BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah hak setiap orang. Masalah kesehatan sama pentingnya dengan
masalah pendidikan, perekoomian, dan lain sebagainya. Usia balita dan anak-anak
merupakan usia yang rentan penyakit. Hingga saat ini salah satu penyakit yang
banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA( Insfeksi Saluran Pernafasan Atas )
Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) di negara berkembang masih merupakan
masalah kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini pada anak
merupakan penyebab kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi.
Angka kematian ISPA di negara maju berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di negara
berkembang lebih besar lagi.
Di Indonesia angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %. Hingga saat ini
salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut) .ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting
karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1
dari 4kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA
setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit
ISPA (Anonim,2009)
B.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan umum : untuk memahami teoritis dan asuhan keperawatan dari
penyakit ISPA.
2.
Tujuan khusus :
untuk memahami teoritis dari ISPA pada anak( definisi, etiologi, anatomi &
fisiologi, patofisiologi,woc, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.
DEFENISI
ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang terutama mengenai
struktur saluran pernafasan di atas laring,tetapi kebanyakan,penyakit ini mengenai
bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan.(Nelson,edisi 15)
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan
(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya
obstruksi jalan nafasdan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat
melakukan pernafasan (Pincus Catzel& Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan
nafasdalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418)
ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang
disebabkanoleh infeksi jasad renik bakteri, virus maupun riketsia, tanpa / disertai
radang parenkim paru.(Mohamad, 35)
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk
pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi pernapasan
jarang memilki ciri area anatomik tersendiri. Infesi sering menyebar dari satu
struktur ke struktur lainya karena sifat menular dari membran mukosa yang
melapisi seluruh saluran. Akibatnya,infeksi saluran pernapasan akan melibatkan
beberapa area tidak hanya satu struktur, meskipun efek pada satu individu dapat
mendominasi penyakit lain.
2.
ETIOLOGI
yang paling sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan
streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan menempel
pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung.Biasanya
bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia dibawah 2 tahun yang
kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke
musim hujan juga menimbulkan risiko serangan ISPA.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian ISPA pada
anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya
sanitasi lingkungan.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas
dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada
lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang
disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulanbulan musim dingin.
3.
Hidung
Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di dalam lubang hidung) yang memuat
kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara ke rongga hidung.
Bagian hidung lain adalah rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang
mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dari sini. Pada saat udara
masuk melalui hidung, udara akan disaring oleh bulu-bulu yang ada di dalam
vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
b.
Faring
Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar tengkorak sampai
dengan esofagus yang terletak di belakang naso faring (di belakang hidung), di
belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring (laringo faring).
c.
Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian tulang
rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, yang terdiri atas dua lamina
yang bersambung di garis tengah.
d.
Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup laring ketika
orang sedang menelan
e.
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan bronkhus, segmen
bronkhus, dan bronkhiolus, yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi
surfaktan.
f.
Trakhea
Trakhea atau disebut sebagai batang tenggorok yang memiliki panjang kurang lebih
9 cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra thorakalis kelima.
Trakhea tersebut tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak
lengkap yang berupa cincin. Trakhea ini dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas
epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
g.
Bronkhus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua
percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar dari
pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah; sedangkan
bronkhus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dalam lobus atas dan
bawah. Kemudian saluran setelah bronkhus adalah bagian percabangan yang
disebut sebagai bronkhiolus.
h.
Paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Letak paru itu sendiri di dalam
rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas
beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura yaitu pleura parietalis dan pleura
viseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian (paru kanan dan paru
kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung beserta
pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks.
Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, dan memiliki fungsi pertukaran
gas oksigen dan karbondioksida.
FISIOLOGI
Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer, dalam proses ventilasi ini terdapat beberapa
hal yang mempengaruhi, di antaranya adalah perbedaan tekanan antara atmosfer
dengan paru. Semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah.
Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara semakin tinggi. Hal
lain yang mempengaruhi proses ventilasi kemampuan thoraks dan paru pada alveoli
dalam melaksanakan ekspansi atau kembang kempisnya, adanya jalan napas yang
dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos yang
kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, terjadinya rangsangan
simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi,
kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat
menyebabkan vasokonstriksi atau proses penyempitan, dan adanya refleks batuk
dan muntah juga dapat mempengaruhi adanya proses ventilasi, adanya peran
mukus ciliaris yang sebagai penangkal benda asing yang mengandung interveron
dapat mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians (complience) dan recoil
yaitu kemampuan paru untuk berkembang yang dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, di antaranya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi
untuk menurunkan tegangan permukaan dan masih ada sisa udara sehingga tidak
terjadi kolaps dan gangguan thoraks atau keadaan paru itu sendiri. Surfaktan
diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli, surfaktan disekresi saat klien
menarik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO2
atau kontraksi atau menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi recoil
terganggu maka CO2 tidak dapat keluar secara maksimal.
Pusat pernapasan yaitu medula oblongata dan pons pun dapat mempengaruhi
proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan.
Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg dapat dengan baik merangsang pusat
pernapasan dan bila pCO2 kurang dari sama dengan 80 mmHg maka dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2.
Difusi Gas
Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO2 kapiler
dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhinya, di antaranya :
Ketiga, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2, hal ini dapat terjadi seperti
O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dalam rongga alveoli
lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah
secara berdifusi) dan pCO2 dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam
alveoli
Transportasi Gas
Merupakan transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh
ke kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan berikatan dengan Hb membentuk
Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%). Kemudian pada transportasi
CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%), dan larut
dalam plasma (5%), kemudian sebagian menjadi HCO berada pada darah (65%).
Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, di antaranya
curah jantung (cardiac output) yang dapat dinilai melalui isi sekuncup dan frekuensi
denyut jantung. Isi sekuncup ditentukan oleh kemampuan otot jantung untuk
berkontraksi dan volume cairan. Frekuensi denyut jantung dapat ditentukan oleh
keadaan seperti over load atau beban yang dimiliki pada akhir diastol. Pre load atau
jumlah cairan pada akhir diastol, natrium yang paling berperan dalam menentukan
besarnya potensi aksi, kalsium berperan dalam kekuatan kontraksi dan relaksasi.
Faktor lain dalam menentukan proses transportasi adalah kondisi pembuluh darah
latihan/olahraga (exercise), hematokrit (perbandingan antara sel darah dengan
darah secara keseluruhan atau HCT/PCV), eritrosit, dan Hb.(Hidayat A. Aziz Alimul,
2006)
4.
PATOFISIOLOGI
WOC
6.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri
kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung
lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.
Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
grunting expiratoir dan wheezing. Pada sistem cardial adalah: tachycardia,
bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest. Pada sistem cerebral
adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang
dan coma.
Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak. Tanda-tanda laboratoris
hypoxemia,hypercapnia dan acydosis (metabolik dan atau respiratorik) Tanda-tanda
bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa
minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda
bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum
(kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa
diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing
7.
PENATALAKSANAAN
Antibiotik :
Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin,
Ampisillin, Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol,
kloksasilin, gentamisin
Penatalaksanaan Medis
Minum sedikitnya 2 3 liter air sehari, kecuali kalau pada kontra indikasi.
Medikasi : gunakan semprot hidung atau tetes hidung dua atau tiga kali
sehari atau sesuai yang diharuskan untuk mengatasi gejala hidung tersumbat.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah proses yang paling sering digunakan dalam
menegakkan diagnosis pada gangguan pernapasan atas.
a)
Kultur
Biopsi
Pemeriksaan pencitraan,
KOMPLIKASI
SPA (saluran pernafasan akut ) sebenarnya merupakan self limited disease yang
sembuh sendiri dalam 5 6 hari jika tidak terjaidi infasi kuman lain, tetapi penyakit
ispa yang tidak mendapatkan pengibatan dan perawatan yang baik dapat
menimbulkan penyakit seperti : sinusitis paranosal, penutupan tuba eustachii,
laryngitis, tracheitis, bronchitis, dan brhoncopneumonia dan berlanjut pada
kematian karna adanya sepsis yang meluas.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA PENDERITA ISPA
1.
Pengkajian
A. Identitas Pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua,
pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain.
B.
Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit sekarang
biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot
dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit
klien tersebut.
Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya
C.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
2. Tanda vital :
Inspeksi
Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
cuping hidung
b. Palpasi
Adanya demam
c.
Perkusi
d. Auskultasi
10. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan
pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus,
apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
11. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin.
Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat
keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
12. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada
nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
13. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
2.
Diagnosa Keperawatan
1.
2.
3.
Nyeri akut b/d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
4.
Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b/d tudak kuatnya pertahanan sekunder
(adanya infeksi penekanan imun)
3.
Intervensi KeperawatanNo
Diagnosa
TujuanIntervensi
Rasional
1
Peningkatan suhu tubuh bd proses inspeksi Suhu tubuh normal berkisar
antara 36 37, 5 C
1.
Observasi tanda tanda vital
2.
Anjurkan pada klien/keluarga umtuk melakukan kompres dingin ( air biasa)
pada kepala / axial.
3.
Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan yang dapat
menyerap keringat seperti terbuat dari katun.
4.
5.
6.
7.
1.
Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
perawatan selanjutnya.
2.
Dengan menberikan kompres maka aakan terjadi proses konduksi /
perpindahan panas dengan bahan perantara.
3.
Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang tebal dan tidak
akan menyerap keringat.
4.
5.
6.
7.
Menurunkan panas
2
normal.
1.
Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan hangat
3.
Beriakan oral sering, buang secret berikan wadah husus untuk sekali pakai
dan tisu dan ciptakan lingkungan beersih dan menyenamgkan.
4.
5.
Kolaborasi
1.
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori menyusun tujuan berat
badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
2.
3.
Nafsu makan dapt dirangsang pada situasi rilek, bersih dan menyenangkan.
4.
5.
Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi atau kebutuhan
individu untuk memberikan nutrisi maksimal.
3
Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
Nyeri
berkurang / terkontrol
1.
Teliti keluhan nyeri ,catat intensitasnya (dengan
skala 0 10), factor memperburuk atau meredakan lokasimya, lamanya, dan
karakteristiknya.
2.
Anjurkan klien untuk menghindari allergen / iritan terhadap debu, bahan
kimia, asap,rokok. Dan mengistirahatkan /meminimalkan berbicara bila suara serak.
3.
4.
Kolaborasi
analgesik
1.
Identifikasi karakteristik nyeri & factor yang berhubungan merupakan
suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok & untuk
mengevaluasi ke efektifan dari terapi yang diberikan.
2.
3.
Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta mengurangi nyeri
tenggorokan.
4.
Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi / menghambat
pengeluaran histamine dalam inflamadi pernapasan. Analgesi untuk mengurangi
rasa nyeri
4
Resiko tinggi tinggi penularan infeksi b.d tudak kuatnya pertahanan sekunder
(adanya infeksi penekanan imun)
1.
2.
3.
Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin, jika ditutup dengan tisu buang
segera ketempat sampah
4.
Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak usia dibawah 2 tahun, lansia dan
penderita penyakit kronis. Dan konsumsi vitamin C, A dan mineral seng atau anti
oksidan jika kondisi tubuh menurun / asupan makanan berkurang
5.
Kolaborasi
1.
2.
Menurunkan konsumsi /kebutuhan keseimbangan O2 dan memperbaiki
pertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
3.
4.
Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi
5.
Dapat diberikan untuk organiasme khusus yang teridentifikasi dengan kultur
dan sensitifitas / atau di berikan secara profilatik karena resiko tinggi
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Seperti yang diuraikan diatas bahwa ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacammacam, maka timbul persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan pengelolaannya.
Sampai saat ini belum ada obat yang khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi
ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional. Pengobatan yang rasional adalah
apabila pasien mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai dengan kuma
penyebab. Untuk dapat melakukan hal ini , kuman penyebab ISPA dapatdideteksi
terlebih dahulu dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat, kemudian
dilakukan pemeriksaan mikrobiologik , baru setelah itu diberikan antimikroba yang
sesuai.
2.
Saran
Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca.
makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat
dalam membuat asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran pernapasan akut.
1992
Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien