Disusun Oleh:
Nahla 22010118220045
Cika Apriliana 22010118220033
Ersananda Arlisa Putri 22010118220143
Miftakhul Huda Fadhlullah 22010119210012
Nadya Tara Audina 22010119210005
Diah Ayu Siti Sarah 22010119220181
Akhmad Raumulfaro Akbar 22010119220028
Residen Pembimbing:
dr. Liza
Pembimbing:
dr. C. H. Nawangsih P, Sp. Rad(K)Onk.Rad
Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Rsup Dr Kariadi Semarang
2020
i
Halaman Pengesahan
Melaporkan kasus “Seorang Wanita 35 Tahun dengan Karsinoma Recti 1/3 Tengah
Post Kemoterapi 12 Kali.”
Bagian : Radiologi
Pembimbing : dr. C. H. Nawangsih P, Sp. Rad(K)Onk.Rad
Residen pembimbing : dr. Liza
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Radiologi
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma recti adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal
atau tumbuh di dalam saluran usus besar (kolon) dan atau rektum.1 Karsinoma
recti menempati urutan ketiga sebagai kanker yang paling sering terjadi di
seluruh dunia setelah kanker paru dan kanker payudara, dengan angka kejadian,
hampir 60% karsinoma recti terjadi di negara berkembang.2 Di Indonesia,
keganasan saluran cerna yang paling banyak dijumpai adalah karsinoma recti
dan termasuk dalam 10 jenis kanker terbanyak yang menempati urutan ke 6 dari
penyakit keganasan yang ada.3
Risiko munculnya karsinoma recti di seluruh dunia pada pria dengan
usia 75 tahun adalah satu dari 42 orang dan pada wanita, satu dari 61 orang.
Insidensi dan angka kematian karsinoma recti pada pria lebih tinggi
dibandingkan pada wanita (dengan rasio 1,4 : 1). Insidensi karsinomal recti
meningkat saat memasuki usia 40 tahun, tetapi relatif rendah hingga mencapai
usia 50 tahun ke atas. Angka kematian paling tinggi terjadi pada pasien dengan
usia tua. Sekitar 80% merupakan pasien yang berusia 65 tahun ke atas, dan
hampir dua per lima angka kematian karsinoma recti terjadi pada kelompok
pasien yang berusia di atas 80 tahun.2 Bila kanker recti ditemukan pada pasien
berusia muda, perlu dicurigai adanya kolitis ulserativa atau salah satu dari
sindrom poliposis.3
Faktor risiko berupa diet, obesitas, dan aktivitas fisik memiliki banyak
pengaruh terhadap kejadian karsinoma recti. Konsumsi tinggi dari makanan
olahan dan konsumsi alkohol juga berpengaruh terhadap kejadian karsinoma
recti, namun hampir 66-77% karsinoma recti dapat dicegah dengan kombinasi
seimbang antara diet dan aktivitas fisik.1
Deteksi dini (skrining) dan diagnosis pada pengelolaan kanker recti
memiliki peranan penting di dalam memperoleh hasil yang optimal dengan
meningkatnya survival dan menurunnya tingkat morbiditas dan mortalitas para
1
penderita kanker recti. Secara umum, deteksi dini dilakukan pada dua kelompok
yaitu populasi umum dan kelompok risiko tinggi. Deteksi dini pada populasi
umum dilakukan kepada individu yang berusia di atas 40 tahun. Deteksi dini
dilakukan pula pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi
menderita kanker recti yaitu: 1) penderita yang telah menderita kolitis ulserativa
atau chron’s > 10 tahun; 2) penderita yang telah menjalani polipektomi pada
adenoma recti; 3) individu dengan adanya riwayat keluarga penderita kanker
recti. Individu dengan riwayat keluarga memiliki risiko menderita kanker recti
5 kali lebih tinggi dari pada individu pada kelompok usia yang sama tanpa
riwayat penyakit tersebut.1
1.2 Tujuan
Pada laporan kasus ini disajikan suatu kasus berupa seorang wanita 34
tahun dengan karsinoma recti post kemoterapi. Penyajian kasus ini bertujuan
untuk mempelajari lebih dalam pengertian, epidemiologi, etiologi, faktor risiko,
penegakan diagnosis, pengobatan, dan radioterapi yang digunakan pada pasien
dengan karsinoma recti.
1.3 Manfaat
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat membantu mahasiswa
kedokteran untuk belajar menegakkan diagnosis, melakukan pengelolaan, dan
mengetahui prognosis penderita karsinoma recti.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 1. Anatomi Kolon dan Rektum.8
Struktur usus besar:
1. Saekum
Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar.
Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum terletak pada fossa
iliaka kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale. Biasanya
saekum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas,
tetapi tidak mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di sebelah
medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plika caecalis, menghasilkan
suatu kantong peritoneum kecil, recessus retrocaecalis. 8
2. Kolon asenden
Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan sampai ke sebelah
kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan dan
di hepar membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (fleksura coli
dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum. 8
4
3. Kolon Transversum
Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak
bebas karena tergantung pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum majus.
Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra
sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.Letaknya tidak tepat
melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak di
regio umbilikus.8
4. Kolon desenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari
atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung
dengan sigmoid, dan di belakang peritoneum.8
5. Kolon sigmoid
Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan
berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior
(pelvic brim) sampai peralihan menjadi rektum di depan vertebra S-3. Tempat
peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga taenia coli dan terletak + 15 cm di
atas anus. Kolon sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada dinding
belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile).8
6. Rektum
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan
panjang sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral.
Mukosa rektum lebih halus dibandingkan dengan usus besar.
Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3
bagian proksimal terletak di rongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini
dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang
dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal,
dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur
pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas,
medial dan depan.8
5
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya karsinoma recti masih belum dapat diketahui, namun
bisa disebabkan oleh multifaktor. Faktor lingkungan seperti diet high fat,
merokok,alkoholik dan faktor genetik seperti hereditary nonpolyposis colorectal
cancer (HNPCC), family adenomatous polyposis (FAP) berpengaruh dalam
insidensi terjadinya karsinoma recti. Faktor usia juga dapat mempengaruhi
insidensi terjadinya karsinoma recti, didapatkan bahwa pasien dengan usia lebih
dari 40 tahun lebih tinggi berisiko dalam terkena karsinoma recti.1,9
2.4 Patofisiologi
Ada 3 jalur proses terjadinya karsinoma kolorektal,yakni;
- Adenomatous poplyposis coli (APC) gene adenoma – carcinoma pathway
- Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) pathway
- Ulcerative colitis dysplasia
Jalur APC gene adenoma-carcinoma merupakan jalur yang dijelaskan dalam
beberapa penelitian dapat menyebabkan adenokarsinoma kolorectal akibat adanya
mutasi gen APC. Adenokarsinoma diakibatkan oleh karena inaktivasi dari gen APC
yang fungsi awalnya untuk mendeteksi replikasi sel yang terjadi di permukaan.
Dengan adanya peningkatan replikasi sel akibat inaktivasi gen APC, hal tersebut
menyebabkan terjadinya mutasi gen dan aktivasi dari onkogen. Mutasi gen APC
menyebabkan terjadinya peningkatan sel kelenjar terus menerus yang nantinya akan
menjadi adenocarcinoma.10
Selain jalur mutasi gen APC, adanya mismatch pada DNA repair gene dapat
menyebabkan terjadinya replikasi sel yang rusak. Mismatch DNA repair gene yang
ditemukan 15% pada sporadic karsinoma kolorectal.10,11
Inflamasi kronik seperti colitis ulserativa dapat juga menyebabkan terjadinya
dysplasia sel yang nantinya akan berujung menjadi karsinoma kolorectal.11,12
2.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala karsinoma recti meliputi;
- Perdarahan berupa melena paling sering terjadi
- Perubahan dalam defekasi diare, tenesmus, perasaan seperti masih terdapat
feses didalam walaupun sudah dikeluarkan
6
- Occult bleeding/ perdarahan tersembunyi terdeteksi melalui Fecal Occult
Blood Test ( FOBT)
- Nyeri abdomen kadang kolik dan terasa kembung
- Nyeri punggung dirasakan bila tumor sudah menginvasi saraf
- Urinary symptomps bila tumor sudah menekan VU/prostat
- Malaise
Banyak pasien yang menderita penyakit karsinoma recti asimptomatik dan
baru terdeteksi melalui pemeriksaan penunjang.1,9
2.6 Diagnosis
Diagnosis karsinoma recti dapat ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan
fisik, rectal toucher, dan pemeriksaan penunjang berupa kolonoskopi atau foto
kolon dengan kontras ganda. Gejala klinis dini sukar/ sulit dikenali, sehingga pasien
kebanyakan datang dengan stadium yang telah lanjut. Pemeriksaan colok dubur
merupakan penentu karsinoma rektum.1,9,12
Deteksi dini dengan penanganan medis dan operatif yang terus berkembang
dapat menurunkan mortalitas kasus ini. Prognosis karsinoma recti akan semakin
baik jika ditemukannya karsinoma dalam stadium dini, sehingga terapi dapat
dilaksanakan secara bedah kuratif. Namun sebagian besar penderita di Indonesia
datang dalam stadium lanjut sehingga angka keberhasilan rendah, terlepas dari
terapi yang diberikan. Penderita datang ke rumah sakit sering dalam stadium lanjut
karena tidak jelasnya gejala awal dan tidak menganggap penting gejala dini yang
terjadi.1,9,13
Diagnosis dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Anamnesis
Identitas pasien, keluhan utama pasien dari awal mula timbulnya keluhan,
mengetahui faktor risiko, gejala dan tanda yang dirasakan pasien, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keganasan di keluarga, dan riwayat sosial ekonomi pasien.
2) Pemeriksaan fisik pada kanker rektum dengan rectal toucher yang bisa
diketahui yaitu:
Tonus spinchter ani keras atau lembek
Mukosa kasar, kaku dan biasanya tidak bisa digeser
7
Ampula rektum kolaps atau kembung atau berisi feses
Massa mungkin teraba atau mungkin juga tidak teraba, yang perlu dinilai
adalah jarak dari garis anorektal sampai massa, lokasi pada jam berapa,
penggerakan dari dasar, permukaan lumen yang dapat ditembus jari, batas-
batas dan jaringan sekitarnya.
3) Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker
rektal, diantaranya yaitu: 14-16
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik
Antigen) dan uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan
dijaringan
Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan
skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras.
8
Gambar 3. Pemeriksaan Barium Enema
Sigmoidoskopi, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum
dan sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat
sigmoidoskop dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau
sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.
Gambar 4. Sigmoidoskopi
Kolonoskopi, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan
sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat kolonoskop
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel
jaringan dapat diambil untuk biopsi.
9
Gambar 5. Kolonoskopi
Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan untuk penegakan diagnosis. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma
merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus
besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors,
adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.
CT-scan dan MRI: memperlihatkan invasi ekstra-rektal dan invasi organ
sekitar rektum, tetapi tidak dapat membedakan lapisan-lapisan dinding usus,
akurasi tidak setinggi ultrasonografi endoluminal untuk mendiagnosis metastasis ke
kelenjar getah bening, berguna untuk mendeteksi metastasis ke kelenjar getah
bening retroperitoneal dan metastasis ke hepar, berguna untuk menentukan suatu
tumor stadium lanjut apakah akan menjalani terapi adjuvan pre-operatif, untuk
mengevaluasi keadaan ureter dan vesica urinaria, akurasi pembagian stadium
dengan menggunakan CT-scan adalah 80% dibanding MRI 59%. Untuk menilai
metastase kelenjar getah bening akurasi CT-scan adalah 65%, sedang MRI 39%.
Spesifisitas pemeriksaan CT-scan pelvis 90%, sedang sensitivitasnya adalah 40%,
dibanding MRI 13%.14,16
10
Gambar 6. Pemeriksaan CT Scan karsinoma rekti
Stadium Deskripsi
T1 Massa intraluminal polypoid; tidak ada penebalan dinding rectum
T2 Penebalan dinding rektum >6mm; tidak ada perluasan perirectal
Penebalan dinding rektum disertai invasi ke perbatasan otot dan
T3a
organ sekitar
T3b Penebalan dinding rektum disertai invasi ke pelvis atau abdomen
T4 Metastase jauh, biasanya ke hati atau adrenal
2.7 Penatalaksanaan
Berbagai jenis modalitas terapi telah diusulkan untuk pasien dengan kanker
rekti. Pembedahan adalah pengobatan utama untuk kasus kanker rekti yang
11
resectable. Menurut lokasi tumor dan stadium, reseksi bedah dapat dilakukan
sebagai modalitas pengobatan tunggal atau dalam kombinasi dengan terapi
neoadjuvan dan / atau adjuvan lain. Adapun berbagai penatalaksaan pada pasien
kanker rekti diantaranya,
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan bagian penting dalam terapi kanker rekti,
meskipun modalitas terapi tambahan juga memiliki peranan yang lebih penting
sekarang ini. Waktu untuk dilakukan pembedahan berdasarkan pada ukuran,
lokasi, dan grade dari kanker rekti itu sendiri. Pembedahan lazim dilakkukan
pada kanker stadium I dan II, bahkan bisa juga dilakukan pada stadium III. 19
Banyak pasien kanker rekti mendapatkan presurgical treatment berupa
radiasi dan kemoterapi. Pemberian kemoterapi sebelum dilakukan pembedahan
disebut dengan neoadjuvant chemotherapy biasa diberikan terutama pada
stadium II dan III.18
Berberapa teknik pembedahan yang digunakan :19,20
a. Eksisi lokal
Tumor rektal bagian distal yang tidak agresif dapat direseksi dengan
eksisi lokal. Sedangkan, untuk tumor yang terletak di bagian proksimal
rekti tidak dianjurkan. Tumor pada bagian proksimal dapat dilakukan
pembedahan melalui pendekatan transanal, transsphincteric, atau
transsacral. Tingkat kekambuhan lokal 7% hingga 21% untuk tumor T1
telah dilaporkan untuk prosedur ini.21
Eksisi transanalis (TAE) adalah prosedur reseksi lokal paling umum
untuk tumor rekti dini. TAE adalah eksisi dengan ketebalan penuh dari
kanker rekti dengan margin dalam negatif dan margin lateral minimum 1
cm.
Transanal endoscopic microsurgery (TEM) adalah alternatif yang
dilakukan untuk tumor yang terletak 4-18 cm dari ambang anal.
Pendekatan TAE direkomendasikan untuk tumor yang lebih tinggi.21
12
Pendekatan transsphincteric (TSA), atau biasa disebut prosedur
York-Mason, digunakan untuk kanker di bagian tengah rekti di luar
jangkauan TAE, dengan morbiditas yang lebih tinggi.
Pendekatan transsakral, atau prosedur Kraske, dapat dilakukan
untuk tumor yang terletak di bagian tengah dan posterior rekti. Dalam
pendekatan ini, rekti dimobilisasi secara melingkar diikuti oleh reseksi
parsial atau segmental rekti dan penutupan primer.21
Pilihan terapi eksisi lokal ini sering digunakan pada pasien tua.
Pasien yang dapat dilakukan eksisi lokal antara lain: Lesi terletak di
rektum bagian bawah (8-10cm), lesi menempati kurang dari sepertiga
bagian lumen rektum, ukuran lesi kuran dari 3 cm, low grade tumor (well
atau moderate differentiated),status nodul negatif baik klinis maupun
radiologis, tumor stage T1. Dengan kata lain terapi ini dilakukan pada lesi
kanker yang masih dini.
b. Reseksi transabdominal
Prinsip reseksi transabdominal antara lain sebelum dilakukan
pembedahan, dilakukan evaluasi dengan endoskopiuntuk menilai tumor
primer. Hindari adanya sisa tumor yang tertinggal setelah dilakukan
reseksi dengan cara membuat tepi sayatan yang adekuat. Tepi distal reseksi
berjarak paling tidak 1 cm dari tumor.
c. Reseksi anterior rendah (prosedur sphincter-sparing)
Reseksi anterior rendah (LAR) adalah salah satu tindakan bedah
untuk rekti. Colon sigmoid dan rekti direseksi ke tingkat di mana margin
distal bebas dari tumor diikuti oleh anastomosis primer antara kolon
desendens dan rekti distal.21
2. Kemoterapi
a. Prinsip neoadjuvant chemoradiation therapy
Idealnya, terapi neoadjuvant diberikan pada pasien sebelum
dilakukan pembedahan reseksi.21,25 Terapi Neoadjuvant sangat
direkomendasikan untuk kanker stadium lanjut yang berlokasi di rekti
13
bagian tengah atau distal. Kanker rekti T4 paling dianjurkan untuk
pengobatan dengan neoadjuvant.
Pada Radioterapi jangka pendek (SCRT) dan kemoradioterapi
jangka panjang (LCCRT) sebelum dilakukan pra oparasi terlebih dahulu
akan diberikan terapi neoadjuvant. SCRT dilakukan dengan menggunakan
dosis radiasi harian 5 Gy selama 5 hari. LCCRT menggunakan dosis 1,8-
2 Gy selama 5-6 minggu (dengan dosis total 45-50,4 Gy) di samping
pemberian bersamaan kemoterapi berbasis 5-fluorouracil
Dosis dari kemoterapi dan radioterapi yang diberikan bersamaan :
Radioterapi plus infusional 5-flourouracil 250-300 mg/m2/dayIV
Radioterapi pllus capecitabine 852 mg/m2 PO dua kali sehari .
b. Prinsip adjuvant therapy
Terapi ajuvan, secara umum, sangat direkomendasikan untuk pasien
dengan kanker rekti stadium III atau risiko tinggi. Kemoradioterapi pasca
operasi adalah terapi adjuvant yang direkomendasikan untuk pasien yang
belum menerima terapi neoadjuvan. Kemoradioterapi ajuvan telah terbukti
efektif dalam mengurangi kekambuhan lokal dan kematian akibat kanker
rekti.
Adapun beberapa jenis terapi ajuvan adalah sebagai berikut:
FOLFOX 6
Oxaliplatin 85mg/m2 IV dalam 2 jam pada hari pertama
Leucovorin 400mg/m2 IV dalam 2 jam pada hari pertam
5-FU 400mg/m2 IV bolus pada hari pertama, kemudian 2400 mg/m2
IV dalam 46 jam infus.
Ulangi setiap 2 minggu
Capecitabine 1000mg/m2 PO dua kali sehari pada hari 1-14, diikuti
dengan 7 hari istirahat. Ulangi setiap 3 minggu
CapeOx (XELOX)
oxaliplatin 100-300 mg/m2 IV hari pertama
capecitabine 850-1000 mg/m2 PO dua kali sehari pada hari 1-14,
diikuti 7 hari istirahat
14
ulangi setiap 3 minggu
infusional 5-Flourouracil/leucovorin
Leucovorin 400 mg/m2 IV dalam 2 jam pada hari petama
5-FU 400mg/m2 IV bolus pada hari pertama, 2400 mg/m2 IV dalam
46 jam infus
Ulangi setiap 2 minggu
3. Terapi radiasi
Pada kanker rekti, terapi radiasi bermanfaat pada:
Pencegahan kanker datang kembali, baik radiasi yang diberikan sebelum
maupun sesudah pembedahan. Namun dalam hal ini, lebih sering diberikan
bersamaan dengan kemoterapi.
Mengontrol kanker pada pasien yang tidak bisa dilakukan pembedahan.
Membantu mengatasi kanker yang menyebar ke organ lain.
Tipe terapi radiasi:19,22
a. External beam radiation
Radiasi ini sering digunakan pada orang dengan kanker recti.
Radiasi yang berasal dari mesin di luar tubuh difokuskan pada kanker.
Sebelum dilakukan hal tersebut akan dilakukan scanning untuk
mengetahui secara pasti letak dari kanker.
b. Pengobatan brakiterapi merupakan pengobatan kanker dengan
menggunakan sumber radiasi yang di tanam pada jaringan kanker.
Metode pemasangan brakiterapi:
Endocavitary radiation therapi pada metode ini, radioaktif
intensitas tinggi dimasukkan ke dalam lumen rektum
menggunakan aplikator melalui anus. Metode ini digunakan pada
beberapa kanker rekti yang kecil. Kadang – kadang external neam
radiation juga ikut diberikan
Interstitial bracytherapy. Pada metode ini, tabung aplikator
dimasukkan ke anus dan diarahkan langsung ke kanker. Butiran
radioaktif diletakkan pada tabung untuk beberapa menit. Radiasi
15
hanya terjadi pada jarak yang kecil, mencegah terjadinya efek
berbahaya pada jaringan sehat di sekitar kanker
Prinsip pemberian terapi radiasi:20,22
Cakupan radioterapi meliputi tumor, nodus limfatikus presakral,
region mesosakral dan iliaka interna
Dosis radiasi : 45 Gy dalam 25 fraksi ke pelvis, diikuti dengan
boost pada tumor dan region presakral, 5,4 Gy dalam 3 fraksi
untuk terapi preoperatif, dan 5.4 – 9 Gy dalam 3-5 fraksi untuk
terapi post operatif.
Untuk kanker yang tidak bisa di reseksi, dosis yang dibutuhkan
mungkin lebih tinggi dari 54 Gy.
5-Flourouracil kemoterapi harus diberikan bersamaan dengan
radiasi
4. Pengobatan kanker rekti dengan metastasis hepar
Tergantung pada resectability dari tumor primer dan metastasis hati,
beberapa pilihan pengobatan tersedia untuk pasien dengan kanker rekti
matastasis hepar. Dalam kasus ini, reseksi kombinasi dalam satu tahap juga
dapat dilakukan. Pendekatan ini lebih kompleks untuk kanker rektal dengan
metastasis hepar yang berpotensi dapat direseksi.21
Untuk kanker rekti, pengobatan dapat dimulai dengan radioterapi jangka
pendek atau kemoradiasi jangka panjang diikuti dengan reseksi kanker rekti.21
Metastasis hepar akan direseksi pada tahap selanjutnya.21 Pengobatan
metastasis hepar terdiri dari reseksi radikal dan / atau terapi ablatif lokal (mis.
Radiofrequency ablation) dikombinasikan dengan kemoterapi tambahan.21
16
Tabel 3. Rangkuman Penatalaksanaan Ca Rekti 1
17
BAB III
LAPORAN KASUS
18
dirasakan, bahkan sesekali pasien mengalami diare. Saat mengalami diare,
frekuensi BAB pasien meningkat hingga 10x dalam sehari.
Kurang lebih 10 bulan yang lalu, pasien mengeluh perut bagian bawah dan
anus terasa sangat nyeri sehingga pasien memeriksakan diri ke IGD RSUD Kelet
Jepara. Pasien didiagnosis dengan usus buntu dan dilakukan operasi keesokan
harinya. Karena keluhan yang tidak kunjung membaik, pasien kembali
memeriksakan diri ke RSUD Kelet Jepara dan ditemukan adanya benjolan di anus,
oleh dokter pasien didiagnosis kanker usus. Pasien dirujuk ke RSUD Soewondo
Pati untuk dilakukan operasi, namun tidak dapat dilakukan karena usus pasien
sudah lengket, sehingga pasien dirujuk ke Rumah Sakit Umum Dokter Kariadi
untuk dilakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Saat ini pasien masih mengeluhkan nyeri, nyeri berkurang setelah minum
obat atau setelah melakukan kemoterapi. Pasien telah menjalani kemoterapi
sebanyak 12 kali di RSDK mulai Agustus 2019 hingga Januari 2020. Pasien masih
terpasang kantung kolostomi, BAB (+) keluar setiap hari dari kantung kolostomi,
konsistensi lunak terkadang cair. BAK dalam batas normal. Riwayat merokok (-
), riwayat konsumsi alkohol (-), nyeri kepala (-), nyeri tulang (-), penurunan BB
(+) sebanyak 10 kg.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keganasan (-)
Diabetes Melitus (-)
Hipertensi (-)
Appendisitis (+)
Gastritis (+)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit serupa maupun
keganasan lainnya.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien sebagai Ibu Rumah Tangga
Pembiayaan RS ditanggung JKN PBI
Kesan: sosial ekonomi kurang
19
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Tanda Tanda Vital : RR : 18 x/menit (reguler, adekuat)
Nadi : 84 x/menit (reguler, isi dan tegangan cukup)
TD : 120/80 mmHg
T : 36.80 C (Axilar)
Kesadaran : Compos mentis. GCS E4M6V5 = 15
VAS : 4-5
Status Generalis
Kepala : mesocephal
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
Telinga : discharge (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), discharge (-/-)
Mulut : bibir sianosis (-), mukosa kering (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1/T1
Leher : trakea letak tengah
Thorax :
Pulmo Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : suara jantung I-II normal, bising (-)
Abdomen Inspeksi : datar, venektasi (-), tampak terpasang kantung
kolostomi
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak hepar (+), Pekak sisi (+) normal,
pekak alih (-)
20
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defans musculer (-), hepar
dan lien tidak teraba
Ekstremitas : superior inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capp.refill <2”/<2” <2”/<2”
Status Lokalis
Pemeriksaan Rectal Toucer: Tidak dilakukan
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (19 Februari 2020)
Tabel 4. Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Keterangan
Hematologi Paket
Hemoglobin 11.3 g/dl 11.7-15.5 L
Hematokrit 35.6 % 32-62
Eritrosit 4.03 10^6/ul 4.4-5.9 L
MCH 28 Pg 27-32
MCV 88.3 fL 76-96
MCHC 31.7 g/dl 29-36
Leukosit 9.1 10^3/ul 3.6-11
Trombosit 301 10^3/ul 150-400
RDW 14.4 % 11.6-14.8
MPV 9.4 fL 4.00-11.00
21
2. Pemeriksaan X-Foto Thoraks PA Erect (2 April 2019)
22
Mikroskopik:
Keping-keping jaringan rektum tersusun atas sel-sel dengan inti bulat oval,
pleomorfik, hiperkromatik, kromatin kasar, sebagian nukleoli prominen,
mitosis dapat ditemukan, struktur kelenjar, berkelok, back to back,
menginfiltrasi ke dalam lamina propria
Kesimpulan:
Intramucosal carcinoma pada rectum
23
Hasil:
Scope masuk hingga 10 cm dari AV
Didapatkan tumor sirkuler, berdonkol, rapuh, dan mudah berdarah.
Lumen menyempit, scope tidak dapat diteruskan
Dilakukan biopsi pada 4 tempat
Kesimpulan:
Tumor Rectum 1/3 tengah curiga ganas
Saran:
Tunggu hasil PA
24
Gambar 10. CT Abdomen dengan Kontras Potongan Axial
25
Gambar 11. CT Abdomen dengan Kontras Potongan Coronal
26
KLINIS : CA Rectum
Tampak penebalan sirkumferential asimeris pada retum (ukuran saat ini tebal
maksimal 2.14 cm, sepanjang 7.65 cm; ukuran sebelumnya tebal maksimal +- 1.9
cm, sepanjang 7.42 cm) yang eksofitik dan menempel serta sulit dipisahkan
dengan struktur uterus dan vesika urinaria, disertai fat stranding disekitarnya.
Paska injeksi kontras, tampak enhancement heterogen.
Tampak colostomy pada hemiabdomen kiri bawah
Tak tampak efusi pleura
Tak tampak cairan bebas intraabdomen
Hepar: Ukuran dan bentuk normal, sudut tajam, tampak nodul hipodens (CT
number 10-20 HU) soliter pada segmen 4 ukuran +- 0.3 x 0.4 cm, V. Porta dan V.
Hepatika tak melebar. Paska injeksi kontras, tak tampak enhancement
Duktus biliaris intra-ekstrahepatal: tak melebar
Vesika fellea tak membesar, dinding tak menebal, tak tampak batu
Lien ukuran normal, parenkim homogen, duktus pankreatikus tak melebar
Ginjal kanan-kiri ukuran dan bentuk normal, PCS tak melebar, tak tampak batu,
tampak lesi hipodens (CT number 2-10 HU) bentuk bulat batas tegas tanpa septasi
maupun kalsifikasi pada regio lower pole ginjal kanan (ukuran ± 0.4 x 0.5 cm).
Paska injeksi kontras tak tampak enhancement
Aorta tak melebar. Tampak multiple limfadenopati paraaorta, interaaortocava,
presacral, parailliaca, paracolica, mesenterial (ukuran terbesar ± 1.1 x 0.8 cm,
pada presacral). Tampak limfadenopati inguinal kanan kiri (ukuran terbesar ±1.2
x 0.6 cm, pada inguinal kiri)
Uterus tak tampak membesar. Cavum uteri tak melebar. Pada regio adneksa
kanan kiri, tampak lesi hipodens (CT number 4-12 HU) bentuk bulat batas tegas
tepi reguler (ukuran kanan ±1.4 x1.5 cm, kiri ±2.2 x 2.3 cm). Pasca injeksi kontras,
tak tampak enhancement
Vesika urinaria dinding tak menebal, reguler. Tak tampak batu/massa
Pada lung window yang tervisualisasi tampak penebalan pleura pada aspek
posterior hemithoraks kanan-kiri
27
KESAN :
- Massa solid inhomogen pada rectum (ukuran ini tebal maksimal 2.14 cm,
sepanjang 7.65 cm; ukuran sebelumnya tebal maksimal ± 1.9 cm, sepanjang
7.42 cm) yang eksofitik dan menempel serta sulit dipisahkan dengan struktur
uterus dan vesika urinaria, disertai fat stranding disekitarnya
- Multipel limfadenopati paraaorta, interaortocava, presacral, parailiaca,
paracolica, mesenterial (ukuran terbesar ± 1.1 x 0.8 cm, pada presacral)
- Limfadenopati inguinal kanan kiri (ukuran terbesar ±1.2 x 0.6 cm, pada
inguinal kiri)
- Nodul kistik soliter pada segmen 4 hepar (ukuran ± 0.3 x 0.4 cm)
Massa rectum (T4bN2aM1b)
- Simple cyst regio lower pada ginjal kanan (ukuran ± 0.4 x 0.5 cm)
- Lesi kistik pada adneksa kanan kiri (ukuran kanan ± 1.4 x 1.5 cm, kiri ± 2.3 x
2.2 cm) cenderung berasal dari ovarium
D. Diagnosis
Karsinoma recti 1/3 tengah post kemoterapi 12 kali.
E. Terapi
- MST 10 mg/24 jam po
- Xelloda 3-0-2 po
F. Radiasi
28
Pasien telah mendapatkan program kemoterapi untuk Ca Recti sebanyak
12 kali. Simulator dilakukan pada tanggal 20 Februari 2020. Terapi ini
dilaksanakan 25 kali dengan dosis perterapi 2 Gy, sehingga total dosis yang
diberikan sebesar 50 Gy. Radiasi dilakukan dengan lapangan whole pevis 3D
CRT, dan kemudian setelah pemberian terakhir, dilakukan evaluasi terhadap
respon pasien.
G. Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien tentang tahapan terapi yang akan dilakukan.
- Menjelaskan kepada pasien prosedur pelaksanaan terapi radiasi eksternal.
- Menjelaskan kepada pasien efek samping yang mungkin terjadi dari terapi
radiasi seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan, rambut rontok sedikit
demi sedikit, merasa kelelahan, gangguan menstruasi.
- Edukasi dan motivasi pasien untuk melanjutkan terapi dengan teratur hingga
selesai.
- Edukasi keluarga pasien untuk menjaga makanan pasien agar keadan umum
membaik.
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang perempuan 35 tahun dibawa ke RSUP Dr. Kariadi karena dirujuk dari
RSUD Soewondo Pati dengan keluhan kurang lebih 10 bulan sebelum masuk rumah sakit
pasien mengeluh perut bagian bawah dan anus terasa sangat nyeri sehingga pasien
memeriksakan diri ke IGD RSUD Kelet Jepara. Pasien didiagnosis dengan usus buntu
dan dilakukan operasi keesokan harinya. Oleh karena keluhan yang tidak kunjung
membaik, pasien kembali memeriksakan diri ke RSUD Kelet Jepara dan ditemukan
adanya benjolan di anus, oleh dokter pasien didiagnosis kanker usus. Pasien dirujuk ke
RSUD Soewondo Pati untuk dilakukan operasi, namun tidak dapat diakukan karena usus
pasien sudah lengket, sehingga pasien dirujuk ke RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Saat ini pasien masih mengeluhkan nyeri, nyeri berkurang setelah minum obat
atau setelah melakukan kemoterapi. Pasien telah menjalani kemoterapi sebanyak 12 kali
di RSDK mulai Agustus 2019 hingga Januari 2020. Pasien masih terpasang kantung
kolostomi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, VAS 4-
5, compos mentis, pemeriksaan thoraks dalam batas normal, pemeriksaan abdomen
tampak terpasang kantung kolostomi. Pemeriksaan rectal toucher tidak dilakukan.
Berdasarkan anamnesis, gejala-gejala yang dialami pasien sesuai dengan landasan
teori, yaitu terdapat adanya perubahan pola defekasi, keluar darah dari anus, dan
penurunan berat badan.
Pada tanggal 2 April 2019, dilakukan pemeriksaan X-Foto Thoraks PA Erect
didapatkan hasil cor tidak membesar dan pulmo tidak tampak kelainan.
Pada tanggal 19 Juli 2019, dilakukan pemeriksaan Colonoscopy dan pemeriksaan
Patologi Anatomi. Dari pemeriksaan Colonoscopy didapatkan hasil tumor rectum 1/3
tengah curiga ganas. Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi didapatkan hasil intramucosal
carcinoma pada rectum.
Pada tanggal 7 Februari 2020, dilakukan pemeriksaan MSCT Abdomen dengan
kontras didapatkan massa solid inhomogen pada rectum (ukuran ini tebal maksimal 2.14
cm, sepanjang 7.65 cm; ukuran sebelumnya tebal maksimal ± 1.9 cm, sepanjang 7.42 cm)
30
yang eksofitik dan menempel serta sulit dipisahkan dengan struktur uterus dan vesika
urinaria, disertai fat stranding disekitarnya. Tampak Multipel limfadenopati paraaorta,
interaortocava, presacral, parailiaca, paracolica, mesenterial (ukuran terbesar ± 1.1 x 0.8
cm, pada presacral). Tampak limfadenopati inguinal kanan kiri (ukuran terbesar ±1.2 x
0.6 cm, pada inguinal kiri). Tampak nodul kistik soliter pada segmen 4 ukuran ± 0.3 x 0.4
cm massa rectum (T4bN2aM1b). Tampak simple cyst regio lower pada ginjal kanan
(ukuran ± 0.4 x 0.5 cm). Dan tampak lesi kistik pada adneksa kanan kiri (ukuran kanan ±
1.4 x 1.5 cm, kiri ± 2.3 x 2.2 cm) cenderung berasal dari ovarium.
Selanjutnya pasien menjalani program kemoterapi untuk Ca Recti sebanyak 12
kali. Simulator dilakukan pada tanggal 20 Februari 2020. Terapi ini dilaksanakan 25 kali
dengan dosis perterapi 2 Gy. Sehingga total dosis yang diberikan sebesar 50 Gy. Radiasi
dilakukan dengan lapangan whole pelvis 3D CRT, dan kemudian setelah pemberian
terakhir, dilakukan evaluasi terhadap respon pasien.
Dari pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan darah rutin (19 Februari
2020), didapatkan hasil rendah pada kadar hemoglobin (11.3 g/dL), dan eritrosit (4.03
106/uL). Berdasarkan hasil tersebut, pasien menderita anemia ringan. Anemia dapat
terjadi sebelum atau setelah mendapatkan terapi radiasi. Apabila terjadi sebelum terapi,
kadar Hb dipengaruhi oleh inflamasi, penyakit kronis, perdarahan, maupun asupan
makanan. Inflamasi ditandai dengan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP) plasma.
Kadar CRP plasma menggambarkan kadar interleukin (IL)-6 IL-6 mempengaruhi kadar
dan aktivitas biologis dari hepcidin. Hepcidin menghambat penyerapan besi di duodenum
dan menghalangi pelepasan besi dari makrofag, sehingga kondisi inflamasi
mempengaruhi kadar Hb.
Kompetensi dokter umum untuk kasus Ca rekti sesuai dengan Standar
Kompetensi Kedokteran Indonesia (SKDI) tahun 2012 adalah kompetensi 2, yang artinya
dokter umum harus mampu untuk mendiagnosis pasien yang kemudian nantinya pasien
akan dirujuk ke dokter spesialis. Penting bagi seorang dokter umum untuk dapat
menegakkan diagnosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
yang ada untuk mengetahui carsinoma recti sedini mungkin, sehingga pasien
mendapatkan tatalaksana awal yang tepat. Dokter umum juga harus mampu menjelaskan
kepada pasien tentang tatalaksana apa yang akan didapatkan oleh pasien, berupa tindakan
bedah, kemoterapi dan radioterapi. Tindakan bedah dapat berupa eksisi lokal, reseksi
31
transabdominal dan reseksi anterior rendah. Kemoterapi dapat bersifat neoadjuvant yang
diberikan pada pasien sebelum dilakukan pembedahan reseksi, serta dapat bersifat
adjuvant therapy untuk pasien yang mendapatkan preoperatif kemoterapi atau terapi
radiasi. Terapi radiasi dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu radioterapi eksternal dan
brakiterapi.
Pada Ca rekti, terapi radiasi bermanfaat pada pencegahan rekurensi, baik radiasi
yang diberikan sebelum maupun sesudah pembedahan. Namun dalam hal ini, lebih sering
diberikan bersamaan dengan kemoterapi. Selain itu, terapi radiasi bermanfaat untuk
mengontrol kanker pada pasien yang tidak bisa dilakukan pembedahan dan membantu
mengatasi kanker yang menyebar ke organ lain.
Efek samping yang muncul akibat radioterapi akan berbeda-beda, tergantung
dengan kondisi tubuh masing-masing pasien. Selain itu, efek samping yang timbul juga
tergantung pada bagian tubuh yang terkena radioterapi, dosis dari radiasi yang diberikan,
dan berbagai pengobatan lain yang mungkin sedang dilakukan oleh pasien saat
melakukan radioterapi. Gejala yang paling sering muncul ketika seseorang mendapatkan
radioterapi adalah rasa mual dan muntah, kulit menghitam di bagian tubuh yang terkena
radiasi, rambut rontok sedikit demi sedikit, merasa kelelahan, gangguan menstruasi pada
perempuan, gangguan terhadap jumlah dan kualitas sperma pada laki-laki, serta timbul
berbagai masalah kulit. Pasien yang menjalani pengobatan radioterapi akan mengalami
penurunan nafsu makan dan menimbulkan masalah pada sistem pencernaan. Namun
pasien yang sedang menjalani terapi harus menjaga status gizi dan kesehatannya melalui
asupan makanan yang cukup.
Setelah prosedur radioterapi selesai, pasien harus kontrol rutin untuk mengatasi
efek samping yang terjadi. Mengingat kanker adalah penyakit kronis, kontrol perlu
dilakukan secara rutin, paling sedikit 1 tahun sekali setelah terbukti telah bebas penyakit.
32
BAB V
KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
34
15. Basson Marc D et al. 2017. Ulcerative Colitis Workup. Tersedia dalam:
http://emedicine.medscape.com/article/183084-workup
16. Chen, Yung-Hsin et al. 2015. Imaging in Crohn Disease.
17. American Joint Committee on Cancer (2010), Colon and Rectum In:AJCC. Cancer
35