Disusun oleh:
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONOGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
volume pada sel darah merah (hematokrit) dalam jumlah tertentu per 100 ml
Dalam keadaan normal, pada bayi baru lahir tingkat hemoglobin sekitar
17-22 gram/dL. Kemudian turun pada saat bayi usia 1 bulan yaitu 11-15 gram/dL.
Sementara itu, tingkat hemoglobin anak-anak secara umum yaitu sekitar 11-13
pematangan. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial yang
untuk tiga sampai dengan empat kali fase mitosis. Dari tiap sel pronormoblas akan
terbentuk 16 eritrosit. Sel-sel yang sedang berada dalam fase diferensiasi dari
sampai eritrosit memakan waktu + 72 jam. Sel eritrosit normal berumur 120 hari.
Anemia dapat diklasifikasi menurut morfologi sel darah merah dan indeks-
indeksnya. Pada klasifikasi ini mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung
Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada : Perdarahan akut, Penyakit
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal tetapi
Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam nukleat DNA
seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat.
Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal dan
kronik, Talasemia
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.
organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan distribusi
kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks
pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa
mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B12. Dalam referat ini dibahas lebih lanjut
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
hemoglobin (Hb) sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Pada anak anak,
kekurangan zat besi atau Anemia defisiensi Besi (ADB) merupakan penyebab
anemia terbanyak. Anemia kekurangan zat besi ialah anemia yang disebabkan
oleh berkurangnya cadangan zat besi tubuh. Prevalensi anemia defisiensi besi di
Indonesia masih sangat tinggi, terutama pada wanita hamil, anak balita, usia
melaporkan kejadian anemia defisiensi besi sebanyak 48,1% pada kelompok usia
paling penting yang ditimbulkan oleh defisiensi besi yang berlangsung lama,
pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat
defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang
disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena penggunaan susu
formula dengan kadar besi kurang. Selain itu ADB juga banyak ditemukan pada
masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan
diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja puteri. Data
defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens ADB pada
bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%,
Insidensi defisiensi besi terkait dengan aspek mendasar dari metabolisme besi
dan nutrisi. Tubuh dari neonatus cukup bulan mengandung 0,5 gram besi, pada
tubuh dewasa terkandung 5 gram besi. Perubahan kuantitas besi dari lahir ke
dewasa berarti bahwa sekitar 0,8 mg besi harus diabsorbsi tiap harinya selama 15
menggantikan jumlah yang hilang pada proses kerusakan sel. Sehingga perlu
untuk dilakukan absorbs kurang lebih 1 mg tiap harinya untuk menjaga jumlah
positif pada usia anak. Karena hanya kurang dari 10 % jumlah besi yang diserap
setiap harinya, asupan gizi 8-10 mg besi per hari dibutuhkan untuk menjaga
jumlah besi dalam tubuh. Selama usia bayi, ketika pertumbuhan paling pesat,
kurang lebih 1 mg/L besi dari susu sapi dan ASI menyebabkan sulitnya
mempertahankan kadar besi dalam tubuh. Bayi yang mendapatkan ASI memiliki
keuntungan karena jumlah besi yang diserap 2-3 kali lebih efisien dibandingkan
2.3 Etiologi
Cadangan besi kurang, antara lain karena bayi berat lahir rendah,
prematuritas, lahir kembar, ASI ekslusif tanpa suplementasi besi,
susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat dan anemia selama
kehamilan.
Alergi protein susu sapi
b) Anak umur 1-2 tahun
2.4 Metabolisme Fe
Terdapatnya zat besi (Fe) dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh
dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk
organik, yaitu sebagai ikatan nonion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik,
yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira
70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial,
1. Hemoglobin + 66%
2. Mioglobin 3%
4. Transferin 0,1%
Cadangan Fe
makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi
dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport
aktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel
mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara
transferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus.
Secara umum :
1. Bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi
2. Bila cadangan dalam tubuh rendah atau kebutuhan akan zat besii meningkat
maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sell mukosa ke sumsum
Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau
hipoksia. Jumlah Fe yang diabsorpsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah
kali lebih banyak dibandingkan dengan makanan nabati. Kadar Fe dalam plasma
berperan dalam mengatur absorpsi Fe. Absorpsi ini meningkat pada keadaan :
Defisiensi Fe
Berkurangnya depot Fe
Meningkatnya eritropoesis
Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta
terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total
Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah
Selain transferin, sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk
cadangan, dalam bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam
sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa, dan sumsum tulang). Cadangan ini
tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis; 10%
diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses
ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang
Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang
berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa.
2.5 Patofisiologi
(Mikrositik
Hipokromik)
Cadangan Besi < 100 0 0
Fe Serum Normal <60 <40
TIBC 360-390 >390 >410
Saturasi Transferin 20-30 <15 <10
Feritin Serum <20 <12 <12
Sideroblas 40-60 <10 <10
FEP >30 >100 >200
MCV normal Normal Menurun
Tabel 2. 3 Tahap Anemia Defisiensi Besi
a. Tahap Pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai
Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan
ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun
sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi
masih normal.
b. Tahap kedua
meningkat.
c. Tahap ketiga
ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup
telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara
mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV),
konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95%
acuan (Dallman,1990)
Kebanyakan anak-anak dengan defisiensi besi tidak menunjukkan gejala dan baru
terdeteksi dengan skrining laboratorium pada usia 12 bulan. Gejala khas dari
1. Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok: kuku berubah menjadi rapuh dan
2. Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak licin
mengkhawatirkan adalah efek terhadap bayi dan remaja yaitu menurunnya fungsi
keadaan kurang besi dan uji kognitif. di Guatemala terhadap bayi berumur 6-24
bulan, ditemukan bahwa terdapat perbedaan skor mental dan skor motoric antara
kelompok anak dengan anemia defisiensi besi dan dengan anak normal. Penelitian
juga dilakukan terhadap anak usia 3-6 tahun di Inggris yang menunjukkan bahwa
anak dengan anemia defisiensi besi menunjukkan skor yang lebih rendah terhadap
uji oddity learning jika dibandingkan kelompok kontrol. Terdapat bukti bahwa
2.8 Diagnosis
1. Anamnesis
b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat
malabsorpsi besi
colitis ulserativa)
2. Pemeriksaan fisis
a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati
3. Pemeriksaan penunjang
c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun
d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat
Pada defisiensi besi dini apusan biasanya normal. Sulit untuk mencari
perubahan dini yang samar-samar dalam ukuran sel pada defisiensi besi dini dan
pada stadium ini nilai MCV lebih mendorong daripada apusan darah tepi. Pada
anemia defisiensi besi berat terjadi poikilositasis yang nyata dan hipokrom tanpa
noda berupa titik-titik. Umum terdapat sel-sel elips (berbentuk sigaret). Beberapa
sel muda yang terlihat pada sediaan apus seringkali muncul sebagai sel-sel target
polikromatofilik.
Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb agar
hasil lebih tepat untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk menentukan anemia
Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF < 12
Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum merupakan salah
satu menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi menurun
dan meningkat, rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka orang
meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC. Secara ringkas untuk
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri.
Preparat tersedia berupa ferous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang sering
dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat,
ferous fumarat, dan ferous suksinat diabsropsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia
preparat besi berupa tetes (drop).Untuk mendapat respon pengobatan dosis yang
kandungan besi elemental yang ada dalam garam ferous. Garam ferous sulfat
mengandung besi elemental sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan
meninmbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak memberikan efek
penyembuhan yang lebih cepat. Absropsi besi yang terbaik adalah pada saat
lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek
samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi
absropsi obat sekitar 40 – 50%. Obat diberikan dalam 2 – 3 dosis sehari. Tindakan
tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan
kepatuhan penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah
Respon terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari
hemoglobin. Adapun tabel dosis dan lama pemberian suplementasi besi, sebagai
berikut:
Efek samping dari pemberian besi feroral tergantung dosis yang diberikan dan
dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera setelah makan
Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau
dengan pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat
kepada penderita.
Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada
anak akibat menelan terlalu banyak table FeSO4 yang mirip gula-gula. Intoksikasi
Kelainan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai
terjadi nekrosis. Gejala yang timbul pada Intoksikasi Fe seringkali berupa : mual,
muntah, diare, hematemesis, feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran
Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut
berlebihan di kemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam
alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam
makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat
vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat
besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C,
namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi
konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat,
fosfat, tannin.
Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk
meningkatkan kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi adalah sifat zat
penampakan dan daya simpan bahan pangan. Selain itu pangan yang difortifikasi
pembuatan roti.
untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral. Preparat yang
sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ ml.
diinginkan (g/dl)
e. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dpaat mempengaruhi
respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya,
jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup
untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi
besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl hanya
diuretik seperti furosemide. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat
Penyakt infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi.
g. Obat-obatan lain
• Riboflavin
Riboflavin (vitamin B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan falavin-
dimana ternyata faktor derisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan pula.
• Piridoksin
• Kobal
refrakter, seperti yang terdapat pada penderita talasemia, infeksi kronik atau
penyakit ginjal, tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui. Kobal merangsag
sumsum tulang, tetapi ternyata pada penderita anemia refrakter biasanya kadar
eritrosit. Kobal sering terdapat dalam campuran sediaan Fe, karena ternyata kobal
Akan tetapi, harus diingat bahwa kobal dapat menimbulkan efek toksik berupa :
erupsi kulit, struma, angin, tinnitus, tuli, payah jantung, sianosis, koma, malaise,
• Tembaga
Seperti telah diketahui kedua unsur ini terdapat dalam sitokrom oksidase, maka
ada sangkut paut metabolisme tembaga (Cu) dan Fe. Hingga sekarang belum ada
ataupun sebagai obat, dan defisiensi Cu pada manusia sangat jarang terjadi. Pada
hewan percobaan, pengobatan anemia defisiensi Fe yang disertai hipokupremia
dengan sediaan Fe, bersama atau tanpa Cu, memberikan hasil yang sama.
defisiensi Fe) diperlukan kedua unsur tersebut karena pada hewan dengan
2.10 Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekuarnagn besi saja dan
anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat
a. Diagnosis salah
berlansgung menetap
besi).
2.11 Pemantauan Terapi
c.Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan
Tumbuh Kembang
c. Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan
d. Aktifitas motorik
BAB III
PENUTUP
gejala-gejala anemia pada umumnya seperti lemah, lesu, lelah, pusing, sakit
kepala, sulit tidur, gelisah, kurang konsentrasi dan ada riwayat perdarahan, trauma
atau penyakit kronik. Pada pemeriksaan fisik didpaat pucat pada konjungtiva
mata. Pemeriksaan laboratorium didapat nilai Hb dan Ht yang kurang dari normal.
hipokrom.
Terapi anemia defisieni besi sebaiknya dilakukan dengan cepat dan tepat.
Adapun terapi yang bisa diberikan untuk mengatasi anemia defisiensi besi antara
lain: suplementasi zat besi, meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan,
penanggulangan penyakit infeksi dan parasit, serta obat-obatan lain. Terapi yang
diberikan sangat berpengaruh terhadap prognosis dari anemia defisiensi besi, pada
besi saja dan diketahui penyebab serta kemudian dilakukan penanganan yang
adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
pada-anak.html
6. Soeparman, Sarwono Waspadji; Ilmu Penyakit Dlaam Jilid II, Balai Penerbit
7. Prie S.A, dkk. Hematologi. Patofisiologi buku 2 Konsep Klinis Proses Proses