Anda di halaman 1dari 70

TUGAS

SISTEM PENGHANTARAN OBAT PENARGETAN OBAT

Astria Yuliastri Permana

Desi Ariyanti

Ferna Putri Pradhyta

Memy Aviatin

Mutia Sari Wardana

Novita Latuconsina

Nurina Prapurandina

Putri Stefani OnG

Program Pascasarjana Ilmu Kefarmasian

Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

Depok

1
DAFTAR ISI

A. Teknik Pencitraan In Vivo dari Penggunaan Pembawa Nano Untuk Penghantaran Obat Tertarget........ 3

I. Pendahuluan.................................................................................................................................. 3

I.1 Perbandingan teknik pencitraan in vivo................................................................................... ... 13

B. Lactoferrin and antitransferrin-modified liposomes for brain targetting of the NK3 receptor agonist senktide: Preparation
and in vivo.................................................................................................................. .................................................. 18
II. Pendahuluan.................................................................................................................................... 18
II.1 Material................................................................................................................ ..........................19
II.2 Pembuatan Liposom...................................................................................................................... 19
II.3 Pembuatan Immunoliposomes ........................................................................................ 19
II.4 Eksperimen mikrodialisis otak in vivo................................................................ 20
II.5 Prosedur Analitik.................................................................................................21
II.6 Histologi.............................................................................................................. 21
II.7 Uji distribusi jaringan Senktide........................................................................... 21
II.8 Analisis LC / MS................................................................................................. 21
II.9 Statistik................................................................................................................ 21
II.10 Hasil Penelitian................................................................................................. 23
II. 11 Kesimpulan.......................................................................................................30
C. In vitro and in vivo evaluation of folate receptor- targeted a novel magnetic drug delivery system for
ovarian cancer therapy....................................................................................................... ................. 32
III.1 Pendahuluan................................................................................................................................. 32
III.2 Isi dan Pembahasan..................................................................................................... ................. 32
III.3 Studi in vivo.......................................................................................................... ........................ 38
III.4 Analisis Statistik .......................................................................................................................... 41
III.5 Hasil Penelitian............................................................................................................................. 41
D. In vitro and in vivo evaluation of folate receptor targeted a novel magnetic drug delivery system for ovarian

cancer therapy............................................................................................................... ............................. 54

IV.1 Pendahuluan..................................................................................................................................... . 54

IV.2 Material dan metode.......................................................................................................................... 54

IV.3 Drug release...................................................................................................................................... 64

IV.4 Cancer treatment Potential................................................................................................................. 65

2
A. Teknik Pencitraan In Vivo dari Penggunaan Pembawa Nano Untuk Penghantaran
Obat Tertarget (Rana, S. et.al. 2015)

I. Pendahuluan
Teknik pencitraan noninvasive semakin banyak digunakan dalam proses mengevaluasi
penghantaran obat pada organ target. Metode-metode yang digunakan meliputi gamma
scintigraphy, functional magnetic resonance imaging (fMRI/MRI), X-ray computed
tomography,
optical imaging, positron emission tomography (PET), dan fluorescence imaging. Teknik
pencitraan noninvasif mulai banyak digunakan pada penelitian preklinis dan klinis karena
kemampuannya dalam mengukur perubahan kecil di dalam tubuh. Selain itu, instrumen
yang digunakan pada hewan hampir serupa dengan instrumen yang digunakan pada
manusia. Teknik pencitraan ini menyediakan informasi yang berharga berkaitan dengan
parameter anatomis, morfologis, fisiologis, dan fungsional serta proses molekular dan
selular yang terjadi pada hewan coba. Peneliti dapat memperoleh gambaran mengenai
sifat fungsional dan fisiologis dari jaringan target meliputi aliran darah, permeabilitas
jaringan, metabolisme, densitas jaringan, proliferasi selular dan oksigenasi. Teknik-teknik
saat ini juga digunakan untuk mengevaluasi penghantaran obat tertarget dengan
menggunakan sistem pembawa obat terbaru.

3
Gambar 1.1 Teknik pencitraan in vivo noninvansif untuk evaluasi penghantaran obat
tertarget berbasis pembawa nano

1.1 Gamma Scintigraphy Technique


Teknik pencitraan gamma scintigraphy telah banyak digunakan pada bidang kedokteran
untuk tujuan diagnostic atau terapetik. Beberapa tahun terakhir, teknik ini digunakan untuk
mengevaluasi sistem penghantaran obat tertarget yang memungkinkan peneliti mendapatkan
informasi dengan cepat dan akurat. Prinsip dari teknik ini melibatkan penempelan
radionuklida yang memancarakan γ/positron pada konstituen aktif atau eksipien formulasi
obat. Bentuk sediaan kemudiaan diberikan melalui rute yang dikehendaki dan hewan coba
dipindai menggunakan kamera gamma. Dengan demikian, data real-time tekait dengan
lokasi, jumlah dan kecepatan pelepasan obat yang dapat diperoleh secara kualitatif
(scintigraph) dam kuantitatif (radioactivity counts).
Technetium (99mTc) merupakan salah satu isotope yang paling popular karena memiliki
waktu paruh relatif singkat namun optimum yaitu 6 jam dimana proses pencitraan telah
selesai dilakukan. Sementara itu, thorium (201 Th) tidak digunakan meskipun memiliki
waktu paruh sangat panjang yaitu 3 hari. Tabel berisi daftar dari radionuklida yang umum
digunakan pada teknik gamma scintigraphy.

Tabel 1.2 Daftar radionuklida yang digunakan pada teknik gamma scintigraphy

4
Penemuan radiolabeling untuk obat dan pembawanya yang digunakan untuk
meneliti distribusi in vivo telah banyak diusahakan. Selain non invasive, metode evaluasi ini
juga memiliki manfaat dalam hal memonitor pergerakan dari formulasi menuju lokasi target
dimana formula tersebut tertahan. Contohnya, antiretroviral stavudine yang secara cepat
diekskresi melalui rute ginjal dan hasil dari observasi scintigram juga menunjukkan hasil
yang selaras. Ketika formulasi liposom digunakan, formulasi tersebut secara merata
terakumulasi di hati dan limpa dan mengurangi jumlah obat yang terekskresi di ginjal.

5
Gambar 1.2 Prinsip gamma scintigraphy (Sumber : Sudha, R. et. al. 2013).

1.2 Teknik Pencitraan X-Ray Compound Tomography (CT)


X-ray computed tomography (CT) merupakan teknik pencitraan yang telah digunakan secara
luas untuk berbagai keperluan klinis. Pencitraan CT umumnya digunakan sebagai alat diagnostik
dimana dapat diperoleh gambaran rekonstruksi dan segmentasi 3D dari jaringan. Sistem CT
resolusi tinggi dapat digunakan untuk menampikan gambaran 3D non destruktif dari berbagai
tipe jaringan dan sistem organ, misalnya saluran pencernaa, sistem kardiovaskular, hati, paru-
paru, dan lainnya.
Media kontras CT sebaiknya terlokalisasi atau tertarget pada jaringan yang dimaksud
untuk meningkatkan visualisasi dari jaringan target. Semakin lama waktu retensi media kontras
pada jaringan, semakin bagus profil biodistribusi dan farmakokinetis media tersebut. Pada media
kontras ditambahkan elemen dengan nomor atom (Z) lebih tinggi agar pengurangan intensitas X-
Ray media kontras lebih besar dibandingkan dengan yang diobservasi pada jaringan biologis.
Iodine (Z=53) adalah atom pilihan untuk aplikasi pencitraan CT.
Pemindai CT klinis yang saat ini digunakan mampu untuk menghasilkan gambaran
isotropik 3D beresolusi tinggi dari tubuh dalam waktu beberapa menit sehingga lebih hemat
waktu, lebih murah dan lebih tersedia dibandingkan dengan teknologi pencitraan medis lainnya
seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Positron Emission Tomography (PET).

6
Walaupun media kontras CT menawarkan keamanan dan efikasi dalam proses pencitraan, media
kontras tersebut memiliki beberapa kelemahan yang menjadikannya tidak dapat digunakan untuk
semua aplikasi penggunaan:
a. Media kontras memiliki biodistribusi non spesifik
b. Oleh karena ukurannya yang kecil, media kontras cenderung mengalami klirens keluar dari
tubuh dengan cepat
c. Formulasi media kontras yang seringkali memiliki osmolaritas tinggi dan/atau viskositas
tinggi dapat memicu toksisitas ginjal dan efek samping fisiologis
d. Diperlukan konsentrasi “per dose” yang tinggi
e. Tingginya kecepatan migrasi cairan (ekstravasasi) dan ekuilibrasi antara kompartemen
intravascular dan ekstravaskular pada tingkat kapiler menyebabkan gambaran CT yang jelas
dan bermakna susah untuk diperoleh.

Gambar 1.3 Contoh alat in vivocomputed tomography

1.4 Teknik Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan teknik pencitraan 3D non ionisasi yang memiliki
manfaat lebih dibandingkan metode yang tergantung pada radiasi ionisasi seperti CT dan PET.
Pada MRI, inti yang ada di dalam medan magnet mengabsorspsi dan memancarkan kembali
energi radiasi elektromagnet sehingga memungkinkan dilakukan observasi dari sifat magnetis
inti atom. Saat ini media kontras MRI telah memiliki kapasitas untuk mengidentifikasi adanya
proses biologis. MRI memberikan gambaran anatomis dengan mengukur proses relaksasi proton
(1H) dari air dan jaringan lunak di sistem biologis. MRI secara rutin digunakan sebagai teknik

7
pencitraan medik lanjutan untuk keperluan diagnosis penyakit dan pengobatan. Pada umumnya
senyawa yang digunakan sebagai peningkat media kontras adalah gadolinium –berdasarkan
kemampuannya merubah waktu relaksasi dari atom di dalam jaringan tubuh dimana atom
tersebut muncul setelah pemberian oral atau intravena.

Gambar 1.4 Contoh alat MRI

1.5 Teknik Positron Emission Tomography (PET)


PET merupakan teknik pencitraan kedokteran nuklir yang menghasilkan gambaran
berwarna 3D dari proses fungsional tubuh dengan menggunakan substansi radioaktif yang
disebut tracer untuk melacak keberadaan penyakit di dalam tubuh. Teknik ini merupakan
prosedur radiologi khusus yang digunakan untuk memeriksa berbagai jaringan dan
mengidentifikasi kondisi tertentu. Positron sebagai agen pencitraan dan pemeriksa (probe) di
nanoteknologi telah diperkenalkan pada tahun 1970-an dan saat ini dikembangkan menjadi alat
diagnostik medis yang handal baik untuk penggunaan rutin maupun untuk pengembangan obat.

8
Cara kerjanya adalah dengan menginjeksikan agen pencitraan PET atau radiofarmasetika
11 13
yang telah digabungkan dengan radioisotope pengemisi positron seperti C, N, 15O, atau 18
F.
Radioisotop ini akan luruh dan mengemisikan positron yang mengalami annihilasi dan
mengemisikan dua sinar gamma 511 keV. Kemampuan untuk mendeteksi sinar gamma yang
diemisikan tersebut pada dua detektor yang terletak 180o merupakan kunci dari deteksi lokasi
radiofarmasetika di dalam tubuh.

Gambar 1.5 Prinsip kinerja teknik pencitraan PET

PET saat ini digunakan untuk mengukur risiko dari obat baru, dimana obat yang telah
diberi label dengan pengemisi positron dan probe dapat diinvestigasi lokasi obatnya. Hal ini
dilakukan untuk memonitor uptake, distribusi, dan profil farmakokinetik secara in vivo.
Kemampuan teknik ini dalam memonitor pergerakan obat secara non invasive membuatnya
semakin akurat dalam mengukur indeks terapi obat dan efektivitas penggunaan jangka panjang
dari obat tersebut. Dengan meningkatnya penggunaan nanopartikel di bidang pencitraan
molekular, teknik PET menyediakan sinyal pencitraan untuk melihat penghantaran obat tertarget
dan informasi mengenai profil farmakokinetik dari obat.

9
Kelebihan PET yang lain adalah tersedianya berbagai radioisotope yang mengemisi
positron (dengan berbagai variasi waktu paruh) yang menjadikannya mampu digunakan untuk
berbagai keperluan pencitraan proses biologis. PET memiliki sensitivitas yang lebih besar (<10
−8 M) dan lebih spesifik pada lokasi targetnya. PET tidak sama seperti CT dan MRI yang
menampakkan anatomi, aktivitas metabolik atau fungsi tubuh dan hasil pindainya digunakan
untuk membuat suatu gambaran 3 dimensional detail tentang apa yang ada di dalam tubuh. PET
melacak radiofarmasetik yang mengemisi positron yang diinjeksikan ke dalam tubuh dan
membentuk gambaran 3 dimensional dari lokasinya. Namun, kekurangannya adalah resolusinya
lebih rendah dibandingkan MRI dan CT.

Gambar 1.6 Contoh instrumen PET


1.6 Teknik Pencitraan Fluoresensi
Teknik pencitraan fluoresensi didasarkan pada penggunaan photoswitchable flourescents
probe yang memungkinkan untuk memisahkan gambaran bertumpuk dari beberapa fluorofor
individual. Posisi dari fluorofor kemudian disusun kembali untuk membentuk gambaran dengan
resolusi tinggi. Pencitraan fluoresensi digunakan pada studi preklinis dan klinis dimana
fluorescent probe dipakai untuk membentuk kontras pada organ target. Salah satu manfaat utama
dari teknik mikroskopi fluoresens adalah kapasitasnya untuk memberikan gambaran dengan
berbagai warna sehingga interaksi dan organisasi dari berbagai struktur biologis atau molekul
yang berbeda dapat divisualisasikan. Namun resolusi spasial dari mikroskopi cahaya dibatasi

10
oleh difraksi menjadi beberapa ratus nanometer yang secara substansial lebih besar dibandingkan
dengan skala panjang molekular sel pada umumnya. Manfaat dari pencitraan fluoresens adalah
untuk mendapatkan spesifisitas kimia, sensitivitas molekul tunggal, dan kemampuan pencitraan
dinamis seperti visualisasi langsung dari interaksi molekular di dalam sel dan kemampuan dalam
menyediakan gambaran 3 dimesional dari sampel.

Gambar 1.7 Contoh instrument teknik pencitraan fluoresensi dan aplikasinya pada pengujian in
vivo

1.7 Teknik Pencitraan Optis (Optical Imaging)


Teknik berbasis optikal dapat mendeteksi pertumbuhan kanker pada tahap awal dan
metastasisnya di pasien. Teknologi optik membutuhkan agen eksogen (bahan kimia atau kontras)
dan agen endogen (contohnya, molekul kecil, peptide, antibodi, vector viral, nanopartikel) untuk
mentarget jaringan. Target endogen dapat diberikan pelacak dengan metode auto fluoresens
dimana tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan intensitas fluoresensinya. Kontras eksogen
merupakan strategi untuk mengidentifikasi target dan menyaring pelacak
Teknik ini menawarkan manfaat yang tidak dimiliki oleh teknik pencitraan radiologis
karena teknik ini menggunakan radiasi non inonisasi yang secara signifikan dapat mengurangi

11
paparan radiasi dan memungkinkan untuk digunakan berulang kali. Teknik ini juga berpotensi
dapat mendiferensiasi beberapa jaringan lunak dan membedakan antara jaringan lunak asli
dengan jaringan yang telah diberi label baik dengan media kontas endogen atau eksogen dengan
menggunakan perbedaan antara profil penyerapan (absorption) dan penghamburan (scattering)
photon pada panjang gelombang yang berbeda. Gambaran pencitraan yang dihasilkan
memperlihatkan perbedaan penyerapan dan penghamburan photon dan kontras spesifik dari
jaringan-jaringan. Dengan demikian, teknik ini dapat digunakan untuk mempelajari aktivitas
tubuh pada level molekular yang merupakan dasar dari penentuan kondisi fisiologis dan
patofisiologis.
Pencitraan optis dapat digabungan dengan teknik pencitraan yang lain sehingga dapat
meningkatkan skala resolusinya. Selain itu, teknik ini merupakan pilihan teknik yang paling
murah dan mudah untuk mendapatkan gambaran 2 dimensional (2D) dari distribusi cairan, aliran
cairan, pembawa dan pencampuran solute, toksikologi, dan deposisi

12
Gambar 2.8 Contoh alat pencitraan optik

I.2 Perbandingan Teknik-Teknik Pencitraan In Vivo


Teknik pencitraan in vivo dikembangkan dengan menggunakan sinyal pada panjang
gelombang yang berbeda, sehingga menyebabkan tujuan penggunaannya di dalam tubuh juga
relatif berbeda. Gambar menunjukkan penggunaan dari berbagai teknik pencitraan biomedis baik
di sel, jaringan, in-situ, in vivo dan klinis serta panjang gelombang elektromagnetik yang
digunakan. Teknik pencitraan ultrasound menggunakan gelombang ultrasound (contohnya alat
USG), MRI menggunakan panjang gelombang radio, dan PET / SPECT menggunakan panjang
gelombang sinar gamma.

13
Gambar 1.9 Penggunaan umum dan perbedaan panjang gelombang yang digunakan masing-
masing teknik pencitraan biomedis. CT, computed tomography; EBCT, electron beam CT;
fMRI, functional MRI; MRI, magnetic resonance imaging; MRS, MR spectroscopy; PET,
positron emission tomography; SPECT, single photon emission CT. (Sumber : Ying, X. et.al.
2017).

Gambar 1.10 Skema perbedaan dari teknik pencitraan preklinis menunjukkan peningkatan
spesifisitas molekular dan resolusi spasial pada studi in vitro dan in vivo. BLI (bioluminescence
imaging); PET (positron-emission tomography); CT (computed tomography); MRI (magnetic
resonance imaging) (Sumber : Ghita, M. et.al. 2019).

14
Gambar 1.11 Hubungan umum antara sensitivitas molekular (yaitu konsentrasi terendah dari
media kontras/imaging probe yang masih dapat terdeteksi secara akurat) dan resolusi spasial
untuk berbagai teknik pencitraan in vivo (Sumber : Zanzonico, P. 2017).

Tabel 1.2 Fitur Utama Teknik Pencitraan Pada Uji Preklinis (Tremoleda, J.L. et.al. 2011).

15
Tabel 1.3 Jenis-Jenis Media Kontras Atau Probe Yang Digunakan (Zanzonico, P. 2017)

Tabel 1.4 Rangkuman Aplikasi dari Teknik Pencitraan (Scarfe, L. et.al. 2017)

16
Tabel 1.5 Tabel Perbandingan Manfaat dan Kerugian dari Teknik Imaging In Vivo (Dall’Ara, E.
et.al. 2016).

17
B. Lactoferrin and antitransferrin - modified liposomes for brain targetting of the NK3
receptor agonist senktide: Preparation and in vivo

II. Pendahuluan
Otak adalah organ yang tidak mudah diakses oleh senyawa karena memiliki sawar darah-
otak (BBB) terdiri dari sel endotel, pericytes, mikroglia, astrosit dan P-glikoprotein (P-gp)
membran plasma sel endotel BBB mengurangi perjalanan agen terapi potensial seperti
molekul kecil, antibodi, oligonukleotida, dan protein dari darah ke otak ekstraseluler. BBB
mengekspresikan enzim, sitoplasma dan ekstraseluler dari membran plasma. Senktide
(Succinyl-Asp-Phe-Me-Phe-Gly-Leu-Met-NH2) adalah peptida selektif NK3 agonis reseptor
tachykinin. Reseptor NK3 adalah anggota keluarga tachykinin dari reseptor peptida yang
banyak diekspresikan di otak dan senktide intraserebral (ICV) mengaktifkan neuron
dopaminergik dan meningkatkan dopamin ekstraseluler (DA) di area terminal DA. NK3
berperan penting dalam patofisiologi psikosis ditandai dengan peningkatan aktIVitas
penularan DA mesolimbik. Peningkatan DA dialisat tempurung NAc, diinduksi oleh
senktide, digunakan sebagai tes aktivitasitas agonis NK3 pusat dengan senyawa baru.
Ketidakmampuan senktide untuk melewati BBB adalah batasan utama untuk penggunaan
senktide sebagai agonis NK3 untuk menguji aktivitasitas antagonis NK3 yang bekerja secara
terpusat. Nanocarrier adalah sistem pengiriman obat yang dapat mentransfer obat ke SSP.
Permukaan liposom dapat dimodifikasi untuk mendapatkan waktu sirkulasi yang lama dan
penargetan aktif serta alat pelacak dapat digunakan untuk menargetkan reseptor BBB
spesifik (transferrin, laktoferin, insulin, reseptor lipoprotein densitas rendah) dan mencapai
akumulasi obat ke dalam parenkim SSP dengan melewati reseptor-mediated transcytosis
(RMT). Tujuan dari penelitian ini adalah pembuatan dan evaluasi liposom lama beredar
untuk penargetan aktif senktide. Antibodi anti-transferrin-monoklonal (OX26-mAb) atau
laktoferin terikat ke permukaan liposom untuk mengangkut senktide melintasi BBB oleh
RMT. Senktide bermuatan liposom dan studi mikrodialisis otak in vivo dilakukan untuk
mengetahui daya tanggap tempurung nucleus accumbens (NAc) DA terhadap senktide,
sebagai penghantaran di BBB. Liposom yang tidak diderivatisasi diuji sebagai referensi.

18
II.1 Material
Distearoylphosphatidylcholine (DSPC) Polyethylene glycol-distearoylphosphatidylethanolamine
(DSPE-PEG), DSPE-PEG-maleimide, Kolesterol 2-iminothiolane, Laktoferin, Sepharose CL-4B,
antibodi sekunder kelinci berlabel emas 10 nm, Aseto-nitril, dan uranil asetat, Konsentrator
Centriprep-30 (berat molekul: 30.000), Reseptor transferin anti-tikus OX26-mAb, Senktide
Antagonis NK3 SB222200.

II.2 Pembuatan liposom


Liposom dibuat dengan metode hidrasi film tipis. DSPC (5,2 µmol), kolesterol (4,5 µmol),
DSPE-PEG (0,3 µmol) untuk pembuatan imunoliposom (SLOX26) atau laktoferin konjugasi
liposom (SLLtf), DSPE-PEG-maleimide (0,18 µmol) dilarutkan campuran kloroform : metanol
(2:1 v/v). Pelarut diuapkan pada tekanan rendah di suhu kamar. Vakum selama 6 jam untuk
memastikan penghilangan total pelarut. Film lipid dihidrasi dengan pengadukan mekanis dalam
larutan buffer fosfat senktide 100 mg/ml pada 65℃. Liposom diperoleh mengalami 5 siklus
pembekuan-pencairan (-80, 65℃) dan diekstrusi melalui membran polikarbonat ukuran pori 200
nm (9 siklus), 100 nm (9 siklus), dan 50 nm (5 siklus) menggunakan Avanti Polar Mini-Extruder.

II.3 Pembuatan Immunoliposomes (SLOX26)


OX26-mAb (1 mg; 0,0058 µmol) diisolasi dengan reaksi iminothiolane (32 µg; 0,23 µmol)
dalam 3 ml larutan buffer borat pH 8.1. Larutan EDTA (4 mM) ditambahkan ke logam kelat
divalen dalam larutan. Campuran diaduk selama 2 jam pada suhu kamar. Larutan Thiolated
OX26-mAb terkonsentrasi dan buffer diganti dengan larutan buffer fosfat (pH 7,4) menggunakan
konsentrator Centriprep-30 (BM 30.000). OX26-mAb tiol yang dimurnikan dan diinkubasi
dengan liposom digrafting maleimide pada suhu kamar. Laktoferin terkonjugasi liposom (SLLtf)
dibuat dengan metode yang sama. Ltf tiol dibuat dengan menggunakan iminothiolane dan
konsentrasi laktoferin 0,09 µmol. SLOX26 dan SLLtf dipisahkan dari senktide dan OX26-mAb
atau Ltf bebas dengan kromatografi filtrasi gel (Sepharose CL-4B) menggunakan buffer
phosphate sebagai eluen.

19
SSL: liposom memuat senktide; SL: liposom kosong; SLOX26: liposom terkonjugasi OX26;
LOX26: senktide dimuat liposom terkonjugasi OX26; SLLtf: senktide dimuat liposom
terkonjugasi laktoferin; LLtf: liposom terkonjugasi laktoferin kosong.

II.4 Eksperimen mikrodialisis otak in vivo


II.4.1 Hewan dan kelompok eksperimen
Tikus Sprague-Dawley jantan dengan berat 250-275 g ditempatkan dalam enam kandang
dengan standar makanan dan air, selama satu minggu di ruang hewan pusat, di bawah
suhu konstan (23℃), kelembaban (60%), dan siklus terang/gelap 12 jam. Hewan dibagi
menjadi 10 kelompok eksperimen: (1) senktide IV (0,1 mg/kg); (2) senktide ICV (0,2
nmol/5 µl); (3) SL (liposom kosong, 1 ml/kg IV); (4) SSL (liposom memuat senktide, 10
µg/kg IV); (5) SLOX26 (liposom terkonjugasi OX26-mAb, 10 µg/kg IV); (6) LOX26
(senktide dimuat liposom terkonjugasi OX26-mAb, 1 ml/kg IV); (7) SB (SB22220,
antagonis reseptor NK3, 3 mg/kg IV); (8) SB + SLOX26 (3 mg/kg IV + 10 µg/kg IV); (9)
SLLtf (senktide dimuat liposom terkonjugasi laktoferin, 10 µg/kg IV); (10) hewan untuk
uji distribusi senktide di otak dan jaringan hati.

II.4.2 Operasi
Tikus dibius dengan equitesin (3 ml/kg IP) dan ditempatkan dalam alat stereotaxic.
Tengkorak dibuka dan sebuah lubang kecil dibor untuk mengekspos dura di satu sisi;
dilepaskan untuk pengujian probe mikrodialisis yang dimasukkan secara vertikal pada
daerah tempurung NAc (A+2.2, L+1.0 dari bregma, V-7.8 dari dura). Pada sesi yang
sama, kateter polietilen dimasukkan ke dalam vena jugularis kanan; satu kelompok hewan
juga diimplantasikan dengan kanula ICV pada ventrikel lateral (A-0,9; L+1,5 dari bregma,
V-3,2 dari dura).

20
Gambar. 2.1 Representasi skematis dari lokalisasi pemeriksaan probe mikrodialisis bagian
dalam tempurung NAc. CPU: caudate putamen; co, sh: pusat dan tempurung dari NAc;
cc: corpus callosum; ca: komisura anterior.

II. 5 Prosedur analitik


Pada hari setelah operasi, probe dihubungkan pompa infus dan disemprot dengan larutan
Ringer (147 mM NaCl, 4 mM KCl, 2,2 mM CaCl2) dengan kecepatan konstan 1 µl/menit
mulai 1 jam sebelum pengumpulan sampel. Sampel DA tempurung NAc. Sampel dialisat
(10 µl) diambil setiap 10 menit dan disuntikkan ke HPLC dilengkapi dengan kolom fase
terbalik (LC-18 DB, ukuran partikel 5 cm, 5 mm) dan detektor koulometrik untuk mengukur
DA. Elektroda pertama detektor ditetapkan pada +130 mV (oksidasi) dan yang kedua berada
pada -175 mV (reduksi). Komposisi fase gerak adalah: 50 mM NaH2PO4, 0,1 mM Na2-
EDTA, 0,5 mM n-oktil natrium sulfat, 15% (v/v) metanol, pH 5,5. Sensitivitas uji untuk DA
adalah 5 fmol/sampel.

II. 6 Histologi
Pada akhir percobaan, hewan dikorbankan, otak diambil dan disimpan dalam formalin (8%)
sebelum analisis histologis. Otak dipotong pada vibratome dalam irisan koronal serial (20
µm) yang berorientasi pada atlas untuk menemukan penempatan probe mikrodialisis.

21
II. 7 Uji distribusi jaringan Senktide
Otak dan hati dikumpulkan dan disimpan pada suhu -80 ℃ sampai analisis. 20 mg jaringan
otak atau hati dihomogenisasi dengan 200 µl metanol yang mengandung 0,1% asam
trifluoroasetat, disonikasi selama 15 menit dan kemudian disentrifugasi pada 9391,2 µg selama
15 menit pada 4℃. Supernatan disaring dan dianalisis LC / MS.

II. 8 Analisis LC / MS
Spektrometer massa tandem triple-quadrupole dengan autosampler ProStar 410, dua pompa
ProStar 210 dan spektrometer massa triple-quadrupole 1200 l digunakan dengan sumber
ionisasi electrospray (ESI). Perangkat lunak Varian MS workstation versi 6.7 digunakan untuk
akuisisi dan pemrosesan data. Pemisahan kromatografi dilakukan pada Kolom Synergi MAX-
RP 80A (4,6 mm, 150 mm i.d., 4 mm). Fase gerak terdiri dari 50% (v/v) asetonitril (A) yang
mengandung asam trifluoroasetat 0,1% dan 50% (v/v) air yang mengandung 0,1% asam
trifluoroasetat dan 80% A dalam 15 menit. Fase gerak, didegradasi dengan helium kemurnian
tinggi, dipompa pada laju aliran 0,3 ml/menit, volume injeksi 10 µl dan total waktu operasi 15
menit. Potensi kapiler electrospray pada 149 V, jarum 5000 V, dan pelindung 600 V. Nitrogen,
48 mTorr dan 375℃, digunakan sebagai gas pengering untuk penguapan pelarut. Spektrum
pindai penuh diperoleh dalam kisaran 100-1000 unit massa atom (amu) untuk senktide, waktu
pindai 0,75 amu, lebar pindai 0,70 amu, dan detektor pada 1450 V. Untuk ESI perumahan
ionisasi tekanan atmosfer (API) disimpan suhu 50℃. Senktide terdeteksi dalam mode
pemantauan ion tunggal (SIM) yang mengamati penambahan natrium dan kalium pada massa
865 dan 881 m/z. Waktu pemindaian 1 detik, dan tegangan detektor ditetapkan ke 2000 V,
dengan lebar isolasi m/z 1.2 quadrupole 1.

II.9 Statistik
Analisis statistik dilakukan Statistica untuk Windows. Perbedaan tingkat DA ekstraseluler atau
distribusi jaringan senktide antara kelompok dianalisis dengan analisis varians ANOVA. Hasil
penelitian menunjukkan perubahan keseluruhan yang signifikan menjadi sasaran post hoc
Tukey's test. Ditentukan bahwa p <0,05 signifikan secara statistik.

22
II.10 Hasil Penelitian
II.10.1 Pembuatan liposom
Liposom dibuat menggunakan metode hidrasi film dan diekstrusi berulang
melalui membran polikarbonat ukuran pori 200, 100, dan 50 nm. SSL dibuat
menggunakan DSPC, DSPE-PEG, dan kolesterol. Sedangkan SLOX26 dan SLLtf, DSPC
diganti dengan penghubung lipid DSPE-PEG-maleimide, untuk menghubungkan
penargetan (OX26-mAb atau Ltf) ke bilayer liposomal untuk mengikat tautan dengan
ikatan thioether, kemudian OX26-mAb dan Ltf diisolasi. OX26-mAb /iminothiolane,
perbandingan rasio molar 1:40 digunakan untuk memastikan tiiolasi rata-rata satu amina
primer per mAb. Tiolisasi OX26-mAb tidak mengganggu pengenalan TFR. Gugus
maleimide perlahan terhidrolisis ketika kontak dengan air, pembuatan SLOX26 dan
SLLtf harus dibuat secara cepat.

23
Gambar 2. Representasi skematis dari liposom kosong (SSL, tengah atas) dan liposom
terkonjugasi ke laktoferin (SLLtf kiri) atau OX26-mAb (SLOX26, kanan) dan skematik
pembuatan dan perlekatan kovalen OX26-mAb ke permukaan liposom kosong

II.10.2 Mikrodialisis otak in vivo


Mikrodialisis otak memungkinkan pemantauan neurotransmiter, neuropeptida,
hormon dan, molekul kecil pada kompartemen ekstraseluler. Teknik ini melibatkan
implantasi pemeriksaan mikrodialisis di daerah otak dan perfusi dengan media fisiologis.
Molekul bergerak melalui membran dialitik dari ruang otak ekstraseluler ke probe
sepanjang gradien konsentrasi. Mikrodialisis otak digunakan untuk mengevaluasi
pengiriman SSP efektif dari senktide dengan memantau pengaruhnya terhadap dopamin
ekstraseluler dalam tempurung NAc. Secara ICV senktide mengaktifkan neuron DA,
sehingga, meningkatkan DA ekstraseluler

II.10.3 Peningkatan DA tempurung NAc oleh penghantaran senktide liposom terkonjugasi


OX26-mAb
Penghantaran senktide ke otak dievaluasi dengan membandingkan kadar DA
tempurung NAc yang diperoleh setelah pemberian IV liposom mengandung senktide
terkonjugasi OX26-mAb (SLOX26,10 mg/kg IV) dengan senktide yang diberikan secara
ICV (0,2 nmol/5 μl), IV (0,1 mg/kg IV) dan liposome kosong (SSL, 10 μg/kg IV).
Perbandingan dengan liposom kosong (SL, 1 ml/kg IV) dan liposom kosong terkonjugasi
ke mAb (LOX26, 1 ml/kg IV). Seperti yang ditunjukkan pada gambar, senktide bebas
secara ICV dan IV SLOX26 juga meningkatkan dialisat DA. ANOVA dua arah
menunjukkan efek signifikan dari kelompok (F5,21 = 11,85; p <0,001) dan kelompok yang
signifikan x interaksi waktu (F90,378 = 1,5; p <0,005). Tes post hoc Tuckey
mengungkapkan peningkatan signifikan dan tahan lama DA ekstraseluler dengan nilai
basal pada hewan yang disuntikkan dengan senktide ICV (10 menjadi 180 menit setelah
injeksi) dan kelompok SLOX26 (20 hingga 180 menit setelah injeksi IV). Selain itu,
kadar DA di kedua kelompok senktide ICV dan SLOX26 lebih tinggi daripada yang
terdeteksi di semua kelompok lain (senktide, SL, SSL, dan LOX26).

24
Gambar 3. Responsivitas DA tempurung NAc terhadap senktide yang dihantarkan oleh SLOX26.
Efek senktide ICV (S, 0,2 nmol/5 µl ICV; lingkaran biru) atau senktide IV (S, 0,1 mg/kg IV;
lingkaran hitam), S dimuat dalam liposom kosong (SSL, 10 µg/kg IV; lingkaran hijau), S dimuat
liposom terkonjugasi OX26-mAb (SLOX26, 10 µg/kg IV; lingkaran ungu), kosong LOX26 (1
ml/kg IV; lingkaran abu-abu) atau liposom kosong (SL, 1 ml/kg IV; lingkaran oranye) pada
dialisat DA. Hasil dinyatakan rata-rata±SEM sebagai persentase dari nilai dasar. Lingkaran solid:
p < 0,05 vs nilai basal masing-masing; *: p <0,05 vs S IV dan SSL; #: p <0,05 vs. SL IV atau
LOX26; (ANOVA dua arah; N = 4-6 per grup). Nilai basal DA tempurung NAc adalah 52±6 (N
= 34) (fmoles/10 ml sampel, rata-rata±SEM).

II.10.4 Efek antagonisme reseptor NK3 terhadap peningkatan DA tempurung NAc yang
diinduksi oleh senktide
Ketergantungan reseptor NK3 dari peningkatan DA tempurung NAc diinduksi oleh
senktide dimuat liposom terkonjugasi OX26-mAb (SLOX26), efek antagonis reseptor NK3
SB222200 (SB, 3 mg/kg IV) diberikan 10 menit sebelum SLOX26 (10 mg/kg IV). Hasil
menunjukkan efek SB (3 mg/kg), disuntikkan 10 menit sebelum SLOX26, pada peningkatan
dialisat DA diinduksi oleh SLOX26 (10 mg/kg IV). Efek SB sendiri (3 mg/kg IV) juga
ditunjukkan. Antagonis NK3 SB memblokir DA dari efek SLOX26 tepurung NAc. ANOVA dua
arah menunjukkan pengaruh yang signifikan dari kelompok (F2,13 = 16,6; p <0,001) dan
kelompok yang signifikan x interaksi waktu (F36,234 = 1,7; p <0,005). Tes post hoc Tuckey

25
mengungkapkan perbedaan signifikan dengan nilai dasar SLOX26 dan SB + SLOX26 dan SB
(20 hingga 180 menit setelah injeksi IV).

Gambar 4. Blokade NAc tempurung DA meningkatkan senktide-mediated oleh NK3 receptor


antagonist (SB222200). Efek senktide oleh SLOX26 (SLOX26, 10 µg/kg IV; lingkaran ungu),
SB222200 (SB, 3 mg/kg IV; lingkaran biru muda) dan SLOX26 + SB (lingkaran biru gelap)
pada dialisat DA. Hasil dinyatakan sebagai rata-rata±SEM sebagai persentase dari nilai dasar.
Lingkaran solid: p <0,05 vs nilai basal masing-masing; *: p <0,05 vs SB; #: p <0,05 vs SB +
SLOX26; (ANOVA dua arah; N = 4-6 per grup).

II.10.5 Daya tanggap NAc tempurung DA terhadap senktide yang dikirim oleh liposom
terkonjugasi ke laktoferin
Percobaan ini bertujuan untuk menguji efisiensi liposom terkonjugasi laktoferin (SLLtf) untuk
mengirimkan senktide ke SSP. Hasil menunjukkan efek senktide yang dihasilkan oleh formulasi
ini (10 µg/kg IV) dibandingkan dengan obat bebas IV (0,1 mg/kg) atau senktide yang dimuat
dalam liposom kosong (SSL, 10 µg/kg IV). Kadar DA pada hewan yang diobati dengan SLLtf
meningkat secara signifikan dibandingkan dengan senktide bebas atau SSL tetapi hanya dari jam
ketiga setelah perawatan. Oleh karena itu, hasil penghantaran senktide tertunda dibandingkan
dengan SLOX26. ANOVA dua arah menunjukkan pengaruh yang signifikan kelompok (F2,9 =
18,23; p <0,001) kelompok yang signifikan x interaksi waktu (F60,270 = 2,06; p <0,0001). Tes post
hoc Tuckey mengungkapkan peningkatan signifikan ekstraseluler DA sehubungan dengan nilai

26
basal pada hewan yang diobati dengan SLLtf dan perbedaan signifikan antara senktide yang
diberikan oleh SLLtf dan semua kelompok lain (senktide dan SSL).

Gambar 5. Responsivitas DA tempurung NAc terhadap senktide yang dikirim oleh SLLtf. Efek
senktide (S, 0,1 mg/kg IV; lingkaran hitam) atau S dimuat liposom kosong (SSL, 10 µg/kg IV;
lingkaran hijau) atau liposom terkonjugasi ke laktoferin (SLLtf 10 µg/kg IV; lingkaran biru
gelap) pada dialisat DA. Hasil dinyatakan rata-rata±SEM sebagai persentase dari nilai dasar.
Lingkaran solid: p <0,05 vs nilai basal masing-masing; *: p <0,05 vs S IV; #: p <0,05 vs SSL IV;
(ANOVA dua arah; N = 4-6 per grup).

II.10.6 Distribusi senktide di otak dan hati


Analisis LC / MS dilakukan pada bagian otak dan hati untuk menentukan distribusi senktide baik
di pusat maupun di jaringan perifer. Hasil menunjukkan distribusi senktide dalam jaringan otak
tikus setelah pemberian obat bebas (0,1 mg/kg IV) atau senktide dimuat dalam liposom kosong
(SSL, 10 μg/kg IV), dalam liposom terkonjugasi mAb ( SLOX26, 10 µg/kg IV), dan liposom
terkonjugasi laktoferin (SLLtf 10 µg/kg IV). Kadar senktide dari otak yang dikirim SLOX26
lebih tinggi daripada yang diperoleh oleh SLLtf; Sebaliknya, senktide tidak dapat dideteksi di
otak tikus yang diberi liposom bebas atau liposom kosong dari senktide. One-way ANOVA
menunjukkan efek signifikan pada kelompok (F3,24 = 60,93; p <0,0001). Tes post hoc Tuckey
mengungkapkan perbedaan antara SLOX26 dan SLLtf dan semua kelompok lainnya. Hasil
menunjukkan perbandingan distribusi senktide di otak dan jaringan hati tikus, kadar senktide
secara signifikan jauh lebih tinggi di hati daripada di otak dan SLOX26 lebih efisien dalam
mengirimkan peptida ke otak daripada SLLtf. Sebaliknya, tingkat hati lebih tinggi pada SLLtf

27
sehubungan dengan kelompok SLOX26. One-way ANOVA menunjukkan efek signifikan pada
kelompok (F3,8 = 2,23; p <0,0001).

Gambar 6. Distribusi senktide pada otak. Kadar senktide (mg/g jaringan) diperkirakan dengan
analisis LC / MS jaringan otak setelah pemberian IV senktide (0,1 mg/kg IV), senktide dimuat
dalam liposom kosong (SSL, 10 µmg/kg IV), senktide dimuat liposom terkonjugasi OX26-mAb
(SLOX26, 10 µg/kg IV) dan liposom terkonjugasi laktoferin (SLLtf 10 µg/kg IV); **: p <0,05
SLOX26 vs senktide IV; #: p <0,05 SLLtf vs SSL IV; x: p <0,05 SLOX26 vs LLtf; (ANOVA
satu arah; N = 4 per grup).

Gambar 7. Distribusi otak dan hati dari senktide. Kadar senktide (mg/g jaringan) diperkirakan
dengan analisis LC / MS otak dan jaringan hati setelah pemberian IV senktide dimuat dalam
liposom terkonjugasi OX26-mAb (SLOX26, 10 µg/kg IV) dan liposom terkonjugasi laktoferin

28
(SLLtf 10 µg/kg IV); **: p <0,05 hati vs otak; #: p <0,05 SLLtf vs SLOX26 dalam hati; *: p
<0,05 SLOX26 vs SLLtf di otak; (ANOVA satu arah; N = 4 per grup).

II.11 Pembahasan
Temuan utama dari penelitian ini adalah senktide yang dikirim ke SSP oleh
liposom terkonjugasi ke perangkat homing spesifik anti-transferrin-monoclonal antibody
(SLOX26) dan lactoferrin (SLLtf), dapat meningkatkan transmisi DA dalam tempurung
NAc seperti yang diperkirakan oleh mikrodialisis in vivo. Selain itu, setelah pemberian
SLOX26 dan SLLtf, kadar senktide yang terdeteksi dikuantifikasi dalam jaringan otak
oleh LC / MS. Hasil menunjukkan bahwa formulasi SLOX26 dan SLLtf adalah cara yang
efektif untuk menghantarkan senktide melewati BBB. Secara umum, nilai serapan otak
tergantung pada dua faktor: kemampuan obat untuk meresap melalui BBB dan area di
bawah kurva (AUC). Senktide adalah peptida hidrofilik sehingga mencegah penetrasi
melalui BBB dengan difusi pasif. BBB tidak menunjukkan protein atau reseptor
pembawa spesifik yang mampu mengangkut senktida dengan transportasi dimediasi oleh
pembawa atau RMT. Namun, senktide menstimulasi pelepasan DA oleh peningkatan
dialisat DA, dalam tempurung NAc setelah pemberian ICV. Senktide adalah analog
neurokinin B (NKB), ligan endogen reseptor NK3. Neuron dopaminergik dalam ventral
tegmental area (VTA) berada di bawah input fasilitator tonik NKB endogen ke reseptor
VTA NK3. Oleh karena itu, blokade reseptor NK3 diperkirakan mengurangi pelepasan
DA tonik di daerah terminal sistem mesocorticolimbic sebagai terapi "keadaan
hyperdopaminergic", seperti episode delirium dan skizofrenia. Penelitian ini
dimaksudkan untuk menguji kemampuan liposom melewati BBB dengan
membandingkan senktide efek ICV pada pelepasan DA dalam tempurung NAc oleh
mikrodialisis dengan hasil setelah pemberian IV senktide bebas dan senktide dimuat ke
liposom kosong (SSL), atau liposom terkonjugasi OX26-mAb/Ltf ( SLOX26, SLLtf).
Pemberian IV dari senktide-SLOX26 meningkatkan dialisat DA tempurung NAc dari 20
menjadi 180 menit setelah injeksi menunjukkan efek yang mirip dengan pemberian ICV
dari senktide bebas. Efek ini dimediasi oleh reseptor NK3, oleh blokade stimulasi DA
karena pemberian SB222200 30 menit sebelum injeksi IV SLOX26 IV. Namun, senktide-
LLtf menginduksi peningkatan DA yang tertunda dibandingkan dengan pemberian
senktide-LOX26 memuncak dari 190 hingga 300 menit setelah injeksi IV. Hasil ini

29
menunjukkan kemampuan formulasi senktide-LOX26 dan senktide-LLtf untuk
merangsang transmisi DA dalam tempurung NAc yang sebanding dengan pemberian
langsung senktide ke otak (ICV). SLLtf bersaing dengan laktoferin endogen untuk situs
pengikatan reseptor yang sama, SLOX26 mengikat ke situs yang berbeda dari transferrin
dan, kurang terpengaruh kehadiran ligan endogen. OX26-mAb memiliki berat molekul
lebih tinggi dibandingkan dengan transferrin dapat menonjol ke tingkat yang lebih besar
dari permukaan liposom bermuatan negatif, sehingga meningkatkan interaksi dengan
reseptor. Salah satu karakteristik SSL adalah kemampuannya untuk meningkatkan waktu
sirkulasi dalam aliran darah sehingga meningkatkan AUC plasma. Namun, senktide
bebas, liposom kosong tidak menembus BBB karena kurangnya mekanisme transportasi
spesifik dan luas permukaan permeabilitas otak adalah 0. Setelah pemberian senktide-
SLOX26 dan senktide-SLLtf, jumlah peptida ditemukan dalam parenkim otak adalah
0,0110±0,0012 dan 0,0092±0,0005 mg/g jaringan, sekitar 0,12 dan 0,09% dari dosis yang
disuntikkan. Penyerapan senktide otak yang lebih tinggi diperoleh setelah pemberian
SLOX26 dibandingkan dengan SLLtf menegaskan bahwa TfR dan LtfR memiliki kinetik
yang berbeda pada level periferal, meskipun. Penyerapan senktide oleh hati sekitar 75
dan 100 kali lipat lebih tinggi daripada di otak untuk SLOX26 dan SLLtf. TfR dan LtfR
terlokalisasi tidak hanya di pembuluh otak otak tetapi di sel dan jaringan lain seperti
monosit, limfosit, hati, sel epitel susu, limpa, usus,. Selain itu, tingginya tingkat senktide
yang ditemukan dalam hati karena ekspresi TfR dan LtfR melimpah pada membran
plasma hepatosit. Eksresi Ltf sangat cepat (93% dari dosis), pada 5 menit setelah injeksi
IV akibat hubungan laktoferin ke hati, khususnya ke sel parenkim. Penyerapan hati
OX26-mAb, lebih rendah dari yang diukur untuk Ltf. PEG pada permukaan vesikel
meningkatkan waktu sirkulasi dalam aliran darah yang menunda proses opsonisasi
dengan demikian, pengambilan liposom oleh sel makrofag dalam hati dan limpa (sistem
fagositik mononuklear atau RES) tidak terjadi.

II.11. Kesimpulan
Formulasi liposom SLOX26 dan SLLtf cara yang efektif untuk memberikan
senktide melintasi BBB dengan RMT. Konsisten dengan efikasi dalam hal efektivas dan
kecepatan kedua formulasi dapat digunakan untuk kebutuhan terapi berbeda (akut vs

30
kronis). Pendekatan eksperimental kombinasi mikrodialisis in vivo untuk memantau efek
sentral senktide pada hewan dan uji biodistribusi. Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa
liposom yang terkonjugasi dengan antibodi anti-transferrin-monoklonal dan laktoferin
dapat memberikan strategi untuk penghantaran obat hidrofilik ke SSP.

31
C. In vitro and in vivo evaluation of folate receptor- targeted a novel magnetic drug delivery
system for ovarian cancer therapy

III.1. Pendahuluan
Kanker lambung atau karsinogenesis lambung adalah penyakit yang menyebar
secara agresif dengan prognosis yang buruk dan dilaporkan merupakan penyebab paling
umum kedua kematian akibat kanker di seluruh dunia.13 Pemahaman yang tepat
diperlukan dari biologi kanker lambung dan kekurangan rejimen kemoterapi
konvensional yang diarahkan ke arah eksploitasi target molekuler yang terlibat dalam
karsinogenesisnya. Pertumbuhan epidermis overexpression faktor reseptor (EGFR)
diamati pada 27% -44% dari tumor lambung primer, dan dilaporkan menjadi indikator
hasil prognostik yang buruk dan karenanya, merupakan target terapi yang penting.4
Cetuximab (CET; Erbitux®, Merck, Darmstadt , Jerman) adalah antibodi
monoklonal IgG chimeric (MAb) yang disetujui oleh US Food and Drug Administration
untuk kanker karsinoma kolorektal dan kanker kepala dan leher yang juga telah
menunjukkan manfaat klinis terhadap adenokarsinoma lambung metastatik dalam
kombinasi dengan agen kemoterapi lainnya sebagai kombinasi dalam pengobatan lini
pertama. 5–7

III.2 Isi dan pembahasan

III.2.1 Pengantar
Kanker lambung atau karsinogenesis lambung adalah penyakit yang menyebar
secara agresif dengan prognosis yang buruk dan dilaporkan merupakan penyebab paling
umum kedua kematian akibat kanker di seluruh dunia.13 Pemahaman yang tepat
diperlukan dari biologi kanker lambung dan kekurangan rejimen kemoterapi
konvensional yang diarahkan ke arah eksploitasi target molekuler yang terlibat dalam
karsinogenesisnya. Pertumbuhan epidermis overexpression faktor reseptor (EGFR)
diamati pada 27% -44% dari tumor lambung primer, dan dilaporkan menjadi indikator
hasil prognostik yang buruk dan karenanya, merupakan target terapi yang penting.4

32
Cetuximab (CET; Erbitux®, Merck, Darmstadt , Jerman) adalah antibodi
monoklonal IgG chimeric (MAb) yang disetujui oleh US Food and Drug Administration
untuk kanker karsinoma kolorektal dan kanker kepala dan leher yang juga telah
menunjukkan manfaat klinis terhadap adenokarsinoma lambung metastatik dalam
kombinasi dengan agen kemoterapi lainnya sebagai kombinasi dalam pengobatan lini
pertama. 5–7
Para peneliti telah tertarik untuk mengeksplorasi formulasi antikanker dalam
bentuk nanomedicines, baik sebagai kombinasi dari beberapa obat yang dimuat ke dalam
nanocarrier (kombinatorial nanomedicines) atau sebagai nanocarrier yang mengandung
obat yang secara aktif ditargetkan untuk reseptor permukaan yang diekspresikan secara
spesifik seperti EGFR (nanomedicines yang ditargetkan) untuk meningkatkan potensi
antikanker.8, 9 Nanomedisin kanker alternatif mengikuti strategi yang ditargetkan secara
molekuler telah dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi terapi kemoterapi
konvensional. Kelompok penelitian kami sebelumnya telah melaporkan pengembangan
docetaxel terkonjugasi CET (MAb) (DOCT) yang terkandung poli (γ-glutamat asam) (γ-
PGA) nanopartikel (Nps) dan menguji penargetan in vitro dan kemanjuran terapeutik
pada EGFR + ve kolor sel colorectal (HT-29) dan A549 (non-small cell lung carcinoma).
10,11
Nps yang ditargetkan ini menunjukkan akumulasi seluler spesifik EGFR, sehingga
meningkatkan ketersediaan obat kemoterapi DOCT yang potensial untuk meningkatkan
kematian sel kanker. Penelitian ini menganalisis potensi Nps yang ditargetkan (CET
MAb-DOCT-γ-PGA Nps) sebagai agen antikanker secara in vitro menuju EGFR-
overexpressing sel karsinoma lambung dan in vivo di EGFR + ve MKN-28 sel kanker
lambung berbasis xenograft dalam model tikus telanjang. Dengan demikian, CET MAb-
terkonjugasi γ-PGA Nps dimuat dengan DOCT ditemukan menjadi nanoformulasi
bertarget yang efektif untuk EGFR yang diekspresikan secara berlebihan pada kanker
lambung.

III.2.2. Material dan Metode


1) Material
γ-PGA (berat molekul 400 kDa) dibeli dari Vedan (Taichung, Taiwan),
chitosan (berat molekul 100–150 kDa) dari Koyo Chemical Co., Ltd. (Itami,

33
Hyogo, Jepang) dan DOCT dari AK Scientific, Inc. (Union City, CA, USA).
Propidium iodide (PI) dan RNAase untuk analisis siklus sel dan fluorescein
isothiocyanate (FITC) dibeli dari Sigma-Aldrich (St Louis, MO, USA). CET
(Erbitux) diperoleh dari Merck. Alexa fluor (AF) - antibodi anti-EGFR
terkonjugasi 647 (antibodi AF-647-anti-EGFR) dibeli dari Santa Cruz
Biotechnology Inc. (Dallas, TX, USA). Garis sel yang digunakan untuk penelitian
ini, yaitu, MKN-28 (sel karsinoma lambung manusia), diperoleh dari Dr Bruno
Sarmento di Instituto de Engenharia Biomédica di Portugal (dibeli dari Koleksi
Bioresources Cell Bank Jepang di Jepang). Media RPMI untuk budidaya Sel
MKN-28 dibeli dari Sigma-Aldrich.

2) Persiapan dan karakterisasi CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps


Persiapan dan karakterisasi NOC DOCT-γ-PGA nontargeted dan NET
CET MAb-DOCT-γ-PGA yang telah ditargetkan sebelumnya dilaporkan oleh
kelompok penelitian kami. Singkatnya, ps-PGA Nps disiapkan melalui teknik
kompleksasi polyionic sederhana oleh lintas- menghubungkan oaninik γ-PGA
dengan kitosan kationik selama DOCT dimuat, menghasilkan DOCT-γ-PGA Nps
yang tidak ditargetkan. CET MAb konjugasi ke DOCT-γ-PGA Nps dilakukan
melalui 1-Ethyl-3- (3-dimethyl aminopropyl) carbodiimide– N-
Hydoxysuccinimide (EDC-NSH) kimia, yang menghasilkan Nps yang
ditargetkan. Nps yang dikembangkan dikarakterisasi untuk distribusi ukurannya
oleh hamburan cahaya dinamis (NanoZS Zeta sizer; Malvern Instruments,
Malvern, UK) dan pemindaian mikroskop elektron (JEOL JSM-6490LA), muatan
permukaan dengan pengukuran potensial zeta (NanoZS Zeta sizer, Instrumen
Malvern) dan potensi interaksi antara komponen dengan Fourier Transform
Infrared Spectroscopy (Perkin Elmer, Waltham, MA, AS). Jumlah CET MAb
yang terkonjugasi dengan CET MAb-DOCT-γ PGA Nps dikuantifikasi
menggunakan uji asam bicinchoninic (BCA) setelah protokol menggunakan Kit
Pierce ™ BCA Protein Assay Kit dari Thermo Scientific (Waltham, MA, USA).
liquid chromatography (HPLC) mengukur persentase enkapsulasi dan pemuatan
DOCT, bersama dengan kinetika pelepasan DOCT dari nanomatrix

34
3) Dalam studi pemodelan silico
 Pembuatan generasi γ-PGA Nps
Struktur kimia dari γ-PGA Nps yang dibentuk melalui ikatan silang
kitosan disiapkan menggunakan perangkat lunak Chem BioUltra 11.0. γ-PGA
Nps disiapkan oleh reaksi cross-link polyionic antara kitosan kationik dan ion-
PGA.10,12,13 studi interaksi obat DOCT dianalisis dengan pembentukan struktur
tiga dimensi (3D). Chitosan bertindak sebagai agen ikatan silang ionik yang
melipat dan merakit γ-PGA dari untaian berbeda dalam bentuk bola, yang meniru
Nps eksperimental. Sistem polimer 3D dioptimalkan ke struktur paling stabil
menggunakan medan gaya MMF94 yang diimplementasikan dalam perangkat
lunak.

 Studi docking molekuler


Studi docking molekuler dari interaction-PGA Nps dan studi interaksi obat
DOCT dianalisis oleh perangkat lunak AutoDock Vina yang berjalan pada
platform Linux dengan menghitung peta kisi, dengan beradaptasi dengan sifat
sistem input, klaster dan pangkat berbagai posisi berlabuh dari ligan yang berbeda
secara langsung. Mengikat energi bebas (BE) antara obat hidrofobik DOCT dan γ-
PGA Nps dihitung dan divisualisasikan menggunakan perangkat lunak PyMol.
Selain itu, struktur kristal CET MAb dengan kode PDB 1YY814 digunakan untuk
studi docking dengan DOCT-γ-PGA Np sistem yang kompleks untuk
mendapatkan BE. Sistem kompleks DOCT-γ-PGA Np CET MAbconjugated yang
dihasilkan dianalisis lebih lanjut dengan perangkat lunak PyMol.
Alat AutoDock menetapkan semua atom, dan muatan Gasteiger
ditambahkan untuk menyiapkan struktur polimer γ-PGA dan kitosan, yang
selanjutnya dimuat dalam program AutoDock 4.015 dan disimpan dalam format
.pdbqt. Perangkat lunak AutoDock Vina melakukan blind docking dengan
memuat sistem di ruang kerja dan panel grid; opsi kotak kisi dipilih, dan
kemudian dimensi kisi-kisi dan spasi ditetapkan untuk sepenuhnya menempati
seluruh permukaan γ-PGA Np.16 Permukaan γ-PGA Np dicari untuk

35
kemungkinan pengikatan obat untuk mendapatkan sistem kompleks yang stabil.
Selanjutnya, menggunakan protokol docking yang sama, CET MAb merapat ke
seluruh permukaan kompleks DOCT-γ-PGA Np untuk mendapatkan afinitas
antibodi terhadap sistem kompleks Np.

III.2.3 Efisiensi penargetan in vitro


Evaluasi in vitro dilakukan pada sel adenokarsinoma lambung manusia
MKN-28 yang dikultur menggunakan media RPMI. Ekspresi EGFR oleh sel
MKN-28 dianalisis menggunakan antibodi AF-647-anti-EGFR (Santa Cruz
Biotechnology Inc.) sebagaimana dilaporkan sebelumnya. Sel yang terikat pada
antibodi AF-647-anti-EGFR dianalisis dengan flow cytometer FACS Aria II
(Beckton Dickinson, San Jose, CA, USA) dengan eksitasi 633 nm dan
dikonfirmasi menggunakan mikroskop confocal.17,18 Efisiensi pengikatan NIT
berlabel FITC ke sel kanker EGFR + ve MKN-28 dikuantifikasi menggunakan
flow cytometry , yang dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi penargetan in vitro
CET MAb DOCT-γ-PGA Nps. Prosedur yang dilakukan disebutkan dalam artikel
kami sebelumnya. Sel MKN-28 diobati dengan 0,1 mg / mL CET MAb FITC-γ-
PGA Nps dan FITC-γ-PGA Nps selama 1 jam dengan dan tanpa pretreatment
CET MAb untuk mengonfirmasi menargetkan efisiensi CET MAb-γ PGA Nps.
Setelah perawatan, intensitas fluoresensi yang dipancarkan dari sel yang diikat
dengan Nps diukur menggunakan flow cytometer. Sitometer aliran mengukur
intensitas fluoresensi setelah eksitasi dengan laser argon 488 nm menggunakan
FACS Aria II. Nps yang tidak ditargetkan (FITC-γ-PGA Nps) digunakan sebagai
kontrol.11 Percobaan dilakukan dalam rangkap tiga (n = 3) untuk memeriksa
konsistensi.
Internalisasi seluler in vitro dari target CET MAb-γPGA NPS dengan
pengikatan EGFR secara kualitatif dianalisis dengan pemeriksaan mikroskopis
confocal. 4% paraformaldehyde (PFA)-fixed MKN-28 sel diinkubasi dengan CET
MAb-FITCγ-PGA Nps (0,1 mg / mL) selama 6 jam dipasang pada slide kaca
10,11
menggunakan DPX dan dilihat di bawah mikroskop confocal (Leica SP 5 II).
Analisis siklus sel in vitro Analisis siklus sel dilakukan dengan mengukur

36
kandungan DNA dalam setiap fase menggunakan pewarnaan PI seperti yang
10,11
dilaporkan sebelumnya. Persentase sel MKN-28 dalam setiap fase siklus sel
(G0 / G1, S, G2 / M, sel apoptosis dan sel mati) dianalisis dengan flow
cytometer19 setelah 24 jam pengobatan dengan DOCT, DOCT-γ-PGA Nps dan
CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps (0,25 mg / mL). Percobaan dilakukan dalam
rangkap tiga (n = 3) untuk memeriksa konsistensi.

III.2.4. Evaluasi sitotoksisitas in vitro


Potensi sitotoksik DOCT bebas, NF DOCT-γ-PGA dan CET MAb DOCT-
γ-PGA NPS terhadap EGFR + sel kanker MKN-28 dievaluasi dengan uji MTT
10,11,20
mengikuti protokol yang dilaporkan. Protokol uji yang terlibat inkubasi sel
sampel yang diobati dengan reagen MTT selama 4 jam, pelarutan kristal formazan
dan pengukuran absorbansi pada 570 nm menggunakan pembaca pelat ELISA
Beckmann Coulter (BioTek Power Wave XS). Viabilitas sel dihitung relatif
terhadap absorbansi yang diperoleh dari kontrol negatif atau sel saja:

di mana Nt adalah absorbansi sel yang diolah sampel dan Nc adalah


absorbansi sel yang tidak diobati. Efisiensi Nps yang ditargetkan ini untuk
menginduksi EGFR kematian sel kanker spesifik dikonfirmasi lebih lanjut melalui
analisis aliran cytometry dalam hal penipisan potensial membran mitokondria dan
10,11
induksi apoptosis. Prosedur uji dilaporkan sebelumnya. Aliran uji sitometrik
berdasarkan 5,5′,6,6′-tetrachloro-1,1 ′, 3,3′-tetraethylbenzimi dazolylcarbocyanine
iodide (JC-1; BD Biosciences, San Diego, CA, USA) dilakukan untuk
mengevaluasi potensi membran mitokondria (∆ψm)21 dan apoptosis11,22 dari uji
Annexin V / PI (probe Molekuler, Eugene, OR, USA) menurut ke instruksi
manual. Percobaan dilakukan dalam rangkap tiga (n = 3) untuk memeriksa
konsistensi

37
III.3. Studi in vivo
Eksperimen in vivo dilakukan mengikuti protokol yang disetujui untuk
analisis distribusi farmakokinetik dan organ DOCT. Tikus Albino Swiss jantan
berusia 4–6 minggu dan berat 20 g diperoleh dari fasilitas kandang hewan kecil
dan semua hewan dipelihara sesuai dengan Panduan untuk Perawatan dan
Penggunaan Hewan Laboratorium yang disediakan oleh Komite untuk Tujuan
Pengendalian dan Pengawas Eksperimen pada Hewan. Prosedur dan protokol
yang digunakan untuk melakukan evaluasi in vivo telah disetujui oleh Komite
Etik Hewan Institusional (Referensi No IAEC / 2013/3/3) yang dilakukan di
Institut Ilmu Pengetahuan Medis dan Pusat Penelitian Amrita di bawah
Universitas Amrita, Kochi, India.
Efisiensi nanoformulasi bertarget yang dikembangkan dievaluasi dengan
melakukan analisis farmakodinamik dalam model xenograft kanker lambung pada
tikus Balb / c athymic (nu / nu-ncr) jantan yang berumur 5–6 minggu dan berat
20-25 g. Eksperimen hewan dilakukan sesuai dengan hukum kelembagaan dan
pedoman etika yang relevan dari Chonnam National University Medical School
dan Chonnam National University Hwasun Hospital di Korea Selatan, dan
prosedurnya telah disetujui oleh Komite Etik Hewan Institusional (CNU IACUC-
H-2015-47). Tikus ditempatkan di dalam sistem kandang aliran laminar (Thoren
Caging Systems, Inc., Hazleton, PA, USA), dan makanan, selimut dan air yang
diberikan kepada hewan diautoklaf. Tiga kelompok uji dan satu kelompok kontrol
menjadi sasaran injeksi intravena sebagai berikut DOCT gratis (kelompok 1, n =
4); NOC yang tidak ditargetkan, DOCT-γ-PGA (grup 2, n = 4); ditargetkan, CET
MAb-DOCT-γ-PGA Nps (grup 3, n = 4) dan akhirnya salin steril (kontrol, n = 4).
Dosis pemberian sehubungan dengan studi praklinis yang dilaporkan sebelumnya
yang ada adalah tetap pada 10 mg / kg DOCT. 23-25

III.3.1 Farmakokinetik dan organ in vivo


 studi distribusi
Farmakokinetik Nps yang disiapkan pada tikus albino Swiss dilakukan
dengan mengikuti protokol yang disetujui secara etis pada empat hewan dalam

38
setiap kelompok (n = 4) dan empat hewan dalam kelompok kontrol. Sampel
dengan dosis 10 mg / kg DOCT (dilarutkan sebagaimana ditentukan26
menggunakan etanol / polisorbat 80 / salin) dan Nps (dengan dosis setara DOCT)
dalam salin 0,9% steril disuntikkan secara intravena melalui vena ekor lateral.
Pada titik waktu tertentu, darah diambil melalui sinus retro-orbital ke botol Asam
Sitrat Dextrose. Sampel darah disentrifugasi pada 4.000 rpm selama 5 menit
untuk mengumpulkan plasma. Sampel plasma diproses untuk pengendapan
protein menggunakan 150 mM ammonium asetat dalam metanol, diikuti oleh
inkubasi pada -20 ° C semalam.
Untuk studi distribusi organ, organ-organ (otak, jantung, paru-paru, hati,
ginjal dan limpa) dikeluarkan setelah hewan di-eutanasia, dicuci dalam larutan
garam, dikeringkan di kertas isap dan kemudian ditimbang. Organ-organ itu
dihomogenisasi dalam saline 0,9% (1 mL / g organ), yang diikuti oleh
pengendapan protein. Sampel yang dihasilkan disentrifugasi (8.000 rpm, 15
menit) dan supernatan dikumpulkan, yang selanjutnya dianalisis menggunakan
HPLC dengan protokol yang dikalibrasi. Prosedur juga dilakukan untuk kelompok
kontrol yang diberi saline untuk menghilangkan sinyal latar belakang dari
kromatogram HPLC. Konsentrasi DOCT dari sampel plasma pada setiap titik
waktu dihitung menggunakan grafik kalibrasi berdasarkan area di bawah nilai
kurva (AUC). Parameter farmakokinetik seperti konsentrasi maksimum (Cmax),
rata-rata waktu penduduk (MRT), AUC, waktu konsentrasi maksimum (Tmax),
konstanta laju eliminasi (Kel) dan waktu paruh (t1 / 2) ditentukan menggunakan
Microsoft add-in alat, pemecah PK.

 Pengembangan xenografts kanker lambung


Penargetan in vivo dan kemanjuran terapeutik dari NET yang ditargetkan
CET MAb dievaluasi dalam EGFR + ve MKN-28 xenografts kanker lambung
berbasis sel. Sel-sel MKN-28 dipertahankan dalam media RPMI seperti yang
dijelaskan sebelumnya. 27-29 Pengembangan xenografts tumor MKN-28 mengikuti
pembentukan tumor berbasis Matrigel® (Corning Lifesciences, Corning, NY,
USA) sesuai protokol yang dilaporkan. The xenografts kanker lambung MKN-28

39
dikembangkan oleh injeksi subkutan 2 × 106 sel / 100 μL PBS steril dengan 50
μL Matrigel di sisi kanan tikus telanjang jantan. Tumor diizinkan mencapai
volume yang cukup, dan volume tumor dihitung sebagai:
Volume tumor (mm3) 0,5= × dimensi yang lebih panjang × (dimensi yang
lebih pendek2).

 Penargetan in vivo kualitatif menggunakan pencitraan optik in vivo


Untuk menganalisis pola distribusi Nps yang disiapkan, pewarna hidrofobik
inframerah dekat (NIR) IR780 dimuat mengikuti protokol yang sama dengan yang
dijelaskan sebelumnya untuk memuat DOCT dan FITC. IR780-loaded target (CET
MAbIR780-γ-PGA Nps) dan nontargeted (IR780-γ-PGA Nps) Nps dengan dosis yang
sama dengan dosis yang digunakan untuk memverifikasi farmakokinetik dan efisiensi
terapi (Nps yang mengandung 10 mg/kg DOCT ) terdispersi dalam larutan garam
diberikan secara intravena melalui vena ekor lateral MKN-28 tikus telanjang yang
menyerap. Dosis tunggal diberikan, dan pencitraan menggunakan instrumen bioimaging
organisme berlabel fluoresensi (instrumen bioimaging berlabel fluoresensi [FOBI]; ilmu
NEO, Gyeonggi, Korea) dilakukan pada titik waktu yang berbeda mulai dari 15 menit
setelah injeksi.

 Kuantifikasi DOCT in vivo


Potensi penargetan CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps untuk kanker lambung
dianalisis dalam model kanker lambung MKN-28 xenograft pada tikus telanjang dengan
menghitung jumlah DOCT dari tumor dan organ posttreatment organ lainnya
menggunakan HPLC. Tiga kelompok dengan empat hewan masing-masing diuji pada dua
titik waktu (durasi lebih pendek: hari 1 dan durasi lebih lama: hari 4): kelompok 1:
DOCT gratis (n = 4); grup 2: DOCT-γ-PGA Nps yang tidak ditargetkan (n = 4) dan grup
3: target CET MAbDOCT-γ-PGA Nps (n = 4). Sampel dengan dosis 10 mg / kg DOCT
diberikan secara intravena melalui vena ekor ke tumor yang mengandung tikus dengan
volume tumor rata-rata 100 ± 12 mm3 dan berat badan sekitar 22-25 g. Empat tikus
disuntik dengan saline 0,9% steril sebagai kontrol yang tidak diobati. Pada 1 dan 4 hari

40
setelah injeksi, tikus dari masing-masing kelompok di-eutanasia; ~ 1 mL darah
dikeluarkan oleh tusukan jantung ke dalam vacutainer dan disentrifugasi (4.500 rpm
selama 5 menit) untuk mengumpulkan plasma. Organ-organ diisolasi dari tubuh,
dibersihkan dalam larutan garam, dikeringkan dan dihomogenisasi dalam larutan garam.
Kemudian, 150 mM amonium asetat dalam metanol ditambahkan dengan perbandingan
1: 4 terhadap plasma dan 1: 2,5 pada organ homogenat, vortex baik selama satu menit
dan kemudian disimpan semalam pada -20 ° C untuk mengekstraksi obat dan
mengendapkan protein. Setelah semalam inkubasi, sampel dicairkan, pusaran lagi dan
disentrifugasi (8.000 rpm selama 15 menit). Supernatan dengan DOCT yang diekstraksi
diberikan ke rumah sakit medis Chonnam untuk HPLC.

 Khasiat antikanker in vivo di lambung xenografts kanker


Potensi antikanker CET MAb DOCT-γ-PGA Nps untuk kanker lambung
dianalisis dalam model kanker lambung MKN-28 xenograft pada tikus telanjang dengan
mengukur volume tumor dan berat tumor pasca perawatan.23,30,31 Keempat kelompok
yang diuji adalah : grup 1: kontrol saline (n = 4); grup 2: DOCT gratis (n = 4); grup 3:
DOCT-γ-PGA Nps yang tidak ditargetkan (n = 4) dan grup 4: target CET MAb-DOCT-γ-
PGA Nps (n = 4). Tiga dosis (10 mg / kg DOCT dan Nps dengan DOCT setara) diberikan
secara intravena selama 3 minggu (1 dosis / minggu) untuk tikus yang mengandung
tumor dengan volume rata-rata 150 mm3. Volume tumor diukur dengan kaliper Vernier
setiap 2 hari untuk jangka waktu 20 hari. Hewan-hewan itu di-eutanasia setelah 20 hari
perawatan, dan tumornya dipotong, ditimbang dan difoto.

III.4. Analisis statistik


Semua hasil diperoleh dari sampel rangkap tiga minimum. Data dinyatakan
sebagai mean ± standar deviasi. Uji t dua sisi siswa digunakan untuk membandingkan
efek in vitro dari Nps yang ditargetkan dan Nps yang tidak ditargetkan pada EGFR + ve
sel kanker. Analisis varian satu arah digunakan untuk membandingkan perbedaan antara
DOCT bebas dan Nps yang tidak ditargetkan dan ditargetkan dalam akumulasi tumor,
farmakokinetik, dan kemanjuran terapeutik dalam model in vivo. Nilai yang mewakili p #
0,05 dianggap signifikan secara statistik.

41
III.5 Hasil
 Persiapan dan karakterisasi CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps
Kelompok penelitian kami sebelumnya melaporkan pengembangan NET bertarget
CET MAb, yang terbukti efektif dalam terapi yang ditargetkan terhadap EGFR + ve usus
besar dan garis sel kanker paru-paru secara in vitro.10 Sintesis Np mengikuti teknik
gelasi ionik untuk Nps yang tidak ditargetkan dan lanjut kimia EDC-NHS untuk Nps
yang ditargetkan. DOCT-γ-PGA Nps disintesis oleh gelasi ionik γ-PGA menggunakan
kitosan polikationik sebagai penghubung silang, di mana DOCT dimuat dalam
nanomatrix. CET MAb terkonjugasi melalui kimia EDC-NHS antara kelompok
karboksilat bebas Nps dan kelompok amina dari antibodi. Target CET MAb-DOCT-γ-
PGA Nps (200 ± 20 nm) dan DOCT OC-PGA Nps yang tidak ditargetkan (110 ± 40 nm)
disintesis dan ditemukan memiliki nilai potensial zeta -28 ± 8 dan -17 ± 5 mV, masing-
masing. Sekitar 42% efisiensi konjugasi CET MAb diamati dari uji BCA, dan
nanoformulasi yang dikembangkan menunjukkan pelepasan DOCT yang terkendali.

 Dalam studi pemodelan silico


Dalam penelitian silico dilakukan dengan menggunakan γ-PGA dan struktur
kitosan yang dihasilkan menggunakan perangkat lunak ChemDraw. Sistem polimer yang
mengandung 18 unit PGA-cross-linked dengan enam unit kitosan dihasilkan dan
disajikan pada Gambar 1A. Untuk studi docking molekuler, sistem molekuler ini diuji
sebagai sistem Np optimal dengan tujuan mengurangi waktu dan biaya komputasi, dan
situs pengikatan yang diduga juga diidentifikasi untuk DOCT dalam γ-PGA Nps. BE
antara γ-PGA Nps dan DOCT adalah -6,2 kkal / mol.

42
Figure 1. In silico modeling studies. Notes: (A) ChemDraw generated structure of γ-PGA Nps formed by the
polyionic complexation between anionic γ-PGA cross-linked with cationic chitosan. Lowest binding energy
conformation of CET MAb and DOCT within γ-PGA Np assembly obtained by in silico docking calculations for (B)
nontargeted Nps (DOCT-γ-PGA Nps) and (C) targeted Nps (CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps). Abbreviations: γ-PGA,
poly(γ-glutamic acid); CET MAb, cetuximab monoclonal antibody; DOCT, docetaxel; Np, nanoparticle.

Selanjutnya, kompleks DOCT-γ-PGA Np merapat dengan antibodi CET MAb


menggunakan protokol yang sama. Struktur kristal 3D dari fragmen pengikatan antigen
(Fab) CET MAb diselesaikan pada resolusi 2,8 Å dengan kode PDB 1YY8.14 Struktur
3D ini digunakan untuk studi docking untuk memahami interaksi level atom antibodi-Np.
Gambar 1B mewakili interaksi fisik antara DOCT dan γ-PGA Nps, sebagaimana
dianalisis dari pengikatan tingkat atom menggunakan perangkat lunak PyMol. Ikatan
hidrogen berbeda interaksi antara DOCT dan γ-PGA dan linker chitosan (γ-PGA Nps)
digambarkan sebagai garis putus-putus kuning. Selanjutnya, level atom CET MAb-target
mengikat DOCT-γ-PGA Nps disajikan pada Gambar 1B. Kami mengamati bahwa CET
MAb yang ditargetkan berikatan langsung dengan sistem GA-PGA Np, dan kemungkinan
pembentukan ikatan hidrogen ditunjukkan sebagai garis putus-putus kuning (Gambar 1C)
dan ditabulasi dalam Tabel 1.

43
Karena residu Ser178 memiliki gugus amida, ia juga memediasi ikatan hidrogen
dengan ligan PGA dalam sistem Np DOCT-γ-PGA. BE antara DOCT-γ-PGA Nps dan
CET MAb adalah -10,6 kkal / mol.

 Efisiensi penargetan in vitro


Gambar 2A merupakan histogram yang diperoleh dari flow cytometry dan gambar dari
confocal microscopic analisis sel MKN-28 yang diobati dengan antibodi anti-EGFR (AF-
647). Histogram menunjukkan bahwa 90% ± 2% dari sel kanker menunjukkan ikatan
antibodi anti-EGFR, yang secara kualitatif dikonfirmasi dari fluoresensi merah yang
diamati pada sel menggunakan mikroskop confocal. Kemampuan penargetan CET MAb-
γ-PGA Nps terhadap sel kanker dievaluasi dari pengikatan NIT target berlabel FITC
(CET MAbFITC γ-PGA Nps) oleh sel MKN-28 dibandingkan dengan sel yang tidak
ditargetkan (FITC-γ-PGA Nps ) Nps oleh flow cytometry. Diamati bahwa sel EGFR + ve
MKN-28 (89% ± 2%) menunjukkan peningkatan ikatan antibodi dibandingkan dengan
NIT FITC-γ-PGA (48% ± 4%), seperti yang diungkapkan oleh histogram sitometri aliran
representatif (Gambar 2B) berdasarkan intensitas fluoresensi. Pretreatment CET MAb
mungkin telah memanfaatkan EGFR yang tersedia, sebagai akibatnya, persentase sel
MKN-28 yang terikat ke FITC-CET MAb-γ-PGA Nps adalah berkurang secara signifikan
(22% ± 2%). Ini tidak diamati pada kelompok Nps yang tidak ditargetkan (42% ± 5%).
Studi ini mengindikasikan pengikatan spesifik NGFR untuk Nps.32

44
 Internalisasi seluler in vitro
Kemampuan penargetan CET MAb-γ-PGA Nps dipelajari oleh eksperimen di
atas, di mana ditemukan bahwa NET yang terkonjugasi dengan CET MAb-ikat mengikat
jumlah sel kanker EGFR + yang lebih tinggi. Mikroskopi konfokal digunakan untuk
analisis kualitatif untuk menentukan apakah Nps yang ditargetkan hanya terikat pada
permukaan atau apakah mereka dibawa ke kompartemen intraseluler (Gambar 2C).
Gambar mikroskopis confocal menunjukkan peningkatan intensitas fluoresensi di bagian
intraseluler MKN-28, menunjukkan kemampuan penargetan dan internalisasi CET MAb-
γ PGA Nps. Gambar Z-scan (Gambar 2Ca-g) melacak sinyal fluoresensi tinggi dari
FITC-CET MAb-γ-PGA Nps di bagian sel internal, ketika irisan optik dipindai dari atas
ke bawah. Gambar 2D, E menunjukkan area yang diperbesar (60 ×) sel tunggal untuk
pemahaman yang lebih baik tentang lokalisasi Np dalam sel kanker. Ini, pada gilirannya,
menunjukkan lokalisasi intraseluler FITC-CET MAb-γ-PGA Nps melalui EGFR spesifik
reseptormediated serapan oleh EGFR + ve sel kanker.33,34

Figure 2 Cellular uptake analysis. Notes: (A) EGFR expression of MKN-28 cells. Flow cytometric histograms.
Values are presented as mean ± SD of three independent experiments (n=3), showing AF-647 anti-EGFR antibody
binding on MKN-28 cells along with a confocal microscopic image. (B) Cellular binding of Nps. Flow cytometry
histograms showing the binding of Nps on the surface of MKN-28 cells with and without 1 h of pretreatment with
CET MAb. Values are presented as mean ± SD of three independent experiments (n=3). (C) Cellular internalization
of CET MAb-FITC-γ-PGA Nps. Confocal microscopic images of CET MAb-FITC-γ-PGA Np-treated MKN-28
cells, where (a–g) show different sections from the z section scanned imaging (scale bars =100 µm; 20×
magnification). (D and E) Magnified images of two different frames where single cells can be individually seen
indicating the Np localizations; 40× magnification. Abbreviations: γ-PGA, poly(γ-glutamic acid); AF, Alexafluor;

45
CET MAb, cetuximab monoclonal antibody; DOCT, docetaxel; EGFR, epidermal growth factor receptor; FITC,
fluorescein isothiocyanate; Nps, nanoparticles.

 Analisis siklus sel in vitro


Analisis flow cytometry digunakan untuk menguji efek Np yang ditargetkan dan
tidak ditargetkan pada perkembangan siklus sel setelah 24 jam perawatan CET MAb-
DOCT-γ-PGA Nps dan DOCT-γ-PGA Nps dan membandingkannya dengan efek DOCT
gratis. Gambar 3A merupakan analisis aliran cytometry dari berbagai fase siklus sel.
Diamati bahwa pengobatan DOCT menangkap sel-sel pada tahap mitosis, menghasilkan
puncak pada populasi P5 (G2 / M). DOCT adalah destabilizer mikrotubulus; sebagai
hasilnya, sel-sel akan ditangkap dalam fase G2 / M dan berlanjut ke apoptosis atau
nekrosis.35,36 Ketiga formulasi, DOCT bebas dan Nps yang tidak ditargetkan dan
ditargetkan, mengikuti pola yang sama dengan mengakumulasi sel dalam G2 / M fase,
menunjukkan adanya bentuk aktif DOCT bahkan setelah nanoenkapsulasi. Populasi fase
G2 / M lebih tinggi dalam kasus CET MAbDOCT-γ-PGA Nps (39,7% ± 1,6%)
dibandingkan dengan DOCT-γ-PGA Nps (12,8% ± 1,1%). Populasi sel fase G2 / M lebih
tinggi untuk EGFR + ve sel MKN-28 yang diobati dengan CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps
dibandingkan dengan pengobatan Np DOCTγ-PGA, menunjukkan bahwa Nps yang
ditargetkan diinduksi penangkapan fase G2 / M diikuti oleh sel kanker kematian.

46
Figure 3 In vitro cytotoxicity evaluations. Notes: (A) Cell cycle analysis by flow cytometry. Flow cytometric
histograms showing the cell cycle profiles of MKN-28 (a) control cells and followed by 24 h treatment of (b) free
DOCT, (c) DOCT-γ-PGA Nps and (d) CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps. Data shown as mean ± SD. (B) Cytotoxicity
profile by 24 and 48 h MTT assay. (C) Flow cytometry analysis and percentage of cells depicting a reduction in the
mitochondrial membrane potential and (D) scatter plot indicating the cell populations in early and late apoptotic and
necrotic quadrants with the percentage of cancer cell death posttreatment of targeted Nps compared with that of
nontargeted Nps. For all the three assays (MTT, mitochondrial membrane potential and apoptosis), Student’s t-test
was performed to check the statistical significance between CET MAb-DOCT-γ-PGA and DOCTγ-PGA Nps.
*p,0.05, **p,0.01 and *** p,0.001. Values represent mean ± SD of three independent experiments (n=3).
Abbreviations: γ-PGA, poly(γ-glutamic acid); CET MAb, cetuximab monoclonal antibody; DOCT, docetaxel; FITC,
fluorescein isothiocyanate; Nps, nanoparticles.

III.6. Farmakokinetik dan studi distribusi organ in vivo


III.6.1. Profil farmakokinetik dan biodistribusi bebas
DOCT, DOCT-γ-PGA Nps dan CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps diwakili dalam Gambar
4. Konsentrasi plasma maksimum (Cmax) DOCT gratis dan nanoformulasi (Nps yang
ditargetkan dan ditargetkan) dengan waktu puncak yang sesuai (Tmax ) dianalisis dari
profil waktu konsentrasi obat. Konsentrasi plasma DOCT selama 1 minggu diplot pada
Gambar 4A, yang menunjukkan perbedaan luar biasa antara DOCT bebas dan DOCT
nanoformulasi. Maksimal konsentrasi DOCT diperoleh dari titik waktu awal 5-10 menit
postadministrasi DOCT gratis (Cmax: 10.026 ± 0,973 μg / mL) dengan penurunan tajam
dalam 1-2 jam dan sepenuhnya dihilangkan dalam 8-10 jam. Di sisi lain, DOCT
nanoformulasi (baik DOCT-γ-PGA Nps dan CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps) mengikuti
pola yang berbeda; Konsentrasi DOCT maksimum diamati pada 24 jam (Nps yang tidak
ditargetkan, Cmax: 6,75 ± 1,3 μg / mL dan Nps yang ditargetkan, Cmax: 7,09 ± 0,509
μg / mL) dan ada hingga hari ke-4, tetapi dalam konsentrasi yang sangat rendah. Pola ini
menunjukkan pelepasan DOCT yang lambat dari Nps pada pH fisiologis 7,4. Kami tidak
dapat mengamati perbedaan yang signifikan antara perilaku Np yang tidak ditargetkan
dan yang ditargetkan. Perbedaan nyata antara DOCT bebas dan nanoformulasi terjadi
dalam periode waktu selama dosis DOCT dipertahankan dalam kisaran terapeutik.
23,38,39

Biodistribusi (Gambar 4B) DOCT gratis, NOC DOCT-γ-PGA nontargeted dan NET
CET MAb-DOCTγ-PGA target dianalisis pada titik waktu yang berbeda (30 menit, 2
jam, 24 jam, dan 4 hari) setelah pemberian dengan mengekstraksi DOCT dan diukur
menggunakan HPLC dari berbagai organ (otak, jantung, paru-paru, hati, limpa dan
ginjal). Ketiga formulasi obat mengikuti pola distribusi yang sama. Namun demikian
akumulasi dan waktu eliminasi berbeda antara DOCT bebas dan nanoformulasi. DOCT
gratis menunjukkan akumulasi hati sebelumnya (30 menit) dibandingkan dengan Nps
(Gambar 4Ba). Nps terakumulasi dalam organ yang sangat perfusi seperti jantung dan
paru-paru. Pada 2 jam (Gambar 4Bb), ketiga formulasi obat mengikuti pola akumulasi

47
yang sama, dan oleh 24 jam (Gambar 4Bc), DOCT gratis menjadi tidak terdeteksi. Pada
akhir hari ke 4 (Gambar 4Bd), nanogram DOCT dihitung dari hati dan ginjal tikus yang
diobati dengan Nps.

III.6.2 Pengembangan xenografts kanker lambung


Xenografts kanker lambung dikembangkan mengikuti protokol yang dilaporkan
dengan modifikasi oleh implantasi subkutan EGFR + ve MKN-28 garis sel kanker
lambung.28,29,40 Percobaan yang berbeda telah dilakukan dengan memvariasikan
kepadatan sel untuk mendapatkan pertumbuhan tumor yang dioptimalkan, yang dapat
digunakan untuk studi lebih lanjut. Akhirnya, induksi tumor berbasis Matrigel diikuti,
yang menghasilkan pertumbuhan tumor yang berkelanjutan, yang mencapai ukuran rata-
rata 180 ± 22 mm3 dalam 3 minggu.
Protokol dikonfirmasi untuk memverifikasi pembentukan tumor yang berulang
(Gambar 5). Gambar 5A merupakan indikasi kerangka waktu pertumbuhan tumor dengan
titik inisiasi dan tingkat pertumbuhan tumor dalam 3 minggu. Gambar 5B dan C
merupakan beban tumor pada keempat tikus yang secara konsisten digunakan untuk
penelitian.

48
Figure 4 Pharmacokinetics (n=4) and organ distribution analysis (n=4) using HPLC. Notes: (A) Plasma
concentration of DOCT versus time profile obtained from blood drawn from the retro-orbital sinuses at different
time points from mice treated with free DOCT, DOCT-γ-PGA Nps (nontargeted Nps) and CET MAb-DOCT-γ-PGA
Nps (targeted Nps). (B) Concentration of DOCT extracted from organs excised from mice treated with free DOCT,
nontargeted DOCT-γ-PGA Nps and targeted CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps at (a) 30 min, (b) 2 h, (c) 1 day and (d)
4 days postinjection. Values represent mean ± SD of four independent animals (n=4). Abbreviations: γ-PGA, poly(γ-
glutamic acid); CET MAb, cetuximab monoclonal antibody; DOCT, docetaxel; HPLC, high-performance liquid
chromatography; Nps, nanoparticles; NT Nps, nontargeted Nps; T Nps, targeted Nps.

III.6.2 Penargetan in vivo kualitatif menggunakan pencitraan optik in vivo


Efek penargetan NET target-konjugasi CET MAb pada awalnya dikonfirmasi oleh studi
pencitraan optik in vivo, yang menggunakan pewarna NIR (IR780) sebagai pelacak untuk
menganalisis distribusi CET MAb-IR780-γ-PGA Nps dan IR780-γ-PGA Nps dalam
model xenograft kanker lambung menggunakan sistem pencitraan FOBI. Gambar 6 berisi
gambar yang diperoleh menggunakan FOBI di berbagai titik waktu setelah injeksi
sampel. Diamati bahwa pola distribusi tetap sama untuk CET MAb-IR780-γ-PGA Nps
dan IR780-γ-PGA Nps; perbedaannya adalah dalam intensitas akumulasi tumor dan titik
waktu akumulasi maksimum. Dari gambar-gambar ini, dapat dikatakan bahwa Nps
nontargeted (Gambar 6A) terakumulasi secara nonspesifik di organ lain bersama dengan
tumor, sedangkan Nps yang ditargetkan (Gambar 6B) mengurangi akumulasi nonspesifik
setelah 24 jam. Tingkat akumulasi Nps ke dalam tumor juga ditingkatkan setelah
penargetan.
Intensitas fluoresensi rata-rata berdasarkan wilayah yang diminati pada tumor
yang diukur menggunakan mesin FOBI diplot terhadap waktu (Gambar 6C). Meskipun
Nps yang ditargetkan dan tidak ditargetkan menghadirkan tingkat tinggi sinyal
fluoresensi IR780, CET MAb-IR780-γ-PGA Nps menginduksi paparan yang
berkelanjutan selama penelitian. Poin waktu awal menunjukkan distribusi lengkap dari
kedua sampel, dan pada 24 jam, akumulasi spesifik dan terdiferensiasi dalam tumor
diamati dalam kasus Nps yang tidak ditargetkan, sedangkan untuk Nps yang ditargetkan,
akumulasi peningkatan awal diamati dari 6 jam ke depan. Studi biodistribusi menunjuk
ke sirkulasi dan retensi tumor dari Nps yang ditargetkan.41,42

49
Figure 6 Qualitative biodistribution analysis using in vivo imaging in gastric cancer xenografts (n=3). Notes: (A)
Biodistribution images of mice treated with IR780-γ-PGA Nps (nontargeted Nps). (B) Biodistribution images of
mice treated with CET MAb-IR780-γ-PGA Nps (targeted Nps). The red boxes indicate the time frame during which
an enhanced fluorescence intensity was observed in the tumor indicating enhanced tumor accumulation. (C) Mean
fluorescence intensity measured from tumors as ROI using the FOBI machine plotted against time of imaging.
**p,0.01 indicating the statistical significance of targeted CET MAb-IR780-γ-PGA Nps compared with that of
nontargeted IR780-γ-PGA Nps. Values represent mean ± SD of three independent animals (n=3). Abbreviations: γ-
PGA, poly(γ-glutamic acid); CET MAb, cetuximab monoclonal antibody; FOBI, fluorescence-labeled organism
bioimaging instrument; Nps, nanoparticles; ROI, region of interest.

III.6.3 Kuantifikasi DOCT in vivo


Potensi penargetan, yang pada gilirannya mengacu pada kemampuan akumulasi tumor CET
MAb-DOCT-γ-PGA Nps untuk kanker lambung, dianalisis dalam model kanker lambung
xenograft MKN-28 pada tikus telanjang dengan menghitung jumlah DOCT dari tumor tersebut.
dan organ posttreatment lainnya menggunakan HPLC. Jumlah DOCT yang terakumulasi per
miligram setiap organ dihitung dari nilai konsentrasi yang diperoleh dengan menggunakan
analisis HPLC. Dari Gambar 7A, jelas bahwa konsentrasi DOCT plasma meningkat secara

50
signifikan setelah nanoformulasi disuntikkan. Dua puluh empat jam setelah injeksi, konsentrasi
DOCT 20 kali lipat lebih tinggi ditemukan dalam plasma tikus yang diobati dengan Np,
dibandingkan dengan DOCT gratis. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara DOCT
konsentrasi plasma tikus yang diobati dengan Nps yang tidak ditargetkan dan ditargetkan.
Pengurangan waktu tergantung diamati dalam konsentrasi DOCT plasma, di mana DOCT
sepenuhnya tidak terdeteksi. Namun, DOCT nanoformulasi juga diamati dalam konsentrasi
rendah dalam plasma pada hari ke-4, meskipun pada hari ke-4, konsentrasinya sangat berkurang,
menunjukkan bahwa Nps dibersihkan dari tubuh. Gambar 7B menyajikan jumlah DOCT yang
diekstraksi dari tumor, di mana konsentrasi rata-rata 496 ± 91 ng / mg diamati setelah 24 jam
dalam kasus tikus yang diobati dengan Nps yang ditargetkan, yang secara statistik berbeda secara
signifikan dari DOCT bebas (10,4). ± 0,41 ng / mg) dan Nps yang tidak ditargetkan (84 ± 0,52
ng / mg). DOCT dihitung dari tumor setelah 4 hari ditemukan sekitar 47 ± 9,6 ng / mg untuk Nps
yang tidak ditargetkan dan 103 ± 16 ng / mg untuk Nps yang ditargetkan. Namun, obat gratis itu
sepenuhnya dihapus, menunjukkan retensi nanoformulated DOCT di dalam tumor. Hasil ini
menunjukkan bahwa kombinasi efek permeasi dan retensi (EPR) yang disempurnakan
meningkatkan akumulasi obat nanoformulasi dan CET MAb NG target terkonjugasi Nps
meningkatkan akumulasi tumor yang dimediasi EGFR.

51
Figure 7 Quantitative biodistribution analysis using HPLC in gastric cancer xenografts (n=4). Notes: (A) Plasma
concentration of DOCT from mice treated with free DOCT, DOCT-γ-PGA Nps (nontargeted Nps) and CET MAb-
DOCT-γ-PGA Nps (targeted Nps) on days 1 and 4 postinjection. (B) Concentration of DOCT extracted from tumors
excised from mice treated with free DOCT, nontargeted DOCT-γ-PGA Nps (nontargeted Nps) and targeted CET
MAb-DOCT-γ-PGA Nps (targeted Nps) on days 1 and 4 postinjection. Similarly, the concentrations of DOCT per
milligram of organ are represented in (C) liver, (D) lungs and (E) kidney. Heart, brain and spleen did not have
detectable levels of DOCT by HPLC. #Represents the p-value indicating the statistical significance of nontargeted
DOCT-γ-PGA Nps (nontargeted Nps) and targeted CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps (targeted Nps) with that of free
s the p-value indicating the statistical significance of targeted
CET MAb-DOCT-γ-PGA Nps (targeted Nps) with that of nontargeted DOCT-γ-PGA Nps (nontargeted Nps)
-PGA, poly(γ-
glutamic acid); CET MAb, cetuximab monoclonal antibody; DOCT, docetaxel; HPLC, high-performance liquid
chromatography; Nps, nanoparticles.

III.7. Khasiat antikanker in vivo dalam xenografts kanker lambung


Setelah menunjukkan kemampuan DOCT nanoformulasi untuk menumpuk di tumor,
potensi nanoformulasi yang sama untuk mengurangi pertumbuhan tumor in vivo telah dianalisis
oleh mengevaluasi profil pertumbuhan tumor tikus telanjang telanjang MKN-28 xenograftb
sehubungan dengan berbagai perawatan. Berdasarkan profil distribusi yang diamati dalam
xenografts ini dari pencitraan dan studi HPLC, diamati bahwa Nps beredar selama 3-4 hari pada
hewan dan kemudian sepenuhnya dibersihkan. Jadi, beberapa dosis (tiga dosis) sampel diberikan
sebagai satu dosis / minggu selama 20 hari analisis. Gambar 8A adalah foto satu tikus yang
mewakili masing-masing dari empat (n = 4) kelompok uji pada hari inisiasi pengobatan dengan
tumor tungkai belakang. Volume volume versus profil waktu (Gambar 8B) menunjukkan bahwa
tumor kontrol (tikus yang diberi saline) tumbuh secara signifikan dibandingkan dengan tumor
yang dirawat sampel. Semua tikus di-eutanasia pada hari ke 20; tumor dipotong, dan dimensi
serta beratnya diukur. Gambar 8C menyajikan foto dari tumor yang dieksisi, berat yang sesuai
(mg) dari tumor ini disajikan pada Gambar 8D. Dari Gambar 8 B dan D diamati bahwa DOCT
nanoformulasi secara signifikan mengurangi volume dan berat tumor dibandingkan dengan
DOCT Targeted Nps bebas ditemukan secara signifikan mencegah pertumbuhan tumor,
dibandingkan dengan DOCT gratis dan Nps yang tidak ditargetkan.45-47
Evaluasi awal dilakukan berdasarkan perilaku hewan dan berat badan untuk mengetahui
apakah formulasi yang diberikan menyebabkan masalah kesehatan. Gambar 8E menunjukkan
profil berat badan tikus pada masing-masing kelompok (n = 4) selama pengobatan selama 20
hari. Berat badan tikus dalam kontrol yang diberi salin dan kelompok yang diberi obat bebas
berkurang secara bertahap dan tikus menjadi tidak sehat. Kelompok yang diobati dengan Np

52
(baik yang tidak ditargetkan dan yang ditargetkan) diamati cukup sehat, mempertahankan
perilaku normal dan berat badan mereka. Meskipun jumlah DOCT yang terakumulasi dalam
organ tidak dibedakan sebagai bentuk bebas atau bentuk terikat Np, formulasi tidak
mempengaruhi kesehatan tikus dibandingkan dengan obat bebas. Ini bisa disebabkan oleh fakta
bahwa nanoencapsulation mengurangi paparan langsung jaringan ke konsentrasi racun yang
tinggi dari obat. Pengamatan ini menunjuk ke arah profil keamanan dan terapi DOCT
nanoformulasi dibandingkan dengan formulasi obat bebas.

53
D. In vitro and in vivo evaluation of folate receptor targeted a novel magnetic drug delivery
system for ovarian cancer therapy

IV. I Pendahuluan

Kanker ginekologi khususnya kanker ovarium merupakan penyebab utama


kematian pada wanita diikuti kanker payudara. Doxorubicin (DOX) adalah obat anti
kanker dan juga dikenal sebagai antibiotic antrasiklin. Sayangnya, DOX memiliki banyak
efek samping yang tidak diinginkan seperti kardio toksisitas, sindromtangan-kaki dan
myelosupresi yang disebabkan indeks terapi obat yang sangat sempit. Selain efek
samping yang tidak diinginkan, resistensi obat merupakan masalah penting. Sistem
pembawanan merupakan suatu sistem yang umum dalam bidang kedokteran dan
teknologi farmasi, dimana nanopartikel dapat dirancang sebagai biodegradable dan
biokompatibel untuk penghantaran obat. Sistem penghantaran obat yang ditargetkan
menjanjikan pengembangan aktivitas terapi dengan meningkatkan konsentrasi obat pada
jaringan target. Penargetan magnetic menyediakan pelepasan obat yang terkontrol di area
target dengan memanfaatkan medan magnet eksternal. Sistem penghantaran pembawa
ligan yang tertarget reseptor dapat mengatas imekanisme resistensi obat karena system
penghantaran ini dapat membawa obat masuk kedalam sel dengan endositosis yang
dimediasi reseptor. Reseptorfolat (FR) telah diamati pada berbagai jenis kanker. Dalam
banyak penelitian, lebih dari 90% karsinoma ovarium mengekspresikan FR secara
berlebihan sehingga FR dapat digunakan untuk terapi yang ditargetkan. Oleh karena itu,
dikembangkan suatu system penghantaran DOX yang responsive secara magnetis dan
tertarget FR.

IV. 2 Material and method

1. Synthesis of GNP and DOX conjugation

54
GNP (gluconicnanopartikel) dibuatdengan 0.05 M larutan D-glucose ditambahkan
kedalam 0.06 M FeCl3, lalu diberi gas N2 pada suhu 80°C, setelah suhu menurun sampai
60°C ditambahkan larutan NaOH sampai pH 10 dan dibiarkan selama 30 menit

Selanjutnya GNP di cuci dengan air dan ethanol dan di lakukan karakterisasi denganX-
ray photoelectron spectroscopy, Xray diffraction, scanning electron microscopy (SEM),
vibrating sample magnetometer (VSM), fourier-transform infrared spectrophotometer
(FTIR)danthermogravimetric analyzer.

Untuk mengikat DOX kedalam nanopartikel, dengan ikatan hidrazon, nanopartikel


dimodifikasi dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut.

karboksimetilasi asam glukonat

500 mg GNP didispersikan dalam air: isopropanol


dengan perbandingan 5:95 (v / v)

10 M larutan NaOH ditambahkandi bawah gas N2

12,75 mg asam monokloroasetatditambahkan ke dalam


campuran dan dibiarkan bereaksi

karboksimetilasi GNP (CGNP) dicuci danpartikel nano


dikeringkan

55
Untuk hidrazinasi CGNP

100 mgsampel didispersikan dalam 10 ml air dan 5


mmole hidrazinhidrat

5 mmole EDC dan 16.25 mmole NHS ditambahkan ke


dalamdispersi ini dan dibiarkan selama 4 jam

kemudian, GNP hidrazinat (HGNP) dicuci.


dilakukan uji karakterisasi analisis FTIR, TG dan XPS.

56
Untuk memasukan DOX Studi karakterisasi
ke nanopartikel dilakukan olehAnalisis
FTIR, TG dan XPS.
Apalagi morfologi
DGNPdiselidiki dengan
mikroskop elektron
transmisi

20 mg HGNP Penentuan
didispersikan dalam spektrofotometridilakuka
buffer asetat (10 mM, pH n pada 486 nm di
6,5) supernatan.

variasi obat dengan Setelah itu, GNP (DGNP)


konsentrasi (0,5, 1, 1,5, 2, yang dimuat DOX
3 dan 4 mg / mL) diendapkan dengan
ditambahkanke dalam sentrifugasi.
larutan HGNP dan
diinkubasi selama 48 jam
dan larutan dinetralkan

57
2. Preparation of FR-targeted magnetic drug delivery system
Ligan folat melekat pada sel hantu dan menempelpada vesicle DGNP di membran
eritrosit laludikembangkan dengan cara ;
a. Pertama-tama, sel “hantu”dipersiapkan, dengan metode seluruh darah dikumpulkan
dalam tabung yang mengandung EDTAdan disentrifugasi.
b. Plasma dan buffy coat dipisahkan darieritrosit dan sel dicuci denganfisiologissolusi
buffered (PBS). Eritrosit diinkubasi dalam buffer icecold dengan penambahan 0,1 PBS
untuk hemolisis.
c. Sel-sel “hantu”yang diperoleh dan dicuci dengan PBS. Lalu, 75 lg /mL 1,2-distearoyl-
sn-glycero-3-phosphoethanolamine (folatePEG-DSPE),diinkubasi dengan 1 ml sel
hantu pada suhu 4°C.
d. Lalusel-sel hantu disentrifugasi dan disimpan di sonic bathdan dilewatkan melalui
ekstrusi minidenganukuranpori-pori 400 dan 100nm
e. Vesikel yang diperoleh tersebar dalam 0,1PBS dan 500 lL vesikel eritrosit
diinkubasi2,5 ml DGNP pada konsentrasi 0,2 mg / mL (dalam sukrosa 1%solusi)
selama 1 jam dan pada 37°C
f. Kemudian, 25% larutan sukrosaditambahkan untuk mencapai media isotonik dan
diinkubasi. DGNPdan eritrosit yang melekat folat (FVDGNP)dimurnikan dengan
sentrifugasi dan hasil enkapsulasi dikarakterisasioleh spektrometri massa-plasma yang
digabung secara induktif

3. Serum protein binding, hemolysis and macrophage uptake


Fetal bovine serum (FBS) nanocarrier mixtures (4 mg Fe/mL) disiapkan pada 10:90,
20:80, 40:60 dan 60:40(v / v) dengan rasio volume akhir 600 mL. Campuran diinkubasi
selama 2 jam pada suhu 37°C dan disentrifugasi. Pelet dicuci dengan buffer Mcllvaine
padapH 7,5. Uji Bradford dilakukan untuk penentuan protein pada supernatan, kemudian
jumlah dan hasil pengikatan protein dihitung.
Untuk menentukan potensi hemolisis nanocarrier dilakukan dengan cara eritrosit (tingkat
hematokrit 2%) dicampur dengan nanopartikel pada0,5, 1, 1,5 dan 2 mg / ml GNP,
DGNP (dalam sukrosa soluton 10%)dan 25, 20, 15, dan 10 lg / mL nanopartikel yang

58
mengandung VDGNPdan FVDGNP (dalam larutan PBS) pada rasio 1: 1 (v / v) dan
diinkubasipada 37°C selama 2 jam. Larutan sukrosa dan PBS digunakan sebagai
kelompok kontrol negatif dan 1% Triton X-100 sebagai kelompok kontrol positif. Akhir
inkubasi, eritrosit dan nanocarrier dipisahkan dari campuran dengan sentrifugasi dan
penentuanhemoglobindenganmenggunakan spektrofotometri pada 540 nm. Rasio
hemolisis dihitung melalui absorbansi dengancaraberikut :

4. Drug release
Karakteristik pelepasan DOX dari DGNP ditentukan pada10 mMpada pH 7,4 fosfat dan
pH 5,5 asetat buffer.Partikel nano diambil dalam membran dialisis (beratmolekul: 2000
Da) dan ditempatkan padasuhu 37°C. Media dialisisdiubah untuk periode tertentu dan
diganti dengan buffer baru. Formulasi DOX gratis juga digunakan untuk profil pelepasan.

5. Biodistribution and cancer treatment potential


Untukujibiodistribusidanujiaktivitasantikankerdigunakantikusbetinadenganusia 4-
6 minggu. Selama penelitian, tikus disimpan dalam kondisi yangterkendali,
diberimakandan air minum yang di tambahkandengan libitum.
a. Uji Distribusi
Untuk studi biodistribusi, 100 mL obat dengan konsentrasi DOX 30mg / mL
disuntikkan ke tikus dari vena ekor(n = 3) dan magnet (0,1 Tesla) dipasang pada
daerah perut masing-masing tikus untuk penerapan nanocariers.
Setelah 60 dan 180 menit pasca injeksi, tikus diberi sedasi melalui inhalasi isofluorane
dan divisualisasikan dengan fluoresensi (ʎex 465 nm / ʎem 600 nm) dalam dekubitus
dorsal pada in vivoimaging system(IVIS) dengan melepas magnet. Kemudian (180
menit setelah injeksi), tikus dibedah dan darah dikumpulkan pada tabung lithium /

59
heparin; paru-paru, hati, ginjal, limpa, usus besar, ovarium dan jaringan otot
dikumpulkan.
Untuk ex vivoanalisis, DOX dalam organ / jaringan divisualisasikan dengan IVIS dan
organ / jaringan dihomogenisasi untuk analisis HPLC. Jaringan dicuci dengan air dan
PBS. Sekitar 100 mg sampel dihomogenisasi dalam larutan 0,1 M natrium dodesil
sulfat dan buffer Tris (pH = 8,8, 1 M). Kemudian, metanol dankloroform ditambahkan
dan disentrifugasi. Lapisan kloroform yang mengandung DOX dikumpulkan dan
dikeringkan. Pelet yang diperoleh dilarutkan dalam fase gerak: asam trifluoroacetic
(0,05 M)dan campura nasetonitril (60/40, v/v). Kondisi HPLC sebagaiberikut:
Shimadzu Prominence HPLC System, C18 Inertsil ODS3–3 kolom (15 cm 4,00 mm),
volume injeksi 20 mL,laju aliran 1 ml/min, 30°C, detektor fluoresen: ʎex 465 nm, ʎem

558 nm. Data biodistribusi (%) dihitung berdasarkanpada persentase jumlah total DOX
dalam jaringan /n organ.
b. Uji aktivitas anti kanker
Untuk pengujian pengobatan kanker ovarium, tumor model xenograftdiciptakan pada
tikus telanjang dengan sel SKOV3 ditransfeksi dengan gen luciferase (dipasok dari
Cell Biolabs Inc). Sekitar 6x106 sel SKOV3-Luc disuntikkan secara intraperitoneal.
Untuk memantau pembentukan tumor dan pengurangan volume tumor,
disuntikkanluciferin secara intraperitoneal setelah tikusdivisualisasikan dengan IVIS 5
menit kemudian atau probe 2DG-750 (ʎex 745 nm / ʎem 820 nm) diberikan melalui vena
ekor tikus selanjutnyadiamatiselama 3 jamkemudian. Ketika volume tumor mencapai
minimum 50 mm3, obat DOX disuntikkan melalui vena ekor pada interval 2-3 hari(n =
3). FDVGNP dan DOX diadministrasikan200 mL daridosis 0,5 mg DOX / kg dan juga
PBS diinjeksikanpadakelompok kontrol. Penyusutan volume tumor tikusdiamati
dengan IVIS dan pada akhir pengobatan, darahpada organ jantung dikumpulkan dan
dilakukananalisis biokimia denganVetScan VS2 analyzer.

60
6. Hasil

Synthesis of GNP and DOX conjugation

GNP disintesis baik reduksi parsial terkendaliFe3þdengan menggunakan a-D-glukosa


sebagai agen pereduksi dan dengan metode pengendapan bersama dalam media alkali.

Sinyal pada 213, 274, 381, 488, 589 dan1270 cm struktur magnetit terverifikasi. Analisis
XRDmengkonfirmasi fase magnetit dan indeks hkl sebagai berikut: 220 di30.223, 311 di
35.5432, 400 di 43.203 dan 440 di 62.658, seperti yang disebutkan dalam penelitian.
Menurut spektrum FTIR dariGNP, puncak pada 3318, 2900, 1600 dan 1350 cmtermasuk
hidrogen terikat O-H streching, peregangan C – H,Streching C ¼ O dan C-H bending
glukosa / rantaiasam glukonat, masing-masing. Spektrum XPS terlihat danmenunjukkan
bahwa GNP memiliki rasio C / Fe 2.2 dan rasio O / Fe 5.2.Kurva histeresis GNP
memiliki sifat paramagnetik di bawahsuhu kamar dan medan magnet 1,5 T. Berdasarkan
pengukuran termogravimetri.

DimanaGNP memiliki 19% lapisan organik dan air terikat 9% dari beratnya dan partikel
nano diurai pada 325°C kecualidari struktur magnetit yang masih stabil600°C. Ukuran
GNP ditemukan 55-70 nm danNanopartikel berbentuk seperti bola.

61
Ukuran hidrodinamditemukandengannilai112 nm sejak itupartikel nano magnetik
cenderung menarik satu sama lain karenasifat magnetik dan bentuk agregat

IkatanHydrazone adalah jenis ikatan yang siap dibelahdalam lingkungan asam. Struktur
GNP karboksimetilasi dan hidrazinat diselidiki dengan XPS, FTIR dan TGanalisis. Data
XPS mengkonfirmasi karboksimetil yang baru ditambahkanterlihatpada data diatas.

Rasio C / Fe meningkat menjadi 13,3 danRasio O / Fe meningkat menjadi 16,1 menurut


rasio-rasio GNP.Konten C nanopartikel meningkat enam kali lipat dan konten
Omeningkat tiga kali lipat. Spektra FTIR menunjukkan sinyal pada 1085 cm1 juga bisa
menjadi bagian dari streching C – Ogugus asam karboksilat CGNP yang baru
ditambahkan dan bebas. Puncaknyapada 1100 cm1 bisa menjadi milik strata C-N dari
amina alifatikkelompok struktur hidrazin di HGNP yang berbedadari spektrum CGNP.
Modifikasi diverifikasi tetapi persentase lapisan organik masih sama diCGNP dan HGNP
di dalam GNP karena sedikit perbedaan padaberatmolekul.

62
Pada (A)diatasmenunjukanpeningkatanjumlahobat, efisiensi obat yang dimuat menurun
dengan meningkatnya DOX padaawalkonsentrasi. Ketika 3 dan 4 mg / mL konsentrasi
obat awal digunakan, jumlah obat yang dimuat sebesar280 dan 285 mg per mg
nanopartikel; namun,hasil pemuatan obat ditemukan masing-masing 47,2 dan 37,9%.
Untuk alasan ini, konsentrasi DOX awal optimal adalahdipilih sebagai 3 mg / mL.
Menurut spektrum FTIR dari DGNP yang terlihatpadagambar 3B, sinyal di3785 cm1
adalah milik streching N – H dan juga sinyal pada 1280dan 1210 cm1 milik streching C –
N yang ditemukanbaik struktur DOX maupun DGNP. Apalagi puncaknya di 1680 cm¯¹.

Selain itu padapuncak 1400¯¹ cm dapat dianggap sebagai C ¼ C streching di cincin


aromatik. Hasil ini memverifikasi keberadaanDOX di DGNP. Selain itu, DGNP
mempertahankan sifat paramagnetik yang sesuaipadagambar di bawahini. Menurut
analisis TG, tidak ada dekomposisi yang cukup hingga 210°Csejak pemberian pertama
DOX berada di 235°C dan dihitung bahwa 24% DGNP terurai padasuhu 600°C.

63
Morfologi DGNP ditentukan sebagai bentuk seperti batang yang terlihatpada gambar C
diatas dan ukuran hidrodinamik diukur sebagai140 nm (lebih besar dari GNP).

IV.3 Drug release

Profil pelepasan obat DOX dan FVDGNP diujipada nilai pH asam dan pH fisiologis (data
dapat dilihat pada gambar 5 (B)).

Sedangkan lebih dari 50% dari DOX dilepas dalam 3 jam pertama, DOX terikat-
pembawa dilepaskan pada pH5,5 dan pH 7,4 masing-masing sebesar 0,28 dan 0,11%.

64
Jumlah obat yang dilepaskan dalam 1 dan 3 jam adalah 2,64 dan 0,61 lg DOX / mg pada
pH 5,5 dan 7,4 dan 8,2 dan 3,81 lg DOX / mg NP dalam 24 jam. Data rilis obat
mengkonfirmasi ikatan hidrazon asam obat. DOX yang terikat hidrazon dalam medium
asam tampaknya lebih lama release dari pada pH fisiologis. Menurut hasil, efek samping
obat dapat diminimalkan dengan menggunakan sistem nanocarrier karena pelepasan obat
yang lebih rendah; Namun, lebih banyak pelepasan DOX dapat dilihat di wilayah target.

Diagram diatas menunjukan nilai DOX, DGNP, VDGNP dan FVDGNP pada masing-
masing organ tikus yang di uji coba. Pada diagram tersebut dapat dilihat nilai FVDGNP
dengan kandungan reseptor folate lebih banyak terdapat pada ovarium, hal ini disebabkan
karena adanya tumor yang banyak mengekspresikan asam folate, sehingga obat dengan
system pembawa ligan folate dapat biodistribusi lebih baik pada ovarium. Sedangkan
pada liver obat DOX dengan system pembawa nanopartikel paling banyak terdapat di hati
karena DOX mengalami metabolism dihati.

Data diatas diambil setelah 3jam pemberian, dan hasilnya tidak terdapat banyak
perbedaan, hal ini terjadi karena di bawah sinyal medan magnet obat di daerah perut
menggunakan bentuk magnetic lebih tinggi daripada DOX karena respons magnetic dari
nanocarrier. Obat didistribusikan kesemua organ menggunakan bentuk bebas. Hasil ini
diperoleh melalui uji HPLC.

IV.4 Cancer treatment potential

Untuk mengevaluasi efek aktifitas cancer maka perlu dilakukan pengujian terhadap
seluruh tubuh hewan coba dengan pengujian IVIS Spectrum dan ex vivo analyses.

Pada gambar di bawah ini menunjukan data dari control, DOX dan FVDGNP (obat DOX
dengan kandungan ligan serta vesicle nanopartikel) terlihat bahwa FVDGNP pada hari
ke-32 mengalami penurunan volume tumor yang dapat dilihat dari mengecilnya refleksi
warna pada pengujian dengan IVIS Spectrum. Pada FVDGNP dengan pengujian
menggunakan 3 tikus yang kesemuanya secara bertahap mengalami penurunan cancer
dan sembuh secara bertahap. Pada DOX terdapat penurunan tapi tidak signifikan, dengan
masa hidup maksimal 44 hari. Pada control atau dengan sebutan PBS terjadi penambahan
volume tumor dengan masa hidup maksimal 42 hari pada tikus kedua.

65
Data lengkapnya dapat dilihat pada tabe; dibawah ini

66
67
Biodistribution

Digunakan tikus sehatsebagai parameter sebagaireferensi. Seperti diketahui, penurunan


albumin (ALB) dan peningkatan dari alanine aminotransferase, aspartate
aminotransferase dankadar globulin berarti kerusakan hati dan peningkatan fosfor
anorganik (PHOS), kreatinin (CRE), dan kadar ion mengindikasikan cedera ginjal. Ketika
kelompok yang diobati dengan PBS dan DOX dibandingkan dengan hasil biokimia
referensi,pada organ hati terjadi kerusakan luarbiasa. Namun, dibandingkan dengan
grup DOX, pada level ALB grup FVDGNP terdapat peningkatan dan penurunan yang
drastic pada AST dan GLOB. Selain itu PHOS, CRE dan tingkat ion tikuspenerima
FVDGNP tetap lebih dekat dengan nilai referensibertentangan dengan tikus yang dia
dministrasikan DOX. Hal itu mungkin saja bisa disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal
dan hati. Kelompok yang diobati dengan FVDGNP lebih rendah dari tikus yang diobati
dengan DOX.Selain itu, kardiotoksisitas ditentukan terutama denganpeningkatan kadar
enzim creatine kinase (CK). Ada peningkatan yang signifikan dalam nilai CK dari tikus
yang menerima DOX berdasarkannilai referensi (278 U / L) dan meningkat menjadi 792

68
U/L. Di yang lainkerja, dinyatakan bahwa level CK di DOX-diadministrasikankelompok
tikus meningkat pesat akibat degenerasi myofibrillar di jantung. Namun, level CK
ditemukan sebagai383 U / L pada tikus yang diobati FVDGNP dan menunjukkan
FVDGNP menyebabkan kerusakan miokard yang lebih rendah. Padapenelitian lain
jugadisebutkanbahwadenganpenggunaanDOX yang membawa sistem partikel nano
disbanding bentuk DOX tanpa vesikle saat diselidiki dalam hal fungsi ginjal dan hati
terdapat perbedaan yang signifikan.

69
DAFTAR PUSTAKA

Dall’Ara, E. et.al. (2016). Review Longitudinal imaging of the ageing mouse. Mech. Ageing
Dev. http://dx.doi.org/10.1016/j.mad.2016.08.001
Ghita, M. et.al. (2019). Integrating Small Animal Irradiators with Functional Imaging for
Advanced Preclinical Radiotherapy Research. Cancers , 11 (170) : 1-15
Rana, S. et. al. (2015). In Vivo Imaging Techniques of the Nanocarriers Used for Targeted Drug
Delivery. In P.V. Devarajan, S. Jain (eds.), Targeted Drug Delivery : Concepts and
Design. London : Springer
Scarfe, L. et.al. (2017). Preclinical imaging methods for assessing the safety and efficacy of
regenerative medicine therapies. Regenerative Medicine, 2 (28) : 1-13
Sudha, R. et. al. (2013). Nuclear scintigraphy: A Promising Tool to Evaluate Novel and Nano-
Based Drug Delivery System. In Nanotheranostic
Tremoleda, J.L. et.al. (2011). Imaging technologies for preclinical models of bone and joint
disorders. EJNMMI Research, 1 (11) : 1-14
Ying, X. et.al. (2017). Micro Computed Tomography and Volumetric Imaging in Developmental
Toxicology. In Ramesh C. Gupta (Ed.) Reproductive and Developmental Toxicology
Second Edition. pp : 1183-1205 London : Elsevier
Zanzonico, P. (2017). Noninvasive Imaging for Supporting Basic Research. In Kiessling, F. et.al
(Eds.) Small Animal Imaging Basics and Practical Guide Second Edition. Switzerland :
Springer
Maya S. Saji.U., Bruno.S., Chethampadi, G. Mohan., I.K Park., Rangasamy J. 2017. In vivo
evaluation of cetuximab-conjugated poly(γ-glutamic acid)-docetaxel nanomedicines
in EGFR-overexpressing gastric cancer xenografts. International Journal of
Nanomedicine Dovepress submit your manuscript | www.dovepress.com Dovepress 7165
O r i g in al R esearch open access to scientific and medical research Open Access Full
Text Article http://dx.doi.org/10.2147/IJN.S143529

70

Anda mungkin juga menyukai