Anda di halaman 1dari 43

DISTOSIA

OLEH:

KELOMPOK 1 :

1. ARVANDO SINAGA 1902001


2. DESI SIRINGORINGO 1902002
3. DEVI SIANTURI 1902003
4. DIAN H. SILABAN 1902004
5. EVITA W. SARAGI 1902006
6. FERONIKA L.GAOL 1902007
MATA KULIAH : Keperawatan Maternitas

DOSEN PENGAMPU : Oknalita Simbolon M. Tr. Keb

PRODI D-III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KESEHATAN BARU DOLOKSANGGUL

T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana yang berjudul “DISTOSIA”. Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk
menyelesaikan tugas dari ibu Oknalita Simbolon M. Tr. Keb
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Makalah ini penulis akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
penulis miliki sangat kurang, Oleh karena itu penulis mengharapkan para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Doloksanggul, 12 Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN TEORITIS MEDIS

2.1 Definisi ................................................................................................................... 3


2.2 Etiologi .................................................................................................................. 14
2.3 Tanda dan Gejala .................................................................................................. 14
2.4 Patofisiologi .......................................................................................................... 15
2.5 Penatalaksanaan .................................................................................................... 18
2.6 Pencegahan ........................................................................................................... 20
2.7 Pendidikan Kesehatan ........................................................................................... 21

BAB III TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian ............................................................................................................. 22


3.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................................... 24
3.3 Intervensi Keperawatan ........................................................................................ 24

BAB IV KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian ................................................................................................................


3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................................
3.3 Intervensi Keperawatan ...........................................................................................

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ..............................................................................................................

ii
5.2 Saran ........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam keadaan fisiologis normal, persalinan (persalinan normal) dapat berlangsung


sediri walau tanpa intervensi penolong. Ada 3 (tiga) factor “P” utama yang berpengaruh
terhadap kelancaran suatu persalinan. 3 (tiga) faktor “P” tersebut adalah Power, Passage,
Passanger. Power adalah kekuatan sang Ibu, Passage adalah keadaan jalan lahir dan
Passanger adalah keadaan janin. Disamping 3 faktor “P” masih ada faktor-faktor lain
diantaranya Psikologi Ibu (respon Ibu), penolong saat bersalin, dan juga posisi ibu saat
persalinan. Jadi dalam hal ini diperlukan adanya keseimbangan antara faktor “P” dengan
faktor pendukung lainnya sehingga persalinan normal diharapkan berlangsung dengan
selamat. Jika faktor “P” tersebut terjadi satu gangguan maka hal ini proses persalinan
menjadi terganggu. Gangguan, kesulitan atau kelambanan dalam persalinan ini disebut
Distosia.

Distosia terjadi disebabkan karena adanya kelainan His (Power), hal ini menyebabkan
terhambatnya proses kelahiran sehingga proses persalinan menjadi terhambat atau terjadi
kemacetan. Distosia memberikan dampak atau pengaruh yang buruk bagi sang ibu maupun
janin. Pengenalan dini disertai penanganan yang tepat akan menentukan prognosis ibu
maupun janin.

Distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandai dengan hambatan kemajuan dalam
persalinan. Salah satu klasifikasi dari distosia adalah distosia karena adanya kelainan letak
janin atau kelainan fisik janin misalnya presentasi bahu (Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran, 2003). Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bahu
tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari
kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan vaginal
presentasi kepala (Prawirohardjo, 2009). Distosia bahu merupakan salah satu klasifikasi
dari persalinan abnormal. Hubungan berat badan bayi dengan kejadian distosia bahu

4
berbanding lurus. Jika berat badan bayi lebih dari 4500 gr maka angka kejadian distosia
bahu adalah 19,0 (Manuaba, 2003).
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di
Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar
34/1000 kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil
SDKI 2012 tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa
tercatat sebesar 102 per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23
per seribu kelahiran hidup.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan klasifikasi dari Distosia?
2. Apa penyebab terjadinya Distosia?
3. Apa saja tanda dan gejala yang timbul pada Distosia?
4. Bagaimana proses terjadinya Distosia?
5. Apa tindakan asuhan keperawatan yang hendak diberikan pada pasien Distosia?
1.3 Tujuan
a) Tujuan Umum
Mampu menjelaskan konsep patologis Distosia dan menyusun Asuhan Keperawatan
pada klien yang mengalami Distosia
b) Tujuan Khusus

1. Dapat mengetahui definisi dan klasifikasi Distosia.


2. Dapat mengetahui penyebab terjadinya Distosia.
3. Dapat mengetahui tanda dan gejala yang timbul pada Distosia.
4. Dapat menjelaskan proses terjadinya Distosia.
5. Dapat mengetahui tindakan asuhan keperawatan yang hendak diberikan pada
pasien Distosia.
1.4 Manfaat
a. Bagi Ibu hamil
Agar Ibu hamil dapat mengetahui dan menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi
kehamilan.
b. Bagi Tenaga Kesehatan

5
Agar tenaga kesehatan mampu menekan AKI/AKB dengan cara mengurangi
komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu hamil.
c. Bagi Mahasiswa
Untuk dapat meningkatkan pengetahuan maupun wawasan pembelajaran serta
pengalaman dalam praktek asuhan keperawatan. Khususnya mengenai asuhan
keperawatan ibu bersalin dengan komplikasi seperti distosia.

6
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi

Distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandai dengan hambatan kemajuan dalam
persalinan. Salah satu klasifikasi dari distosia adalah distosia karena adanya kelainan letak
janin atau kelainan fisik janin misalnya presentasi bahu (Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran, 2003).
Distosia secara harfiah berarti persalinansulit, dan ditandai oleh kemajuan persalinan
yang terlalu lambat. Secara umum, persalinan abnormal sering terjadi jika terdapat
ketidakseimbangan ukuran (disproporsi) antara bagian presentasi janin dan jalan lahir
(Leveno, 2003).
A. Distosia Bahu
Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung melebar dari satu
sisi kesisi yang lain sehingga tidak teraba bagian terbawah anak pada pintu atas
panggul menjelang persalinan. Bila pasien berada pada persalinan lanjut setelah
ketuban pecah, bahu dapat terjepit kuat di bagian atas pelvis dengan satu tangan atau
lengan keluar dari vagina. Presentasi bahu terjadi bila poros yang panjang dari janin
tegak lurus atau pada sudut akut panjangnya poros ibu, sebagaimana yang terjadi pada
letak melintang. Presentasi bahu disebabkan paritas tinggi dengan dinding abdomen
dan otot uterus kendur, prematuritas, obstruksi panggul.
Distosia bahu merupakan kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet
diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau
bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum
(tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu merupakan kejadian dimana
tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
Distosia bahu merupakan kegawatdaruratan obstetri, dimana bagian bahunya tertahan
pada apertura inferior pelvis dengan bahu depan yang terperangkap di bawah os pubis.
B. Distosia Serviks

7
Klasifikasi
1. Persalinan Disfungsional ( Distosia karena Kelainan Kekuatan)
Persalinan disfungsional adalah kontraksi uterus abnormal yang menghambat
kemajuan dilatasi serviks normal, kemajuan pendataran/effacement (kekuatan primer),
dan atau kemajuan penurunan (kekuatan sekunder). Gilbert (2007) menyatakan beberapa
faktor yang dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya distosia uterus sebagai
berikut:
a) Bentuk tubuh (berat badan yang berlebihan, pendek)
b) Kondisi uterus yang tidak normal (malformasi kongenital, distensi yangberlebihan,
kehamilan ganda, atau hidramnion)
c) Kelainan bentuk dan posisi janin
d) Disproporsi cephalopelvic (CPD)
e) Overstimulasi oxytocin
f) Kelelahan, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, dan kecemasan
g) Pemberian analgesik dan anastetik yang tidak semestinya

Kontraksi uterus abnormal terdiri dari disfungsi kontraksi uterus primer (hipotonik)
dan disfungsi kontraksi uterus sekunder (hipertonik).

a) Disfungsi Hipotonik
Perempuan yang semula membuat kemajuan normal tahap kontraksi persalinan
aktif akan menjadi lemah dan tidak efisien, atau berhenti sama sekali.
Uterus mudah “indented”, bahkan pada puncak kontraksi. Tekanan intrauterin
selama kontraksi (biasanya kurang dari 25 mmHg) tidak mencukupi untuk kemajuan
penipisan serviks dan dilatasi. CPD dan malposisi adalah penyebab umum dari jenis
disfungsi dari uterus.
HIS bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih
dahulu daripada bagian lain, kelainannya terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus
lebih aman, singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya
baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak
banyak bahaya baik bagi ibu ataupun janin. Apabila his terlampau kuat maka akan
terjadi disfungsi hipertonik

8
b) Disfungsi Hipertonik
Ibu yang mengalami kesakitan/ nyeri dan frekuensi kontraksi tidak efektif
menyebabkan dilatasi servikal atau peningkatan effacement. Kontraksi ini biasa
terjadi pada tahap laten,yaitu dilatasi servikal kurang dari 4 cm dan tidak
terkoordinasi. Kekuatan kontraksi pada bagian tengah uterus lebih kuat dari pada di
fundus, karena uterus tidak mampu menekan kebawah untuk mendorong sampai ke
servik. Uterus mungkin mengalami kekakuan diantara kontraksi (Gilbert, 2007).
Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada servik,
misalnya karena jaringan parut atau karsinoma. Dengan HIS kuat serviks bisa robek,
dan robekan ini bisa menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu setiap wanita
yang pernah mengalami operasi pada serviks selalu harus diawasi persalinannya di
rumah sakit. Kondisi distosia ini jarang ditemukan kecuali pada wanita yang tidak
diberi pengawasan yang baik waktu persalinan.
Perbedaan antara Disfungsi Hipertonik dan Disfungsi Hipotonik.

No Disfungsi Hipertonik Disfungsi Hipotonik


.
1. Kontraksi
a. Tidak teratur dan tidak a. Terkoordinasi tetapi lemah
terorganisasi b. Frekuensi kurang dan pendek
b. Intensitas lemah dan pendek, selama durasi kontraksi
tetapi nyeri dan kram c. Ibu mungkin kurang nyaman karena
kontraksi lemah
d. Tidak meningkat
2. Uteri resting tone
a. Diatas normal, hampir sama a. Aktif, biasanya terjadi setelah dilasi
dengan karakteristik ablusio 4 cm
plasenta b. Lebih sering terjadi dari pada
hipertonik
3. Fase persalinan
a. Laten, terjadi sebelum dilasi 4 a. Amniotomy
cm. b. Augmentasi oksitoksin
b. Lebih jarang terjadi daripada c. Seksio sesaria jika tidak ada

9
hypotonik disfungsi peningkatan
4. Manajemen terapeutik
a. Koreksi penyebab jika bisa a. Intervensi berhubungan dengan
diidentifikasi amniotomy dan augmentasi
b. Pemberian obat penenang untuk oksitosin.
bisa beristirahat b. Mendorong perubahan posisi.
c. Hidrasi c. Ambulasi jika tidak kontraindikasi
d. Tocolytics untuk mengurangi dan bisa diterima oleh ibu
“high uterine tone” dan
promoteperfusi plasenta
5. Nursing Care
a. Promote aliran darah uterus a. Dukungan emosional: jelaskan
b. Promote istirahat, kenyamanan, tindakan yang diambil untuk
dan relaksasi meningkatkan ketidakefektifan
c. Menghilangkan nyeri kontraksi. Libatkan anggota
d. Dukungan emosional: terima keluarga dalam mendukung emosi
kenyataan tentang nyeri dan ibu untuk mengurangi kecemasan
frustasi. Jelaskan alasan tindakan
untuk menyelesaikan persalinan
abnormal, tujuan dan akibat yang
dipresiksi.

2. Distosia karena Kelainan jalan lahir


 Karena struktur pelvis
Jenis-jenis panggul:
a. Panggul Ginekoid
Pintu atas panggul bundar dengan diameter transversa yang lebih panjang sedikit
daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah dan pintu bawah
panggul yang cukup luas.
b. Panggul Antropoid

10
Diameter anteroposterior yang lebih panjang dari diameter transversa dengan
arkus pubis menyempit sedikit
c. Panggul Android
Pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan
penyempitan kedepan, dengan spina iskiadika menonjol kedalam dan arkus pubis
menyempit.
d. Panggul Platypelloid
Diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek daripada diameter transversa
pada pintu atas panggul dengan arkus pubis yang luas.
Distosia pelvis dapat terjadi bila ada kontraktur diameter pelvis yang mengurangi
kapasitas tulang panggul, termasuk pelvis inlet (pintu atas panggul), pelvis bagian
tengah,pelvis outlet (pintu bawah panggul), atau kombinasi dari ketiganya.
Disproporsi pelvis merupakan penyebab umum dari distosia.Kontraktur pelvis
mungkin disebabkan oleh ketidak normalan kongenital, malnutrisi maternal,
neoplasma atau kelainan tulang belakang. Ketidakmatangan ukuran pembentukan
pelvis pada beberapa ibu muda dapat menyebabkan distosia pelvis.

11
Kesempitan pada pintu atas panggul

Kontraktur pintu atas panggul terdiagnosis jika diagonal konjugata kurang dari
11,5 cm. Insiden pada bentuk wajah dan bahu meningkat. Karena bentuk interfere
dengan engagement dan bayi turun, sehingga beresiko terhadap prolaps tali pusat.

Kesempitan panggul tengah

Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis
posterior persisten atau posisi kepala dalam posisi lintang tetap.

Kesempitan pintu bawah panggul

Agar kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian
belakang pintu bawah panggul. Dengan distansi tuberum bersama dengan diameter
sagittalis posterior kurang dari 15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin
ukuran normal

 Kelainan traktus ginetalis


a. Vulva
Kelainan pada vulva yang menyebabkan distosia adalah edema, stenosis, dan .
Edema biasanya timbul sebagai gejala preeklampsia dan terkadang karena
gangguan gizi. Pada persalinan jika ibu dibiarkan mengejan terus jika dibiarkan
dapat juga mengakibatkan edema. Stenosis pada vulva terjadi akibat perlukaan dan
peradangan yang menyebabkan ulkus dan sembuh dengan parut-parut yang
menimbulkan kesulitan. Tumor dalam neoplasma jarang ditemukan. Yang sering
ditemukan kondilomata akuminata, kista, atau abses glandula bartholin.
b. Vagina
Yang sering ditemukan pada vagina adalah septum vagina, dimana septum ini
memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap dalam bagian kanan dan
bagian kiri. Septum lengkap biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian
vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik untuk koitus maupun untuk lahirnya
janin. Septum tidak lengkap kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada
persalinan dan harus dipotong terlebih dahulu.

12
Stenosis vagina yang tetap kaku dalam kehamilan merupakan halangan untuk
lahirnya bayi, perlu dipertimbangkan seksio sesaria. Tumor vagina dapat menjadi
rintangan pada lahirnya janin per vaginam
c. Servik uteri
Konglutinasio orivisii externi merupakan keadaan dimana pada kala I servik uteri
menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas
dibawah kepala janin. Karsinoma servisis uteri, merupakan keadaan yang
menyebabkan distosia.
d. Uterus
Mioma uteri merupakan tumor pada uteri yang dapat menyebabkan distosia
apabila mioma uteri menghalangi lahirnya janin pervaginam, adanya kelainan letak
janin yang berhubungan dengan mioma uteri, dan inersia uteri yang berhubungan
dengan mioma uteri.
e. Ovarium
Distosia karena tumor ovarium terjadi apabila menghalangi lahirnya janin
pervaginam. Dimana tumor ini terletak pada cavum douglas. Membiarkan
persalinan berlangsung lama mengandung bahaya pecahnya tumor atau ruptura
uteri atau infeksi intrapartum.
3. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
Kelainan letak, presentasi atau posisi
1) Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan persentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui pintu atas
panggul dengan sutura sagittalis melintang atau miring sehingga ubun-ubun kecil
dapat berada di kiri melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri
belakang atau kananbelakang. Namun keadaan ini pada umumnya tidak akan terjadi
kesulitan perputarannya kedepan, yaitu bila keadaan kepala janin dalam keadaan fleksi
dan panggul mempunyai bentuk serta ukuran normal.
Penyebab terjadinya posisi oksipitalis posterior persisten ialah usaha penyesuaian
kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul.
2) Presentasi puncak kepala

13
Kondisi ini kepala dalam keaadaan defleksi. Berdasarkan derajat defleksinya
maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi dahi atau presentasimuka.
Presentasi puncak kepala (presentasi sinsiput) terjadi apabila derajat defleksinya
ringan sehingga ubunubun besar berada dibawah. Keadaan ini merupakan kedudukan
sementara yang kemudian berubah menjadi presentasi belakang kepala.
3) Presentasi muka
Persentasi muka terjadi bila derajat defleksi kepala maksimal sehingga muka
bagian terendah. Kondisi ini dapat terjadi pada panggul sempit atau janin besar.
Multiparitas dan perut gantung juga merupakan faktor yang menyebabkan persentasi
muka.
4) Presentasi dahi
Presentasi dahi adalah bila derajat defleksi kepalanya lebih berat, sehingga dahi
merupakan bagian yang paling rendah. Kondisi ini merupakan kedudukan yang
bersifat sementara yang kemudian berubah menjadi presentasi muka atau presentasi
belakang kepala. Penyebab terjadinya kondisi ini sama dengan presentasi muka.
5) Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada dibawah cavum uteri. Beberapa jenis letak
sungsang yakni :
-Presentasi bokong
Pada presentasi bokong, akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat
keatas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Sehingga pada
pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.
-Presentasi bokong kaki sempurna
Disamping bokong dapat diraba kedua kaki.
-Presentasi bokong kaki tidak sempurna
Hanya terdapat satu kaki disamping bokong sedangkan kaki yang lain terangkat
keatas.
-Presentasi kaki
Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.
6) Letak lintang

14
Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan
kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada
umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu
berada pada pintu atas panggul. Punggung janin berada di depa, di belakang, di atas,
atau di bawah.
7) Presentasi ganda
Keadaan dimana disamping kepala janin di dalam rongga panggul dijumpai
tangan, lengan/kaki, atau keadaan dimana disamping bokong janin dijumpai tangan. b)
Kelainan bentuk janin
8) Pertumbuhan janin yang berlebihan
Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari 4000 gram.
Kepala dan bahu tidak mampu menyesuaikannya ke pelvis, selain itu distensi uterus
oleh janin yang besar mengurangi kekuatan kontraksi selama persalinan dan
kelahirannya. Pada panggul normal, janin dengan berat badan 4000-5000 gram pada
umumnya tidak mengalami kesulitan dalam melahirkannya.
9) Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinal
dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar sehingga terjadi pelebaran sutura-
sutura dan ubun-ubun. Hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi sefalopelvic
10) Kelainan bentuk janin yang lain
a) Janin kembar melekat (double master)
Torakopagus(pelekatan pada dada) merupakan janin kembar melekat yang
paling sering menimbulkan kesukaran persalinan.
b) Janin dengan perut besar
Pembesaran perut yang menyebabkan distocia, akibat dari asites atau tumor
hati, limpa, ginjal dan ovarium jarang sekali dijumpai.
11) Prolaksus funikuli
Keadaan dimana tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin
didalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Pada presentasi kepala, prolaksus funikuli
sangat berbahaya bagi janin, karena setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian
terendah janin dengan jalan lahir dengan akibat gangguan oksigenasi.

15
Prolaksus funikuli dan turunnya tali pusat disebabkan oleh gangguan adaptasi
bagian bawah janin terhadap panggul, sehingga pintu atas panggul tidak tertutup oleh
bagian bawah janin.
4. Distosia karena respon psikologis
Stress yang diakibatkan oleh hormon dan neurotransmitter (seperti catecholamines)
dapat menyebabkan distosia. Sumber stress pada setiap wanita bervariasi, tetapi nyeri dan
tidak adanya dukungan dari seseorang merupakan faktor penyebab stress.
Cemas yang berlebihan dapat menghambat dilatasi servik secara normal, persalinan
berlangsung lama, dan nyeri meningkat. Cemas juga menyebabkan peningkatan level
strees yang berkaitan dengan hormon (seperti: endorphin, adrenokortikotropik, kortisol,
dan epinephrine). Hormon ini dapat menyebabkan distosia karena penurunan kontraksi
uterus.
2.2 Etiologi
Distosia dapat disebabkan oleh :
1) Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya
mengedan ibu (kekuatan/power)
2) Perubahan struktur pelvis (jalan lahir/passage)
3) Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi besar, dan jumlah
bayi (passengger)
4) Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman,
persiapan, budaya, serta sistem pendukung
2.3 Tanda dan Gejala
1. Ibu :
a) Gelisah
b) Letih
c) Suhu tubuh meningkat
d) Nadi dan pernafasan cepat
e) Edem pada vulva dan servik
f) Bisa jadi ketuban berbau
2. Janin:
a) DJJ cepat dan tidak teratur

16
b) Distress janin
c) Keracunan mekonium
d) Kepala janin telah lahir namun masih erat berada di vulva.
e) Kepala janin tidak melakukan putaran paksi luar.
f) Dagu tertarik dan menekan perineum.
g) Tanda kepala kura-kura yaitu penarikan kembali kepala terhadap perineum sehingga
tampak masuk kembali ke dalam vagina
h) Penarikan kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang terperangkap di belakang
symphisis (tanda kura-kura).

Adapun tanda dan gejala menurut Cunningham dalam buku Williams Obstetric antara lain:
a. Palpasi luar menunjukkan bagian terbawah janis belum masuk pintu atas panggul
b. Diameter anterior-posterior lebih kecildari normal atau pintu atas panggul berbentuk
segitiga
c. Dinding samping panggul menyempit dan krista iliaka sangat menonjol.
d. Sacrum melengkung ke depan dan coccygeus mengarah pada sumbu jalan lahir.
e. Kontraksi lemah dan tidak terkoordinasi.
f. Ibu tidak mampu membuat posisi efektif untuk mengedan.
2.4 Patofisiologi

His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian menjalar
merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri
dimana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merata
dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke asalnya +10 mmHg.
Incoordinate uterin action yaitu sifat his yang berubah. Tonus otot uterus meningkat juga
di luar his dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronasi
kontraksi bagian-bagiannya  Tidak adanya koordinasi antara kontraksi atas, tengah dan
bawah menyebabkan tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Disamping itu tonus otot
yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula
menyebabkan hipoksia pada janin. His ini juga disebut sebagai incoordinate hipertonic
uterin contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah lama
pecah, kelainan his ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga terjadi

17
penyempitan kavum uterin pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran kontraksi atau
lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, tapi biasanya
ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen bawah uterus. Lingkaran kontriksi
tidak dapat diketahui degan pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap
sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri.
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki
panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum bahu
anterior. Ketika kepala melakukan paksi luar, bahu posterior berada di cekungan tulang
sakrum atu disekitar spina ischiadika, dan memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior
untuk memasuki panggul melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen
obturator. Apabila bahu berada dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu
atas panggul, maka bahu posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan
tulang pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat
melakukan putaran paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu
posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign) (Prawirohardjo, 2009).

Bentuk pelvis tidak normal, peningkatan berat badan ibu yang berlebihan, diabetes saat
kehamilan serta kala satu dan dua persalinan yang lama menjadi faktor predisposis distosia
bahu terjadi serta faktor predisposisi 5P (Power, Passage, Passanger, Psyche, Penolong)
yang mengakibatkan proses kelahiran lama dengan upaya ibu mengejan yang lebih besar
yang menyebabkan otot panggul tidak berkontraksi dengan baik dan jalan lahir tidak
membuka secara optimal pula sehingga bahu bayi terjepit dan menyebabkan resiko paralisis
fleksus brachialis dan fraktur klavikula dan terjadi keletihan pada ibu karena energi yang
banyak dikeluarkan. Penekanan yang keras pada saat mengejan mengakibatkan adanya KPD
atau ketuban pecah dini yang menyebabkan adanya invasi dari mikroorganisme patologis
sehingga adanya infeksi pada desidua atau membran mukosa yang melapisi rahim.
Munculnya amnionitis atau sepsis mengakibatkan adanya respon inflamasi sehingga
metabolisme meningkat yang mengakitbatkan suhu tubuh meningkat, kebutuhan O 2
meningkat, dan hipermetabolisme sehingga cairan yang keluar melalui keringat dan urin.

18
Pathway

Kelainan tenaga Kelainan bentuk Kelainan jalan Kelainan respon


dan letak janin lahir psikologis
(janin besar,
Kurang letsu)
pengetahuan PAP sempit Ketokolamin
tentang cara
mengejan dengan Vasokontriksi
benar Pemb. darah di
miometrium
Kontraksi tidak Janin kesulitan
sinkron dengan melewati PAP
tenaga His atau kontraksi
uterus

Tenaga cepat Kesulitan


habis persalinan/ macet

DISTOSIA

Tonus otot Partus Rencana


lama tindakan
SC
Obstruksi
Penekanan Penekanan Energi ibu Jalan lahir Krisis
mekanis
pada jalan kepala janin terpapar situasi
pada
lahir pada terlalu lama
penurunan hipermetabo
panggul dengan ketokolami
janin lisme udara luar n
Menekan Risiko
saraf stress
cidera Risiko
Risiko janin Patogen
cedera kekuranga
n cairan mudah Ansietas
maternal Respon
masuk
hipotalamus
Risiko
infeksi
Pengeluaran
mediator
nyeri

Respon
nyeri

Nyeri akut

19
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Penanganan Umum
1. Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin
2. Lakukan penilaian kondisi janin : DJJ
3. Kolaborasi dalam pemberian :
a) Infus RL dan larutan NaCL isotanik (IV)
b) Berikan analgesia berupa tramandol/ peptidin 25 mg (IM) atau morvin 10 mg
(IM)
4. Perbaiki keadaan umum
a) Dukungan emosional dan perubahan posisi
b) Berikan cairan
2.5.2 Penanganan Khusus
1. Kelainan His
- TD diukur tiap 4 jam
- DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II
- Pemeriksaan dalam : VT
 Infus RL 5% dan larutan NaCL isotonic (IV)
 Berikan analgetik seperti petidin, morfin
 Pemberian oksitosin untuk memperbaiki his
2. Kelainan letak dan bentuk janin
- Pemeriksaan dalam
- Pemeriksaan luar
- MRI
- Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan seksio sesaria baik
primer pada awal persalinan maupun sekunder pada akhir persalinan
3. Kelainan jalan lahir
- Persalinan percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada
hamil tua diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran-ukuran panggul
dalam semua bidang dan hubungan antara kepala janin dan panggul, dan
setelah dicapai kesimpulan bahwa ada harapan bahwa persalinan dapat

20
berlangsung per vaginam dengan selamat, dapat diambil keputusan untuk
menyelenggarakan persalinan percobaan. Dengan demikian persalinan ini
merupakan suatu test terhadap kekuatan his dan daya akomodasi, termasuk
moulage kepala janin; kedua fakto ini tidak dapat diketahui sebelum persalinan
berlangsung selama beberapa waktu.
Pemilihan kasus-kasus untuk persalinan percobaan harus dilakukan
dengan cermat. Di atas sudah dibahas indikasi-indikasi untuk seksio sesarea
elektif; keadaan-keadaan ini dengan sendirinya merupakan kontra indikasi
untuk persalinan percobaan. Selain itu, janin harus berada dalam presentasi
kepala dan tuanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu. Karena kepala janin
bertambah besar serta lebih sukar mengadakan moulage, dan berhubung
dengan kemungkinan adanya disfungsi plasenta, janin mungkin kurang mampu
mengatasi kesukaran yang dapat timbul pada persalina percobaan. Perlu
disadari pula bahwa kesempitan panggul dalam satu bidang, seperti pada
panggul picak, lebih menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa
bidang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a) Pengawasan terhadap keadaan ibu dan janin. Pada persalina yang agak lama
perlu dijaga agar tidak terjadi dehidrasi dan asidosis.
b) Pengawasan terhadap turunnya kepala janin dalam rongga panggul. Karena
kesempitan pada panggul tidak jarang dapat menyebabkan gangguan pada
pembukaan serviks.
c) Menentukan berapa lama partus percobaan dapat berlangsung.
- Simfisiotomi
Simfisotomi ialah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari
tulang panggul kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas.
Tindakan ini tidak banyak lagi dilakukan karena terdesak oleh seksio sesarea.
Satu-satunya indikasi ialah apabila pada panggul sempit dengan janin masih
hidup terdapat infeksi intrapartum berat, sehingga seksio sesarea dianggap
terlalu berbahaya.
- Kraniotomi

21
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut-berlarut dan dengan janin sudah
meninggal, sebaiknya persalina diselesaikan dengan kraniotomi dan
kranioklasi. Hanya jika panggul demikian sempitnya sehingga janin tidak dapat
dilahirkan dengan kraniotomi, terpaksa dilakukan seksio sesarea.
- Seksio sesarea
Seksio sesarea dapat dilakukan secar elektif atau primer, yakni sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni sesudah
persalinan berlangsung selama beberapa waktu.
Seksio sesarea elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan pada
kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau
karena terdpat disproporsi sefalopelvik yang nyata. Selain itu seksio tersebut
diselenggarakan pada kesempitan ringan apabila ada factor-faktor lain yang
merupakan komplikasi, seperti primigrvida tua, kelainan letak janin yang tidak
dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami masa infertilitas
yang lama, penyakit jantung dan lain-lain.
Seksio sesarea sekundar dilakukan karena persalinan percobaan dianggap
gagal, atau karena timbul indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas
mungkin, sedang syarat-syarat untuk persalinan per vaginam tidak atau belum
dipenuhi.

22
2.5.3 Penanganan Metode Persalinan Distosia Bahu

1. Manuver Mc. Roberts :


 Posisi Walcher: Hiperfleksi kaki kearah perut sehingga terjadi pelebaran jalan
lahir dan mengubah sudut inklinasi dari 25 derajat menjadi 10 derajat.
 Kepala janin tarik curam kebawah sehingga memudahkan
persalinan bahu depan.

Maneuver Mc Robert

Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana
terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara
bersamaan (panah vertikal).

2. Manuver Hibbard dan Resnick


 Lakukan episiotomi luas untuk melebarkan jalan lahir
 Kepala ditarik curam kebawah, sehingga bahu depan lebih mudah masuk PAP
 Tekan bahu depan diatas simfisis, sehingga dapat masuk PAP
3. Manuver Woods Cork Screw
 Fundus uteri didorong kebawah sehingga lebih menekan bagian terendah
janin, untuk masuk PAP
 Bahu belakang diputar menjadi bahu depan sehingga secara spontan lahir

23
Maneuver Wood.

Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar
180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis.

4. Melahirkan bahu belakang

 Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior


janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada
dengan mempertahankan posisi fleksi siku
 Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
 Lengan posterior dilahirkan
5. Maneuver Rubin
Terdiri dari 2 langkah :

24
 Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan
pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya
yaitu :
 Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan
kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan
abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan
melepaskan bahu depan dari simfisis pubis.

6. Manuver Zevanelli
 Kepala janin sudah berada diluar, dimasukkan kembali kedalam vagina
Diikuti dengan persalinan seksio sesarea
 Bahaya besar karena akan terjadi ekstensi luka operasi di SBR dan
menimbulkan trauma jalan lahir lebih besar.
7. Teknik Kleidotomi
 Dilakukan pemotongan tulang klavikula bawah sehingga volume bahu
mengecil dan selanjutnya persalinan dapat berlangsung
 Bila diperlukan dapat dilakukan pemotongan tulang klavikula depan
2.6 Pencegahan
2.6.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat
agar tetap sehat atau tidak sakit. Untuk menghindari risiko partus tak maju dapat
dilakukan dengan :
a. Memberikan informasi bagi ibu dan suaminya tentang tanda bahaya selama
kehamilan dan persalinan.

25
b. Pendidikan kesehatan reproduksi sedini mungkin kepada wanita usia reproduksi
pra-nikah.
c. Memperbaiki perilaku diet dan peningkatan gizi.
d. Antenatal Care dengan yang teratur untuk mendeteksi dini kelainan pada ibu
hamil terutama risiko tinggi
e. Mengukur tinggi badan dan melakukan pemeriksaan panggul pada primigravida.
f. Mengajurkan untuk melakukan senam hamil.
2.6.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan yang
tepat untuk mencegah timbulnya komplikasi.
2.6.3 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
berat dan kematian.
2.7 Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk


mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar
terlaksananya perilaku hidup sehat. Pendidikan kesehatan memiliki tujuan yaitu terjadinya
perubahan perilaku yang dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah sasaran pendidikan,
pelaku pendidikan, proses pendidikan dan perubahan perilaku yang diharapkan (Setiawati,
2008).

Edukasi dan promosi kesehatan pada pasien distosia dapat sangat membantu
memperbaiki prognosis pasien. Edukasi mengenai penyebab terjadinya distosia dapat
diberikan kepada pasien. Pasien dengan distosia juga harus diedukasi mengenai risiko
terjadinya distosia di kehamilan selanjutnya. Beberapa pencegahan dapat dilakukan, yaitu
dengan cara:

 Kontrol rutin pemantauan kandungan ke fasilitas kesehatan


 Persalinan selanjutnya disarankan dilakukan di fasilitas kesehatan yang kompeten.
 Tidak menggunakan obat ergometrin.

26
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian Umum
a. Identitas
Nama, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan, kehamilan, dan lama perkawinan serta data demografi.
b. Keluhan Utama
Proses persalinan yang lama dan panjang menyebabkan adanya keluhan nyeri,
letih dan cemas.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti kelainan letak janin (lintang,
sunsang) apa yang menjadi presentasi, dll.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat distosia sebelumnya dan juga biasanya ada penyulit persalinan
sebelumnya seperti hipertensi, anemia, panggul sempit, ada riwayat DM, biasanya ada
riwayat hamil kembar dll.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah, DM,
eklamsi dan pre eklamsi.
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Konjungtiva anemis dan muka pucat
2) Mata
Biasanya konjungtiva anemis
3) Thorak 
Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada bagian paru yang tertinggal
saat pernafasan
4) Abdomen

27
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal persalinan atau menurun
saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi, raba fundus keras atau lembek, biasanya anak
kembar/ tidak, lakukan perabaan pada simpisis biasanya blas penuh/ tidak untuk mengetahui adanya
distensi usus dan kandung kemih. 
5) Vulva dan Vagina
Lakukan VT : ketuban sudah pecah atau belum, edem pada vulva/ servik, biasanya teraba
promantorium, ada/ tidaknya kemajuan persalinan, biasanya teraba jaringan plasenta untuk
mengidentifikasi adanya plasenta previa
6) Panggul
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul dan kelainan tulang
belakang
3.1.3 Pemeriksaan pola aktivitas
1) Aktivitas / Istirahat
Klien dengan persalinan distosia biasanya mengeluhkan keletihan dan kurang energi.
2) Sirkulasi
Klien dengan persalinan distosia biasanya menunjukkan tekanan darah yang
meningkat diikuti dengan frekuensi nadi yang meningkat.
3) Integritas Ego
Klien biasanya mengeluhkan cemas dan ketakutan akan persalinan yang abnormal
karena proses persalinan yang panjang.
4) Eliminasi
Klien biasanya menunjukkan adanya distensi kandung kemih.
5) Makanan / Cairan
Klien dengan persalinan distosia biasanya mengeluhkan tidak nafsu makan karena
nyeri yang dirasakan.
6) Nyeri/ Ketidaknyamanan
Klien biasanya mengeluhkan nyeri akibat proses persalinan yang panjang dengan
adanya penekanan pada jalan lahir yang keras dari ibu saat mengejan.
7) Pernapasan
Klien biasanya menunjukkan adanya peningkatan frekuensi pernapasan dengan
proses persalinan yang cukup panjang.

28
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang Distosia Bahu
Pemeriksaan penunjang pada persalinan dengan distosia bahu antara lain:
a. Ultrasonografi (USG): dapat menentukan presentasi janin, ukuran, jumlah
kehamilan, lokasi plasenta, jumlah cairan amnion, malformasi jaringan lunak atau
tulang janin
b. Pelvimetri radiologik (pengukuran panggul ibu melalui foto)
Dengan memperhatikan indikasi, syarat, dan kontraindikasi beberapa tindakan
akan dilakukan untuk persalinan seperti akselerasi (mempercepat) persalinan,
ekstrasi (tindakan menarik keluar janin, atau operasi sesar (Kasdu, 2005).
c. MRI
d. Kegunaannya untuk pelvimetri yang akurat, gambaran fetal yang lebih baik, dan
gambaran jaringan lunak di panggul yang dapat menyebabkan distosia.
3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan distosia sebagai berikut :
1. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi
tidak efektif
2. Resiko tinggi cedera terhadap maternal (ibu) berhubungan dengan penurunan tonus
otot/poa kontraksi otot, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
3. Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan hipermetabolisme, muntah,
pembatasan masukan cairan
4. Risiko tinggi cedera tehadap janin berhubungan dengan persalinan yang lama, dan bayi
sulit keluar dan malpresentasi janin.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan rupture membrane, tindakan invasive
6. Ansietas berhubungan dengan persalinan lama
3.3 Intervensi Keperawatan

No Dx NOC NIC

1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan


berhubungan keperawatan selama 3 x 24 lokasi atau karakter dan intensitas
dengan tekanan jam diharapkan nyeri klien (skala 0-10).

29
kepala pada berkurang dengan kriteria 2. Berikan tindakan kenyamanan
servik, partus hasil: dasar contoh tekhnik relaksasi,
lama, kontraksi a. Skala nyeri berkurang perubahan posisi dengan sering.
tidak efektif b. Wajah klien tidak 3. Berikan lingkungan yang tenang
meringis kesakitan sesuai indikasi.
c. Mampu mengontrol 4. Dorong ekspresi perasaan tentang
nyeri nyeri.
d. Mengatakan rasa 5. Berikan kompres hangat pada
nyaman setelah nyeri lokasi nyeri.
berkurang 6. Kolaborasikan dalam pemberian
analgetik
2. Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Tinjau ulang riwayat persalinan,
maternal b/d keperawatan selama 3 x 24 awitan dan durasi
perubahan jam diharapkan klien tidak 2. Catat waktu/jenis obat. Hindari
penurunan tonus mengalami resiko tinggi pemberian narkotik atau anestetik
otot/poa cidera maternal dengan blok epidural sampai serviks
kontraksi otot, kriteria hasil: dilatasi 4 cm
obstruksi 1. Mencapai dilatasi 3. Evaluasi tingkat keletihan yang
mekanis pada serviks sedikitnya 1,2 menyertai, serta asktivitas dan
penurunan janin, cm/jam untuk istrahat, sebelum awitan
keletihan primipara, 1,5 cm/jam persalinan
maternal. untuk multipara pada 4. Kaji pola kontraksi uterus secara
fase aktif. manual atau secara elektronik
2. Penurunan janin 5. Catat kondisi serviks. Pantau
sedikitnya 1 cm/jam tanda amnionitis. Catat
untuk primipara, 2 peningkatan suhu atau jumlah sel
cm/jam untuk darah putih; catat bau dan warna
multipara rabas vagina
6. Catat penonjolan, posisi janin, dan
presentasi janin
7. Palpasi abdomen pada klien kurus

30
terhadap adanya cincin retraksi
patologis di anatara segmen
uterus.
8. Tempatkan klien pada posisi
rekumben lateral dan anjurkan
tira baring atau ambulasi sesuai
toleransi
3 Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda kekurangan cairan,
. kekurangan keperawatan selama 3 x 24 seperti kulit dan membran
cairan b/d jam diharapkan resiko mukosa kering.
hipermetabolis tinggi kekurangan cairan 2. Observasi masukan dan
me, muntah, dapat teratasi dengan haluaran, karakter, jumlah dan
pembatasan kriteria hasil: berkeringat
masukan cairan a. Turgor kulit kembali 3. Anjurkan klien untuk banyak
normal. minum.
b. Membran mukosa 4. kolaborasi dengan tim
lembab. kesehatan lain terkait pemberian
c. Intake output obat sesuai indikasi
seimbang.
4. Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji DDJ secara manual atau
tehadap janin keperawatan selama 3 x 24 elektronik, perhatikan
b/d persalinan jam diharapkan resiko variabilitas, perubahan periodik
yang lama, dan tinggi cidera janin dengan dan frekuensi dasar.
bayi sulit keluar kriteria hasil: 2. Perhatikan tekanan uterus
dan Menunjukan proses selamaistirahat dan fase kontraksi
malpresentasi melahirkan dalam batas melalui kateter tekanan
janin. normal dengan variabilitas intrauterus bila tersedia
baik tidak ada deselerasi 3. Kolaborasi: Perhatikan frekuenasi
lambat kontraksi uterus.beritahu dokter
bila frekuensi 2 menit atau kurang
4. Siapkan untuk metode melahirkan
yang paling aman

31
5. Atur pemindahan pada
lingkungan perawatan.
5. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. gunakan sabun anti mikroba
b/d rupture keperawatan selama 3 x 24 untuk cuci tangan
membrane, jam diharapkan resiko 2. pertahankan lingkungan aseptik
tindakan tinggi infeksi dapat teratasi selama tindakan
invasive dengan kriteria hasil: 3. berikan terapi antibiotik bila
1. klien bebas dari tanda perlu infection protection
dan gejala infeksi (proteksi terhadap infeksi)
2. jumlah leukosit dalam 4. ajarkan cara menghindari infeksi
batas normal
6. Ansietas b/d Setelah dilakukan tindakan 1. gunakan pendekatan yang
persalinan lama keperawatan selama … menenangkan
jam diharapkan ansietas 2. jelaskan prosedur dan apa yang
klien teratasi dengan dilakukan selama prosedur
kriteria hasil: 3. dorong keluarga untuk menemani
1. mampu 4. intruksikan pasien menggunakan
mengidentifikasi teknik relaksasi
mengungkapkan dan
menunjukan teknik
mengontrol cemas
2. vital sign dalam batas
normal
3. ekspresi wajah dan
bahasa tubuh
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan

32
BAB IV

KASUS DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian
Ny. Akmalsyah hamil G1P0A0, 40 minggu. Pemeriksaan fisik Status Keadaan
Umum: baik, kesadaran: Compos mentis, TTV: hasil TD: 120/80 mmHg, N: 86x/menit,
RR: 18x/menit, S: 36,8°C. Berat badan: 43 kg, tinggi badan: 145 cm. Status general mata:
anemis (+/+), ikterus (-/-). Jantung: S1S2 tunggal, regular, murmur (-/-). Paru: Vesikuler,
ronchi (-/-), wheezing (-/-). Abdomen: Bising usus (+), distensi (-). Ekstremitas: Odem
(-). Status obstetrikus abdomen: bayi letak kepala, punggung kiri, kepala penurunan 3/5,
kontraksi 3X10X45” saat awal persalinan saat ini his semakin berkurang bahkan
intervalnya semakin berkurang. Ibu mengatakan sudah tidak kuat mengedan. DJJ (+).
Vagina: VT (05.30 WITA): PØ : 7cm, mulai merasakan kontraksi pada pukul 16.15
WITA. Ibu tampak cemas dan bertanya tentang keadaan janinnya, raut muka ibu tampak
gelisah. Lingkar PAP: 20 cm, mid pelvik: 18 cm, Pintu Bawah Panggul: 14 cm. Ketuban
(-) jernih. Dan ibu mengatakan sebelum waktu persalinan tiba, ia sudah tidak nafsu
makan. Alasannya karena ia cemas dengan kehamilan pertamanya ini, porsi makannya
selalu terlihat utuh.

A. Identitas Diri Klien


Nama : Ny. A
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :Jl.Cidodol no.34 Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta
Selatan.
Agama : Islam
Suku : Jawa Barat
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Guru SD
Status Perkawinan : Menikah

33
B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama:
Pasien mengeluh perutnya mulai kontraksi sejak pukul 16.15
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Kontraksi 3X10X45” saat awal persalinan saat ini his semakin berkurang bahkan
intervalnya semakin berkurang. Ibu mengatakan sudah tidak kuat mengedan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Ibu belum pernah mengalami keadaan seperti ini.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan umum
Keadaan Umum: baik, kesadaran: Compos mentis, TTV: hasil TD: 120/80 mmHg, N:
86x/menit, RR: 18x/menit, S: 36,8°C. Berat badan: 45 kg, tinggi badan: 145 cm.
2. Inspeksi:
a. Sistem Penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal, reaksi
otot terhadap cahaya baik, anemis (+)
b. Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, serumen (-), ketajaman pendengaran baik.
c. Sistem Pernafasan
Bentuk dada simetris, ekspansi dinding dada simetris, RR: 18x/menit, tidak ada
retraksi dinding dada.
d. Sistem Pencernaan
Tidak ada mual muntah
e. Sistem Kardiovaskular
Tidak terlihat adanya kardiomegali
3. Palpasi
a. Sistem Pencernaan
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdomen.
b. Sistem Kardiovaskular
Denyut nadi regular: 86x/menit
4. Auskultasi

34
Bising usus 4 kuadran (+), paru: Vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-).Jantung: S1S2
tunggal, regular, murmur (-/-).
5. Perkusi
Tidak ada nyeri pada bagian pinggang saat di perkusi
D. Data Fokus

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


- Ibu mengatakan bahwa “ia sudah - G1P0A0, 40 mingggu
tidak mampu mengedan” - TTV: TD:120/80 mmHg, N: 86x/menit,
RR: 18x/menit, S: 36,8°C. KU: Baik,
- Ibu mengatakan bahwa “bagaimana Kesadaran: cm, TB: 145 cm, BB: 43 kg.
tentang keadaan janinnya” - Lingkar PAP: 20cm, mid pelvic: 18cm,
Pintu Bawah Panggul: 14 cm.
- Ibu mengatakan bahwa “sebelum - Anemis (+), ikterus (-)
waktu persalinan tiba, ia tidak nafsu - Jantung: S1S2 tunggal, regular, murmur
makan” (-/-).
- Paru: Vesikuler, ronchi (-/-), wheezing
(-/-). Abdomen: Bising usus (+), distensi
(-). Ekstremitas: Odem (-).
- Status obstetrikus abdomen: bayi letak
kepala, punggung kiri, kepala penurunan
3/5, kontraksi 3X10X45” saat awal
persalinan saat ini his semakin
berkurang bahkan intervalnya semakin
berkurang.
- DJJ (+). Vagina: VT (05.30 WITA):
PØ : 7cm
- Ibu tampak cemas
- Raut muka ibu tampak gelisah
- Ketuban (-) jernih.
- Mulai kontraksi pukul 16.15 WITA
- VT (05.30 WITA): PØ : 7cm

35
- Porsi makan ibu selalu terlihat utuh
- IMT: 21,36 (normal bila dalam keadaan
tidak hamil, namun seharusnya BB saat
hamil bertambah 10-12 kg, jadi
kesimpulannya IMT ibu underweight)

E. Analisa Data

Data Subjektif/Objektif Masalah Kemungkinan Penyebab


DS: Resiko Tinggi Cidera Penurunan tonus otot/pola
Ibu mengatakan bahwa “ia maternal (Ibu) kontraksi otot, obstruksi
sudah tidak kuat untuk mekanis pada penurunan
mengedan” janin, keletihan maternal.
DO:
- Ibu terlihat anemis
- Kepala penurunan: 3/5
- Kontraksi: 3X10X45”
saat awal persalinan
namun saat ini his
berkurang
- Ketuban (-) jernih
- DJJ (+)
- Lingkar PAP: 20 cm,
midpelvic: 18 cm, Pintu
Bawah Panggul: 14 cm.
- PØ : 7cm

DS:
Ibu mengatakan bahwa Ansietas Partus Lama
“bagaimana tentang
keadaan janinnya”
DO:

36
- Ibu tampak cemas
- Raut muka ibu tampak
gelisah
- Mulai kontraksi pukul:
16.15 WITA
- VT: 05.30 WITA. PØ :
7cm

DS:
Ibu mengatakan bahwa
“sebelum waktu persalinan Ketidakseimbangan Nutrisi Faktor Psikologis (Proses
tiba, ia tidak nafsu makan” Kurang Dari Kebutuhan Melahirkan)
DO: Tubuh
- Ibu tampak cemas
- Porsi makan tampak
utuh
- Ibu terlihat tidak
memiliki tenaga
- IMT=21,36
(underweight)
- Anemis (+)

4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko tinggi cidera terhadap maternal berhubungan dengan Penurunan tonus otot/pola
kontraksi otot, obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
2. Ansietas berhubungan dengan partus lama
3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Faktor
Psikologis (Proses Melahirkan)

4.3 Intervensi Keperawatan

37
No. Dx NOC NIC
1. Resiko tinggi cidera Tujuan: 1. Kaji kembali riwayat persalinan.
terhadap maternal Mencegah 2. Evaluasi tingkat keletihan yang
berhubungan dengan terjadinya resiko menyertai,serta aktifitas dan
Penurunan tonus cedera pada ibu istirahat,sebelum awitan persalinan
otot/pola kontraksi Kriteria Hasil: 3. Kaji pola kontraksi uterus
otot, obstruksi - Keletihan dapat 4. Catat kondisi serviks.pantau tanda
mekanis pada teratasi amnionitis.catat peningkatan suhu atau
penurunan janin, jumlah sel darah putih
Tidak terjadi
keletihan maternal. 5. Monitor penonjolan, posisi janin dan
penurunan his
presentase janin
6. Tempatkan klien pada posisi dorsal
rekumben lateral dan anjurkan tirah
baring atau ambulasi sesuai toleransi
7. Bantu dengan persiapan seksio sesaria
sesuai indikasi untuk malposisi,
2. Ansietas Tujuan: 1. Siapkan untuk melahirkan dengan forsep
berhubungan dengan Agar tidak terjadi (bila perlu)
partus lama kecemasan yang 2. Kaji status psikologis dan emosional

berlebih klien
3. Anjurkan pengungkapan perasaan
Kriteria Hasil:
4. Anjurkan penggunaan tehnik pernapasan
- Tidak terlihat dan latihan relaksasi
kegelisahan 5. Jelaskan prosedur dan tindakan yang
dari muka ibu akan dilakukan sehubungan dengan
- Bisa distosia
mengontrol 6. Berikan lingkungan yang nyaman
kecemasannya
3. Ketidakseimbangan Tujuan: 1. Kaji adanya alergi makanan
Nutrisi Kurang Dari Setelah dilakukan 2. Anjurkan klien untuk meningkatkan
Kebutuhan Tubuh asuhan intake zat besi
berhubungan dengan keperawatan, 3. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan

38
Faktor Psikologis kebutuhan nutrisi kalori
(Proses Melahirkan) klien dapat 4. Monitor pucat, kemerahan dan
terpenuhi kekeringan konjungtiva

Kriteria Hasil: 5. Motivasi klien untuk menambahkan


jumlah intake makanan
- Adanya
6. Kolaborasi dalam pemberian substansi
peningkatan
gula
berat badan
- Tidak ada
tanda-tanda
malnutrisi
- Tidak terjadi
penurunan
berat badan
yang berarti

39
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Distosia secara harfiah berarti persalinansulit, dan ditandai oleh kemajuan persalinan yang
terlalu lambat. Secara umum, persalinan abnormal sering terjadi jika terdapat
ketidakseimbangan ukuran (disproporsi) antara bagian presentasi janin dan jalan lahir
(Leveno, 2003).
Distosia dapat disebabkan oleh Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang
tidak efektif atau akibat upaya mengedan ibu (kekuatan/power), Perubahan struktur pelvis
(jalan lahir/passage), Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi
besar, dan jumlah bayi (passengger), Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang
berhubungan dengan pengalaman, persiapan, budaya, serta sistem pendukung
Namun Distosia dapat dicegah dengan cara pencegahan primer yaitu memberikan
informasi bagi ibu dan suaminya tentang tanda bahaya selama kehamilan dan persalinan,
Pendidikan kesehatan reproduksi sedini mungkin kepada wanita usia reproduksi pra-nikah,
memperbaiki perilaku diet dan peningkatan gizi, antenatal care dengan yang teratur untuk
mendeteksi dini kelainan pada ibu hamil terutama risiko tinggi, mengukur tinggi badan dan
melakukan pemeriksaan panggul pada primigravida, mengajurkan untuk melakukan senam
hamil.

5.2 Saran

Diharapkan kepada ibu selama dalam masa kehamilan agar melakukan


kunjungan/pemeriksaan kehamilan, untuk mengetahui perubahan berat badan pada ibu dan
bayi bertambah atau tidak sesuai dengan usia kehamilan ataupun ibu yang mengalami
riwayat penyakit sistematik. Agar nantinya bisa didiagnosa apakah ibu bisa bersalin dengan
normal atau tidak dan dapat mengedukasikan kepada para ibu hamil untuk mencegah
terjadinya komplikasi-komplikasi kehamilan seperti distosia. Diharapkan kepada tenaga
kesehatan agar mampu menekan AKI/AKB dengan cara mengurangi komplikasi-komplikasi

40
yang terjadi pada ibu hamil. Dan kepada mahasiswa juga dapat mengerti dan mengetahui
bahaya komplikasi komplikasi kehamilan yang dapat mengancam nyawa ibu dan janin.

5.3

41
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Ed 4. Jakarta. Penerbit: Buku
Kedokteran EGC

Chandranita, ida ayu, dkk. 2009. Buku ajar patologi obstetric untuk mahasiswa kebidanan.
Jakarta:EGC
Farrer, Helen. 2001. Perawatan meternitas edisi II. Jakarta: EGC
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 2003. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obsetri
Patologi, E/2. Jakarta: EGC
FKUI Universitas Padjajaran. 1983. Uji Diri Obstetric dan ginekologi. Bandung : Eleman
Manuaba, I.B.G dkk. 2003. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Mochlar, Rustam. 1990. Synopsis Obstetric. Jakarta : EGC


NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions & Classifications 2012-2014.
Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda., Kusuma, hardhi. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NIC. Yogyakarta: MediAction Publishing
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina
Pustaka

Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Wiknojosastro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo

42

Anda mungkin juga menyukai