OLEH :
KELAS :C/IV
KUPANG
2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Long Term Care
HIV/AIDS”
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan HIV/AIDS.. Dalam menyelesaikan makalah ini, banyak
kesulitan yang kami hadapi.Namun berkat bimbingan dari Dosen, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER ...........................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan................................................................................ 15
3.2 Saran.......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 16
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Diskriminasi yang dialami ODHA membuat mereka menarik diri dari
lingkungan sekitar, serta stigmatisasi yang berkembang dalam masyarakat
mengenai HIV/AIDS merupakan suatu vonis mati bagi mereka sehingga
membatasi ruang gerak dalam menjalankan aktivitas mereka sebelumnya.
Permasalahan yang dihadapi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) bukan
hanya masalah medis atau kesehatan, tetapi juga menyangkut permasalahan
sosial, politik, dan ekonomi (baba, 2005; Nurul Arifin, 2005).Banyak
perubahan yang terjadi dalam diri individu setelah terinfeksi
HIV/AIDS.Perubahan fisik akibat gejala-gejala penyakit yang disebabkan
menurunnya sistem kekebalan tubuh pada diri ODHA mempengaruhi
kehidupan pribadi, sosial, belajar, karir dan bahkan kehidupan keluarga.
Selain itu juga isu-isu stigma dan diskriminasi yang dialami ODHA, baik
dari keluarga, tetangga, dunia kerja, sekolah, dan anggota masyarakat lainnya,
semakin memperparah kondisi dirinya dan bahkan lebih sakit daripada
dampak penyakit yang dideritanya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
(1992) mendefinisikanspiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu
dimensiekstensial dan dimensia agama.Dimensi ekstensial berfokus pada
tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus pada
hubungan seseorang dengan Tuhan YangMaha Penguasa.Hampir senada
Carson (1989)menyebutkan bahwa kebutuhan spiritual adalah
kebutuhanuntuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan
danmemenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untukmendapatkan maaf
atau pengampunan, mencintai, menjalinhubungan penuh rasa percaya
dengan Tuhan.
Stoll (1989) menguraikan bahwa spiritualitas sebagaikonsep dua
dimensi: dimensi vertikal adalah hubungandengan Tuhan atau Yang Maha
Tinggi yang menuntunkehidupan seseorang, sedangkan dimensi
horizontal adalahhubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang
laindan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terusmenerus antara
dua dimensi tersebut.
Senada denganpendapat ini, Hungelman et al (1985)
menyebutkanspiritualitas sebagai rasa keharmonisan saling
kedekatanantara diri dengan orang lain, alam dan dengan kehidupanyang
tertinggi. Rasa keharmonisan ini dicapai ketikaseseorang menemukan
keseimbangan antara nilai, tujuan, sistem keyakinan mereka dengan
hubungan mereka dengandiri sendiri, dan dengan orang lain.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapatdisimpulkan
bahwa dimensi spiritualitas adalahkeharmonisan yang ada dalam diri
seseorang berkaitandengan pemahaman tetang dirinya sendiri, hubungan
dirinyadengan Tuhan dan hubungan dirinya dengan sesama
sertalingkungan.Definisi Spiritualitas inilah yang digunakan
dalampenelitian ini yang mana pengertian tersebut lebih
mengikutipendapat Stoll mengikuti pendapat Stoll (1989) bahwadimensi
spiritualitas terdiri dari dimensi vertikal dan dimensihorizontal.
2.2 Indikator Spiritualitas
8
Spiritualitas yang dimaknai secara beragam memberikankonsekuensi
lahirnya indikator atau aspek spiritualitas yangberagam pula. Menurut
Burkhardt (1993) aspek spiritualitas meliputi :
9
d. Persahabatan dan komunitas
Persahabatan adalah hubungan yang dimiliki seorangindividu
dengan orang lain termasuk keluarga, sahabat,rekan kerja, tetangga,
komunitas masyarakat, komunitasgereja dan tetangga. Kepedulian
dan perhatian darisahabat dan komunitas ini merupakan sumber
harapanbagi klien.
e. Ritual dan ibadat
Kebiasaan ritual dan ibadat keagamaan memberikan klienstruktur
dan dukungan selama masa sulit.Kebiasaan ritualdan ibadat agama
tetap dijalankan secara teratur atau adaperubahan akibat penyakit
yang diderita.
f. Dorongan dan pertumbuhan
Dorongan dan pertumbuhan berkaitan dengan sumberyang
memberikan nuansa dorongan (harapan) pada masalalu klien.
Pengkajian mencangkup tinjauan apakah klienmembiarkan
keyakinan lama terpendam dengan harapan bahwa keyakinan baru
akan muncul. Hal ini sangatpenting karena kehilangan harapan dapat
menyebabkan keputusasaan.
g. Panggilan dan konsekuensi
Panggilan dan konsekuensi menunjukkan bagaimanaindividu
mengekspresikan spiritualitas mereka dalamrutinitas sehari-hari.Hal
ini berbeda dengan mempraktikkan ritual. Pengekspresikan
spritualitas antaralain dengan memperlihatkan penghargaan
terhadapkehidupan dalam berbagai hal yang mereka lakukan,hidup
pada saat ini dan tidak merisaukan masamendatang, menghargai
alam dan mengekspresikan cintayang ditunjukkan kepada orang.
10
a. Hubungan dengan diri sendiri
1) Pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapatdilakukannya).
2) Sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau
masa depan, harmoni atau keselarasandiri).
b. Hubungan dengan alam.
1) Mengetahui tentang tanaman, pohon, margasatwa dan iklim.
2) Berkomunikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki),
mengabadikan dan melindungi alam.
c. Hubungan dengan orang lain
1) Harmonis : Berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara
timbal balik; mengasuh anak, orang tua dan orang sakit; dan
menyakini kehidupan dan kematian.
2) Tidak harmonis : Konflik dengan orang lain danResolusi yang
menimbulkan ketidakharmonisan danfriksi.
d. Hubungan dengan Ketuhanan
Agamis atau tidak agamisseperti: sembahyang/berdo’a/meditasi,
perlengkapankeagamaaan, bersatu dengan alam.
11
2.3 Dimensi Spiritual dalam Praktek Konseling
Spiritualitas dalam ranah konseling menjadi kajian yangpenting
seiring adanya kesadaran bahwa terapi selama inikurang memberikan
perhatian yang sempurna pada manusiasebagai mahluk yang
multidimensional. Kesadaran akanperlunya pendekatan holistik dalam
konseling menuntutmanusia dipandang sebagai mahluk yang utuh yaitu
mahlukbiologis, mahluk psikologis, mahluk sosiologis, mahlukberbudaya
dan mahluk spiritual atau religius. Hal iniberimplikasi pada landasan yang
menjadi dasar pelayanankonseling yang meliputi landasan historis,
filosofis, social budaya, psikologis, dan religius.
Seseorang yang membutuhkan konseling atau klien padadasarnya
adalah individu yang mengalami kekurangan“psichological strenght” atau
“daya psikologis” yaitu suatukekuatan yang diperlukan untuk menghadapi
berbagaitantangan dalam keseluruhan hidupnya termasukmenyelesaikan
berbagai masalah yang dihadapinya. Dayapsikologis mempunyai tiga
dimensi yaitu need fulfilment (pemenuhan kebutuhan), intrapersonal
competencies(kompetensi interpersonal), daninterpersonal
competencies(kompetensi intrapersonal).
Tugas konselor adalah tigadimensi daya psikis ini, sehingga
diharapkan klien dapatmeningkatkan psichological strenght.Namun
seiring dengan kesadaran bahwa manusia adalahmahluk spiritual atau
religius, tentunya pelayanan konselingtidak hanya memenuhi kebutuhan
psichological strength klien semata, namun mampu memenuhi
kebutuhanspiritual/religius.Perhatian terhadap dimensi spiritual
inisemakin dikembangkan dengan adanya konsep “wellness”dalam
konseling. Kondisi “wellness” klien merupakan tujuandari keseluruhan
proses konseling.
Sementara menurut Ronaldson (2000), aspek spiritual ditekankan
pada penerimaan pasien terhadap sakit yangdideritanya, sehingga pasien
HIV akan dapat menerimadengan ikhlas terhadap sakit yang dialami dan
12
mampumengambil hikmah. Aspek spiritual yang perlu diberikankepada
pasien adalah:
a. Menguatkan harapan yang realistis kepada pasienterhadap
kesembuhan.Harapan merupakan unsur yang penting
dalamkehidupan seseorang. Seseorang yang tidak memilikiharapan
akan menjadi putus asa bahkan munculkeinginan untuk bunuh diri.
Harapan harus ditumbuhkanpada pasien agar ia memiliki ketenangan
dan keyakinanuntuk terus berobat.
b. Pandai mengambil hikmah.Peran konselor dalam hal ini adalah
mengingatkan danmengajarkan kepada pasien untuk selalu berpikir
positifterhadap cobaan yang dialaminya. Di balik semuacobaan yang
dialami pasien, pasti ada maksud dari SangPencipta. Pasien harus
difasilitasi untuk lebihmendekatkan diri kepda Tuhan dengan jalan
melakukanibadah secara terus menerus, agar pasien
memperolehketenangan selama sakit.
c. Ketabahan hati.Karakteristik seseorang didasarkan pada keteguhan
danketabahan hati dalam menghadapi cobaan. Individu
yangmempunyai kepribadian yang kuat akan tabah
dalammenghadapi setiap cobaan. Individu tersebut
biasanyamempunyai keteguhan hati dalam
menentukankehidupannya. Ketabahan hati sangat dianjurkan
kepadapasien HIV. Konselor dapat menguatkan diri pasiendengan
memberikan contoh nyata atau mengutip kitabsuci bahwa Tuhan
tidak memberikan cobaan kepadaumatNya, melebihi kemampuannya
(Al Baqarah, 2 :286). Pasien harus diyakinkan bahwa semua
cobaanyang diberikan pasti mengandung hikmah yang sangatpenting
dalam kehidupannya. Dimensi spiritual atau religiusitas dalam
aktivitaskonseling menjadi cukup signifikan, karena konseling
merupakan aktivitas yang fokus pada upaya membantu(building
relationship) individu atau klien dengan segalapotensi dan
keunikannya untuk mencapai perkembangan yang optimal.
13
Sementara dimensi spiritual/religius berfungsi sebagai radar yang
mengarahkan pada suatu titik tentangrealitas, bahwa terdapat aspek-
aspek kompleks pada diriindividu yang tak terjangkau untuk
ditelusuri dan dijamah,serta menyadarkan bahwa apek hidayah
hanya datang dariSang Penggenggam kehidupan itu sendiri.
14
Komersial (PSK) di luar negeri akan meningkatkan penghasilan keluarga.
Dan bagi keluarga yang anak wanitanya menjadi PSK, sebagian warga
wilayah Pantura tersebut bisa menjadi orang kaya di kampungnya.Hal
tersebut merupakan permasalahan HIV/AIDS dalam aspek budaya, dan
budaya adat seperti ini seharusnya dihapuskan.
Dalam catatan Departemen Kesehatan misalnya pada pertengahan tahrm
1995 terungkap kasus bahwa seorang anak sekolah berusia 18 tahun di Irian
Jaya dinyatakan meninggal karena AIDS. Ini manunjukkan betapa wabah
AIDS ini sudah merambah usia anak sekolah dan mencapai wilayah
Indonesia paling timur juga. Kasus tersebut terjadi bukan akibat transfusi
darah atau jarum suntik namun tertular melalui hubugan seks yang tidak
aman, bisa jadi dari seorang pekerja seks komersial. Ada lagi beberapa
laporan tentang kasus kasus penyakit menular seksual yang terjadi pada
remaja SMA Secara retrospektif diperkirakan bahwa pemuda tersebut
terinfeksi HIV di usia remaja yang sangat dini (Kartono Muhamad 1998).
Suatu penelitian pada layanan pemeriksaan kehamilan di Jakarta dan
Surabaya di tahum 1998 menunjukkan bahwa 23,3 % ibu rumah tangga hamil
yang datang ke klinik tidak menyadari bahwasanya mereka terkena penyakit
menular seksual. Tanpa perhatian serius masalah ini akan menjadi lebih berat
lagi dengan datangnya epidemi HIV.
Indonesia memiliki semua faktor yang akan membuat HIV mudah
menyebar, diantaranya:
1. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan penduduk yang besar
dengan status pendidikan relatif rendah.
2. Perekonomiannya tumbuh dan selalu diikuti oleh urbanisasi kaum
mudanya ke perkotaan sehingga terpisah dari orang tua dan masyarakat
asalnya.
3. Masyarakat banyak yang tergiring oleh arus konsumerisme sebagai
akibat iklan di media yang sangat gencar.
Dalam konteks ilmu-ilmu sosial/ budaya sebenarnya satu-satunya cara
untuk mengurangi atau menganggulangi prevalensi HIV/AIDS adalah dengan
15
mengubah perilaku individu atau kelompok sasaran. Sebab kebanyakan
program-program preventif itu memfokuskan pada pengetahuan, sikap dan
perilaku beresiko. Disamping itu cara lain adalah dengan mengubah persepsi-
persepsi masyarakat yang kurang tepat terhadap cara penularan, kekebalan,
perilau penderita dan lain-lain.
Persepsi-persepsi masyarakat yang tidak benar mengenai penyakit AIDS
sering kali menimbulkan tindakan penyembuhan yang tidak benar.Hal ini
sering kali tercermin dari adanya orang-orang awam yang menganjurkan
olahraga, berdoa, dan lain-lain sebagai metode dalam penyembuhan AIDS.
Pada konteks sosial, strategi utama dalam upaya pencegahan dan
mengurangi kemungkinan transmisi seksual dari HIV di kalangan remaja
adalah dengan memberikan kesamaan wewenang (power equality) dan akses
informasi yang lebih baik (better acces to information). Secara garis besar
upaya tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut
1. Tidak melakukan kegiatan seks sebelum menikah terutama bagi remaja.
2. Setia pada pasangan yang dinikahinya, yakni bagi suami/istri untuk
tidak berganti ganti pasangan.
3. Menggunakan kondom apabila melakukan hubungan seksual
4. Mencegah penularan melalui kontak darah dan produk darah
5. Menyertakan semua sumber daya, baik nasional maupun internasional
untuk kegiatan-kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular seksual termasuk HIV/AIDS
Adapun cara penanggulangan HIV/AIDS dalam konteks sosial-budaya
adalah dengan :
1. Mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat, bersih dan teratur
sesuai dengan norma-norma dan budaya yang ada.
2. Mengubah persepsi dan kepercayaa yang salah tentang penyakit AIDS
3. Memberikan pengetahuan-pengetahuan tentang bahaya AIDS dengan
program penyuluhan yang intensif dan berkesinambungan dengan
menyertakan peran aktif masyarakat
16
4. Memberikan dukungan sosial yang efektif dan efisien terhadap
penderita, sehingga penderita bisa hidup wajar dan tidak terisolasi serta
tidak berbuat yang merugikan orang lain, keluarganya, masyarakatnya
dan dirinya sendiri.
17
kerahasiaan status klien dari keluarga dan masyarakat selama klien
belum sanggup untuk membuka diri, serta mendampingi klien
untuk pembelaan terhadap kasus hokum dan pelanggaran HAM
d. Sosio-ekonomi: Upaya untuk mendapatkan dukungan dari swasta
dan pemerintah mengenai bantuan usaha ekonomi untuk
peningkatan pendapatan klien, kegiatan yang berhubungan dengan
peningkatan pemberdayaan klien, dukungan finansial dari sumber
yang memungkinkan terutama untuk biaya pengobatan dan usaha
ekonomi, usaha pencarian solusi untuk anak ODHA yang yatim
piatu
18
Merawat penderita AIDS:
1. Perawatan di rumah sakit: Penderita AIDS yang sakit berat paling baik
dirawat oleh perawat yang telah berpengalaman. Pengobatan di rumah
sakit ditunjukkan pada penyakit yang timbul akibat AIDS. Belum
pernah ditemukan penderita AIDS dapat sembuh. Merawat penderita
AIDS adalah aman. Kadang-kadang penjenguk terlalu melelahkan
penderita, tetapi dilain waktu, penjenguk memberi dukungan dan
penenteraman hati.tanyakan pada perawat kapan waktu terbaik untuk
menjenguk
2. Perawatan di rumah: orang yang merawat penderita AIDS perlu hati-
hati dan suportif. Orang yang merawat penderita AIDS membutuhkan
tindakan sederhana untuk memotong resiko infeksi. Merawat penderita
AIDS bukan aktivitas beresiko tinggi, hidup normal serumah tidak
beresiko
Pencegahan di rumah:
1. Gunakan selalu sarung tangan untuk tugas-tugas di rumah bila
diperlukan. Cuci tangan setelah setiap tugas, walaupun sudah
menggunakan sarung tangan
2. Cucilah sarung tangan dalam air dan detergen yang cukup panas
3. Gunakan kain pembersih lantai untuk dapur dan kamar mandi yang
berbeda
4. Gunakan selalu plester atau pembalut kedap air pada luka atau luka
sayat
5. Sikat gigi dan alat cukur jangan digunakan bergantian
6. Harus digunakan sarung tangan bila membersihkan tumpahan darah,
muntahan dan sebagainya, dan buang dalam kloset
7. Lantai atau permukaan yang tertumpah cairan seperti darah, muntahan
dan sebagainya sebaiknya diseka dengan larutan pengelantang; 1
bagian pengelantang dan 9 bagian air
19
8. Pakaian yang kotor dan berdarah harus dicuci dengan air panas
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau:
20
sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang
menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri
bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus
yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus
ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan.
Dalam praktek pekerjaan sosial di bidang HIV-AIDS seorang pekerja
sosial dapat melaksanakan tugas dan peranannya, bagaimana menangani
seorang klien yang berstatus HIV positif, memberikan solusi dan
mendekatkan pada sistem sumber yang ada sehingga tidak terbelennggu
dalam menghadapi penyakitnya dan termotivasi kembali dalam menjalani
hidupnya..
3.2 Saran
Kami menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya
belum seberapa dan masih banyak belajar dalam membuat makalah.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang positif agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya
guna.Harapan kami, mudah-mudahan makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua
21
DAFTAR PUSTAKA
22