Anda di halaman 1dari 8

Farmakalogi Endodontik

Dalam perawatan endodontik, biasanya diperlukan obat analgesik sebagai


penghilang rasa sakit. Analgesik dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Non-Opioid
- Anti Inflamasi Non-Steroid (AINS) / Nonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAIDs)
- Acethaminophen
- Corticosteroid
b. Opioid
- Pure Agonist
- Campuran Agonist dan Antagonist
- Pure Antagonist

Berikut perbandingan ke dua jenis analgesik tersebut:


OPIOID NON-OPIOID
- Mengandung Opium - Tanpa Opium
- Anti Inflamasi dengan efek kecil - Anti Inflamasi dengan efek besar
- Menyebabkan ketergantungan (kecuali Achetaminophen)
- Hanya menghilangkan rasa sakit, - Tidak menyebabkan ketergantungan
tidak meredakan demam - Menghilangkan rasa sakit dan
meredakan demam (Anti Piretik)

a. Non-Opioid
1. Anti Inflamasi Non-Steroid (AINS) / Nonsteroidal anti-inflammatory
drugs (NSAIDs)
Merupakan golongan obat yang secara farmakologi mempunyai
senyawa aktif yang bekerja menghambat produksi prostaglandin. Obat ini
dipergunakan untuk rasa sakit pada inflamasi akut maupun kronis. Obat-
obatan ini mempunyai karakteristik dapat menghilangkan rasa sakit,
demam, dan inflamasi.
NSAID diperkirakan mempunyai efek terapi melalui penghambatan
enzim siklooksigenase yaitu suatu enzim yang mempengaruhi sintesis
prostaglandin dan tromboxsan dari asam arakidonat. Sehingga terjaid
penghambatan produksi proinflammatory prostaglandin terutama
prostaglandin E2 (PGE2). Saat ini telah ditemukan enzim siklooksigenase
2 (COX2). Obat yang hanya menghambat enzim COX2 tanpa
menghambat enzim siklooksigenase 1 (COX1) bekerja lebih spesifik,
maka efek samping yang umum dari obat golongan ini yaitu iritasi dan
ulserasi lambung dapat dicegah.
Obat-obatan AINS diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Asam Karboksilat
1) Asam Asetat
- Derivat Asam Fenilasetat : Diklofenak, Fenklofenak
- Derivat Asam Asetat-inden/indol : Indometasin, Sulindak,
Tolmetin
2) Derivat Asam Salisilat : Aspirin, Benorilat, Diflunisal, Salsalat
3) Derivat Asam Propionat : Asam tiaprofenat, Fenbuten,
Fenoprofen, Flurbiprofen, Ibuprofen, Ketoprofen, Naproksen
4) Derivat Asam Fenamat : Asam Mefenamat, Maklofenamat
b) Asam Enolat
1) Derivat Pirazolon : Azapropazon, Fenilbutazon,
Oksifenbutazon
2) Derivat Oksikam : Piroksikam, Tenoksikam

Berikut ini penjelasan tentang obat-obatan AINS yang sering


digunakan dalam kedokteran gigi:
1) Aspirin (asam asetil salisilat)
Farmakokinetik: absorbsi pada pemberian oral, aspirin
diserap dengan cepat, sebagian dari lambung, sebagian dari usus halus
bagian atas. Konsentrasi tertinggi kira-kira 2 jam setelah pemberian.
Kecepatan absorbsinya tergantung pada beberapa factor, terutama
kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH pada permukaan
mukosa dan waktu pengosongan lambung. Distribusi  setelah
diabsorbsi, aspirin akan menyebar ke seluruh permukaan tubuh dan
cairan antarsel. 50-90% aspirin terikat pada protein plasma, terutama
albumin. Biotransformasi  biotransformasi aspirin terjadi dalam
banyak jaringan, terutama dalam system mikrosom dan mitokondria
hati. Ekskresi diekskresikan melalui ginjal (paling banyak) dalam
bentuk metabollit
Farmakodinamik: digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan
sampai sedang, central (bekerja pada hipotalamus) atau perifer
(menghambat pembentukkan prostaglandin di tempat inflamasi dan
mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik
ataupun kimiawi
Dosis: 325-650 mg per oral tiap 3-4 jam (dewasa)
Efek samping: gangguan alat pencernaan berupa dyspepsia,
mual dan muntah. Alergi aspirin dapat menyebabkan kulit kemerahan,
edema laring, asma, reaksi anafilaktik. Efek terhadap SSP berupa
pusing, pengelihatan kabur, banyak keringat,rasa mengantuk, gelisah,
vertigo, dll

2) Derivat Pyrazolon
Yang termasuk dalam pyrazolone: antipirin (fenazone),
aminopropin (amidopirin), fenilbutazone, serta turunannya.
Farmakodinamik : analgesik, antipiretik dan anti inflamasi
(lebih kuat dari aspirin). Tidak mengganggu keseimbangan asam basa
Farmakokinetik: antipirin untuk mengukur jumlah air pada
tubuh. Aminopirin mengalami metabolisme oleh enzim dalam
mikrosom hati. Hanya 3% aminopirin berbentuk asli dikeluarkan
melalui urin
Efek samping: agranulotosis, anemia aplastik dan
trombositopenia, obat ini membentuk nitrosamine yang bersifat
karsinogenik
Dosis:0,3-1 g 3 kali sehari

3) Fenoprofen
Farmakodinamik: antiinflamasi, analgesik, antipiretik
Farmakokinetik: diserap dengan cepat melalui pemberian oral,
konsentrasi tertinggi dalam plasma tercapai dalam waktu 90 menit,
terikat erat dalam protein plasma, diekskresikan melalui urin
Efek samping: gangguan saluran cerna seperti, konstipasi, mual,
muntah, perdarahan lambung.
Dosis: 600mg 4 kali sehari, setelah memuaskan, dosis
disesuaikan

4) Ibuprofen
Khasiat dan efek samping sama dengan fenoprofen. Dosis 400 mg 4
kali sehari. Kontraindikasi pada ibu hamil dan menyusui

5) Asam Mefenamat
Farmakodinamik: nyeri akut dan kronik yang sedang, bersifat
lebih tosik
Efek samping: iritasi lambung, kolik usus dan diare.
Kontraindikasi: pasien kelainan tukak lambung, diare, ibu hamil
dan asma
Dosis: 250 mg setiap 6 jam selama tidak lebih dari 7 hari
Pengguanaan untuk oral lebih diutamakan pada nonopioid,
beberapa pasien seperti, anak kecil atau pasien yang mempunyai
fiksasi intermaksilari setelah maxillofacial surgery atau trauma, tidak
dapat menelan tablet atu kapsul. Untuk pasien ini, liquid / cairan dari
acetaminophen atau ibuprofen dapat dipertimbangkan.
Untuk kasus yang jarang, seperti pasien yang tidak dapat
menerima obat melalui mulut parenteral (ketorolac) atau rectal
(acetaminophen, aspirin).

2. Acethaminophen
Acetaminophen merupakan obat analgesic antipiretik yang secara
luar digunakan sebagai pengganti asprin karena gangguan lambung atau
kontraindikasi lainnya.
Indikasi: Memberikan efek analgesic, pada bidang kedokteran gigi
banyak digunakan setelah prosedur operatif dental, juga umumnya
digunakan setelah ekstraksi gigi molar 3. Obat ini juga memberikan efek
anti-inflamasi, walaupun tidak sepoten aspirin. Acetaminophen
memperlihatkan efek positifnya untuk menahan rasa sakit hingga
pemakaina 1000 mg.
Farmakodinamik: serupa dengan aspirin, menghilangkan rasa nyeri
ringan – sedang Acetaminophen memiliki efek analgesic dan antipiretik
yang equivalent dengan aspirin. Sama halnya seperti obat-obatan NSAID
lainnya, acetaminophen juga bekerja dengan menghambat sintesis
prostaglandin. Yang membedakannya hanya spectrum enzim COX yang
diinhibit berbeda. Acetaminophene juga telah terbukti bekerja lebih aktif
dibandingkan dengan spirin di CNS, sedangkan di perifer kurang aktif
kerjanya. Hanya saja kerja anti-inflamasinya sangat minim, hal ini
disebabkan perokside yang dihasilkan oleh leukosit pada jaringan yang
mengalami inflamasi. Perokside sangat reaktif dengan acetaminophen,
sehingga kerja acetaminophenpun akan berkurang.
Farmakokinetik: Diserap cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Konsentrasi tinggi di dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam.
Mengalami metabolisme di hati oleh enzin mikrosom dan disekresi
melalui ginjal. Obat ini dapat dengan mudah diabsorpsi oleh usus halus
saat diberikan secara oral. Didistribusikan dalam tubuh dengan baik
melalui jaringan serta cairan tubuh.sedangkan eliminasinya terjadi melalui
ginjal oleh filtrasi glomerulus dan sekresi di tubula proksimal.
Efek samping: Efek samping yang terjadi akibat obat ini banyak
disebabkan oleh hubungannya dengan alcohol dan overdosis. Keracunan
acetaminophen saat diberikan overdosis akan mengakibatkan kerusakan
hati dan ginjal. Pada beberapa pasien, reaksi alergi juga dapat timbul,
seperti skin eruption. Kasus yang jarang terjadi ialah neutropenia,
trombositopenia, dan pansitopenia. Kombinasi konsumsi obat ini dengan
alcohol dapat menimbulkan gangguan fungsi hati karena berfifat
hepatotoksi. Efek samping obat ini lebih rendah dari aspirin, tidak
menimbulkan alergi dan iritasi lambung.
Dosis: 300 mg-1 g per kali dengan dosis max 4 g per hari untuk
dewasa; 150-300 mg/kali dengan dosis max 1,2 g/hari untuk anak usia 6-
12 tahun
b. Opioid
Opioid analgesic ditambahkan ke nonopioid untuk mengatur rasasakit dari
sedang ke berat atau tidak merespon terhadap nonopioid.
Batas dosis yang digunakan berdasarkan efek samping.pertahanan fisik
dan toleransi terhadap tubuh dapat terjadi secara virtual pada seluruh pasien
yang menggunakan analgesik opioid dalam jangka waktu yang panjang.
Opioid analgesik termasuk keduanya pure agonist (seperti codeine dan
oxycodeine) dan agonist/antagonist (seperti pentazocine dan butorphanol)
Sakit yang parah harus dilakukan pengobatan dengan kombinasi nonopioid
dan opioid (seperti morphine atau hydromorphone)
Adjuvant (bahan yang ditambahkan pada suatu obat untuk menambahkan
daya kerja komponen) agent (anticonvulsant : agent yang menghambat kejang,
atau tricyclic antidepressan)dapat ditambahkan juga sesuai dengan
indikasinya).
Untuk pasien yang tidak dapat menelan tablet atau kapsul liquid
formulation pada opioid dapat berguna (codeine, hydrocodone, oxycodone).
Opioid dan phenothiazines (chlorpromazine) dikenal untuk memproduksi
CNS depression termasuk respiratory depression.
Aspirin dan NSAIDs digunakan untuk mengurangi rasa sakit untuk proses
patologik (pulpitis, dentoalveolar, abscess)
Opioid untuk kedokteran gigi :
1) Morfin dan alkaloid opium
Farmakodinamik: bersifat sangat selektif dan tidak disertai oleh
hilangnya fungsi snsorik. Khasiatnya berdasar 3 faktor: meninggikan
ambang nyeri, mempengaruhi emosi, memudahkan tidur (ambang nyeri
meningkat)
Farmakokinetik: morfin tidak dapat menembus kulit yang utuh, tetapi
dapat menembus mukosa mulut. Efek pemberian oral lebih rendah dari
pemberian parenteral. Ekskresi morfin melalui ginjal, sebagian kecil dalam
tinja dan keringat
Efek samping: kecanduan  gelisah, pernafasan cepat, menguap,
anoreksia,dll

2) Meperidin
Farmakodinamik:sama dengan morfin, lebih cepat dan pendek masa
kerjanya
Farmakokinetik: absorbsi baik, setelah pemberian oral, konsentrasi
plasma maksimal tercapai dalam waktu 1-2 jam. Metabolisme dalam hati
Efek samping: pusing, berkeringat, mulut kering,mual dan perasaan
lemah
Dosis: 50 mg (tablet) pemberian oral

3) Metadon
Farmakodinamik: sama seperti morfin
Farmakokinetik: bekerja 20-30 menit pemberian oral. Diabsorbsi
baik dalam usus. Cepat keluar dri darah dan mengumpul di paru-paru, hati,
ginjal, limpa, serta sebagian kecil masuk ke otak
Dosis: tablet 5, 7.5 dan 10 mg (oral)
Efek samping: pusing, ngantuk, berkeringat dan muntah
c. Corticosteroid
Glukokortikosteroid berfungsi menekan rasa sakit karena inflamasi akut
dengan menekan vasodilatasi, migrasi OMN dan fagositosis, serta
menghambat formasi asam arakidonik yang berfungsi dalam mekanisme nyeri,
terutama ketika pulpa terpajan.
Postoperative pain atau flare-up dapat disebabkan oleh inflamasi dan
infeksi yang terjadi pada periapeks, seperti yang telah kita ketahui sebagai
respon terhadap iritasi, mediator inflamasi seperti prostaglandins, leukotrienes,
bradikinin, pAF, substance-P, dan yang lain-lainnya yang dikeluarkan ke
jaringan sekitarnya, yang dapat menyebabkan vasodilatasi vascular dan
peningkatan permeabilitas yang dapat menyebabkan edema.
Mekanisme kerja :
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormone memasuki jaringan melalui membrane plasma secara difusi
pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor protein yang
spesifik dalam sitoplasma sel jaringan dan membentuk kompleks reseptor-
steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju
nucleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi
RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan
perantara efek fisiologik steroid. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa
hormone steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau
toksik terhadap sel-sel limfoid, hal inilah mungkin yang menimbulkan efek
katabolic.

Anda mungkin juga menyukai