Anda di halaman 1dari 16

Definisi dermatosis

Dermatofitosis adalah penyakit pada


jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis,
rambut dan kuku yang disebabkan golongan
jamur dermatofita (Budimulja, 2005).
Dermatofita dibagi menjadi
genera Microsporum, Trichophyton dan
Epidermophyton (Madani, 2000).
Golongan jamur ini mempunyai sifat
mencernakan keratin. Hingga kini dikenal
sekitar 40 spesies dermatofita, masing-masing
dua spesies Epidermophyton, 17
spesies Microsporum dan 21
spesies Trichophyton (Budimulja, 2005).
Angka insidensi dermatofitosis pada tahun
1998 yang tercatat melalui Rumah Sakit
Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat
bervariasi, dimulai dari prosentase terendah
sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga prosentase
tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari
seluruh kasus dermatomikosis (Adiguna,
2001).
Topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang
artinya berkaitan dengan daerah permukaan
tertentu, seperti anti infeksi topikal yang
dioleskan pada daerah tertentu di kulit dan yang
hanya mempengaruhi daerah yang dioles
tersebut (Dorland, 1996).
Pengobatan topikal pada dermatofita menjadi hal
penting untuk diketahui oleh tenaga medis,
sehingga memerlukan informasi terapi yang tepat
tehadap setiap penyakit dermatofita.
1. Dermatofita
Menurut Madani (2000) golongan jamur
dermatofita dapat menyebabkan beberapa
bentuk klinis yang khas. Satu jenis dermatofita
dapat menghasilkan bentuk klinis yang
berbeda, tergantung letak lokasi anatominya.
DERMATOFITA
A. Tinea Kapitis
B. Tinea Favosa
C. Tinea Korporis
D. Tinea Imbrikata
E. Tinea Kruris
F. Tinea Manus dan Pedis
G. Tinea Unguium
H. Kandidiasis
A. Tinea Kapitis
Dermatofitosis pada kulit kepala dan rambut ini umumnya menyerang anak
prapubertas. Jamur menyerang stratum korneum dan masuk ke folikel rambut
yang selanjutnya akan menyerang bagian luar atau sampai ke bagian dalam
rambut, bergantung pada spesiesnya (Daili, dkk., 2005).
Menurut Madani (2000) ada tiga bentuk klinis tinea kapitis, yaitu :
1. Grey patch ringworm
Bentuk ini terutama disebabkan oleh Microsporum audouinii (Mulyono, 1986).
Bentuk ini ditemukan pada anak-anak dan biasanya dimulai dengan timbulnya
papula merah kecil di sekitar folikel rambut. Papula ini kemudian melebar dan
membentuk bercak pucat karena adanya sisik. Penderita mengeluh gatal, warna
rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat lagi. Rambut menjadi mudah patah dan
juga mudah terlepas dari akarnya. Pada daerah yang terserang oleh jamur
terbentuk alopesia setempat dan terlihat sebagai grey patch.Bercak abu-abu ini
sulit terlihat batas-batasnya dengan pasti bila tidak menggunakan
lampu Wood. Pemeriksaan dengan lampu Wood memberikan fluoresensi kehijau-
hijauan sehingga batas-batas yang sakit dapat terlihat jelas.
Gambar 1. Grey Patch Ringworm (Sumber : Kao, 2005)
2. Kerion
Merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Microsporum canis(Mulyono,
1986). Bentuk yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi berupa
pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di sekitarnya.
Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang menetap.
Gambar 2. Kerion (Sumber : Kao, 2005)
3. Black dot ringworm
Merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Trichophyton
tonsurans dan Trichophyton violaceum (Mulyono, 1986). Gambaran
klinis berupa terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat
patahnya rambut yang terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut
yang patah dan penuh spora terlihat sebagai titik hitam.
Diagnosis banding pada tinea kapitis adalah alopesia areata, dermatitis
seboroik dan psoriasis (Siregar, 2005).
B. Tinea Favosa

Tinea favosa adalah infeksi jamur kronis, terutama oleh Trichophyton


schoenleini, Trichophyton violaceum dan Microsporum gypseum. Penyakit
ini merupakan bentuk lain tinea kapitis, yang ditandai oleh skutula
berwarna kekuningan dan bau seperti tikus pada kulit kepala. Biasanya,
lesinya menjadi sikatrik alopesia permanen. Kadang kulit halus dan kuku
dapat terkena.
Gambaran klinis mulai dari gambaran ringan, berupa kemerahan pada
kulit kepala dan terkenanya folikel rambut tanpa kerontokan, hingga
skutula dan kerontokan rambut, serta lesi menjadi lebih merah dan lebih
luas. Setelah itu, terjadi kerontokan rambut luas, kulit mengalami atrofi
dan sembuh dengan jaringan parut permanen.
Penegakan diagnosis tinea favosa berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan menemukan miselium, air
bubbles yang bentuknya tidak teratur. Pada pemeriksaan dengan
lampu Wood tampak fluoresensi hijau pudar (dull green) (Madani, 2000).
C. Tinea Korporis
Tinea korporis atau tinea sirsinata adalah infeksi jamur golongan dermatofita
(berbagai spesies Trichophyton, Microsporum dan Epidermophyton) pada badan,
tungkai dan lengan dan mempunyai gambaran morfologi yang khas (Daili, dkk.,
2005).
Menurut Madani (2000) penyebab tersering penyakit ini adalah Trichophyton
rubrum dan Trichophyton mentagrophytes.
Pasien merasa gatal dan kelainan umumnya berbentuk bulat, berbatas tegas,
terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorf) dengan bagian tepi lesi lebih
jelas tanda peradangannya daripada bagian tengah. Beberapa lesi dapat
bergabung dan membentuk gambaran polisiklis. Lesi dapat meluas dan memberi
gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi. Pada kasus
dermatofitosis dengan gambaran klinis tidak khas, diagnosis pasti ditegakkan
dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan kulit dengan
larutan KOH 10-20 % (Daili, dkk., 2005).
Gambar 3. Tinea korporis (Sumber : Lesher, 2004)
Diagnosis banding tinea korporis adalah morbus hansen, pitiriasis rosea dan
neurodermatitis sirkumskripta (Siregar, 2005).
D. Tinea Imbrikata

Tinea imbrikata adalah dermatofitosis kronik rekuren disebabkan Trichophyton


concentricum. Di indonesia penyakit ini ditemukan endemis di wilayah tertentu, antara lain
Papua, Sulawesi, Sumatra dan pulau-pulau bagian tengah Indonesia Timur, terutama pada
masyarakat terasing. Kerentanan terhadap penyakit ini diduga diturunkan secara genetik
dengan pola penurunan autosomal resesif.
Gambaran klinis pada kulit berupa lingkaran-lingkaran konsentris terdiri atas lesi
papuloskuamosa, dengan stratum korneum yang lepas sisi bebasnya menghadap ke arah
dalam lesi, sehingga tampak tersusun seperti genting. Pada keadaan kronik rasa gatal tidak
menonjol (Daili, dkk., 2005).
E. Tinea Kruris
Tinea kruris adalah penyakit jamur dermatofita di daerah lipat paha, genitalia dan
sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Penyebabnya
biasanya adalah Epidermophyton floccosum, kadang-kadang dapat juga disebabkan
oleh Trichophyton rubrum.
Gambaran klinik biasanya adalah lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri. Mula-
mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan gatal, yang lama-kelamaan meluas
sehingga dapat meliputi skrotum, pubis, glutea bahkan sampai paha. Tepi lesi aktif,
polisiklis, ditutupi skuama dan kadang-kadang disertai dengan banyak vesikel kecil-
kecil.
Diagnosis banding tinea kruris meliputi dermatitis seboroik, kandidosis kutis,
eritrasma, dermatitis kontak dan psoriasis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan
kerokan kulit dengan mikroskop langsung memakai larutan KOH 10-20 % (Madani,
2000; Siregar, 2005).
Gambar 4. Tinea Kruris (1) (Sumber : Wiederkehr, 2004)
Gambar 5. Tinea Kruris (2) (Sumber : Wiederkehr, 2004)
F. Tinea Manus dan Pedis
Tinea manus dan pedis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita di daerah
kulit telapak tangan dan kaki, punggung tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki, serta daerah interdigital.
Penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, Trichophyton
mentagrophytes danEpidermophyton floccosum.
Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa yang setiap hari harus memakai sepatu tertutup dan pada
orang yang sering bekerja di tempat yang basah, mencuci, di sawah dan sebagainya. Keluhan penderita
bervariasi mulai tanpa keluhan sampai mengeluh sangat gatal dan nyeri karena terjadinya infeksi sekunder
dan peradangan (Madani, 2000).
Menurut Madani (2000) dikenal tiga bentuk klinis tinea manus dan pedis yang sering dijumpai, yakni :
1. Bentuk intertriginosa
Manifestasi kliniknya berupa maserasi, deskuamasi dan erosi pada sela jari. Tampak warna keputihan
basah dan dapat terjadi fisura yang terasa nyeri bila tersentuh. Infeksi sekunder dapat menyertai fisura
tersebut dan lesi dapat meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki, lesi sering mulai dari sela jari III, IV
dan V. Bentuk klinik ini dapat berlangsung bertahun-tahun tanpa keluhan sama sekali. Pada suatu ketika
kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri, sehingga terjadi limfangitis, selulitis dan erisipelas
yang disetai gejala-gejala umum.
2. Bentuk vesikular akut
Penyakit ini ditandai terbentuknya vesikula-vesikula dan bula yang terletak
agak dalam di bawah kulit dan sangat gatal. Lokasi yang tersering adalah
telapak kaki bagian tengah dan kemudian melebar serta vesikulanya
memecah. Infeksi sekunder dapat memperburuk keadaan ini.
3. Bentuk mocassin foot
Pada bentuk ini seluruh kaki dari telapak, tepi sampai punggung kaki,
terlihat kulit menebal dan berskuama. Eritem biasanya ringan, terutama
terlihat pada bagian tepi lesi.
Diagnosis banding untuk tinea manus adalah dermatitis kontak alergika,
dermatitis dishidrotik dan dermatitis numularis. Diagnosis banding untuk
tinea pedis adalah kandidiasis, akrodermatitis perstans dan pustular
bacterid(Siregar, 2005). Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik
dan pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10-20 % yang
menunjukkan elemen jamur (Madani, 2000).
G. Tinea Unguium
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita. Penyebab penyakit yang
tersering adalah Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton rubrum.
Penyakit ini biasanya menyertai tinea pedis atau tinea manus. Keluhan penderita berupa kuku menjadi rusak dan
warnanya menjadi suram. Bergantung penyebabnya, destruksi kuku dapat mulai dari distal, lateral ataupun
keseluruhan. Bila disertai paronikia, sekitar kuku akan terasa nyeri dan gatal. Pada umumnya tinea unguium
berlangsung kronik dan sukar penyembuhannya (Madani, 2000).
Gambar 6. Tinea Unguium (Sumber : Anonim, 2003)
Menurut Madani (2000) dikenal tiga bentuk gejala klinis tinea unguium, yakni :
1. Bentuk subungual distalis
Penyakit ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Penyakit akan menjalar ke proksimal dan di bawah kuku
terbentuk sisa kuku yang rapuh.
2. Leukonikia trikofita atau leukonikia mikofita
Bentuk ini berupa bercak keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk membuktikan adanya elemen
jamur.
3. Bentuk subungual proksimal
Pada bentuk ini, kuku bagian distal masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak. Kuku kaki lebih sering diserang
daripada kuku tangan.
Diagnosis banding adalah onikodistrofi oleh karena kandida albikans, onikodistrofi akibat trauma dan psoriasis
pada kuku (Siregar, 2005). Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan kerokan kuku dengan
KOH 10-20 % atau dilakukan biakan untuk menemukan elemen jamur (Madani, 2000).

Anda mungkin juga menyukai