Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Sistem Respiratori
2.1.1.1 Anatomi Sistem Respiratori
Sistem respiratorik terdiri dari saluran napas yang menuju paru-paru,
dan otot-otot pernapasan dada dan perut yang peranannya adalah
menghasilkan aliran udara melalui saluran napas masuk dan keluar paru.
(17)
Pada manusia sistem respiratorik dibagi menjadi dua yaitu sistem
respiratorik atas dan sistem respiratorik bawah. Sistem respiratorik atas
dimulai dari lubang hidung sampai dengan faring dan sistem respiratorik
bawah dimulai dari laring sampai alveolus. (18)
Saluran napas adalah tabung yang mengangkut udara antara atmosfer
dan kantong udara (alveolus), dimana alveolus ini merupakan tempat
pertukaran gas antara udara dan darah. Saluran napas terdiri dari saluran
hidung, faring, laring, trakea, dan paru. (17)
Pada saat bernapas udara pertama kali melewati hidung. Udara
memasuki hidung dan melewati permukaan konka nasal (nasal turbinates)
yang luas. Permukaan yang luas dan bergelombang ini berfungsi untuk
menghangatkan, melembabkan dan menyaring udara yang masuk, sebelum
udara masuk ke faring. Faring berfungsi sebagai saluran bersama untuk
sistem pernapasan dan pencernaan, dalam keadaan normal udara masuk ke
faring melalui hidung, tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut ketika
saluran hidung tersumbat. Udara dialirkan dari faring menuju laring
melalui celah di antara lipatan vocal. Epiglotis akan membantu melindungi
laring saat proses menelan dengan mengarahkan makanan ke arah
esofagus. Pada anak kartilago aritenoid yang membantu proses pembukaan
dan penutupan glotis kurang jelas terlihat dibandingkan orang dewasa.
Selanjutnya udara dialirkan menunju trakea. Trakea merupakan saluran
respiratorik yang memiliki beberapa kartilago (tulang rawan). Pada anak
usia kurang dari 3 tahun, cincin krikoid (cincin trakea pertama yang
berbentuk lingkaran utuh) merupakan bagian tersempit jalan napas. Udara
lalu melewati bronkus, yang merupakan lanjutan dari trakea, yang berada
di dalam paru. Bronkus akan berakhir dalam alveolus dan terjadi
pertukaran gas antara udara dan darah. Sebagian besar pertumbuhan
alveoli terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dan selesai pada usia 8
tahun ketika volume paru bertambah sesuai pertumbuhan linear namun
alveoli baru biasanya tidak terbentuk. (18,19)

2.1.1.2 Mekanisme Pertahanan Respiratori


Paru senantiasa terpapar partikel atau agen yang infeksius. Hidung
berfungsi sebagai filter utama terhadap partikel besar. Terdapat epitel
bersilia pada hidung yang berfungsi untuk memindahkan partikel yang
telah terfilter menuju faring. Partikel berdiameter kurang dari 10 µm dapat
mencapai trakea atau bronki dan bisa mengendap di mukosa. Partikel
berdiameter kurang dari 1 m dapat mencapai alveoli. Terdapat sel-sel imun
pada saluran respiratori contohnya adalah makrofag alveolar yang
berfungsi untuk memfagosit partikel-partikel patogen.(19)
Batuk berperan penting dalam melindungi paru. Ekspirasi kuat dapat
membersihkan jalan napas dari debris dan sekret. Batuk dapat bersifat
volunter ataupun merupakan refleks yang dipicu oleh iritasi hidung sinus,
faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Jika kemampuan batuk
hilang, dapat mengakibatkan pembersihan sekret yang buruk dan menjadi
faktor predisposisi terjadinya atelektasis serta pneumonia. (19)

2.1.2 ISPA pada Balita


2.1.2.1 Definisi ISPA
ISPA merupakan penyakit saluran pernapasan yang bersifat akut
dengan berbagai macam gejala (sindrom). ISPA dapat menyerang salah
satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran
atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura (selaput paru). Organ saluran
pernapasan yang menjadi fokus ISPA adalah paru-paru, dikarenakan
tingginya mortalitas radang paru-paru. (1)
ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya
menular. ISPA dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang
berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit
yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor
lingkungan, dan faktor pejamu. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu
dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. (20)

2.1.2.2 Klasifikasi ISPA


Klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari:
a. Bukan Pneumonia
Merupakan kelompok pasien balita dengan batuk yang tidak
menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak
menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam.
Contoh penyakitnya adalah common cold/salesma, faringitis, tonsillitis,
dan otitis. (1,21)
b. Pneumonia
Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas.
Gejalanya dapat didiagnosis berdasarkan usia. Batas frekuensi napas
cepat pada anak berusia dua bulan sampai kurang dari 1 tahun adalah 50
kali per menit. Untuk anak usia 1 sampai kurang dari 5 tahun adalah 40
kali per menit. (1)
c. Pneumonia Berat
Pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran
bernapas disertai sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah
ke arah dalam (chest indrawing) pada anak berusia dua bulan sampai
kurang dari 5 tahun dan untuk anak berusia kurang dari 2 bulan,
diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu
frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya
tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke arah dalam
(severe chest indrawing). (1)

2.1.2.3 Epidemiologi ISPA


ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit
menular di dunia. Tingkat mortalitas ISPA sangat tinggi pada bayi, anak-
(20)
anak, dan orang lanjut usia. ISPA merupakan penyakit yang sering
terjadi pada anak. Kejadian penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia
diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun), artinya seorang
balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali
setahun. (1,21)

2.1.2.4 Etiologi ISPA


ISPA dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan aspirasi dari
berbagai zat. Bakteri penyebab ISPA diantaranya adalah Diplococcus
pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus pneumoniae, Streptocuccus
pyogenes, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, Moraxella
catarrhalis. Untuk virus penyebab ISPA diantaranya adalah virus
influenza, adenovirus, rhinovirus, sitomegalovirus, enterovirus. Untuk
jamur penyebab ISPA adalah Aspergilus sp., Candida albicans,
Histoplasma, dan lain-lain. Sedangkan untuk aspirasi yaitu dari makanan,
asap kendaraan bermotor, BBM (Bahan Bakar Minyak) biasanya minyak
tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-bijian, mainan
plastik kecil, dan lain-lain). Bakteri dan virus telah dilaporkan sebagai
penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada balita. (1,22)

2.1.2.5 Faktor Resiko ISPA


Faktor risiko terjadinya ISPA terbagi menjadi 3 yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan
meliputi pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan
kepadatan hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat
badan lahir, status gizi, dan status imunisasi. Sedangkan faktor perilaku
berhubungan dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada
bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga,
baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya. (7)
Faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan
kematian, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar
risiko), pemberian Air Susu Ibu/ASI eksklusif (mengurangi risiko), bayi
berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko), vaksinasi (mengurangi
risiko), dan polusi udara dalam kamar terutama asap rokok dan asap
bakaran dari dapur (meningkatkan risiko). (23)

Gambar 1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan resiko ISPA.(23)

2.1.2.6 Cara Penularan


Sebagian besar cara penularan ISPA adalah melalui droplet yang
ditimbulkan dari orang (sumber) yang terinfeksi selama terjadinya batuk,
bersin dan berbicara. Penularan terjadi bila droplet tersembur dalam jarak
dekat (biasanya < 1m) melalui udara. Penularan ISPA bisa juga melalui
kontak (termasuk kontaminasi tangan yang diikuti oleh inokulasi tak
sengaja) dan aerosol pernapasan yang mengandung berbagai partikel-
partikel infeksius berbagai ukuran dan dalam jarak dekat bisa juga terjadi
untuk sebagian patogen. (20)

2.1.2.7 Gejala dan Tanda


1) Pemeriksaan (1)
Tanyakan:
a. Berapa usia anak?
b. Apakah anak batuk? Berapa lama?
c. Apakah anak dapat minum?
d. Apakah anak demam?
e. Apakah anak kejang?
Lihat dan dengarkan: (anak harus tenang)
a. Apakah ada tarikan dinding dada ke dalam?
b. Apakah terdengar stridor? (suara menarik napas)
c. Adakah terdengar wheezing? (suara mengeluarkan napas)
d. Lihat, apakah kesadaran anak menurun?
e. Periksa, apakah napas anak cepat?
f. Raba, apakah ada demam?
g. Apakah ada tanda-tanda gizi buruk? (kurus kering)
2) Klasifikasikan (1)
a. Napas cepat bila anak usia:
1) <2 bulan : 60 kali per menit atau lebih
2) 2 bulan sampai <1 tahun : 50 kali per menit atau lebih
3) 1 tahun sampai 5 tahun : 40 kali per menit atau lebih
b. Penentuan adanya tanda bahaya
1) Tanda bahaya umur 2 bulan - < 5 tahun
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Gizi buruk
2) Tanda bahaya umur kurang 2 bulan
a) Kurang bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) Wheezing
f) Demam atau dingin
Anak yang mempunyai salah satu tanda bahaya harus segera dirujuk ke
rumah sakit.
b. Klasifikasi Penyakit:
1) Tanpa napas cepat termasuk bukan pneumonia
2) Dengan napas cepat saja termasuk pneumonia
3) Ada tanda bahaya termasuk pneumonia berat

2.1.2.8 Penatalaksanaan ISPA


a. Tindakan untuk anak umur 2 bulan sampai dengan 59 bulan
Pada anak usia 2 bulan sampai dengan 59 bulan dengan batuk atau
kesukaran bernapas, sebelum menentukan klasifikasi lakukan penilaian
tanda bahaya untuk menentukan tindakan rujukan, bila tidak ditemukan
tanda bahaya, tentukan klasifikasi apakah termasuk pneumonia berat,
pneumonia atau batuk bukan pneumonia. (24)
Tabel 2. Bagan tatalaksana penderita batuk atau kesukaran bernapas pada anak
umur 2 bulan sampai dengan 59 bulan untuk klasifikasi penyakit sangat berat. (24)
Tanda Bahaya Klasifikasi Tindakan
- Tidak bisa minum Penyakit  Kirim segera ke rumah sakit
- Kejang sangat berat  Beri satu dosis antibiotik
- Kesadaran  Obati demam, jika ada
menurun/kesukaran  Bila sedang kejang beri diazepam
dibangunkan  Bila ada stridor menandakan
- Stridor pada waktu adanya sumbatan jalan napas atas
anak tenang  Bila ada stridor, sianosis dan
- Gizi buruk ujung tangan dan kaki
- Tampak biru  Pucat dan dingin berikan oksigen
(sianosis)
 Cegah agar gula darah tidak turun
- Ujung tangan dan
 Jaga anak tetap hangat
kaki pucat dan dingin
 Rujuk segera

Tabel 3. Bagan tatalaksana penderita batuk atau kesukaran bernapas pada anak
umur 2 bulan sampai dengan 59 bulan. (24)
Tanda/Gejala Klasifikasi Tindakan
- TTDK  Beri oksigen maksimal 2-3 liter
Pneumonia
Atau berat per menit
- Saturasi oksigen <90  Beri dosis pertama antibiotik yang
sesuai
 Rujuk segera ke RS
 Obati wheezing bila ada
- Napas cepat Pneumonia  Berikan amoksisilin oral dosis
tinggi 2 kali per hari untuk 3 hari
 Beri pelega tenggorokan dan
pereda batuk yang aman
 Apabila batuk > 14 hari rujuk
 Apabila wheezing berulang rujuk
 Nasihati kapan kembali segera
 Kunjungan ulang dalam 3 hari
 Obati wheezing bila ada
- Tidak ada tarikan Batuk bukan  Beri pelega tenggorokan dan
dinding dada ke pneumonia pereda batuk yang aman
dalam  Apabila batuk > 14 hari rujuk
- Tidak ada napas  Apabila wheezing berulang rujuk
cepat  Nasihati kapan kembali segera
 Kunjungan ulang dalam 5 hari bila
tidak ada perbaikan
 Obati wheezing bila ada
b. Tindakan untuk anak umur < 2 bulan
Pada anak usia < 2 bulan dengan batuk atau kesukaran bernapas,
sebelum menentukan klasifikasi lakukan penilaian tanda bahaya. Pada
bayi < 2 bulan dengan batuk atau kesukaran bernapas tetap harus
dilakukan hitung napas dan lihat Tarikan Dinding Dada bagian bawah
Ke dalam (TDDK) untuk mengetahui apakah ada tanda bahaya tersebut
sehingga dapat dilakukan tindakan rujukan segera agar tidak
memperberat penyakitnya sehingga menyebabkan kematian. (24)

Tabel 4. Bagan tatalaksana penderita batuk atau kesukaran bernapas pada anak
umur < 2 bulan. (24)
Tanda Bahaya Klasifikasi Tindakan
Ada salah satu tanda Penyakit Rujuk segera
berikut: sangat berat Tindakan pra rujukan:
- Napas cepat (≥ 60  Kirim segera ke rumah sakit
kali/menit) atau  Beri 1 dosis antibiotik
- Napas lambat (≤ 30  Obat demam, jika ada
kali/menit), atau  Obati wheezing, jika ada
TTDK, atau kurang  Tetap beri ASI
mau minum
- Demam, kejang
- Kesadaran menurun
- Stridor
- Tangan dan kaki
teraba dingin
- Wheezing
- Tanda gizi buruk

2.1.2.9 Pencegahan ISPA


Ibu balita yang sakit perlu diberitahu upaya pencegahan ISPA pada
balita, sebagai berikut: (24)
1) Jauhkan balita dari penderita batuk
2) Lakukan imunisasi lengkap di Posyandu atau Puskesmas
3) Berikan ASI eksklusif pada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan
4) Pemberian makanan cukup gizi dan seimbang
5) Jauhkan balita dari asap (rokok, asap dapur, asap kendaraan), debu,
serta bahan-bahan lain yang mengganggu pernapasan
6) Menjaga kebersihkan rumah dan lingkungan
7) Rumah dengan ventilasi cukup
8) Rajin mencuci tangan dengan sabun atau antiseptik lain

2.1.3 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi ISPA


2.1.3.1 Pencemaran Udara di Dalam Rumah
1) Kebiasaan Anggota Keluarga Merokok di Dalam Rumah
Asap rokok adalah gas beracun yang dikeluarkan dari pembakaran
produk tembakau yang biasanya mengandung Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAHs) zat tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia.
(25)
Sebatang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia
seperti nikotin, gas carbon monoksida, nitrogen oksida, hydrogen
cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane,
methanol, peryline dan lain-lain. (26)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1077/Menkes/PER/V/2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam
ruang rumah menyebutkan bahwa kualitas udara dalam ruang rumah
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah perilaku
merokok didalam rumah yang mempunyai dampak bagi kesehatan.
Pada bayi dan anak-anak yang orang tuanya perokok mempunyai risiko
lebih besar terkena gangguan saluran pernafasan dengan gejala sesak
nafas, batuk dan lendir yang berlebihan. (8,25)
Asap rokok bukan hanya menjadi penyebab langsung kejadian ISPA
pada balita, tetapi menjadi faktor tidak langsung yang diantaranya dapat
melemahkan daya tahan tubuh balita. Asap rokok dapat menurunkan
kemampuan makrofag membunuh bakteri. Asap rokok juga diketahui
dapat merusak ketahanan lokal paru, seperti kemampuan pembersihan
mukosiliaris. (7,8,26)
Paparan yang terus-menerus akan menimbulkan gangguan
pernapasan terutama memperberat timbulnya ISPA dan gangguan paru-
paru pada saat dewasa. Semakin banyak rokok yang dihisap oleh
keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA,
khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi. (27)
2) Kebiasaan Menggunakan Obat Nyamuk Bakar dalam Rumah
Penggunaan obat nyamuk bakar di Indonesia sering digunakan oleh
masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah. Asap obat
nyamuk bakar berbahaya bagi kesehatan. Dalam asap obat nyamuk
bakar terkandung Dichlorovynil Dimetyl Phosfat (DDVP), zat ini
merupakan zat yang berbahaya, jika terus-terusan terpapar dalam
jangka waktu panjang akan mengakibatkan kerusakan saraf, gangguan
pernapasan dan memicu kanker. Seberapa jauh dampaknya tergantung
jenis, jumlah, usia dan bahan campurannya. (7)
Bayi dan balita dapat dikatakan rentan terhadap obat nyamuk. Hal ini
bisa terjadi dikarenakan organ-organ tubuhnya belum sempurna, daya
tahan tubuhnya belum baik serta refleks batuknya belum baik. Apabila
asap obat nyamuk terhirup oleh hidung balita dapat menyebabkan iritasi
saluran pernapasan. Akibatnya terjadi peningkatan produksi lender dan
saluran pernapasan mengalami penyempitan, penyempitan tersebut
menyebabkan kesulitan dalam bernapas sehingga benda asing tertarik
dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, hal tersebut
akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan. (7,28)
3) Kebiasaan Penggunaan Bahan Bakar Biomassa Untuk Memasak di
Dalam Rumah
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1077/Menkes/PER/V/2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam
ruang rumah menyebutkan bahwa penggunaan sumber energi yang
relatif murah seperti batubara dan biomassa (kayu, kotoran kering dari
hewan ternak, residu pertanian) merupakan salah satu faktor
pencemaran udara di dalam ruang.(25)
Hasil penggunaan bahan bakar biomassa dapat menghasilkan antara
lain CO, NO, SO2, ammonia, HCl dan hidrokarbon. Zat-zat yang
dihasilkan dari penggunaan bahan bakar biomassa merupakan zat yang
berbahaya bagi kesehatan yang dapat menyebabkan timbulnya berbagai
(26)
macam penyakit. Partikel dalam asap biomassa dapat mengiritasi
hidung dan tenggorokan. Iritasi tersebut memungkinkan bakteri maupun
virus penyebab ISPA masuk ke dalam tubuh. (28)

2.1.3.2 Pencemaran Udara di Luar Rumah


1) Kebiasaan Membakar Sampah di Lingkungan Rumah
Sampah yang membusuk umumnya mengeluarkan gas seperti
methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) serta senyawa lainnya.
Secara global, gas-gas ini merupakan salah satu penyebab
menurunnya kualitas lingkungan (udara) karena mempunyai efek
rumah kaca (green house effect) yang menyebabkan peningkatan
suhu, dan menyebabkan hujan asam. Senyawa-senyawa dalam
pembakaran sampah ini dapat mengganggu kesehatan.(7)
2) Gas Buang Sarana Transportasi dan Industri
Gas buang sarana transportasi atau bisa dikatakan polusi udara dari
lalu lintas dan juga polusi udara dari pabrik industri dapat
menyebabkan gangguan di saluran pernapasan. (29)
3) Kebakaran
Beberapa wilayah di Indonesia mempunyai potensi kebakaran
hutan dan telah mengalami beberapa kali kebakaran hutan terutama
pada musim kemarau. Asap dari kebakaran hutan dapat menimbulkan
penyakit ISPA dan memperberat kondisi seseorang yang sudah
menderita pneumonia khususnya balita.(21)

2.1.3.3 Zat Pencemaran Udara


Zat pencemaran udara atau polutan udara sekarang ini sudah
mempengaruhi hampir setiap negara di dunia, akibat pencematan udara ini
(30)
sekitar 6,5 juta kematian di seluruh dunia per tahun. Menurut WHO
sekitar 531.000 balita meninggal akibat polusi udara rumah tangga pada
tahun 2012, dan sekitar 127.000 balita meninggal akibat polusi udara luar
ruangan pada tahun 2012. (31)
Berdasarkan sifatnya, secara umum zat pencemar atau polutan di udara
berupa gas sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NOx), karbon
monoksida (CO), volatile organic compounds ataupun debu
partikulat/particulate matter (PM). (14,31)
Debu partikulat dibagi menjadi 3 jenis yaitu jenis pertama coarse PM
berukuran 2,5-10 µm (PM kasar atau PM2,5-10) yang berasal dari abrasi
tanah, debu jalan, dan agregasi partikel sisa pembakaran, partikel seukuran
ini dapat masuk dan terdeposit di saluran pernapasan utama paru
(trakheobronkial). Jenis kedua adalah fine PM (< 2,5 µm) dan jenis ketiga
ultrafine (< 0,1 µm) berasal dari pembakaran fosil dan dapat dengan
mudah terdeposit dalam unit terkecil saluran napas (alveoli) bahkan dapat
masuk ke sirkulasi darah sistemik. (14)
Dalam beberapa penelitian menunjukkan bukti yang kuat hubungan
antara polusi udara dengan debu partikulat (PM10 maupun PM2,5) dengan
penyakit manusia khususnya penyakit kardiovaskular dan penyakit
respiratori. Debu partikulat PM2,5 lebih berbahaya bagi kesehatan
dibandingkan dengan partikulat yang ukurannya lebih besar, karena
dengan ukurannya yang kecil maka potensi untuk terdeposit dalam alveoli
dan bahkan masuk ke dalam blood gas barrier akan semakin besar. (31,32)
Pemerintah Indonesia telah menetapkan baku mutu pencemaran udara
dalam Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 untuk PM2,5 sebesar 65
µg/m3 untuk rata-rata 24 jam, untuk udara dalam ruangan baku mutu 35
µg/m3 sesuai dengan Permenkes No. 1077 tahun 2011. (25)
Sedangkan
menurut WHO menetapkan baku mutu PM2,5 adalah 10 µg/m3 (rata-rata
per tahun) dan 25 µg/m3 (rata-rata per 24 jam).(33)
2.1.3.4 Kondisi Fisik Rumah
2.1.3.4.1 Ventilasi Rumah
Ventilasi merupakan tempat proses penyediaan udara segar ke
dalam rumah dan tempat pengeluaran polusi dari suatu ruangan tertutup
secara alamiah maupun mekanis. Tersedianya udara segar sangat
dibutuhkan untuk manusia, apabila dalam suatu ruangan tidak terdapat
ventilasi yang baik maka akan menimbulkan keadaan yang dapat
merugikan kesehatan. ISPA pada umumnya disebabkan oleh bakteri
dan virus, dimana proses penularannya melalui udara, dengan adanya
ventilasi yang baik maka udara yang telah terkontaminasi oleh bakteri
dan virus akan mudah digantikan oleh udara yang segar. (8,26)

2.1.3.4.2 Kelembaban Udara Dalam Rumah


Kelembaban ruangan yang tinggi merupakan sarana
perkembangbiakan yang baik untuk bakteri. Selain itu, virus pernafasan
juga dapat ditemukan pada kelembaban relatif 75%. Kondisi rumah
yang tidak mememiliki ventilasi yang baik akan membuat bakteri
bertahan lebih lama di dalam ruangan tersebut. Beberapa
mikroorganisme dapat berkembang biak pada atap, ubin maupun sekat
yang lembab. Apabila balita bermain di atas ubin atau menyentuh
barang-barang dimana terdapat bakteri berkembang biak maka dapat
terjadi penularan secara tidak langsung melalui tangan yang kemudian
terbawa ke membrane mukosa hidung sehingga terinfeksi ISPA. (28)

2.1.3.4.3 Pencahayaan
Rumah sehat adalah rumah yang memiliki pencahayaan yang baik,
pencahayaan yang tidak baik mengakibatkan ketidaknyamanan pada
penghuninya untuk tinggal dan juga merupakan media yang baik untuk
tumbuh dan berkembangnya bakteri, virus dan parasit yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan terutama pernapasan dan apabila
cahaya yang masuk berlebihan dapat menimbulkan masalah
penglihatan. Pencahayaan yang alami efektif membunuh bakteri, virus,
parasit dan jamur yang ada di dalam rumah. (12)

2.1.3.5 Kepadatan Hunian Rumah


Padatnya jumlah hunian dalam suatu ruang akan meningkatkan
kelembaban akibat uap air dari pernapasan diikuti peningkatan Karbon
Dioksida (CO2) ruangan, kadar oksigen menurun yang berdampak pada
penurunan kualitas udara dalam rumah sehingga daya tahan tubuh
penghuninya menurun dan memudahkan terjadinya pencemaran gas atau
bakteri kemudian cepat menimbulkan penyakit saluran pernapasan seperti
ISPA. Selain itu, banyaknya orang yang tinggal dalam satu ruang juga
mempunyai peranan dalam kecepatan transmisi mikroorganisme di dalam
lingkungan. Apabila salah satu orang atau lebih yang tidur sekamar dengan
balita, menderita ISPA dan mengeluarkan droplet yang mengandung
patogen ISPA maka akan menyebabkan terjadinya penularan secara
langsung pada balita. Hal tersebut didukung apabila balita berada dalam
kondisi kekebalan tubuh yang kurang dengan tingkat pajanan
mikroorganisme penyebab ISPA yang tinggi maka akan mudah untuk
terjangkit penyakit saluran pernafasan. (7)
2.2 Kerangka Teori
Faktor Lingkungan
- Pencemaran Udara
- Kondisi Fisik Rumah
- Kepadatan Hunian Rumah

Faktor Individu Anak


- Umur anak
- Berat badan lahir
Frekuensi
- Status gizi
Kejadian ISPA
- Pemberian ASI
eksklusif
- Status imunisasi

Faktor Perilaku
- Hidup bersih dan
sehat
- Praktek penanganan
ISPA di keluarga
yang baik yang
dilakukan oleh ibu
ataupun anggota
keluarga lainnya

Gambar 2. Bagan kerangka teori.

Anda mungkin juga menyukai