Anda di halaman 1dari 15

Algoritma Tatalaksana Akut Abdomen

Gambar 1. Algoritma tatalaksana akut abdomen (ABC=airway, breathing, circulation;


CT=computed tomography; FAST=focused abdominal sonogram for trauma; RLQ=right lower
quadrant; RUQ=right upper quadrant; USG=ultrasonography). (Millham FH, 2010)

Algoritma Evaluasi Nyeri Abdomen


Gambar 2. Algoritma evaluasi nyeri abdomen. (American Family Physician, 2008)

Algoritma Evaluasi Nyeri Abdomen RUQ

Gambar 3.
Abdomen
(American
Physician,

Algoritma Nyeri
RUQ.
Family
2008)

Nyeri

Algoritma
Abdomen RLQ

Gambar 4. Algoritma Evaluasi Nyeri Abdomen RLQ. (American Family Physician, 2008)
Algoritma Nyeri Abdomen LLQ

Gambar 5.
Evaluasi Nyeri Abdomen LLQ. (American Family Physician, 2008)
Analgetik Untuk Nyeri Akut

Algoritma

Semua obat yang mempunyai efek analgetika biasanya efektif untuk mengatasi nyeri akut. Hal ini
dimungkinkan karena nyeri akut akan mereda atau hilang sejalan dengan laju proses penyembuhan
jaringan yang sakit.
Dalam melaksanakan farmakoterapi terdapat beberapa prinsip umum dalam pengobatan nyeri. Perlu
diketahui sejumlah terbatas obat dan pertimbangkan berikut:

Bisakan pasien minum analgesik oral?

Apakah pasien perlu pemberian iv untuk mendapat efek analgesik cepat?

Bisakan anestesi lokal mengatasi nyeri lebih baik, atau digunakan dalam kombinasi dengan
analgesik sistemik?

Bisakan digunakan metode lain untuk membantu meredakan nyeri, misal pemasangan bidai
untuk fraktur, pembalut luka bakar.

Gambar 3.1. WHO Three Step Analgesic Ladder. (WHO, 2015)


Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi farmakologi mengikuti WHO Three Step
Analgesic Ladder yaitu :1
1. Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat seperti NSAID atau COX2
spesific inhibitors.
1. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan obat-obat seperti
pada tahap 1 ditambah opiat secara intermiten.
2. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat yang lebih kuat.
Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri paada proses transduksi dapat diberikan anestesik
lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada transmisi inpuls saraf dapat diberikan obat-obatan
anestetik lokal, pada proses modulasi diberikan kombinasi anestetik lokal, narkotik, dan atau
klonidin, dan pada persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau parasetamol

Gambar 3.1. Tangga dosis


obat analgetik
Dari gambar tangga dosis di atas, dapat disimpulkan bahwa terapi inisial dilakukan pada dosis yang
lebih tinggi, dan kemudian diturunkan pelan-pelan hingga sesuai dosis analgesia yang tepat.
Tabel 3.1. Daftar Indikasi dan dosis obat farmakoterapi nyeri bedasarkan derajat nyeri

NYERI RINGAN
Farmakoterapi Tingkat I
Nama Obat

Dosis

Jadwal

Aspirin

325-650 mg, maks 4 g/hari

4 jam sekali

Asetaminofen

325-650 mg

4-6 jam sekali

Farmakoterapi Tingkat II
Ibuprofen

200 mg

4-6 jam sekali

Sodium Naproksen

Awalan 440 mg
Selanjutnya 220 mg

8-12 jam sekali

Ketoprofen

12,5 mg

4-6 jam sekali

NYERI SEDANG
Farmakoterapi Tingkat III
Dosis

Nama Obat
Asetaminofen

Penyesuaian dosis.
Misal: Aspirin 1000 mg

Jadwal
4-6 jam sekali

Ibuprofen

4-6 jam sekali

Sodium Naproksen

8-12 jam sekali

Ketoprofen

4-6 jam sekali

Farmakoterapi Tingkat IV

kat III gagal, OAINS yang dipilih dapat diganti. Pilihan OAINS ke-2 sebaiknya dari kelompok kimia yang berbeda (Lihat tabel analgesik non-opioid yang

Farmakoterapi Tingkat V
Opioid (misal:codein)

NYERI SEDANG
Nama Obat

Farmakoterapi Tingkat VI
Dosis

Tramadol

50-100 mg

Jadwal
4-6 jam

NYERI BERAT
Farmakoterapi Tingkat VII
Nama Obat
Indikasi

Mekanisme

Bila
terapi non narkotik tidak efektif & terdapat riwayat terapi narkotik untuk nyeri
Morfin

Campuran agonis-antagonis pentazosin

Blok aktifasi komponen m kompleks reseptor

Agonis parsial

Blok aktifasi komponen m kompleks reseptor

Pada dasarnya ada 3 kelompok obat yang mempunyai efek analgetika yang dapat digunakan
untuk menanggulangi nyeri akut.
1. Obat analgetika nonnarkotika.
Termasuk disini adalah obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS)

Banyak jenis obat ini. Manfaat dan efek samping obat-obat ini wajib dipahami sebelum
memberikan obat ini pada penderita. Obat antiinflamasi nonsteroid mempunyai titik tangkap
kerja dengan mencegah kerja ensim siklooksigenase untuk mensintesa prostaglandin.
Prostaglandin yang sudah terbentuk tidak terpengaruh oleh obat ini.
Obat ini efektif untuk mengatasi nyeri akut dengan intensitas ringan sampai sedang. Obat ini
tersedia dalam kemasan yang dapat diberikan secara oral (tablet, kapsul, sirup), dalam kemasan
suntik. Kemasan suntik dapat diberikan secara intra muskuler, dan intravena. Pemberian
intravena dapat secara bolus atau infus. Obat ini juga tersedia dalam kemasan yang dapat
diberikan secara supositoria

Memiliki potensi analgesik sedang dan merupakan anti-radang. Efektif untuk bedah mulut
dan bedah ortopedi minor. Mengurangi kebutuhan akan opioid setelah bedah mayor. Obatobat AINS memiliki mekanisme kerja sama, jadi jangan kombinasi dua obat AINS yang
berbeda pada waktu bersamaan.

Diketahui meningkatkan waktu perdarahan, dan bisa menambah kehilangan darah.

Bisa diberikan dengan banyak cara: oral, im, iv, rektal, topikal. Pemberian oral lebih disukai
jika ada. Diklofenak iv harus dihindari karena nyeri dan bisa menimbulkan abses steril pada
tempat suntikan.

Kontraindikasi AINS

Riwayat tukak peptik

Insufisiensi ginjal atau oliguria

Hiperkalemia

Transplantasi ginjal

Antikoagulasi atau koagulopati lain

Disfungsi hati berat

Dehidrasi atau hipovolemia

Terapi dengan frusemide

Riwayat eksaserbasi asma dengan AINS

Gunakan AINS dengan hati-hati (risiko kemunduran fungsi ginjal) pada :

Pasien > 65 tahun

Penderita diabetes yang mungkin mengidap nefropati dan/atau penyakit pembuluh darah
ginjal

Pasien dengan penyakit pembuluh darah generalisata

Penyakit jantung, penyakit hepatobilier, bedah vaskular mayor

Pasien yang mendapat penghambat ACE, diuretik hemat- kalium, penyekat beta,
cyclosporin, atau metoreksat.

Elektrolit dan kreatinin harus diukur teratur dan setiap kemunduran fungsi ginjal atau gejala
lambung adalah indikasi untuk menghentikan AINS.
Ibuprofen aman dan murah. Obat-obat kerja lama (misal piroksikam) cenderung memiliki

efek samping lebih banyak. Penghambat spesifik dari siklo-oksigenase 2 (COX-2) misal
meloxicam mungkin lebih aman karena efeknya minimal terhadap sistem COX gastrointestinal
dan ginjal.
Pemberian AINS dalam jangka lama cenderung menimbul-kan efek samping daripada
pemberian singkat pada periode perioperatif. Antagonis H 2 (misal ranitidin) yang diberikan
bersama AINS bisa melindungi lambung dari efek samping.
.
1

Obat analgetika narkotik


Obat ini bekerja dengan mengaktifkan reseptor opioid yang banyak terdapat didaerah
susunan saraf pusat. Obat ini terutama untuk menanggulangi nyeri akut dengan intensitas
berat. Terdapat 5 macam reseptor opioid, Mu, Kappa, Sigma, Delta dan Epsilon.
Obat analgetika narkotika yang digunakan dapat berupa preparat alkaloidnya atau
preparat sintetiknya. Penggunaan obat ini dapat menimbulkan efek depresi pusat nafas bila
dosis yang diberikan relatif tinggi.
Efek samping yang tidak tergantung dosis, yang juga dapat terjadi adalah mual sampai
muntah serta pruritus. Pemakaian untuk waktu yang relatif lama dapat diikuti oleh efek
toleransi dan ketergantungan.
Obat ini umumnya tersedia dalam kemasan untuk pemberian secara suntik, baik intra
muskuler maupun intravena.
Pemberian intravena, dapat secara bolus atau infus. Dapat diberikan secara epidural atau
intra tekal, baik bolus maupun infuse (epidural infus). Preparat opioid

Fentanyl juga

tersedia dalam kemasan yang dapat diberikan secara intranasal atau dengan patch dikulit.
Sudah tersedia dalam bentuk tablet (morfin tablet). Juga tersedia dalam kemasan supositoria.

Penggunaan obat narkotik ini harus disertai dengan pencatatan yang detail dan ketat, serta
harus ada pelaporan yang rinci tentang penggunaan obat ini ke instansi pengawas
penggunaan obat-obat narkotika.

Gambar 3.3. Algoritme untuk pemberian opioid im. Skor nyeri: 0, tidak ada nyeri; 1 nyeri ringan;2,
nyeri sedang; 3, nyeri berat. Skor sedasi: 0, bangun; 1, ngantuk kadang-kadang; 2
kebanyakan tertidur; 3, sukar dibangunkan. Morfin:berat 40-65 kg: 7,5 mg; berat 65100 kg: 10 mg : Naloxone:200 g iv, sesuai kebutuhan.
Dengan ditemukannya reseptor opioid didaerah kornua dorsalis medulla spinalis di
tahun 1970 an, obat ini dapat diberikan secara injeksi kedalam ruang epidural atau kedalam
ruang intratekal. Bila cara ini dikerjakan, dosis obat yang digunakan menjadi sangat kecil,
menghasilkan efek analgesia yang sangat baik dan durasi analgesia yang sangat
lama/panjang.
Pemakaian obat analgetika narkotika secara epidural atau intratekal, dapat
dikombinasi dengan obat-obat Alfa-2 agonist, antikolinesterase atau adrenalin.

Dengan kombinasi obat-obat ini, akan didapat efek analgesia yang sangat adekuat serta
durasi yang lebih panjang, sedangkan dosis yang diperlukan menjadi sangat kecil.
2. Kelompok obat anestesia lokal.
Obat ini bekerja pada saraf tepi, dengan mencegah terjadinya fase depolarisasi pada saraf
tepi tersebut. Obat ini dapat disuntikkan pada daerah cedera, didaerah perjalanan saraf tepi
yang melayani dermatom sumber nyeri, didaerah perjalanan plexus saraf dan kedalam ruang
epidural atau interatekal.

Obat

Maksimum

Maksimum

untuk infiltrasi

untuk anestesi

lokal

pleksus

3 mg/kg

4 mg/kg

5 mg/kg

7 mg/kg

Bupivacaine

1,5 mg/kg

2 mg/kg

Bupivacaine dengan

2 mg/kg

3,5 mg/kg

Prilocaine

5 mg/kg

7 mg/kg

Prilocaine dengan

5 mg/kg

8 mg/kg

Lidocaine
(lignocaine)
Lidocaine
(lignocaine) dengan
adrenalin (epinefrin)

adrenalin(epinefrin)

adrenalin(epinefrin)
Tabel 3.2. Dosis maksimum aman dari anestesi lokal
Obat anestesia lokal yang diberikan secara epidural atau intratekal dapat dikombinasikan
dengan opioid. Cara ini dapat menghasilkan efek sinergistik. Analgesia yang dihasilkan lebih
adekuat dan durasi lebih panjang. Obat yang diberikan intratekal hanyalah obat yang
direkomendasikan dapat diberikan secara intratekal. Obat anesthesia lokal tidak boleh langsung
disuntikkan kedalam pembuluh darah. Memberikan analgesia tambahan untuk semua jenis operasi.
Bisa menghasilkan analgesia tanpa pengaruh terhadap kesadaran. Teknik sederhana seperti infiltrasi
lokal ke pinggir luka pada akhir prosedur akan menghasilkan analgesia singkat. Tidak ada alasan
untuk tidak menggunakannya. Blok saraf, pleksus atau regional bisa dikerjakan untuk berlangsung
beberapa jam atau hari jika digunakan teknik kateter.
Komplikasi bisa terjadi:

Komplikasi tersering berkaitan dengan teknik spesifik, misal hipotensi pada anestesi
epidural karena blok simpatis, dan kelemahan otot yang menyertai blok saraf besar.

Toksisitas sistemik bisa terjadi akibat dosis berlebihan atau pemberian aksidental dari
anestesi lokal secara sistemik. Ini bermanifestasi mulai dari kebingungan ringan, sampai
hilang kesadaran, kejang, aritmia jantung dan henti jantung.

Pemberian obat yang salah merupakan malapetaka pribadi dan mediko-legal. Ekstra
hati-hati diperlukan ketika memberikan obat.

3.3. Analgesia Balans12


Obat analgetika nonnarkotika hanya efektif untuk mengatasi nyeri dengan intensitas ringan sampai
sedang. Sedangkan obat analgetika narkotika efektif untuk mengatasi nyeri dengan intensitas berat.
Dipihak lain blok saraf tidak selalu mudah dapat dikerjakan.2 Tidak jarang, untuk mendapatkan efek
analgesia yang adekuat diperlukan dosis obat yang besar. Hal ini dapat diikuti oleh timbulnya efek
samping.
Untuk menghindari hal ini, dapat diusahakan dengan menggunakan beberapa macam obat
analgetika yang mempunyai titik tangkap kerja yang berbeda. Dapat digunakan dua atau lebih jenis
obat dengan titik tangkap yang berbeda. Dengan pendekatan ini, dosis masing-masing individu obat
tersebut menjadi jauh lebih kecil, tetapi akan menghasilkan kwalitas analgesia yang lebih adekuat
dengan durasi yang lebih panjang. Dengan demikian efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
masing masing obat dapat dihindari.

Otak
Inhibisi
desenden

Lesi

Th/

NE/5HT

Reseptor
opioid
Medulla
Spinalis

Sensitisasi perifer/ ion Na

TCA
Tramadol
Opioid
dll
Sensitisasi
sentral
(NMDA,
Calcium)

Th/
GABAPENTIN
Okskarbasepin
Lamotrigin
Ketamin
Dextromethorphan

GABAPENTIN
Karbamasepin
Okskarbasepin
PHENYTOIN
Mexiletine
Lidocain, dll

Th/

Gambar 3.4. Skema Farmakoterapi pada analgesia balans


Analgesia Balans merupakan suatu teknik pengelolaan nyeri yang menggunakan pendekatan
multimodal pada proses nosisepsi, dimana proses transduksi ditekan dengan AINS, proses transmisi
dengan obat anestetik lokal, dan proses modulasi dengan opiat. Pendekatan ini, memberikan
penderita obat analgetika dengan titik tangkap kerja yang berbeda seperti obat obat analgetika non
narkotika, obat analgetika narkotika serta obat anesthesia lokal secara kombinasi disebut Balans
analgesia atau pendekatan polifarmasi.12
3.4. Analgesia Preemptif.
Diatas sudah dijelaskan bahwa bila seseorang tertimpa cedera dan yang bersangkutan menderita
nyeri (berat) dan nyeri ini tidak ditanggulangi dengan baik, dapat diikuti oleh perubahan kepekaan
reseptor nyeri dan neuron nosisepsi di medulla spinalis (kornu dorsalis) terhadap stimulus yang
masuk.2
Ambang rangsang organ-organ tersebut akan turun. Terjadinya plastisitas sistem saraf. Tindakan
mencegah terjadinya plastisitas sistem saraf dengan memberikan obat-obat analgetika sebelum
trauma terjadi disebut tindakan preemptif analgesia. Tindakan anestesia merupakan salah satu
contoh preemptif analgesia ini. Dengan menanggulangi penyebab, keluhan nyeri akan mereda atau
hilang. Pembedahan merupakan saat yang tepat untuk melakukan teknik analgesia preemtif dimana
teknik ini menjadi sangat efektif karena awitan dari sensari nyeri diketahui.

3.5. PCA (patient controlled administration)


Patient controlled Administration (PCA) merupakan metode yang saat ini tengah popular dan
digunakan luas terutama di USA, bila opioid analgesia parenteral harus diberikan lebih dari 24
jam.1,6 PCA ini begitu popular disana karena selain menghindarkan dari injeksi intramuskular, onset
yang dihasilkan juga cepat dan bisa dikontrol sendiri oleh pasien.6
Bisa menghasilkan manajemen nyeri berkualitas tinggi. PCA memungkinkan pasien mengendalikan
nyerinya sendiri. Perawat tidak diperlukan untuk memberikan analgesia dan pasien merasakan nyeri
mereda lebih cepat. Keberhasilan PCA tergantung pada :

Kecocokan pasien dan penyuluhan pada pasca operasi.

Pendidikan staf dalam konsep PCA serta penggunaan alat

Pemantauan yang baik terhadap pasien untuk menilai efek terapi dan efek samping.

Dana : pompa infus PCA mahal.


Obat: morfin
Konsentrasi: 1 mg/ml
Dosis bolus: 1 mg
Waktu stop: 5 menit
Dosis bolus: jumlah obat yang diberikan oleh pompa bila
pasien bisa menentukan kebutuhan.
Waktu stop (lockout time): jumlah waktu di mana pasien
akan mendapat hanya satu dosis dari pompa
Tabel 3.3. Regimen PCA tipikal
Terdapat perbedaan yang cukup besar pada kebutuhan akan analgesia, atas dasar itulah PCA

merupakan metode ideal bagi pasien yang membutuhkan lebih banyak ataupun lebih sedikit
daripada standar. Jika kadar plasma berada dibawah ambang analgesik, pasien dapat mentitrasi
sendiri opiod pada kadar analgesia yang mereka butuhkan (selama masih dalam batasan terapi). 6
Dosis bolus dan waktu stop bisa diubah sesuai dengan kebutuhan individu. Pasien harus mendapat
PCA dari jalur infus khusus atau katup satu arah pada infus jaga (jika diberikan dengan piggyback).
Ini mencegah akumulasi sejumlah besar opioid dalam infus.

Dapus :
WHO. 2015. Pain Relief Ladder. www.who.int/cancer/palliative/painladder/en/.
(di akses bulan mei 2016)
American Family Physician. 2008. Evaluation of Acute Abdominal Pain in Adults.
http://www.aafp.org/afp/2008/0401/p971.html. diakses pada bulan mei 2016
Murdani, A dkk. 2012. Diagnostic Approach and Management of Acute Abdominal Pain.
Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai