KATA PENGANTAR
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan
kegelapan menuju jalan Islami.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah bersusah payah membantu hingga terselesaikannya penulisan
makalah ini. Semoga semua bantuan dicatat sebagai amal sholeh di hadapan Allah
SWT.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I ENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan
salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep
dokter. Obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, secara
kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam
efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena
itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin-like
drugs).
Klasifikasi kimiawi NSAID, tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada NSAID dari
subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada obat NSAID
yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa.
B. Rumusan Masalah
3. Bagaimana mekanisme kerja obat golongan AINS (Anti Inflamasi Non Steroid)?
C. Tujuan Penulisan
2. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat golongan AINS (Anti Inflamasi Non
Steroid)
BAB II
PEMBAHASAN
Obat antiinflamasi non-steroid (AINS) merupakan obat yang banya digunakan dalam
pengobatan berbagai penyakit yang melibatkan proses inflamasi. Obat golongan
AINS tersebut merupakan kelompok terbesar dari agen farmasetik yang digunakan
secara luas di seluruh dunia.
AINS banyak digunakan pada pasien pediatric. Obat ini merupakan bahan aktif yang
secara farmakologi tidak homogen dan terutama bekerja menghambat produksi
prostaglandin serta digunakan untuk perawatan nyeri akut dan kronik. Obat ini
mempunyai sifat mampu mengurangi nyeri, demam dengan inflamasi, dan yang
disertai dengan gangguan inflamasi nyeri lainnya.
AINS merupakan sediaan yang paling luas peresepannya terutama pada kasus-
kasus nyeri inflamasi karena efeknya yang kuat dalam mengatasi nyeri inflamasi
tingkat ringan sampai sedang. Dalam peresepan AINS hal yang terpenting adalah
pertimbangan efek terapi dan efek samping yang berhubungan dengan mekanisme
kerja sediaan obat ini, terutama pemberian pada anak. Dimana efek samping AINS
dapat terjadi pada berbagai organ tubuh terpenting seperti saluran cerna, jantung
dan ginjal, sedangkan organ-organ vital pada anak masih mengalami
perkembangan menuju kesempurnaan. Tentunya hal ini patutlah menjadi perhatian,
khususnya menyangkut pengetahuan farmakokinetik dan farmakologik obat atau
patofisiologi proses penyakit yang akan diterapi.
1) AINS non-selektif
Obat golongan AINS non-selektif dapat menghambat COX 1 dan COX2 sehingga dapat
menimbulkan iritasi lambung. Oleh karena itu, jika menggunakan obat golongan ini
harusdiminum setelah makan dan tidak digunaka oleh orang-orang yang menderita
gastritis dan harus hati-hati pada lansia. Contoh obat golongan AINS non-selektif
yaitu :
a) Ibu Profen
Merupakan derivat asam fenil propionat. Obat ini bersifat analgesik dengan daya
anti inflamasi yang tidak terlalu kuat. Indikasi Ibuprofen antara lain reumatik
arthtritis, mengurangi rasa nyeri, kekakuan sendi, dan pembengkakan. Efek
samping terhadap saluran cerna lebih ringan. Ibuprofen tidak dianjurkan diberikan
pada ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia Ibuprofen dijual bebas. Adsorpsinya
berlangsung cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai
setelah 1-2 jam. Waktu paruhnya sekitar 2 jam. 90% ibuprofen terikat pada protein
plasma. Ekskresinya berlangsung cepat dimana kira-kira 90% dari dosis yang
diadsorpsi akan diekskresikan melalui urin sebagai metabolitnya.
b) Asam Mefenamat
Mengurangi rasa nyeri/sakit dari ringan sampai sedang pada sakit gigi, sakit telinga,
nyeri otot, dismenore, nyeri setelah melahirkan, dan nyeri trauma. Tetapi kurang
efektif dibandingkan aspirin. Pada orang usia lanjut efek samping diare hebat lebih
sering dilaporkan. Pada wanita hamil asam mefenamat tidak dianjurkan digunakan
selama 7 hari. Asam mefenamat terikat kuat pada pada protein plasma. Efek
samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai
diare berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat
adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari.
c) Ketoprofen
Efek ketoprofen sama seperti aspirin dan obat AINS lainnya dalam pengobatan
arthtritis rematoid dan osteoartritis. Adsorpsi berlangsung sangat baik dari
lambung. Waktu paruhnya sekitar 2 jam.
d) Indometasin
e) Piroksikam
Indikasi dari piroksikam yaitu rheumatoid arthritis dan osteoarthritis sebagai anti
inflamasi dan analgetik. Piroksikam berfungsi hanya untuk penyakit inflamasi sendi.
Pikroksikam tidak dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak lambung, dan pasien
yang sedang minum antikoagulan. Sejak Juni 2007 karena efek samping serius di
saluran cerna lambung dan reaksi kulit yang hebat, oleh EMEA (badan POM se-
Eropa) dan pabrik penemunya, piroksikam hanya dianjurkan penggunaannya oleh
para spesialis rematologis, itupun digunakan sebagai pengobatan dini kedua. Waktu
paruhnya 45 jam. Adsorpsi berlagsung cepat di lambung.
f) Diklofenak
Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran
cerna berlangsung lengkap dan cepat. Obat ini terikat pada protein plasma 99% dan
mengalami efek metabolisme lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun
waktu paruh singkat 1-3 jam, diklofenak diakumulasi di cairan sinoval yang
menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama
seperti semua AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak
lambung. Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-
150 mg sehari terbagi dua atau tiga dosis.
2) AINS selektif
Obat golongan ini hanya mengikat COX2 sehingga tidak menimbulkan iritasi
lambung. Contoh obat golongan AINS selektif yaitu :
a) Meloxicam
Merupakan penghambat selektif COX2 yang pertama. Obat ini termasuk dalam
golongan enolat yang mempunyai sifat antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik.
Karena obat ini merupakan penghambat selektif COX2, efek samping terhadap
lambung dan ginjal akan lebih kecil dibandingkan dengan obat AINS lainnya.
Indikasi dari meloxicam yaitu rematoid arthritis dan osteoartritis. Oabt ini tidak
dapat digunakan oleh ibu hamil, anak-anak dibawah umur 15 tahun, insufisiensi hati
dan ginjal berat.
b) Celecoxib
Celecoxib adalah suatu diaril yang merupakan substitusi pirazol. Car kerjanya
menghambat sintesis prostaglandin melalui penghambatan COX 2, tetapi tidak
menghambat isoenzim COX1. Celecoxib merupakan obat AINS yang memperlihatkan
efek antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. Kadar puncak dalam plasma dicapai
dalam 3 jam setelah pemberian per oral.
2) AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen.
3) AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan
naproksen.
4) AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan
tenoksikam.
5) AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon
dan oksifenbutazon.
Obat analgesik anti inflamasi non steroid merupakan suatu kelompok sediaan
dengan struktur kimia yang sangat heterogen, dimana efek samping dan efek
terapinya berhubungan dengan kesamaan mekanisme kerja sediaan ini pada
enzim cyclooxygenase (COX). Obat-obat AINS bekerja dengan cara menghambat
sintesis prostaglandin. Prostaglandin adalah suatu senyawa dalam tubuh yang
merupakan mediator nyeri dan radang/inflamasi. Prostaglandin terbentuk dari asam
arakidonat pada sel-sel tubuh dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX).
Dengan penghambatan pada enzim COX, maka prostaglandin tidak terbentuk, dan
nyeri atau radang pun reda. Apabila PGG 2 (Siklikendoperoksidae) terganggu maka
kemungkinan terjadinya PGH2 untuk berubah menjadi tromboksan A2 / leukotrien
(sel yang dapat memperkuat (memicu) terjadinya proses inflamasi (peradangan))
semakin tidak terrespon atau terganggu mengakibatkan peradangan tidak akan
terjadi.
AINS yang termasuk dalam non-selektif yang menghambat sekaligus COX-1 dan
COX-2 adalah ibuprofen, indometasin dan naproxen. Asetosal dan ketorokal
termasuk sangat selektif menghambat COX-1. Piroxicam lebih selektif menyekat
COX-1, sedangkan yang termasuk selektif menyekat COX-2 antara lain diclofenak,
meloxicam, dan nimesulid. Celecoxib dan rofecoxib sangat selektif menghambat
COX-2.
AINS mempunyai efek samping pada tiga sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal,
dan hati. Efek yang paling sering adalah tukak peptik (tukak duodenum dan tukak
lambung) yang kadang kadang terjadi anemia sekunder karena perdarahan
saluran cerna. Ada dua mekanisme iritasi lambung, iritasi yang bersifat lokal
menimbulkan difusi asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan
jaringan, iritasi dan perdarahan secara sistemik akan melepaskan PGE 2dan
PGI2 yang akan menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus
usus halus.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat ini, yaitu
pemberian dosis yang rendah untuk mengetahui efektifitas obat dan dapatnya obat
tersebut ditolerir oleh individu. Apabila penderita kesulitan tidur akibat nyeri atau
kaku kuduk pagi hari, maka dosis tunggal besar diberi pada malam hari. Efek
samping obat dapat timbul pada minggu pertama pemberian obat. Apabila
penderita tidak merasakan kenyamanan dengan pemberian salah satu AINS, dapat
diganti dengan AINS lainnya. Hindari pemberian obat dengan kombinasi lebih dari
satu AINS, sebab manfaatnya tidak akan meningkat bahkan efek sampingnya
bertambah.
Efek samping atau toksisitas AINS yang tidak diinginkan dapat terjadi baik oleh
karena faktor obatnya atau faktor penderita. Untuk faktor obat, sediaan dengan
waktu paruh panjang lebih berbahaya daripada sediaan dengan waktu paruh
pendek, sediaan yang terlalu selektif menghambat COX 1 dan COX2, dan pemberian
dosis lebih besar dari dosis optimal. Pada faktor penderita, pemberian AINS hati-hati
jika ada riwayat tukak peptik, pasien lanjut usia, penggabungan dengan obat lain,
antihipertensi menyebabkan pengaturan tekanan darah tidak optimal, antikoagulan
akan meningkatkan perdarahan.
AINS yang tepat apabila berhadapan dengan dilema antara efek terapi yang
dibutuhkan oleh pasien dan efek samping yang akan ditimbulkan. Untuk mengatasi
ini, maka dianjurkan agar seorang dokter sebaiknya mengenal dengan baik 4 jenis
obat AINS yang berbeda sehingga dapat melakukan pemilihan sesuai dengan
kondisi pasien. Diantaranya adalah obat AINS yang memiliki waktu paruh yang
panjang dan waktu paruh yang pendek dan minimal 2 jenis obat AINS dari kelas
kimiawi lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Fajriani, 2008, Pemberian Obat-Obatan Anti Inflamasi Non Steroid ( Ains ) Pada
Anak, Indonesian Journal of Dentistry, Volume 15 (3), Universitas Hasanuddin
Saepudin dan Wulan Wiranti, 2008, Kualitas Peresepan Obat Golongan Antiinflamasi
Nonsteroid Di Salah Satu Rumah Sakit Swasta Di Yogyakarta, Jurnal Farmasi
Indonesia, Vol. 4 No. 1, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta