Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

DI PUSKESMAS SIKUMANA

DISUSUN OLEH:

NAMA : DELFIANA OTEPAH


NIM : 162402720
KELAS : IV/C

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2022
A. KONSEP DASAR
1. Definisi

`Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran


pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada
saat melakukan pernafasan (Wijayaningsi, K.S. 2013)

. ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik bakteri, virus maupun riketsin tanpa / disertai
radang parenkim paru. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) paling sering
menyerang anak usia 2 tahun sampai 5 tahun dan mempunyai resiko menderita
ISPA lebih tinggi.

2. Etiologi

Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur.
Bakteri penyebabnya antara lain dari genus streptokokus, stafilokokus,
pnemokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus penyebabnya
antara lain golongan mikovirus, adenovirus. Korona virus, pikomavirus,
mikoplasma, herpesvirus Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab
ISPA, diantaranya bakteri stafilokokus dan streptokokus serta virus influenza yang
di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas
yaitu tenggorokan dan hidung Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang
anak-anak usia dibawah 2 tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum
sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga menimbulkan risiko
serangan ISPA.

Infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan kecuali


epiglotitis akut. Organisme strepotokokus dan difteria merupakan agen bakteri
utama yang mampu menyebabkan penyakit faring primer, bahkan pada kasus
tonsilofaringitis akut, sebagian besar penyakit berasal dari non bakteri. Walaupun
ada bayak hal yang tumpang tindih, beberapa mikroorganisme lebih mungkin
menimbulkan sindrom pernafasan tertentu daripada yang lain, dan agen tertantu
mempunyai kecenderungan lebih besar dari pada yang lain untuk menimbulkan
penyakit yang berat. Beberapa virus (misalnya campak) dapat di hubungkan
dengan banyak sekali variasi gejala saluran pernafasan atas dan bawah sebagai
bagian dari gambaran klinis umum yang melibatkan sistem organ lainnya.

Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian


ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan
buruknya sanitasi lingkungan. Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi
saluran pernapasan bagian atas dan bawah dan asma, menempati bagian yang
cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pemapasan bagian atas
terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan
masyarakat pada bulan musim dingin.

3. Patofisiologi

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus


dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan.

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk


kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga
pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder


bakteri Akibat infeksi virus tersebut terjadi. kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi.

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-


tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan
juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun
bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya
hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus,
dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:

1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum


menunjukkan reaksi apa-apa.

2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.

3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.

4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia.

4. Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi system pernapasan

1. Hidung

Hidung atau nasal berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir dan
dari paru-paru, sebagai penyaring kotoran dan melem serta menghangatkan
udara yang dihirup ke dalam paru-paru. Nasal terdiri atas bagian eksternal
dan internal Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang
hidung dan kartilago, dilindungi otot otot dan kulit, serta dilapisi oleh
membrane mukosa. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang berlipat-
lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis) yang berjumlah 3 buah:
(a) konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah), (b) konka nasalis
media (karang hidung bagian tengah), (c) konka nasalis superior (karang
hidung bagian atas).

2. Faring

Pharynx atau faring merupakan organ berbentuk corong sepanjang 15


cm yang tersusun atas jaringan fibromuscular yang berfungsi sebagai
saluran pencernaan dan juga sebagai saluran pernafasan. Pharynx terletak
setinggi Bassis crani (bassis occipital dan bassis sphenoid) sampai cartilage
cricoid setinggi Vertebrae Cervical VLBagian terlebar dari pharynx terletak
setinggi os.Hyoideum dan bagian tersempitnya terletak pada
pharyngeosophageal junction. Faring merupakan oragan tubuh tempat
persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan, terdapat dibawah
dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas
tulang leher.

3. Laring

Larynx (laring) atau tenggorokan merupakan salah satu saluran


pernafasan (tractus respiratorius).Laring membentang dari
laryngeosophageal junction dan menghubungkan faring (pharynx) dan
trakea.Laring terletak setinggi Vertebrae Cervical IV-V.Laring juga
bertindak sebagai pembentukan suara.Laring atau pangkal tenggorokan itu
dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglottis yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan
makanan menutupi laring.

4. Trakea

Traken atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang


dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput
lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah
luar.Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang
dilapisi oleh otot polos.
5. Bronkus dan Bronkiolus,

Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjuta dari trakea, ada


dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebrate torakalis IV dan V
mempunyai struktur serupa dengan trakean dan dilapisi oleh jenis set yang
sama. Bronkas itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah paru paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri
dari 6-8 cincin mempunyai 3 cabang Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang.
Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus
(bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi dan pada ujung bronkioli
terdapat gelembung paru atau gelembung hawa yangi disebut alveolus.

6. Paru-paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri


dari gelembung (gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri
dari sel-sel epitel dan endotel Jika dibentangkan luas permukaannya lebih
kurang 90 m².Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O masuk ke dalam
darah dan CO: dikeluarkan dari darah.Paru paru terletak di rongga dada
(mediastinum), dilindungi oleh struktur tulang selangka.Rongga dada dan
perut dibatasi oleh sekat disebut diafragma.Berat paru-paru kanan sekitar
620 gram, sedangkan paru-paru

b. Fisiologi system pernapasan


Manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, bila tidak
mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak
yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Bila oksigen tidak
mencukupi kebutuhan tubuh makanakan terjadi sianosis yaitu adanya warna
kebiruan pada bibir, telinga, lengan, dan kaki.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernpasan
dapatdibedakan atas 2 jenis, yaitu pemapasan luar dan pernapasandalam
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udaradalam
alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah
pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh Masuk
keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara
dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan udara di
luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila
tekanan rongga dada lebih besar maka udara akan keluar. Sehubungan dengan
organ yang terlibat dalam pemasukkan udaran (inspirasi dan pengeluaran udara
(ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu
pernapasan dada dan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara
bersamaan.
5. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Infeksi saluran pernafasan bagian atas merupakan infeksi akut yang


menyerang hidung hingga faring

2. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah merupakan infeksi akut yang


menyerang daerah di bawah faring sampai dengan alveolus paru-paru.

Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga
golongan yaitu;

1. ISPA Ringan

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala


sebagai berikut:

a. Batuk

b. Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya


pada waktu berbicara atau menangis

c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas.

2. ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA
ringan dengan disertai gejala sebagai berikut:
a. Pernapasan lebih dari 50 kali menit pada anak umur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.

b. Suhu lebih dari 390C.

c. Tenggorokan berwarna merah

d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak

e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

f. Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.

g. Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit

3. ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan
atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:

a Bibir atau kulit membiru


b Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernapas
c Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
d Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
e Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
f Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
g Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
h Tenggorokan berwarna merah
6. Phatway

Virus, Bakteri, Jamur

Invasi saluran napas atas

Kuman berlebih di Kuman terbawah ke Infeksi saluran napas


Bronkus saluran cerna bawah

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi pembuluh Peradangan saluran napas


cerna darah
Akumulasi secret di
Bronkus Peningkatan flora Eksudat Peningkatan thermoregulasi
Normal di usus masuk alveoli dihipotalamus

Bersihan Mucus di bronkus


jalan Peristaltik Gangguan difusi suhu tubuh
napas/tidak
Bau mulut tak sedap usus gas Suplai O2
efektif
Hipertemia
Gangguan a
Anoreksia Malabsorpsi
Pertukaran
Gas Hipoksia
Intake Frekuensi BAB
Fatique

Defisit
nutrisi Resiko
Intoleransi
ketidakseimbangan
cairan Aktivitas
7. Manifestasi klinis

a. Tanda dan gejala dari penyakit ISPA pada anak adalah sebagai berikut:

1) Batuk
2) Pilek
3) demam
4) Bersin
5) Gatal atau sakit tenggorokan
6) Hidung tersumbat

ISPA pada anak jika semakin lama semakin parah disertai gejala berikut:

a) Sesak napas
b) Nyeri pada bagian dada atau perut
c) Kejang
d) Penurunan kesadaran
e) Bibir dan kuku tampak kebiruan
f) Kulit menjadi pucat dan terasa dingin
g) Gangguan pencernaan separti, mual, muntah dan diare.
8. Komplikasi

a. Penemonia

b. Bronchitis.
c. Sinusitis

d. Laryngitis.

e. Kejang deman. (Soegijanto, S, 2018)

9. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah proses yang paling sering digunakan
dalam menegakkan diagnosis pada gangguan pernapasan atas.

1) Kultur

Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme


yang menyebabkan faringitis.

2) Biopsi

Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil jaringan


tubuh, dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel sel dari faring, laring,
dan rongga hidung. Dalam tindakan ini mungkin saja pasien mendapat anastesi
lokal, tropical atau umum tergantung pada tempat prosedur dilakukan.

3) Pemeriksaan pencitraan.

Termasuk di dalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak, CT Scan,


pemeriksaan dengan zat kontras dan MRI (pencitraan resonansi magnetik)
Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari
pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan infeksi pada sinusitis atau
pertumbuhan tumor dalam kasus tumor

10. Penatalaksanan

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar


pengalaman penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat
batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula
penunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan
petunjang yang penting bagi poderia ISPA
Pencegahan dapat dilakukan dengan:

a) Menjaga keadaan gizi agar tetap baik

b) Imunisasi

c) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

d) Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Prinsip perawatan ISPA antara lain

a) Meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari

b) Meningkatkan makanan bergizi

c) Bila demam beri kompres dan banyak minum

d) bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersihi Bila badan seseorang demnam gunakan pakaian yang
cukup tipis tidak terlalu ketat

e) Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek

A. Konsep asuhan keperawatan ISPA

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,tanggal masuk RS,


tanggal pengkajian, no. MR. diagnosa medis. nama orang tua, umur orang tua,
pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.

2. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan


lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk pilek dan sakit
tenggorokan.
b) Riwayat Penyakit Dahulu

Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit

c) Riwayat Penyakit Keluarga

Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit


seperti penyakit klien tersebut

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.

b. Tanda vital:

Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien

c. Kepala

Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada
kelainan atau lesi pada kepala

d. Wajah

Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.

e. Mata

Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis tidak. Sklera ikterik/


tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan

f. Hidung

Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam
penciuman

g. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab. lidah kotor/
tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam
menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.

h. Leher

Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi


vena jugularis

i. Thoraks

Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada


wheezing. apakah ada gangguan dalam pernafasan. Pemeriksaan Fisik
Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

a. Inspeksi

1. Membran mukosa- faring tamppak kemerahan

2. Tonsil tampak kemerahan dan edema

3. Tampak batuk tidak produktif

4. Tidak ada jaringan parut dan leher

5. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan, tambahan,


pernafasan cuping hidung

b. Palpasi

1. Adanya demam

2. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri


tekan pada nodus limfe servikalis

3. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid

c. Perkusi

Suara paru normal (resonance)

d. Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

j. Abdomen

1. Inspeksi
Lihat bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak.
2. Palpasi
Apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen atau tidak.
3. Perkusi
Apakah perut terasa kembung atau tidak.
4. Auskultasi
Lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan
bising usus/tidak.
s

k. Genitalia

Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin warna rambut


kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak.
Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh
labia mayora.

l. Integumen

Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.

m. Ekstremitas atass

Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan
bentuk.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
dibuktikan dengan sputum berlebihan

2. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan faktor resiko disfungsi


intestinal
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (mis. Stres, keengganan
untuk makan) dibuktikan dengan nafsu makan menurun.

4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)


dibuktikan dengan suhu tubuh diatas nilai normal.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan


mengeluh lemah.

6. Ganggua pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus-


kapiler dibuktikan dengan bunyi napas tambahan.

C. Intervensi keperawatan

No Diagnosis Tujuan dan kriteria hasil Intervensi (SIKI)


keperawatan (SLKI)

1. Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi Observasi:


napas tidak efektif keperawatan selama 1x24 jam
1. Identifikasi
diharapkan bersihan jalan
kemampuan
napas meningkat dengan
batuk
kriteria hasil:
2. Monitor adanya
1. Produksi sputum retensi sputum
menurun (5) 3. Monitor tanda
2. Menggi menurun dan gejala infeksi
3. Wheezing menurun saluran napas
(5) 4. Monitor input dan
4. Frekuensi napas output cairan
membaik (5) (mis. Jumlah dan
5. Pola napas membaik karakteristik)

Terapeutik:

1. Atur posisi semi-


fowler atau
fowler
Edukasi:

1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
batuk efektif

2. Resiko Setelah dilakukan intervensi Observasi:


ketidakseimbangan keperawatan selama 1x24 jam
1. Monitor status
cairan diharapkan keseimbangan
hidrasi (mis.
cairan meningkat dengan
Frekuensi nadi,
kriteria hasil:
kekuatan nadi,
1. Asupan cairan akral, pengisian
meningkat (5) kapller,
kelembapan
mukosa,
turgornkulit,
tekanan darah).

Terapeutik:

1. catat intake
output dan hitung
balans cairan 24
jam
2. berikan asupan
cauran, sesuai
kebutuhan
3. berikan cairan
intrvena, jika
perlu

Kolaborasi:

1. kolaborasi
pemberian
diuretik, jika
perlu

3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Observasi:


keperawatan selama 1x24 jam
1. Identifikasi status
diharapkan status nutrisi
nutrisi
membik dengan kriteria hasil:
2. Identifikasi
1. porsi makanan yang makanan yang
dihabiskan meningkat disukai
(5) 3. Identifikasi kalori
2. frekuensi makan dan jenis nutrien
membaik (5) 4. Monitor asupan
3. nafsu makan membaik makanan
(5) 5. Monitor berat
badan

Terapeutik:

1. Sajikan makanan
secara menarik
dan suhu yang
sesuai
2. Berikan, makanan
tinggi serat untuk
mencengah
konstipasi
3. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
4. Berikan suplemen
makanan, jika
perlu

Edukasi:

1. Ajarkan diet yang


diprogramkan

Kolaborasi:

1. Kolaborasi
pemberia
medikasi sebelum
makan (mis.
Pereda nyeri,
antlemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrient
yang dibutuhkan,
jika perlu

4. Hipertermia Setelah dilakukan intervensi Observasi :


keperawatan selama 1x24 jam
1. Identifikasi
diharapkan termoregulasi
penyebab
membaik dengan kriteria
hipertermia (mis.
hasil:
Dehidrasi,
1. Suhu tubuh membaik terpapar
(5) lingkungan panas,
penggunaan
incubator)
2. Monitor suhu
tubuh

Terapeutik:

1. Sediakan
lingkungan yang
dingin
2. Lakukan
pendinginan (mis.
Selimut
hipotermia atau
kompres dingin
pada dihi, leher,
dada, abdomen,
dan aksila)

Edukasi:

1. Anjurkan tirah
baring

Kolaborasi:

1. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu.

5. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi Observasi:


keperawatan selama 1x24 jam
1. Identifikasi
diharapkan toleransi aktivitas
gangguan fungsi
meningkat dengan kriteria
tubuh yang
hasil:
mengakibatkan
1. Saturasi oksigen kelelahan
meningkat (5) 2. Monitor keleahan
2. Frekuensi napas fisik dan
membaik (5) emosional

Terapeutik:
1. Berikan aktifitas
distraksi yang
menenangkan

Edukasi:

1. Anjurkan tirah
baring

Kolaborasi:

1. Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makanan
2. shdkadbaj

6. Ganggua pertukaran Setelah dilakukan intervensi Observasi:


gas keperawatan selama 1x24 jam
1. Monitor
diharapkan pertukaran gas
frekuensi, irama,
meningkat dengan kriteria
kedalaman, dan
hasil:
upaya napas.
1. Bunyi napas 2. Monitor adanya
tambahan menurun sumbatan jalan
(5) napas.
2. Pola napas membaik 3. Auskultasi bunyi
(5) napas.

Terapeutik:

1. Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien.
Edukasi:

1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.

D. Implementai

keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat


untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan

E. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan dalam menilai Tindakan keperawatan yang


telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal
dan mengukur hasil dari proses keperawatan dan untuk menentukan masalah
teratasi atu tidak. Penentuan masalah teratasi atau tidak dengan cara
membandingkan antara SOAP atau SOAPIE dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah di tetapkan.

S (subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah
tindakan di berikan

O (Objective) : adalah informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan,


penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah
Tindakan dilakukan

A (Analisis) : adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif


dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi atau tidak.

P (Planing) : adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan


beradasarkan hasil analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Wijayaningsi, K.S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV. Trans info media.

Hartono, 2016. Teori Portofolio dan analisis Infestasi. Edisi Kesepuluh. Yogyakarta.

Soekarto, Dkk. 2016. Jurnal Keperawatan Hubungan Peran Orangtua dalam


Pencegahan ISPA Dengan Kekambuhan ISPA Pada balita Di Puskesmas Bilalang
Kota Kotamobagu: Manaodo. Universita Sam Ratulangi
Himawati, E. H., & Fitria, L., (2020). The Maternal, Sanitation, Child’s Infektious
Disiase History And Diarrhea Among Under Lima Age Cildren In Sampang.
Jurnal Riset Kesehatan, 9(2), 113-117.

Kementrian Kesehatan RI. 2017. Data Dan Informasi Kesehatan Profil Kesehatan
Indonesia 2016.

Riskedas 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan RI. 2018.
S

Anda mungkin juga menyukai