sebagai pelumas yang memelihara kulit tetap halus, serta rambut tetap kuat. Kelenjar minyak
menjadi sangat aktif selama pubertas sehingga kulit cenderung berminyak selama periode ini.
Sering sebum mengumpul pada suatu tempat, mengering, dan kadang mengandung bakteri,
membentuk gangguan kulit yang disebut “blackheads”. Kadang-kadang kelenjar minyak
mengalami infeksi aktif membentuk  “ jerawat”.
b. Kelenjar keringat
Merupakan kelenjar eksokrin yang ekskresinya dikeluarkan melalui pori-pori yang
tersebar luas di seluruh permukaan kulit. Kelenjar keringat dibedakan menjadi dua macam
berdasarkan sekresinya, yaitu: kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin, kelenjar ekrin tersebar
di seluruh permukaan tubuh memproduksi keringat jernih yang terutama mengandung air, NaCl,
dan urea, sedangkan kelenjar apokrin dijumpai pada ketiak dan daerah genital. Di samping
mensekresikan air, NaCl, dan urea, kelenjar ini juga mensekresikan zat dari bahan dasar protein
bersusu yang merupakan medium ideal untuk mikroorganisme yang berada dalam kulit.

SISTEM INTEGUMEN 16
Kelenjar keringat berada di bawah pengendalian sistem saraf, merupakan bagian
penting dari alat regulasi suhu tubuh. Bila suhu lingkungan cukup panas, maka kelenjar keringat
akan mensekresikan keringat ke permukaan tubuh untuk kemudian diuapkan airnya.
Penguapan ini menggunakan panas tubuh, sehingga penguapan keringat berlaku sebagai sistem
keadaan darurat untuk membebaskan panas apabila sistem pendingin kapiler tidak bekerja
dengan baik untuk memelihara homeostatis. Kedua jenis kelenjar ini tersusun atas sel mioepitel
(dari bahasa Latin:myo=otot), sel epitel khusus yang terletak antara sel kelenjar dan lamina
basalis dibawahnya. Kontraksi sel mioepitel memeras kelenjar dan melepaskan sekret yang
sudah menumpuk. Aktivitas sekretorik sel kelenjar dan kontraksi sel mioepitel dikendalikan
oleh sistem saraf otonom dan hormon yang beredar dalam tubuh.

2. Rambut
Rambut dijumpai di seluruh permukaan tubuh kecuali pada permukaan
tangan,permukaan kaki, dan bibir. Rambut dibungkus oleh folikel rambut, yaitu suatu invaginasi
epidermis yang terjadi selama periode pertumbuhan dengan suatu pelebaran ujung yang
dinamakan bulbus rambut. Bagian rambut yang berada didalam folikel rambut disebut akar
rambut. Rambut dibentuk oleh mitosis sel-sel epithelial germinal yang mengalami deferensiasi
menjadi sel-sel yang membentuk medula rambut, korteks rambut, dan kutikula rambut. Sel-sel
yang lebih tua didesak menjauh dari daerah pertumbuhan ini, mereka mati dan mengalami
keratinisasi,membentuk bagian membesar dari pangkal rambut.
Suatu rambut terdiri dari tiga lapis, bagian pusat disebut medula, yang dikelilingi
pertama-tama oleh korteks pelindung dan kemudian oleh kutikula. Luka pada kutikula
menyebabkan ujung rambut terbelah. Folikel rambut dipisahkan dari dermis oleh membran
hialin non seluler yang disebut membran glasi, yang merupakan penebalan dari membrane
basalis. Warna rambut ditentukan oleh jumlah pigmen dalam korteks rambut. Bila struktur
rambut diamati dengan cermat, akan nampak umumnya tertanam miring pada kulit. Di bagian
dalam dermis terdapat pita kecil dari otot polos yang disebut pili arektor, menghubungkan
salah satu sisi folikel rambut ke lapisan papilla dermis. Bila otot ini berkontraksi pada saat dingin
atau takut, maka batang rambut akan ditarik ke atas ke posisi yang lebih vertikal. Fenomena ini
pada manusia sering disebut “tegak bulu roma”. Aktivitas otot pili arektor juga

SISTEM INTEGUMEN 17
memberikan tekanan kepada kelenjar minyak di sekitar folikel, menyebabkan sejumlah kecil
sebum dibebaskan.

Gambar 3. Kulit dan Kelenjar-kelenjar Kulit

3. Kuku
Kuku merupakan derivat epidermis yang berupa lempeng-lempeng zat
tanduk terdapat pada permukaan dorsal ujung jari tangan dan jari kaki. Kuku terdiri dari bagian
akar dan bagian badan. Dilihat dari atas, pada bagian proksimal badan kuku terdapat bagian
putih berbentuk bulan sabit yang disebut lunula. Warna putih lunula disebabkan epitel yang
lebih tebal dari epitel kasar kuku dan kurang melekatnya epitel dibawahnya sehingga transmisi
warna pembuluh darah kurang dipancarkan. Seperti halnya rambut, kuku tersusun atas zat-zat
mati, yaitu lapisan kompak dari epitel yang mengalami pertandukan. Kuku tumbuh ke arah
distal, meluncur diatas kulit dasar kuku yang dikenal sebagai hiponikium, yang melanjutkan
diri ke epidermis yang meliputi permukaan ventral jari-jari. Perluasan epidermis berzat tanduk
pada ujung proksimal lipatan kuku adalah eponikium atau kutikula. Kuku hampir tidak
berwarna tetapi nampak kemerahan karena warna darah yang berada di dalam kapiler di bawah
kuku.
2.4 GANGGUAN PADA KULIT DAN KUKU

SISTEM INTEGUMEN 18
Kulit merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan langsung dengan lingkungan
luar. Oleh karena itu sangat mungkin mengalami gangguan dan mengalami kerusakan.
Gangguan tersebut terutama berupa ganggauan mekanis, zat-zat kimia, dan mikroorganisme.
Beberapa gangguan pada kulit dan kuku antara lain: jerawat, impetigo, dermatitis,
dan onikomikosis.

2.4.1 Jerawat
Adalah suatu peradangan kelenjar minyak, terjadi biasanya mulai pada saat pubertas.
Jerawat yang umum disebut acne vulgari (jerawat vulgaris). Jerawat ini umumnya terjadi
pada individu berumur antara 14 – 25 tahun, diderita oleh hamper 80% anak muda. Namun
tidak sedikit orang dewasa yang menderita jerawat tersebut. Jenis jerawat yang lain adalah acne
cosmetika (jerawat kosmetik) yang disebabkan oleh pengguanaan make-up dan bahan
kosmetik lain dalam jangka lama. Pada masa pubertas kelenjar minyak pada kulit di bawah
pengaruh hormone androgen tumbuh membesar dan meningkatkan produksi sebum, yaitu
berupa produk lipid kompleks. Di samping hormon androgen, ovarium dapat menstimulus
sekresi minyak kulit sama baiknya dengan hormon androgen. Jerawat terjadi terutama pada
kelenjar minyak folikel, dimana kelenjar minyak membesar dan rambutnya mengalami
rudimenter. Folikel-folikel secara cepat ditempati koloni mikroorganisme yang tumbuh dengan
subur, karena lingkungan folikel kaya akan lipid. Bila ini terjadi, maka kantung sel-sel jaringan
ikat dapat rusak dan memindah sel-sel epidermal sehingga terbentuk bekas luka yang tetap.
Menghadapi jerawat harus hati-hati, perlu menghindari memijat atau menggaruknya supaya
tidak terjadi luka.

2.4.2 Impetigo
Adalah suatu infeksi permukaan atas kulit, disebabkan oleh stafilokoki atau
streptokoki, dan ditandai oleh bintil-bintil terisolasi yang mengeras kemudian pecah. Terjadi
biasanya di sekitar mulut, hidung, dan tangan. Peradangan terisolasi pada lapisan papila kulit,
melibatkan jaringan kapiler dan stratum korneum. Penyakit ini umumnya menyerang anak-
anak, dan dapat epidemik serius pada taman kanak-kanak.
2.4.3 Dermatitis

SISTEM INTEGUMEN 19
Adalah suatu peradangan kulit, ada beberapa jenis dengan penyebab yang berbeda-
beda, antara lain:
a. Dermatitis kronik, sering terjadi pada tangan atau kaki, dan terjadi karena iritasi yang terus
menerus. Ditandai oleh penebalan kulit, peradangan, dan pengelupasan. Kadang-kadang
disebabkan oleh pencucian tangan yang berlebihan atau oleh sisa sabun atau deterjen yang
berada di bawah cincin. Kadang-kadang disebabkan oleh infeksi jamur.
b. Dermatitis kontak, adalah jenis peradangan kulit yang disebabkan oleh zat kimia yang
bersinggungan dengan kulit. Misalnya zat kimia yang keras, deterjen, atau sabun yang
mengiritasi secara langsung. Dapat pula oleh suatu zat yang menyebabkan reaksi alergi yang
baru muncul setelah 5 – 6 hari setelah kontak. Penyebab utama dermatitis kontak adalah
racun sejenis tumbuhan menjalar, bahan kimia pada sepatu dan baju, rantai arloji dari logam,
salep antibiotik, dan bahan kosmetik.
c. Eksem, merupakan peradangan yang ditandai oleh melepuhnya kulit, kemerah-merahan,
keluar cairan dari peradangan ini, kerak, keropeng, rasa gatal, dan kadang-kadang mongering.
Umumnya eksem terdapat pada tempat lekukan kulit,misalnya bagian belakang lutut, dan
ujung dari siku. Terdapat beberapa macam eksem, salah satu jenis yang umum dermatitis
atopik, yaitu peradangan kulit yang disertai rasa gatal disebabkan oleh alergi.
d. Dermatitis eksfoliatif, merupakan  jenis dermatitis yang ditandai dengan adanya
pengelupasan kulit di seluruh tubuh disertai dengan rontoknya rambut. Seluruh permukaan
kulit berwarna merah, berkerak, dan menebal. Pada banyak kasus tidak diketahui
penyebabnya, tetapi kadang-kadang terjadi mengikuti suatu efek samping dari obat.
e. Dermatitis seboreik, merupakan jenis dermatitis yang ditandai oleh pengerakan dan
peradangan kulit kepala dan kadang-kadang kulit muka dan bagian tubuh yang lain. Pada
umumnya penyebabnya adalah ketombe.
f. Onikomikosis, merupakan peradangan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur.
Onikomikosis umumnya terdapat pada orang yang memiliki daya tahan rendah
terhadap infeksi, misalnya penderita diabetes atau pasien yang menggunakan
kortikosteroid atau obat hormonal yang lain. Onikomikosis disebabkan oleh sejumlah jamur
dan sering dihubungkan dengan paronisia.

BAB III

SISTEM INTEGUMEN 20
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Dari Pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Sistem integumen atau biasa disebut kulit adalah system organ yang
membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan manusia
terhadap lingkungan sekitarnya dan merupakan organ yang paling luas,
dimana orang dewasa luasnya mencapai lebih dari 19.000 cm.
2. Integumen dan derivate mempunyai fungsi yang sangat luas di dalam
tubuh meliputi : Pelindung atau proteksi, Eksterosepsi atau penerimaan,
Ekskresi atau pembuangan, Thermoregulasi atau mengatur panas tubuh
pada hewan hewan, Homeostatis, Tempat menyimpan cadangan makanan
dan sintesis vitamin D.
3. Komponen Integumen meliputi : Kulit (Terdiri dari : Epidermis, Dermis,
Subdermis), Derivat Kulit (Terdiri dari : kelenjar kulit, rambut dan kuku)
4. Gangguan pada kulit dan kuku yaitu : Jerawat, Impetigo, Dermatitis.

1.2 Saran :
Penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kedepannya
penyusun dapat menyajikan karya tulis yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

SISTEM INTEGUMEN 21
https://id.wikipedia.org/wiki/Radang
http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-10-otot-skelet-dan-sendi/101-obat-reumatik-
dan-gout/1011-antiinflamasi-nonsteroid-ains
https://gudangilmu.farmasetika.com/farmakologi-obat-antiinflamasi-non-steroid-
nsaid/
http://www.anneahira.com/anatomi-fisiologi-sistem-integumen.htm
http://www.scribd.com/doc/62258668/integumen
http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/05/pengertian-sistem-integumen.html

SISTEM INTEGUMEN 22

Anda mungkin juga menyukai