Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

LONG TERM CARE HIV/AIDS

OLEH :

NAMA KELOMPOK III:

KELAS :C/IV

1. MERLIN NENOSONO (164602720)


2. PERMATA I. K. HUN (166002720
3. PENINA M. LELADARA (165102720)
4. SAVITRI R. JUNI RANA (165302720)
5. ORNI E. MISSA (164902720)
6. YOLAN J.N SANAM (165602720)
7. FAUSTINO I. TOME HAYON (163202720)
8. EMSI NATONIS (162902720)
9. DONATUS FAOT (162702720)
10. MATEUS Y. BANA (164402720)
11. MEGI BOIMAU (166102720)
12. BETI FOEMUSU (162302720)
13. HOLY E. MARAKAY(163602720)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANMARANATHA

KUPANG

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Long Term Care
HIV/AIDS”

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan HIV/AIDS.. Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak
kesulitan yang kami hadapi.Namun berkat bimbingan dari Dosen, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Kami menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum


seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah.Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar makalah ini
menjadi lebih baik dan berdaya guna.Harapan kami, Semogah makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Kupang, 06 Juni 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................2

1.3 Tujuan...........................................................................................2

1.3.1 Tujuan Umum............................................................................2

1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1.1 Aspek Spiritual Pada Pasien HIV/AIDS..............................................4

2.1 Pengertian Spiritual...............................................................................4

2.2 Indikator Spiritualitas................................................................... ...........


5

2.3 Dimensi Spiritual dalam Praktek Konseling.......................................... 6

2.4 Aspek Kultural Pada Pasien HIV/AIDS.................................................7

2.5 Long Term Care Pada Pasien HIV/AIDS ..............................................8

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan................................................................................ 15

3.2 Saran.......................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 16

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV1/AIDS2 adalah penyakit (medical illiness) yangmemerlukan
pendekatan dari segi bio-psiko-sosio-spiritual, danbukan dari segi klinis
semata. Penderita AIDS akan mengalamikrisis afektif pada dirinya, pada
keluarganya, pada orang yangdicintainya dan pada masyarakat. Krisis
tersebut adalah dalambentuk kepanikan, ketakutan, kecemasan, serba
ketidakpastian, keputusasaan, dan stigma.Perlakuan terhadap penderita AIDS
seringkali bersifat deskriptif, dan resiko bunuh diri padapenderita cukup
tinggi.Bahkan sering kali mereka meminta tindakan euthanasia.
Dalam menangani kasus AIDS ini diperlukan pendekatan
biopsikososiospiritual; artinya melihat pasien tidak semata-mata dari segi
organobiologik, psikologik/kejiwaan, psiko-sosial tetapi juga aspek
spritual/kerohanian.Pasien tidaklah dipandang sebagai individu seorang diri,
melainkan seseorang anggota dari sebuah keluarga, masyarakat dan
lingkungan sosialnya.Juga sebagai orang yang dalam keadaan tidak berdaya
yang memerlukan pemenuhan kebutuhan spiritual/kerohanian atau agama.
Bagi penderita penyakit terminal seperti HIV/AIDS,pemenuhan kebutuhan
spiritual merupakan hal yang sangat penting.
Pendekatan spiritualitas bukan berarti mengubahkepercayaan masing-
masing pasien melainkan meningkatkankekuatan spiritual mereka dalam
menghadapi penyakitnya.Tujuan pendekatan ini adalah membuat pasien dapat
menerimakenyataan sepenuhnya dan dapat melewati fase-fase terakhirdalam
hidupnya dengan damai dan tenang, membuat dia merasakembali pada
Tuhan, seperti manusia lainnya di mana tidak ada seorang pun yang dapat
mencegah datangnya kematian.

5
Diskriminasi yang dialami ODHA membuat mereka menarik diri dari
lingkungan sekitar, serta stigmatisasi yang berkembang dalam masyarakat
mengenai HIV/AIDS merupakan suatu vonis mati bagi mereka sehingga
membatasi ruang gerak dalam menjalankan aktivitas mereka sebelumnya.
Permasalahan yang dihadapi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) bukan
hanya masalah medis atau kesehatan, tetapi juga menyangkut permasalahan
sosial, politik, dan ekonomi (baba, 2005; Nurul Arifin, 2005).Banyak
perubahan yang terjadi dalam diri individu setelah terinfeksi
HIV/AIDS.Perubahan fisik akibat gejala-gejala penyakit yang disebabkan
menurunnya sistem kekebalan tubuh pada diri ODHA mempengaruhi
kehidupan pribadi, sosial, belajar, karir dan bahkan kehidupan keluarga.
Selain itu  juga isu-isu stigma dan diskriminasi yang dialami ODHA, baik
dari keluarga, tetangga, dunia kerja, sekolah, dan anggota masyarakat lainnya,
semakin memperparah kondisi dirinya dan bahkan lebih sakit daripada
dampak penyakit yang dideritanya.

1.2 Rumusan Masalah


2. Bagaimana aspek spiritual pada penderita HIV/AIDS
3. Bagaimana aspek kultural pada penderita HIV/AIDS
4. Bagaimana long term care bagi penderita HIV/AIDS?

1.3 Tujuan Penulisan


2. Mengetahui dan memahami bagaimana aspek spiritual pada penderita
HIV/AIDS
3. Mengetahui dan memahami bagimana aspek kultural pada penderita
HIV/AIDS
4. Mengetahui dan memahami cara perawatan jangka panjang bagi penderita
HIV/AIDS

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.1 Aspek Spiritual Pada Pasien HIV/AIDS


2.1 Pengertian Spiritual
Spiritualitas sangat sulit untuk didefinisikan.Kata-katayang
digunakan untuk menjabarkan spritualitas termasukmakna, transenden,
harapan, cinta,kualitas, hubungan daneksistensi. Sedangkan berdasarkan
etimologinya, spiritualberarti sesuatu yang mendasar, penting, dan
mampumenggerakan serta memimpin cara berfikir dan bertingkahlaku
seseorang.Faran dkk (1989) menyatakan bahwa setiap individuakan
memaknai secara unik spiritualitas atau dimensispiritual. Definisi
Individual tentang spiritualitas dipengaruhioleh kultur, perkembangan,
pengalaman hidup, dan ide-idemereka sendiri tentang hidup. Lebih lanjut
Faran dkk (1989)mengemukakan definisi fungsional spiritualitas
yangmerupakan komitmen tertinggi individu yang merupakanprinsip yang
komprehensif dari perintah atau nilai final yaituargumen yang paling kuat
yang diberikan untuk pilihan yangdibuat dalam hidup kita.
Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, spiritualitasmerupakan
bagian dari kecerdasan manusia selain kecerdasanintelektual dan
kecerdasan emosional.Kedua tokohpenggagas SQ (Spiritual Quotion) ini,
menyebutkan SQ tidakada hubungannya dengan agama. Meskipun orang
dapatmengekspresikan SQ melalui agama, tetapi keberagamaanseseorang
tidak menjamin tingginya SQ. SQ sendiridimaknai sebagai kecerdasan
untuk menghadapi danmemecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu
kecerdasanmenempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna
yanglebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwatindakan atau
jalan hidup seseorang lebih bermaknadibanding dengan yang lain.
Berbeda dengan pendapat di atas pendapat berikut inimenekankan
pada spritualitas yang berhubungan denganadanya Tuhan.Mickley et al

7
(1992) mendefinisikanspiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu
dimensiekstensial dan dimensia agama.Dimensi ekstensial berfokus pada
tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada
hubungan seseorang dengan Tuhan YangMaha Penguasa.Hampir senada
Carson (1989)menyebutkan bahwa kebutuhan spiritual adalah
kebutuhanuntuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan
danmemenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untukmendapatkan maaf
atau pengampunan, mencintai, menjalinhubungan penuh rasa percaya
dengan Tuhan.
Stoll (1989) menguraikan bahwa spiritualitas sebagaikonsep dua
dimensi: dimensi vertikal adalah hubungandengan Tuhan atau Yang Maha
Tinggi yang menuntunkehidupan seseorang, sedangkan dimensi
horizontal adalahhubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang
laindan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terusmenerus antara
dua dimensi tersebut.
Senada denganpendapat ini, Hungelman et al (1985)
menyebutkanspiritualitas sebagai rasa keharmonisan saling
kedekatanantara diri dengan orang lain, alam dan dengan kehidupanyang
tertinggi. Rasa keharmonisan ini dicapai ketikaseseorang menemukan
keseimbangan antara nilai, tujuan, sistem keyakinan mereka dengan
hubungan mereka dengandiri sendiri, dan dengan orang lain.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapatdisimpulkan
bahwa dimensi spiritualitas adalahkeharmonisan yang ada dalam diri
seseorang berkaitandengan pemahaman tetang dirinya sendiri, hubungan
dirinyadengan Tuhan dan hubungan dirinya dengan sesama
sertalingkungan.Definisi Spiritualitas inilah yang digunakan
dalampenelitian ini yang mana pengertian tersebut lebih
mengikutipendapat Stoll mengikuti pendapat Stoll (1989) bahwadimensi
spiritualitas terdiri dari dimensi vertikal dan dimensihorizontal.
2.2 Indikator Spiritualitas

8
Spiritualitas yang dimaknai secara beragam memberikankonsekuensi
lahirnya indikator atau aspek spiritualitas yangberagam pula. Menurut
Burkhardt (1993) aspek spiritualitas meliputi :

a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui


atauketidakpastian dalam kehidupan.
b. Menemukan arti dan tujuan hidup.
c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri. d) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri
sendiri dandengan Yang Maha Tinggi.

Secara lebih rinci Patricia Potter dkk, menjelaskanbahwa spiritualitas


meliputi tujuh aspek yaitu:
a. Keyakinan dan makna hidup
Keyakinan dan makna berhubungan dengan filosofi hidupseseorang,
perspektif spiritualitasnya dan apakahpadangan spiritualitasnya
merupakan sebagian bagian darikehidupannya secara
keseluruhan.Suatu pemahamantentang keyakinan dan makna
mencerminkan sumberspritual seseorang memudahkan dalam
mengatasikejadian traumatis atau menyulitkan.
b. Autoritas dan pembimbing
Autoritas dan pembimbing adalah suara dari dalam atauautoritas dari
luar yang mengarahkan seseorang untukmemilih dan menjalani
keyakinannya.Autoritas dapatberupa Tuhan Yang Maha Kuasa,
Pemuka agama,keluarga, teman, diri sendiri, atau kombinasi dari
sumber-sumbertersebut.
c. Pengalaman dan emosi
Pengalaman dan emosi mencangkup tinjauan tentangpengalaman
keagamaan seseorang.Dalam hal ini yangdimaksudkan adalah
mengetahui dampak penyakitterhadap pengalaman dan emosi
religius, dan berkaitandengan ada tidaknya sesuatu yang
mengancamspiritualitas akibat penyakit yang diderita.

9
d. Persahabatan dan komunitas
Persahabatan adalah hubungan yang dimiliki seorangindividu
dengan orang lain termasuk keluarga, sahabat,rekan kerja, tetangga,
komunitas masyarakat, komunitasgereja dan tetangga. Kepedulian
dan perhatian darisahabat dan komunitas ini merupakan sumber
harapanbagi klien.
e. Ritual dan ibadat
Kebiasaan ritual dan ibadat keagamaan memberikan klienstruktur
dan dukungan selama masa sulit.Kebiasaan ritualdan ibadat agama
tetap dijalankan secara teratur atau adaperubahan akibat penyakit
yang diderita.
f. Dorongan dan pertumbuhan
Dorongan dan pertumbuhan berkaitan dengan sumberyang
memberikan nuansa dorongan (harapan) pada masalalu klien.
Pengkajian mencangkup tinjauan apakah klienmembiarkan
keyakinan lama terpendam dengan harapan bahwa keyakinan baru
akan muncul. Hal ini sangatpenting karena kehilangan harapan dapat
menyebabkan keputusasaan.
g. Panggilan dan konsekuensi
Panggilan dan konsekuensi menunjukkan bagaimanaindividu
mengekspresikan spiritualitas mereka dalamrutinitas sehari-hari.Hal
ini berbeda dengan mempraktikkan ritual. Pengekspresikan
spritualitas antaralain dengan memperlihatkan penghargaan
terhadapkehidupan dalam berbagai hal yang mereka lakukan,hidup
pada saat ini dan tidak merisaukan masamendatang, menghargai
alam dan mengekspresikan cintayang ditunjukkan kepada orang.

Dengan bahasa yang lebih sederhana, karakteristik


spiritualitas antara lain:

10
a. Hubungan dengan diri sendiri
1) Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapatdilakukannya).
2) Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau
masa depan, harmoni atau keselarasandiri).
b. Hubungan dengan alam.
1) Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa dan iklim.
2) Berkomunikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki),
mengabadikan dan melindungi alam.
c. Hubungan dengan orang lain
1) Harmonis : Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara
timbal balik; mengasuh anak, orang tua dan orang sakit; dan
menyakini kehidupan dan kematian.
2) Tidak harmonis : Konflik dengan orang lain danResolusi yang
menimbulkan ketidakharmonisan danfriksi.
d. Hubungan dengan Ketuhanan
Agamis atau tidak agamisseperti: sembahyang/berdo’a/meditasi,
perlengkapankeagamaaan, bersatu dengan alam.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwapara ahli


sepakat bahwa pada dasarnya aspek dalamspiritualitas meliputi hubungan
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya dan manusia
dengan alam sekitarnya. Sedangkan indikator spiritualitas yang
digunakan dalam penelitian ini mengikuti pendapat Patricia Potter yang
menyebutkan bahwa spiritualitas dalam keperawatan terdiri dari tujuh
dimensi yaitu keyakinan dan makna hidup, autoritas atau pembimbing,
pengalaman dan emosi, persahabatan dan komunitas, ritual dan ibadah,
dorongan dan pertumbuhan, serta panggilan dan konsekuensi.
Disamping itu, indikator ini mampu menggambarkan pengertian
dimensispiritualitas menurut Stoll yang digunakan sebagai focus kajian
dalam penelitian ini.

11
2.3 Dimensi Spiritual dalam Praktek Konseling
Spiritualitas dalam ranah konseling menjadi kajian yangpenting
seiring adanya kesadaran bahwa terapi selama inikurang memberikan
perhatian yang sempurna pada manusiasebagai mahluk yang
multidimensional. Kesadaran akanperlunya pendekatan holistik dalam
konseling menuntutmanusia dipandang sebagai mahluk yang utuh yaitu
mahlukbiologis, mahluk psikologis, mahluk sosiologis, mahlukberbudaya
dan mahluk spiritual atau religius. Hal iniberimplikasi pada landasan yang
menjadi dasar pelayanankonseling yang meliputi landasan historis,
filosofis, social budaya, psikologis, dan religius.
Seseorang yang membutuhkan konseling atau klien padadasarnya
adalah individu yang mengalami kekurangan“psichological strenght” atau
“daya psikologis” yaitu suatukekuatan yang diperlukan untuk menghadapi
berbagaitantangan dalam keseluruhan hidupnya termasukmenyelesaikan
berbagai masalah yang dihadapinya. Dayapsikologis mempunyai tiga
dimensi yaitu need fulfilment (pemenuhan kebutuhan), intrapersonal
competencies(kompetensi interpersonal), daninterpersonal
competencies(kompetensi intrapersonal).
Tugas konselor adalah tigadimensi daya psikis ini, sehingga
diharapkan klien dapatmeningkatkan psichological strenght.Namun
seiring dengan kesadaran bahwa manusia adalahmahluk spiritual atau
religius, tentunya pelayanan konselingtidak hanya memenuhi kebutuhan
psichological strength klien semata, namun mampu memenuhi
kebutuhanspiritual/religius.Perhatian terhadap dimensi spiritual
inisemakin dikembangkan dengan adanya konsep “wellness”dalam
konseling. Kondisi “wellness” klien merupakan tujuandari keseluruhan
proses konseling.
Sementara menurut Ronaldson (2000), aspek spiritual ditekankan
pada penerimaan pasien terhadap sakit yangdideritanya, sehingga pasien
HIV akan dapat menerimadengan ikhlas terhadap sakit yang dialami dan

12
mampumengambil hikmah. Aspek spiritual yang perlu diberikankepada
pasien adalah:
a. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasienterhadap
kesembuhan.Harapan merupakan unsur yang penting
dalamkehidupan seseorang. Seseorang yang tidak memilikiharapan
akan menjadi putus asa bahkan munculkeinginan untuk bunuh diri.
Harapan harus ditumbuhkanpada pasien agar ia memiliki ketenangan
dan keyakinanuntuk terus berobat.
b. Pandai mengambil hikmah.Peran konselor dalam hal ini adalah
mengingatkan danmengajarkan kepada pasien untuk selalu berpikir
positifterhadap cobaan yang dialaminya. Di balik semuacobaan yang
dialami pasien, pasti ada maksud dari SangPencipta. Pasien harus
difasilitasi untuk lebihmendekatkan diri kepda Tuhan dengan jalan
melakukanibadah secara terus menerus, agar pasien
memperolehketenangan selama sakit.
c. Ketabahan hati.Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan
danketabahan hati dalam menghadapi cobaan. Individu
yangmempunyai kepribadian yang kuat akan tabah
dalammenghadapi setiap cobaan. Individu tersebut
biasanyamempunyai keteguhan hati dalam
menentukankehidupannya. Ketabahan hati sangat dianjurkan
kepadapasien HIV. Konselor dapat menguatkan diri pasiendengan
memberikan contoh nyata atau mengutip kitabsuci bahwa Tuhan
tidak memberikan cobaan kepadaumatNya, melebihi kemampuannya
(Al Baqarah, 2 :286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua
cobaanyang diberikan pasti mengandung hikmah yang sangatpenting
dalam kehidupannya. Dimensi spiritual atau religiusitas dalam
aktivitaskonseling menjadi cukup signifikan, karena konseling
merupakan aktivitas yang fokus pada upaya membantu(building
relationship) individu atau klien dengan segalapotensi dan
keunikannya untuk mencapai perkembangan yang optimal.

13
Sementara dimensi spiritual/religius berfungsi sebagai radar yang
mengarahkan pada suatu titik tentangrealitas, bahwa terdapat aspek-
aspek kompleks pada diriindividu yang tak terjangkau untuk
ditelusuri dan dijamah,serta menyadarkan bahwa apek hidayah
hanya datang dariSang Penggenggam kehidupan itu sendiri.

2.4 Aspek Kultural Pada Pasien HIV/AIDS


Perubahan sosial dialami setiap masyarakat yang pada dasarnya tidak
dapat dipisahkan dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan. Perubahan sosial dapat meliputi semua segi kehidupan
masyarakat, yaitu perubahan dalam cara berpikir dan interaksi sesama warga
menjadi semakin rasional; perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan
ekonomi menjadi makin komersial; perubahan tata cara kerja sehari-hari yang
makin ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang
makin tajam; Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat
yang makin demokratis; perubahan dalam tata cara dan alat-alat kegiatan
yang makin modern dan efisien, dan lain-lainnya.
Perubahan sosial dalam suatu masyarakat diawali oleh tahapan
perubahan nilai, norma, dan tradisi kehidupan sehari-hari masyarakat yang
bersangkutan, yang juga dapat disebut dengan perubahan nilai sosial.
Berlangsungnya perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh tindakan
diskriminasi dari masyarakat umum terhadap penderita HIV/AIDS, serta
pengabaian nilai-nilai dari kebudayaan itu sendiri.Perilaku seksual yang salah
satunya dapat menjadi faktor utama tingginya penyebaran HIV/AIDS dari
bidang budaya.Ditemukan beberapa budaya tradisional yang ternyata
meluruskan jalan bagi perilaku seksual yang salah ini.Meskipun kini tidak
lagi nampak, budaya tersebut pernah berpengaruh kuat dalam kehidupan
masyarakat.
Seperti budaya di salah satu daerah di provinsi Jawa Barat, kebanyakan
orangtua menganggap bila memiliki anak perempuan, dia adalah aset
keluarga. Menurut mereka, jika anak perempuan menjadi Pekerja Seks

14
Komersial (PSK) di luar negeri akan meningkatkan penghasilan keluarga.
Dan bagi keluarga yang anak wanitanya menjadi PSK, sebagian warga
wilayah Pantura tersebut bisa menjadi orang kaya di kampungnya.Hal
tersebut merupakan permasalahan HIV/AIDS dalam aspek budaya, dan
budaya adat seperti ini seharusnya dihapuskan.
Dalam catatan Departemen Kesehatan misalnya pada pertengahan tahrm
1995 terungkap kasus bahwa seorang anak sekolah berusia 18 tahun di Irian
Jaya dinyatakan meninggal karena AIDS. Ini manunjukkan betapa wabah
AIDS ini sudah merambah usia anak sekolah dan mencapai wilayah
Indonesia paling timur juga. Kasus tersebut terjadi bukan akibat transfusi
darah atau jarum suntik namun tertular melalui hubugan seks yang tidak
aman, bisa jadi dari seorang pekerja seks komersial. Ada lagi beberapa
laporan tentang kasus kasus penyakit menular seksual yang terjadi pada
remaja SMA Secara retrospektif diperkirakan bahwa pemuda tersebut
terinfeksi HIV di usia remaja yang sangat dini (Kartono Muhamad 1998).
Suatu penelitian pada layanan pemeriksaan kehamilan di Jakarta dan
Surabaya di tahum 1998 menunjukkan bahwa 23,3 % ibu rumah tangga hamil
yang datang ke klinik tidak menyadari bahwasanya mereka terkena penyakit
menular seksual. Tanpa perhatian serius masalah ini akan menjadi lebih berat
lagi dengan datangnya epidemi HIV.
Indonesia memiliki semua faktor yang akan membuat HIV mudah
menyebar, diantaranya:
1. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan penduduk yang besar
dengan status pendidikan relatif rendah.
2. Perekonomiannya tumbuh dan selalu diikuti oleh urbanisasi kaum
mudanya ke perkotaan sehingga terpisah dari orang tua dan masyarakat
asalnya.
3. Masyarakat banyak yang tergiring oleh arus konsumerisme sebagai
akibat iklan di media yang sangat gencar.
Dalam konteks ilmu-ilmu sosial/ budaya sebenarnya satu-satunya cara
untuk mengurangi atau menganggulangi prevalensi HIV/AIDS adalah dengan

15
mengubah perilaku individu atau kelompok sasaran. Sebab kebanyakan
program-program preventif itu memfokuskan pada pengetahuan, sikap dan
perilaku beresiko. Disamping itu cara lain adalah dengan mengubah persepsi-
persepsi masyarakat yang kurang tepat terhadap cara penularan, kekebalan,
perilau penderita dan lain-lain.
Persepsi-persepsi masyarakat yang tidak benar mengenai penyakit AIDS
sering kali menimbulkan tindakan penyembuhan yang tidak benar.Hal ini
sering kali tercermin dari adanya orang-orang awam yang menganjurkan
olahraga, berdoa, dan lain-lain sebagai metode dalam penyembuhan AIDS.
Pada konteks sosial, strategi utama dalam upaya pencegahan dan
mengurangi kemungkinan transmisi seksual dari HIV di kalangan remaja
adalah dengan memberikan kesamaan wewenang (power equality) dan akses
informasi yang lebih baik (better acces to information). Secara garis besar
upaya tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut
1. Tidak melakukan kegiatan seks sebelum menikah terutama bagi remaja.
2. Setia pada pasangan yang dinikahinya, yakni bagi suami/istri untuk
tidak berganti ganti pasangan.
3. Menggunakan kondom apabila melakukan hubungan seksual
4. Mencegah penularan melalui kontak darah dan produk darah
5. Menyertakan semua sumber daya, baik nasional maupun internasional
untuk kegiatan-kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular seksual termasuk HIV/AIDS
Adapun cara penanggulangan HIV/AIDS dalam konteks sosial-budaya
adalah dengan :
1. Mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat, bersih dan teratur
sesuai dengan norma-norma dan budaya yang ada.
2. Mengubah persepsi dan kepercayaa yang salah tentang penyakit AIDS
3. Memberikan pengetahuan-pengetahuan tentang bahaya AIDS dengan
program penyuluhan yang intensif dan berkesinambungan dengan
menyertakan peran aktif masyarakat

16
4. Memberikan dukungan sosial yang efektif dan efisien terhadap
penderita, sehingga penderita bisa hidup wajar dan tidak terisolasi serta
tidak berbuat yang merugikan orang lain, keluarganya, masyarakatnya
dan dirinya sendiri.

2.5 Long Term Care Pada Pasien HIV/AIDS


Perawatan terbagi menjadi tempat perawatan berbasis keluarga,
masyarakat, puskesmas, dan rumah sakit
1. Keluarga: Anggota keluarga perlu peduli dan bekerja sama dengan
relawan untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan gizi, tata
cara perawatan di rumah, dan pemulasaran jenazah
2. Masyarakat: Dukungan social dari tetangga dan komunitas social
3. Puskesmas: Mendapatkan pelayanan kesehatan dasar dan pengobatan
sederhana
4. Rumah sakit: Mendapatkan pelayanan rawat inap untuk perawatan
infeksi oportunistik (infeksi penyerta), pelayanan preventingnmother to
child transmission (PMTCT), dan pengobatan
Program ini dimulai sejak seseorang didiagnosis HIV dan setuju untuk
didampingi oleh relawan atau petugas lapangan (manager kasus) yang
baisanya berasal dari lembaga swadaya masyarakat (LSM). Kegiatan ini
meliputi:
1. Dukungan psikologis, spiritual, hokum dan HAM, serta dukungan
sosio-ekonomi
a. Psikologis: Upaya manager kasus untuk mendampingi dan
memberi dukungan moral untuk meningkatkan rasa percaya diri
klien serta pendampingan untuk mendapatkan akses perawatan dan
pengobatan di rumah sakit
b. Spiritual: Manager kasus bekerja sama dengan tokoh agama untuk
memberi nasihat dan dukungan melalui forum regular
c. Hokum dan HAM: Upaya untuk mengurangi diskriminasi dan
stigma negative dari keluarga dan masyarakat sekitar, menjaga

17
kerahasiaan status klien dari keluarga dan masyarakat selama klien
belum sanggup untuk membuka diri, serta mendampingi klien
untuk pembelaan terhadap kasus hokum dan pelanggaran HAM
d. Sosio-ekonomi: Upaya untuk mendapatkan dukungan dari swasta
dan pemerintah mengenai bantuan usaha ekonomi untuk
peningkatan pendapatan klien, kegiatan yang berhubungan dengan
peningkatan pemberdayaan klien, dukungan finansial dari sumber
yang memungkinkan terutama untuk biaya pengobatan dan usaha
ekonomi, usaha pencarian solusi untuk anak ODHA yang yatim
piatu

 Dukungan pada penderita AIDS:


1. Mula-mula penderita membutuhkan kepercayaan, kasih saying dan
dukungan
2. Mereka sangat membutuhkan informasi tentang masalah yang akan
mereka hadapi dan cara untuk mengatasinya
3. Memegang penderita AIDS adalah penentraman hati yang penting dan
tidak membahayakan
4. Komunikasi yang teratur, terutama secara personal (menjenguk atau
menelpon), adalah penting. Buatlah janji dahulu sebelum menjenguk
karena AIDS menyebabkan kelelahan dan penjenguk tidak selalu
diharapkan
5. Komunikasi yang terbuka dan jujur adalah penting. Berbicara terbuka
dan jujur akan membantu penderita AIDS terbuka dengan anda.
Bicarakan tentang penyakitnya bila hal ini yang diinginkan. Banyak
orang menyesali penyakitnya dan merasa lebih baik bila ada seseorang
yang dapat berbagi rasa
6. Pergilah ke luar bersama dan mengunjungi orang lain
7. Tawarkan bantuan pada suatu hal yang mungkin menyulitkan penderita
8. Bila anda berada di tempat lain, pertahankan hubungan dengan menulis
surat atau menelpon

18
 Merawat penderita AIDS:
1. Perawatan di rumah sakit: Penderita AIDS yang sakit berat paling baik
dirawat oleh perawat yang telah berpengalaman. Pengobatan di rumah
sakit ditunjukkan pada penyakit yang timbul akibat AIDS. Belum
pernah ditemukan penderita AIDS dapat sembuh. Merawat penderita
AIDS adalah aman. Kadang-kadang penjenguk terlalu melelahkan
penderita, tetapi dilain waktu, penjenguk memberi dukungan dan
penenteraman hati.tanyakan pada perawat kapan waktu terbaik untuk
menjenguk
2. Perawatan di rumah: orang yang merawat penderita AIDS perlu hati-
hati dan suportif. Orang yang merawat penderita AIDS membutuhkan
tindakan sederhana untuk memotong resiko infeksi. Merawat penderita
AIDS bukan aktivitas beresiko tinggi, hidup normal serumah tidak
beresiko

 Pencegahan di rumah:
1. Gunakan selalu sarung tangan untuk tugas-tugas di rumah bila
diperlukan. Cuci tangan setelah setiap tugas, walaupun sudah
menggunakan sarung tangan
2. Cucilah sarung tangan dalam air dan detergen yang cukup panas
3. Gunakan kain pembersih lantai untuk dapur dan kamar mandi yang
berbeda
4. Gunakan selalu plester atau pembalut kedap air pada luka atau luka
sayat
5. Sikat gigi dan alat cukur jangan digunakan bergantian
6. Harus digunakan sarung tangan bila membersihkan tumpahan darah,
muntahan dan sebagainya, dan buang dalam kloset
7. Lantai atau permukaan yang tertumpah cairan seperti darah, muntahan
dan sebagainya sebaiknya diseka dengan larutan pengelantang; 1
bagian pengelantang dan 9 bagian air

19
8. Pakaian yang kotor dan berdarah harus dicuci dengan air panas

 Untuk mencegah penularan jasad renik pada penderita AIDS:


1. Bila masak, pastikan makanan telah dimasak dengan baik
2. Cuci tangan setelah memegang binatang kesayangan dan tempat
sampah
3. Batasi kontak dengan penderita AIDS bila anda menderita flu berat,
gangguan lambung atau penyakit lain

 Hubungan seks dan penderita AIDS


1. Penderita AIDS harus menghindari hubungan seks yang tidak aman
2. Jangan melakukan hubungan seks tanpa pelindung, gunakan selalu
kondom
3. Beritahukan pasangan anda bahwa anda menginginkan hubungan seks
yang aman
4. Anda dapat melakukan onani, pelukan dan pijatan
5. Gunakan kondom ekstra kuat bila melakukan hubungan seks lewat
dubur
6. Gunakan selalu kondom seks melalui vagina
7. Jangan memakai alat kelamin buatan secara bergantian
8. Gunakan selalu pelindung yang aman, misalnya kondom untuk
hubungan seks lewat mulut

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau:

20
sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang
menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri
bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus
yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus
ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan.
Dalam praktek pekerjaan sosial di bidang HIV-AIDS seorang pekerja
sosial dapat melaksanakan tugas dan peranannya, bagaimana menangani
seorang klien yang berstatus HIV positif, memberikan solusi dan
mendekatkan pada sistem sumber yang ada sehingga tidak terbelennggu
dalam menghadapi penyakitnya dan termotivasi kembali dalam menjalani
hidupnya..

3.2 Saran
Kami menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya
belum seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang positif agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya
guna.Harapan kami, mudah-mudahan makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua

21
DAFTAR PUSTAKA

Dharma, Adji. 1993. AIDS and You. Jakarta : Arcan


Widoyono.2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan
& Pemberantasannya.Jakarta : Penerbit Erlangga
DOC-20180309-WA0000.pdf, diakses pada 05 Juni 2022.

22

Anda mungkin juga menyukai