Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


DIABETES MELLITUS

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK VIII

1. Angga Gigih Yudistira (200901007)


2. Anwar Mubarok (200901011)
3. Cicik Sylvia Suseno (200901023)
4. Eduardus Klau (200901038)
5. Henik Nur Hidayah (200901054)
6. Kristin Trisnawati Latuan (200901061)
7. Mey Putri Rahayu (200901069)
8. Qoiyum Mahayati (200901084)
9. Shelfi Dwi Retnani (200901099)
10. Yoksen M. R. Benu (200901115)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES KARYA HUSADA PARE-KEDIRI
2009/2010
1. Pengertian diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi
makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long)
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi
sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin
atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart)
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh
faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik
hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif (Suyono, 2002).
Diabetes mellitus adalah suatu kelainan/penyakit yang ditandai dengan kenaikan
kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang disebabkan karena kekurangan hormon
insulin (insulin berfungsi untuk mengontrol kadar gula dalam darah dan
merubah/mengontrol karbohidrat, protein, lemak menjadi energi).

Kasifikasi Diabetes mellitus


1. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Yaitu defisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang berhubungan
dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik, predisposisi pada insulitis
fenomena autoimun (cenderung ketosis dan terjadi pada semua usia muda). Kelainan
ini terjadi karena kelainan kerusakan sistem imunitas (kekebalan tubuh) yang
kemudian merusak sel-sel pulau langerhans di pangkreas. Kelainan ini berdampak
pada penurunan produksi insulin. Dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes
(JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya
ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda
dapat disebabkan karena keturunan.
2. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
Yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tapi dapat terjadi pada
semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada kecendrungan
familiar, mungkin perlu insulin pada saat hiperglikemik selama stres. Dahulu dikenal
dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :
1) Non obesitas
2) Obesitas
Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi
biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua
(umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas.
3. Diabetes Melitus tipe yang lain
Yaitu Diabetes melitu yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
tertentu hiperglikemik terjadi karena penyakit lain; penyakit pankreas, hormonal, obat
atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor insulin dan sindroma genetik
tertentu.
4. Impared Glukosa Tolerance (gangguan toleransi glukosa)
Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau
menjadi normal atau tetap tidak berubah.
5. Obat-obatan
Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain : Furasemid,
thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
6. Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Yaitu intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam kehamilan
terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemanasan
makanan bagi janin serta persiapan menyusui. Menjelang aterm kebutuhan insulin
meningkat sehingga mencapai tiga kali lipat dari keadaan normal. Bila ibu tidak
mampu meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka
mengakibatkan hiperglikemia.

2. Etiologi
a) Diabetes Melitus Tipe 1 (diabetes yang tergantung kepada insulin / IDDM)
Disebabkan karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut. Diabetes melitus tipe 1 disebabkan 2 hal yaitu :
1. Otoimun
Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada
tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune markers) yang menunjukkan
pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti "islet
cell autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs), autoantibodies to
glutamic acid decarboxylase (GAD). )", dan antibodies to tyrosine phosphatase
IA-2 and IA-2.
2. Idiopatik
Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik).
Diabetes Melitus Tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin / NIDDM)
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling
sering ditemukan di praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita
diabetes melitus di Indonesia. Sebagian besar diabetes tipe-2 adalah gemuk (di
negara barat sekitar 85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin,
dan tidak membutuhkan insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita sering
tidak terdiagnosis karena hiperglikemi meningkat secara perlahan-lahan sehingga
tidak memberikan keluhan. Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus
tipe-2 sering ditemukan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, bahkan
tidak jarang ditemukan beberapa komplikasi vaskuler sekaligus.

b) Diabetes Melitus Tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin NIDDM)
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering
ditemukan di praktek, diperkirakan sekitar 90% dan semua penderita diabetes melitus
di Indonesia. Sebagian besar diabetes tipe-2 adalah gemuk (di negara barat sekitar
85%, di Indonesia 60%), disertai dengan resistensi insulin, dan tidak membutuhkan
insulin untuk pengobatan. Sekitar 50% penderita sering tidak terdiagnosis karena
hiperglikemi meningkat secara perlahan-lahan sehingga tidak memberikan keluhan.
Walaupun demikian pada kelompok diabetes melitus tipe-2 sering ditemukan
komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler, bahkan tidak jarang ditemukan
beberapa komplikasi vaskuler sekaligus (Slamet Suyono, 2006).

c) Penyebab resistensi insulin pada diabetes melius menurut Sujono Riyadi dalam
bukunya Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan eksokrin dan endokrin
pada pancreas tidak begitu jelas tetapi faktor yang banyak berperan antara lain:
1. Kelainan Genetik
Diabetes dapt menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini
terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan ikut diinformasikan pada
gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada
penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
3. Gaya Hidup Stres
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang
kaya pengawet, lemak serta gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja
pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan
kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan pada kerja pankreas.
Beban pangkreas yang berat akan berdampak pada penurunan insulin.
4. Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko diabetes.
Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan obesitas meningkatkan gangguan
kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung
terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.
5. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh pada penurunan hormon insulin.
6. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat rusaknya sel-sel
pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas.
(Sujono Riyadi, 2008)

3. Manifestasi Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi (peningkatan rasa haus)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga menyebabkan dehidrasi ekstraselkarena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH yng menimbulkan
rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah
cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan
lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e. Peningkatan Angka Infeksi
Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mucus, gangguan fungsi imun,
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
f. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
g. Kesemutan akibat terjadinya neuropati
Pada penderita diabetes mellitus regenerasi sel persyarafan mengalami gangguan
akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsure protein. Akibatnya
banyak sel persyarafan terutama perifer mengalami kerusakan.

4. Patofisiologi
Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek
utama kekurangan insulin sebagai berikut :
1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml.
2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan
kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang
mengakibatkan aterosklerosis.
3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus
yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus. Bila
jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira
diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika
jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi
bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme
telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak,
kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat
dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.

Kelompok resiko tinggi diabetes mellitus


1. usia lanjut (>40 tahun)
2. keluarga diabetes
3. obesitas
4. hipertensi
5. riwayat kehamilan dengan BBL lebih dari 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Kurang olahrga
8. Emosi labil (stress)
9. Perokok berat
10. Peminum alcohol
5. WOC

kelainan genetik Gaya hidup stress malnutrisi Obesitas Infeksi

Penyampaian Menaikkan beban Penurunan Peningkatan Merusak


kelainan metabolic produk kebutuhan pankreas
pancreas ke pancreas insulin insulin
individu turunan

Penurunan insulin (berakibat peny. DM)

Penurunan fasilitas glukosa dlm sel

glukosa menumpuk di darah Sel tdk mmperoleh nutrisi

Tek osmolitas plasma Stravasi selluler

Kelebihan ambang glukosa Pembongkaran glikogen, Pembongkaran protein &


pd ginjal asam lemak, keton u/ energi as.amino

Massa otot Penumpukan antibody Perbaikan jar


Dieresis osmitic benda keton

Nutrisi kurang dr keb Resiko Resiko


poliuria asidosis
tinggi perlukaan
infeksi
Pola nafas tdk
Deficit volume cairan efektif
Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan gula darah


a. Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl
Criteria diagnostic untuk DM >10 mg/dl. Palin sedikit dalam 2x pemeriksaan.
Atau > 140 mg/dl dipertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl
b. Gula darah 2 jam post prondial < 140 mg/dl
Digunakan untuk skrining atau evaluasi pengobatan bukan didiagnostik.
c. Gula darah sewaktu < 140 mg/dl
Digunakan untuk skrining bukan diagnostic.
d. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam < 200 mg/dl, 2 jam <140 mg/dl. TTGO
dilakukan hanya pada pasien yang telah bebas diet dan beraktifitas fisik 3 hari
sebelum tes tidak dianjurkan pada:
1. Hiperglikemi yang sedang puasa.
2. Orang yang mendapat thiazide, dilatin, propanolol, lasik, thyroid, estrogen,
pil KB, steroid.
3. Pasien yang dirawat atau sakit akut atau pasien inaktif.
e. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI)
Dilakukan jika TTGO merupakan kontra indikasi atau terdapat kelainan
gastrointestinal yang mempengaruhi absorbs glukosa.
f. Tes toleransi kortison glukosa
Digunakan jika TTGO tidak bermakna, kortison menyebabkan peningkatan
kadar gula darah abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah kapiler
pada orang yang berpredisposisi menjadai DM kadar glukosa dalam darah 140
mg/dl pada akhir 2 jam di anggap sebagai hasil positif.
g. Glykosatet hemoglobin
Berguna dalam memantau kadar glukosa darah rata-rata selama lebih dari 3
bulan.
h. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 x meningkat setelah pemberian glukosa
Untuk mengukur proinsulin (produks sampingan yang tak aktif secara biologis)
dari pembentukan insulin dapat membantu mengetahui sekresi insulin.

i. Insulin serum puasa


2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, tidak digunakan secara luas dalam
klinik, dapat digunakan dalam diagnose banding hipoglikemia atau dalam
penelitian Diabetes.

Hasil Harga normal Keterangan


 Laboratorium S6OT 45 5 – 34 U/L Tinggi
S6BT 68 10 – 35 U/L Tinggi
Kolesterol 150 0 – 240 mg/DL Normal
Traekstrigliserida 301 30 – 200 mg/DL Tinggi
Uric acid 10,6 3,5 – 7,2 ml/DL Tinggi

 Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu


- Plasma vena <> 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.

6. Komplikasi
a. Komplikasi yang bersifat akut
1. Koma Hiplogikemia
Koma hipoglikemia terjadi karena pemakaian obat-obatan diabetic yang melebihi
dosis yang dianjurkan sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah. Glukosa
yang ada sebagian besar difasilitasi untuk masuk ke dalam sel.
2. Ketoasidosis
Minimnya glukosa di dalam sel akan mengakibatkan sel mencari sumber alternatif
untuk dapat memperoleh energi sel. Kalau tidak ada glukosa maka benda-benda
keton akan dipakai sel. Kondisi ini akan mengakibatkan penumpukan residu
pembongkaran benda-benda keton yang berlebihan yang mengakibatkan asidosis.
3. Koma hiperosmolar nonketotik
Koma ini terjadi karena penurunan komposisi cairan intrasel dan ekstrasel karena
banyak diekresi lewat urin.

b. Komplikasi yang bersifat kronik


1. Makroangipati yang mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung,
pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. Perubahan pada pembuluh darah besar
dapat mengalami atherosclerosis sering terjadi pada DMTII/NIDDM. Komplikasi
makroangiopati adalah penyakit vaskuler otak, penyakit arteri koronaria dan
penyakit vaskuler perifer.
2. Mikroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetika,
nefropati diabetic. Perubahan-perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan
penebalan dan kerusakan membran diantara jaringan dan pembuluh darah sekitar.
Terjadi pada penderita DMTI/IDDM yang terjadi neuropati,nefropati, dan
retinopati.
Nefropati terjadi karena perubahan mikrovaskuler pada struktur dan fingsi ginjal
yang menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal. Tubulus dan glomerulus
penyakit ginjal dapat berkembang dari proteinuria ringan ke ginjal.
Retinopati adalah adanya perubahan dalam retina karena penurunan protein dalam
retina. Perubahan ini dapat berakibat gangguan dalam penglihatan.
Retinopati mempunyai dua tipe yaitu:
1. Retinopati back graund dimulai dari mikroneuronisma di dalam pembuluh
retina menyebabkan pembentukan eksudat keras.
2. Retinopati proliferasi yang merupakan perkembangan lanjut dari retinopati
back ground, terdapat pembentukan pembuluh darah baru pada retina akan
berakibat pembuluh darah menciut dan menyebabkan tarikan pada retina dan
perdarahan di dalam rongga vitreum. Juga mengalami pembentukan katarak
yang disebabkan oleh hiperglikemi yang berkepanjangan menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
3. Neuropati diabetika
Akumulasi orbital didalam jaringan dan perubahan metabolik mengakibatkan
fungsi sensorik dan motorik saraf menurun kehilangan sensori mengakibatkan
penurunan persepsi nyeri.
4. Rentan infeksi seperti tuberculosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran kemih.
5. Kaki diabetik
Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati menyebabkan
perubahan pada ekstremitas bawah. Komplikasinya dapat terjadi gangguan
sirkulasi, terjadi infeksi, gangren, penurunan sensasi dan hilangnya fungsi
saraf sensorik dapat menunjang terjadinya trauma atau tidak terkontrolnya
infeksi yang mengakibatkan gangren.

7. Penatalaksanaan Medis
1) Diet
Prinsip penatalaksanaan diet pada diabetes mellitus adalah:
1. Mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah ke kadar normal.
2. Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal.
3. Mencegah komplikasi akut dan kronik.
4. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup.
5. Menyesuaikan berat badan ke berat badan normal
6. Menberikan modifikasi diet sesuai keadaaan
7. Menurunkan gula dalam urine menjadi negative
8. Penentuan jumlah kalori diet pasien DM

Untuk menentukan diet kita harus diketahui terlebih kebutuhan energi dari
penderita diabetes mellitus. Kebutuhan itu dapat kita tentukan sebagai berikut:
1. Menentukan presentase RBW (Relatif Body Weight) atau BBR (Berat Badan
Relatif)
BBR = BB
BB aktual
aktual x 100%
TB - 100
TB-100
2. Menentukan klasifikasi gizi penderita DM:
 Kurus (underweight) : BBR < 90%
 Normal : BBR 90-110%
 Gemuk : BBR >110%
 Obesitas : BBR >120%
o Obesitas ringan : BBR 120-130%
o Obesitas sedang :BBR 130-140%
o Obesitas berat : BBR > 140%
3. Menentukan kebutuhan kalori:
 Kurus : BBx 40-60 kal/hari
 Normal : BBx 30 kal/hari
 Gemuk : BBx 20 kal/hari
 Obesitas : BBx 10-15 kal/hari
Selain itu juga ada cara lain untuk menentukan kebutuhan kalori yang sesuai
untuk mencapai dan mepertahankan berat badan ideal komposisi energi adalah 60 –
70% dari karbohidrat, 10 - 15% dari protein dan 20 – 25% dari lemak.
1. Prinsip diet yang digunakan pasien DM dengan menggunakan prinsip Tepat 3J.
yaitu
1. Tepat jumlah bahan makanan
2. Tepat jadwal makan
3. Tepat jenis bahan makanan
2. Karbohidrat kompleks (serat dan tepung) yang dikonsumsi penderita diabetes
mellitus harus ditekankan adanya serat. Sumber serat yang baik adalah buah-
buahan dan sayur-sayuran.
3. Lemak karena prevalemsi penyakit jantung koroner pada diabetes mellitus.
Lemak jenuh harus dibatasi sampai sepertiga atau kurang dan kalori lemak yang
dianjurkan, dan lemak jenuh harus memenuhi sepertiga dari total kalori lemak.
4. Alkohol mempunyai banyak hal yang tidak menguntungkan untuk penderita
diabetes mellitus. Alkohol dapat memperburuk hiperlipidemia, dam dapat
mencetuskan hipoglikemia terutama jika tidak makan.
5. Natrium individu dengan diabetes mellitus dianjurkan tidak makan lebih dari 43
gram natrium setiap harinya. Konsumsi yang berlebihan cenderung akan timbul
hipertensi.
6. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih ½
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rythmiccal Intensify Progressive
Endurance). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi
dan relaksasi secara teratur. Latihan CRIPE minimal dilakukan selama 3 hari dalam
seminggu, sedangkan 2 hari yang lain dapat digunakan untuk melakukan olahraga
kesenangannya. Adanya kontraksi otot yang teratur akan merangsang peningkatan
aliran darah dan penarikan glukosa kedalam sel.
Hal yang perlu diingat dalam latihan jasmani adalah jangan memulai olahraga
sebelum makan, memakai sepatu yang sesuai ukuran dan harus didampingi orang
yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia. Penderita diabetes mellitus yang
memulai olahraga tanpa makan akan beresiko terjadinya stravasi sel dengan cepat dan
akan berdampak pada nekrosis sel.
Sebaiknya jenis aerobik seperti berjalan, joging, bersepeda, berenang, dan
senam. Frekuensi 6 kali seminggu dengan intensitas 50-70%. Denyut Nadi Maksimal
selama 30-45 menit per yang dilakukan secara bertahap dan teratur sangat baik untuk
penderita DM. Jika penderita DM tidak pernah berolahraga dimulai dengan berjalan
lambat selama 5 menit dan dinaikkan secara bertahap. Pada setiap sesi latihan,
disarankan memulai olahraga dengan pemanasan, peregangan, serta mengakhiri
dengan pendinginan selama 5-10 menit. Sebagai pelengkap, angkat beban dapat
dilakukan dengan menggunakan beban yang ringan 2 sampai 3 kali per minggu
dengan pengulangan 12 sampai 15 kali. Setiap pengulanganan angkat beban per satu
setnya 1 sampai 2 set yang dilakukan secara bertahap. Penderita DM dianjurkan
berolahraga pada pagi hari dan 1 sampai 2 jam setelah makan. Kadar Gula Darah
(KGD) sebaiknya diperiksa sebelum dan setelah berolahraga pada setiap 20-30 menit
jika olahraga berlangsung lama.

2) Obat
Obat-obatan Hipoglikemik Oral (OHO)
1. Golongan sulfoniluria
Cara kerja golongan ini adalah: merangsang sel beta pankreas untuk
mengeluarkan insulin, jadi golongan sulfonuria hanya bekerja bila sel-sel beta
utuh, menghalangi pengikatan insulin, mempertinggi kepekatan jaringan terhadap
insulin dan menekan pengeluaran glukagon. Indikasi pemberian obat golongan
sulfoniluria adalah: bila berat badan sekitar ideal kurang lebih 10% dari berat
badan ideal, bila kebutuhan insulin kurang dari 40 u/hari, bila tidak ada stress
akut, seperti infeksi berat/perasi.
2. Golongan biguanid
Cara kerja golongan ini tidak merangsang sekresi insulin. Golongan biguanid
dapat menurunkan kadar gula darah menjadi normal dan istimewanya tidak pernah
menyebabkan hipoglikemi. Efek samping penggunaan obat ini (metformin)
menyebabkan anoreksia, nausea, nyeri abdomen dan diare. Metformin telah
digunakan pada klien dengan gangguan hati dan ginjal, penyalahgunaan alkohol,
kehamilan atau insufisiensi cardiorespiratory.
3. Alfa Glukosidase Inhibitor
Obat ini berguna menghambat kerja insulin alfa glukosidase didalam saluran
cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia post prandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak
menyebabkan hipoglikemi dan tidak berpengaruh pada kadar insulin. Alfa
glukosidase inhibitor dapat menghambat bioavailabilitas metformin. Jika
dibiarkan bersamaan pada orang normal.
4. Insulin Sensitizing Agent
Obat ini mempunyai efek farmakolagi meningkatkan sensitifitas berbagai
masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabakan hipoglikemia.
3) Insulin
Dari sekian banyak jenis insulin, untuk praktisnya hanya 3 jenis yang penting
menurut cara kerjanya yakni menurut Junadi, 1982, diantaranya adalah:
1. Yang kerjanya cepat: RI (Regular insulin) dengan masa kerja 2-4 jam contoh
obatnya: Actrapid.
2. Yang kerjanya sedang: NPN, dengan masa kerja 6-12 jam.
3. Yang kerjanya lambat: PZI (protamme Zinc Insulin) masa kerjanya 18-24 jam.
Untuk pasien yang pertama kali akan dapat insulin, sebaiknya selalu dimulai
dengan dosis rendah (8-20 unit) disesuaikan dengan reduksi urine dan glukosa darah
selalu dimulai dengan RI, diberikan 3 kali (misalnya 3 x 8 unit) yang disuntikkan
subkutan ½ jam sebelum makan. Jika masih kurang dosis dinaikkan sebanyak 4 unit
per tiap suntikan. Setelah keadaan stabil RI dapat diganti dengan insulin kerja sedang
atau lama PZI mempunyai efek maksimum setelah penyuntikan.
PZI disuntik 1/4 jam sebelum makan pagi dengan dosis 2/3 dari dosis total RI
sehari. Dapat pula diberikan kombinasi RI dengan PZI diberikan sekali sehari.
Misalnya semula diberikan RI 3 x 20 unit dapat diganti dengan pemberian RI 20 unit
dan PZI 30 unit.
ASUHAN KEPERAWATAN

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan


hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat melakukan metode
ilmiah yaitu proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara
sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan
klien, mengidentifikasi masalah dan diagnose, merencanakan intervensi, serta
mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses
keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin.

TINJAUAN KASUS
Contoh Kasus
Seorang ibu membawa anak laki-lakinya yang berusia 5 tahun ke Rumah Sakit
dengan keluhan anak merasa cepat lelah dan rasa haus yang berlebihan. Sejak 15 hari yang
lalu anak sering mengeluh cepat lelah, sering buang air kecil, nafsu makan meningkat, rasa
haus meningkat (ingin minum terus), berat badan menurun, pendengaran dan penglihatan
kabur, kesadarannya juga menurun. Pada saat kehamilan ibu selalu memeriksakan
kehamilannya secara rutin di Puskesmas. Anak lahir normal dengan berat badan 3,8 kg. anak
diberikan makanan tambahan mulai umur 6 bulan. Ibu mengatakan bahwa anaknya sering
sakit – sakitan sejak kecil (panas). Anak sudah mendapatkan imunisasi lengkap (BCG, DPT,
Hepatitis B, dan campak). Dua tahun sebelum mengandung ibu mengidap penyakit DM.

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 2 November 2010
a. Identitas Klien
Nama : An. M
Usia : 5 th.
Jenis Kelamin : laki-laki
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Anyelir 12 A Surabaya
Tgl. MRS : 2 November 2010
Nama Orang Tua : Tn. J dan Ny. L.
Diagnosa Medis : Diabetes melitus
b. Keluhan Utama
Ibu kx mengatakan bahwa kx sering mengeluh cepat lelah dan rasa haus meningkat
(pingin minum terus)
c. Riwayat Kehamilan
1. Prenatal
Pada kehamilan 8 bulan ibu px selalu memeriksakan kehamilannya secara rutin
pada puskesmas setempat.
2. Natal
Px dilahirkan di Rumah Sakit dan tidak mengalami trauma persalinan, umur
kehamilan cukup bulan, lahir spontan berat badan 3,8 kg.
3. Post Natal
Setelah lahir tali pusat dipotong oleh bidan dengan menggunakan gunting dan
dirawat dengan memberikan kapas alkohol. Kx diberi makanan tambahan mulai
umur 6 bulan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Sejak kecil kx sering sakit-sakitan (panas)
e. Riwayat Keluarga
Ibu kx mengatakan bahwa sejak 2 tahun sebelum mengandung dirinya mengidap
penyakit DM.
f. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu kx mengatakan bahwa sejak 15 hari yang lalu kx sering mengeluh cepat lelah,
sering buang air kecil, nafsu makan meningkat, rasa haus meningkat (pingin minum
terus), berat badan menurun, pendengaran dan penglihatan kabur. Penurunan tingkat
kesadaran dan keadaan ini terus bertambah berat. Akhirnya pada tanggal 2 November
2010 kx dibawa ke Rumah Sakit oleh keluarganya.
g. Riwayat Imunisasi
Kx sudah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan program pemerintah.
(BCG, DPT, Hepatitis B dan Campak )

B. Pengkajian Tumbuh Kembang


a. Adaptasi sosial
Kx mampu beradaptasi dengan lingkungan/orang disekitarnya dengan baik.
b. Bahasa.
Px dapat berbicara secara jelas meskipun beberapa penyusunan bunyi masih tidak
sempurna, px berespon terhadap panggilan dariorang lain/ayah/ibu.
c. Motorik Halus
Kx mempunyai kemampuan menggambar, makan dan minum sendiri, mencoret-coret
di atas kertas.
d. Motorik Kasar
Px dapat berjalan dan berlari, mampu menaiki tangga, melompat dan menendang
bola.

C. Pola – pola Kesehatan


1. Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup Sehat.
Sebelum masuk Rumah Sakit ibu kx mengatakan bahwa kx dimandikan 2X sehari,
keramas 3 kali seminggu, jika sakit ibu kx memeriksakannya ke Puskesmas terdekat.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme.
Sebelum Masuk Rumah Sakit ibu kx mengatakan bahwa anaknya makan 3X sehari
dengan komposisi lauk, sayur, porsi makan habis kx minum air putih 5 – 6 gelas
perhari BB = 16,5 kg, TB = 96 cm.
3. Pola Aktivitas
Sebelum masuk Rumah Sakit ibu kx mengatakan bahwa anaknya sering bermain
dengan teman seusianya, kx mau bergaul dengan orang di sekitarnya. Di Rumah Sakit
kx terlihat murung kurang respon saat ditanya kx tidak begitu aktif terlihat lelah.
4. Pola Eliminasi
Sebelum masuk Rumah Sakit ibu kx mengatakan bahwa kx BAB 1 X perhari dengan
konsistensi warna kuning jernih bau khas fases. Buang air kecil 6 – 7 X perhari
dengan warna kuning,pucat.
Di Rumah Sakit px BAB 1 X perhari dengan konsistensi agak lembek warna kuning
jernih bau khas fases. BAK 5 – 6 X perhari, warna kuning pucat.

5. Pola Istirahat dan Tidur.


Ibu kx mengatakan bahwa sebelum dan ketika di Rumah Sakit kx pada malam hari
kurang bisa tidur dengan nyaman karena sering buang air kecil dan kadang-kadang kx
ngompol.
6. Pola Sensorik dan Kognitif.
Penglihatan dan pendengaran px sedikit terganggu dan panca indera lainnya dapat
berfungsi dengan normal.
7. Pola Persepsi Diri.
Ibu kx sering bertanya perihal penyakit anaknya kepada perawat, dokter karena
kurangnya informasi yang didapat.
8. Pola Hubungan dan Peran.
Px adalah anak pertama di dalam keluarganya dan belum punya adik, kx sudah masuk
sekolah TK, px dapat bergaul dengan teman-teman dengan baik, dengan keluarganya
px sangat harmonis.
9. Pola Reproduksi dan Seksual.
Kx berjenis kelamin laki-laki
10. Pola Penanggulangan stress.
Px lebih dekat dengan ibunya, apabila merasakan keluhan seperti rasa haus, merasa
lelah dsb selalu mengadukannya kepada ibunya.
11. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan.
Keluarga kx beragama Islam dan taat beribadah. Kx belum dapat melaksanakan
ibadah secara tepat dan benar, tetapi kx sudah dapat mengerti beberapa do’a-do’a
harian (seperti do’a mau makan, sesudah makan dsb)

D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Kesadaran menurun, pendengaran dan penglihatan terganggu (kabur)
2. Kepala dan Leher
Kepala simetris, rambut warna hitam tekstur halus, tidak terdapat odema pada mata,
mukosa bibir kering, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid pada leher
3. Sistem Kardiovaskuler
Nadi 90 x/menit (normal 75 s/d 115), tekanan darah 90/60 mmHg, suhu 38oC
4. Sistem Respirasi
Tidak ada suara tambahan, pergerakan dada simetris
5. Sistem Gastrointestinal
Mual, muntah, tidak terdapat asites, tidak ada nyeri tekan, suara timpani, tekstur kulit
halus
6. Sistem Muskuluskeletal.
Tidak ada nyeri sendi

E. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Harga normal Keterangan
Laboratorium : S6OT 45 5 – 34 U/L Tinggi
S6BT 68 10 – 35 U/L Tinggi
Kolesterol 150 0 – 240 mg/DL Normal
Traekstrigliserida 301 30 – 200 mg/DL Tinggi
Uric acid 10,6 3,5 – 7,2 ml/DL Tinggi

F. Analisa data
Tanggal 2 November 2010
No Data Etiologi Masalah
1. Ds : Kelebihan ambang Kekurangan
pasien dan keluarga pasien glukosa pd ginjal. volume cairan
mengatakan bahwa pasien sering
BAK Diuresis osmotic.
Do:
T : 90/60 mmhg N : 90x/menit Poliuria.
suhu : 38oC RR : 18x/mnt
peningkatan pengeluaran urine Deficit volume cairan
(dieresis osmotik), urin encer, haus,
penurunan BB tiba-tiba, membrane
mukosa kering, turgor kulit buruk,
hipotensi, takikardi, mual muntah
2. Ds: Starfasi selular Nutrisi kurang
Px atau keluarga px menggatakan dari kebutuhan
bahwa px tdk nafsu makan, muntah. Pembongkaran glikogen,
Do: asam lemak, keton unt
T : 90/60 mmhg N : 90x/menit energy.
suhu : 38oC RR : 18x/mnt
BB menurun (lebih ren dah 10 % Penurunan massa otot
dari BB ideal, lemah, mudah lelah,
tonus otot buruk (dibuktikan dengan Nutrisi kurang dri
skor kuatan otot). GD>150 mg/dl. kebutuhan
Masukan makanan tdk adekuat
(Cuma beberapa sendok), px tdk
nafsu makan, terlihat mau muntah.
3. Ds: Starfasi selular Resiko
Px atau keluarga pasien mengeluh terjadinya infeksi
bahwa px mengalami kenaikan suhu Pembongkaran protein
tubuh dan as.amino
Do:
T : 90/60 mmhg N : 90x/menit Penurunan antibody
suhu : 38oC RR : 18x/mnt
Angka leukosit >11.000 ul, suhu Resiko tinggi terjadinya
tubuh 37oC, akral teraba infeksi
hangat/panas
GDS>150 gr/dl, glukosa urin positif
4. Ds: Penumpukan benda keton Resiko gangguan
Px mengeluh sesak nafas, sulit pertukaran gas
bernafas, dadanya terasa berat untuk Asidosis
bernafas
Do: Pola nafas tidak efektif
T : 90/60 mmhg N : 90x/menit
suhu : 38oC RR : 18x/mnt
RR 30x/mnt atau lebih, pernafasan
px kusmaull, pernafasan px berbau
benda keton, data lab menunjukkan
peningkatan benda keton dlm urin
5. Ds: Penurunan perbaikan Kerusakan
Px mengeluh adanya luka pada kaki jaringan integritas kulit
dan punggung, merasa lemah
Do: Resiko perlukaan
T : 90/60 mmhg N : 90x/menit
suhu : 38oC RR : 18x/mnt Kerusakan integritas kulit
Terdapat luka pada kaki dan
punggung dg pjng luka misalnya
2cm, lebar 1cm. terdapat kehitaman
disekitar luka.disekitar luka tampak
bengkak.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko
terjadinya defisit cairan berhubungan dengan deurisis osmotik (hiperglikemia)
2. Gangguan
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin atau penurunan masukan oral.
3. Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, atau penurunan fungsi
leukosit yang dikarenakan penurunan antibody.
4. Resiko
gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asidosis metabolic.
5. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan penurunan perbaikan jaringan.
H. Intervensi
Tanggal 2 November 2010
1. Diagnosa
Pertama
a. Resiko terjadinya defisit cairan berhubungan dengan deurisis osmotik
(hiperglikemia)
b. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam cairan dalam
tubuh pasien bias adekuat kembali.
c. Kriteria hasil
 Tanda – tanda vital stabil (nadi 80-88 x/mnt. TD 100-140/80-90 mmHg, suhu
36,5-37,4oC, RR 20-24 x/mnt)
 Turgor kulit dan pengisian kapiler baik, dibuktikan dengan CRT<2dtk.
 Intake dan output seimbang.
 Membran mukosa lembab.
 Kadar elektrolit urine dalam batas normal dengan nilai natrium 130-220
meq/24 jam, kalium 25-100 meq/24 jam, klorida 120-250 meq/l, Mg 1,0-2,5
mg/dl.
d. Rencana tindakan.
1. Lakukan pendekatan pada px (keluarga) dan jelaskan tentang tindakan yang
akan dilakukan.
R : Hubungan yang baik akan mempermudah tindakan yang akan dilakukan
2. Observasi tanda – tanda vital catat
adanya perubahan TD.
R : penurunan volumecairan darah (hipovolemi) akibat dieresis osmosis dapat
dimanifestasikan o/ hipotensi, takikardi, nadi teraba lemah.
3. Pantau masukan dan pengeluaran, catat
berat jenis urine
R : Untuk memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti dan
keefektifan dari terapi yang diberikan
4. Pertahankan untuk memberikan cairan
1500-2500 ml atau dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan
cairan melalui oral sudah dapat diberikan
R : mempertahankan komposisi cairan dalam tubuh, volume sirkulasi, dan
menghindari over load jantung.

5. Ukur berat badan setiap hari


R : memberikan gambaran status cairan dalam tubuh (60-70% berat bada
berasal dari cairan)
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi cairan infus dan obat – obatan hiperglikemia oral maupun
terapi cairan
R : Menentukan jenis cairan yang tepat dan obat – obatan yang tepat dapat
mempercepat proses penyembuhan

2. Diagnosa kedua
a. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan katidakcukupan insulin atau penurunan masukan oral.
b. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam nutrisi yang
dibutuhkan pasien dapat terpenuhi
c. Kriteria hasil
 Kx tidak tampak lemah.
 Peningkatan berat badan atau berat badan ideal.
 Nilai laboraturium Hb untuk pria 13-16 gr/dl.
 Nilai laboratorium yang terkait DM normal (terutama GDS 60-100 mg/dl,
protein total 6-7 gr/dl)
 Kx habis 1 porsi makan setiap kali makan (sesuai jumlah kalori yang
dianjurkan)
 Kx tidak mengeluh mual lagi.
d. Rencana tindakan.
1. Timbang berat badan
R : mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan menentukan jumlah
kalori yang harus dikonsumsi penderita DM
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar gula yang
dimiliki (dengan memakairumus kebutuhan kalori )
R : menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan sel untuk
mengambil glukosa.
3. Libatkan keluarga pasien dalam pemantauan waktu makan dan jumlah nutrisi.
R : meningkatkan partisipasi keluarga dan mengontrol masukan nutrisi sesuai
dengan kebutuhan.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemeriksaan laboratorium GD, aseton,
pH, dan HCO3.
R : GD akan menurunperlahan dengan penggunaan terapi insulin terkontrol.
Peningkatan aseton, pH, dan HCO3 sebagai indikasi kelebihan benda
keton.
5. Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan teknik intravena secara
kontinyu.
R : insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula
dapat membantumemindahkan ke dalam sel, pemberian melalui intravena
merupakan rute pilihan utama karena absorbs dari jaringan subkutan
tergolong lambat.
6. Lakukan konsultasi dengan ahli diet.
R : Kebutuhan diet penderita harus disesuaikan dengan jumlah kalori karena
kalau tidak terkontrol akan beresiko hiperglikemia.

3. Diagnosa Ketiga
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, atau penurunan
fungsi leukosit yang dikarenakan penurunan antibody.
b. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam resiko
terjadinya infeksi dapat diminimalisir.
c. Kriteria Hasil :
 Tidak terdapat tanda-tandaperadangan dan infeksi seperti rubor, dolor, kalor,
tumor, fungtioleisa, dan angka leukosit dalam batas 5000-11000 ul.
 Suhu tubuh tidak tinggi (36,5oC-37oC)
 Kadar GDS 60-100 mg/dl.
 Glukosa urin negative
 Hitungan jenis leukosit
Basofil : 0-1
Eosinofil : 1-3
Neutrofil batang : 2-6
Neutrofil segmen : 50-70
Limfosit : 20-40
Monosit : 2-8
d. Rencana tindakan.
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
R : memastikan kondisi pasien pada periode peradangan atau sudah terjadi
infeksi. Terjadinya sepsis dapat disegah lebih awal
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan, memakai
hanschoen, masker, kebersihan lingkungan.
R : meminimalkan invasi mikrorganisme.
3) Pertahankan teknik aseptic dan sterilisasi alat pada prosedur invasive
Kolaborasi
R : invasi alat dapat menjadi mediator masuknya mikroorganisme
4) Beriakan obat antibiotic yang sesuai
R : penanggulangan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
5) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
R : memastikan kondisi pasien pada periode peradangan atau sudah terjadi
infeksi.
Lakukan pemeriksaan kultur dan sensivitas sesuai dengan indikasi.
R : u/ mengidentifikasi organism sehingga dapat memilih terapi antibiotic
yang terbaik.

4. Diagnosa Keempat
a. Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asidosis metabolik.
b. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x2 jam pasien bias
terhindar dari resiko gangguan pertukaran gas.
c. Kriteria Hasil :
 RR kx 20-24 x/mnt
 Pernafasan kx regular
 Pernafasan kx tidak berbau benda keton
d. Rencana Tindakan
1) Auskultasi paru setiap 1 jam sampai stabil.
R : Mengidentifikasi tingkat pengembangan paru dalam memenuhi ambilan
oksigen.

2) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan setiap 2 jam.


R : Peningkatan pedalaman pernafasan sebagai salah satu indikasi peningkatan
benda keton dalam tubuh.
3) Anjurkan kx banyak istirahat, hindarkan dari rangsang psikologi yang
berlebihan seperti bicara yang keras.
R : Mengurangi tingkat penggunan energy yang tidak banyak diperoleh dari
glukosa melainkan dari benda keton.
4) Berikan glukosa lewat bolus atau langsung intravena jika diperlukan.
R : Mengurangi penggunaan benda keton sebagai bahan pembentukan energi.

5. Diagnosa Kelima
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan perbaikan jaringan.
b. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
resiko perlukaan dapat teratasi.
c. Kriteria Hasil :
 Terjadi perbaikan status metabolic yang dibuktikan oleh GD dalam batas
normal dalam 24 jam.
 Bebas dari drainasi purulen dalam 48 jam
 Menunjukkan tanda-tanda penyembuhan dengan tepi luka bersih dalam 48
jam.
 Tidak terdapat pembengkakan pada luka.
d. Rencana Tindakan
1) Kaji kondisi luka pada jaringan pasien (terutama area kaki dan punggung)
R : mengidentifikasi tingkat metabolisme jaringan dan tingkat disintegritas.
2) Rawat luka dengan teknik steril dan kaji area luka setiap kali penggantian
balutan
R : Mencegah penungkatan prosentase mikroorganisme akibat metabolic
(glukosa tinggi) dan memberikan informasi tentang efektifitas terapi.
3) Balut luka dengan kasa steril.
R : Menjaga kebersihan luka atau meminimalkan kontaminasi silang.

4) Berikan 15 unit insulin humulun N, SC pada siang hari, setelah contoh darah
harian diambil.
R : Mengobati disfungsi metabolic yang mendasari menurunkan hiperglikemia
dan meningkatkan penyembuhan.
5) Berikan dilokasasilin 500 mg/awal setiap 6 jam, mulai jam 10 malam amati
tanda-tanda hipersensitifitas.
R : Pengobatan infeksi atau pencegahan komplikasi.

I. Implementasi
Tanggal 2 November 2010
1. Diagnosa Pertama
 Resiko terjadinya defisit cairan berhubungan dengan diuris osmotik
(hiperglikemia)
1. Mengobservasi tanda – tanda vital catat adanya perubahan TD.
2. Memantau masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urine
3. Mempertahankan untuk memberikan cairan 1500-2500 ml atau dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan melalui oral sudah dapat
diberikan
4. Mengukur berat badan setiap hari
5. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi cairan infus
dan obat – obatan hiperglikemia oral maupun terapi cairan

2. Diagnosa Kedua
 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
katidakcukupan insulin atau penurunan masukan oral
1. Menimbang berat badan px
2. Mentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar gula yang
dimiliki (dengan memakairumus kebutuhan kalori )
3. Melibatkan keluarga pasien dalam pemantauan waktu makan dan jumlah
nutrisi.
4. Melakukan Kolaborasi dengan tim medis dalam pemeriksaan laboratorium
GD, aseton, pH, dan HCO3.
5. Memberikan pengobatan insulin secara teratur dengan teknik intravena secara
kontinyu.
6. Melakukan konsultasi dengan ahli diet.

3. Diagnosa Ketiga
 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, atau penurunan
fungsi leukosit yang dikarenakan penurunan antibody.
1. Mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
2. Meningkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan, memakai
hanschoen, masker, kebersihan lingkungan.
3. Mempertahankan teknik aseptic dan sterilisasi alat pada prosedur invasive
4. Melakukan tindakan koraborasi dengan dokter dalam pemberian obat
antibiotic yang sesuai
5. Mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan

4. Diagnosa Keempat
 Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asidosis metabolik.
1. Mengauskultasi paru setiap 1 jam sampai stabil.
2. Mengkaji frekuensi kedalaman pernafasan setiap 2 jam.
3. Menganjurkan kx banyak istirahat, hindarkan dari rangsang psikologi yang
berlebihan seperti bicara yang keras.
4. Memberikan glukosa lewat bolus atau langsung intravena jika diperlukan.

5. Diagnosa Kelima
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan perbaikan jaringan.
1. Mengkaji kondisi luka pada jaringan pasien (terutama area kaki dan
punggung)
2. Merawat luka dengan teknik steril dan kaji area luka setiap kali penggantian
balutan
3. Membalut luka dengan kasa steril.

4. Memberikan 15 unit insulin humulun N, SC pada siang hari, setelah contoh


darah harian diambil.
5. Memberikan dilokasasilin 500 mg/awal setiap 6 jam, mulai jam 10 malam
amati tanda-tanda hipersensitifitas.

J. Evaluasi
1. Tanggal 3 November 2010
Diagnosa Pertama
Resiko terjadinya defisit cairan berhubungan dengan deurisis osmotik (hiperglikemia)
S = ibu kx mengatakan bahwa kx sudah tidak merasakan haus
O = tanda-tanda vital stabil, turgor kulit baik, intakoutput seimbang, membran
mukosa seimbang
A = Masalah teratasi
P = rencana tindakan dihentikan

2. Tanggal 4 November 2005


Diagnosa Kedua
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin atau penurunan masukan oral.
S = ibu kx mengatakan bahwa nafsu makan px sudah membaik, tidak muntah lagi
O = BB normal atau ideal, tidak mudah lelah, tonus otot sudah membaik
(dibuktikan dengan skor kuatan otot). Masukan makanan sudah adekuat
kembali, nafsu makan pasien sudah membaik, tidak muntah.
A = masalah teratasi
P = rencana tindakan dipertahankan (1,2,3)

3. Tanggal 4 November 2010


Diagnosa Ketiga
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, atau penurunan
fungsi leukosit yang dikarenakan penurunan antibody.
S = Px atau keluarga pasien mengatakan bahwa suhu tubuh px sudah menurun
O = tanda vital normal, suhu tubuh 37oC, leukosit normal (5.000-11.000 ul),
glukosa urin negative.
A = masalah teratasi
P = rencana tindakan dipertahankan. (2,3,4)
4. Tanggal 4 November 2010
Diagnosa Keempat
Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asidosis metabolic.
S = ibu kx mengatakan bahwa kx sudah tidak merasakan sulit bernafas.
O = tanda-tanda vital stabil, pernafasan px kusmaull (-), pernafasan px tidak
berbau benda keton, data lab tidak menunjukkan peningkatan benda keton dlm
urin
A = Masalah teratasi
P = rencana tindakan dihentikan

5. Tanggal 4 November 2010


Diagnosa Kelima
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan perbaikan jaringan.
S = ibu kx mengatakan bahwa luka kx sudah tidak bengkak.
O = tanda-tanda vital stabil, suhu tubuh pasien normal (38oC), leukosit normal
(5.000-11.000 ul)
A = Masalah teratasi
P = rencana tindakan dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Donna L. Wong. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Ed.4. Jakarta: EGC
Riyadi Sujono. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin dan
Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu
Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Hidayat. 2009. Askep Diabetes Mellitus. Diakses dari http://www.ilmukeperawatan.com.
Pada tanggal 30 Oktober 2010 pukul 14.30 WIB
Anonim. 2008. Diabetes. Diakses dari http://medicastore.com. Pada tanggal 30 Oktober 2010
pukul 14.40 WIB

Anda mungkin juga menyukai