Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Pada era globalisasi saat ini umumnya masih banyak gaya hidup

masyarakat yang masih belum memahami tentang pentingnya kesehatan. Mereka

pada umumnya mengkonsumsi segala jenis makanan, seperti makanan tinggi

lemak dan kolesterol tanpa diimbangi dengan gaya hidup yang benar dan olahraga

atau aktifitas fisik untuk membakar lemak, sehingga menimbulkan dampak yang

buruk bagi kesehatan, salah satunya menyebabkan diabetes mellitus.

Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai

oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer C,

Suzanne, 2001). Penyakit diabetes mellitus memerlukan penatalaksanaan medis

dan keperawatan untuk mencegah komplikasi akut. Secara promotif perawat dapat

memberikan penyuluhan kesehatan tentang diabetes mellitus, kemudian dengan

preventif yaitu dengan cara menerapkan gaya hidup sehat seperti rutin berolahraga

dan tidak merokok. Selain itu perawat juga berperan secara kuratif dan

rehabilitatif seperti pengontrolan kadar gula darah, melakukan perawatan luka dan

mengatur diet makanan yang harus dimakan sehingga tidak terjadi peningkatan

kadar gula darah.

1.2 TUJUAN PENULISAN

A. TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes melitus

1
B. TUJUAN KHUSUS
1.    Untuk mengetahui definisi dari diabetes mellitus

2.    Untuk mengetahui etiologi dari diabetes mellitus

3.    Untuk mengetahui manifestasi klinis dari diabetes mellitus

4.    Untuk mengetahui patofisiologi dari diabetes mellitus

5.    Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari diabetes mellitus

6.    Untuk mengetahui penatalaksanaan dari diabetes mellitus

7.    Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada kasus diabetes

mellitus, yang dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

2
BAB II
KONSEP TEORI

2.1  DEFINISI DIABETES MELLITUS


Menurut WHO yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah keadaan
hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan
secara bersama – sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Sedangkan menurut beberapa ahli, diabetes mellitus diartikan sebagai
berikut :
1.    Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Silvia. Anderson Price, 1995)
1. Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan
neurologis (Barbara C. Long, 1996).
2. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2002).
3. Diabete mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai dengan
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop electron (Mansjoer, 1999).
Dari berbagai definisi tersebut didapatkan kesimpulan bahwa diabetes
mellitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (hormon
insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan kelainan metabolisme
karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak
dapat menggunakan insulin yang diproduksi dengan baik.

3
Sementara itu National Diabetes Data Group of The National Institutes of
Health mengklasifikasikan diabetes mellitus sebagai berikut :

1.  Diabetes Melitus tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) atau
tipe juvenil
Yaitu ditandai dengan kerusakan insulin dan ketergantungan pada terapi
insulin untuk mempertahankan hidup. Diabetes melitus tipe I juga disebut
juvenile onset, karena kebanyakan terjadi sebelum umur 20 tahun. Pada tipe ini
terjadi destruksi sel beta pankreas dan menjurus ke defisiensi insulin absolut.
Mereka cenderung mengalami komplikasi metabolik akut berupa ketosis dan
ketoasidosis.

2. Diabetes Melitus tipe II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes


melitus)
Dikenal dengan maturity concept, dimana tidak terjadi defisiensi insulin
secara absolut melainkan relatif oleh karena gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin. Terjadi pada semua umur, lebih sering pada usia dewasa dan
ada kecenderungan familiar. NIDDM dapat berhubungan dengan tingginya
kadar insulin yang beredar dalam darah namun tetap memiliki reseptor insulin
dan fungsi post reseptor yang tidak efektif.

3.  Gestational Diabetes Disebut juga DMG atau diabetes melitus gestational.


Yaitu intoleransi glukosa yang timbul selama kehamilan, dimana
meningkatnya hormon – hormon pertumbuhan dan meningkatkan suplai asam
amino dan glukosa pada janin yang mengurangi keefektifitasan insulin.

4.  Intoleransi glukosa Berhubungan dengan keadaan atau sindroma tertentu.


Yaitu hiperglikemi yang terjadi karena penyakit lain. Penyakit pankreas,
obat – obatan, dan bahan kimia. Kelainan reseptor insulin dan sindrome
genetik tertentu. Umumnya obat – obatan yang mencetuskan terjadinya

4
hiperglikemia antara lain: diuretik furosemid (lasik), dan thiazide, glukotikoid,
epinefrin, dilantin, dan asam nikotinat (Long, 1996).

2.2  ETIOLOGI DIABETES MELLITUS


Berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :

1.  DM Tipe I (IDDM)


a.    Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel
beta terhadap penghancuran oleh virus
b.    Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang
menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetic

2. DM Tipe II (NIDDM)


Terjadi paling sering pada orang dewasa dengan keadaan obesitas.
Obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target
insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif
dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.

3.    DM Malnutrisi
a.    Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein
sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau
toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
b.    Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel
Beta pancreas

5
4.    DM Tipe Lain
a.    Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas.
b.   Penyakit hormonal seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth
hormon) yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-
sel ini hiperaktif dan rusak.
Sedangkan secara umum ada 4 penyebab terjadinya diabetes melitus yaitu :
1.    Faktor keturunan
Faktor keturunan dapat menyebabkan terjadinya DM karena pola familial
yang kuat (keturunan) mengakibatkan terjadinya kerusakan sel-sel beta
pankreas yang memproduksi insulin. Sehingga terjadi kelainan dalam sekresi
insulin maupun kerja insulin (Long, 1996).
Karena adanya kelainan fungsi atau jumlah sel – sel betha pancreas yang
bersifat genetic dan diturunkan secara autosom dominant sehingga
mempengaruhi sel betha serta mengubah kemampuannya dalam mengenali
dan menyebarkan rangsang yang merupakan bagian dari sintesis insulin.
( Sjaifoellah, 1996 : 692 )
2.    Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang
Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang dapat terjadi
karena insulin diperlukan untuk transport glukosa, asam amino, kalium dan
fosfat yang melintasi membran sel untuk metabolisme intraseluler. Jika
terjadi kekurangan insulin akibat kerusakan fungsi sel pankreas akan
menyebabkan gangguan dalam metabolisme karbohidrat, asam amino, kalium
dan fosfat (Long, 1996).
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan
oleh jarinagan perifer tergantung keseimbangan fisiologis beberapa hormon.
Hormon yang menurunkan glukosa darah yaitu insulin yang dibentuk sel
betha pulau pancreas. ( Sjaifoellah, 1996 : 692 )
3.    Kegemukan atau obesitas
Kegemukan atau obesitas dapat sebagai pencetus terjadinya DM karena
insiden DM menurun pada populasi dengan suplai yang rendah dan
meningkat pada mereka yang mengalami perubahan makanaan secara

6
berlebihan. Obesitas merupakan faktor resiko tinggi DM karena jumlah
reseptor insulin menurun pada obesitas mengakibatkan intoleransi glukosa
dan hiperglikemia (Price dan Wilson, 1995).
Terjadi karena hipertrofi sel betha pancreas dan hiperinsulinemia dan
intoleransi glukosa kemudian berakhir dengan kegemukan dengan diabetes
mellitus dan insulin insufisiensi relative. (Sjaifoellah, 1996 : 692).
4.    Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin.
Perubahan karena usia lanjut berhubungan dengan resistensi insulin dapat
mendukung terjadinya DM karena toleransi glukosa secara berangsur –
angsur akan menurun bersamaan dengan berjalannya usia seseorang
mengakibatkan kadar glukosa darah yang lebih tinggi dan lebih lamanya
keadaan hiperglikemi pada usia lanjut. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya
pelepasan insulin dari sel–sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan
penurunan sensitifitas perifer terhadap insulin (Long, 1996).
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya (terjadi defisiensi relatif insulin).

2.3  MANIFESTASI KLINIS DIABETES MELLITUS


Tanda dan gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus adalah sebagai
berikut :
1.    Poliuri (banyak kencing)
2.    Polidipsi (banyak minum)
3.    Poliphagi (banyak makan)
4.    Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
5.    Mata kabur
6.    Luka atau goresan akan lama sembuh
7.    Kaki kesemutan dan mati rasa
8.    Infeksi kulit
9.    Lemas

7
2.4  PATOFISIOLOGI DIABETES MELLITUS
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20%
sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut
terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel
macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar
glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal
tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Akibatnya, glukosa
dan Natrium yang diserap ginjal menjadi berlebihan sehingga urine yang
dihasilkan banyak dan membuat penderita menjadi cepat pipis (Poliuri)
Proses filtrasi pada ginjal normal merupakan proses difusi yaitu filtrasi zat
dari tekanan yang rendah ke tekanan yang tinggi. Pada penderita DM, glukosa
dalam darah yang tinggi menyebabkan kepekatan glukosa dalam pembuluh darah
sehingga proses filtrasi ginjal berubah menjadi osmosis (filtrasi zat dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah). Akibatnya, air yang ada di pembuluh darah terambil
oleh ginjal sehingga pembuluh darah menjadi kekurangan air (dehidrasi
intaseluller) yang menyebabkan penderita menjadi cepat haus (Polidipsi).
Pada penderita diabetes melitus kandungan gula darah akan meningkat.
Karena gula darah bersifat diuresis / menyerap air maka konsentrasi darah akan
mengental dan terjadi gangguan transportasi darah ke pembuluh darah. Dengan
terganggunya aliran darah maka pasokan nutrisi yang ke sel – sel tubuh juga akan
terganggu dan hal ini menyebabkan kulit mengering, kerusakan sel darah putih
dan kematian jaringan. Kulit yang kering dan jaringan yang mati menyebabkan
penderita diabetes mudah terluka apabila terkena benda – benda tajam. Dan
biasanya luka, tusukan, nyeri dan sensasi panas tidak dirasakan oleh penderita
diabetes, karena hiperglikemia menjadikan gangguan pada sistem saraf tepi

8
(perifer) yang menyebabkan penderita mengalami mati rasa. Kemudian
sehubungan dengan terjadinya darah yang mengental maka akan terjadi kesulitan
pembekuan darah dan penutupan luka. Keadaan itu diperparah dengan adanya
bakteri saprofit . Pertumbuhan bakteri tersebut semakin merusak pembuluh darah.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan
keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu
banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan,
akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan.
Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetik (Price,1995)
Dan kerusakan berbagai organ tubuh dapat menimbulkan gangguan pada
mata. Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol
dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

2.5  PEMERIKSAAN PENUNJANG DIABETES MELLITUS


Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara
lain:
1. Pemeriksaan elektrolit
Elektrolit yang didapatkan pada penderita diabetes mellitus bisa kurang
maupun lebih dari kadar normal. Normalnya elektrolit pada tubuh adalah
sebagai berikut :
a.    Kalium : 3,6-5,6mEg/l
b.    Natrium : 137-145mEq/l
c.    Klorida: 98-107mEg/l

9
2.  Pemeriksaan hematologi
a. Laju endap darah (LED)
Normalnya LED pada pria antara 0 – 15 mm/jam dan pada wanita antara 0 –
20 mm/jam. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
b.  Hemoglobin
Normalnya Hb pada pria antara 13,0 – 16,0 dan pada wanita antara 12,0 – 14,0.
Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan menurun.
c.  Leukosit
Normalnya leukosit pada yang dihasilkan tubuh bernilai antara 5.000 –
10.000/ul. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
d. Trombosit
Normalnya trombosit pada pria yang dihasilkan tubuh bernilai antara 150.000 –
400.000/ul. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
3.  Pemeriksaan gula darah
Orang dengan diabetes melitus kadar gula darahnya meningkat lebih dari 200
mg/dl.
Pemeriksaan gula darah antara lain :
a. Gula Darah Puasa ( GDP )
Pemeriksaan gula darah dimana pasien sebelum melakukan
pengambilan darah dipuasakan selama 8 – 12 jam. Semua pemberian obat
dihentikan terlebih dahulu.
b.  Gula Darah 2 jam Post Prandial (GD 2PP)
Pemeriksaan gula darah yang tidak dapat distandarkankan karena
makanan yang dimakan baik jenis maupun jumlahnya sulit diawasi dalam
jangka waktu 2 jam, sebelum pengambilan darah pasien perlu duduk
beristirahat tenang tidak melakukan kegiatan apapun dan tidak merokok.
Obat-obat hipoglikemi yang dianjurkan dokter harus tetap dikonsumsi.

10
c.  Gula Darah Sewaktu ( GDS)
Pemeriksaan gula darah yang dilakukan tanpa memerhatikan kapan
terakhir pasien makan.
PARAMETER BAIK SEDANG BURUK
GDP 80 – 100 mg/dl 110 – 125 mg/dl ≥126 mg/dl
GD 2PP 80 – 144 mg/dl 145 – 179 mg/dl ≥180 mg/dl
GDS < 110 mg/dl 110 – 199 mg/dl ≥ 200 mg/dl

4.  Pemeriksaan leukosit
Normalnya kadar leukosit dalam tubuh berdasarkan jenisnya :
a.    Basofil : 0 – 1 %
b.    Eusinofil : 1 – 3%
c.    N. Segmen : 50 – 75 %
d.   N. Batang :2–3%
e.    Limfosit : 25 – 40 %
f.     Monosit :3–7%
5.  Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah
untuk memantau kadar glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan
darah.
6.  Pemeriksaan HbA1c
Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang,
menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu
eritrosit 120 hari( Kee JL, 2003 ), karena mencerminkan keadaan glikemik
selama 2-3 bulan maka pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3
bulan (Darwis Y, 2005, Soegondo S, 2004).
Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak
terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang
seperti nefropati, retinopati, atau kardiopati, Penurunan 1% dari HbA1c akan
menurunkan komplikasi sebesar 35% (Soewondo P, 2004).

11
Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien
DM. Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap
awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap
keberhasilan pengendalian (Kee JL, 2003)
PARAMETER BAIK SEDANG BURUK
HbA1c 2,5 – 6,0 % 6,1 – 8,00 % > 8,00 %

2.7  PENATALAKSANAAN DIABETES MELLITUS


1. Medis
a.  Obat Hipoglikemik oral
-   Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Efek utamanya meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta
pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II
dengan berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari
kelompok ini adalah: glibenklamida (5mg/tablet), glibenklamida
micronized (5 mg/tablet), glikasida (80 mg/tablet), dan glikuidon (30
mg/tablet).
-   Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,
memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan
sebagai obat tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.
-   Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b.    Insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human
Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar
adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe
II yang kehilangan berat badan secara drastis.

12
Jenis Insulin
a.  Insulin kerja cepat : regular insulin, cristalin zink, dan semilente.
b.  Insulin kerja sedang : NPH (Netral Protamine Hagerdon)
c.  Insulin kerja lambat : PZI (Protamine Zinc Insulin)
2.    Keperawatan
a. Edukasi
Penyuluhan diabetes adalah suatu proses pemberian pengetahuan dan
keterampilan bagi penderita DM, yang diperlukan untuk merawat diri
sendiri, mengatasi krisis, serta mengubah gaya hidupnya agar dapat
menangani penyakitnya dengan baik.
b.  Pengaturan diet.
Tujuan utama pengaturan diet adalah membantu orang dengan
diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatkan
kontrol metabolik yang lebih baik, mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal, memberikan energi yang cukup untuk mecapai atau
mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, memberikan
energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat badan
yang memadai, menghindari dan menangani komplikasi baik akut maupun
kronis serta meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
c.   Latihan jasmani (Olahraga)
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat
insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat
badan, memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM
melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan
melakukan olahraga yang berat – berat. Dianjurkan untuk latihan jasmani
secara teratur ( 3-4 kali seminggu ) selama kurang lebih 30 menit, yang
sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive,
Endurance training).

13
2.8  ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A.  PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sestematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan klien. (Nursalam,
2001)

1.  IDENTITAS PASIEN
Identitas pasien berisi nama pasien, tempat dan tanggal lahir, pendidikan
terakhir, agama, status perkawinan, tinggi badan, berat badan, penampilan
umum, ciri – ciri tubuh, alamat, orang terdekat yang mudah dihubungi,
hubungan dengan klien, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, dan
nomer rekam medis.
2.  KELUHAN UTAMA
Keluhan utama luka yang tidak kunjung sembuh dan kelemahan tubuh.
3.  RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengkajian riwayat kesehatan
yang kaji dari awal klien mengalami sakit, selama sakit, sampai pengkajian di
rumah sakit. Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal
pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat,
mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-
pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada
pria.
4.   RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
a.    Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
b.    Riwayat ISK berulang.
c.    Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
d.   Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan

14
5.   RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Biasanya pasien diabetes melitus mengalami sakit diabetes melitus
karena adanya riwayat anggota keluarga yang menderita diabetes melitus juga.

6.  RIWAYAT LINGKUNGAN
Riwayat pengkajian lingkungan merupakan pengkajian untuk mengkaji
keadaan lingkungan tempat tinggal sekitar yang bertujuan mengetahui apakah
ada hal – hal yang dimungkinkan menjadi penyebab terjadinya penyakit.

7.  POLA FUNGSI KESEHATAN


a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan
penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu
sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.
b.    Pola aktivitas dan latihan
Kaji keluhan saat beraktivitas. Biasanya terjadi perubahan aktivitas
sehubungan dengan gangguan fungsi tubuh. Kemudian pada klien
ditemukan adanya masalah dalam bergerak, kram otot tonus otot
menurun, kelemahan dan keletihan.
c.    Pola nutrisi dan metabolic
Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi,
siang dan malam ). Kemudian tanyakan bagaimana nafsu makan klien,
apakah ada mual muntah, pantangan atau alergi
d.   Pola eliminasi
Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna  dan karakteristiknya
Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi. Serta
tanyakan adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah
penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.
e.    Pola istirahat dan tidur
Tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien. Dan bagaimana
perasaan klien setelah bangun tidur, apakah merasa segar atau tidak.

15
f.  Pola kognitif persepsi
Kaji status mental klien, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan
klien dalam memahami sesuatu, tingkat anxietas klien berdasarkan
ekspresi wajah, nada bicara klien, dan identifikasi penyebab kecemasan
klien
g.  Pola sensori visual
Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
h.  Pola toleransi dan koping terhadap stress
Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau
perawatan diri ). Kemudian kaji keadaan emosi klien sehari-hari dan
bagaimana klien mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien ).
Tanyakan pakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien
sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat, apakah pasien
merasakan kecemasan yang berlebihan dan tanyakan apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
i.   Persepsi diri/konsep diri
Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri,
apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya.
Kemudian tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa
cemas, depresi atau takut, apakah ada hal yang menjadi pikirannya.
j.   Pola seksual dan reproduksi
Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya,
kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan
menopause, apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam
pemenuhan kebutuhan seks.
k.  Pola nilai dan keyakinan
Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam
beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya.

16
8.  PEMERIKSAAN FISIK
a. Survey umum
Meliputi :
1.   Keadaan umum
Dari keadaan dapat di ketahui keadaan klien secara umum, apabila klien
sakit ringan, sedang, berat
2.    Kesadaran
Untuk mengetahui seberapa besar kesadaran klien saat ini, apakah klien
sedang sadar benar atau koma.
3.    Tanda – tanda vital
Untuk mengetahui apakah ada peningkatan atau penurunan system.
4.    Antropometri
Untuk mengetahui tinggi dan berat badan klien
b.  Kulit, rambut, dan kuku
Biasanya pada penderita diabetes akan ditemukan kulit panas, kering dan
kemerahan, turgor jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat
banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
c.  Kepada dan leher
Meliputi pengkajian kepala, mata, telinga, hidung, mulut, dan leher
d.  Toraks dan paru – paru
Meliputi :
1.  Pengkajian keadaan torak
2.   Pengkajian keadaaan jantung
Biasanya pasien DM akan mengalami takikardia / nadi menurun
atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ
(GJK)
3.   Pengkajian keadaan paru
Biasanya pasien DM akan mengalami takipnoe pada keadaan
istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum
purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot

17
pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas
berbau aseton.
e.  Abdomen
f.  Genitalia
g.  Rectum dan anus
h.  Ekstremitas
Biasanya pada penderita diabetes akan terjadi gangguan disalah satu atau
kedua ektremitas karena adanya luka.

9.  PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.  Pemeriksaan elektrolit pada penderita diabetes mellitus bisa kurang maupun
lebih dari kadar normal.
b.  Laju endap darah (LED) pada penderita diabetes melitus nilainya akan
meningkat.
c.  Hemoglobin pada penderita diabetes melitus nilainya akan menurun.
d. Leukosit pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
e.  Trombosit pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat
(dehidrasi)
f.   Gula darah pada pasien diabetes melitus akan meningkat lebih dari 200
mg/dl.
g.  Pemeriksaan Urine pada pasien diabetes melitus biasanya terdapat gula dan
aseton positif, berat jenis dan osmolaritas meningkat.
h.  Pemeriksaan HbA1c pada penderita diabetes ditemuka kadar HbA1c dalam
tubuh antara 6,1 – 8,00 %. Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan
DM yang tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi
jangka panjang
i.   Insulin darah menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin
j.   Pemeriksaan fungsi tiroid terdapat peningkatan aktivitas hormon tiroid yang
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin

18
k.  Kultur dan sensitivitas kemungkinan ditemukan adanya infeksi pada
saluran kemih,  infeksi pada luka.

10.  TERAPI
a.   Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Contoh glibenklamida (5mg/tablet), glibenklamida micronized (5
mg/tablet), glikasida (80 mg/tablet), dan glikuidon (30 mg/tablet).
b.  Golongan Biguanid / Metformin
c.  Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
d.  Insulin
Contoh regular insulin, cristalin zink, dan semilente, NPH (Netral
Protamine Hagerdon), PZI (Protamine Zinc Insulin)

B.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.  Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebihan
2.  Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
3.  Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
4.  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imonologis
5.  Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
6.  Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi.

C.  INTERVENSI
1.    Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output yang berlebih
Tujuan : Masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari
kebutuhan tubuh dapat teratasi.

19
Kriteria Hasil : TTV normal, turgor kulit elastis, kapilerirevil kurang dari
tiga detik, membran mukosa lembab, haluan urin tepat secara
indivudu, kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi keperawatan :
a.  Pantau TTV, catat adanya perubahan TD.
b.  Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, tugor kulit, dan membran mukosa
c.  Pantau masukan daan pengeluaran, catat berat jenis urin
d.  Pantau BB setiap hari
e.  Pertahankan untuk memberikan cairan
f.  Berikan terapi cairan selama dengan indikasi, seperti normal salin atau
setengah normal salin dengan atau tanpa dextrosa.
g.  Berikan belum atau elektrolit lain melalui IV atau melalui oral sesuai
indikasi
2.    Perubahhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
cukupan insulin.
Tujuan : Maslah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil : BB stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya,
mual dan muntah hilang, nafsu makan bertambah, hasil
laboratorium menunjukan keadaan normal.
Intervensi keperawatan:
a.  Timbang BB setiap hari atau sesuai dengan indikasi
b.  Auskultasi bising usus
c.  Berikan makanan cairan yang mengandung zat makanan (nutrien) dan 
elektrolit
d. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah, aseton, PH, dan
HCO3
e.  Lakukan konsul dengan ahli diet

20
3.   Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar
glukosa dalam darah.
Tujuan : Masalah resiko terhadap infeksi tidak terjadi
Kriteria Hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi, personaal hygien yang
baik, perubahan gaya hidup untuk mencegah infeksi
Intervensi keperawatan:
a.       Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
b.      Pertahankan tekhnik aseptik pada prosedur invasif
c.       Berikan perawatan kulit dengan teratur
d.      Bantu pasien untuk melakukan higiene oral
e.       Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifas sesuai dengan indikasi
f.       Berikan antibiotik yang sesuai
4.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologis
Tujuan Kriteria hasil
: gangguan integritas kulit dapat teratasi
: tidak ada luka, tidak menunjukan ekspresi wajah menahan nyeri

Intervensi keperawatan:
a.       Bersihkan luka klien setiap hari
b.      Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c.       Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali
d.      Sediakan perawatan luka sayatan yang dibutuhkan
e.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
5.    Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik
Tujuan Kriteria Hasil
: Masalah intoleransi aktifitas dapat teratasi
: mengungkapkan adanya peningkatan energi, menunjukan perbaikan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan.
Intervensi keperawatan:
a.  Diskusikan dengan klien kebutuhan atas aktivitas.
b.  Berikan aktivitas altrrnatif dengan periode istirahat yang cukup.

21
c.    Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah     
melakukan aktivitas.
d.   Diskusikan cara manghemat kalori selama berpindah tampat.
e.   Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai dengan yang dapat di toleransi.
6.  Kurang pengetahuan mengenai penyakit barhubungan dengan kurangnya
sumber informasi
Tujuan : Masalah kurangnya pengetahuan dapat teratasi
Kriteria Hasil : menyatakan pemahaman tentang penyakit, mampu
mengidentifikasi tanda dan gejala dengan proses penyakit, mampu meakukan
prosedur keperawatan dengan benar, mampu melakukan perubahan gaya hidup.
Intervensi keperawatan:
a.    Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh
perhatian dan sesalalu ada buat pasien
b.    Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan
c.    Pilih berbagai  strategi belajar seperti teknik demonstrasi
d.   Diskusikan topik-topik utama, seperti apakah kedar glukosa normal itu dan
bagaimana hal tersebu dibandingkan dengan kadar gula darah pasien, tipe
DM yang di alami pasien .

D.  IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilaksanakan untuk
mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun. Setiap tindakan
keperawatan yang dilakukan dicatat dalam pencatatan keperawatn agar tindakan
keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melakukan tindakan
keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi
teraupetik serta penjalasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien.

22
E.   EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemingkinan terjadi pada tahap evaluasi
proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah yang dilaksanaakan untuk membantu keefektifan
terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi yang dilakukan pada tahap akhir tindakan
keperawatan secara keseluruhan sesuia dengan waktu yang ada pada tujuan.
Disamping itu juga evaluasi adalah merupakan kegiatan ynag merupakan
kegiatan yang membandingkan antra hasil implemntasi dengan kriteria standar
yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilan. Bila evaluasi tudak berhasil
atau berhasil sebagian, perlu disusun rencana keperawatan yang baru.

23
BAB III
TINJAUAN KASUS

Tn. M berusia 35 tahun datang ke rumah sakit dan mengeluh kalau malam
sering sekali bolak – balik ke kamar mandi, sehingga saat bangun tidur terasa
lemas. Karena lemas klien sering merasa haus. Tn. M mengatakan sering sekali
makan makanan olahan daging dan makanan manis. Tiga hari sebelum masuk
rumah sakit Tn. M terkena paku di tumit kaki kirinya namun hanya dibersihkan
dengan air hangat. Keesokan harinya luka pada tumit menjadi membengkak dan
mengeluarkan nanah dan oleh keluarga segera diperiksakan ke dokter praktek dan
hanya diberikan obat oral. TD: 140/100mmHg, Na: 88 x/menit, RR: 24x/menit, T:
38,50C TB: 171 cm, dan BB 75 kg.

24
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. M DENGAN DIABETES
MELITUS DI RUANG G KELAS II
RUMAH SAKIT UMUM SOERAJI TIRTONEGORO KLATEN

A.  PENGKAJIAN
1.   IDENTITAS PASIEN
a.    Nama : Tn. M
b.    Tempat dan tanggal lahir : Klaten, 14 Maret 1979
c.    Pendidikan terakhir : SD
d.   Agama : Islam
e.    Status perkawinan : Menikah
f.     Tinggi Badan / Berat Badan : 171 cm/75 kg
g.    Penampilan umum : Composmentis tampak
lemah
h.    Ciri – ciri tubuh : Tinggi, kulit sawo matang
i.      Alamat : Jl. Prayan No. 14, Jetis, Karang
Nongko, Klaten
j.      Orang terdekat yang mudah dihubungi : Ny. D
k.    Hubungan dengan klien : Istri klien
l.      Tanggal masuk RS : 23 April 2014
m.  Tanggal pengkajian : 23 April 2014
n.    Diagnosa medis : Diabetes mellitus
o.    No. RM : 99.10.10
2.  KELUHAN UTAMA
Klien mengeluh ada luka bernanah di tumit kaki kiri dan terasa nyeri.

3.  RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Tiga hari sebelum masuk RS (tanggal 20 April 2014) kaki klien
tertusuk paku. Pada awalnya luka klien hanya dibersihkan dengan air
hangat. Keesokan harinya luka bertambah besar, membusuk, dan
mengeluarkan nanah. Klien hanya diperiksa ke dokter praktek dan diberi

25
obat oral. Luka klien bertambah parah dan klien dirujuk ke RSU untuk
dirawat. Pada saat pengkajian tanggal 23 April 2014 luka pada kaki klien
masih basah. Luka dengan kedalaman 0,5 cm, lebar 3 cm, dolor (+), kolor
(+), tumor (+), rubor (+), dan fungsiolasea (+). Klien mengatakan nyeri
tersebut sering dirasakan oleh klien apabila klien melakukan
pergerakan/banyak bergerak dan nyeri berkurang apabila klien beristirahat.
Klien mengatakan badannya panas dan lemas. Klien juga mengeluh sering
sekali merasa , haus, dan bolak – balik ke kamar mandi di malam hari dan
lemas di pagi hari.

4.  RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi,
jantung koroner, atau diabetes melitus.

5.  RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ayah dari Tn. M memiliki penyakit diabetes mellitus dan hal itu baru
diketahui saat ayah dari Tn. M meninggal dunia.   

6.  RIWAYAT LINGKUNGAN


Tipe tempat tinggal permanent dengan jumlah kamar ada 3. Jumlah orang
yang tinggal di rumah sebanyak 4 orang, dengan kondisi tempat tinggal
penerangan cukup, kebersihan dan kerapihan cukup, sirkulasi udara cukup,
keadaan kamar mandi cukup baik tidak terlalu tinggi dan tidak licin.

7.  POLA FUNGSI KESEHATAN


a.    Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
-      Sebelum sakit klien beraktivitas dengan normal. Klien dan
keluarga tidak mengetahui penyakit yang diderita klien. Klien
menganggap pegal dan nyeri yang sering dialami hanya akibat dari
kelelahan saja. Untuk pemeliharaan kesehatan klien selalu

26
memeriksakan diri ke dokter praktek atau puskesmas di sekitar
rumahnya.
-      Selama sakit klien tidak melakukan aktivitas, klien tidak menyukai
keadaannya dan berharap cepat sembuh.
b.    Pola aktifitas dan latihan
-      Sebelum sakit klien bekerja diperusahaan. Klien tidak pernah
melakukan kegiatan olah raga.
-      Selama sakit klien hanya tidur dan istirahat.
c.    Pola nutrisi dan metabolik
-      Sebelum sakit pasien makan 3 x/sehari, sering makan olahan
daging dan makanan manis, minum air teh atau putih 1500 – 2000
cc/hari.
-      Selama sakit pasien makan 3x/hari dan minum air putih 2300 –
2500 cc/hari.
d.   Pola eliminasi
-      Sebelum sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsentrasi padat, bau
khas dan warnanya kuning kecoklatan. BAK 900 – 1000 cc/hari
dengan warna kuning pekat dan bau khas.
-      Selama sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsistensi padat, bau
khas dan warnanya kuning kecoklatan BAK 2200 - 2400 cc/hari
dengan warna kuning pekat dan bau khas.
e.    Pola istirahat dan tidur
-      Sebelum sakit pasien tidur 7-8 jam pada malam hari dan kadang
tidur siang selama 1 jam.
-      Selama sakit pasien tidur 4-5 jam dan kadang-kadang sering
terbangun. Tidur siang 1-2 jam.
f.     Pola kognitif persepsi
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar. Pasien
mengatakan nyeri tumit kaki kirinya sangat terasa apabila pasien
bergerak. Pasien mengatakan nyerinya hanya akibat dari kelelahan.

27
g.    Pola sensori visual
-          Test tajam tumpul: dapat membedakan antara tajam dan tumpul
-          Test panas dingin : dapat membedakan antara panas dan dingin
h.    Pola toleransi dan koping terhadap stress
Apabila pasien ada masalah selalu dibicarakan dengan keluarganya.
i.      Persepsi diri / konsep diri
Klien mengatakan pasrah dengan penyakit yang dideritanya. Klien
berharap dapat sembuh dan dapat menjalankan aktifitasnya dengan
normal.
j.     Pola seksual dan reproduksi
Pasien berjenis kelamin pria dan sudah menikah mempunyai 2 anak.
k.    Pola nilai dan keyakinan
-    Sebelum sakit klien selalu menjalankan kewajibannya sebagai umat
muslim (shalat 5 waktu). Klien kurang mengetahui akan penyakitnya
namun klien percaya bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.
-   Selama sakit klien melaksanakan shalat 3 – 4 waktu dan sering
berdoa
8.    PEMERIKSAAN FISIK
a.    Survey umum
 Keadaan umum : Lemah
 Kesadaran : composmentis
 Tanda – tanda vital
-               TD : 140/100 mmHg
-               HR : 88 x/menit
-               RR : 24 x/menit
-               Suhu : 38,50C
 Antropometri
-               TB : 171 cm
-               BB : 75 kg

28
b.  Kulit, rambut dan kuku
 Kulit : Warna sawo matang, tekstur kasar, kering, turgor kurang
elastis, terdapat luka di tumit kaki kiri dan tampak kotor.
 Rambut : Hitam kemerahan, kasar, penyebaran merata, tampak
pendek dan lurus, dan bersih.
 Kuku : warna transparan, bentuk cembung 160°, dapat kembali
dalam ± 1 detik setelah ditekan, tekstur halus dan tidak
ada kotoran.
c.  Kepala dan leher
 Kepala : Bentuk bulat lonjong, posisi tegak lurus dengan bahu,
tidak ada benjolan dan lesi, dan bersih
 Mata : Simetris ki/ka, konjungtiva anemis.
 Telinga : Simetris, serumen tidak ada, tidak ada gangguan
pendengaran
 Hidung : Simetris ka/ki, bersih, tidak ada gangguan penciuman
 Mulut : Gigi utuh, kebersihan cukup baik, mukosa mulut kering,
caries tidak ada
 Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar teroid, kekauan leher tidak
ada
d.   Toraks dan paru-paru
 Toraks : Simetris ki/ka, RR 24 x/menit, irama teratur dan tidak ada
suara tambahan
 Jantung
-   I   : denyut jantung normal, tidak ada dorongan, ictus cordis
tidak tampak
-   P : tidak ada pulsasi, ictus cordis teraba di midklavikula
intercosta 5
-   P : ukuran dan bentuk jantung dalam batas normal
-   A : terdengar suara lup dan dup, suara jantung tunggal

29
 Paru – paru
-       I : Simetris
-       P : Fremitus kanan / kiri : normal kanan/kiri
-       P : Sonor ka/ki
-       A : vesikuler ka/ki
e.    Abdomen
-       I : Bentuk simetris
-       A : Bising usus 13x/menit
-       P : Hati dan limfe tidak teraba, nyeri tekan (-)
-       P : Tympani
f.     Genetalia : Bersih tidak ada kelainan dibuktikan tidak
terpasang kateter
g.    Rectum dan anus : Klien mengatakan tidak ada hemoroid
h.    Ekstremitas
-       Atas : tangan kiri terpasang infus dan tangan kanan dapat
digerakan kesegala arah
-       Bawah : Kaki kanan dapat digerakan kesegala arah dan kaki
kiri tampak sulit digerakan karena adanya luka di telapak kaki.
Luka kedalaman 0,5 cm, lebar 3 cm, dolor (+), kolor (+), tumor
(+), rubor (+), dan fungsiolasea (+)
9.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektrolit
a.    Kalium : 2,9mEq/l (Normal : 3,6 – 5,6 mEq/l)
b.    Natrium : 117mEq/l (Normal : 137 – 145 mEq/l)
c.    Klorida : 82mEq/l (Normal : 98 – 107 mEq/l)
Pemeriksaan kimia darah
a.    GDP : 215mg/dl (Normal : 80 – 125 mg/dl)
b.    Gula Darah 2 jam P.P : 266mg/dl (Normal : 80 – 179 mg/dl)
c.    GDS : 192mg/dl (Normal : 110 – 199 mg/dl)

30
Pemeriksaan HbA1c
HbA1c : 7,1 % (Normal 2,5 – 6,1 %)
Pemeriksaan leukosit
a.    Basofil : 0 % (Normal : 0 – 1 %)
b.    Eusinofil : 0,5 % (Normal : 1 – 3 %)
c.    N. Segmen : 47 % (50 – 75 %)
d.   N. Batang : 1 % (2 – 3%)
e.    Limfosit : 23 % (25 – 40 %)
f.    Monosit : 2 % (Normal : 3 – 7 %)
10.   TERAPI
-     Infus NaCl 30 tetes per menit
-     Pronalges 3 x 10 ml (IM)
-     Cek GDN dan GD 2PP
-     Kompres NaCl dan sagestam 1 x ganti balutan
-     Injeksi cefrixon 3x/4 gr
-     Insulin 15 – 16 unit

31
Hari/ Tgl/
No. Data Problem Etiologi
Jam
1 Rabu/ 23 DS: Hipertermia Dehidrasi
April/ -       Klien mengatakan kalau malam sering (00007)
2014 sekali bolak – balik ke kamar mandi kurang
lebih 2200 - 2400 cc/hari
-       Klien mengatakan saat bangun tidur terasa
lemas
-       Klien merasakan sering sekali haus
-       Klien mengatakan saat ini badanya terasa
panas dan lemas
DO :
-       Membran mukosa mulut kering,
konjungtiva anemis, turgor kulit kembali 5
detik, kulit kering
-       Klien tampak lemas dan pucat
-       TTV : TD 140/100mmHg, Na 88 x/menit,
RR 24x/menit, T: 38,50C
-       Elektrolit: Ka 2,9mEg/l (normal : 3,6-5,6
mEg.l), Na 117meq/l (normal 137-145
mEq/l), Cl 82mEg/l (normal : 98-107mEg/l)
-       BAK 2200 – 2400 cc/hari
-       Intake : Output = 2725 : 3525 = - 625
2 Rabu/ 23 DS: Nyeri akut Agen
April/ -       Klien mengatakan nyeri di sekitar tumit (00132) cidera:
2014 kirinya fisik
-       Klien mengatakan kaki kirinya sedikit
kaku dan tidak nyaman saat digerakkan
-       P : luka di tumit kiri
-       Q : ditekan
-       R : menjalar ke kedua kaki
-       S : 5
-       T : saat kaki digerakkan
DO :
-       Klien meringis saat kaki kiri digerakkan
-       Ada luka di tumit kiri
Risiko Pemasanga
Infeksi n invasif
32
3 Rabu/ 23 DS: (00004) (infus)
April/ -       Klien mengatakan tidak nyaman dengan
2014 dipasangnya infus
B.     ANALISA DATA

D.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.         Hipertermia berhubungan dengan dehidrasi
2.         Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera : fisik
3.         Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan invasif (infus)

E.   NURSING CARE PLAN (INTERVENSI)


No. Tujuan Kriteria
Intervensi Rasional TTD
Dx Umum Hasil
1 Setelah dilakukan Thermoregulator Temperature SEA
tindakan asuhan (0800) Regulation
keperawatan -    TTV: T : 370C, (3900) -    Untuk
selama 3 x 24 jam Na 80 x/menit, RR -    Monitor mengetahui
pada pasien 16 x/menit, TD : temperatur setiap suhu tubuh
dengan 110/70 mmHg 2 jam sekali pasien
hipertermia -    Dehidrasi (-) -    Monitor TTV sehingga
berhubungan -    Tidak ada -    Monitor apabila
dengan dehidrasi perubahan warna perubahan warna terjadi
dapat teratasi. kulit kulit peningkatan
Hydration (0602) -    Monitor dan suhu dapat
-    Turgor kembali melaporkan tanda segera
dalam 2 detik – tanda diatasi
-    Membrane hipertermia -    Untuk
mukosa lembab -    Berikan mengetahui
-    Intake cairan kompres hangat keadaan
2000 – 2500 umum klien
cc/hari -    Anjurkan untuk -    Untuk
-    Haus (-), tidak memakai mengetahui
konjungtiva anemis selimut dan derajat
(-) pakaian yang keparahan

33
-    Haluan urin tepat tebal hipertermia
1000 cc/hari Fluid
management -   
(4120) Mengetahui
    Berikan cairan perkembang
2500 cc/hari. an pasien
dan untuk
menentukan
-    Berikan terapi tindakan
cairan (infus) selanjutnya
yang sesuai yang harus
dilakukan
-    Dengan
vasodilatasi
dapat
meningkatka
n penguapan
yang
mempercepa
t penurunan
suhu tubuh
-    Pakaian
tipis
membantu
mengurangi
penguapan
tubuh
-   Peningkatan
suhu tubuh
mengakibatk
an

34
penguapan
tubuh
meningkat
sehingga
perlu
diimbangi
dengan
asupan
cairan yang
banyak
-    Untuk
memenuhi
dan
mempertaha
nkan
kebutuhan
cairan tubuh
sehingga
tidak terjadi
dehidrasi.
2 Setelah dilakukan Pain Level (2102) Pain SEA
tindakan asuhan -   Melaporkan nyeri Management -    Untuk
keperawatan berkurang (3) (1400) menentukan
selama 3 x 24 jam -   Tidak -   Lakukan intervensi
pada pasien menunjukan pengkajian nyeri yang sesuai
dengan nyeri akut ekspresi wajah secara dan
berhubungan menahan nyeri komprehensif keefektifan
dengan cidera: -   Mampu termasuk lokasi, dari therapi
fisik, nyeri dapat mengontrol nyeri karakteristik, yang
teratasi. (tahu penyebab durasi, frekuensi, diberikan.
nyeri, mampu kualitas,

35
menggunakan intensitas nyeri
teknik dan faktor
nonfarmakologi presipitasi.
untuk mengurangi -   Observasi reaksi
nyeri, mencari nonverbal dari -    Membantu
bantuan) ketidaknyamanan. dalam
-   TTV normal (TD -   Ajarkan tentang mengidentifi
110/70 mmHg, N teknik kasi derajat
80 x/menit, RR 16 nonfarmakologi ketidaknyam
x/menit, T 37,50C) (teknik napas anan.
dalam) -   
-   Kolaborasi Mengalihkan
dengan dokter nyeri
untuk pemberian
analgetik.
-   Kaji TTV -   
Mengurangi
rasa nyeri
dan
kekakuan
sendi.

-   
Mengetahui
keadaan
umum klien
3 Setelah dilakukan Risk Control: Infection Control SEA
tindakan asuhan Infection Process (6540) -     Untuk
keperawatan (1924) -       Batasi jumlah mencegah
selama 3x 24 jam -     Bebas dari tanda pengunjung terjadinya
pada pasien – tanda infeksi: -       Pantau TTV penyebaran

36
dengan resiko puss (-), dolor (-), -     Observasi infeksi
infeksi rubor (-), tumor (-) tanda-tanda sekunder
berhubungan ,fungsiolasea (-). infeksi dan -     Untuk
dengan -     Daerah peradangan mengetahui
pemasangan pemasangan infus (seperti dolor, keadaan
invasif (infus) bersih rubor, tumor, umum klien
dapat teratasi -     TTV normal (TD fungsiolasea) -     Deteksi
110/70 mmHg, N -     Lakukan teknik dini
80 x/menit, RR 16 aseptik terjadinya
x/menit, T 37,50C) saat melakukan infeksi
tindakan memberikan
pemasangan kesempatan
infus. untuk
-     Pastikan intervensi
penanganan tepat waktu
aseptik di daerah dan dapat
IV mencegah
-     Lakukan komplikasi
perawatan infuse lebih lanjut

-     Tindakan
-     Observasi aseptik
daerah merupakan
pemasangan infus tindakan
-     Segera cabut preventif
infus bila tampak terhadap
adanya kemungkina
pembengkakan n terjadi
atau phlebitis infeksi,menu
-     Berikan runkan
lingkungan yang pasien

37
bersih dan terkena
nyaman infeksi
-     Kolaborasi sekunder,
pemberian obat mengontrol
antibiotik penyebaran
-     Berikan sumber
pengetahuan infeksi
kepada pasien dan -     Mencegah
keluarga tentang terjadinya
tanda dan gejala infeksi
infeksi
-     Tingkatkan -     Balutan
upaya pencegahan basah
dengan menyebabka
melakukan cuci n kulit iritasi
tangan yang baik. dan
memberikan
media untuk
pertumbuhan
bakteri,
peningkatan
resiko
infeksi
-    
Mengetahui
tanda infeksi
pada
pemasangan
infuse

-     Untuk

38
menghindari
kondisi yang
lebih buruk
atau penyulit
lebih lanjut
-     Untuk
meminimalk
an terjadinya
infeksi
-     Untuk
membantu
mengurangi
terjadinya
infeksi

-    
Meningkatka
n
pengetahuan
pasien dan
agar pasien
dapat segera
melaporkan
apabila
pasien
merasakan
adanya tanda
dan gejala
infeksi.

-     Mencegah

39
timbulnya
infeksi
nosokomial

E.  CATATAN KEPERAWATAN


Nama : Tn. M Hari/Tanggal : Rabu/23 April 2014
Jam : 13.45 WIB

IMPLEMENTASI EVALUASI
DATA S :
1.      Klien mengatakan kalau malam 1.    Klien mengatakan badannya masih panas dan
sering sekali bolak – balik ke kamar lemas
mandi kurang lebih 2200 - 2400 2.    Klien mengatakan masih nyeri dan senang dilatih
cc/hari, saat bangun tidur terasa lemas, teknik napas dalam tetapi belum bisa melakukannya
sering haus, badanya terasa panas dan sendiri.
lemas. 3.    Klien mengatakan sakit saat dipasang infus dan
Membran mukosa mulut kering, tidak nyaman untuk bergerak
konjungtiva anemis, turgor kulit O:
kembali 5 detik, kulit kering, pucat, 1.    Membran mukosa mulut kering, konjungtiva
TD 140/100mmHg, Na 88 x/menit, anemis, turgor kulit kembali 4 detik, kulit kering,
RR 24x/menit, T: 38,50C, Ka pucat, lemas, TD 130/90mmHg, Na 84 x/menit, RR
2,9mEg/l, Na 117meq/l, Cl 82mEg/l, 22x/menit, T: 380C, BAK 1700 cc
BAK 2200 – 2400 cc/hari, dan 2.    Nyeri skala 5, klien tampak meringis, klien
Intake : Output = 2725 : 3525 = - 625 tampak pelan dalam menggerakan kakinya, cemas
2.      Klien mengatakan nyeri di sekitar (-), klien belum bisa teknik napas dalam secara
tumit kirinya, kaki kirinya sedikit kaku mandiri
dan tidak nyaman saat digerakkan, 3.    Klien meringis saat dipasang infus, terpasang
nyerinya karena luka di tumit kiri infus NaCl 30 tetes/menit di tangan kiri, klien
seperti ditekan dan menjalar ke kedua tampak tidak nyaman dengan adanya infus di

40
kaki dengan skala 5 saat kaki tangannya.
digerakkan A:
Klien meringis saat kaki kiri 1.    Hipertermia (+)
digerakkan dan ada luka di tumit kiri 2.    Nyeri (+)
3.      Klien mengatakan tidak nyaman 3.    Resiko infeksi (+)
dengan dipasangnya infus P:
Terpasang infus NaCl 20 tetes/menit a. Berikan kompres hangat 10 – 15 menit pada pukul
di tangan kanan 14.00 dan 19.00 WIB
b. Pakai pakaian dan selimut yang tipis
DIAGNOSA : c. Berikan minum 2500 cc/hari
1.         Hipertermia berhubungan dengan   a.Melakukan teknik napas dalam setiap merasakan
dehidrasi nyeri
2.         Nyeri akut berhubungan dengan 3. a. Batasi jumlah pengunjung
agen cedera : fisik b. Berikan lingkungan yang bersih dan nyaman
3.         Risiko infeksi berhubungan denganc. Lakukan cuci tangan yang baik
pemasangan invasif (infus)

TINDAKAN : Nama Perawat


1.         a. Memberikan terapi cairan infus
NaCl 30 tetes/menit di punggung
tangan kiri. SEA PARADISE
b.   Memberikan minum 2500 cc/hari
c.    Mengukur suhu tubuh di axilla kiri
pasien, tekanan darah di lengan atas
tangan kanan, nadi di nadi radialis,
dan pernapasan dengan cara melihat
kembang kempis perut pasien.
    a. Mengkaji nyeri pasien dengan cara
menanyakan penyebab nyeri,
karakteristik, lokasi, durasi, intensitas
nyeri pada kaki kiri pasien dan

41
menyimpulkan skala nyeri
berdasarkan karakteristik yang
dikeluhkan pasien.
b.    Mengajarkan teknik napas dalam
dengan cara tangan kanan diletakkan
didada pasien sedangkan tangan kiri
diletakkan di perut pasien, kemudian
suruh pasien untuk menarik napas
dalam dan mengeluarkannya melalui
mulut, dan suruh pasien merasakan
pergerakan di perut.
    a. Melakukan pemasangan infus NaCl
30 tetes/menit dengan teknik aseptik
dipunggung tangan kiri pasien
menggunakan alat dan tindakan yang
steril
b. Melakukan perawatan infus steril
dengan cara melepas balutan yang
sudah kotor atau basah dengan
alkohol, melepaskan semua plester,
kemudian mengolesi daerah sekitar
tusukan dengan NaCl dan iodin dan
menutup kembali bekas tusukan infus
dengan kassa steril dan diplester

RTL :
     a. Monitor suhu setiap 2 jam ( pukul
06.30 WIB, 08.30 WIB, 10.30 WIB,
12.30 WIB, 14.30 WIB, 16.30 WIB,
18.30 WIB, 20.30 WIB)
b. Monitor TTV 4 x/hari ( pukul 08.30

42
WIB, 12.30 WIB, 16.30 WIB, dan
20.30 WIB)
c. Berikan infus NaCl 30 tetes/menit pada
pukul 08.00 WIB
     a. Kaji nyeri pasien pada pagi hari
pukul 07.30 WIB dan sore hari pukul
15.30 WIB.
b. Berian injeksi muscular analgesic
terapy pronalges 10 ml/gr 3 x/hari
( pukul 08.00, 13.00, dan 19.00 )
c. Ajarkan teknik napas dalam setelah
mengkaji nyeri
3. a. Ganti infus NaCl 30 tetes/menit pada
pukul 08.00 WIB
b. Lakukan perawatan infus 3x sehari
pada pukul 11.00 WIB, 16.00 WIB
dan 20.00 WIB
c. Berikan antibiotik dengan terapi injeksi
Cefriaxon 3x400 gr melalui selang
infuse pada pukul 08.15 WIB, 13.00
WIB, dan 19.00 WIB
d. Ajarkan teknik cuci tangan yang baik
pada pukul 15.30 WIB

43
BAB IV
PEMBAHASAN

Kesenjangan dalam suatu asuhan keperawatan atau proses keperawatan


adalah adanya ketidaksesuaian antara teori dan kenyataan yang ditemukan di
lapangan.
Dalam asuhan keperawatan yang diberikan pada Tn. M dengan diabetes
mellitus, juga ditemukan beberapa kesenjangan. Untuk memudahkan dalam
memahami kesenjangan yang terjadi, maka penulis membahas sebagai berikut :
A.   Pengkajian
Pengkajian yang ditemukan pada kasus ini terdapat kesenjangan yaitu
pasien tidak mengalami gejala utama pada diabetes mellitus seperti polipagi, mata
kabur, dan kaki kesemutan, tetapi klien hanya mengeluh poliuri, polidipsi,
kelemahan tubuh, dan adanya luka.
Selain itu pada pemeriksaan leukosit didapatkan hasil jumlah dari masing
– masing jenis leukosit berada dibawah kadar normal. Padahal dalam teori
seharusnya jumlah leukosit pada penderita diabetes melitus adalah normal atau
meningkat. Sehingga pada kasus ini pasien mengalami penurunan imunologis
yaitu ditandai dengan menurunnya kadar leukosit dalam tubuh.
Dalam teori juga disebutkan bahwa penderita diabetes melitus seharusnya
akan mengalami mati rasa terhadap benda benda tajam karena terjadi kerusakan
pada sistem syaraf tepi (perifer). Namun pada kasus ini didapatkan hasil
pengkajian sensori visual pasien dapat membedakan antara tajam dan tumpul serta
panas dan dingin.

B.    Diagnosa
Secara umum diagnosa yang termuat dalam teori keadaan pasien diabetes
mellitus ada enam diagnosa keperawatan yakni :
1.  Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebihan
2.  Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.

44
3.  Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
4.  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imonologis
5.  Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.
6.  Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi.
Tetapi pada kasus ini saya menemukan tiga diagnosa. Dan dari ketiga
diagnosa tersebut tidak ada yang sesuai dengan teori asuhan keperawatan. Pada
kasus ini saya mendapatkan diagnosa yaitu hipertermia berhubungan dengan
dehidrasi, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera: fisik, dan risiko infeksi
berhubungan dengan pemasangan invasif: infus.
Untuk diagnosa pertama yaitu hipertermia berhubungan dengan dehidrasi.
Saya mengambil diagnosa ini karena melihat keadaan suhu dan tekanan darah
pasien yang tinggi. Ketika seseorang sudah mencapai suhu lebih dari 38 0C maka
orang tersebut dikatakan hipertermia (peningkatan suhu tubuh). Pada kasus ini
juga pasien mengalami pucat dan lemas serta sering merasa haus dan buang air
kecil.
Kemudian diagnosa kedua yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera: fisik. Hal ini diangkat berdasarkan keluhan dari pasien yang mengeluh
terjadi nyeri karena adanya luka pada tumit kirinya. Sehingga untuk mengatasi
masalah nyeri penulis menambahkan diagnosa tersebut. Sedangkan agen cidera
fisik dipilih berdasarkan terdapatnya luka pada tumit.
Diagnosa ketiga yaitu risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan
invasif: infus. Diagnosa ini diambil berdasarkan adanya pemasangan infus pada
tangan kiri pasien. Adanya infus dapat menimbulkan resiko untuk terkena infeksi
apabila pemasangan dan perawatan infus tidak dilakukan secara aseptik serta
faktor – faktor luar tidak mendukung.
Pada kasus ini penulis tidak mengangkat diagnosa utama yaitu kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh karena pada pasien tidak ditemukan adanya
gejala-gejala deficit nutrisi, seperti : penurunan berat badan, penurunan nafsu
makan. Sedangkan kekurangan volume cairan tidak diambil karena sudah ada

45
infus dan pemberian cairan 2500 cc/hari pada implementasi diagnosa ke 2 untuk
mengatasi kebutuhan cairan.
C.  Perencanaan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan seluruh tindakan keperawatan yang dilakukan selalu
berorientasi pada rencana yang telah dibuat terlebih dahulu. Pelaksanaan tindakan
keperawatan yang berdasarkan teoritis ada yang belum terlaksana, semua, ini
disebabkan karena keadaan/sifat klien yang berbeda dan jenis perawatan yang
dilaksanakan di ruang perawatan disesuaikan dengan keadaan dan sarana serta
fasilitas yang tersedia.
Untuk diagnosa pertama (hipertermia berhubungan dengan dehidrasi) pada
intervensi ada 8 perencanaan, yaitu memonitor temperatur setiap 2 jam sekali,
memonitor TTV dan perubahan warna kulit, serta tanda – tanda hipertermia,
memberikan kompres hangat, menganjurkan untuk tidak memakai selimut dan
pakaian yang tebal, memberikan cairan 2500 cc/hari serta memberikan terapi
cairan (infus) yang sesuai. Pada implemtasi yang dilakukan sampai hari Rabu 23
April 2014 jam 13.45 WIB tindakan yang dilakukan adalah memberikan cairan
2500 cc, infus NaCl 30 tetes/menit dan mengkaji TTV.
Diagnose ke dua dilakukan intervensi dengan melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor presipitasi, mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi
(teknik napas dalam). Pada implemtasi yang dilakukan sampai hari Rabu 23 April
2014 jam 13.45 WIB tindakan yang dilakukan adalah mengkaji nyeri dan
mengajarkan teknik napas dalam.
Sedangkan untuk diagnosa ke tiga (risiko infeksi berhubungan dengan
pemasangan invasif: infus) terdapat 12 intervensi yaitu membatasi jumlah
pengunjung, memantau TTV, mengbservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
(seperti dolor, rubor, tumor, fungsiolasea), melakukan teknik aseptik
saat melakukan tindakan pemasangan infuse, memastikan penanganan aseptik di
daerah IV, melakukan perawatan infuse, mengobservasi daerah pemasangan
infuse, segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau phlebitis,
memberikan lingkungan yang bersih dan nyaman, mengolaborasi pemberian obat

46
antibiotic, memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga tentang tanda
dan gejala infeksi, serta meningkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci
tangan yang baik. . Pada implemtasi yang dilakukan sampai hari Rabu 23 April
2014 jam 13.45 WIB tindakan yang dilakukan adalah melakukan pemasangan dan
perawatan infus.

D.   Evaluasi
Dalam teori pada evaluasi yang ditentukan adalah keadaan atau kriteria
pencapaian tujuan sesuai rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan.
Pada studi yang ditangani melalui pendekatan proses keperawatan sebagai
metode pemecahan masalah, dari tiga diagnosa keperawatan yang
muncul/diangkat sampai tanggal 23 April 2014 pukul 13.45 WIB belum ada yang
dapat teratasi semuanya.
Pada hipertermia pasien masih mengeluh badannya panas dan merasa
lemas. Berdasarkan hasil data objektif ditemukan membran mukosa mulut masih
kering, konjungtiva anemis, turgor kulit kembali 4 detik, kulit kering, pucat,
lemas, TD 130/90mmHg, Na 84 x/menit, RR 22x/menit, T: 380C, dan BAK 1700
cc. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut perawat akan melakukan tindakan
selanjutnya berdasarkan rencana tindak lanjut. Adapun rencana tindak lanjut yang
dapat dilakukan antara lain memonitor suhu setiap 2 jam yaitu pada pukul 06.30
WIB, 08.30 WIB, 10.30 WIB, 12.30 WIB, 14.30 WIB, 16.30 WIB, 18.30 WIB,
dan pukul 20.30 WIB. Kemudian memonitor TTV 4 x/hari pada pukul 08.30
WIB, 12.30 WIB, 16.30 WIB, dan 20.30 WIB, serta memberikan infus NaCl 30
tetes/menit pada pukul 08.00 WIB sebagai pengganti cairan. Sedangkan tindakan
mandiri yang dapat pasien lakukan sendiri antara lain memberikan kompres
hangat 10 – 15 menit pada pukul 14.00 dan 19.00 WIB, memakai pakaian dan
selimut yang tipis serta minum 2500 cc/hari.
Pada masalah nyeri pasien masih mengeluh nyeri dan belum bisa
melakukan teknik napas dalam mandiri. Didapatkan data objektif nyeri masih
skala 5, klien tampak meringis, klien tampak pelan dalam menggerakan kakinya,
cemas tidak ada, klien belum bisa teknik napas dalam secara mandiri. Untuk

47
mengatasi nyeri dapat dilakukan pemberian analgetik dengan terapy pronalges 10
ml/gr 3 x/hari ( pukul 08.00, 13.00, dan 19.00 ) dan mengajarkan klien teknik
nonfarmakologi teknik napas dalam.
Pada masalah resiko infeksi didapatkan pasien mengalami kesakitan saat
dipasang nfus ditangan kirinya. Untuk mencegah terjadinya infeksi dilakukan
tindakan lebih lanjut oleh perawat yaitu dengan melakukan ganti infus NaCl 30
tetes/menit pada pukul 08.00 WIB, perawatan infus 3x sehari pada pukul 11.00
WIB, 16.00 WIB dan 20.00 WIB, memberikan antibiotik dengan terapi injeksi
Cefriaxon 3x400 gr melalui selang infuse pada pukul 08.15 WIB, 13.00 WIB, dan
19.00 WIB dan mengajarkan teknik cuci tangan yang baik pada pukul 15.30 WIB.
Pasien dan keluarga juga dapat melakukan tindakan mandiri yaitu membatasi
jumlah pengunjung, menciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman, serta
melakukan cuci tangan yang baik.

48
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN “ PENYAKIT BENIGNA
PROSTAT HIPERPLASIA”

BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian.
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah masalah umum system
genitorurinari pada pria dewasa yang ditunjukkan dengan peningkatan jumlah sel
epitel dan khususnya jaringan stroma didalam kelenjar prostat (Lewis : 2000:
1553). Pengertian lain menurut Doengus (2000: 671) Benigna prostak hipeplasia
adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, secara umum pada pria
berumur labih dari 50 tahun, dan menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral
dan pembatasan aliran urinarius.
Menurut Smeltzer: (2001:1625) bahwa pengertian BPH yang lain adalah
kondisi patologis yang umum pada pria lansia diatas 60 tahun dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran, memanjang keatas kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisium uretra.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Benigna Prostat
Hiperplasia adalah kondisi patologis pada system genitorurinary dimana kelenjar
prostat mengalami pembesaran menyebabkan berbagai obstruksi berbagai uretra.

B. Etiologi
Menurut Nursalam (2009:192), penyebab khusus hiperplasia prostat belum
diketahui secara pasti, beberapa hipotesis mengatakan bahwa gangguan ini ada
kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses
penuaan. Hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia adalah:
1.   Adanya perubahan keseimbangan hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut.
2.   Peran faktor pertumbuhan sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar
prostat.

49
3.   Meningkatkan lama hidup sel-sel prostat karena kekuarangan sel mati
4.   Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi foliperasi abnormal sel sterm
sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan.
C.   Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari Benigna Prostat Hiperplasia menurut (Smeltzer dan Bare
2001:1625) adalah:
1.   Gejala obstruktif dan iriatif (prostatisme)
Mencakup peningkatan frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin
berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine menurun dan
harus mengejan jika ingin berkemih, aliran urine tidak lancar, dribbling (urine
terus menetes setelah berkemih) rasa seperti kandung kemih tidak kosong
dengan baik, retensi urin akut (bila lebih dari 60 ml urin tetap berada dalam
kandung kemih setelah berkemih), kekambuhan infeksi saluran kemih
2.   Gejala lain yang mungkin ada
Gejalan lain yang juga mungkin tampak adalah keletihan, anoreksia,
mual, muntah dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

D.   Patofisiologi
Menurut Suharyanto (2009:250), umumnya gangguan ini terjadi setelah usia
pertengahan akibat perubahan abnormal. Bagian paling dalam prostat membesar
dengan terbentuknya adenorma yang terbesar. Pembesaran ini mendesak jaringan
prostat yang normal ke arah tepi dan juga menyempitkan uretra
Pemebesaran tersebut menimbulkn dorongan sampai dibawa basis vesica
urinari sehingga mengakibatkan kesulitan buang air kemih. Kandung kemih
mengatasi tahanan tersebut dengan berkontraksi lebih kuat, namun keadaan ini
menyebabkan buang air kemih yang tidak efisien karena air kemih yang
dikeluarkan hanya sedikit dan menimbulkan urin sisa yang tertinggal didalam
kandung kemih.

50
E.      Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan penunjang dari BPH yang dapat dilakukan
adalah:
1.   Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, warnah merah gelap atau terang
(berdarah)
2.   Kultur urin: dapat menunjukkan mikroorganisme
3.   Sitologi urin: untuk mengesampingkan kanker kandung kemih
4.   Blood ureum, nitrogen: meningkat bila fungsi ginjal menurun
5.   Asam fosfat serum: meningkat karena pertumbuhan seluler dan pengaruh
hormonal pada kenker prostat
6.   Leukosit, jika lebih besar dari 11.000 mengidentifikasi infeksi
7.   IVP (Inter venosa pielografi) dengan film pasca berkemih: menunjukkan
perlambatan pengosongan kandung kemih dan penebalan, otot kandung
kemih.
8.   Sistourografi berkemih: digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisai
kandung kemih dan uretra karena menggunakan bahan kontraks lokal
9.   Sistogram; mengukur tekanan dan volume dalam kandung kemih
10. Sistouregtroskopi : mengambarkan derajat pembesaran prostat dan perubahan
dinding kandung kemih.
11.  Sistomeri: mengevaluasi fungsi otot destrusor dan tonusnya
12. Ultransound transektal: mengukur ukuran prostat, jumlah residu urine,
melokalisasi lesi yang tak berhubungan dengan BPH

F.   Penatalaksaan Medik dan Keperawatan


Menurut Sjamsuhidayat (2005) pembagian besar prostat derajat I sampai dengan
IV digunakan untuk menentukan cara penangan BPH:
1.   Derajat I
Belum diperlukan tindakan pembedahan, biasanya diberikan pengobatan
konservatif, dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa
(alfatosi, terazoin, paratosin) atau obat anti androgen yang menekan hormon
I.H

51
2.   Derajat II
Dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra
3.   Derajat III
Residu urin > 100 ml. Merupakan batas indikasi dilakukannya endoskopi
melalui uretra
4.   Derajat IV
Tindakan pertama adalah dengan katerisasi, selain itu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis kemudian devenitif dengan TUR
(trans uretra resection) atau pembedhan terbuka

Pembedahan menurut Doenges (2000:679)


a.    Prostatectomy
Reseksi bedah benigna prostat yang memotong uretra untuk meperbaiki aliran
urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.
b.   Transuretal Resection of the Prostate (TURP)
Jaringan prostat obstruktif dari lobus medial sekitar uretra diangkat dengan
sitoskop/retroskop dimasukkan melalui uretra
c.   Suprapubis/ open prostatectomy
Diindikasikan untuk massa lebih dari 60 gr/60 cc. Penghambat jaringan
prostat diangkat melalui insisi garis tengah bawah dibuat melalui kandung
kemih. Pendekatan ini lebih ditujukan pada akibat batu kandung kemih
d.   Retropubis Prostatectomy
Massa jaringan prostat hipertropi (lokasi tinggi sebagian pelvis) diangkat
melalui insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung kemih
e.   Parical prostatectomy
Massa prostat besar dibawah area pelvis diangkat melalui insisi diantara
skrotum dan rektum. Prosedur radikal ini dilakukan untuk kanker dan dapat
mengakibatkan impotensi.
Pasien yang keadaan umumnya tidak memungkinkan untuk dilakukan
pembedahan dapat diusahakan dengan:

52
1.   TUMT ( Transuretral Microwave Thermothrapi)
Pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar
prostat melalui antena yang dipasang pada ujung kateter
2.   TULIP (Tranuretral Ultrasound Guarded Laser Induced Prostatectomy)
prnggunaan sinar laser
3.   TUBD ( Transuretal Ballon dilatation)
Uretra pars prostatic dilatasi dengan balon yang dikembangkan
didalamnya.

G.  Pengkajian data dasar


Menurut Nursalam 2009, fokus penkajian keperawatan BPH meliputi:
1.   Kaji adanya gejala meliputi serangan, frekuensi urinari setiap hari, berkemih
pada malam hari, sering berkemih, perasaan tidak dapat mengosongkan vesika
urinari, dan menurunnya pancaran urin.
2.   Gunakan indeks gejala untuk menentukan gejala berat dan dampak terhadap
gaya hidup pasien.
3.   Lakukan pemerikasaan rektal ( palpasi ukuran, bentuk, dan konsistensi) dan
pemerikasaan abdomen untuk mendeteksi distensi kandung kemih serta
derajat pembesaran prostat.
4.   Lakukan pengukuran erodinamik yang sederhana, uroflowmetry, dan
pengukuran residual prostat jika diindikasikan

H.   Diagnosa keperawatan
Diagnosa kepearwatan BPH antara lain adalah:
a.   Nyeri akut berhiubungan dengan agen injuri: biologi, psikologi, kimia, fisik
(Wilkinsom, 2007)
b.   Gengguan eliminasi urine berhubungan dengan efek pembedahan pada spinter
kandung kemih skunder akibat : pascaprostatectomy (capernico, 2006)
c.   Resiko infeksi berhubungan dengan adanya media masuknya organisme,
prosedur invasive, trauma: pembedahan (Wilkinson, 2007)

53
d.   Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif (Wilkinson 2007)
e.   Resiko terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur
atau fungsi tubuh: pembedahan (Wilkinson, 2007)
f.  Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat , salan intervensi/informasi,
tidak mengenal sumber informasi (capernico, 2006)

I.   Renacana keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
keperawatan kreteria hasil
1 Nyeri akut Mengontrol  Lakukan pengkajian nyeri
berhiubungan nyeri, nyeri yang komrehensip meliputi
dengan agen berkurang atau lokasi, karaktristik,
injuri: biologi, hilang dengan awitan/durasi, frekuensi,
psikologi, kimia, ekspresi wajah kualitas, intensitas atau
fisik (Wilkinsom, tampak rileks keparahan nyeri, dan faktor
2007) presipitasinya
 Observasi reaksi non verbal
dan ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi
trapeutik untuk mengetahui
pengalamn nyeri pasien
 Berikan informasi tentang
nyeri, seperti penyebab nyeri,
seberapa lama akan
berlangsung dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
 Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi misal tekhnik

54
napas dalam bila nyeri
muncul
 Pemberian
antispasmodik/analgesik
untuk merilekskan otot polos,
dan memberikan penurunan
spasme dan nyeri
2 Gengguan Individu  Pertahankan pola eliminasi
eliminasi urine menjadi urin yang optimun
berhubungan kontinen  Pantau eliminasi urin,
dengan efek dengan meliputi frekuensi,
pembedahan pada menunjukkan kansistensi, bau, volume dan
spinter kandung kontinensia warna yang tepat
kemih skunder urin, eleminasi  Instruksikan pasien untuk
akibat : urine tidak beropon cepat terhadap
pascaprostatectom terganggu, kebutuhan eliminasi
y (capernico, berkemih > Kaji faktor yang
2006) 150 cc setiap meningkatkan insiden
kali  Instruksikan keluarga untuk
mencatat haluaran urin, bila
diperlukan
3 Resiko infeksi Terbatas dari      Observasi dan laporkan
berhubungan tanda atau tanda dan gejala infeksi
dengan adanya gejala infeksi seperti kemerahan, panas dan
media masuknya dengan nyeri
organisme, menunjukkan       Kaji tempratur klien tiap 4
prosedur invasive, tidak adanya jam
trauma: tanda-tanda       Catat dan laporkan nilai
pembedahan infeksi laboratorium (leukosit,
(Wilkinson, 2007) (kemerahan, protein, serum, albumin)
panas, nyeri)      Kaji warna kulit,

55
suhu pasien kelembaban, tekstur, turgor
normal       Gunakan strategi untuk
mencegah infeksi nosokomial
      Pengendalian dengan
kolaborasi dalam pemberian
antibiotik
4 Resiko Keseimbangan      Pertahankan catatan intake
kekurangan cairan, hidrasi dan output yang akurat
volume cairan yang adekuat,      Monitor status
berhubungan dan status hidrasi/kelembaman mmbran
dengan kehilangan nutrisi yang      Monitor vital sign
volume cairan adekuat       Monitor masukan
aktif (Wilkinson dengan makanan/cairan dan hitung
2007) mempertahank intake kalori harian
an urin output,      Dorong masukan peroral
vital sign      Kolaborasi pemberian
dalam batas cairan/makanan
normal, tidak
ada tanda-
tanda
dehidrasi
(turgor baik,
mebran
mukosa
lembab)

56
5 Resiko terhadap Tidak terjadi      Berikan informasi tantang
disfungsi seksual disfungsi harapan kembalinya fungsi
berhubungan seksual pada seksual
dengan perubahan pasien dengan      Berikan keterbukaan pada
struktur atau menyatakan pasien/orang terdekat
fungsi tubuh: pemahaman       Jelaskan tentang ejaluklasi
pembedahan invidual retrograde
(Wilkinson, 2007)       Kolaborasi dalam meuruk
ke penasehat seksual

6 Kurang Pasien       Menentukan tingakat


pengetahuan memahami pengetahuan klien
tentang kondisi tentang sebelumnya
prognosis, dan prosedur dan      Menjelaskan proses
kebutuhan pengobatan penyakit (pengertian, etiologi,
pengobatan dengan tidak dan tanda dan gejala)
berhubungan bertanya       Diskusikan perubahan gaya
dengan kurang tentang hidup yang bisa untuk
terpajan/menginga penyakitnya, mencegah komplikasi
t , salan pasien       Diskusikan tentang pilihan
intervensi/informa berpartisipasi terapi atau perawatan
si, tidak mengenal dalam       Anjurkan pasien untuk
sumber informasi program mencegah atau meminimalkan
(capernico, 2006) pengobatan efek samping dari
penyakitnya

57
BAB II
TINJAUAN KASUS

A.  Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan metode alloanamnesa dan autoanamnesa,
pemerikasaan fisik dan catatan medik. Pengkajian dilakukan pada tanggal 16
september 2012, pukul 08.00 WITA diperoleh data:
a.    Indentitas Klien
Nama : Tn. S,
Umur : 63 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SD
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Palopo jln sungai pareman
Tanggal masuk RS : 12 september 2012
Tanggal operasi : 15 september 2012
No register : 01028741
Diagnosa medik : BPH
b.   Identitas panenggung jawab
Nama : Ny. S,
Umur : 40 tahun
Alamat : Palopo
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Hubungan : Anak kandung

c. Riwayat Kesehatan Klien


1.    Keluahan utama pada saat pengkajian adalah klien mengatakan nyeri pada
luka bekas operasi di daerah perut bagian bawah.

58
2.    Riwayat kesehatan sekarang : pasien mengatakan nt=yeri saat BAK sejak
kurang lebih 3 minggu yang lalu, nyeri bagian perut bawah dan urin keluar
menetes. Pasien berobat di poli bedah RSUD Sawerigading dan dikasi
obat. Terapi tidak kunjung sembuh juga dan akhirnya dirujuk k RS. Pasien
operasi pada tanggal 15 september 2012 pasien mengatakan masih nyesi
seperti tertusu-tusuk dibagian perut bawah setelah operasi. Skala nyeri 6
nyeri dirasakan terus menerus, pada perut bagian bawah terasa panas
3.    Riwayat kesehatan dahulu: pasien mengatakan belum pernah dirawat di
rumah sakit. Apabila sakit hanya membeli obat warung atau dibawa k
puskesmas. Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit
menurun(DM, hipertensi, asma) atau penyakit menular (HIV.TBC). pasien
mengatakan sebelumnya belum pernah mengalami penyakit seperti ini.
d.   Riwayat kesehatan keluarga: pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada
anggota keluarga mempunyai riwayat penyakit menurun(DM, hipertensi,
asma) atau penyakit menular (HIV.TBC). pasien mengatakan sebelumnya
belum pernah ada anggota keluarga mengalami penyakit seperti ini.
Pengkajian fungsional menurut Gordon meliputi: pola persepsi kesehatan:
pasien mempersepsikan bahwa sehat yaitu ketika pasien dapat melakukan
aktifitas sehari-hari secara mandiri, badan tidak terasa lemas, dapat digunakan
untuk bekerja. Pasien mempersiapkan sakit yaitu tidak enak badan, tidak dapat
melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri, tidak mampu bekerj dan badan
tersa lemas.
Pola nutrisi: sebelum sakit pasien mengatakan makan 3 kali seharu
dengan menu nasi, sayur, dan lauk pauk seadanya. Makan 1 porsi habis.
Pasien minum q botol air mineral kuranh lebig 1,5 liter, pasien mengatakan
juga minum teh. Selama sakit: pasien mengatakan selma dirawat di rumah
sakit tidak mengalami penurunan nafsu makan, pasien makan dengan menu
rumah sakit yaitu diet bubur tinggi serat dan buah. Pasien makan habis 1 porsi,
minum 5-6 gelas air putih dan minum teh, volume 1800 cc/hari.
Pola eliminasi: Sebelum sakit: pasien mengatakan BAK 3-4 kali/hari
warnah urin kuning jernih, bau khas. BAB 1 kali/hari. Selama sakit pasien

59
BAK melalui kateter 500cc dari jam 06.00-90.00, aliran urin lancar, warnah
agak kemerahan dan agak keruh terdapat sedikit stosel terkadang BAK tidak
terasa dan sulit ditahan. BAB 1 kali dalam 2 hari ini. Konsistensi feces lunak,
warna kuning
Pola istirahat tidur: sebelum sakit pasien mengatakan tidur mulai jam
23.00 WITA, bangun jam 05.00 WIB. Waktu siang kadang tidur 1 jam. (tidak
ada gangguan tidur). Selama sakit pasien mengatakan tidur hanya 5-6
jam/hari, kadang terbangun karena nyeri.
Pola aktivitas dan latihan: sebelum sakit: pasien mengatakan dalam
pemenuhan aktivitas sehari-hari, seperti makan, minum, mandi, toileting,
berpakaian, mobilitas dilakukan sendiri. Selama sakit: pasien mengatakan
hanya terbaring di tempat tidur dan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari
dibantu oleh keluarga dan perawat. Pasien tidak mampu mandiri dengan skala
aktivitas sbb: Makan dan minum nilai 2, mandi, toilet, berpakaian, mobilisasi
ditempat tidur ambulasi nilai 2. Keterangan jika dengan nilai 0: mandiri. 1 :
Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu alat dan orang lain, 4: tergantung
penuh.
Pola koognitif: pasien mengetahui tentang kondisi penyakitnya saat ini
dan keluarga mampu merawatnya sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh
dokter maupun perawat.
Pola konsep diri: gambaran diri, pasien mengatakan sedih dengan
keadaan penyakitnya. Pasien merasa telah banyak merepotkan orang, pasien
menerima kondisinya saat ini. Harga diri: pasien tidak merasa rendah diri
dengan sakitnya sekarang, karena pasien merasa bahwa ada yang lebih parah
darinya. Pasien berjenis kelamin laki-laki umur 63 tahun. Peran: pasien
mengatakan sebagai kepala keluarga dan juga seorang kakek. Ideal diri: pasien
ingin cepat sembuh dan berkumpul dengan keluarga.
Pola hubungan pasien: sebelum sakit: pasien mengatakan hubungan
dengan keluarga baik-baik saja, tidak ada masalah, begitu juga dengan
tetangga dan lingkungan sekitar. Selama sakit pasien mengatakan dengan
keluarga, orang lain, petugas rumah sakit cukup baik.

60
Pola seksual dan reproduksi: pasien seorang lak-laki berumur 63 tahun
terjadi pembesaran kelenjar prostat yang mendesak dan penyumbatan uretra,
pasien tidak cemas tentang keterbatasan yang akan datang pada penampilan
seksual. Pola koping dan stress: pasien mengatakan bila ada masalah
diselesaikan dengan cara baik- baik bersama keluarganya.
Pola nilai dan keyakinan: sebelum sakit pasien mengatakan beragama
Islam rajin shalat dan berdoa, selama sakit: pasien mengatakan hampir tidak
pernah shalat namun selalu berdoa supaya cepat sembuh.
Pemerikasaan fisik tanggal 10 september 2012 didapatkan: keadaan
umum: sedang, kesadaran: composmentis, tanda-tanda vital: TD: 140/80
mmHg, Nadi: 76x/menit, Respirasi: 18x/menit Suhu: 36 C nilai glasco coma
scale: eyes: 4, motorik: 6, verbal:5=15.
a.   Pemerikasaan fisik sistematis didapatkan:
    Kepala: mesochepal, rambut: pendek beruban tidak ada lesi dan
ketombe. Mata: simestris. Sclera anikterik, tidak terdapat gangguan
penglihatan, konjungtiva nonanemis. Telinga : simetris, bersih, tida
ada gangguan pendengaran. Hidung: simetris bersih, tidak ada
serumen, tidak ada gangguan penciuman. Mulut: mukosa bibir
lembab, tidak ada stomatitis, gigi bersih, lidah bersih.
   Leher: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan.
   Dada: jantung: inspeksi: ictus cordis tidak tambak, palpasi: ictus cordis
tidak kuat angkat, perkusi: suara redup, auskultasi: bunyi jantung
reguler. paru –paru : inspeksi: pengembangan dada kanan dan kiri
sama, palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan massa,
perkusi: suara sonor, auskultasi: tidak ada bunyi tambahan.
   Abdomen: inspeksi: bentuk datar, tidak ada asites, terdapat luka insisi
post operasi prostatectomy suprapubis, auskultasi bising usus
10x/menit perkusi: suara tympani, palapasi, tidak ada massa, nyeri
tekan lokal.
    Kulit: warna kulit sawo matang, turgor kulit kembali dalam 2 detik
dan elastis.

61
    Genetalia: pasien terpasang kateter, terdapat luka pembedahan daerah
suprapubis, cystotomy dan drainage.’
   Ekstremitas kanan atas: tidak ada kelainan/gerakan bebas kiri atas
terpasang infus gerakan terbatas, kanan bawah, tidak ada
kelainan/gerakan bebas, kiri bawah terpasang teraksi DC gerakan
terbatas.
b.     Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan laboratorium pada
tanggal 16 September 2012 yaitu:
No Pemeriksaan Hasil Normal
1 Hemoglobin 12,5 g/dl 13-16
2 Eritrosit 4,5 106 µ/d 4,5-5,7
3 Hematokrit 36% 40-48
4 Golongan darag B
5 Creatine 1,16 mg/dl 0,6-1,1
6 GDS 120 mg/dl 70-120
7 Urea 60,33 mg/dl 10-50.

Therapy yang diberikan pada tanggal 16-18 september 2012 adalah infus
RL 20 tetes /menit, irigasi NaCl, injeksi cepotaxim 1 gram 2x/hari,
tramadol 1 gr 2x / hari, cepotaxim 500 mg 3x/hari, semua melalui
intravenous dan Asam mefenamat 500 mg (3x1) peoral

B. Data Fokus
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 16 september 2012
diperoleh data fokus pasien.
a.  Data subyektif: pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah bekas luka
operasi hari ke dua, pasien mengatakan saat BAK masih terasa nyeri serta
panas, terkadang BAK tidak terasa dan sulit ditahan. Pasien mengatakan
terdapat luka bekas operasi pada perut bagian bawah

62
Data obyektif: P. (paliatif): bertambah nyeri jika sering BAK. Q
(Quality): nyeri seperti tertusuk-tusuk R(Region): Nyeri daerah suprapubis
(scale): skala nyeri 6, T(time) nyeri timbul terus menerus, wajah tampak tegang
menahan nyeri, TTV: TD: 140/80 mmHg, Nadi: 76x/menit, Respirasi:
18x/menit Suhu: 36 °, terapsang selanmg kateter tampak urine kemerahan
warnah keruh dan ada sedikit stosel. Tampak adanya luka post operasi tampak
agak kemerahan, terpasang drainage.
C.  Analisa Data
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 16 september 2012,
diperoleh data subyektif: pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah bekas
luka opersi hari ke dua dengan skala 6 dan data obyektif :P. (paliatif): bertambah
nyeri jika sering BAK. Q (Quality): nyeri seperti tertusuk-tusuk R(Region): Nyeri
daerah suprapubis (scale): skala nyeri 6, T(time) nyeri timbul terus menerus,
wajah tampak tegang menahan nyeri, TTV: TD: 140/80 mmHg, Nadi: 76x/menit,
Respirasi: 18x/menit Suhu: 36 ° C. Dari hasil analisa data tersebut dapat diambil
problem nyeri akut dengan etiologi agen injuri fisik (pembedahan).
Hasil pengkajian selanjutnya didapatkan data subyektif: pasien mengatakan
saat BAK masih terasa nyeri serta panas, terkadang BAK tidak terasa dan sulit
ditahan, data obyektif: terpasang selang kateter tampak urine kemerahan warna
keruh dan ada sedikit stosel, dari data tersebut perawat mengambil problem
gangguan eliminasi urine dengan etiologi efek pembedahan pada sfinter kandung
kemih skunder akibat: pasca prostatectomy.
Hasil pengkajian pada hari yang sama ditemukan data subyektif : Pasien
mengatakan terdapat luka bekas operasi hari kedua pada perut bagian bawah, data
obyektif : terpasang drainege, terdapat luka post operasi 9 cm dengan 9 jahitan,
daerah sekitar luka operasi tampak kemerahan, kemudian dari data tersebut
diambil problem resiko infeksi dengan etiologi adanya media masuknya
mikroorganisme, prosedur invasive, trauma (pembedahan).

63
D.   Penegakan Diagnosa
Berdasarkan hasil analisa data tersebut dapat diambil beberapa diagnosa
keperawatan yaitu sebagai berikut:
1.   Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan)
2.   Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan efek pembedahan pada sfingter
kandung kemih skunder akibat pascaprostatectomy
3.   Resiko infeksi berhubungan dengan adanya media masuknya mikroorganisme,
prosedur invasive, trauma pembedahan

E.    Perencanaan
Rencana
Dx
No Data Tujuan & Rasional
Keperawatan Tindakan
kreteria hasil
1 Ds: Nyeri akut Setelah   Observasi   Untuk
Pasien berhubungan dilakukan keadaan umum, dan mempermudah
mengataka dengan agen tindakan tingkat nyeri intervensi
n nyeri injuri fisik selama 3x24 dengan standar   Dehidrasi
pada (pembedahan) jam PGRST dapat
bagian ditandai diharapkan   Kaji vital sing mengakibatka
bawah dengan Ds dan pasien dapat klien n syok
bekas luka DO mengontrol   Gunakan teknik   Untuk
operasi nyeri dengan komunikasi memberikan
hari ke kreteria hasil trapeutik untuk kenyamanan
dua secara mengetahui pada pasien
dengan subyektif, pengalaman nyeri dalam
skala nyeri klien pasien komunikasi
6 melaporkan   Berikan informasi   Agar klien
Do: nyeri tentang nyeri, mengetahui
P. berkurang atau seperti penyebab hal-hal yang
(paliatif): hilang, skala nyeri dan lama dapat
bertambah nyeri 1-3 atau nyeri dan antisipasi menimbulkan

64
nyeri jika teratasi, klien ketidaknyamanan nyeri
sering tampak rileks dari prosedur,   Nafas dalam
BAK. Q   Ajarkan dapat
(Quality): penggunaan tekhnik mengurangi
nyeri nonfarmakologi rasa sakit
seperti misal tekhnik nafas tampa
tertusuk- dalam bila nyeri menggunakan
tusuk muncul obat
R(Region)   Pemberian
: Nyeri antipasmodik/analg
daerah esik untuk
suprapubis merilekskan otot
(scale): polos
skala nyeri   Memberikan
6, T(time) penurunan spasme
nyeri nyeri
timbul
terus
menerus,
wajah
tampak
tegang
menahan
nyeri,
TTV: TD:
140/80
mmHg,
Nadi:
76x/menit,
Respirasi:
18x/menit

65
Suhu: 36 °
C.
2 Ds: Gangguan Setelah   Memepertahankan   Eliminasi
Pasien eliminasi urin dilakukan pola eliminasi urin yang teratur
mengataka berhubungan tindakan yang optimun dapat
n saat dengan efek keperawatan   Pantau eliminasi membantu
BAK pembedahan selama 3x24 urin, meliputi proses
masih pada sfinter jam frekuensi, penyembuhan
terasa kandung kemih diharapkan konsentrasi, bau,   Warna dan
panas dan akibat pasien menjadi volume dan warna bau
nyeri, pascaprostatect kontinen   Instruksikan merupakan
terkadang omy dengan pasien untuk tanda tanda
BAK tidak kreteria hasil berespon segera terjadinya
terasa dan menunjukkan terhadap kebutuhan perdarahan
sulit kontinensia eliminasi. dan infeksi
ditahan urin, eliminasi   Kaji faktor yang
Do: urin tidak menjadi insiden
Terpasang terganggu,   Instruksikan
slang berkemih keluarga untuk
kateter, >150 cc setiap mencatat haluaran
tampak kali. urin bila diperlukan
urin
kemerahan
keruh dan
ada sedikit
stosel
3 Ds: Resiko infeksi Setelah   Observasi dan Mengawasi
Pasien berhubungan dilakukan laporkan tanda dan proses
mengataka dengan adanya tindakan gejela infeksi penyembuhan
n terdapat media keperawatan   Kaji temperatur Untuk
luka bekas masuknya selama 3x24 mengetahui

66
operasi mikroorganism jam klien tiap 4 jam suhu klien
hari ke e, prosedur diharapkan   Catat dan Untuk
dua pada invasive, terbebas dari laporkan nilasi mengetahui
perut trauma tanda atau laboratorium kadar air
bagian pembedahan gejala infeksi (leukosit,protein,ser dalam tubuh
bawah ditandai dengan um, albumin) pasien
Do: dengan data Ds kreteria hasil   Kaji warna, Nosokomial
Terpasang dan Do tidak ada kelembaman tekstur merupakan
dranage, tanda-tanda dan turgor kulit infeksi silang
tampak infeksi   Gunakan strategi dalam tempat
adanya (kemerahan, utuk mencegah perawatan
luka post panas, nyeri), nosokomial
operasi suhu pasien   Pengendalian
prostatecto normal infeksi dengan
my pada pemberian
suprapubi antibiotik
k dengan 9
cm dan 9
jahitan
Daerah
sekitar
operasi
tampak
kemerahan

F. Implementasi
No Hari/tgl Jam No Dx Implementasi Evaluasi tindakan Paraf

67
1 Minggu/ 08.00 I     Pasien tampak gelisah
16 Mengobservasi dan sesekali merintih
november keadaan umum kesakitan
2012 dan mengkaji Skala Nyeri P:
tingkat nyeri bertambah nyeri jika
dengan skala sering BAK, Q: nyeri
PQRST seperti tertusuk-tusuk,
R: nyeri daerah
suprapubik, S: skala
nyeri 6,T: nyeri timbul
terus menerus

  TD: 140/80,
nadi:76x/menit, suhu 36
C, respirasi 18x/menit

  Mengkaji   Klien mengunkapkan


Vital sing klien perasaan nyeri yang
dialami

  Klien mengatakan
  akan menghindari hal-
Menggunakan hal yang dapat
teknik menimbulkan nyeri
komunikasi timbul
trapeutik untuk
mengetahui
pengalaman  Pasien melakukan
nyeri pasien nafas dalam jika nyeri
  Memberikan timbul dan pasien juga

68
09.00 informasi bisa pemperagakan
tentang nyeri, tekhnik yang diajarkan
seperti oleh perawat
penyebab nyeri Klien tampak
dan lama nyeri kesakitan saat
dan antisipasi pemberian obat
ketidaknyaman
an dari Klien meminum obat
08.20 prosedur, yang diberikan
  Mengajarkan
penggunaan
tekhnik
nonfarmakolog
i misal tekhnik
nafas dalam
bila nyeri
muncul

 
Memberiakan
antipasmodik/a
nalgesik
(injeksi
tramadol 1 gr )
secara
intravena
  Memberikan
penurunan
spasme nyeri

69
(asam
mefenamat
500 mg)
peroral
2 Minggu/ 13.00 II     Klien mengatakan
16 Memepertahan masih sering ingin
september kan pola BAK
2012 eliminasi urin   Klien mengatakan
yang optimun masih terasa panas dan
  Memantau nyeri saat BAK warna
eliminasi urin, urin agak kemerahan
meliputi keruh dan sedikit stosel
frekuensi, volume 750 cc
konsentrasi,
bau, volume   Klien mengatakan
dan warna sering tidak menyadari
saat akan BAK
  Keluarga klien
menyatakan akan
  melaksanakan yang di
Menginstruksi instruksikan oleh
kan pasien perawat
untuk berespon
segera
terhadap
kebutuhan
eliminasi.
  Mengkaji
faktor yang
menjadi
insiden

70
 
Menginstruksi
kan keluarga
untuk mencatat
haluaran urin
bila diperlukan
3 Minggu/ 08.20 III   Observasi    Tampak kemerahan
16 dan laporkan disekitar bekas luka
september tanda dan operasi
2012 gejela infeksi    Suhu klien 36° C
  Kaji
temperatur    Leukosit 4,5 106 µ/d
klien tiap 4
jam
  Catat dan
laporkan nilasi
laboratorium    Turgor kulit kembali
(leukosit,protei dalam 2 detik, dan
n,serum, warna kulit sawo
albumin) matang
  Kaji warna,    Klien mengatakan
kelembaman akan memperhatikan
tekstur dan kebersihan diri.
turgor kulit    Klien mengatakan
pasien mengatakan
  Gunakan nyeri pada luka operasi
strategi utuk berkurang setelah
mencegah pengobatan dilakukan
nosokomial

71
  Pengendalian
infeksi dengan
pemberian
antibiotik
(cefotaxim 500
mg) secara
intravena

G.  Evaluasi
Evaluasi hasil yang diambil setelah dilakukan tindakan selama target waktu yang
ditentukan (3x24 jam)
No Hari/tgl Jam No Evaluasi Hasil Paraf
DX
1 Selasa 18 I Setelah dilakukan perawatan selama 3x 24
september jam maka hasil yang diperoleh:
2012 S: Klien melaporkan nyeri berkurang
O: wajah Klien tampak rileks skala nyeri 3
A: Masalah teratasi
P: Hentikan tindakan
2 Selasa 18 II Setelah dilakukan perawatan selama 3x 24
september jam maka hasil yang diperoleh:
2012 S: Klien mengatakan pada saat BAK nyeri
sudah berkurang, dan sudah bisa
mengontrol eliminasi urin
O: menunjukkan kontinensia urin, volume
150 cc, warna kemerahan sudah berkurang
dan tidak ada lagi stosel
A: Masalah teratasi
P: Hentikan tindakan
3 Selasa 18 III Setelah dilakukan perawatan selama 3x 24
oktober

72
2012 jam maka hasil yang diperoleh:
S: klien mengatakan tidak deman dan
nyeri pada sekitar operasi berkurang
O: tidak ada tanda-tanda infeksi, luka
sekitar operasi bersih, balutan kering,
tidak ada bengkak
A: masalah teratasi
P: hentikan tindakan

BAB V

73
PENUTUP

5.1  SIMPULAN
1.  Diabetes mellitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan
hormonal dan melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat dimana seseorang
tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin
yang diproduksi dengan.
2.  Klasifikasi DM menurut National Diabetes Data Group of The National
Institutes of Health adalah IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus),
NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes melitus), DMG (Diabetes Melitus
Gestational) dan intoleransi glukosa berhubungan dengan keadaan atau
sindroma tertentu.
3.  Diabetes mellitus disebabkan oleh faktor keturunan, fungsi sel pankreas dan
sekresi insulin yang berkurang, usia dan obesitas.
4.  Tanda dan gejala diabetes mellitus diantaranya adalah poliuri, polidipsi,
poliphagi, mata kabur, luka sulit sembuh, infeksi, berat badan menurun, lemas,
lekas lelah dan tenaga kurang.
5.  Pada pasien DM, kadar glukosa dalam darah meningkat/tidak terkontrol, akibat
rendahnya produk insulin/tubuh tidak dapat menggunakannya, sebagai sel-sel
akan starvasi. Bila kadar meningkat akan dibuang melalui ginjal yang akan
menimbulkan diuresi sehingga pasien banyak minum (polidipsi).
6.  Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan gula
darah, pemeriksaan Hb, dan pemeriksaan urin.
7.  Komplikasi diabetes mellitus dapat menimbulkan komplikasi akut (diabetik
ketoasedosis, koma hiperosmolar nonketotik, dan hypoglikemia hypoglikemia),
komplikasi kronik (makrovaskuler : neuropati, katarak, dan penyakit ginjal dan
mikrovaskuler : jantung koroner, pembuluh otak, dan pembuluh darah kaki)
8.  Penatalaksanaan pada diabetes mellitus antara lain diet, olahraga, edukasi,
farmakologi, dan pemeriksaan diagnostic.
9.  Pengkajian pada klien diabetes mellitus antara lain identitas pasien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

74
keluarga, riwayat lingkungan, pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang dan terapi.
10. Diagnosa keperawatan pada diabetes melitus antara lain kekurangan volume
cairan berhubungan dengan output berlebihan, perubahan status nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan
masukan oral, resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia, kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan penurunan imonologis, kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolic dan kurang
pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi

5.2  SARAN
Kepada mahasiswa (khususnya mahasiswa perawat) atau pembaca
disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini sehingga apabila
terdapat tanda dan gejala penyakit diabetes mellitus dapat melakukan tindakan
yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih buruk.

DAFTAR PUSTAKA

75
http://www.asuhan-keperawatan-dm.html (diakses pada tanggal 19 Mei 2014
pukul 13.15 wib)
http://www.askep-diabetes-melitus.html (diakses pada tanggal 19 Mei 2014 pukul
13.18 wib)
http://www.asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_dm.html (diakses pada
tanggal 19 Mei 2014 pukul 13.27 wib)
http://www.askep-diabetes-melitus-dm.html (diakses pada tanggal 19 Mei 2014
pukul 13.27 wib)
http://www.Diabetes-Melitus-Konsep-Dasar-Keperawatan-Simpul-Medika.html
(diakses pada tanggal 16 Juni 2014 pukul 16.53 wib)

76

Anda mungkin juga menyukai