Anda di halaman 1dari 27

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

OLEH: KELOMPOK 2

DOSEN PENGAMPU :RENI MANALU S.Kep Ns MKM

PRODI D-III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KESEHATAN BARU DOLOKSANGGUL

T.A 2020/2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan nikmat, rahmat, nikmat serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Komunitas

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Komunitas yang telah membimbing penulis dalam mengerjakan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang telah memberi
kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan tak lupa penulis mohon
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah yang akan penulis untuk
selanjutnya.

  

Doloksanggul, 05 Mei 2021

                                                                                                             Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


1.2 TUJUAN

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


2.2 SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
DI INDONESIA
2.3 PERAN DAN FUNGSI KEPERAWATAN KOMUNITAS
2.4 TREN DAN ISSUE KEPERAWATAN KOMUNITAS

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Konsep komonitas mempunyai arti yang sangat luas. Komonitas menurut WHO tahun
1974 adalah suatu kelompol social yang ditentukan oleh batas-batas wilaya nilai-nilai
keyakinan dan minat yang sama serta adanya saling mengenal sdan berinteraksi antara anggot
masyarakat yang satu dengan yang lain.sprasdle alatat yang satu dengan yang lain.sprasdle
( 1985)  menyatakan bahwa komonitas merupakan sekumpulan orang yang saling bertukar
pengalaman penting dalam hidupnya.
            Peran perawat kesehatan komonitas sangat bervariasi san menantang.peran perawat
berkembang sejak abasd ke 19 yang berfokus lebih banyak kearah kondisi lingkungan seperti
sanitasi, control penyakit menular pendidikan higiene personal, pencegahan penyakit dan
perawatan keluarga yang sakit dirumah.
            Tuntutan akan pelayanan keprawatan yang bermutu memberi dampak pada sistem
pelayanan keperawatan.oleh karena itu terjadi pergeseran dalam pelayanan
keperawatan.pertama : perubahan sifat pelayanan dari focxasional menjadi
profesional.kesdua Tuntutan akan pelayanan keperawatan yang bermutu memberi dampak
pada sistem pelayanan keperawatan.oleh karena itu terjadi pergeseran dalam pelayanan
keperawatan.pertama : perubahan sifat pelayanan dari frofesional menjadi profesional. ketiga 
: terjadinya fragmantasi pelayanan keperawatan.
Konsep komonitas mempunyai arti yang sangat luas. Komonitas menurut WHO tahun 1974
adalah suatu kelompok social yang ditentukan oleh batas-batas wilaya nilai-nilai keyakinan
dan minat yang sama serta adanya saling mengenal dan berinteraksi antara anggot masyarakat
yang satu dengan yang lain.sprasdlwe ( 1985)  mwenyatakan bahwa komonitas merupakan
sekumpulan orang yang saling bertukar pengalaman penting dalam hidupnya.
            Keperawatan konomitas adalah suatu pelyanan keperawatan profesional yang
berfokus pada kelompok resiko tinggi dari semua tingkat perkembangan dan upaya mencapai
derajat kesehatan yang optimal melalui usaha prefentif,promotif,rehabilitatif,dan
kuratif.sasaran keperawatan komonitas adalah keluarga,masyarakat,san kelompok khusus
dalam keadan sehat maupun sakit
Seiring berkembangnya zaman dan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, serta
bertambahnya penduduk dan masyarakat maka, maka perlu adanya perawat kesehatan
komunitas yang dapat melayani masyarakat dalam dalam hal pencegahan, pemeliharaan,
promosi kesehatan dan pemulihan penyakit, yang bukan saja ditujukan kepada individu,
keluarga, tetapi juga dengan masyarakat dan inilah yang disebut dengan keperawatan
komunitas.
Keperawatan Kesehatan Komunitas adalah pelayanan keperawatan  profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan, dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dan
melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan
keperawatan.
Pembangunan kesehatan suatu negara tidak dapat terlepas dari suatu sistem yang
disebut dengan Sistem Kesehatan. Pada intinya sistem kesehatan merupakan seluruh
aktifitas yang mempunyai tujuan utama untuk mempromosikan, mengembalikan dan
memelihara kesehatan.
Sistem kesehatan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, sistem kesehatan tidak hanya mencakup
“health care” atau pelayanan kesehatan, tetapi meliputi pengembangan pembiayaan
dan mekasnisme risk pooling sehingga dapat melindungi masyarakat dari beban
keuangan dan beban ekonomi karena penyakit. Dimensi lain menyangkut peningkatan
kepuasan konsumen dan memberikan informasi dan pilihan, juga merupakan bagian
penting dari sistem kesehatan.

Sistem kesehatan juga harus mampu memberikan manfaat kepada masyarakat


dengan disitribusi yang adil. Sistem kesehatan tidak hanya menilai dan berfokus pada
“tingkat manfaat” yang diberikan, tetapi juga bagaimana manfaat itu didistribusikan.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, sistem kesehatan melakukan setidaknya
empat fungsi yang meliputi pembiayaan, pemberian pelayanan, produksi sumber daya
dan pembimbingan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan nya adalah untuk mengetahui sejarah keperawatan komunitas.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KOMUNITAS


   Peran perawat kesehatan komunitas sangat bervariasi dan menantang.peran perawat
berkembang sejak abad ke 19 yang berfokus lebih banyak kearah konsdisi lingkungan seperti
sanitasi, control penyakit menular pendidikan higiene personal, pencegahan penyakit dan
perawatan keluarga yang sakit dirumah.Meskipun diketahui bahwa permasalahan yang
mengancam adalah penyakit menular tetapi hal-hal yang bwrkaitan dengan lingkungan,
penyakit kronis, dan peroses penemuan juga perlu diperhatikan
            Sejarah perkembangn dan perubahan yang terjadi pada perawatan komunitas meliputi
beberapa area penting yaitu :
1. Evaluasi keadan kesehatan dari bunua barat sejak zaman pra sejarah sampai saat ini
2. Evaluasi dari perawatan kesehatan moderen termasuk keperawatan public
3. konsekuwensi untuk kesehatan secara keseluruhan
4. tantanan dalam keperawatan komonitas.

1. Evaluasi kesehatan dunia barat


Didalam riwayat kesehatan dikatan bahwa sejak jaman prasejarah telah dilaksanakan
kegiatan-kegiatan yang terorgainisir, seperti pencegahan pwenyakit menular ,
memperpanjang usia san meningkatkan kesehatan.menurut polger ( 1964) riwayat penyakit
pada manusia dapat dibagi dalam lima tahapan yaitu
Tahap mencari dan mengumpulkan
Pada tahap ini masyarakat jarang terkena penyakit menular kaerena mereka berjauhan
tidak menetap dan tidak ada kontak sdwengan kelompok lain yang sedang sakit
Tahap menghuni tetap dsisuatu twmpat atau daerah
Permasalahan muncul berkaitan dengan perubahan gaya hidup penyakit atau permasalahan
kesehatan yang timbul bekaitan dengan kedekatanya pada binatang peliharan seperti
terjangkitnya salmonewla anthrax,tuberkolosis.
Tahap Kota Pra –indsustri
Masalah yang berkaitan dengan penyebaran penyakit lewat udara juga mulai
berkembang karena adanya kontak insdividu dengan masyarakat lain .hal lain adalah indemik
seperti influwenza,cacar, campak dan parotitis.pwyakit lain yang muncxl adalah sifilis
merupakan penyakit seks yang sulit dsiobati sdan permasalahan yang muncul berkaitan
dengan tenaga kerja yang terkena racun seperti peroses peleburan baja.
Tahap kota insdustri
Selama abad ke18 dan 19 terjadi epidemi penyakit menular seperti cacar, demam tiroisd,
tifuss, campak, malaria dan demam penyakit kunin. epidemi penyakit saluran pernapasan
twrjadi karena belum adanya imunisasi untuk pencegahan.

2. Evaluasi perawatan kesehatan


 Zaman sebelum yunani
Tampat penyembuhan atau perawatan dsilakukan dicandi atau tempat ibadah dengan
cara yang masih peremitif setelah mesir, lebih kurang 100 tahun sebelum masehi telah
dikenal adanya perinsif observasi dan pengwtahuan berdasarkan pengamatan masyarakat
telah mengembangkan berbagai sistem seperti persiapan obat-obatan, sistem pengairan dan
pengawetan manusia yang telah meninggal dengan rempah-rempah dan zat kimia.
Zaman Yunani
Berawal sari pendapat yunani tentang kesehatan adalah suatu keadan yang harmonis
antara alam sdan masyarakat. Masyarakat mwembweri pelayanan kesehatan sebagai ujud dari
suatu pertanggung jawaban dengan mengacu pada peraktik kedoktera. Oleh karena itu perlu
adanya kode etik kedokteran selain itu ditanamkan pentingnya manusia intuk
mempertahankan kebersihan diri, latihan diet dan sanitasi.
 Zaman Kaisar romawi
Ada beberapa perbedan-perbedan antara zaman romawi dan zaman yunani .pada
zaman yunani ide lebih banyak brsifat pragmatic aplikatif dari pada observasi dan penelitian
untuk melahirkan ilmu baru sedangkan pada zaman romawi lwebih diarnai dengan
administrasi dan bangunan penunjang yang sesuai pada era ini pengobatan dipandang sebagai
hal yang perlu diramalkan didepan agar sesuai dengan situasi dsan kondisi masyarakat yang
ada.
 Zaman Reneissance
Zaman ini merupakan petunjuk jalan adanya periode baru dalam sejarah selama
kebangkitan pengetahuan pada tabel ini terdapat adanya perubahan desain teknologi untuk
pengobatan epidemi yang dijadikan daya dorong serta pertumbuhan pada jaman ini.
Tabel sejarah perkembangan kesehatan dan keperawatan komonitas ( 1600-1685 ) :
Tahun Swejarah
1601 Pwenulisan rwensdahnya twentang hokum
olweh Welizabwetn
1617 Pwembwerian bantuan orang orang miskin sdi
St vincewnts dew paul pwerancis olweh
blarawt dsan organisasi masyarakat
1789 Bwersdirinya sdwepartwemwen kweswehatan
sdi baltimorwe
1812 Birawati mwenunjukan bewlas kasihan pasda
orang-orang miskin sdwenag
mwwengunjunginya
1813 Asdanya pwerkumpulan wanita yang baik hati
untuk mwenggalang sdana
1855 Twempat karang tina pwenyakit TBC
sdibangun sdi Neww Orlweans
1860 Bewrsdiri swekolah pwerawat yang
dsiinginkan olewh florwenxcew
1864 Nightingalwe dsirumah sakit S
Tomas lonsdon lahirnya palang mwerah.
            Pada zaman ini kota menjadi bersih, Mempunyai tempat pembuangan sampah yang
baik serta suplai air bersih yang cukup.
 Zaman colonial
Tindakan-tindakan masyarakat pada awal mas colonial ini adalah pengumpulan
data,peningkatan sanitas, dan menghindari penyakit-pwenyakit asing yang twerbawa sdalam
rotwe pwersdagangan

3.     Perawatan Moderen


Selama pertengahan abad Ke 19 florencw nightingale menunjukan kesungguhan
kerjanya denagn cara mengawali kebentukan perawat moderen.ia juga mendirikan sekolah
perawt jasa-jasa yang disumbangkan oleh dia antara lain adalah memperingati ketentaran,
memdirikan usaha kesehatan masyarakat atas kerja sama dengan wiliam rathbone seorang
pengusaha catatan dari rumah sakit yang isinya tentang kekurangan dan perbaikan yang
dilakukan dirumah sakit ,catatan perawt untuk memperbaiki perinsip-perinsip dasar dalam
keperawatan.
2.2 SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DI INDONESIA

1. Pasca Perang Kemerdekaan Pelayanan prefentif mulai dipikirkan guna melengkapi upaya
(pelayanan) kuratif, serta lahirnya konsep Bandung Plan sebagai embrio dr konsep
Puskesmas.

2. Tahun 1960 Terbit Undang-Undang Pokok Kes No. 9 Th 1960 tentang Pokok-Pokok Kes.
“Tiap-tiap warga negara berhak mencapai derajat kes yg setinggi-tingginya dan wajib diikut
sertakan dlm kegiatan yg diselenggrakan oleh pemerintah”

3.Pelita I Dimulai Pelayanan kesehatan melaui puskesmas 4. Pelita II Mulai dikembangkan


PKMD, sebagai bentuk oprasional dari Primary Health Care (PHC). Pd saat ini juga mulai
timbul kesadaran utk keterlibatan partisipasi masy dlm bidang kes.

4. Pelita III  Lahir SKN th 1982, menekankan pada; Pendekatan kesistem  Pendekatan
kemasyarakat  Kerja sama lintas program (KLP) & lintas sektoral (KLS)  Peran serta
masyarakat Menekankan pd pendekatan promotive & prefentive.

5.Pelita IV PHC / PKMD diwarnai dgn prioritas utk menurunkan tingkat kematian bayi, anak
& kan tingkat kelahiran,ibu serta me & menyelenggarakan program posyandu di tiap desa.

6. Pelita V peningkatan mutu posyandu, melaksanakan Panca Krida Posyandu serta Sapta
Krida Posyandu.

7. Menjelang Th 2000 (th 1998) Pergeseran visi pembangunan kesehatan di Indonesia, yg


semua menganut paradigma sakit menjadi paradigama sehat. Visi pembangunan kes dewasa
ini adalah “Indonesia Sehat th 2010” dgn misi sebagai berikut:

 Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kes.


 Mendorong kemandirian masy utk hidup sehat 
 Memelihara meningkatkan yankes yg bermutu, merata & terjangkau.
 meningkatkan kes individu, klg
 Memelihara dan meningkatkan kesehatan  masyarakat  & lingkungan

Kecendrungan keperawatan komonitas


            Tuntutan akan pelayanan keperawatan yang bermutu memberi dampak pada sistem
pelayanan keperawatan.oleh karena itu terjadi pergeseran dalam pelayanan keperawatan
pertama : perubahan sifat pelayanan dari focasional menjadi profesionalsdalam hal ini terjadi
pergeseran orentasi pelayanan keperawatan dari pelayanan yang didasarkan keterampilan
semata yang menjadi pelayanan yang didasari ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
Kedua : Tuntutan akan pelayanan keperawatan yang bermutu memberi dampak pada sistem
pelayanan keperawatan.oleh karena itu terjadi pergeseransdalam pelayanan
keperawatan.pertama : perubahan sifat pelayanan dari focasional menjadi profwesional.
ketiga  : terjadinya fragmantasi pelayanan keperawatan.keperawatan berkembang menjadi
pelyanan keperawatan medikal bedah. Keperawatan tidak hanya anak, keperawatan
bidan,keperawatan jiwa, keperawatan komonitas dan keperawatan usia lanjut.
            Untuk itu perlu metodelogi dalam pemberian asuhan keperawatan agar playanan
keperawatan efektif serta berkualitas.metode ini adalah peroses keperawatan sebagai bentuk
pendekatan implementasi dan evaluasi.
            disamping itu pwyanan keperawatan harus dilansdasi penguasaan iptek serta kiat
keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan yang berfokus pasa penemuan
kebutuhan dasar manusia oleh sebab itu dibutuhkan sumber daya manusia dibidang
keperawatan yang berkualitas.

2.3 PERAN DAN FUNGSI KEPERAWATAN KOMUNITAS


1. Peran Keperawatan komunitas
a) Pelaksana Pelayanan Keperawatan
     ( provider of nursing care )Peranan yang utama perawat komunitas sebagai pelaksana
askep kepada individu, klg, klp dan komunitas  sehat atau sakit atau mempunyai masalah
kes/kep di rumah, disekolah, dipanti, tempat kerja dll.
b) Sebagai pendidik(health educator)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan
komunitas  dirumah, di puskesmas, dikomunitas secara terorganisir dan menanamkan
perilaku hidup sehat dan terjadi perubahan perilaku utk mencapai tingkat kes optimal.
c) Sebagai pengamat kes (health monitor ).
Monitoring terhadap perubahan yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok,
komunitas dan masalah kesehatan yang timbul serta dampak terhadaphd status kes melalui :
1. Kunjungan rumah
2. Pertemuan-pertemuan
3. Observasi
4. Pengumpulan data
d) Koordinator Yankes (coordinator of servises)
Mengkoordinir seluruh kegiatan upaya yankes masyarakat dalam mencapai tujuan
kesehatan melalui kerjasama dengan team kesehatan lainya  tercipta keterpaduan dalam
sistem yankes, yankes merupakan kegiatan yg menyeluruh dan tidak terpisah-pisah
e) Sebagai pembaharu ( inovator )
Pembaharu terhadap individu, keluarga, kelompok, komunitas  merubah perilaku dan
pola hidup sehingga peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
f) Pengorganisir yankes (organisator)
Berperan serta dalam memberikan motivasi dalam rangka meningkatkan peran serta
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat dalam setiap upaya yankes yang dilaksanakan
oleh masyarakat
misalnya : kegiatan posyandu, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan
tahap penilaian, sehingga ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan dan
pengorganisasian masyarakat dalam bid kesehatan.
g) Sebagai panutan ( Role Model )
Dapat memberikan contoh yang baik dalam bidang kesehatan kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat yang dapat
ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.
h) Sebagai Tempat Bertanya ( Fasilitator )
 Tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk
memecahkan berbagai permasalahan dalam bidang kes/ keperawatan yang dihadapi
sehari-hari.
 Dapat membantu memberikan jalan keluar dalam mengatasi masalah kesehatan dan
keperawatan yang mereka hadapi.
 Penghubung antara masyarakat dengan unit yankes dan instansi terkait
i) Sebagai Pengelola ( Manager )
1. Dapat mengelola berbagai kegiatan yankes dan masyarakat sesuai dengan beban tugas
dan tanggung jawab yang diembankan kepadanya.
2. Mengkoordinasikan upaya-upaya kesehatan yang dijalankan, melalui puskesmas
sebagai institusi pelayanan dasar utama, baik di dalam atau di luar gedung ataukah di
keluarga, terhadap kelompok-kelompok khusus seperti kelompok ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas/menyususi, anak balita, usia lanjut, sesuai dengan peran , fungsi
dan tanggung jawabnya.

2.      Fungsi keperawatan komunitas


 Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi kesehatan
masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan
keperawatan.
 Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan kebutuhannya
dibidang kesehatan.
 Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah,
komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat.
 masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan permasalahan atau
kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada
akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan (Mubarak, 2006).

2.4 Trend dan Issue Keperawatan komunitas

A. Keperawatan Kesehatan Masyarakat


Adalah perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan
peran serta aktif masyarakat, mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara
berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara
menyuluh dan terpadu, ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
untuk ikut meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mandiri
dalam upaya kesehatannya masyarakat, terpadu, individu, keluarga.

B. Tingkat Pelayanan Kesehatan


1. Health promotion ( promosi kesehatan )
Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam memberikan
pelayanan melalui peningkatan kesehatan. Pelaksanaan ini bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau sasarannya tidak terjadi
gangguan kesehatan. Tingkat pelayanan ini dapat meliputi, kebersihan perseorangan,
perbaikan sanitasi lingkungan, pemeriksaan kesehatan berkala, penigkatan status gizi,
kebiasaan hidup sehat, layanan prenatal, layanan lansia, dan semua kegiatan yang
berhubungan dengan peningkatan status kesehatan.

2. Specific protection ( perlindungan khusus )


Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat dari bahaya
yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan, atau bentuk perlindungan
terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman kesehatan, yang termasuk dalam tingkat
pelayanan kesehatan ini adalah pemberian imunisasi yang digunakan untuk
perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG, DPT, Hepatitis, campak
dan lain-lain. Pelayanan perlindungan keselamatan kerja dimana pelayanan kesehatan
yang diberikan pada seseorang yang bekerja di tempat risiko kecelakaan tinggi seperti
kerja di bagian produksi bahan kimia, bentuk perlindungan khusus berupa pelayanan
pemakaian alat pelindung diri dan lain sebagainya.

3. Early diagnosis and prompt treatment ( diagnosis dini dan pengobatan segera )
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat dimulainya atau
timbulnya gejala dari suatu penyakit. Tingkat pelayanan ini dilaksanakan dalam
mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta dampak dari timbulnya penyakit
sehingga tidak terjadi penyebaran. Bentuk tingkat pelayanan kesehatan ini dapat
berupa kegiatan dalam rangka survei pencarian kasus baik secara individu maupun
masyarakat, survei penyaringan kasus serta pencegahan terhadap meluasnya kasus.

4. Disability limitation ( pembatasan cacat )


Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat
tidak mengalami dampak kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan. Tingkat ini
dilaksanakan pada kasus atau penyakit yang memiliki potensi kecacatan. Bentuk
kegiatan yang dapat dilakukan dapat berupa perawatan untuk menghentikan penyakit,
mencegah komplikasi lebih lanjut, pemberian segala fasilitas untuk mengatasi
kecacatan dan mencegah kematian.

5. Rehabilitation ( rehabilitasi )
Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh. Sering
pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan terhadap kecacatan sebagaimana
program latihan-latihan yang diberikan pada pasien, kemudian memberikan fasilitas
agar pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah hidup kembali ke masyarakat dan
masyarakat mau menerima dengan senang hati karena kesadaran yang dimilikinya.

Lembaga Pelayanan Kesehatan


 Rawat Jalan
Lembaga pelayanan kesehatan ini bertujuan memberikan pelayanan kesehatan
pada tingkat pelaksanaan diagnosis dan pengobatan pada penyakit yang akut atau
mendadak dan kronis yang dimungkinkan tidak terjadi rawat inap. Lembaga ini dapat
dilaksanakan pada klinik-klinik kesehatan, seperti klinik dokter spesialis, klinik
perawatan spesialis dan lain-lain.

 Institusi
Institusi merupakan lembaga pelayanan kesehatan yang fasilitasnya cukup dalam
memberikan berbagai tingkat pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, pusat
rehabilitasi dan lain-lain.

 Hospice
Lembaga ini bertujuan memberikan pelayanan kesehatan yang difokuskan pada
klien yang sakit terminal agar lebih tenang dan dapat melewati masa-masa
terminalnya dengan tenang. Lembaga ini biasanya digunakan dalam home care.

 Community Based Agency


Merupakan bagian dari lembaga pelayanan kesehatan yang dilakukan pada klien
pada keluarganya sebagaimana pelaksanaan perawatan keluarga seperti praktek
perawat keluarga dan lain-lain.

Pelayanan Keperawatan Dalam Pelayanan Kesehatan

Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang meliputi


pelayanan dasar dan pelayanan rujukan. Semuanya dapat dilaksanakan oleh tenaga
keperawatan dalam meningkatkan derajat kesehatan. Sebagai bagian dari pelayanan
kesehatan, maka pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh tenaga perawat dalam
pelayanannya memiliki tugas, di antaranya memberikan asuhan keperawatan keluarga,
komunitas dalam pelayanan kesehatan dasar dan akan memberikan asuhan keperawatan
secara umum pada pelayanan rujukan.

Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Keperawatan Komunitas


1. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru
Pelaksanaan sistem pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan
dan teknologi baru, mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
akan diikuti oleh perkembangan pelayanan kesehatan atau juga sebagai dampaknya
pelayanan kesehatan jelas lebih mengikuti perkembangan dan teknologi seperti dalam
pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah penyakit-penyakit yang sulit dapat
digunakan penggunaan alat seperti laser, terapi perubahan gen dan lain-lain.
Berdasarkan itu maka pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup mahal
dan pelayanan akan lebih professional dan butuh tenaga-tenaga yang ahli dalam
bidang tertentu.

2. Pergeseran nilai masyarakat


Berlangsungnya sistem pelayanan kesehatan juga dapat dipengaruhi oleh nilai
yang ada di masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan, dimana dengan
beragamnya masyarakat, maka dapat menimbulkan pemanfaatan jasa pelayanan
kesehatan yang berbeda. Masyarakat yang sudah maju dengan pengetahuan yang
tinggi, maka akan memiliki kesadaran yang lebih dalam penggunaan atau
pemanfaatan pelayanan kesehatan, demikian juga sebaliknya pada masyarakat yang
memiliki pengetahuan yang kurang akan memiliki kesadaran yang rendah terhadap
pelayanan kesehatan, sehingga kondisi demikian akan sangat mempengaruhi sistem
pelayanan kesehatan.

3. Aspek legal dan etik


Dengan tingginya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan atau pemanfaatan
jasa pelayanan kesehatan, maka akan semakin tinggi pula tuntutan hukum dan etik
dalam pelayanan kesehatan, sehingga pelaku pemberi pelayanan kesehatan harus
dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dengan
memperhatikan nilai-nilai hukum dan etika yang ada di masyarakat.

4. Ekonomi
Pelaksanaan pelayanan kesehatan akan dipengaruhi oleh tingkat ekonomi di
masyarakat. Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan kesehatan akan lebih
diperhatikan dan mudah dijangkau, demikian juga sebaliknya apabila tingkat ekonomi
seseorang rendah, maka sangat sulit menjangkau pelayanan kesehatan mengingat
biaya dalam jasa pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup mahal.
Keadaan ekonomi ini yang akan dapat mempengaruhi dalam sistem pelayanan
kesehatan.

5. Politik
Kebijakan pemerintah melalui sistem politik yang ada akan sangat berpengaruh
sekali dalam sistem pemberian pelayanan kesehatan. Kebijakan-kebijakan yang ada
dapat memberikan pola dalam sistem pelayanan.

Memanfaatkan Hasil Penelitian Dalam Pelayanan Kesehatan


Ilmu pengetahuan di bidang kesehatan pada beberapa dekade terakhir telah
mengalami kemajuan yang sangat pesat melampaui perkembangan sebelumnya. Derivasi
ilmu-ilmu kesehatan dan pengembangannya melalui riset merupakan dinamika proses
yang sangat penting dalam pertumbuhan masing-masing profesi kesehatan. Tujuan
dilakukannya riset kesehatan adalah untuk memperkuat dasar-dasar keilmuan yang
nantinya akan menjadi landasan dalam kegiatan praktik klinik, pendidikan, dan
menejemen pelayanan kesehatan. (Ross, Mackenzie, & Smith, 2003)

Sedangkan praktik pelayanan kesehatan yang berdasarkan fakta empiris (evidence


based practice) bertujuan untuk memberikan cara menurut fakta terbaik dari riset yang
diaplikasikan secara hati-hati dan bijaksana dalam tindakan preventif, pendeteksian,
maupun pelayanan kesehatan.(Cullum, 2001)

Menerapkan hasil penelitian dalam pelayanan kesehatan adalah upaya signifikan


dalam memperbaiki pelayanan kesehatan yang berorientasi pada efektifitas biaya dan
manfaat (costbenefit effectiveness). Meningkatkan kegiatan riset kesehatan dan
menerapkan hasilnya dalam praktik pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan mendesak
untuk membangun pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien.

Menurut sebuah studi meta-analysis terhadap berbagai laporan penelitian keperawatan


yang dilakukan oleh Heater, Beckker, dan Olson (1988), menjumpai bahwa pasien yang
mendapatkan intervensi keperawatan bersumber dari riset memiliki luaran yang lebih baik
bila dibandingkan dengan pasien yang hanya mendapatkan intervensi standar.

Sudah saatnya kini, praktisi kesehatan di tingkat pelayanan primer maupun dunia
pendidikan kesehatan perlu segera mendorong pertumbuhan budaya ilmiah di
lingkungannya agar mereka dapat mempraktikan hasil berbagai penelitian.
Kegiatan yang dilakukan untuk memberdayakan organisasi keperawatan, yaitu :

1. Membentuk komite riset;


2. Menciptakan lingkungan kerja yang ilmiah;
3. Kebijakan kegiatan riset dan pemanfaatan hasilnya;
4. Pendidikan berkelanjutan.
Budaya ilmiah juga dapat dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik, justifikasi
indakan keperawatan, dan bahan pengambilan keputusan. Kesadaran terhadap nilai riset
yang potensial akan memberikan dampak yang menguntungkan bagi rganisasi, misalnya
kinerja keperawatan yang meningkat dan out come klien yang optimal. (Titler, Kleiber &
Steelman,1994)

Masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia


Kesehatan adalah unsur vital dan merupakan elemen konstitutif dalam proses
kehidupan seseorang. Tanpa kesehatan, tidak mungkin bisa berlangsung aktivitas seperti
biasa. Dalam kehidupan berbangsa, pembangunan kesehatan sesungguhnya bernilai
sangat investatif. Nilai investasinya terletak pada tersedianya sumber daya yang senatiasa
“siap pakai” dan tetap terhindar dari serangan berbagai penyakit. Namun, masih banyak
orang menyepelekan hal ini. Negara, pada beberapa kasus, juga demikian.

Di Indonesia, tak bisa dipungkiri, trend pembangunan kesehatan bergulir mengikuti


pola rezim penguasa. Pada zaman ketika penguasa negeri ini hanya memandang sebelah
mata kepada pembangunan kesehatan, kualitas hidup dan derajat kesehatan rakyat kita
juga sangat memprihatinkan. Angka Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Index) negara kita selalu stagnan pada kisaran 117-115 dari sekitar 175
negara Sebagai catatan, HDI adalah ukuran keberhasilan pembangunan nasional suatu
bangsa yang dilihat dari parameter pembangunan ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
Ironisnya, rentetan pergantian tampuk kekuasaan selama beberapa dekade terakhir, pun
tak kunjung membawa angin perubahan. Apa pasal?

Belum terbitnya kesadaran betapa tercapainya derajat kesehatan optimal sebagai


syarat mutlak terwujudnya tatanan masyarakat bangsa yang berkeadaban, serta di pihak
lain masih lekatnya anggapan bahwa pembangunan bidang kesehatan semata terkait
dengan penanganan sejumlah penyakit tertentu dan penyediaan obat-obatan.
Sudut pandang yang teramat sempit memang, ditambah dengan kecenderungan untuk
mendahulukan hal lain yang sesungguhnya masih bisa ditunda. Variabel tadi menemukan
titik singgung dengan belum adanya keinginan politik dari pemerintah, rezim boleh
berganti namun modus operandi dan motifnya masih serupa; bahwa isu-isu kesehatan
hanya didendangkan sekedar menyemarakkan janji dan program-program politik tertentu
dalam tujuan jangka pendek.

Untuk kasus Indonesia, belum ada grand strategy yang terarah dalam peningkatan
kualitas kesehatan individu dan masyarakat, yang dengan tegas tercermin dari minimnya
pos anggaran kesehatan dalam APBN maupun APBD. Belum lagi jika kita ingin bertutur
tentang program pengembangan kesehatan maritim yang semestinya menjadi keunggulan
komparatif negeri kita yang wilayah perairannya dominan. Pelayanan kesehatan di tiap
sentra pelayanan selalu jauh dari memuaskan.

Minimnya Anggaran Negara yang diperuntukkan bagi sektor kesehatan, dapat


dipandang sebagai rendahnya apresiasi kita akan pentingnya bidang ini sebagai elemen
penyangga, yang bila terabaikan akan menimbulkan rangkaian problem baru yang justru
akan menyerap keuangan negara lebih besar lagi. Sejenis pemborosan baru yang muncul
karena kesalahan kita sendiri.

Kabar menarik sesungguhnya mulai terangkat ketika Departemen Kesehatan pada


beberapa waktu lalu, mengelurkan konsep pembangunan kesehatan berkelanjutan,
dikenal sebagai Visi Indonesia Sehat 2010. Berbagai langkah telah ditempuh untuk
mensosialisasikan keberadaan VIS 2010 tersebut, tetapi kemudian menjadi lemah akibat
kebijakan desentralisasi dan akhirnya “terpental” dengan diberlakukannya UU No.
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.

A. Konsepsi Visi Indonesia Sehat 2010


Pada prinsipnya menyiratkan pendekatan sentralistik dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, sebuah paradigma yang nyatanya cukup bertentangan dengan
anutan desentralisasi, dimana kewenangan daerah menjadi otonom untuk menentukan
arah dan model pembangunan di wilayahnya tanpa harus terikat jauh dari pusat.

B. Sistem Kesehatan Nasional


Kebijakan desentralisasi, pada beberapa sisi, telah ikut menggerus pola lama
pembangunan, termasuk di bidang kesehatan. Relatif “berkuasanya” kembali daerah-
daerah dalam menentukan kebijakan pembangunannya, membuat konsepsi Visi Indonesia
Sehat seakan tidak menemukan relung untuk dapat diwujudkan. Impian untuk
mewujudkan tangga-tangga pencapaian “sehat”, mulai dari Indonesia sehat 2010,
Propinsi Sehat 2008, Kabupaten Sehat 2006 dan Kecamatan Sehat 2004, menjadi miskin
makna.

Pada kenyataannya, masih sangat banyak wilayah-wilayah di negeri ini yang sangat
jauh dari jangkauan pelayanan kesehatan berkualitas. Padahal pada saat yang sama,
kecenderungan epidemiologi penyakit tak kunjung berubah yang diperparah lemahnya
infrastruktur promotif dan preventif di bidang kesehatan.

Kali terakhir, ini juga dapat dipandang sebagai sebuah “terobosan” baru, pemerintah
menerbitkan dokumen panduan pembangunan kesehatan yang dikenal sebagai “Sistem
Kesehatan Nasional”. Dokumen ini antara lain disusun berdasarkan pada asumnsi bahwa
pembangunan kesehatan merupakan pembangunan manusia seutuhnya untuk mencapai
derajat kesehatan yang tertinggi, sehingga dalam penyelenggaraannya tidak bisa
menafikkan peran dan kontribusi sektor lainnya. Singkatnya, pembangunan kesehatan
menjadi bagian integral dari pembangunan bangsa.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terdiri atas :

1. Upaya kesehatan
2. Pembiayaan kesehatan
3. Sumber daya manusia kesehatan
4. Sumber daya obat dan perbekalan kesehatan
5. Pemberdayaan masyarakat
6. Manajemen kesehatan
Jika kita runut, maka subsistem yang cukup fundamental adalah pembiayaan
kesehatan. Ketiadaan atau tidak optimalnya pembiayaan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan dan program lainnya, merupakan salah satu penyebab utama tidak tercapainya
tujuan pembangunan kesehatan yang kita inginkan. Betapa tidak, hamper semua aktivitas
dalam pembangunan tak dapat dipungkiri, membutuhkan dana dan biaya.

C. Pembiayaan Kesehatan
Sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembanguan kesehatan, terdapat
beberapa faktor penting dalam pembiayaan kesehatan yang mesti diperhatikan. Pertama,
besaran (kuantitas) anggaran pembangunan kesehatan yang disediakan pemerintah
maupun sumbangan sektor swasta. Kedua, tingkat efektifitas dan efisiensi penggunaan
(fungsionalisasi) dari anggaran yang ada.

Di Negara kita, proporsi anggaran pembangunan kesehatan tidak pernah mencapai


angka dua digit dibanding dengan total APBN/APBD.

Padahal, Badan Kesehatan Dunia (WHO) jauh-jauh hari telah menstandarkan


anggaran pembangunan kesehatan suatu Negara pada kisaran minimal 5% dari GDP
(Gross Domestic Product/Pendapatan Domestik Bruto). Pada tahun 2003, pertemuan para
Bupati/Walikota se-Indonesia di Blitar telah juga menyepakati komitmen besarnya
anggaran pembangunan kesehatan di daerah-daerah sebesar 15% dari APBD.
Kenyataannya, Indonesia hanya mampu mematok anggaran kesehatan sebesar 2,4% dari
GDP, atau sekitar 2,2-2,5% dari APBN.

Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa
alasan. Berbagai hal bias dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya
kesadaran pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai sector
prioritas, juga karena kesehatan belum menjadi komoditas politik yang laku dijual di
negeri yang sedang mengalami transisi demokrasi ini.

Ironisnya, kelemahan ini bukannya tertutupi dengan penggunaan anggaran yang


efektif dan efisien. Beberapa tahun yang lalu, lembaga transparansi internasional
mengumumkan tiga besar intansi pemerintah Indonesia yang paling korup. Nomor satu
adalah departemen agama, selanjutnya departemen kesehatan dan terakhir adalah
departemen pendidikan.

Temuan ini semakin menguatkan dugaan adanya tindak “mafia” anggaran


pembangunan kesehatan pada berbagai instansi kesehatahn di seantero negeri ini. Praktek
korupsi, kolusi dan nepotisme – seperti juga dialami di intansi lainnya – tetap berurat akar
dengan subur di departemen kesehatan.

Akibatnya, banyak kita jumpai penyelenggaraan program-program kesehatan yang


hanya dilakukan secara asal-asalan dan tidak tepat fungsi.

Relatif ketatnya birokrasi di lingkungan departemen kesehatan dan instansi


turunannya, dapat disangka sebagai biang sulitnya mengejar transparansi dan
akuntabilitas anggaran di wilayah ini. Peran serta masyarakat dalam pembahasan
fungsionalisasi anggaran kesehatan menjadi sangat minim, jika tak mau disebut tidak ada
sama sekali.

Pada sisi lain, untuk skala Negara sedang berkembang, Indonesia yang masih berkutat
memerangi penyakit-penyakit infeksi tropik akibat masih buruknya pengelolaan
lingkungan, seharusnya menempatkan prioritas pembangunan kesehatan pada aspek
promotif dan preventif, bukan semata di bidang kuratif dan rehabilitatif saja. Sebagai
catatan, rasio anggaran antara promotif dan preventif dengan kuratif-rehabilitatif selama
ini berkisar pada 1:3, suatu perbandingan yang tidak cukup investatif untuk bangsa
sedang berkembang seperti Indonesia.

Akibatnya, sejumlah program kesehatan di negeri ini masih berputar-putar pada upaya
bagaimana mengobati orang yang sakit saja, bukannya mencari akar permasalahan yang
menjadi penyebab mereka jatuh sakit kemudian meneyelesaikannya.

D. Beberapa Pemikiran
Pertanyaan yang mengemuka ialah model kebijakan kesehatan seperti apa yang layak
diterapkan di negeri kita, sistem pembiayaan yang bagaimana yang cocok dengan
kehidupan masyarakat kita. Depkes sebagai pengemban pertama tanggung jawab
konstitusi kita ternyata dalam banyak kasus terbukti tak dapat/ tak mau berbuat banyak.

Anggaran kesehatan yang teramat minim, terlepas basis argumentasinya seperti apa;
setidaknya menjadi isyarat akan kenyataan teguh, bahwa memang hal-hal yang berkaitan
langsung dengan hajat hidup orang banyak selalu dianggap sepele.

Hal ini didukung pula oleh sifat apatis sebagian besar rakyat kita, dalam mengkritisi
kebijakan kesehatan. Pun itu diperparah dengan belum transparannya penggunaan
anggaran, dan dana yang ada lebih dialokasikan pada pos-pos yang bukan menjadi
kebutuhan mendesak masyarakat, sebagai contoh; beberapa puskesmas di Indonesia
memiliki fasilitas mobil ambulans yang lengkap namun di puskesmas tersebut, tenaga
medis yang ada hanya sebatas paramedis, tanpa tenaga dokter, sarjana kesehatan
masyarakat dan tenaga medis lainnya, jadi proses pemenuhan dan penyediaan kebutuhan
masyarakat akan kesehatan tidak berbasis pada analisa kebutuhan tetapi lebih sebagai
resultan dari tarik-menarik kepentingan politik nasional maupun lokal.
Dalam lokus kajian spesifik, membengkaknya biaya kesehatan ternyata secara
langsung atau tidak juga disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan perguruan tinggi
atau sekolah-sekolah yang berlatar belakang kesehatan. Indonesia menjadi contoh dari
mahalnya biaya yang harus ditanggung oleh para peserta didik dari fakultas kedokteran,
akademi maupun sekolah tenaga kesehatan lainnya. Hal ini sangat kontras jika kita
bandingkan dengan kasus negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia; dimana
negara bertanggung jawab mengucurkan dana besar bagi institusi pendidikan.

Dominasi Negara berlebih-lebihan dalam banyak hal termasuk mewajibkan pegawai


negeri sipil, polisi atau militer untuk masuk hanya pada perusahaan asuransi tertentu yang
dikelola oleh negara membuka peluang terjadinya praktek korupsi. Model itu sudah
selayaknya ditinjau ulang.

E. Reformasi Kesehatan
Reformasi bidang kesehatan bukan lagi bahasa yang baru. Hanya saja agendanya
perlu dipertegas kembali sebagai landasan pembangunan selanjutnya. Jika
disederhanakan, agenda reformasi kesehatan akan lebih mengedepankan partisipasi
masyarakat dalam menyusun dan menyelenggarakan aspek kesehatannya dengan
sesedikit mungkin intervensi pemerintah. Pemberdayaan masyarakat menjadi tolok ukur
keberhasilan dan pemihakan terhadap kaum miskin menjadi syarat penerimaan
universalitasnya.

Gunawan Setiadi, seorang dokter dan master bidang kesehatan, mengungkapkan


beberapa alasan mengapa masyarakat dapat menyelenggarakan kesehatannya, dan lebih
baik dari pemerintah, antara lain:

 Komitmen masyarakat lebih besar dibandingkan pegawai yang digaji


 Masyarakat lebih paham masalahnya sendiri
 Masyarakat dapat memecahkan masalah, sedangkan kalangan profesional/
pemerintah sekadar memberikan pelayanan
 Masyarakat lebih fleksibel dan kreatif
 Masyarakat mampu memberikan pelayanan yang lebih murah
 Standar perilaku ditegakkan lebih efektif oleh masyarakat dibandingkan
birokrat atau profesional kesehatan
Pandangan-pandangan di atas menjadi cukup beralasan muncul dengan melihat
kecenderungan rendahnya etos kerja birokrat dan profesional kesehatan selama ini.
Sudah saatnya penyelenggaraan kesehatan diprakarsai oleh masyarakat sendiri, sehingga
pemaknaan atas hidup sehat menjadi sebuah budaya baru, di mana di dalamnya
terbangun kepercayaan, penghargaan atas hak hidup dan menyuburnya norma-norma
kemanusiaan lainnya. Model penyelenggaraan kesehatan berbasis pemberdayaan
(empowerment) harus disusun secara rasional dengan sedapat mungkin melibatkan
semua stakeholder terkait.

Jadi, prioritas pembangunan kesehatan sedapat mungkin lebih diarahkan untuk


masyarakat miskin – mereka yang jumlahnya mayoritas dan telah banyak terampas
haknya selama ini. Untuk itu, sasaran dari subsidi pemerintah di bidang kesehatan perlu
dipertajam dengan jalan antara lain :

1. Pertama, meningkatkan anggaran bagi program-program kesehatan yang banyak


berkaitan dengan penduduk miskin. Misalnya program pemberantasan penyakit
menular, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta peningkatan gizi masyarakat.
2. Kedua, meningkatkan subsidi bagi sarana pelayanan kesehatan yang banyak melayani
penduduk miskin, yaitu Puskesmas dan Puskesmas Pembantu, ruang rawat inap kelas
III di rumah sakit. Untuk itu, subsidi bantuan biaya operasional rumah sakit perlu
ditingkatkan untuk menghindari praktik eksploitasi dan ‘pemalakan’ pasien miskin
atas nama biaya perawatan.
3. Ketiga, mengurangi anggaran bagi program yang secara tidak langsung membantu
masyarakat miskin mengatasi masalah kesehatannya. Contohnya adalah pengadaan
alat kedokteran canggih, program kesehatan olahraga dan lain sebagainya.
4. Keempat, mengurangi subsidi pemerintah kepada sarana pelayanan kesehatan yang
jarang dimanfaatkan oleh masyarakat miskin, misalnya pembangunan rumah sakit-
rumah sakit stroke.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Setelah membaca isi dari pembahasan makalah diatas maka kami menarik suatu
kesimpulan :

 Keperawatan komunitas adalah suatu bidang perawatan khusus yang merupakan


gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan merupakan
bantuan sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan dalam
meningkatkan dedrajat kesehatan, penyempumaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik,
rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, dan ditujukan kepada
individu, keluarga, yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat
secara keseluruhan, Komunitas sebagai klien yang dimaksud termasuk kelompok risiko
tinggi, antara lain: orang yang tinggal di daerah terpencil, daerah rawan, daerah kumuh, dll.

3.2 SARAN
Saran kami yaitu : marilah kita belajar dengan sungguh-sungguh agar kita dapat menjadi
perawat yang professional.
DAFTAR PUSTAKA

Global Health Initiative (2008). Why Global Health Matters . Washington, DC: FamiliesUSA

http://mahmudahcity.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-keperawatan.html

http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2010/07/asuhan-keperawatan-komunitas.html

Organisasi Kesehatan Dunia dan Transisi Dari "Internasional" Kesehatan "Global" Publik.
Brown et al, AJPH:. Jan 2006, Vol 96, No 1. http://www.ajph.org/cgi/reprint

Anda mungkin juga menyukai