Anda di halaman 1dari 26

REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Disusun oleh:

Ersananda Arlisa Putri


22020118220143

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONOGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu simptom penyakit yang

memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui etiologinya.

Anemia adalah kekurangan sel darah merah, kuantitas hemoglobin,

volume pada sel darah merah (hematokrit) dalam jumlah tertentu per 100 ml

darah. Cara untuk menentukan anemia diuraikan oleh anamnesis, pemeriksaan

fisik yang teliti dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan

laboratorium yang dilakukan biasanya dengan mengukur Hemoglobin (Hb) dan

Hematokrit (Ht). Hasil pemeriksaan tersebut hati-hati dikelirukan pada pasien

dehidrasi dan masa kehamilan.

Dalam keadaan normal, pada bayi baru lahir tingkat hemoglobin sekitar

17-22 gram/dL. Kemudian turun pada saat bayi usia 1 bulan yaitu 11-15 gram/dL.

Sementara itu, tingkat hemoglobin anak-anak secara umum yaitu sekitar 11-13

gram/dL. Eritropoesis terutama terjadi di dalam sumsum tulang melalui stadium

pematangan. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial yang

kemudian berdiferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial

dengan rangsangan hormon eritropoetin menjadi sel pronormoblas. Sel

pronormoblas ini akan membentuk deoxyribonucleic acid (DNA) yang diperlukan

untuk tiga sampai dengan empat kali fase mitosis. Dari tiap sel pronormoblas akan

terbentuk 16 eritrosit. Sel-sel yang sedang berada dalam fase diferensiasi dari

pronormoblas sampai dengan eritrosit dapat dikenal dari morfologinya, sehingga


dapat dikenal 5 stadium pematangan. Proses diferensiasi dari pronormoblas

sampai eritrosit memakan waktu + 72 jam. Sel eritrosit normal berumur 120 hari.

Anemia dapat diklasifikasi menurut morfologi sel darah merah dan indeks-

indeksnya. Pada klasifikasi ini mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah

merah, sedangkan kromik menunjukkan warnanya.

1. Anemia normositik normokrom

Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung

hemoglobin dalam jumlah normal.

MCV = 84-96 fL dan MCHC = 32-36%

Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada : Perdarahan akut, Penyakit

kronik, Anemia hemolitik, Anemia aplastik

2. Anemia makrositik normokrom

Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal tetapi

normokrom karena konsentrasi Hb-nya normal.

MCV meningkat dan MCHC normal

Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam nukleat DNA

seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat.

Contoh anemia jenis ini : Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin

B12 atau asam folat.

3. Anemia mikrositik hipokrom

Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal dan

hipokrom karena Hb dalam jumlah kurang dari normal.

MCV kurang dan MCHC kurang


Contoh anemia jenis ini yaitu : Anemia defisiensi besi, Anemia penyakit

kronik, Talasemia

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.

Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya

hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-

organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan distribusi

kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks

pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa

mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.

Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi seperti

defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B12. Dalam referat ini dibahas lebih lanjut

mengenai anemia defisiensi Fe.

1.2 Batasan masalah

Referat ini membahas mengenai anemia defisiensi fe

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis anemia

defisiensi fe dan penatalaksanaannya serta sebagai syarat menjalani kepaniteraan

klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Diponegoro.

1.4 Metode penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk kepada berbagai literatur.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Secara sederhana anemia sering diartikan sebagai kekurangan darah.

Secara teoritis anemia merupakan istilah untuk menjelaskan rendahnya nilai

hemoglobin (Hb) sesuai dengan umur dan jenis kelamin. Pada anak anak,

kekurangan zat besi atau Anemia defisiensi Besi (ADB) merupakan penyebab

anemia terbanyak. Anemia kekurangan zat besi ialah anemia yang disebabkan

oleh berkurangnya cadangan zat besi tubuh. Prevalensi anemia defisiensi besi di

Indonesia masih sangat tinggi, terutama pada wanita hamil, anak balita, usia

sekolah dan pekerja berpenghasilan rendah. Pada anak-anak Indonesia angka

kejadiannya berkisar 40-50%. Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT)

melaporkan kejadian anemia defisiensi besi sebanyak 48,1% pada kelompok usia

balita dan 47,3% pada kelompok usia anak sekolah.

ADB pada anak akan memberikan dampak yang negatif terhadap

pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu dapat menurunkan sistem kekebalan

tubuh sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Selain itu

berkurangnya kandungan besi dalam tubuh juga dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan organ tubuh akibat oksigenasi ke jaringan berkurang. Masalah yang

paling penting yang ditimbulkan oleh defisiensi besi yang berlangsung lama,

adalah menurunkan daya konsentrasi dan prestasi belajar pada anak


2.2 Epidemiologi

Anemia defisiensi fe merupakan anemia yang paling sering dijumpai baik

diklinik maupun masyarakat. Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan

pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak diantaranya karena terdapat

defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak yang

disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena penggunaan susu

formula dengan kadar besi kurang. Selain itu ADB juga banyak ditemukan pada

masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan

diperberat oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja puteri. Data

SKRT tahun 2007 menunjukkan prevalens ADB. Angka kejadian anemia

defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-45%. Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalens ADB pada

bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturut-turut sebesar 61,3%,

64,8% dan 48,1%.

Insidensi defisiensi besi terkait dengan aspek mendasar dari metabolisme besi

dan nutrisi. Tubuh dari neonatus cukup bulan mengandung 0,5 gram besi, pada

tubuh dewasa terkandung 5 gram besi. Perubahan kuantitas besi dari lahir ke

dewasa berarti bahwa sekitar 0,8 mg besi harus diabsorbsi tiap harinya selama 15

tahun kehidupan seorang anak. Sejumlah kecil besi dibutuhkan untuk

menggantikan jumlah yang hilang pada proses kerusakan sel. Sehingga perlu

untuk dilakukan absorbs kurang lebih 1 mg tiap harinya untuk menjaga jumlah

positif pada usia anak. Karena hanya kurang dari 10 % jumlah besi yang diserap

setiap harinya, asupan gizi 8-10 mg besi per hari dibutuhkan untuk menjaga

jumlah besi dalam tubuh. Selama usia bayi, ketika pertumbuhan paling pesat,
kurang lebih 1 mg/L besi dari susu sapi dan ASI menyebabkan sulitnya

mempertahankan kadar besi dalam tubuh. Bayi yang mendapatkan ASI memiliki

keuntungan karena jumlah besi yang diserap 2-3 kali lebih efisien dibandingkan

dari bayi yang mendapat asupan susu sapi.

2.3 Etiologi

a) Bayi kurang dari 1 tahun

Cadangan besi kurang, antara lain karena bayi berat lahir rendah,
prematuritas, lahir kembar, ASI ekslusif tanpa suplementasi besi,
susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat dan anemia selama
kehamilan.
 Alergi protein susu sapi
b) Anak umur 1-2 tahun

Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau


minum susu murni berlebih.
 Obesitas
 Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis.
 Malabsorbsi.
c) Anak umur 2-5 tahun

Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe


jenis heme atau minum susu berlebihan.
 Obesitas
 Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis baik bakteri,
virus ataupun parasit).
 Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel /
poliposis dsb).
d) Anak umur 5 tahun-remaja

 Kehilangan berlebihan akibat perdarahan(a.l infestasi cacing


tambang) dan
 Menstruasi berlebihan pada remaja puteri.

2.4 Metabolisme Fe
Terdapatnya zat besi (Fe) dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh

Lemeryh dan Goeffy (1713). Akan tetapi, sebenarnya berabad-abad sebelum

Masehi, bangsa Yunani dan India telah menggunakan bahan-bahan yang

mengandung Fe untuk mendapatkan tentara yang kuat. Bangsa Yunani merendam

pedang-pedang tua meminum airnya.

Tubuh manusia sehat mengandung + 3,5 g Fe yang hampir seluruhnya

dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk

organik, yaitu sebagai ikatan nonion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik,

yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira

70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial,

dan 30% merupakan Fe yang non esensial.

Fe esensial ini terdapat pada :

1. Hemoglobin + 66%

2. Mioglobin 3%

3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya

sitokromoksidase, suksinil dehidrogenase dan zantin oksidase sebanyak 0,5%

4. Transferin 0,1%

Fe non esensial terdapat sebagai :

1. cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%

2. pada parenkim jaringan kira-kira 5%.

Cadangan Fe

 Pada wanita hanya 200-400 mg

 Pada pria kira-kira 1 gram


Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum,

makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi

dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport

aktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel

mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara

transferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus.

Secara umum :

1. Bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi

rendah  maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin

2. Bila cadangan dalam tubuh rendah atau kebutuhan akan zat besii meningkat 

maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sell mukosa ke sumsum

tulang untuk eritropoesis.

Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau

hipoksia. Jumlah Fe yang diabsorpsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah

absolutnya serta adanya zat-zat lain. Makanan yang mengandung + 6 mg

Fe/1000 kilokalori akan diabsorpsi 5-10% pada orang normal.

Meningkatkan Absorbsi Fe Menghambat Absorbsi Fe


1. Kobal 1. Fosfat
2. Inosin
2. Antasida misalnya :
3. Metionin
a. kalsium karbonat
4. Vitamin C
5. HCI b. aluminium hidroksida
6. Suksinat
c. magnesium hidroksida
7. Senyawa asam lain

Tabel 1. Makanan yang berperan dalam Absorbsi Fe


Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya diabsorpsi rata-rata dua

kali lebih banyak dibandingkan dengan makanan nabati. Kadar Fe dalam plasma

berperan dalam mengatur absorpsi Fe. Absorpsi ini meningkat pada keadaan :

 Defisiensi Fe
 Berkurangnya depot Fe
 Meningkatnya eritropoesis
Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta

jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya.

Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin),

suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan,

terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total

Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah

Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini.

Selain transferin, sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk

keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.

Kalau tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan sebagai

cadangan, dalam bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam

sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa, dan sumsum tulang). Cadangan ini

tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis; 10%

diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses

ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang

terdapat di dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.

Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang

membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati, sedangkan setelah


pemberi per oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang

berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa.

Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat :

1. Tranfusi darah yang berulang-ulang


2. Akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti
absorpsi yang berlebihan pula

2.5 Patofisiologi

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi


yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini
menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Pada tabel berikut 3
tahap defisiensi besi, yaitu :

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3


Hemoglobin Normal Sedikit Menurun Menurun Jelas

(Mikrositik

Hipokromik)
Cadangan Besi < 100 0 0
Fe Serum Normal <60 <40
TIBC 360-390 >390 >410
Saturasi Transferin 20-30 <15 <10
Feritin Serum <20 <12 <12
Sideroblas 40-60 <10 <10
FEP >30 >100 >200
MCV normal Normal Menurun
Tabel 2. 3 Tahap Anemia Defisiensi Besi

a. Tahap Pertama

Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai

dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi.

Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan

ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun
sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi

masih normal.

b. Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient

erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang

tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan

laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin

menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP)

meningkat.

c. Tahap ketiga

Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan

ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup

sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran tepi darah

didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progesif. Pada tahap ini

telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara

mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV),

konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95%

acuan (Dallman,1990)

2.6 Sumber Alami Fe

Makanan yang mengandung Fe :

1. Dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah :


 hati
 jantung
 kuning telur
 ragi
 kerang
 kacang-kacangan
 buah-buahan kering tertentu
2. Dalam jumlah sedang (1-5 mg/100 g) diantaranya :
 daging
 ikan
 unggas
 sayuran yang berwarna hijau
 biji-bijian
3. Dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g), antara lain :
 susu dan produknya
 sayuran yang kurang hijau

2.7 Manifestasi Klinis

Kebanyakan anak-anak dengan defisiensi besi tidak menunjukkan gejala dan baru

terdeteksi dengan skrining laboratorium pada usia 12 bulan. Gejala khas dari

anemia defisiensi besi adalah:4

1. Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok: kuku berubah menjadi rapuh dan

bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan sendok.

2. Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak licin

dan mengkilap yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah

3. Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga

tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

4. Disfagia yang disebabkan oleh kerusakan epitel hipofaring.


Defisiensi besi memiliki efek sistemik non-hematologis. Efek yang paling

mengkhawatirkan adalah efek terhadap bayi dan remaja yaitu menurunnya fungsi

intelektual, terganggunya fungsi motorik dapat muncul lebih dahulu sebelum

anemia terbentuk. Telah banyak penelitian dilakukan mengenai hubungan antara

keadaan kurang besi dan uji kognitif. di Guatemala terhadap bayi berumur 6-24

bulan, ditemukan bahwa terdapat perbedaan skor mental dan skor motoric antara

kelompok anak dengan anemia defisiensi besi dan dengan anak normal. Penelitian

juga dilakukan terhadap anak usia 3-6 tahun di Inggris yang menunjukkan bahwa

anak dengan anemia defisiensi besi menunjukkan skor yang lebih rendah terhadap

uji oddity learning jika dibandingkan kelompok kontrol. Terdapat bukti bahwa

perubahan-perubahan tersebut dapat menetap walaupun dengan penanganan,

sehingga pencegahan menjadi sangat penting.

2.8 Diagnosis

1. Anamnesis

1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :

a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang

cepat, menstruasi, dan infeksi kronis

b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat

malabsorpsi besi

c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn,

colitis ulserativa)

2). Pucat, lemah, lesu, gejala pika

2. Pemeriksaan fisis
a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati

b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah

c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

3. Pemeriksaan penunjang

a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun

b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik

c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun

d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat

e. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat


Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)
Anak-anak 6 – 59 bulan 11
5 – 11 tahun 11,5
12 – 14 tahun 12
Dewasa Wanita > 15 tahun 12
Wanita hamil 11
Laki-laki > 15 tahun 13
Tabel 3. Parameter untuk menentukan status besi

Pada defisiensi besi dini apusan biasanya normal. Sulit untuk mencari

perubahan dini yang samar-samar dalam ukuran sel pada defisiensi besi dini dan

pada stadium ini nilai MCV lebih mendorong daripada apusan darah tepi. Pada

anemia defisiensi besi berat terjadi poikilositasis yang nyata dan hipokrom tanpa

noda berupa titik-titik. Umum terdapat sel-sel elips (berbentuk sigaret). Beberapa

sel muda yang terlihat pada sediaan apus seringkali muncul sebagai sel-sel target

polikromatofilik.

Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb agar

hasil lebih tepat untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk menentukan anemia

gizi besi yaitu :

a. Serum Ferritin (SF)

Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF < 12

mg/dl maka orang tersebut menderita anemia gizi besi.

b. Transferin Saturation (ST)

Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum merupakan salah

satu menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi menurun

dan meningkat, rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka orang

tersebut defisiensi zat besi.

c. Free Erythocyte Protophorph


Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah

meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC. Secara ringkas untuk

menentukan keadaan anemia seseorang dapat dilihat pada tabel 2.

2.9 Pencegahan dan Pengobatan Anemia Defisiensi Besi

Jika anemia defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus dilakukan

sambil mencari dan menghilangkan penyebabnya. Tetapi tidak perlu menunda

pengobatan sampai penyebabnya dihilangkan. Besi yang diberikan terdapat dalam

beberapa bentuk melalui oral, parenteral maupun tranfusi darah dengan

keuntungan dan kerugian masing-masing pemberian.

a. Suplementasi zat besi

Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri.

Preparat tersedia berupa ferous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang sering

dipakai adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat,

ferous fumarat, dan ferous suksinat diabsropsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia

preparat besi berupa tetes (drop).Untuk mendapat respon pengobatan dosis yang

dipakai 4 – 6 mg besi elemental/kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan

kandungan besi elemental yang ada dalam garam ferous. Garam ferous sulfat

mengandung besi elemental sebanyak 20%. Dosis obat yang terlalu besar akan

meninmbulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak memberikan efek

penyembuhan yang lebih cepat. Absropsi besi yang terbaik adalah pada saat

lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek

samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat

dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi
absropsi obat sekitar 40 – 50%. Obat diberikan dalam 2 – 3 dosis sehari. Tindakan

tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan

kepatuhan penderita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah

anemia pada penderita teratasi.

Respon terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari

pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel dibawah ini:

Waktu setelah pemberian besi Respon


12-24 jam Penggantian enzim besi intraselular, keluhan
subyektif berkurang, nafsu makan bertambah
36-48 jam Respon awal dari sumsum tulang, hyperplasia
eritoid
48-72 jam Retikulosit puncaknya pada hari ke 5-7
4-30 hari Kadar Hb meningkat
Tabel 4. Respon Pemberian Preparat Besi

Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status

hemoglobin. Adapun tabel dosis dan lama pemberian suplementasi besi, sebagai

berikut:

Tabel 5. dosis dan lama pemberian suplementasi besi

Efek samping dari pemberian besi feroral tergantung dosis yang diberikan dan

dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera setelah makan

atau bersamaan dengan makanan. Gejala yang timbul dapat berupa :

• mual dan nyeri lambung (+ 7-20%)


• konsipasi (+ 10%)
• diare (+ 5%)
• kolik

Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi dosis atau

dengan pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi dapat

berkurang. Perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang berwarna hitam

kepada penderita.

Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada

anak akibat menelan terlalu banyak table FeSO4 yang mirip gula-gula. Intoksikasi

akut ini dapat terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 g.

Kelainan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai

terjadi nekrosis. Gejala yang timbul pada Intoksikasi Fe seringkali berupa : mual,

muntah, diare, hematemesis, feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran

cerna, syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian

Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut

berlebihan di kemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam

waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum obat.

b. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan

Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya

cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan

alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam

makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat

meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi

vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat

besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C,
namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi

konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat,

fosfat, tannin.

c. Fortifikasi zat besi

Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk

meningkatkan kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi adalah sifat zat

besi yang reaktif dan cenderung mengubah penampilanm bahan yang di

fortifikasi. Sebaliknya fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa, warna,

penampakan dan daya simpan bahan pangan. Selain itu pangan yang difortifikasi

adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung gandum untuk

pembuatan roti.

d. Pemberian preparat besi parenteral

Pemberian besi parenteral intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya

mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan

untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral. Preparat yang

sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ ml.

Dosis dihitung berdasarkan : Dosis besi 9mg = BB (9kg) x kadar Hb yang

diinginkan (g/dl)

e. Transfusi darah

Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan

anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dpaat mempengaruhi

respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya,

malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan dilatasi

jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup
untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi

besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl hanya

diberi PRC dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB persatu kali pemberianisertai pemberian

diuretik seperti furosemide. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat

dipertimbangkan pemberian transfusi tukar menggunakan PRC yang segar.

f. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit

Penyakt infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi.

Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan bisa

meningkatkan status besi tubuh.

g. Obat-obatan lain

• Riboflavin

Riboflavin (vitamin B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan falavin-

adenin dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavo-

protein dalam pernapasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin

dapat memperbaiki anemia normokromik normositik (pure red-cell aplasia).

Anemia defisiensi riboflavin banyak terdapat pada malnutirisi protein kalori,

dimana ternyata faktor derisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan pula.

Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.

• Piridoksin

Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang

pertumbuhan heme. Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik

hipokromik. Pada sebagian besar penderita akan terjadi anemia normoblastik

sideroakrestik dengan jumlah Fe non hemoglobin yang banyak dalam prekursor

eritrosit, dan pada beberapa penderita terdapat anemia megaloblastik. Pada


keadaan ini absorpsi Fe meningkat, Fe-binding protein menjadi jenuh dan terjadi

hiperferemia, sedangkan daya regenerasi darah menurun. Akhirnya akan

didapatkan gejala hemosiderosis.

• Kobal

Defisiensi kobal sebelum pernah dilaporkan pada manusia. Kobal dapat

meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan dapat meningkatkan jumlah

hematokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberapa penderita dengan anemia

refrakter, seperti yang terdapat pada penderita talasemia, infeksi kronik atau

penyakit ginjal, tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui. Kobal merangsag

pembentukan eritropeoitin yang berguna untuk meningkatkan ambilan Fe oleh

sumsum tulang, tetapi ternyata pada penderita anemia refrakter biasanya kadar

eritropoietin sudah tinggi. Penyelidikan lain mendapatkan bahwa kobal

menyebabkan eritropoietin sudah tinggi. Penyelidikan lain mendapatkan bahwa

kobal menyebabkan hipoksia intrasel sehingga dapat merangsang pembentukan

eritrosit. Kobal sering terdapat dalam campuran sediaan Fe, karena ternyata kobal

dapat menigkatkan absorpsi Fe melalui usus.

Akan tetapi, harus diingat bahwa kobal dapat menimbulkan efek toksik berupa :

erupsi kulit, struma, angin, tinnitus, tuli, payah jantung, sianosis, koma, malaise,

anoreksia, mual, muntah.

• Tembaga

Seperti telah diketahui kedua unsur ini terdapat dalam sitokrom oksidase, maka

ada sangkut paut metabolisme tembaga (Cu) dan Fe. Hingga sekarang belum ada

kenyataan yang menunjukkan pentingnya penambahan Cu baik dalam makanan

ataupun sebagai obat, dan defisiensi Cu pada manusia sangat jarang terjadi. Pada
hewan percobaan, pengobatan anemia defisiensi Fe yang disertai hipokupremia

dengan sediaan Fe, bersama atau tanpa Cu, memberikan hasil yang sama.

Sebaliknya, pada anemia dengan defisiensi Cu (yang sukar dibedakan dari

defisiensi Fe) diperlukan kedua unsur tersebut karena pada hewan dengan

defisiensi Cu absorpsi Fe akan berkurang.

2.10 Prognosis

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekuarnagn besi saja dan

diketahui penyebab serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala

anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat

besi. Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa

kemungkinan sebagai berikut :

a. Diagnosis salah

b. Dosis obat tidak adekuat

c. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa

d. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak

berlansgung menetap

e. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi

(seperti : infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid,

penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)

f. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang

berlebihan pada ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap

besi).
2.11 Pemantauan Terapi

a. Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu

b. Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat

c.Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan

gastrointestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri

abdomen dan mual. Gejala lain dapat

berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.

Tumbuh Kembang

a. Penimbangan berat badan setiap bulan

b. Perubahan tingkah laku

c. Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan

konsultasi ke ahli psikologi

d. Aktifitas motorik

BAB III

PENUTUP

Anemia kekurangan zat besi ialah anemia yang disebabkan oleh

berkurangnya cadangan zat besi tubuh. Anemia dapat ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan

gejala-gejala anemia pada umumnya seperti lemah, lesu, lelah, pusing, sakit
kepala, sulit tidur, gelisah, kurang konsentrasi dan ada riwayat perdarahan, trauma

atau penyakit kronik. Pada pemeriksaan fisik didpaat pucat pada konjungtiva

mata. Pemeriksaan laboratorium didapat nilai Hb dan Ht yang kurang dari normal.

Pemeriksaan penunjang dapat membantu kita untuk membedakan jenis anemia.

Gambaran darah tepi pada anemia defisiensi besi menunjukkan mikrositik

hipokrom.

Terapi anemia defisieni besi sebaiknya dilakukan dengan cepat dan tepat.

Adapun terapi yang bisa diberikan untuk mengatasi anemia defisiensi besi antara

lain: suplementasi zat besi, meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan,

fortifikasi zat besi, pemberian preparat besi parenteral, transfusi darah,

penanggulangan penyakit infeksi dan parasit, serta obat-obatan lain. Terapi yang

diberikan sangat berpengaruh terhadap prognosis dari anemia defisiensi besi, pada

umumnya prognosinya baik bila penyebab anemianya hanya karena kekuarnagn

besi saja dan diketahui penyebab serta kemudian dilakukan penanganan yang

adekuat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Özdemir, N. (2015). Iron deficiency anemia from diagnosis to treatment in

children. Türk Pediatri Arşivi, 50(1), 11–9. doi:10.5152/tpa.2015.2337

2. Abdulsalam, M., & Daniel, A. (2002). Diagnosis, Pengobatan dan

Pencegahan Anemia Defisiensi Besi. Sari Pediatri, 4(2), 2–5.

3. Medlinux. (2007). Anemia Pada Anak ~ Seputar Kedokteran. Retrieved

February 28, 2016, from http://medlinux.blogspot.co.id/2007/09/anemia-

pada-anak.html

4. Davis, C. MedicineNet (2017). Hemoglobin (Low and High Range Causes).

5. Harrison’s; Anemia; Principles of Internal Medicine, 16th edition;

International edition; 1998; page 335-339.

6. Soeparman, Sarwono Waspadji; Ilmu Penyakit Dlaam Jilid II, Balai Penerbit

FKUI Jakarta; 1990; hal. 393-441.

7. Prie S.A, dkk. Hematologi. Patofisiologi buku 2 Konsep Klinis Proses Proses

Penyakit . jakarta : EGC 195. Cetakan I.

8. Masrizal; Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, II (1)

Anda mungkin juga menyukai