Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KASUS

TEKNIK PEMERIKSAAN CT-SCAN STONOGRAFI


DENGAN KLINIS UROLITHIASIS DI INSTALASI RADIOLOGI
RSUD JOMBANG

Disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan 3

Disusun Oleh:
IFFATUL ISHMA
NIM: P1337430217078

PRODI D-IV TEKNIK RADIOLOGI


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan sebagai laporan guna

memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan (PKL) 3 Jurusan Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes Kemenkes Semarang.

Nama : Iffatul Ishma


NIM : P1337430217078
Hari, tanggal : ………….., ………………
Judul : “TEKNIK PEMERIKSAAN CT-SCAN
STONOGRAFI DENGAN KLINIS UROLITHIASIS
DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD JOMBANG”

Clinical Instructure
RSUD Jombang

Firman Hananto, S.ST


NIP. 19661013 199503 1 003

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan

Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul

“TEKNIK PEMERIKSAAN CT-SCAN STONOGRAFI DENGAN KLINIS

UROLITHIASIS DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD JOMBANG”.

Penulisan laporan kasus tersebut bertujuan untuk memenuhi tugas Mata

Kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) 3.Dalam penulisan laporan kasus tersebut

penulis menemui beberapa kendala. Namun atas bantuan dari berbagai pihak,

maka laporan ini dapat terselesaikan, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Marsum, BE, S.Pd, MHP Selaku Direktur Poltekkes Kemenkes

Semarang,

2. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik

dan Radioterapi,

3. Ibu Dartini, S.KM, M.Kes selaku Ketua Program Studi D-IV Teknik

Radiologi,

4. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan dan doa kepada

penulis,

5. dr. Farid Wadji Hafidz, Sp.Rad selaku Kepala Ruangan Instalasi

Radiologi RSUD Jombang

6. Bapak Firman Hananto, S.ST selaku Pembimbing PKL (Praktik Kerja

Lapangan) III di Instalasi Radiologi RSUD Jombang.

iii
7. Seluruh radiografer dan petugas administrasi Instalasi Radiologi RSUD

Jombang

8. Hapsari yang telah menjadi sahabat bahkan keluarga baru selama penulis

menimba ilmu di Instalasi Radiologi RSUD Jombang

9. Teman-teman Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Poltekkes

Kemenkes Semarang, khususnya angkatan 33,

10. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan kasus ini,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari dalam pembuatan laporan kasus ini masih banyak

kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan masukan dari

semua pihak. Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk penulis

maupun pembaca dan dapat dijadikan studi bersama.

Jombang, Oktober 2019

Penulis

DAFTAR ISI

iv
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii

KATA PENGANTAR.................................................................................. iii

DAFTAR ISI................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR.................................................................................... vii

DAFTAR TABEL......................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................ 1

B. Rumusan Masalah................................................................... 4

C. Tujuan Penulisan.................................................................... 4

D. Manfaat Penulisan.................................................................. 4

E. Sistematika Penulisan............................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius.............................. 6

B. Patologi Urolithiasis............................................................... 13

C. Multoselice Computed Toography (MSCT)........................... 14

D. Teknik Pemeriksaan CT-Scan Stonografi............................... 20

E. Proteksi Radiasi...................................................................... 22

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Paparan Kasus......................................................................... 24

B. Teknik Pemeriksaan................................................................ 25

C. Pembahasan............................................................................ 30

v
BAB IV PENUTUP

A. Simpulan................................................................................. 38

B. Saran....................................................................................... 39

DAFTAR REFERENSI............................................................................... 40

LAMPIRAN.................................................................................................. 41

DAFTAR GAMBAR

vi
Gambar 2.1. Urinary System Anterior View.................................................. 6

Gambar 2.2 Urinary System Anterior View.................................................. 7

Gambar 2.3 Urinary System Lateral View.................................................... 7

Gambar 2.4 Reanal Structure........................................................................ 8

Gambar 2.5 Microscpic structure Nephron)................................................. 9

Gambar 2.6 Pelvis Renalis............................................................................ 10

Gambar 2.7 Tiga Daerah Penyempitan Ureter............................................. 11

Gambar 2.8 Vesica Urinaria......................................................................... 12

Gambar 2.9 Uretra........................................................................................ 12

Gambar 2.10MSCT 128 slice......................................................................... 15

Gambar 2.11Posisi Pasien dengan Orientasi Feet First................................. 21

Gambar 3.1 Multislice Computed Tomography (MSCT) 128 slice............... 25

Gambar 3.2 Computer dan Operator Console.............................................. 26

Gambar 3.3 Mesin pencetak gambar............................................................. 26

Gambar 3.4 Posisi Pasien.............................................................................. 27

Gambar 3.5 Tampilan saat entry data pasien................................................ 28

Gambar 3.6 Citra Topogram Stonografi....................................................... 28

Gambar 3.7 Pengolahan Citra....................................................................... 30

Gambar 3.8 Hasil topgram stonogram.......................................................... 35

Gambar 3.9 Hasil Sebagian potongan Axial................................................. 35

Gambar 3.10Hasil Sebagian potongan Coronal............................................ 36

Gambar 3.11Hasil Sebagian potongan Sagital.............................................. 36

vii
Gambar 3.12Hasil gambaran CT Stonografi.................................................. 37

DAFTAR TABEL

viii
Tabel 2.1. Nilai CT scan pada jaringan yang berbeda dan penampakannya pada

Layar Monitor........................................................................... 18

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeriksaan radilogi memiliki perkembangan yang sangat pesat.

Berbagai modalitas dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan penegakkan

diagnosa yang beragam. Salah satu modalitas tersebut adalah Computed

Tomography Scan (CT-Scan), yang dikenalkan pertama kali oleh Sir Godfrey

Newbold Houndfield, seorang insinyur dari EMI London dengan James

Ambrosse, seorang teknisi dari Marley’s Hospital London pada tahun 1970.

(Seeram, 2009)

Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu

terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Mehmed & Ender,

2015). Pembentukan batu dapat terjadi ketika tingginya konsentrasi kristal

urin yang membentuk batu seperti zat kalsium, oksalat, asam urat dan/atau zat

yang menghambat pembentukan batu (sitrat) yang rendah (Moe, 2006; Pearle,

2005). Urolithiasis merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing

yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu (Grace

& Borley, 2006).

Urolithiasis adalah proses terbentuknya batu (kalkuli) pada traktus

urinarius. Kalkuli yang ditemukan pada ginjal disebut nephrolitiasis dan

kasus ini paling sering ditemukan. Jika kalkuli ditemukan pada ureter dan

1
vesica urinaria sebagian besar berasal dari ginjal (Armed Forces Health

Surveillance Center, 2011).

Urolithiasis merupakan masalah kesehatan yang saat ini umum

ditemukan. Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita

urolithiasis selama hidupnya, meskipun beberapa individu tidak

menunjukkan gejala atau keluhan. Setiap tahunnya berkisar 1 dari 1000

populasi yang dirawat di rumah sakit karena menderita urolithiasis. Laki-laki

lebih sering menderita urolithiasis dibandingkan perempuan, dengan rasio

3:1. Setiap tahun rasio ini semakin menurun. Dari segi umur, yang memiliki

risiko tinggi menderita urolithiasis adalah umur di antara 20 hingga 40 tahun

(Yolanda, 2018).

Di Indonesia, penderita BSK (Batu Saluran Kencing) dinilai cukup

banyak, tetapi data lengkap mengenai kejadian penyakit ini masih belum

banyak dilaporkan. Puji Rahardjo dari RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo

menyatakan penyakit BSK yang diderita penduduk Indonesia sekitar 0,5%,

bahkan di RS PGI Cikini menemukan sekitar 530 orang penderita BSK

pertahun (Iskandar, 2014).

Selain melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, dalam mendiagnosa

penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium (darah, urine,

faal ginjal, dan kadar elektrolit), radiologi (BNO, IVP, USG, CT Scan

Abdomen), dan pemeriksaan penunjang lainnya untuk menentukan

kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi, dan gangguan faal

ginjal.

2
Dari keempat pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan, CT scan

abdomen untuk klinis BSK atau yang biasa dikenal dengan CT stonografi

merupakan pemeriksaan yang paling efektif dibandingkan dengan

pemeriksaan radiologi lainnya. Dalam CT stonografi terdapat software 3D

yang dapat kita aplikasikan pada saat proses reconstruction, dimana dengan

software tersebut kita dapat melihat letak, ukuran, volume, dan bentuk asli

dari batu tersebut. Yang mana beberapa informasi tersebut kurang bisa kita

peroleh dengan pemeriksaan BNO, IVP, maupun USG.

Pemeriksaan CT scan di RSUD Jombang menggunakan modalitas MSCT

128 Slices. MSCT adalah generasi terbaru dari CT scan yang memiliki

kemampuan untuk menghasilkan informasi dan memberikan gambaran

diagnostik yang lebih baik, terutama untuk pemeriksaan organ bergerak

termasuk jantung, dengan kecepatan pemeriksaan yang cukup singkat dan

menghasilkan gambar dengan resolusi yang baik dan lebih akurat. Bahkan

untuk pemeriksaan jantung, MSCT 128 Slices ini memiliki kemampuan

dengan kecepatan pemeriksaan yang cukup cepat/ singkat untuk dapat

menghasilkan gambar yang lebih akurat dan dengan resolusi yang lebih

optimal.

Berdasarkan hal tersebut penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai

teknik pemeriksaan CT stonografi dengan klinis urolithiasis di Instalasi

Radiologi RSUD Jombang dan mengangkatnya sebagai sebuah laporan kasus

yang berjudul “Teknik Pemeriksaan CT Stonografi dengan Klinis

Urolithiasis di Instalasi Radiologi RSUD Jombang”.

3
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka penulis dapat menarik suatu rumusan

masalah yang akan dibahas yaitu

1. Bagimana teknik pemeriksaan CT-Scan stonografi pada klinis

Urolithiasis di Instalasi Radiologi RSUD Jombang?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan CT-Scan stonografi pada klinis

Urolithiasis di Instalasi Radiologi RSUD Jombang

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi Penulis

Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan (PKL) III

Semester V serta menambah wawasan pengetahuan mengenai teknik

pemeriksaan CT-Scan stonografi pada klinis Urolithiasis

2. Bagi Rumah Sakit

Dengan hasil laporan kasus ini dapat memberi masukan dan saran yang

berguna bagi rumah sakit, dalam hal ini instalasi radiologi pada

umumnya dan radiografer pada khususnya. Terlebih lagi pada teknik

pemeriksaan CT-Scan stonografi pada klinis Urolithiasis

4
3. Bagi Instalasi Radiologi

Diharapkan hasil laporan kasus ini dapat menambah kepustakaan dan

pertimbangan referensi tentang teknik pemeriksaan CT-Scan stonografi

pada klinis Urolithiasis

4. Bagi Pembaca

Memberiksan gambaran yang lebih jelas tentang teknik pemeriksan CT-

Scan stonografi pada klinis Urolithiasis .

E. Sistematika Penulisan

Laporan kasus ini disusun secara sistematis, adapun sistematika

penulisan adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang: latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang:

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang paparan kasus dan pembahasan

BAB IV PENUTUP

Berisi tentang: kesimpulan dan saran.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius

Sistem urinaria merupakan sistem organ ytempat terjadinya proses

penyaringan darah, sehingga darah bebas dari zat yang tidak dipergunakan

oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh larut

dalam air dan dikeluarkan berupa urine (Purnomo, 2008)

Sistem urinaria terdiri dari dua ginjal, dua ureter, satu kandung kemih, dan

satu urethra (Bontrager, 2014).

Gambar 2.1. Urinary system, anterior view (Bontrager, 2014).

6
Gambar 2.2. Urinary system, posterior view (Bontrager, 2014).

Gambar2.3. Urinary sistem, lateral view (Bontrager, 2014).

1. Ginjal

Ginjal manusia berjumlah 2 buah, terletak di pinggang sedikit di bawah

tulang rusuk bagian belakang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan

dengan ginjal kiri. Memiliki ukuran panjang 7 cm dan tebal 3 cm.

Terbungkus dalam kapsul yang terbuka ke bawah. Di antara ginjal dan kapsul

terdapat jaringan lemak yang membantu melindungi ginjal terhadap

goncangan (Wibowo, 2005).

7
Gambar 2.4. Renal structure (Bontrager, 2014).

Ginjal mempunyai nefron yang setiap tubulus dan glomerulusnya adalah satu

unit. Ukuran ginjal ditentukan oleh jumlah nefron yang dimilikinya. Kira-kira

terdapat 1,3 juta nefron dalam setiap ginjal manusia (Ganong, 2001).

Fungsi ginjal antara lain :

a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat

toksik atau racun.

b. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan .

c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari

cairan tubuh.

d. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat

lain dalam tubuh.

e. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari

protein ureum, kreatinin, dan amoniak (Syaifuddin, 1997).

8
Gambar 2.5. Microscopic structure (nephron) (Bontrager, 2014).

2. Ureter

Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis. Ureter terdiri dari dua saluran

pipih, masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika

urinaria) dengan panjang 25-30 cm, penampang 0,5 cm. Letak ureter sebagian

di dalam rongga abdomen dan sebagian terletak di rongga pelvis. Lapisan

dinding ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan

tengah lapisan otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa. Lapisan

dinding ureter menimbulkan gerakan peristaltik setiap 5 menit sekali yang

akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).

Ureter berjalan vertikal ke bawah sepanjang fasia muskularis psoas dan

dilapisi peritoneum.

9
CALYX RENALIS MAJOR

PELVIS
RENALIS

CALYX RENALIS MINOR

URETER

Gambar 2.6. Pelvis Renalis (Sobotta,2010)

Menurut Syaifuddin (1997), pada ureter terdapat 3 daerah penyempitan

anatomis, yaitu:

a. Uretropelvico junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai

dari renal pelvis sampai bagian ureter yang mengecil.

b. Pelvic brim, yaitu persilangan antara ureter dengan pembuluh

darah arteri iliaka.

c. Vesicouretro junction, yaitu ujung ureter yang masuk ke dalam

vesika urinaria (kandung kemih).

10
Gambar 2.7. Tiga daerah penyempitan ureter (Bontrager, 2014).

3. Vesica Urinaria

Vesika Urinaria terdiri atas apex, fundus inferior, dan corpus. Mampu

menampung sekitar 1000-1500ml, namun manusia mulai merasakan

keinginan untuk buang air kecil pada volume 250-500ml. Selanjutnya vesika

urinaria akan menuju ke urethra. Urethra mempunyai empat bagian,yaitu pars

intramuralis (1 cm) yang berdekatan dengan dinding vesika urinaria,lalu pars

protatica (3,5 cm) yang melewati kelenjar prostat, setelah itu pars

membranosa (1-2 cm) yang melewati dinding pelvis, dan yang terakhir adalah

pars spongiosa yang menuju ostium uretra eksterna (Sobotta,2010)

Kandung kemih berfungsi sebagai tempat penampungan sementara

(reservoa) urine, mempunyai selaput mukosa berbentuk lipatan disebut rugae

(kerutan) dan dinding otot elastis sehingga kandung kemih dapat membesar

dan menampung jumlah urine yang banyak (Pearce, 1999).

11
Gambar 2.8. Vesika Urinaria (a) potongan anterior VU (b) muscle VU

(Sobotta,2010)

4. Urethra

Urethra adalah saluran sempit yang terdiri dari membran mukosa dengan

muskulus yang berbentuk spinkter pada bagian bawah dari kandung kemih.

Letaknya agak ke atas orivisium internal dari urethra pada kandung kemih

dan terbentang sepanjang 1,5 inchi (3,75cm) pada wanita dan 7-8 inchi

(18,75cm) pada pria. Urethra pria dibagi atas pars prostatika, pars membrane,

dan pars kavernosa (Pearce, 1999).

Gambar 2.9. Uretra (a) Perempuan (b) Laki-laki (Sobotta,2010)

12
B. Patologi Urolithiasis

1. Definisi

Urolithiasis adalah suatu kondisi dimana dalam saluran kemih individu

terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urin (Mehmed & Ender,

2015). Urolithiasis merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing

yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu (Grace

& Borley, 2006).

Berikut ini adalah istilah penyakit batu menurut Prabawa & Pranata (2014)

berdasarkan letak batu, yaitu:

a. Nephrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal

b. Ureterolithiasis disebut batu pada ureter

c. Vesicolithiasis disebut sebagai batu pada vesika urinaria/ batu buli

d. Urethrolitiasis disebut sebagai batu pada urethra

2. Etiologi

Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu

seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga

dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang

secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang

mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan

pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi) (Boyce, 2010; Moe,

2006).

13
3. Patofisiologi

Banyak faktor yang menyebabkan berkurangnya aliran urin dan

menyebabkan obstruksi, salah satunya adalah statis urin dan menurunnya

volume urin akibat dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini

dapat meningkatkan risiko terjadinya urolithiasis. Rendahnya aliran urin

adalah gejala abnormal yang umum terjadi (Colella, dkk., 2005). Selain itu,

berbagai kondisi pemicu terjadinya urolithiasis seperti komposisi batu yang

beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi penyebab urolithiasis.

4. Manifestasi Klinis

Urolithiasis dapat menimbulkan berbagi gejala tergantung pada letak

batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih (Brooker,

2009). Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien

urolithiasis:

a. Nyeri

b. Gangguan miksi

c. Hematuria

d. Mual dan muntah

e. Demam

f. Distensi vesika urinaria

14
C. Multisclice Computed Tomography (MSCT)

1. Definisi

MSCT adalah generasi terbaru dari CT scan yang memiliki kemampuan

untuk menghasilkan informasi dan memberikan gambaran diagnostik yang

lebih baik, terutama untuk pemeriksaan organ bergerak termasuk jantung,

dengan kecepatan pemeriksaan yang cukup singkat dan menghasilkan gambar

dengan resolusi yang baik dan lebih akurat. Bahkan untuk pemeriksaan

jantung, MSCT 128 Slices ini memiliki kemampuan dengan kecepatan

pemeriksaan yang cukup singkat untuk dapat menghasilkan gambar yang

lebih akurat dan dengan resolusi yang lebih optimal.

Gambar 2.10. Multislice Computed Tomography (MSCT 128 Slices) (Hitachi

Medical System)

2. Parameter Multislice Computed Tomography (MSCT)

15
a. Selection of Section Thickness

Seleksi dari bagian section thickness oleh operator disebabkan karena:

1) Pergerakan kolimator dari pre dan post patient (apabila dapat

digunakan)

2) Selection dari detector row yang dikombinasikan dengan four data

aquisition systems untuk memperoleh section thickness yang spesifik.

Pemilihan section thickness pada MSCT data terdiri dari beberapa pilihan,

tergantung dari konfigurasi detektor dan jumlah array yang ada.

b. Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah faktor – faktor yang berpengaruh terhadap ekposi

meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu ekposi (s).

Faktor eksposi tersebut dapat dipilh secara otomatis pada tiap – tiap

pemeriksaan.

c. Field of View (FOV)

FOV adalah diameter maksimal dari gambaran yang akan

direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada rentang 12 –

50 cm. FOV yang kecil akan meningkatkan resolusi citra karena dengan

FOV yang kecil maka akan mereduksi ukuran pixel (picture element)

sehingga dalam proses rekonstruki matriks hasil citra menjadi lebih teliti.

Namun, jika ukuran FOV terlalu kecil maka area yang mungkin

dibutuhkan untuk keperluan klinis menjadi sulit untuk dideteksi.

d. Rekonstruksi Matriks

16
Rekonstruksi matriks adalah deretan baris dan kolom dari pixel dalam

proses rekonstruksi citra. Rekonstruksi matriks ini merupakan salah satu

struktur elemen dalam memori komputer yang berfungsi ntuk

merekonstruksi citra. Pada umumnya, matriks yang digunakan berukuran

512 x 512 atau 512 baris dan 512 kolom. Rekonstruksi matriks ini

berpengaruh terhadap resolusi citra yang akan dihasilkan. Semakin tinggi

matriks yang dipakai maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan.

e. Rekonstruksi Algoritma

Rekonstruksi algoritma adalah prosedur matematis (algoritma) yang

digunakan dalam merekonstruksi gambar. Penampakan dan karakteristik

dari citra CT scan tergantung pada kuatnya algoritma yang dipilih.

Sebagian besar CT scan sudah memiliki standar algoritma tertentu.

Semakin tinggi resolusi algoritma yang dipilih maka semakin tinggi pula

resolusi gambar yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka

gambaran seperti tulang, soft tissue, dan jaringan lainnya dapat dibedakan

dengan jelas pada layar monitor.

f. Window Width (WW)

WW adalah rentang nilai computed tomography yang dikonversi

menjadi gray levels untuk ditampilkan dalam monitor. Setelah komputer

menyelesaikan pengolahan citra melalui rekonstruksi matriks dan

algoritma maka hasilnya akan dikonversi menjadi skala numerik yang

dikenal dengan nama nilai computed tomography. Nilai ini mempunyai

17
satuan HU (Hounsfield Unit) yang diambil dari nama penemu CT scan

kepala pertama kali yaitu Godfrey Hounsfield.

Tipe Jaringan Nilai CT (HU) Penampakan

Tulang +1000 Putih

Otot +50 Abu-abu

Materi putih +45 Abu-abu menyala

Materi abu-abu +40 Abu-abu

Darah +20 Abu-abu

CSF +15 Abu-abu

Air 0 -

Lemak -100 Abu-abu gelap

Paru -200 Abu-abu gelap

Udara -1000 Hitam

Tabel 2.1. Nilai CT pada jaringan yang berbeda dan penampakannya

dalam layar monitor (Bontrager, 2010)

Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU. Untuk tulang

mempunyai +1000 HU kadang sampai +3000 HU. Sedangkan untuk

kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU. Di antara rentang tersebut

merupakan jaringan atau substansi lain dengan nilai yang berbeda – beda

pula tergantung pada tingkat perlemahannya. Dengan demikian, maka

penampakan tulang dalam layar monitor menjadi putih dan penampakan

udara hitam. Jaringan dan substansi lain akan dikonversi menajadi warna

18
abu-abu yang bertingkat yang disebut gray scale. Khusus untuk darah

yang semula dalam penampakanya berwarna abu – abu dapat menjadi

putih jika diberi media kontras iodine.

g. Window Level (WL)

WL adalah nilai tengah dari Wiondow Width (WW) yang digunakan.

Nilainya dapat diatur dan tergantung pada karateristik perlemahan dari

struktur obyek yang diperiksa. WL menentukan densitas citrea yang akan

dihasilkan.

h. Curve Range

Curve range adalah parameter dalam reformat 3D MPR yang

digunakan untuk membuat irisan yang dapat disesuaiakan dengan bentuk

anatomi organ.

i. Pitch

Pitch adalah pergerakan meja pasien per rotasi dibagi slice thickness.

Pitch berpengaruh pada kualitas dan volume gambaran. Pitch yang tinggi

akan meningkatkan volume gambaran karena berpengaruh pada resolusi

gambar sepanjang z – axis (Nagel, 2004).

j. Increment

Increment adalah jarak antara citra rekonstruksi dalam arah z direction.

Ketika memilih inrecement yang lebih kecil dari pada slice thickness, akan

memebentuk potongan yang overlaping. Teknik ini berguna untuk

mengurangi pengaruh partial volume, memberi detail anatomi yang bagus,

19
dan kualitas 2D serta 3D post processing yang tinggi (Somatom, Siemens

Medical) (Nagel, 2004).

3. Kelebihan Multislice Computed Tomography (MSCT)

a. Meningkatkan speed dan volume coverage

b. Meningkatkan spatial resolution karena slice thickness yang tipis

c. Meningkatkan kualitas 2D dan 3D reformat

d. Efisiensi X-ray Tube

e. Reduksi eksposi radiasi

D. Prosedur Pemeriksaan CT-Scan Stonografi

1. Tujuan Pemeriksaan

CT stonografi merupakan pemeriksaan CT scan abdomen untuk

mendeteksi kelainan-kelainan di saluran kencing (traktus urinarius)

secara crossectional dengan dan tanpa pemberian kontras.

2. Indikasi Pemeriksaan

Indikasi pemeriksaan CT stonografi adalah sebagai berikut :

a) Batu pada kandung empedu

b) Batu pada saluran perkencingan (Wijokongko, Sigit dkk., 2017)

3. Persiapan Pemeriksaan

a. Persiapan Alat dan Bahan

1) Pesawat CT scan yang telah diwarming up dan atau kalibrasi untuk

meningkatkan kualitas citra yang lebih baik.

20
2) Komponen pendukung pesawat CT scan (gantry, monitor, printer

CT, dll)

3) Alat fiksasi (fiksasi kepala, straining straps, selimut)

b. Persiapan Pasien

1) Memberikan sedasi pada pasien yang non kooperatif dan gelisah

supaya tenang.

2) Mempersilahkan pasien untuk melepas baju dan aksesori yang

dapat menimbulkan artefak.

3) 15 menit sebelum pemeriksaan pasien dipersilahkan minum air

secukupnya.

4) Pasien tidak diperbolehkan buang air kecil sebelum pemeriksaan

dilakukan (Wijokongko, Sigit dkk., 2017).

4. Teknik Pemeriksaan

a. Posisi Pasien

1) Pasien supine di atas meja pemeriksaan.

2) Kaki dekat gantry (feet first) atau kepala dekat dengan gantry

(head first).

21
Gambar 2.11. Posisi pasien dengan orientasi feet first

b. Scout/ Topogram/ Scanogram

Citra yang digunakan adalah citra abdomen antero-posterior (AP).

Tujuan pengambilan citra scout ini adalah untuk melokalisir secara

umum dan sebagai penanda dalam membuat planning irisan.

c. Scan Parameter (Spiral Pre Kontras)

1) Slice awal : Diafragma

2) Slice akhir : Simphisis pubis

3) Slice collimation : 0,6 mm

4) Slice thickness : 8-10 mm

5) FOV : Dimensi kepala mengikuti standar alat

yang digunakan

6) Gantry tilt : Tidak menggunakan penyudutan

7) kV dan mAs : Mengikuti standar alat yang digunakan

d. Pengolahan Citra

22
1) Mengolah data menjadi gambaran axial pre kontras.

2) Mengolah data menjadi gambaran sagittal dan coronal kondisi

abdomen dengan focus area yang dicurigai terdapat batu.

3) Dapat ditambahkan penggunaan 3D curve untuk menampilkan

gambaran urinary system.

E. Proteksi Radiasi

1. Menurut dr. Mardiatmo (2008), dalam Prosedur Tetap mengenai Proteksi

Radiasi Terhadap Pasien, antara lain:

a. Pemeriksaan radiologi hanya bisa dikerjakan atas perintah dokter.

b. Menghindari pengulangan dalam pembuatan foto.

c. Membuat batasan atau mengatur kolimator sedemikian rupa

sehingga sedikit terjadi hamburan sinar radiasi.

d. Menggunakan proteksi atau apron untuk penderita, missal proteksi

untuk gonad, dan lain-lain.

e. Menghindari pemeriksaan bagi wanita hamil, kalau tidak terlalu

dibutuhkan.

f. Apabila pemeriksaan sangat dibutuhkan kepada penderita yang

sedang hamil maka bagian janin atau perut harus ditutup dengan load,

sehingga janin terhindar dari radiasi.

2. Menurut dr. Mardiatmo (2008), dalam Prosedur Tetap mengenai Proteksi

Radiasi Terhadap Lingkungan, antara lain:

a. Penempatan sinar-X harus ditempatkan di ruang yang kedap

radiasi.

23
b. Tidak ada bocoran radiasi yang keluar dari ruangan pesawat sinar-

X baik lewat tembok maupun pintu.

c. Memberi tanda di setiap pintu masuk maupun pintu keluar dengan

lampu merah dalam keadaan menyala berarti sedang terjadi pemeriksaan.

d. Memberi tanda yang bisa dibaca oleh umum bahwa ruangan

tersebut adalah daerah radiasi.

e. Memberi pengertian kepada pengantar penderita agar tidak ikut

masuk ke dalam ruang pemeriksaan.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Paparan Kasus

1. Profil Kasus

Pada hari Kamis, 17 Oktober 2019, seorang pasien datang ke Instalasi

Radiologi dianatar oleh keluarganya, dengan data paasien sebagai

berikut:

Nama : Ny. N

Umur : 54 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jombang

No RM : 464470

24
Diagnosa : Batu Renal (D)

Batu Ureter (D)

Dokter Kirim : dr. Fakhri Surahmad, M.Kes, Sp.U

2. Riwayat Pasien

Pada tanggal 17 Oktober 2019 pasien datang ke Poli Urologi RSUD

Jombang . Setelah diperiksa pasien diminta oleh dr. Fakhri Surahmad,

M.Kes, Sp. U. untuk melakukan pemeriksaan CT-Scan Stonografi

dengan diagnosa Batu Ginjal (D) dan batu ureter (D). Penderita datang

dengan membawa lembar permintaan foto.

B. Teknik Pemeriksaan

1. Pelaksanaan Pemeriksaan CT-Scan Kepala di Instalasi Radiologi RSUD

Jombang

a. Persiapan Pemeriksaan

1) Persiapan Alat dan Bahan

a) Pesawat CT scan yang telah diwarming up pada pagi harinya

b) Komponen pendukung p esawat CT scan (gantry, monitor, printer

CT, dll)

c) Alat fiksasi (fiksasi kepala, straining straps, perlak)

25
Gambar 3.1. Multislice Computed Tomography (MSCT) 128

Slices (RSUD Jombang)

Gambar 3.2. Komputer dan operator cosole (RSUD Jombang)

26
Gamabar 3.3. mesin pencetak gambar (RSUD Jombang)

2) Persiapan Pasien

a) Mempersilahkan pasien untuk melepas pakaian dan aksesori

(sabuk, resleting) di daerah perut yang dapat menimbulkan

artefak.

b) Memberikan obat penenang pada pasien yang non kooperatif dan

gelisah supaya tenang.

b. Teknik Pemeriksaan

1) Posisi Pasien

a) Pasien supine di atas meja pemeriksaan.

b) Kaki dekat gantry (feet first).

c) Kedua tangan berada di samping kepala.

d) Kedua kaki dalam posisi lurus.

e) Pasang straining straps

27
Gambar 3.4. Posisi pasien (RSUD Jombang)

2) Menginput data pasien ke komputer yang meliputi nomor rekam

medis, nama, umur, jenis kelamin, klinis, dokter pengirim, dan

dokter radiologi, serta memilih protokol pemeriksaan (Abdomen-

Pelvis).

Gambar 3.5. Tampilan saat entry data pasien (RSUD Jombang)

3) Scout/ Topogram/ Scanogram

Citra yang digunakan adalah citra abdomen antero-posterior (AP).

28
Gambar 3.6. Citra Topogram Stonografi (RSUD Jombang)

4) Scan Parameter (Spiral Pre Kontras)

a) Slice awal : Diafragma

b) Slice akhir : Simphisis pubis

c) Slice thickness : 6-10 mm

d) FOV : 430

e) Gantry tilt : Tidak menggunakan penyudutan (0°)

f) kV dan mAs : 120 kV dan 25 mA

Slice thickness biasanya disesuaikan dengan pengaturan

jumlah images yang akan ditampilkan, yaitu 16 images untuk setiap

irisan (axial, coronal, dan sagital). Slice pitch dilebarkan supaya

dapat mencakup keseluruhan area abdomen (supra renal sampai

simphisis pubis).

5) Pengolahan Citra

a) Mengolah data menjadi citra 3D.

29
b) Mengolah data menjadi citra irisan axial, sagittal, dan coronal

kondisi abdomen dengan focus area yang dicurigai terdapat batu.

c) Menyertakan tanda Region of Interest (ROI) pada area batu untuk

mengetahui nilai HUnya.

d) Mengatur Window Width (WW) dan Window Level (WL)

sebesar 700 dan -100.

e) Citra irisan axial dicetak dengan layout 4 x 5 dan disisipkan 1

citra 3D, 2 citra irisan sagittal, dan 2 citra irisan coronal.

Gambar 3.7. Pengolahan citra (RSUD Jombang)

3. Pembahasan

1. Teknik Pemeriksaan CT Stonografi dengan Klinis Urolithiasis di

Instalasi Radiologi RSUD Jombang

a. Persiapan Alat dan Bahan

30
Persiapan alat dan bahan pada pemeriksaan CT stonografi

dengan klinis urolithiasis di Instalasi Radiologi RSUD Jombang, antara

lain pesawat CT scan yang telah di warming up, komponen pendukung

pesawat CT scan (gantry, monitor, printer CT, dll), dan alat fiksasi

(fiksasi kepala, straining straps, perlak).

Menurut penulis, alat dan bahan yang dipersiapkan pada

pemerikasaan CT stonografi dengan klinis urolithiasis di Instalasi

Radiologi RSUD Jombang sudah cukup memadai, sehingga dengan alat

dan bahan yang dipersiapkan tersebut sudah dapat digunakan untuk

melakukan pemeriksaan CT stonografi dengan baik dan lancar. Terlebih

pemeriksaan CT stonografi di instalasi radiologi tersebut sudah

menggunakan modalitas MSCT 128 Slices, sehingga dapat

mempersingkat waktu scanning serta sinar-X yang dikeluarkan dapat

direduksi.

b. Persiapan Pasien

Pemeriksaan CT stonografi di Instalasi Radiologi RSUD

Jombang tidak memerlukan persiapan khusus yang harus dijalani oleh

pasien terlebih dahulu. Hanya saja sesaat sebelum scanning dimulai

pasien dipersilahkan untuk melepas baju dan aksesori yang dapat

menimbulkan artefak di daerah perut, seperti resleting dan sabuk

misalnya. Apabila ada pasien yang non kooperatif dan gelisah diberikan

suntikan obat penenang dengan bantuan perawat.

31
Menurut penulis, persiapan pasien yang dilakukan pada

pemeriksaan CT stonografi dengan klinis urolithiasis di Instalasi

Radiologi RSUD Jombang sudah baik dengan didukung teori dalam

Wijokongko, Sigit dkk (2017), yaitu:

1) Memberikan sedasi pada pasien yang non kooperatif dan gelisah

supaya tenang.

2) Mempersilahkan pasien untuk melepas baju dan aksesori yang

dapat menimbulkan artefak.

3) 15 menit sebelum pemeriksaan pasien dipersilahkan minum air

secukupnya.

4) Pasien tidak diperbolehkan buang air kecil sebelum pemeriksaan

dilakukan.

c. Teknik Pemeriksaan

Teknik pemeriksaan CT stonografi dengan klinis urolithiasis

di Instalasi Radiologi RSUD Jombang dilakukan dengan mengatur

posisi pasien supine dan menggunakan orientasi feet first. Citra scout

yang dibuat adalah citra abdomen antero-posterior (AP), parameter

scanning yang digunakan adalah sebagai berikut:

Scan Parameter (Spiral Pre Kontras)

1) Slice awal : Diafragma

2) Slice akhir : Simphisis pubis

3) Slice thickness : 6-10 mm

4) FOV : 430

32
5) Gantry tilt : Tidak menggunakan penyudutan (0°)

6) kV dan mA : 120 kV dan 25 mA

Slice thickness biasanya disesuaikan dengan pengaturan jumlah

images yang akan ditampilkan, yaitu 16 images untuk setiap irisan

(axial, coronal, dan sagital). Slice pitch dilebarkan supaya dapat

mencakup keseluruhan area abdomen (supra renal sampai simphisis

pubis). Pengaturan parameter semacam ini kurang baik jika digunakan

untuk mengolah radiograf dengan kelainan yang jaraknya berdekatan,

dengan kata lain hal ini dapat menimbulkan misinformation. Akan

tetapi, apabila slice thickness yang menjadi acuan, itu berarti jumlah

images yang akan ditampilkan akan banyak dan diatur supaya seluruh

area abdomen (supra renal sampai simphisis pubis) tercover dengan

baik. Pengaturan seperti itu memiliki kelemahan pada saat proses

filming, karena nantinya akan ada banyak images yang harus dibuang

dan memperlama proses reconstruction.

Citra diolah dengan beberapa ketentuan, yaitu:

1) Mengolah data menjadi citra 3D.

2) Mengolah data menjadi citra irisan axial, sagittal, dan coronal

kondisi abdomen dengan focus area yang dicurigai terdapat batu.

3) Menyertakan tanda Region of Interest (ROI) pada area batu untuk

mengetahui nilai HUnya.

33
4) Mengatur Window Width (WW) dan Window Level (WL) sebesar

700 dan -100.

5) Citra irisan axial dicetak dengan layout 4 x 5 dan disisipkan 1 citra

3D, 2 citra irisan sagittal, dan 2 citra irisan coronal.

Menurut penulis, posisi pasien, citra scout, parameter scanning,

dan pengolahan citra yang dilakukan pada pemeriksan CT stonografi

dengan klinis urolithiasis di Instalasi Radiologi RSUD Jombang sudah

baik, yang mana pernyataan tersebut didukung dengan teori menurut

Wijokongko, Sigit dkk (2017), yaitu:

1) Posisi Pasien

a) Pasien supine di atas meja pemeriksaan.

b) Kaki dekat gantry (feet first) atau kepala dekat dengan gantry

(head first).

2) Scout/ Topogram/ Scanogram

Citra yang digunakan adalah citra abdomen antero-posterior (AP).

3) Scan Parameter (Spiral Pre Kontras)

a) Slice awal : Diafragma

b) Slice akhir : Simphisis pubis

c) Slice thickness : 6-10 mm

d) FOV : Dimensi kepala mengikuti standar alat

yang digunakan

e) Gantry tilt : Tidak menggunakan penyudutan

34
f) kV dan mAs : Mengikuti standar alat yang digunakan

4) Pengolahan Citra

a) Mengolah data menjadi gambaran axial pre kontras.

b) Mengolah data menjadi gambaran sagittal dan coronal kondisi

abdomen dengan focus area yang dicurigai terdapat batu.

c) Dapat ditambahkan penggunaan 3D curve untuk menampilkan

gambaran urinary system.

2. Hasil Pemeriksaan dan Bacaan Radiolog

a. Gambaran 3D Stonografi

Gambar 3.8. Hasil 3D stonografi (RSUD Jombang)

b. Gambaran sebagian slice axial

35
Gambar 3.9. Hasil sebagian potongan axial (RSUD Jombang)

c. Gambaran sebagian slice coronal

Gambar 3.10. Hasil sebagian potongan coronal (RSUD Jombang)

d. Gambaran slice sagital

36
Gambar 3.11. Hasil sebagian potongan sagital (RSUD Jombang)

e. Gambaran CT-scan stonografi

37
Gambar 3.12. Hasil gambaran CT-scan stonografi (RSUD Jombang)

f. Hasil Bacaan Radiolog

“Nefrolitiasis Dex (Multiple stone) dengan Hydronefrosis”

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Dari pemaparan laporan kasus yang berjudul “Teknik Pemeriksaan CT

Stonografi dengan Klinis Urolithiasis di Instalasi Radiologi RSUD Jombang”

penulis dapat mengambil kesimpulan antara lain:

1. Slice thickness biasanya disesuaikan dengan pengaturan jumlah images yang

akan ditampilkan, yaitu 16 images untuk setiap irisan (axial, coronal, dan

38
sagital). Slice pitch dilebarkan supaya dapat mencakup keseluruhan area

abdomen (supra renal sampai simphisis pubis). Pengaturan parameter

semacam ini kurang baik jika digunakan untuk mengolah radiograf dengan

kelainan yang jaraknya berdekatan, dengan kata lain hal ini dapat

menimbulkan misinformation. Akan tetapi, apabila slice thickness yang

menjadi acuan, itu berarti jumlah images yang akan ditampilkan akan banyak

dan diatur supaya seluruh area abdomen (supra renal sampai simphisis pubis)

tercover dengan baik. Pengaturan seperti itu memiliki kelemahan pada saat

proses filming, karena nantinya akan ada banyak images yang harus dibuang

dan memperlama proses reconstruction.

2. Secara umum teknik pemeriksaan CT stonografi dengan klinis urolithiasis di

Instalasi Radiologi RSUD Jombang sudah sesuai dengan teori.

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan penulisan

laporan kasus ini adalah :

1. Sebelum melakukan scanning sebaiknya berikan penjelasan mengenai

instruksi ekspirasi tahan napas kepada pasien supaya pasien tidak kaget saat

scanning berlangsung. Pastikan bahwa pasien benar-benar melakukannya

dengan memantaunya melalui kaca penghubung ruang pemeriksaan dan

ruang operator.

2. Dalam pemeriksaan CT stonografi dengan klinis urolithiasis maupun

pemeriksaan radiologi lain dengan kasus-kasus lainnya harus menerapkan

39
asas-asas proteksi radiasi baik dengan cara menghindari pengulangan

scanning pada pasien yang sama, penggunaan faktor eksposi seoptimal

mungkin, penggunaan alat proteksi radiasi, memperkenankan orang yang

tidak berkepentingan untuk berada di luar ruang pemeriksaan, dll.

3. Untuk mengolah data yang terdapat kelainan dengan jarak berdekatan

sebaiknya slice thickness dijadikan sebagai acuan dan jumlah citra yang

akan ditampilkan menyesuaikan pengaturan parameter tersebut, sehingga

akan meminimalisir terjadinya misinformation.

DAFTAR REFERENSI

Bontrager, K.L.2015. Textbookof Radiographic Positioning and Related

Anatomy. Seventh Edition. St.Louis : The CV. Mosby Company

Ballinger, P.W. 2003. Atlas of Radiographic Positions and Radiologic Procedurs.

Volume two and Tenth Edistion. St.Louis : The CV. Mosby

Company.hal.193-199

40
Rasad S, dkk. 2011. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta :Badan Penerbit

FKUI.hal. 573-574

Moeller, Torsten B. 2000. Pocket Atlas Of Radiographic Anatomy Second

Edition. New York: Thieme.

Putz., R.R Pabst. 2010. Sobota “Atlas Anatomi Manusia” jilid 2. (Dr. Rer.

Physiol, Dr. Septelia

Lampiran 1

Lembar Permintaan Pemeriksaan

41
Lampiran 2

Lembar Hasil Bacaan Radiolog

Lampiran 3

Hasil CT-Scan Stonografi

42
43

Anda mungkin juga menyukai