Anda di halaman 1dari 45

Laporan Kasus

NEUROENDOCRINE NEOPLASMA OF THE PERITONEAL

Oleh:

dr. Hariadi Supanto

Pembimbing :

Dr. dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), Sp.OG(K).

DIVISI ONKOLOGI-GINEKOLOGI
PROGRAM STUDI OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................i
DAFTAR TABEL..............................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iii
DAFTAR SINGKATAN...................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3
2.1 Kanker Peritoneum ......................................................................3
2.1.1 Definisi & Epidemiologi....................................................3
2.1.2 Faktor Risiko......................................................................4
2.1.3 Klasifikasi..........................................................................4
2.2 Tumor Neuroendokrin..................................................................7
2.2.1 Definisi...............................................................................7
2.2.2 Epidemiologi......................................................................8
2.2.3 Klasifikasi dan Grading NET.............................................9
2.2.4 Biologi Molekuler NET.....................................................10
2.2.5 Patologi..............................................................................11
2.2.6 Manifestasi klinis...............................................................13
2.2.7 Penegakan diagnosis .........................................................13
2.2.7.1 Diagnosis Histopatologis........................................14
2.2.7.2 Diagnosis Biokimia ................................................14
2.2.7.3 Pencitraan................................................................15
2.2.8 Tatalaksana.........................................................................17
2.2.8.1 Pembedahan............................................................17
2.2.8.2 Terapi sistemik........................................................19
2.2.9 Prognosis............................................................................22
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................24
BAB IV ANALISIS KASUS.............................................................................32
BAB V KESIMPULAN.....................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................37

i
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Gilly didasarkan pada ukuran nodul dan tingkat
keterlibatan intraperitoneal (terlokalisasi atau difus).......................

Tabel 2.2 Sistem penilaian skor gravitasi ca peritoneal berdasarkan


hubungan ca peritoneal dengan kelenjar getah bening dan
metastasis hati..................................................................................

Tabel 2.3 Klasifikasi tumor karsinoid..............................................................

Tabel 2.4 Klasifikasi tumor neuroendokrin gastrointestinal menurut WHO...

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 The peritoneal carcinomatosis index...........................................

Gambar 2.2 Gambaran makroskopis tumor neuroendokrin pada ileum


distal, reaksi desmoplastik dan fibrosis pada dinding usus halus
Gambar 2.3 Metastasis mesenterik dari NET gastrointestinal........................

Gambar 2.4 Transversal 68Ga-DOTATOC-PET/computed tomography.......

iii
DAFTAR SINGKATAN

131I-MIBG : Ionated Metaiodobenzylguanidine


AF : Antefleksi
CgA : Chromogranin A
CRS : Cytoreductivee Surgery
CT : Computed Tomography
Dx : Diagnosis
FDG : 18-fluorodexyglukosa
FGF : Fibroblast Growth Factor
GEP : Gastroenteropancreatic
GEPNETS : Gastroenteropancreatic Neuroendocrine Tumor
GPS : Abdominal Gravity Peritoneal Cancer Score
HIPEC : Hyperthermic Intraperitoneal Chemotherapy
HPF : High Power Field
HPHT : Hari Pertama Haid Terakhir
HPLC : High Power Liquid Chromatograph
HR : Heart Rate
IATs : Intraarterial Therapy
INF-a : Interferon Alfa
IRE : Irreversible Electroporation
KGB : Kelenjar Getah Bening
KK : Kandung Kemih
LS : Lesion Size
LSS : Laparoscopic Surgical Staging
MRI : Magnetic Resonance Imaging
mTOR : Rapamycin
NEC : Neuroendocrine Carcinoma
NET : Neuroendocrine Tumor
NK : Natural Killer
NSE : Neuron-specific Enolase
PC : Peritoneal Cancer
PCI : Karsinomatosis Peritoneal
PDGF : Platelet-Derived Growth Factor
PEG-IFN : Pegilated Interferon
PET : Positron Emission Tomography
RR : Respiratory Rate
RS USU : Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara
RT : Rectal Tuse
SEER : Surveillance, Epidemiology and End Results
SIRT : Selective Internal Radiotherrapy
SSP : Sistem Saraf Pusat
SSTR : Somatostatin Receptor
TACE : Transarterial Chemoembolization
TAE : Transarterial Embolization
TD : Tekanan Darah
Temp : Temperatur

iv
TGF : Tumor Growth Factor
TGF-b : Transforming Growth Factor
Treg : T Regulatory
USG : Ultrasonografi
UT : Uterus
VAS : Visual Analog Score
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
VT : Vaginal Tuse
WHO : World Health Organization

v
BAB I
PENDAHULUAN

Gastroenteropancreatic neuroendocrine tumors (GEPNETs) dianggap


langka, merupakan keganasan yang tumbuh secara lambat yang muncul dari sel
neuroendokrin pada seluruh sistem gastroenteropankreatik. Metastasis dari GEP-
NETS tidak jarang dan, pola metastasis sebagian besar limfatik, sampai mencapai
organ hati, paru, tulang, atau peritoneum.1 Peritoneum adalah lokasi metastasis
umum pada berbagai kanker; setidaknya 5% pasien kanker kolorektal, 9% pasien
kanker pankreas, 14% pasien kanker lambung, dan 46% wanita dengan kanker
ovarium datang dengan synchronous peritoneal metastases (PM).2
Insiden metastasis peritoneal pada pasien dengan tumor neuroendokrin
gastroenteropankreatik (GEPNETs) diperkirakan sekitar 20%. Sebagian besar
metastasis ini berasal dari tumor primer di midgut.3 Tergantung pada asal tumor
primer, penyakit metastasis dapat dikaitkan dengan tingkat kelangsungan hidup 5
tahun kurang dari 50%. 4
Tumor neuroendokrin (NET) muncul dari sel-sel khusus yang tersebar di
seluruh tubuh, dan satu konvensi untuk mengkategorikan tumor ini adalah
pembagiannya menjadi foregut (bronkial, lambung, duodenum, dan pankreas),
midgut (jejunum, ileal, appendix, dan ascending/ kolon transversum), dan tumor
hindgut (kolon distal dan rektum). NET midgut jejunum dan ileum adalah situs
NET yang paling umum ketiga setelah paru-paru dan rektum, tetapi merupakan
situs NET yang paling umum yang mengembangkan metastasis jauh. Insiden
tumor neuroendokrin telah meningkat 4 kali lipat antara tahun 1973 dan 2004.
Sehubungan dengan semua keganasan usus kecil, NET baru-baru ini melampaui
adenokarsinoma sebagai jenis yang paling sering, terhitung 37% kasus. Karena
insidennya yang meningkat, sekarang mencapai 0,67 kasus per 100.000 penduduk
di Amerika Serikat, pasien dengan tumor ini tidak lagi langka bagi ahli bedah
umum dan ahli bedah onkologi.5
Seringkali sulit untuk membuat diagnosis NET midgut pada tahap awal,
karena tumor primer cenderung kecil dan umumnya tidak menimbulkan gejala
sampai menyebabkan obstruksi parsial, nyeri perut, perdarahan, atau terjadi

1
metastasis dan menjadi sindrom karsinoid. Akibatnya, pasien sering datang
dengan penyakit metastasis, yang diperkirakan terjadi pada 35% kasus dalam studi
berbasis populasi yang besar, dan >60% kasus dari pusat rujukan yang lebih
advanced. 6
Tingkat kelangsungan hidup untuk pasien dengan berbagai karsinoid
tergantung pada lokasi, luas tumor, dan biologi tumor. Pada pasien dengan
penyakit yang hanya terlokalisasi, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun untuk
karsinoid midgut adalah sekitar 65%, tidak lebih tinggi dari pasien dengan
metastasis regional. Pada pasien dengan metastasis jauh, tingkat kelangsungan
hidup 5 tahun berkurang menjadi 39%. Tingkat kelangsungan hidup relatif 5
tahun, 10 tahun, dan 15 tahun untuk karsinoid midgut masing-masing adalah 67%,
54%, dan 44%. Jenis kelamin perempuan dan usia yang lebih muda dikaitkan
dengan prognosis yang lebih baik. Faktor lain yang berkorelasi dengan tingkat
kelangsungan hidup yang lebih rendah adalah tingkat CgA yang tinggi pada saat
diagnosis dan indeks proliferasi yang tinggi (Ki67).11

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Peritoneum


2.1.1 Definisi & Epidemiologi
Karsinoma peritoneal dari tumor neuroendokrin gastroenteropankreatik
adalah peristiwa yang jarang terjadi dan tidak ada data yang cukup mengenai
prevalensi dan pengobatan yang tepat. Karsinoma peritoneal dari tumor
gastroenteropankreatik tampaknya memiliki dua kekhasan: (1) lebih sering
dikaitkan dengan tumor gastroenteropankreatik pankreatikoduodenal besar
(nongastrinomas) atau tumor gastroenteropankreatik yang berasal dari midgut
(carcinoids) dan (2) PC (Peritoneal Cancer) jarang merupakan kejadian yang
terisolasi. Kelenjar getah bening hadir di sebagian besar pasien pada saat
diagnosis dan 30-80% pasien datang dengan karsinoma peritoneal sinkron dan
metastasis hati.7
Tidak ada gejala spesifik yang berhubungan dengan karsinoma peritoneal
pada tumor gastroenteropankreatik dan profil gejalanya mirip dengan karsinoma
peritoneal dari jenis tumor lainnya. Beberapa pasien memiliki gejala yang
sebagian besar terkait dengan tumor primer. Secara klinis, hampir setengah dari
pasien tidak menunjukkan gejala pada saat diagnosis atau hadir dengan gejala
nonspesifik seperti sakit perut dan ketidaknyamanan. Penyakit peritoneal
demikian ditemukan secara kebetulan baik pada pemeriksaan morfologis atau
selama eksplorasi bedah. Gejala yang mungkin menunjukkan adanya karsinoma
peritoneal adalah gejala yang berhubungan dengan oklusi usus seperti tanda
Koenig (baik akut atau lebih sering bersifat subakut), yang biasanya menunjukkan
adanya gejala yang berhubungan dengan stenosis usus halus yang tidak lengkap
seperti yang diamati pada penyakit inflamasi. Nyeri perut juga dapat dikaitkan
dengan penurunan berat badan atau mungkin penambahan berat badan, yang
terakhir jika sekunder karena asites. Pasien juga dapat datang dengan sindrom
karsinoid.7

2.1.2 Faktor Risiko

3
Faktor risiko pada metastasis ataupun ca peritoneal pada pasien dengan
Gastroenteropancreatic Neuroendocrine Tumors tidak secara khusus dijelaskan
dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Selain lokasi tumor primer, usia yang
lebih tinggi merupakan faktor risiko pada metastasis ataupun ca peritoneal. Pada
beberapa penelitian lain juga menggambarkan jenis kelamin laki-laki, asal
Kaukasia, ukuran tumor yang lebih besar, tingkat histologis yang lebih tinggi, dan
invasi limfatik dan vena, serta kemungkinan perubahan genetik, sebagai faktor
risiko untuk mengembangkan metastasis jauh di NETs. Usia lanjut (60 tahun) dan
lokasi tumor primer di usus kecil atau usus besar merupakan faktor risiko pada
metastasis ataupun ca peritoneal. Sebaliknya, pasien di bawah 40 tahun dan pasien
dengan tumor primer di esofagus/perut atau rektum lebih kecil kemungkinannya
untuk didiagnosis dengan metastasis ataupun ca peritoneal.7
2.1.3 Klasifikasi
Histopatologi
Penting untuk mendapatkan konfirmasi histopatologi Karsinoma
Peritoneal. Karsinoma Peritoneal yang terbukti dengan biopsi dapat diperoleh
dengan operasi standar (baik secara elektif untuk tumor primer atau pada pasien
yang menjalani operasi darurat untuk oklusi intestinal) atau sebagai bagian dari
laparotomi staging atau prosedur laparoskopi. Imunohistokimia standar harus
diterapkan menggunakan setidaknya chromogranin A, synaptophysin dan indeks
proliferasi Ki-67. Staging tumor WHO dan staging/grading TNM harus dilakukan.
Pewarnaan khusus biasanya tidak diperlukan. Sitologi dari pasien dengan asites
dapat memberikan petunjuk asal dari neuroendokrin tetapi mendapatkan sampel
jaringan biasanya lebih baik. Namun, pada pasien dengan NET primer yang
terbukti dengan biopsi, sitologi yang mencurigakan mungkin cukup.8

4
Tabel 2.1 Klasifikasi Gilly didasarkan pada ukuran nodul dan tingkat keterlibatan
intraperitoneal (terlokalisasi atau difus)8

Sistem Klasifikasi
Banyak yang telah dilakukan berhubungan dengan sistem klasifikasi telah
diambil dari PC (Peritoneal Cancer) asal tumor primer lainnya, terutama kanker
kolorektal dan usus buntu. Untuk memperjelas luas dan keparahan Karsinoma
Peritoneal, klasifikasi pra dan intraoperatif digunakan. Dua klasifikasi sering
digunakan oleh ahli bedah intraoperatif. Penting untuk dicatat bahwa kedua
klasifikasi mengevaluasi tingkat penyakit peritoneum dan bukan tingkat kesulitan
bedah dan/atau resektabilitas.8
Indeks Karsinomatosis Peritoneum
Indeks karsinomatosis peritoneal (PCI) mengkuantifikasi secara intraoperatif
tingkat penyakit dalam setiap wilayah perut dan panggul, dan dapat diringkas
sebagai skor numerik yang bervariasi dari 1 hingga 39 untuk seluruh rongga perut.
Hal ini didasarkan pada lokasi dan ukuran nodul tumor atau 'granulasi'. Klasifikasi
PCI sudah lengkap tetapi sulit untuk diterapkan di pusat-pusat yang tidak
terspesialisasi. Daerah perut dan panggul dibagi oleh garis menjadi sembilan regio
(0-8). Usus halus kemudian dibagi menjadi empat wilayah. Regio 9 dan 10
menentukan bagian atas dan bawah jejunum; regio 11 dan 12 menentukan bagian
atas dan bawah ileum. Ukuran lesi (LS; yaitu, ukuran implan terbesar) dinilai di
setiap regio perut. Implan diberi skor sebagai LS 0 hingga 3 (LS-0 hingga LS-3).

5
LS-0 berarti tidak ada implan yang terlihat di seluruh wilayah; pengukuran ini
dilakukan setelah adhesiolisis lengkap dan inspeksi lengkap semua permukaan
peritoneum parietal dan visceral. LS-1 mengacu pada implan yang terlihat hingga
0,5 cm dengan diameter terbesar. LS-2 mengidentifikasi nodul lebih besar dari 0,5
cm dan hingga 5 cm. LS-3 mengacu pada implan dengan diameter 5 cm atau
lebih. Ketika skor PCI lebih dari 20, penyakit ini biasanya pada stadium lanjut dan
dianggap tidak dapat direseksi. Beberapa pusat khusus mengusulkan melakukan
PCI sebelum dan sesudah operasi sitoreduktif.8

Gambar 2.1 The peritoneal carcinomatosis index8


Klasifikasi Gilly
Pada klasifikasi Gilly digunakan skor antara 0 hingga 4. Klasifikasi Gilly
lebih mudah digunakan dan lebih realistis bagi dokter di lapangan serta dapat
diterapkan sebagai pembanding dalam banyak penelitian retrospektif dan
prospektif. Pasien dengan skor 3 dan 4 cenderung memiliki kelainan yang sudah
kasat mata dan prognosis yang lebih buruk. Namun, klasifikasi Gilly tidak
mengikutsertakan keterlibatan KGB dalam skoringnya. 8
Kelemahan skor Gilly ini cukup penting karena selain menentukan
keadaan neoplasma, keterlibatan KGB, metastasis jauh dan jenis kanker peritoneal
sangat penting dalam hal menentukan prognosis. 8
Peritoneal Cancer pada tumor Gastroenteropancreatic (GEP) biasanya
menyertai kelenjar getah bening dan situs metastasis lainnya (terutama hati); oleh
karena itu, dari sudut pandang praktis, tampaknya semua klasifikasi yang
dilaporkan memperhitungkan secara eksklusif tingkat Karsinoma Peritoneal. Oleh
karena itu, kelompok ahli Neuroendocrine Tumor mengusulkan sistem penilaian

6
untuk memasukkan pentingnya penyakit metastasis intra-abdomen global. Adapun
kanker kolorektal, peritoneum dianggap sebagai kompartemen serta kelenjar getah
bening dan hati. Dengan pemikiran ini, diusulkan abdominal gravity PC score
(GPS) khusus untuk PC dari tumor GEP yang memiliki satu atau beberapa situs
metastasis termasuk kelenjar getah bening dan hati. Skor keseluruhan akan
bervariasi dari 0 hingga 9. Pasien dengan skor 3 dinilai sebagai GPS grade A dan
dianggap memiliki 'risiko rendah' penyebaran abdominal; mereka yang memiliki
skor 4–6 diberi skor sebagai kelas B dan memiliki 'risiko menengah', dan mereka
yang memiliki skor 7-9 diberi skor kelas C dan memiliki risiko tinggi. Sistem
penilaian seperti itu harus dievaluasi secara prospektif sebelum validasi.8
Tabel 2.2 Sistem penilaian skor gravitasi ca peritoneal berdasarkan hubungan ca
peritoneal dengan kelenjar getah bening dan metastasis hati8

2.2. Tumor Neuroendokrin


2.2.1. Definisi
Neuroendokrin neoplasma (NEN) berasal dari sel enterokromafin (sel
Kulchitsky), yaitu sel-sel punca saraf yang terletak di dasar kripta Lieberkühn.
Sel-sel ini juga dikenal sebagai sel argentaffin karena pewarnaannya dengan
komponen perak. Neuroendokrim neoplasma terbagi dalam dua kelompok, yaitu
neuroendokrin tumor (NET) dan neuroendokrin karsinoma (NEC). NET dapat
bersifat jinak maupun tipe well-differentiated malignant dan lebih lanjut
dikelompokkam dalam tiga kelompok: low-grade (grade 1, G1), intermediate-
grade (grade 2, G2), atau high-grade (grade 3, G3). Pengelompokkan ini
didasarkan pada penampilan, rasio mitosis, sifat (invasi ke organ lain,
angioinvasi), dan indeks proliferatif Ki-67. NET juga dikelompokkan berdasarkan
asal embriologi dan produk yang disekresikan. Tumor ini dapat berasal dari
foregut (traktus respiratori, timus), midgut (jejunum, ileum dan kolon kanan,
lambung, duodenum proksimal), serta hindgut (kolon distal, rektum).9

7
NET foregut dikarakteristikkan dengan produksi rendah serotonin (5-
hydroxytryptamine), namun dapat mensekresikan 5-hydroxytryptophan atau
hormon adrenokortikotropik. NET midgut dikarakteristikkan dengan produksi
tinggi serotonin. NET hindgut jarang memproduksi serotonin, namum dapat
memproduksi hormon lain, seperti somatostatin dan peptida YY. Traktus
gastrointestinal merupakan lokasi paling sering untuk NET. Setelah apendiks,
usus kecil merupakan lokasi kedua yang sering terdampak. NET memiliki variasi
potensi malignan dan disusun oleh sel multipotensial dengan kemampuan
memproduksi beberapa agen humoral, yaitu serotonin, substansi P, kortikotropin,
histamin, dopamin, neurotensin, prostaglandin, kinin, gastrin, somatostatin,
polipeptida pankreatik, kalsitonin, dan neuron-spesifik enolase.9
2.2.2 Epidemiologi
NET terlibat dalam 0,5% kondisi malignan dan 2% dari keganasan pada
saluran pencernaan. Di Amerika Serikat, insidensi dan prevalensi NET telah
meningkat dalam beberapa dekade terakhir, kemungkinan karena deteksi lebih
dini, meningkatnya kewaspadaan, dan luasnya penggunaan endoskopi dan
pencitraan terhadap berbagai masalah gastrointestinal. Insidensi NET meningkat
sebanyak 6,4 kali dari tahun 1973 (1,09 per 100.000 orang) hingga 2012 (6,98 per
100.000 orang). Insidensi ini dijumpai meningkat pada seluruh organ.
Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) pada tahun 2000-2012
melaporkan insidensi tertinggi dari NET saluran cerna menjadi 3,56 per 100.000
populasi. Prevalensi juga meningkat dari 0,006% pada 1993 menjadi 0,048% pada
2012. NET paling banyak dijumpai pada wanita daripada pria dengan rasio 2,5:1.
NET saluran cerna paling sering dijumpai pada ras Africa Amerika.10
Karsinoma peritoneal dari gastroententero-pankreatik (GEP)
neuroendokrin tumor (NET) merupakan kejadian langka dan data terkait kondisi
ini sulit didapatkan. Nodus limfoid dijumpai pada pasien saat diagnosis dan 30-
80% pasien mempresentasikan Karsinoma peritoneal sinkronus dan metastasis
liver. Dalam suatu oenelitian di tahun 1996 dan 2005 masing-masing melaporkan
prevalensi Karsinoma peritoneal sebesar 10% (n=11) dan 33% (n= 37). Dalam
penelitian Vasseur et al dan Elias et al tersebut, tumor primer berasal dari midgut,
masing-masing sebesar 73% (n= 11) dan 54% (n= 37). Pada 2003, data

8
Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) melaporkan prevalensi
Karsinoma peritoneal adalah sebesar 13,6% dari tumor intestinal (karsinoid).7

2.2.3. Klasifikasi dan Grading NET


Pada 1963, Williams dan Sandler melaporkan adanya hubungan asal
embrionik tumor karsinoid dengan histlogi, biokimia, dan gambaran klinis tumor.
Tumor dibagi dalam tiga kelompok, yaitu, karsinoid foregut (intratoraks, gaster,
dan karsinoid duodenal), karsinoid midgut (karsinoid usus halus, apendiks, dan
kolon proksimal), serta karsinoid hindgut (tumor karsinoid pada kolon distal dan
rektum).11
Pada 2017, World Health Organization (WHO) mencetuskan klasifikasi
terbaru NET. Grading histologis berdasarkan indeks mitosis dan indeks Ki-67.
Selama pembelahan sel, protein Ki-67 ditemukan pada nukleus sel. Proporsi Ki-
67 – sel tumor positif (indeks Ki-67) dibandingkan dengan proliferasi selular,
gambaran klinis, dan prognosis. Grade tertinggi dipertimbangkan dari perbedaan
antara indeks mitosis dan indeks Ki-67. Campuran adenoneuroendokrin
neoplasma dipertimbangkan jika neoplasma memiliki komponen non-endokrin
selain adenokarsinoma, seperti karsinoma sel asinar atau karsinoma sel skuamosa.
Setiap komponen harus mencakup 30% untuk dapat masuk dalam kategori
MiNEN.10
Tabel 2.3 Klasifikasi tumor karsinoid.11

9
Klasifikasi tambahan dijumpai pada NEN gastrik berdasarkan
karakterisitk histomorfologik dan patogenesis. NET gaster dikelompokkan dalam
tiga tipe: (1) tipe I merupakan subtipe tersering dan berhubungan dengan gastritis
atrofi autoimun; (2) tipe II berkaitan dengan gastrinoma /MEN-1; dan (3) tipe III
merupakan sporadik dengan kadar normal gastrin, pH normal gaster, dan
menunjukkan pola perilakuk yang lebih agresif. NET gaster tipe III biasanya
tampak berukuran besar dan memiliki level invasi lebih dalam dibandingkan tipe
I dan II. NET gaster tipe IV sangat jarang, poorly differentiated, dan sangat
agresif.12
Tabel 2.4. Klasifikasi tumor neuroendokrin gastrointestinal menurut WHO.10

2.2.4. Biologi Molekular NET


NET merupakan tumor yang bertumbuh lambat. Sel neuroendokrin
memiliki karakteristik neural dan endokrin. Sel-sel ini memiliki inti granul
sitoplasmik yang mengandung chromogranin A (CgA), synaptophysin dan
Neuron-specific enolase (NSE) dan dapat mensintesis dan mensekresikan
berbagai monoamin aktif fisiologis, peptida, dan hormon. CgA dan synaptophysin
diperlukan dalam penegakan diagnosis, namun indeks proliferatif Ki-67 dan
indeks mitosis diperlukan dalam menentukan prognosis. CgA dihasilkan dari
granul kromafin sitoplasmik ke dalam darah, sehingga CgA serum dapat
ditemukan meningkat pada NET fungsional dan non-fungsional. CgA serum

10
merupakan biomarker yang paling sering digunakan untuk menilai beban penyakit
dan memantau respon terapi.10
Tipe hormon yang disekresikan oleh NET fungsional bervariasi pada
organ yang berbeda. NET saluran cerna mensintesis dan mensekresikan serotonin
dan amin vasoaktif lainnya. NET pankreatik memproduksi dan mensekresikan
gastrin, insilin, glukagon, dan somatostatin. Sel NET mengaktifasi dan
memproliferasi sel stromal, seperti fibroblas dengan mensekresikan berbagai
faktor, yaitu serotonin, fibroblast growth factor (FGF), platelet-derived growth
factor (PDGF) dan transforming growth factor β (TGF-β). Aktivasi fibroblas
memicu fibrosis lokal. Reseptor somatostatin dan jarasnya ditemukan sebagai
regulator utama proliferasi sel neuroendokrin, sintesis protein, dan sekresi
hormon. Beberapa faktor proangiogenik disekresikan oleh sel NET. Hal ini
termasuk vascular endothelial growth factor, FGF, PDGF, semaforin dan
angiopoietin. Hal ini memicu pemanggilan sel endotelial, proliferasi, dan
neovaskularisasi menyebabkan tumor tinggi vaskular. Sel imun yang berbeda (sel
T, sel B, makrofag, sel dendritik, sel NK, dan sel mast) menginfiltrasi NET
menyebabkan imunosupresi pada lingkungan mikro tumor.10
CD+FoxP3+ T regulatory (Treg) dan infiltrasi makrofag tumor berkaitan
dengan tingginya derajat NET dan prognosis lebih buruk. Faktor penghambat
yang disekresikan oleh NET mengganggu maturasi dan fungsi sel dendritik,
sehingga presentasi antigen terhadap sel dendritik terganggu Sel NK juga
mengganggu aktifitas sitolitik pada pasien dengan NET saluran cerna. Tumor-
infiltrating neutrophil, sel mast, dan makrofag dapat menyebabkan kompleks
inflamasi dan respon angiogenik. Protein checkpoint secara heterogen
diekspresikan pada NET G1/G2. NEC dan 3% NET pankreatik mengekspresikan
protein checkpoint yang cukup untuk membentuk kandidat imunoterapi.10
2.2.5. Patologi
Pada traktus gastrointestinal, lebih dari 90% NET dijumpai pada lima
lokasi tipikal: usus halus (38%), rektum (34%), kolon (16%), lambung (11%).
Mayoritas NET (sekitar 75%) NET saluran cerna berdiameter kurang dari 1 cm,
dan sekitar 2% berkaitan dengan metastasis. Sebaliknya, NET berdiameter 1-2 cm

11
dan lebih dari 2 cm berkaitan dengan metastasis, masing-masing pada 50% dan
80-90% kasus.9
Pada tampilan makroskopis, tumor ini terlihat kecil, padat, nodul
submukosa yang biasanya berwarna kuning. Tumor ini juga dapat terlihat seperti
plak kecil berwarna putih pada tepi antimesenterik usus halus. Secara tipikal,
tumor ini berhubungan dengan massa mesenterik yang besar akibat penyakit nodal
dan invasi desmoplastik mesenteri, yang sering disalahartikan sebagai tumor
primer. Tumor ini berkembang sangat lambat, namun setelah menginvasi serosa,
reaksi desmoplastik secara hebat menghasilkan fibrosis mesenterik, belit
intestinal, dan obstruksi intermiten.9

Gambar 2.2. Gambaran makroskopis tumor neuroendokrin pada ileum distal,


reaksi desmoplastik dan fibrosis pada dinding usus halus.9

12
Gambar 2.3. Metastasis mesenterik dari NET gastrointestinal.9
2.2.6. Manifestasi Klinis
Tujuh puluh hingga 80% NET bersifat asimptomatik dan secara tidak
sengaja ditemukan saat operasi.9 Manifestasi klinis dari tumor neuroendokrin
bergantung pada lokalisasi, produksi hormon, dan perluasan penyakit. Karsinoid
midgut dapat diidentifikasi sebagai obstruksi usus atau nyeri abdomen. Karsinoid
rektal dapat menyebabkan perdarahan atau obstruksi. Karsinoid midgut sering
memiliki manifestasi sindroma karsinoid akibat produkai serotonin dam takikinin.
Sindroma ini dikarakteristikkan dengan flushing, diare, gagal jantung kanan, dan
terkadang konstriksi bronkial, serta peningkatan kadar 5HIAA urin. Gejala
lainnya dapat berupa penurunan berat badan, berkeringat, serta lesi kulit mirip
pelagra.11
Pasien dengan gejala mudah kenyang biasanya memiliki metastasis liver
multipel. Metastasis retroperitoneal dari karsinoid midgut klasik juga
mengeluarkan mediator langsung ke sirkulasi dan dapat menyebabkan sindroma
karsinoid tanpa metastasis liver. Pada keadaan tanpa sindroma karsinoid, gejala
pasien dengan NET usus halus mirip dengan tumor usus halus. Gejala paling
sering adalah nyeri abdominal, yang terlibat dengan obstruksi parsial atau komplit
usus halus. Gejala obstruksi dapat disebabkan oleh intususepsi, namun biasanya
sekunder dari reaksi desmoplastik lokal.9
2.2.7. Penegakan Diagnosis
Diagnosis dari tumor karsinoid membutuhkan pertimbangan genetis
molekular, biologi tumor, histopatologi, biokimia, dan lokasi. Diagnosis ini dapat
dicurigai jika dijumpai gejala klinis mengarah pada sindroma karsinoid atau pada
pasien asimptomatik dapat dicurigai dari temuan histopatologis saat operasi atau
setelah biopsi lesi hepatik. Pada pasien asimptomatik, durasi munculnya gejala
hingga diagnosis biasanya terlambat 1-2 tahun.11
Program biologi tumor terbaru melibatkan faktor pertumbuhan (platelet-
derived growth factor, epidermal growth factor, IGF1, TGF) dan faktor proliferasi
(Ki67) sebagai indeks proliferasi. Molekul adesif seperti CD44, sebagian exon-
V6 and exon-V9, berkaitan dengan peningkatan angka ketahanan hidup. Faktor
angiogenik seperti basic fibroblast growth factor (bFGF) dan vascular endothelial

13
growth factor (VEGF) juga perlu dilibatkan dalam program biologi tumor. Analog
somatostatin merupakan landasan tatalaksana sindroma karsinoid, oleh karena itu
penentuan subtipe reseptor somatostatin (SSTR1–SSTR5) dengan antibodi
spesifik diperlukan. Analisa luas genom terintegrasi, termasuk exome dan whole-
genome sequencing, ekspresi gen, metilasi DNA, dan copy number analysis telah
mengidentifikasi tiga subtipe molekuler baru dari NET usus halus (karsinoid)
dengan hasil klinis yang berbeda.11
2.2.7.1. Diagnosis histopatologis
Diagnosis histopatologis karsinoid didasarkan pada imunohistokimia
menggunakan antibodi terhadap CgA, synaptophysin, dan enolase neuron-
spesifik. Perwarnaan imunohistokimia ini telah menggantikan pewarnaan perak,
pewarnaan argirofil oleh Grimelius dan Sevier-Munger. Pewarnaan argentafin
oleh Masson untuk menunjukkan kandungan serotonin juga telah digantikan oleh
imunositokimia dengan antibodi serotonin. Penanda neuroendokrin ini dapat
dilengkapi dengan imunositokimia spesifik untuk hormon yang berbeda seperti
zat P, gastrin, dan ACTH. Klasifikasi WHO membentuk basis penentuan terapi
dan oleh karena itu penentuan Ki67 untuk menganalisa proliferasi sel merupakan
hal yang harus dilakukan. Antibod terhadap TTF1 dan CDX2 memberikan
informasi yang baik terkait lokasi dari tumor primer pada pasien dengan tumor
primer yang lokasinya tidak diketahui.11
2.2.7.2. Diagnosis Biokimia
Pada pasien dengan flushing dan gejala lain dari sindorma karsinoma,
diagnosis dapat ditegakkan dengan mengukur eksresi 5HIAA urin, karena
kadarnya meningkat dalam kondisi ini. Pasien dengan tumor karsinoid biasanya
memiliki kadar 5HIAA urin sebesar 100-3000 μmol/24 jam (15–60 mg/24 jam).
Tes untuk 5HIAA urin termasuk kromatografi cair tekanan tinggi (HPLC) dengan
deteksi elektrokimia dan metode kolorimetri dan fluoresensi. Berbagai makanan
dan obat-obatan dapat mengganggu pengukuran 5HIAA urin, dan pasien harus
menghindari agen ini selama pengambilan sampel 24 jam.11
Dalam beberapa studi, kadar serotonin platelet dinilai lebih sensitif
daripada 5HIAA urin dan kadar serotonin urin, serta tidak dipengaruhi oleh diet
pasien. Pada karsinoid foregut, sensitivitas serotonin platelet, 5HIAA urin, dan

14
kadar serotonin urin masing-masing adalah 50%, 29%, dan 55%. Untuk karsinoid
midgut, sensitivitasnya sebesar 100%, 92%, dan 82, serta untuk karsinoid hindgut
sebesar 20%, 0%, dan 60%. Metode serum 5HIAA telah dikembangkan dan akan
menggantukan 5HIAA urin.11
Penanda lainnya adalah CgA. Pada 44 pasien dengan tumor karsinid, CgA
meningkat 99%, CgB 88%, dan CgC 6%. CgA plasma dinyatakan mampu
menggambarkan ukuran tumor. CgA merupakan penanda yang lebih sensitif
dibandingkan 5HIAA urin, namun karena CgA dihasilkan dan disekresikan dari
berbagai tumor neuroendokrin, maka spesifisitasnya rendah. Oleh karena itu
dalam pemeriksaan pasien dengan sindrom karsinoid, harus menggabungkan
penentuan CgA plasma dengan 5HIAA atau serotonin urin. CgA plasma mungkin
meningkat pada kondisi lain seperti gastritis atrofi kronis, pengobatan dengan
inhibitor pompa proton, atau gangguan fungsi ginjal.11
Plasma neuron-specific enolase (NSE) menunjukkan sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih rendah daripada CgA plasma. Plasma NSE sangat
membantu pada pasien dengan NET paru dan NET lain dengan proliferasi yang
lebih tinggi. Serum hCGα telah dilaporkan meningkat pada 60% pasien dengan
tumor karsinoid foregut dan pada 50% pasien dengan karsinoid hindgut tetapi
hanya 11% pada pasien dengan karsinoid midgut dan sindrom karsinoid. Kadar
neuropeptida K plasma telah dilaporkan meningkat pada 46% pasien dengan
karsinoid midgut, sedangkan hanya 9% pasien dengan karsinoid foregut
menunjukkan peningkatan kadar. Substansi plasma P memiliki sensitivitas 32%
dan spesifisitas 85%. Neurokinin A dilaporkan menjadi penanda sensitif untuk
karsinoid usus halus baik untuk diagnosis maupun prognostik. Kadar polipeptida
pankreas juga meningkat pada sepertiga pasien dengan karsinoid midgut dan pada
banyak pasien dengan karsinoid foregut. Baru-baru ini tes transkrip gen (51 gen)
yang menganalisis mRNA yang bersirkulasi menunjukkan sensitivitas/spesifisitas
98/97% untuk mendeteksi tumor neuroendokrin dan prediksi hasil terapi.11
2.2.7.3. Pencitraan
Pencitraan NET dilandaskan pada kombinasi teknik morfologi (radiologi)
dan fungsional (kedokteran nuklir) karena NET membutuhkan informasi
lengkap.13 Beberapa modalitas pencitraan digunakan untuk NET, termasuk

15
computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), ultrasound
(US), endoskopi, dan pencitraan fungsional. Mereka diindikasikan untuk tujuan
yang berbeda termasuk lokalisasi, pementasan, menilai respon terhadap
pengobatan, dan prognostik. Dalam beberapa tahun terakhir, pemindaian
somatostatin-receptor scintigraphy (SRS) dan iodinated
metaiodobenzylguanidine (131I-MIBG) telah digunakan untuk melokalisasi dan
menentukan stadium penyakit.12
CT dengan kontras multifasik sering kali merupakan modalitas awal yang
dilakukan dan menawarkan resolusi spasial tertinggi (⩽1 mm). Metastasis hati
tumor neuroendokrin menunjukkan enhancement pada fase aliran masuk vena
portal dalam parenkim hati non-enhanced. Metastasis mesenterika sering
menunjukkan kontraksi mesenterika dan tanda-tanda obstruksi usus halus pada
CT. Dibandingkan dengan CT, MRI memiliki diskriminasi jaringan lunak yang
lebih baik dan visualisasi yang lebih baik untuk metastasis di hati, tulang, dan
sistem saraf pusat (SSP). Metastasis hati tumor neuroendokrin memiliki intensitas
sinyal yang rendah pada sekuens berbobot T1 dan intensitas sinyal yang tinggi
pada sekuens berbobot T2 dibandingkan dengan parenkim hati. Pembersihan dini
kontras dan peningkatan cincin pada fase arteri hepatik yang ditingkatkan
gadolinium adalah fitur yang membedakan dari hemangioma hepatik.12
SRS saat ini digantikan oleh 68Ga-DOTATATE/TOC positron emission
tomography (PET), yang menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih
tinggi secara signifikan. Metode sensitif lainnya adalah pemindaian PET atau
18F-DOPA-PET menggunakan 11C5HTP, prekursor sintesis serotonin. Isotop ini
terakumulasi dalam tumor karsinoid (mekanisme APUD); dengan perkembangan
kamera PET, tumor berdiameter 0,5 cm dapat dideteksi. Pemindaian PET
mungkin berguna dalam memantau hasil terapi. Pemindaian PET menggunakan
18F-fluorodeoxyglucose (FDG-PET) telah dianggap tidak berguna dalam
mendeteksi tumor neuroendokrin yang berproliferasi rendah, tetapi data terbaru
menunjukkan hal itu bermanfaat dalam mengidentifikasi tumor anaplastik yang
berdiferensiasi buruk tetapi juga tumor yang berdiferensiasi baik.11

16
Gambar 2.4. Transversal 68Ga-DOTATOC-PET/computed tomography (CT) (A,
PET; B, CT; C, PET/CT) menunjukkan ambilan tracer sangat tinggi pada
metastasis liver dari tumor neuroendokrin usus halus.13

2.2.8. Tatalaksana
Tidak seperti adenokarsinoma, jaringan tumor neuroendokrin yang
berdiferensiasi baik sebagian besar tumbuh lambat. Bahkan pada stadium lanjut,
dan terutama dalam kasus keterlibatan peritoneal, pendekatan bedah agresif dapat
mengurangi gejala dan manfaat pada kelangsungan hidup. Tujuan operasi PC
mencakup pencegahan obstruksi usus, nyeri, hipertensi portal dan konsekuensi
dari fibrosis intra-abdominal (mesenteritis retraktil dan keterlibatan pembuluh
darah). Lebih lanjut, pengobatan PC pada pasien dengan metastasis hati yang
tidak dapat direseksi akan memungkinkan dokter untuk fokus pada pengobatan
spesifik sekunder, termasuk terapi yang diarahkan ke hati, misalnya, embolisasi
arteri atau kemoterapi.1
2.2.8.1 Pembedahan
Operasi pengangkatan PC bergantung pada Cytoreductive Surgery (CRS),
terkadang dikombinasikan dengan Hyperthermic Intraperitoneal Chemotherapy
(HIPEC). Dalam pedoman konsensus ENETS terbaru pada PC dengna jenis NET,
para ahli mengusulkan bahwa metastasis pada peritoneal ditatalaksana secara

17
agresif.7 Namun, CRS hanya dapat dipertimbangkan ketika setelah evaluasi awal
yang cermat didapati kemungkinan terjadinya reseksi R0/R1, yang bergantung
pada eksplorasi menyeluruh dari semua kuadran perut. Tindakan CRS terdiri dari
menghilangkan semua metastasis peritoneal secara makroskopik yang berpotensi
terkait dengan reseksi segmen usus, peritoneum panggul dan/atau
ovarium.Setelah CRS dilakukan, kelengkapan status sitoreduksi (CCR) pada sisa
lesi PC harus dinilai. Status Sitoreduksi terbukti menjadi faktor prognostik utama
untuk berbagai keganasan lainnya dan tidak tergantung pada ekstensi PC awal.14
Meskipun skor ini tidak secara khusus diterapkan pada NET, CRS yang tidak
lengkap memiliki prognosis yang buruk.15
Jika CRS bertujuan untuk mengangkat semua jaringan PC yang terlihat
dan lesi intra-abdomen terkait (yaitu, kelenjar getah bening dan ovarium), HIPEC
menargetkan lesi mikroskopis residual. Kemanjuran HIPEC telah dibuktikan
untuk kanker ovarium, kolorektal dan lambung, mesothelioma peritoneal dan
pseudomiksoma dan domiksoma. Infus kemoterapi ke dalam rongga peritoneum
memungkinkannya untuk bekerja secara langsung pada sel kanker dan mencapai
konsentrasi intraseluler yang lebih tinggi daripada bila diberikan secara
intravena.14 Selama prosedur, obat kemoterapi yang diencerkan dalam larutan
dialisis peritoneal diinfuskan secara intraperitoneal, selama 30-40 menit, dengan
suhu aliran masuk 43°C. Agen sitotoksik yang digunakan dapat bersifat tunggal
atau kombinasi, termasuk platin, irinotecan, mitomycin C, 5-fluorouracil dan
doxorubicin. Pada akhir prosedur, perfusi dikeringkan dan abdomen diirigasi
dengan normal saline. Kemanjuran HIPEC maksimal bila dilakukan segera setelah
CRSS dengan efek sistemik yang terbatas. Namun demikian, prosedur ini
menyiratkan waktu operasi yang lebih lama, mahal dan membawa risiko
mortalitas dan morbiditas yang signifikan (0-10% dan 10-60%, masing-
masing).1,14,15 Tingkat kekambuhan PC 5 tahun setelah CRS + HIPEC adalah
sekitar 33% untuk pasien dengan kanker kolorektal dan dapat mencapai 55%
untuk pasien NET.15
Operasi PC hanya boleh dipertimbangkan jika sitoreduksi dapat
diharapkan, terutama ketika PCI <20 untuk pasien GPS-A (grade 0–3) dan
beberapa pasien GPS-B (grade 4–6) setelah penilaian cermat pada kasus. Evaluasi

18
bentuk makroskopis PC dapat membantu bedakan antara pasien GPS-B 'rendah'
(yaitu, PC nodular) dan GPS-B derajat 'tinggi' (fusiform/infiltratif PC).
Sebaliknya, operasi PC agresif dikontraindikasikan untuk pasien GPS-C (grade 7-
9) dan tidak boleh diusulkan pada pasien dengan keterlibatan metastasis hati yang
luas dan/atau tempat penyebaran multipel (terutama metastasis tulang), atau
pasien dengan kondisi umum yang buruk.1
2.2.8.2 Terapi Sistemik
Analog somatostatin.
Selain untuk mengurangi zat bioaktif, Analog somatostatin adalah
pengobatan sistemik lini pertama dari NET untuk menghambat pertumbuhan
tumor. Percobaan PROMID menunjukkan bahwa octreotide LAR 30 mg yang
diberikan secara intramuskular dalam interval bulanan menghambat pertumbuhan
tumor pada pasien yang dengan metastasis G1 yang secara fungsional
terdiferensiasi dengan baik dan NET midgut inaktif. Rerata tingkat kelangsungan
hidup pada kelompok LAR octreotide dan kelompok plasebo masing-masing
adalah 14,3 dan 6 bulan (P = .000072). Tidak ada manfaat kelangsungan hidup
jangka panjang pada pasien yang menerima LAR octreotide dibandingkan dengan
pengobatan placebo. Percobaan CLARINET menguji formulasi gel lanreotide
dengan dosis 120 g terhadap plasebo pada pasien dengan NET non fungsional,
SSTR-positive G1 atau G2 (Ki-67 <10%) dengan hasil Rerata tingkat
kelangsungan hidup yang lebih lama secara signifikan (tidak tercapai vs 18,0
bulan, P <0,01).16
Terapi yang ditargetkan (Targeted Therapies).
Everolimus adalah inhibitor target rapamycin (mTOR) yang dapat
mengatur siklus sel dan metabolisme. Uji coba RADIANT-4 menunjukkan
bahwa everolimus secara signifikan meningkatkan PFS dibandingkan plasebo
pada NET paru-paru non-fungsional dan NET saluran cerna yang berdiferensiasi
baik (11,0 vs 3,9 bulan, p <.00001). Meskipun everolimus memiliki beberapa
risiko yang mengancam jiwa namun kualitas hidup nya jauh dibanding plasebo.
Selain itu, aktivitas everolimus tidak terpengaruh oleh penggunaan Analog
Somatostatin sebelumnya.3 Bevacizumab adalah inhibitor VEGF, yang
berdasarkan uji coba dijumpai lebih baik, aman dan berpotensi berkhasiat dalam

19
GI NET progresif, metastatik, dan berdiferensiasi baik. Sunitinib adalah inhibitor
tirosin kinase dengan aktivitas melawan faktor angiogenik pada
hipervaskularisasi NET.17
Kemoterapi sitotoksik.
NET tingkat lanjut (lokoregional atau metastatik) seringkali tidak dapat
disembuhkan. Beberapa agen sitotoksik digunakan dalam pengobatan penyakit
lanjut dan pengobatan cenderung disesuaikan dengan tingkat patologis tumor.
Agen yang digunakan termasuk agen alkilasi (streptozocin, dacarbazine, dan
temozolomide), antimetabolit (5-fluorouracil dan capecitabine), dan
anthracyclines (doxorubicin dan epirubicin). Sebuah studi fase II/III yang
membandingkan hasil terapi kombinasi 5-fluorouracil dengan doksisiklin atau
streptozocin menemukan bahwa ada peningkatan kelangsungan hidup ketika
menggunakan terapi kombinasi 5-fluorouracil dan streptozocin dibandingkan
dengan 5-fluorourasil dengan doksisiklin. Selain itu, uji coba fase II yang
membandingkan hasil antara capecitabine oral, prodrug 5-fluorouracil, dengan
infus 5-fluorouracil menemukan hasil yang sebanding dengan profil efek samping
yang dapat ditoleransi dengan baik (kebanyakan diare dan kelelahan). 18
Irinotecan/cisplatin (IP) dan etoposide/cisplatin (EP) adalah regimen kemoterapi
yang paling umum untuk GI NET progresif lanjut. Beberapa penelitian telah
menunjukkan bahwa capecitabine dikombinasikan dengan temozolomide
(CAPTEM), bevacizumab, 5-fluorouracil, dan streptozotocin juga dapat
diterapkan pada GI NET yang tidak dapat direseksi.19
Terapi radionuklida reseptor peptida.
Terapi radionuklida reseptor peptida dilakukan dengan mengkonjugasikan
radioisotop pemancar-b ke Analog Somatostatin. Analog Somatostatin berlabel
radio dapat secara selektif menargetkan NET dengan mengikat Six Human
Subtypes of Somatostatin Receptors (SSTR) yang diekspresikan secara berlebihan,
kemudian diinternalisasi, sehingga menyinari sel tumor. Respon pengobatan
terkait dengan ekspresi tumor radiokonjugat telah dipelajari, termasuk 111 In-
DTPA, Y-DOTATOC dan Lu-DOTATATE. Lu-DOTATATE dengan LAR
octreotide dijumpai dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup
dibandingkan peningkatan dosis LAR ocreotide saja setelah tanggal 20 bulan

20
(65,2% vs 10,8%). Neutropenia, trombositopenia dan limfopenia adalah efek
samping yang diamati paling sering pada kelompok dengan 177 Lu-
DOTATATE.20,21
Interferon-a.
Interferon-a (INF-a) umumnya dianggap sebagai pilihan terakhir untuk
pasien dengan NET progresif. Sebuah uji klinis acak dari 65 pasien dengan
midgut NETs setelah manajemen bedah atau embolisasi arteri menunjukkan tidak
ada perbedaan dalam kelangsungan hidup antara pasien yang diobati dengan
octreotide saja atau kombinasi octreotide dan INF-a. Namun, INF-a secara
signifikan mengurangi risiko perkembangan tumor (HR: 0,28; interval
kepercayaan 95% [CI]: 0,16-0,45).160 Percobaan acak fase III baru-baru ini oleh
Southwest Oncology Group (SWOG) menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam tingkat kelangsungan hidup antara bevacizumab dan INF-a;
Namun waktu kegagalan pengobatan secara signifikan lebih lama dijumpai pada
kelompok bevacizumab daripada kelompok interferon. Efek samping umum dari
INF-a adalah kelelahan dan gejala mirip flu. Tolerabilitas yang lebih baik dari
interferon pegilasi (PEG-IFN) dapat meningkatkan kepatuhan pasien. Meskipun
demikian, kemanjuran rendah dan efek samping terkait membatasi penggunaan
INF-a.22
Liver-directed Therapy.
Ablasi termal secara luas sering dilakukan dengan frekuensi radio.
Sumber energi lain seperti laser dan cryoablation telah dilaporkan berguna dalam
pengobatan metastasis. Sebuah penelitian terhadap 63 pasien dengan metastasis
hati NET menunjukkan bahwa ablasi frekuensi radio laparoskopi dapat
mengurangi gejala secara efektif (70% mengalami pemulihan yang signifikan
atau lengkap), namun tanpa manfaat kelangsungan hidup yang signifikan.23
Irreversible Electroporation (IRE)
Irreversible Electroporation (IRE) adalah ablasi non-termal yang
memiliki keuntungan menjanjikan dalam melestarikan struktur kolagen
(pembuluh dan saluran) dan mengurangi efek heat sink. Sebuah studi dari 65
metastasis hati NET menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup pada 3, 6,
dan 12 bulan adalah 87,4%, 79,8%, dan 74,8%, masing-masing. Namun, tingkat

21
komplikasi keseluruhan (seperti hematoma hati dan abses hati) adalah 27,5%.
Evaluasi lebih lanjut dari IRE dalam metastasis hati NET diperlukan.24
Terapi intra-arteri (IATs)
Digunakan untuk NET metastatik yang dominan hati. Tujuan umum IAT
adalah embolisasi selektif dari cabang arteri hepatik yang mensuplai tumor untuk
menginduksi nekrosis iskemik. Modalitas terapi intra-arterial meliputi (1)
Embolisasi Transarterial (TAE) menggunakan bland embolizing agent, (2)
Kemoembolisasi Transarterial (TACE) menggunakan drug-eluting embolizing
agents, dan (3) Radioterapi Internal Selektif (SIRT) menggunakan radiasi agen
embolisasi pemancar seperti isotop pemancar-b Yttrium-90 (90Y). Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa metastasis hati NET merespons dengan baik
terhadap IAT. Untuk metastasis hati dengan beban besar (> 25%), sebuah studi
tentang 753 pasien menunjukkan bahwa pasien mendapat manfaat lebih dari IAT
daripada manajemen bedah. Tidak ada bukti level 1 yang menentukan apakah
IAT atau sitoreduksi bedah mencapai hasil kelangsungan hidup atau kualitas
hidup yang lebih baik.25,26
2.2.9. Prognosis
Tingkat kelangsungan hidup untuk pasien dengan berbagai karsinoid
tergantung pada lokasi, luas tumor, dan biologi tumor. Pada pasien dengan
penyakit yang hanya terlokalisasi, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun untuk
karsinoid midgut adalah sekitar 65%, tidak lebih tinggi dari pasien dengan
metastasis regional. Pada pasien dengan metastasis jauh, tingkat kelangsungan
hidup 5 tahun berkurang menjadi 39%. Tingkat kelangsungan hidup relatif 5
tahun, 10 tahun, dan 15 tahun untuk karsinoid midgut masing-masing adalah 67%,
54%, dan 44%. Jenis kelamin perempuan dan usia yang lebih muda dikaitkan
dengan prognosis yang lebih baik. Faktor lain yang berkorelasi dengan tingkat
kelangsungan hidup yang lebih rendah adalah tingkat CgA yang tinggi pada saat
diagnosis dan indeks proliferasi yang tinggi (Ki67).11
Sekitar 5% dan 10% pasien dengan karsinoid berada pada peningkatan
risiko untuk mengembangkan adenokarsinoma usus besar secara simultan.
Terjadinya keganasan kedua dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.
Penelitian pada 2011 dan 2014) yang membandingkan hampir 900 pasien dengan

22
tumor midgut maupun hindgut menyatakan bahwa kelangsungan hidup
berkorelasi dengan sistem penilaian WHO serta dengan stadium TNM. Untuk
grade 1 (G1) tingkat kelangsungan hidup 10 tahun adalah 80%, untuk tumor G2
50% hingga 66%, dan untuk tumor G3 35%; untuk stadium I dan II tingkat
kelangsungan hidup tumor adalah 100%, stadium III 85%, dan stadium IV 35%.
Faktor prognostik negatif yang signifikan untuk kelangsungan hidup secara
keseluruhan adalah usia tua saat diagnosis, penyakit jantung karsinoid, beban
tumor hati, derajat WHO yang tinggi, dan karsinomatosis peritoneal. Pembedahan
lokoregional memiliki dampak positif pada kelangsungan hidup.11

23
BAB III
LAPORAN KASUS

A. Anamnesis
Ny. M, 50 tahun, P5A5, Islam, sudah menikah. Pasien datang ke Poli onkologi-
ginekologi RSUP H Adam Malik pada tanggal 21 April 2022. Pasien merupakan
rujukan dari RS USU dengan diagnosa Karsinoma Peritoneal dengan membawa
hasil Patologi Anatomi.
Keluhan Utama : Riwayat teraba massa di perut
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 3 bulan sebelum pasien
masuk rumah sakit. Benjolan dirasakan pasien semakin lama semakin besar.
Proses pembesaran pada benjolan dirasakan perlahan. Riwayat haid memanjang
disangkal pasien. Riwayat keluar darah dari kemaluan di luar siklus haid
disangkal. Riwayat keputihan disangkal. Buang air kecil dan buang air besar
dalam batas normal.
RPT/RPK : Susp Karsinoma Peritoneal
Riwayat Operasi :-
Riwayat Haid Terakhir: ?/3/2022, 2-3x ganti pembalut/hari, nyeri
haid tidak ada
Riwayat operasi : Lapartomy Surgical Staging pada 7 April 2022 di RS
USU
Riwayat kontrasepsi :-
Riwayat Persalinan : P5A5

B. Pemeriksaan Umum
Status Present
Sens : Compos Mentis
TD : 120/80 mmHg
HR : 82 x/i
RR : 22 x/i
Temp : 36,6 0C
VAS 0

24
Status Generalisata
Kepala : Mata: Conjungtiva palpebra inferior anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Suara nafas : vesikuler
Suara tambahan : wheezing(-)/(-), ronki (-)/(-)
Paru-paru:
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi : Brachial, Ronki (-/-), Wheezing (-)
Jantung : S1 S2 reguler, murmur(-), gallop (-)
Ekstremitas superior : Oedema (-)/(-), akral hangat
Ekstremitas inferior : Oedema (-)/(-), akral hangat

Status Lokalisata
Abdomen : Tampak bekas operasi midline (+), soepel, peristaltik
(+)N, Tidak teraba massa
Inspekulo : tidak dilakukan
VT : Punctum vagina licin, Uterus tidak teraba, adneksa kanan
kiri tidak teraba massa, parametrium lemas
RT : spincter ani ketat, mukosa recti licin, ampula recti kosong.

Ultrasonografi (USG) (RS USU) 4 April 2022

25
Hasil USG TAS 4 April 2022
• KK tidak terisi
• UT AF BB uk 77.5 x 51.5 x 52.5 mm
• Tampak gambaran hipo-hiperekoik ukuran 89,09 x 104,5 mm, papil (-),
septa (-), asal sulit dinilai
• Ginjal kanan ukuran 75.2 x 33.2 mm
• Ginjal kiri ukuran 82.6 x 39.2 mm
• Cairan bebas (-)
Kesimpulan: Tumor adnexa dd/ tumor intraabdomen curiga ganas

Laporan Operasi Laparotomy Surgical Staging / LSS (RS USU) 7 April 2022
Dilakukan insisi midline. Setelah dinding abdomen dibuka, tampak massa
di peritoneum ukuran 14 x 10 cm menempel pada anterior uterus dan tidak
terdapat asites. Dilanjutkan peritonektomi dan debulking massa tumor dengan
batas 2 cm dari massa tumor sehingga didapatkan jaringan dengan ukuran 11 x 9
cm. Saat evaluasi uterus terdapat mioma uteri ukuran 4 x 5 cm intramural, kedua

26
tuba dan ovarium dalam batas normal, dilanjutkan TAH-BSO. Dilanjutkan
omentektomi. Kemudian dinding abdomen dijahit lapis demi lapis dan keadaan
umum pasien post operasi stabil.

Patologi Anatomi (RS USU) 14 April 2022


No lab: 2204070075
Mikroskopis
• Wadah 1: Sediaan yang berasal dari peritoneum, tampak massa tumor yang
tersusun solid dan memiliki bentuk seperti sarang sarang yang dipisahkan
oleh stroma desmoplastic dengan sel-sel tumor berukuran kecil, relatif
seragam dan bentuk inti bulat dan oval, kromatin salt and paper, sitoplasma
sedikit dan eosinofilik. Stroma terdiri dari jaringan ikat fibrous. Pembuluh
darah dilatasi da kongesti. Perdarahan interstitial dijumpai
• Wadah 2:
- Sediaan jaringan dari serviks terdiri dari lapisan endoserviks dan ektoserviks.
Lapisdan endoserviks dengan pelapis epitel kolumnar dengan morfologi inti
dalam batas normal. Lapisan ektoserviks dengan pelapis epitel squamous
dengan morfologi inti dalam batas normal. Stroma terdiri dari jaringan ikat
fibrous. Pembuluh darah diltasi dan kongesti. Perdarahan interstitial dijumpai
- Sediaan jaringan dari uterus terdiri dari endometrium, myometrium dan

27
perimetrium. Pada endometrium tampak pelapis epitel kolumnar yang
mengalami atrofi dengan morfologi inti dalam batas normal disertai sebukan
sel sel radang limfoplasmasitik. Pada lapisan myometrium, tampak kelenjar
endometrium yang dikelilingi oleh stroma endometrium. Pembuluh darah
dilatasi dan kongesti. Perdarahan interstitial dijumpai
- Sediaan jaringan dari ovarium kanan yang terdiri dari corpus albican dan
perdarahan interstitial yang massif. Stroma terdiri dari jaringan ikat fibrous.
Pembuluh darah dilatasi dan kongesti
- Sediaan jaringan dari tuba fallopi kanan terdiri dari pelapis epitel
pseudostratified kolumnar bersilia dengan morfologi inti dalam batas normal.
Stroma terdiri dari jaringan ikat fibrous. Pembuluh darah dilatasi dan
kongesti. Perdarahan interstitial dijumpai
- Sediaan jaringan dari ovarium kiri dijumpai struktur kista dengan pelapis
kuboid dengan morfologi inti dalam batas normal. Stroma terdiri dari jaringan
ikat fibrous
- Sediaan jaringan dari tuba fallopi knan terdiri dari pelapis epitel
pseudostratified kolumnar bersilia dengan morfologi inti dalam batas normal.
Setempat dijumpai struktur kista yang dilapisi oleh pelapis epitel kuboid
dengan morfologi inti dalam batas normal. Stroma terdiri dari jaringan ikat
fibrous. Pembuluh darah dilatasi dan kongesti. Perdarahan interstitial
dijumpai
- Sediaan jaringan dari omentum terdiri dari sel sel adiposit matur dan jaringan
ikat fibrous, pembuluh darah proliferasi, dilatasi dan kongesti. Tidak dijumpai
sel tumor pada sediaan ini

KESIMPULAN
Wadah 1 (peritoneum): Condong suatu Small Round Cell Tumor
DD/- Neuroendocrine tumor
- Lymphoma
Anjuran : Mohon pemeriksaan imunohistokimia untuk konfirmasi
diagnostik
Wadah 2

28
- Serviks : Endoserviks dan ektoserviks dalam batas normal
- Uterus : Endometrium atrofi + endometritis + adenomyosis
- Ovarium kanan: Corpus albicans + perdarahan massif
- Tuba fallopi kanan: Massa perdarahan
- Ovarium kiri : Folikel cyst
- Tuba fallopi kiri: Paratubal cyst + massa perdarahan massif
- Omentum : tidak dijumpai sel sel tumor
Slide Review Patologi Anatomi (RS HAM) 28 April 2022
Mikroskopik jaringan Peritoneum

Mikroskopis
- Sediaan peritoneum tampak massa tumor yang tersusun solid dan memiliki
bentuk seperti sarang sarang yang dipisahkan oleh stroma desmoplastic
dengan sel-sel tumor berukuran kecil, seragam dan bentuk inti bulat dan oval,
kromatin salt and paper, sitoplasma sedikit dan eosinofilik. Stroma fibrous.
Perdarahan interstitial dijumpai
- Endoserviks dengan pelapis epitel kolumnar dengan morfologi inti dalam
batas normal. Lapisan ektoserviks dengan pelapis epitel squamous dengan
morfologi inti dalam batas normal. Stroma terdiri dari jaringan ikat fibrous.
Perdarahan interstitial dijumpai
- Endometrium tampak pelapis epitel kolumnar atrofi dalam batas normal
disertai sebukan sel sel radang limfoplasmasitik. myometrium tampak
kelenjar endometrium yang dikelilingi oleh stroma endometrium. Pembuluh

29
darah dilatasi dan kongesti. Perdarahan interstitial dijumpai
- Ovarium kanan yang terdiri dari corpus albican dan perdarahan interstitial
yang massif.
- Tuba fallopi kanan terdiri dari pelapis epitel pseudostratified kolumnar
bersilia dengan morfologi inti dalam batas normal. Stroma terdiri dari
jaringan ikat fibrous. Perdarahan interstitial dijumpai
- Ovarium kiri dijumpai struktur kista dengan pelapis kuboid dengan morfologi
inti dalam batas normal. Stroma terdiri dari jaringan ikat fibrous
- Tuba fallopi knan terdiri dari pelapis epitel pseudostratified kolumnar bersilia
dengan morfologi inti dalam batas normal. Setempat dijumpao struktur kista
yang dilapisi oleh pelapis epitel kuboid dengan morfologi inti dalam batas
normal. Stroma terdiri dari jaringan ikat fibrous. Perdarahan interstitial
dijumpai
- Omentum terdiri dari sel sel adiposit matur dan jaringan ikat fibrous,
pembuluh darah proliferasi, dilatasi dan kongesti. Tidak dijumpai sel tumor
pada sediaan ini
KESIMPULAN Slide Review
- Peritoneum : Suatu Small Round Cell Tumor
DD/- LymphomA
Neuroendocrine tumor
- Serviks : dalam batas normal
- Uterus : Endometrium atrofi + endometritis + adenomyosis
- Ovarium kanan: Corpus albicans + perdarahan massif
- Tuba fallopi kanan : Massa perdarahan
- Ovarium kiri : Folikel cyst
- Tuba fallopi kiri : Paratubal cyst + massa perdarahan massif
- Omentum : tidak dijumpai sel sel tumor
Anjuran : Mohon pemeriksaan imunohistokimia CD45, CD3, CD20,
Chromogranin dan Synaptofisin

30
Imunohistokimia Patologi Anatomi (RS HAM) 9 Juni 2022
Synaptophysin kosong  konfirmasi dengan dr. Sutoyo, Sp.PA(K)  Dilakukan
pemeriksaan CGA, CD45 dan CD56

IHK CD45 IHK CD56

Negatif terwanai (-) Positif terwanai (+)


IHK Chromogranin A

Negatif terwanai (-)


KESIMPULAN:
Berdasarkan hasil diatas, bukan merupakan suatu Lymphoma dan kemungkinan
suatu Neuroendocrine dapat dipertimbangkan. Namun untuk lebih pastinya
mohon dilakukan pemeriksaan untuk oenanda Neuroendocrine lain (kriteria
mayor) yaitu dengan synaptofisin

31
C. Diagnosa Kerja:
Karsinoma Peritoneal jenis Histopatologi Tumor Neuriendokrin
D. Rencana :
• Kemoterapi adjuvant sesuai dengan tumor neuroendokrin

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini diketahui bahwa pasien wanita usia 50 tahun para 5, abortus
5, datang dengan keluhan Riwayat teraba massa di perut. Hal ini dialami pasien
sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Benjolan dirasakan semakin lama
semakin membesar secara perlahan. Riwayat perut membesar dijumpai. Riwayat
haid memanjang tidak dijumpai. Riwayat keluar darah dari kemaluan di luar
siklus haid disangkal. Riwayat keputihan tidak dijumpai. Buang Air Kecil
dijumpai dalam batas normal. Buang Air Besar dijumpai dalam batas normal.
Pasien merupakan rujukan dari Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara dengan
diagnosis Kanker peritoneum dengan membawa hasil Patologi Anatomi. Riwayat
Operasi Laparotomy Surgical Staging (LSS) dijumpai pada 7 April 2022 dengan
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) bulan Maret 2022.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai pada pemeriksaan Abdomen dijumpai
bekas operasi midline, soepel, peristaltic dalam batas normal dan tidak teraba
massa. Pemeriksaan Inspekulo tidak dilakukan. Pada pemeriksaan Vaginal
Toucher dijumpai punctum vagina licin, Uterus tidak teraba dengan adneksa
kanan kiri tidak teraba massa dan parametrium lemas. Pada pemeriksaan Rectal
Toucher dijumpai spincter ani ketat, mukosa rekti licin dengan ampula rekti
kosong.
Pada pemeriksaan USG di RS USU tanggal 4 April 2022, Uterus dijumpai
Antefleksi ukuran 77,5 x 51,5 x 52,5 mm dan tampak gambaran hipo-hiperekoik
ukuran 89,09x104,5 mm, papil dan septa tidak dijumpai denga nasal massa sulit dinilai.
Ginjal kanan dijumpai ukuran 75.2 x 33.2 mm, Ginjal kiri ukuran 82.6 x 39.2 mm

32
dan tidak dijumpai cairan bebas. Kesan dijumpai tumor adneksa dd/ tumor
intraabdomen curiga ganas.
Dilakukan pemeriksaan patologi anatomi di RS USU tanggal 14 April
2022, dijumpai pada sampel peritoneum condong suatu Small Round Cell Tumor
dd/ Neuroendocrine tumor dd Lymphoma, pada sampel serviks dijumpai
endoserviks dan ektoserviks dalam batas normal, pada sampel uterus dijumpai
Endometrium atrofi + endometritis + Adenomyosis, pada ovarium kanan dijumpai
Corpus albicans dan perdarahan massif, pada sampel tuba fallopi kanan dijumpai
massa perdarahan, pada sampel ovarium kiri dijumpai kista folikel, pada tuba
fallopi kiri dijumpai kista paratuba dan massa perdarahan massif sedangkan pada
omentum tidak dijumpai sel-sel tumor. Anjuran dilakukan pemeriksaan
imunohistokimia untuk konfirmasi diagnosis.
Dilakukan pemeriksaan patologi anatomi / Slide Review di RSUP Haji
Adam Malik tanggal 28 April 2022, pada mikroskopik jaringan peritoneum
dijumpai kesimpulan yang sama dan dianjurkan untuk pemeriksaan
imunohistokimia CD45, CD3, CD20, Chromogranin dan Synaptofisin. Sebab
pemeriksaan sinaptofisin (sebagai kriteria mayor penanda Neuroendokrin) sedang
kosong, maka dilanjutkan pemeriksaan CD45 dengan hasil negatif terwarnai,
pemeriksaan CD56 positif terwarnai, dan pemeriksaan Chomogranin A dengan
hasil negatif terwarnai sehingga ditarik kesimpulan bahwa sampel bukan
merupakan suatu Lymphoma dan kemungkinan suatu Neuroendocrine masih
dapat dipertimbangkan. Pasien dianggap menderita kanker peritoneum dengan
jenis histopatologi neuroendokrin sehingga kemoterapi adjuvant dilakukan sesuai
dengan tumor Neuroendokrin.
Tujuh puluh hingga 80% NET bersifat asimptomatik dan secara tidak
sengaja ditemukan saat operasi.9 Manifestasi klinis dari tumor neuroendokrin
bergantung pada lokalisasi, produksi hormon, dan perluasan penyakit. Karsinoid
midgut dapat diidentifikasi sebagai obstruksi usus atau nyeri abdomen. Karsinoid
rektal dapat menyebabkan perdarahan atau obstruksi. Karsinoid midgut sering
memiliki manifestasi sindroma karsinoid akibat produkai serotonin dam takikinin.
Sindroma ini dikarakteristikkan dengan flushing, diare, gagal jantung kanan, dan
terkadang konstriksi bronkial, serta peningkatan kadar 5HIAA urin. Gejala

33
lainnya dapat berupa penurunan berat badan, berkeringat, serta lesi kulit mirip
pelagra.11
Diagnosis dari NET membutuhkan pertimbangan genetis molekular,
biologi tumor, histopatologi, biokimia, dan lokasi. Pada pasien asimptomatik,
durasi munculnya gejala hingga diagnosis biasanya terlambat 1-2 tahun.11
Diagnosis histopatologis didasarkan pada imunohistokimia menggunakan antibodi
terhadap CgA, synaptophysin, dan enolase neuron-spesifik. Molekul adesif seperti
CD44, sebagian exon-V6 and exon-V9, berkaitan dengan peningkatan angka
ketahanan hidup. Pada 44 pasien dengan tumor karsinid, CgA meningkat 99%,
CgB 88%, dan CgC 6%. CgA plasma dinyatakan mampu menggambarkan ukuran
tumor.11

34
BAB V
KESIMPULAN

Karsinoma peritoneal dari tumor neuroendokrin gastroenteropankreatik


adalah peristiwa yang jarang terjadi dan tidak ada data yang cukup mengenai
prevalensi dan pengobatan yang tepat. Tidak ada gejala spesifik yang
berhubungan dengan karsinoma peritoneal pada tumor gastroenteropankreatik dan
profil gejalanya mirip dengan karsinoma peritoneal dari jenis tumor lainnya.
Beberapa pasien memiliki gejala yang sebagian besar terkait dengan tumor
primer. Secara klinis, hampir setengah dari pasien tidak menunjukkan gejala pada
saat diagnosis atau hadir dengan gejala nonspesifik seperti sakit perut dan
ketidaknyamanan. Selain lokasi tumor primer, usia yang lebih tinggi merupakan
faktor risiko pada metastasis ataupun ca peritoneal.
Diagnosis kanker peritoneal akibat tumor Neuroendokrin dapat diperoleh
dengan konfirmasi histopatologi dan Imunokimia standar setidaknya
chromogranin A, synaptophysin dan indeks proliferasi Ki-67. NET dapat bersifat
jinak maupun tipe well-differentiated malignant dan lebih lanjut dikelompokkam
dalam tiga kelompok: low-grade (grade 1, G1), intermediate-grade (grade 2, G2),
atau high-grade (grade 3, G3). Pengelompokkan ini didasarkan pada penampilan,
rasio mitosis, sifat (invasi ke organ lain, angioinvasi), dan indeks proliferatif Ki-
67. Selain itu beberapa modalitas pencitraan digunakan untuk NET adalah
termasuk computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI),
ultrasound (US), endoskopi, dan pencitraan fungsional.

35
Tatalaksana kanker peritoneal ditentukan berdasarkan jenis tumor
neuroendokrin yang dijumpai. Teknik pembedahan terdiri dari Cytoreductive
Surgery (CRS) yang terkadang dikombinasikan dengan Hyperthermic
Intraperitoneal Chemotherapy (HIPEC). Sedangkan terapi sistemik dapat
diberikan Analog somatostatin, Targeted Therapies seperti everolimus dan
bevacizumab, Kemoterapi sitotoksik, Terapi radionuklida reseptor peptida,
Interferon-a, Liver-directed Therapy, Irreversible Electroporation (IRE), dan
Terapi intra-arteri (IATs).
Tingkat kelangsungan hidup untuk pasien kanker peritoneal dengan jenis
tumor Neuroendokrin bergantung pada lokasi, luas tumor, dan biologi tumor.
Pada pasien dengan penyakit yang hanya terlokalisasi, tingkat kelangsungan hidup
5 tahun adalah sekitar 65%, tidak lebih tinggi dari pasien dengan metastasis
regional. Pada pasien dengan metastasis jauh, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun
berkurang menjadi 39%.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. de Mestier L, Lardie`re-Deguelte S, Brixi H, et al. Updating the surgical


management of peritoneal carcinomatosis in patients with neuroendocrine
tumors. Neuroendocrinology. 2015;101(2): 105–111.
2. Madani, A., Thomassen, I., van Gestel, Y.R., van der Bilt, J.D., Haak, H.R.,
de Hingh, I.H. and Lemmens, V.E., 2017. Peritoneal metastases from
gastroenteropancreatic neuroendocrine tumors: incidence, risk factors and
prognosis. Annals of surgical oncology, 24(8), pp.2199-2205.
3. Yao JC, Fazio N, Singh S, et al; RAD001 in Advanced Neuroendocrine
Tumours, Fourth Trial (RADIANT-4) Study Group. Everolimus for the
treatment of advanced, non-functional neuroendocrine tumours of the lung or
gastrointestinal tract (RADIANT-4): a randomised, placebo-controlled, phase
3 study. Lancet. 2016;387(10022):968–977.
4. "The Chicago consensus on peritoneal surface malignancies: management of
neuroendocrine tumors." Annals of surgical oncology 27, no. 6 (2020): 1788-
1792.
5. Howe, J.R., Cardona, K., Fraker, D.L., Kebebew, E., Untch, B.R., Wang,
Y.Z., Law, C.H., Liu, E.H., Kim, M.K., Menda, Y. and Morse, B.G., 2017.
The surgical management of small bowel neuroendocrine tumors: consensus
guidelines of the North American Neuroendocrine Tumor Society
(NANETS). Pancreas, 46(6), p.715.
6. Boudreaux JP, Wang YZ, Diebold AE, et al. A single institution’s experience
with surgical cytoreduction of stage IV, well-differentiated, small bowel
neuroendocrine tumors. J Am Coll Surg. 2014; 218:837–844. [PubMed:
24655881]
7. Kianmanesh, R., Ruszniewski, P., Rindi, G., Kwekkeboom, D., Pape, U.F.,
Kulke, M., Garcia, I.S., Scoazec, J.Y., Nilsson, O., Fazio, N. and Lesurtel,
M., 2010. ENETS consensus guidelines for the management of peritoneal
carcinomatosis from neuroendocrine tumors. Neuroendocrinology, 91(4),
pp.333-340.

37
8. Partelli, S., Bartsch, D.K., Capdevila, J., Chen, J., Knigge, U., Niederle, B.,
Van Dijkum, E.J.N., Pape, U.F., Pascher, A., Ramage, J. and Reed, N., 2017.
ENETS consensus guidelines for the standards of care in neuroendocrine
tumours: surgery for small intestinal and pancreatic neuroendocrine
tumours. Neuroendocrinology, 105(3), pp.255-265.
9. Gan, T. and Evers, BM., 2021. Small intestine in Sabiston Textbook of
Surgery 21th edition, pp.1240-1300.
10. Ahmed, M., 2020. Gastorintestinal neuroendocrine tumors in 2020. World J
Gastrointest Oncol, 12(8), pp.791-807.
11. Oberg, K., 2020. Neuroendocrine Tumors and Related Disorders in Williams
Textbook of Endocrinology 14th edition, pp.1691-1709.
12. Wang R., Zheng-Pywell, R., Chen, HA., Bibb, JA., Chen H., and Rose, JB.,
2019. Management of Gastrointestinal Neuroendocrine Tumors. Clinical
Medicine Insights: Endocrinology and Diabetes, 12, pp.1-12.
13. Sundin, A., 2018. Novel Functional Imaging of Neuroendocrine Tumors.
Endocrinol Metab Clin N Am, pp: 1-19.
14. Brücher B, Piso P, Verwaal V, Esquivel J, Der- raco M, Yonemura Y,
Gonzalez-Moreno S, Pelz J, Königsrainer A, Ströhlein M, Levine E, Morris
D, Bartlett D, Glehen O, Garofalo A, Nissan A: Peritoneal carcinomatosis:
cytore- ductive surgery and HIPEC: overview and ba- sics. Cancer Invest
2012;30:209–24.
15. Elias D, Goéré D, Dumont F, Honoré C, Dartigues P, Stoclin A, Malka D,
Boige V, Ducreux M: Role of hyperthermic intraoperative peritoneal
chemotherapy in the management of peritoneal metastases. Eur J Cancer
2014; 50:332–340
16. Rinke A, Wittenberg M, Schade-Brittinger C, et al. Placebo-controlled,
dou- ble-blind, prospective, randomized study on the effect of octreotide
LAR in the control of tumor growth in patients with metastatic
neuroendocrine midgut tumors (PROMID): results of long-term
survival. Neuroendocrinology. 2017;104:26-32.
17. Mitry E, Walter T, Baudin E, et al. Bevacizumab plus capecitabine in
patients with progressive advanced well-differentiated neuroendocrine

38
tumors of the gas- tro-intestinal (GI-NETs) tract (BETTER trial)—a
phase II non-randomised trial. Eur J Cancer. 2014;50:3107-3115.
18. Okusaka T, Ueno H, Morizane C, et al. Cytotoxic chemotherapy for
pancreatic neuroendocrine tumors. J Hepatobiliary Pancreat Sci.
2015;22:628-633.
19. Yamaguchi T, Machida N, Morizane C, et al. Multicenter retrospective
analysis of systemic chemotherapy for advanced neuroendocrine carcinoma
of the diges- tive system. Cancer Sci. 2014;105:1176-1181.
20. Severi S, Grassi I, Nicolini S, Sansovini M, Bongiovanni A, Paganelli G.
Pep- tide receptor radionuclide therapy in the management of
gastrointestinal neuro- endocrine tumors: efficacy profile, safety, and
quality of life. Onco Targets Ther. 2017;10:551-557.
21. Strosberg J, El-Haddad G, Wolin E, et al. Phase 3 trial of 177Lu-Dotatate
for midgut neuroendocrine tumors. N Engl J Med. 2017;376:125-135.
22. Yao JC, Guthrie KA, Moran C, et al. Phase III prospective randomized
com- parison trial of depot octreotide plus interferon alfa-2b versus depot
octreotide plus bevacizumab in patients with advanced carcinoid tumors:
SWOG S0518. J Clin Oncol. 2017;35:1695-1703.
23. Niessen C, Beyer LP, Pregler B, et al. Percutaneous ablation of hepatic
tumors using irreversible electroporation: a prospective safety and
midterm efficacy study in 34 patients. J Vasc Interv Radiol. 2016;27:480-486.
24. Mafeld S, Wong JJ, Kibriya N, et al. Percutaneous irreversible
electroporation (IRE) of hepatic malignancy: a bi-institutional analysis of
safety and outcomes. Cardiovasc Intervent Radiol. 2019;42:577-583.
25. Kennedy A, Bester L, Salem R, Sharma RA, Parks RW, Ruszniewski P.
Role of hepatic intra-arterial therapies in metastatic neuroendocrine
tumours (NET): guidelines from the NET-liver-metastases consensus
conference. HPB.
26. Zener R, Yoon H, Ziv E, et al. Outcomes after transarterial embolization of
neu- roendocrine tumor liver metastases using spherical particles of
different sizes. Cardiovasc Intervent Radiol. 2019;42:569-576.

39

Anda mungkin juga menyukai