Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH EVALUATION IN VITRO ACTIVE DRUG TARGETTING

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem penghantaran obat


pentargettan

Dosen Pengajar:

Dr. Sutriyo, S. Si., M. Si., Apt


Disusun oleh:

Nassor Hamad 1706109055

Camelia Dwi Putri Masrijal 1706125185

Hardiyanti Syarif 1806256521

Intan Permata Sari 1806256540

Muhammad Rahmat Madin 1806171085

Nurfitriyana 1806256585

Nooryza Martihandini 1806171103

Rahayu Anggraini 1806256616

PROGRAM MAGISTER ILMU KEFARMASIAN


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah sistem penghantaran oba pentargettan
yang berjudul evaluation in vitro active drug targeting sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan dosen
mata kuliah teknologi sediaan farmasi, yaitu Dr. Sutriyo, S. Si., M.Si., Apt. Penulis juga
berterima kasih atas bantuan semua pihak, baik yang secara langsung maupun tidak langsung,
yang telah memberikan dukungan moral dan material sehingga penulis dapat membuat
makalah ini dengan baik.

Penulis berharap informasi-informasi yang terdapat dalam makalah ini dapat


berguna bagi pembaca. Penulis pun menyadari bahwa makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata atau pun
informasi yang kurang berkenan di hati para pembaca.

Depok, Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................2
2.1 Drug Targetting ....................................................................................................................2
2.2 Prinsip Drug Targeting pada Tumor....................................................................................2
2.3 Hambatan pada Penargetan obat ke tumor...........................................................................4
2.4 Contoh Pengujian In vitro Active Targetting .......................................................................8
2.4.1 Preparation and in vitro evaluation of actively targetable nanoparticles for SN-38
delivery HT-29 Cell line.....................................................................................................8
2.4.2 In vitro evaluation of actively targetable superparamagnetic nanoparticles to
folate receptor positive cancer cells .................................................................................16
2.4.3 In vitro and in vivo evaluation of actively targetable nanoparticle for paclitaxel
delivery .............................................................................................................................27
BAB III KESIMPULAN........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Penelitian dan pengembangan sistem penghantaran obat tertarget terus menunjukkan


pertumbuhan yang cepat. Penelitian terutama difokuskan pada pengembangan terapi
antikanker yang bersifat sangat poten tetapi umumnya tidak spesifik. Obat kemoterapeutik
dapat menghambat proses spesifik di dalam sel akan tetapi proses tersebut tidak selektif pada
sel target sehingga penggunaan kemoterapi dapat menyebabkan toksisitas pada sel normal.
Penghantaran obat antikanker yang spesifik pada sel target merupakan pendekatan yang
paling baik dalam meningkatkan outcome terapi.
Berbagai bentuk sistem penghantaran telah didesain untuk menghantarkan obat secara
selektif dan spesifik diantaranya adalah lipid nanocarrier (liposom, misel dan lipid
nanopartikel), nanopartikel polimerik, konjugat polimer dan konjugat antibodi-obat.
Pentargetan secara selektif memiliki berbagai karakteristik khas seperti ukuran, muatan, atau
adanya komponen ligan yang dikenali reseptor spesifik. Penghantaran obat tertarget secara
garis besar dibagi menjadi dua yaitu pentargetan pasif dan aktif. Pentargetan pasif dilakukan
untuk meningkatkan konsentrasi obat pada sel target dengan mengurangi interaksi
nonspesifik, umumnya dilakukan dengan mengeksploitasi interaksi fisikokimia dan sifat
fisika dari sistem pembawa. Sementara itu pentargetan aktif dilakukan dengan
mengeksploitasi proses biologi spesifik seperti pengenalan ligan-reseptor spesifik untuk
meningkatkan konsentrasi obat pada target. Pentargetan aktif menggunakan antibodi, peptida,
gula, vitamin dan ligan lain sebagai hoing device yang secara spesifik berinteraksi dengan
reseptor sel target.
Sistem pentargetan aktif obat yang didesain harus diuji secara in vitro maupun in
vivo. Pengujian in vitro dilakukan dengan menggunakan galur sel tertentu yang dikultur
dalam medium yang sesuai. Pengujian invitro diantaranya dilakukan untuk menguji
pengikatan (binding) ligan pada pembawa obat dengan reseptor spesifik pada sel. Bentuk
sediaan untuk pentargetan aktif adalah injeksi sehingga dalam pengujian in vitro juga
dilakukan uji kompatibilitas terhadap sel darah melalui uji hemolisis maupun uji agregasi sel
darah.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Drug Targetting


Terapi tepat sasaran pada kanker dinilai memiliki manfaat yang lebih optimal secara
farmakologis dan fisiologis baik secara invitro maupun invivo. Kemoterapi biasanya
diberikan secara intravena, dan biasanya dapat merusask DNA. Karena berat molekulnya
rendah, sebagian besar antikanker yang digunakan secara intravena clearancenya cepat di
sirkulasi sistemik dan tidak terakumulasi dengan baik pada sel tumor. dan juga karena ukuran
yang kecil dan hidrofobisistas yang tinggi, molekul obat cenderung terakumulasi dan
menyebabkan toksisitas pada jaringan sehat. Selain itu, ada beberapa hambatan lain yang
perlu diatasi sebelum pemberian intravena:

Gambar 1. Barriers Limiting the delivery of i.v applied anticancer agents to tumors
[Sumber: Lammers et al, 2012]

Untuk mengatasi permasalah antikanker yang diadminstrasikan secara intravena dan


meningkatkan profil farmakokinetik sehingga dimual merancang formulasi nanomedicine.
Nanomedicine adalah pembawa zat aktif yang berukuran submikrometer untuk meningkatkan
biodistribusi terapeutik. Selain itu formulasi nanomedicine juga bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas terapi dan menurunkan toksisitas.

2.2 Prinsip Drug Targeting pada Tumor


a) Penargetan pasif
Penargetan pasif bergantung pada sifat patofisiologis jaringan target, dan biasanya
tergantung pada efek EPR. Nanomedicine terutama bertujuan untuk meningkatkan waktu
sirkulasi dalam pembuluh darah. Tetapi hal ini berisiko peningkatan kebocoran pembuluh
dara jika bahan nano mengalami ekstravasasi. ini mencakup liposom, polimer, dan misel
yang bersirkulasi lama. Contoh nanomedicine yang bersifat Penargetan pasif dan telah

2
disetujui untuk penggunaan klinis adalah Myocet (non-PEGylated liposomal doxorubicin),
Doxil (Caelyx di Europe; PEGylated liposomal doxorubicin), Daunoxome (non-PEGylated
liposomal daunorubicin), Abraxane (albumin-based pacitaxel) dan Genexol-PM (paclitaxel-
containing polymeric micelles; pre-approved di Korea).
b) Penargetan aktif ke sel kanker
Berbeda dengan penargetan pasif, active drug targeting bergantung dengan penargetan
ligan seperti antibodi dan ligan yang spesifik berikatan dengan reseptor yang diekspresikan
oleh situs target. Contoh ligan penargetan yang sering digunakan adalah folat, transferrin, dan
galaktosamin. Namun hingga saat ini, hanya penargetan berbasis antibodi yang disetujui
seperti Zevalin, Mylotarg, Ontak dan Bexxar. Hal ini dikarenakan liposom, polimer, dan
mikroel sebagian besar gagal menunjukkan efektivitas pada tahap preklinis. Diduga karena
ada cukup banyak hambatan anatomi dan fisiologis yang perlu diatasi sebelum formulasi
berbasi antibodi atau peptida agar dapat mengikat sel kanker yaitu adanya lapisan berbasis
percyte, otot polos, dan fibroblast antata sel endotel dan tumor, kepadatan seluler yang
meningkat pada sel kanker, dan tekanan cairan interstitial tinggi (khas dari tumor). Oleh
karena itu active drug targeting cenderung bermasalah dalam menemukan sel target.
c) Penargetan aktif ke sel endotel
Untuk mengatasi kekurangan active drug targeting, maka dirancang ligan yang
digunakan untuk menargetkan obat pada pembuluh darah tumor sehingga tidak lagi
bergantung pada ekstravasi dan penetasi melewati pericyte, sel otot polos dan atau lapisan sel
berbasis fibroblast. Jenis nanomedicine nin memiliki potensi lebih besar untuk meningkatkan
efektivitas antitumor karena lebih memungkinkan untuk menemukan, mengikat dan
membunuh sel-sel target (sel endoter) sehingga mengurangi oksigen dan nutrisi tumor, dan
juga dapat dirancang untuk melepaskan zat aktif pada pembuluh darah tumor. Hal ini
dianggap cukup menjanjikan secara klinis dan telah dilaporkan uji coba fase I untuk
interleukin 2 yang ditargetkan pada L19 dan adenovirus yang ditargetkan pada RGD.

3
Gambar 2. Conceptual and realistic models for passive and active drug targetting
[Sumber: Lammers et al, 2012]

Gambar 3. Examples of clinically used tumor-targetted nanomedicines


[Sumber: Lammers et al, 2012]

2.3 Hambatan pada Penargetan obat ke tumor


a) Ekstravasi dan Efek EPR
Efek EPR bersifat heterogen yang secara substansial bervariasi dari model tumor ke
tumor lain, serta antarpasien. selain itu di dalam tumor tunggal, ada perbedaan terkait
pembuluh darah. Seperti pada beberapa kasus partikel yang berukuran 200 nm dapat
melakukan ekstravasi sedangkan pada bagian lain dapat memasuki intersitium. Hal ini

4
dikarenakan pada daerah tumor, adanya lapisan perivaskular yang padat, terbentuknya
percytes, sel otot polos dan fibroblas di lapisan sel utuh dan adanya kebocoran pembuluh
darah.
Selain itu juga dipengaruhi model hewan yang digunakan pada pengujian preklinis,
karena efek EPR jauh lebih besar pada tumor di model hewa daripada pasien karena sebagian
tumor tikus tumbuh lebih cepat. Jika diinokulasi secara subkutan, tumor pada tikus tumbuh
hingga 1 cm dalam 2-4 minggu sedangkan pada tumor manusia akan tumbuh lebih kurang 20
cm selama bertahun-tahun.
Selain itu, ada beberapa tumor manusia yang sangat bocor seperti sel yang mengekspresikan
VEGF (faktor permeabilitas pembuluh darah) tingkat tinggi. Contohnya sarkoma Kaposi
yang memili banyak pembuluh darah yang bocor dan merespon relatif baik terhadap
penargetan antikanker secara pasif.
Ada beberapa cara untuk mengatasi ektravasi dan EPR yang heterogen, yaitu
penggunaan nanomedicine berlabel agen kontral (misal theranostics) dan teknik imaging
untuk memantau akumulasi tumor. Selain itu beberap zat aktif dapat digunakan untuk
meningkatkan ekstravasi dan penetrasi. Contohnya mediator inflamasi seperti tumor necrosis
factor-α (TNF-α) dan histamin, yang keduanya terbukti mampu meningkatkan ekstravasasi
dan penetrasi nanomedicine. Namun, keduanya cenderung relatif tidak dapat ditoleransi
ketika diberikan secara sistemik, dan oleh karena itu pemasangan locoregional yang canggih,
seperti perfusi ekstremitas terisolasi, diperlukan untuk mengeksploitasi efek menguntungkan.
b) Penetrasi
Hambatan kedua adalah penetrasi, kemampuan nanomedicine untuk menembus tumor
secara tepat. Setelah menembus pembuluh darah tumor, nanopartikel harus menembus ke
dalam dan mendistribukan melewati interstitium. Penetrasi terhambat karena kepadatan sel
tumor yang tinggi dan tekanan cairan interstitial yang tinggi.
Ada beberapa cara untuk mengatasi hal ini yaitu dengan penggunaan nanomedicine
yang tidak stabil atau sensitif terhadap rangsangan, meningkatkan sirkulasi tumor,
mempercepat ekstravasi sehingga molekul dengan berat molekul rendah dapat menembus ke
dalam tumor lebih dalam.
c) Active targeting
Salah satu manfaat Penargetan aktifadalah zat aktif mungkin akan lebih lama dalam
tumor karena zat terikat oleh sel-sel kanker sehingga mencegah zat memasuki sirkulasi
sistemik kembali. namun kekurangan saat memformulasi harus mempertimbangkan
pengenalan bagian penargetan pada permukaan pembawa nanomedicine sehingga harus ada

5
peningkatan imunogenisitas dan adsorpsi protein. Hal ini juga menyebabkan akumulasi zat
pada sel tumor.
Dalam kasus tertentu, Penargetan aktifmenargetkan sel-sel kanker mutlak diperlukan
untuk membuat formulasiefektif, sedangkan dalam (sebagian besar) kasus lain, kemungkinan
tidak akan membantusama sekali, dan bahkan mungkin memiliki efek buruk.
d) Formulasi
Hambatan selanjutnya yaitu desain formulasi yang rasional untuk dikembangan dan
diuji. Untuk pengujian invivo, perlu dipertimbangkan ukuran dan stabilitas serta kompleksitas
tumor secara biologis. Dalm formulasi yang rasional diperlukan pengetahuan tentang
fisiologis dan patofisiolgis kanker.
Cara untuk mengatasinya dengan menggunakan linkers yang tidak bergantung pada
aktivitas enzim untuk melepaskan konjugasi obat. Dengan menggunakan jenis bahan
pembawa yang sama, misal kopolimer HPMA, Ulbrich, dan lain-lain.
e) Efikasi vs Toksisitas
Banyak nanomedicine yang telah dievaluasi dan disetujui untuk penggunaan klinis
dalam dua dekade terakhir. Pada sebagian besar kasus, pengobatan hanya untuk mengurangi
toksisitas sistemik daripada meningkatkan efikasinya. contohnya doksorubisin dengan
pembawa liposom dapat mereduksi kardiotoksisitas dan efek samping hematologis terkait
terapi antrasiklin tetapi umumnya gagal dalam meningkatkan respon obat dan meningkatkan
angka harapan hidup.
Hanya dalam kasus-kasus tertentu, seperti pada pasien menderita sarkoma Kaposi dan
responsif terhadap cisplatin karsinoma ovarium terlihat peningkatan yang jelas dalam tingkat
respons dan prognosis. Hal ini dikarenakan tumor ini memiliki kepadatan dan pembuluh
darah sangat bocor, dan itu kemungkinan besar idak hanya dapat meningkatkan toksisitas
tetapi juga meningkatkan efikasi.
Abraxane (mis. Nanopartikel berbasis albumin yang mengandung paclitaxel),
memiliki efikasi yang tinggi dan sedang dalam uji fase III. Dalam pengujian ini, lebih dari
400 pasien kanker payudara yang diberikan kombinasi Taxol (mis. 175 mg/m2 paclitaxel dan
kortikosteroid meningkatkan respon klinis pasien.
Untuk mengatasi hambatan ini, hal yang dapat dilakukan adalah kombinasi rejimen.
Contoh radioterapi sinar eksternal local dan nanomedicines polimer berinteraksi secara
sinergis, dengan radioterapi meningkatkan akumulasi tumor kopolimer HPMA, dan dengan
kopolimer meningkatkan efikasi dan tolerabilitas radiokemoterapi. Radioterapi meningkatkan
produksi faktor pertumbuhan meningkatkan permeabilitas VEGF dan FGF, bahwa itu

6
menginduksi apoptosis sel endotel, bahwa ia mengurangi kepadatan sel pada tumor, dan itu
menurunkan tekanan cairan interstitia.
f) Metastasis
Sebagian besar obat antikanker hanya ditargetkan pada satu sel kanker, sementara
banyak kejadian metastasis kanker yang menyebabkan pasien meninggal dunia. strategi
alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatka pengobatan metastasis menggunakan
formulasi medis dengan penghantaran terkotak. Misalnya dalam kasus metastasis ovarium,
pasien disuntikkan secara intraperitoneal polimer aktif yang ditargetkan pada sel kanker
kemudian dalam kompartemen yang sama (misal di rongga peritoneum) kompartemen ni juga
diharapkan efektif menargetkan dan mengobati nodul tumor metastasis.
g) Personalisasi
Hal ini dapat dilakukan dengan mempersonalisasi intervensi terapeutik. Selain
berintegrasi pengetahuan tentang polimorfisme genetik, ekspresi enzim, dan biomarker lain
obat yang dipersonalisasi juga melibatkan pembentukan metode visual untuk memprediksi
dan mengukur respon terapeutik seperti radiolabeled liposom aktif pada sel tumor.
h) Perkembangan Preklinis dan Klinis
Dalam beberapa dekade terakhir, banyak nanomedicines berbeda telah dievaluasi
dalam (pra) uji klinis. beberapa jenis doxorubicin dengan pembawa liposom disetujui untuk
pengobatan sarkoma Kaposi pada tahun 1995, dan Caelyx di India Eropa pada tahun 1997
(NB: keduanya serupa, yaitu doxorubicin liposomal PEGylated).
Pada tahun-tahun berikutnya, Doxil / Caelyx juga disetujui untuk kanker payudara
yang telah metastasis.Selanjutnya, DepoCyt, mis. Non-PEGylated liposomal cytarabine,
disetujui pada tahun 1999 untuk intratekal local pengobatan limfomatosa menginitis, yaitu
komplikasi serius yang terkait dengan kanker otak. Selain itu, DepoCyt saat ini sedang diuji
dalam uji coba fase III untuk leukemia dan uji klinis fase I / II untuk glioblastoma.
Pada tingkat praklinis, banyak nanomedicines liposomal lainnya sedang dievaluasi
untuk mengamati efek EPR. Demikian pula, sejumlah besar konjugat obat polimer, misel,
nanopartikel dan konjugat obat-antibodi telah dievaluasi secara klinis. Beberapa protein
PEGylated, seperti Oncaspar untuk perawatan leukemia, telah disetujui, sedangkan terapi

7
polimer lainnya, seperti Opaxio dan ProLindac, sedang dalam uji klinis tahap akhir.

Gambar 4. Hambatan pada active targetting


[Sumber: Lammers et al, 2012]

2.4 Contoh Pengujian In vitro Active Targetting


2.4.1 Preparation and in vitro evaluation of actively targetable nanoparticles for SN-38
delivery HT-29 Cell line

Irinotecan adalah agen antikanker dari keluarga camptothecin. Irinotecan diaktifkan


melalui hidrolisis menjadi SN-38 (7-ethyl-10-hydroxy-camptothecin) yang merupakan
penghambat topoisomerase I. Penghambatan topoisomerase I oleh metabolit aktif SN-38
akhirnya mengarah pada penghambatan baik replikasi dan transkripsi DNA. . Irinotecan
tersedia secara komersial sebagai Camptosar. Hanya sekitar 2-8% dari irinotecan dikonversi
menjadi SN-38 dalam sel hati dan tumor, sehingga dibutuhkan dosis yang besar untuk
mendapatkan keefektifitasan dari irinotecan. Secara in vitro SN-38 sangat kuat sebagai obat

8
antikanker seperti kanker kolorektal, paru-paru, limfoma, lambung, serviks, dan ovarium.
SN-38 adalah agen antitumor yang kuat, sekitar 1000 kali lipat lebih aktif daripada
irinotecan, tetapi penggunaannya dalam klinis sangat terbatas karena kelarutannya dalam air
yang buruk. tetapi menderita dari aplikasi klinis langsung terbatas karena kelarutan dalam air
yang buruk.
Folat (FOL) telah banyak digunakan sebagai ligan penargetan untuk berbagai obat
antikanker. Folat (FOL) sebagai ligan penargetan memiliki banyak keuntungan seperti ukuran
ligan yang kecil, imunoenisitasnya rendah, banyak tersedia dipasarana, dan hanya
memerlukan biaya yang sedikit, konjugsdi kimia yang relatif sederhana, afinitas reseptor
yang tinggi, spesifik terhadap jaringan tumor yang tinggi, kompleks reseptor –ligan dapat
diinduksi melalui endositosis.
De Nonancourt-Didion dkk mencatat bahwa ekspresi berlebih dari FOL protein
pengikat adalah menunjukkan mekanisme yang sama dengan dosis tinggi methotrexate
terhadap sel HT-29 pada karsinoma usus besar.
Sintesis dan karakterisasi PLGA-PEG-FOL
Konjugat PLGA-PEG-FOL disiapkan sesuai dengan metode yang dikembangkan oleh
Yoo dan Park20 dengan sedikit modifikasi.. 2 g PLGA yang dilarutkan dalam metilen klorida
diaktifkan oleh 160 mg DCC dan 115 mg NHS pada suhu kamar di bawah atmosfer nitrogen
selama 24 jam (rasio molar stoikiometrik PLGA / NHS / DCC: 1/10 / 10). Solusi yang
dihasilkan disaring dan diendapkan dengan memasukkannya ke dalam dietil eter dingin
PLGA yang diaktifkan dikeringkan di bawah vakum. PLGA teraktivasi (1 g) dilarutkan
dalam 8 mL metilen klorida ditambahkan secara perlahan ke 100 mg PEG-bis-amina yang
dilarutkan dalam 2 mL metilen klorida dengan cara tetes demi tetes dengan pengadukan yang
lembut.
Reaksi dilakukan selama 6 jam di bawah atmosfer nitrogen (rasio molar stoikiometrik
PLGA / PEG-bis-amine: 1/5), dan larutan yang dihasilkan diendapkan dengan penambahan
eter dietil eter dingin. Produk yang diendapkan, kopolimer di-blok aminerminasi, PLGA-
PEG-NH2, disaring dan dikeringkan. Kopolimer di-blok terkonjugasi FOL disintesis dengan
menggabungkan kopolimer di-blok PLGA-PEG-NH2 dengan asam folat teraktifasi. 500 mg
kopolimer dilarutkan dalam 5 mL dimetil sulfoksida (DMSO) dicampur dengan 13 mg asam
folat dan 13 mg DCC. Reaksi dilakukan pada suhu kamar selama 7 jam dan kemudian
dicampur dengan 100 mL metanol dingin dan disaring melalui kertas saring. Endapan pada
filter dikeringkan di bawah vakum dan kemudian dilarutkan dalam 50 mL DCM; dengan cara
ini, FOL bebas diendapkan dalam DCM tetapi FOL terkonjugasi dilarutkan setelah

9
sentrifugasi pada 21.000 g; supernatan dikeringkan di bawah vakum. Spektra 1H NMR
diperoleh dengan menggunakan Bruker Avance 500MHz NMR Spectrometer. Persentase
konjugasi dihitung dengan menentukan jumlah asam folat terkonjugasi dalam PLGA-PEG-
FOL. Jumlah yang diketahui dari PLGA-PEG-FOL kering dilarutkan dalam DMSO, dan nilai
absorbansi UV pada 256 nm diukur untuk menentukan konsentrasi asam folat terkonjugasi.
Konsentrasi asam folat dalam DMSO yang digunakan untuk membuat kurva kalibrasi.

Gambar 5. Synthethic of PLGA-PEG-FOL conjugat


[Sumber: Ebrahimnejad et al, 2010]

Persiapan SN-38-loaded NPs PLGA


SN-38 yang dimuat NP dibuat dengan metode emulsifikasi / penguapan pelarut.
Singkatnya, 20 mg polimer dan 8 mg SN-38 ditambahkan ke campuran DCM (5 mL) dan
aseton (20 mL), yang diaduk hingga memastikan bahwa semua bahan larut.
Kemudian fase terdispersi perlahan-lahan dimasukkan ke dalam larutan PVA 100 mL
yang diaduk (0,5% wt / vol, pH 3 dengan 0,1 N HCl) dihomogenkan dengan kecepatan
24.000 rpm. Emulsi o/w yang terbentuk diaduk dengan magnetic stirrer selama 4 jam untuk
menguapkan pelarut organik. NP dikumpulkan dengan cara disentrifugasi selama 30 menit,
diikuti pencucian tiga kali dengan air deionisasi. Suspensi yang dihasilkan dibekukan selama
48 jam menggunakan 2% mannitol sebagai cryoprotectant untuk mendapatkan bubuk NP
yang halus, yang kemudian disimpan dalam desikator untuk melindungi NP dari panas dan
kelembaban degradasi.

10
Persiapan SN-38 loaded PLGA-PEG-FOL NPs
NP disiapkan seperti yang dijelaskan sebelumnya. PLGA-PEG-FOL (20 mg) dan SN-
38 (8 mg) dilarutkan dalam campuran 5 mL DCM dan 20 mL aseton. larutanfase organik
perlahan-lahan dimasukkan ke dalam larutan PVA 100 mL (0,5% wt / vol, pH 3 oleh 0,1 N
HCl) menggunakan homogenizer kecepatan tinggi pada 24.000 rpm.

Nanoparticles Characterization
Ukuran partikel, distribusi ukuran, dan potensi zeta NP diukur dengan hamburan sinar
laser. Sampel kering disuspensikan dalam air deionisasi dan disonikasi. Suspensi homogen
diukur untuk mengetahui diameter volume rata-rata, distribusi ukuran, polidispersitas, dan
potensial zeta. Bentuk dan morfologi NPs dilihat menggunakan SEM.

Encapsulation efficiency
Obat yang terperangkap dalam NPs ditentukan dalam triplicate dengan analisis
HPLC. 10 mg sampel NPs dilarutkan dalam 10 mL asetonitril. Menggunakan RC-45/25
CHROMAFIL (ukuran pori 0,45 μm, Ø 25 mm), larutan disaring ke dalam botol, dan alikuot
20 μL dianalisis oleh sistem HPLC untuk mendeteksi konsentrasi SN- 38. Efisiensi
enkapsulasi SN-38 diperoleh sebagai rasio massa antara jumlah SN-38 yang tergabung dalam
NPs dan yang digunakan dalam persiapan NPs.

Invitro drug release


Laju pelepasan SN-38 dari NPs diukur dalam larutan buffer-fosfat (pH 7,4) pada 37°C
oleh HPLC dalam rangkap tiga. 10 mg serbuk NPs dituangkan dalam tabung yang ditutup
dan didispersikan dalam 10 mL larutan salin fosfat-buffered (PBS). Kemudian tabung
ditempatkan dalam orbital shaker bath, pada 37°C dan dikocok secara horizontal pada 90
cycles/menit. Pada interval waktu yang telah ditentukan, tabung dikeluarkan dari penangas
air dan disentrifugasi pada 21.000 g selama 30 menit, dan seluruh supernatan dikumpulkan
untuk dianalisis dengan HPLC. Kemudian partikel yang diendapkan disuspensi kembali
dalam 10 mL buffer baru (untuk mempertahankan kondisi bak cuci) dan ditempatkan kembali
ke dalam shaker untuk melanjutkan pengukuran pelepasan.

Analisis HPLC
Metode kromatografi cair pasangan ion fase terbalik (HPLC) dengan menggunakan
elusi isokratik dengan deteksi serapan UV dikembangkan dan divalidasi untuk penentuan SN-
38 dalam PLGA NPs. Kromatografi cair Knauer dilengkapi dengan detektor ultraviolet.
Menggunakan kolom C18 fase balik (Nukleosil H.P. 25 cm x diameter internal 0,46 cm,

11
ukuran pori 5 mm; Knauer). Fase gerak terdiri dari campuran asetonitril, larutan buffer (13,6
g KH2PO4 dilarutkan dalam 500 mL air), dan larutan pasangan ion (1,2 g oktan-1-asam
garam natrium sulfonat dilarutkan dalam 500 mL air) pada rasio 4: 3: 3 (vol / vol) dengan
laju aliran 1,00 mL/menit. Aliquot 20 μL dari sampel disiapkan dalam asetonitril kemudian
disuntikkan ke sistem. Dan di analisis pada 265 nm. Waktu retensi SN-38 adalah 5,11 menit.
Data analisis regresi linier untuk plot kalibrasi menunjukkan bahwa ada hubungan linier yang
baik antara respons (area puncak) dan konsentrasi dalam kisaran 1 hingga 100 μg/mL,
koefisien regresi adalah 0,9999 dan persamaan regresi linier adalah y = 117661× - 7144 (n =
3). Konsentrasi sampel dihitung menggunakan kurva kalibrasi.

Cell Culture
Cell line human kolorektal adenokarsinoma (HT-29) dibudidayakan dalam medium
RPMI-1640 yang dilengkapi dengan 10% serum janin sapi dan 1% penicillin-streptomycin
pada 37°C dalam humidified incubator dengan 5% CO2. Sel-sel dipertahankan dalam fase
pertumbuhan eksponensial dengan subkultivasi periodik.

In vitro cell viability


Sel-sel HT-29 dimasukkan kedalam 96-well plate dengan kepadatan 1 x 104 sel/well
dan diinkubasi 24 jam untuk memungkinkan perlekatan sel. Media diisi ulang pada hari-hari
alternatif. Sel-sel diinkubasi dengan SN-38-tanpa obat dan SN-38 non-tertarget atau SN-38-
ditargetkan NPs suspensi pada konsentrasi 1 hingga 100 nM selama 48 jam. Pengencer
dilakukan untuk mempersiapkan working solution dalam media kultur RPMI-1640. Pada
interval waktu yang ditentukan, 20 μL MTT (5 mg per mL dalam PBS) ditambahkan ke
masing-masing well-plate, dan media kultur yang mengandung larutan MTT dikeluarkan
setelah 3-4 jam. Kristal formazan dilarutkan dalam 100 μL dimethyl sulfoxide (DMSO) dan
diukur pada 570 nm oleh microplate reader. Viabilitas sel dihitung menggunakan persamaan
berikut:

Keterangan: Ints adalah intensitas kolorimetri sel yang diinkubasi dengan sampel, dan
Intcontrol adalah intensitas kolorimetri sel yang hanya diinkubasi dengan PBS (kontrol positif).
IC50 adalah konsentrasi obat di mana 50% pertumbuhan sel terhambat, dihitung dengan
kurva pas data viabilitas sel menggunakan Prism 4.0.

12
Fluorescence Microscopic Images of NPs
Untuk studi penyerapan kualitatif, sel-sel yang ditanamkan kembali dalam sistem
kaca penutup ruang (Lab-Tek; Nunc International Co., Naperville, Illinois). Sel-sel dicuci
empat kali setelah inkubasi dengan FITC-loaded NPs selama 2 jam dan kemudian difiksasi
dengan campuran dingin metanol / aseton (50:50 vol / vol) selama 15 menit pada suhu kamar.
Sel-sel dicuci dua kali dengan PBS dan dipasang dalam media pemasangan yang terdiri dari
Na2HPO4 + asam asetat (pH5.5)/gliserol (50:50 vol/vol) untuk diamati menggunakan
mikroskop fluoresensi (λ pada 490 nm dan λem 520 nm; BX40, Olympus, Tokyo, Jepang).

Analisis statistik
Signifikansi statistik dievaluasi dengan uji-t software, dan nilai P <0,05 dianggap
signifikan.

Hasil
Dalam pembuatan SN-38 yang ditargetkan, PLGA-PEG-FOL disintesis, dimana
diharapkan bagian FOL pada akhir PEG dari PLGA-PEG-FOL ada di bagian terluar.
Dari hasil karateristik didapatkan bahwa NPs target FOL memiliki ukuran lebih besar
(221 ± 15 nm) dengan efisiensi enkapsulasi yang lebih tinggi (EE) sebesar 89,12 ± 9,2%,
sedangkan NPs yang tidak ditargetkan menunjukkan ukuran 173 ± 3 nm dengan EE sebesar
77,09 ± 6,5%. Ukuran NPs yang ditargetkan dengan FOL memiliki ukuran yang lebih besar
di karena adanya folat dipermukaan NPs yang dapat meningkatkan interaksi antara obat dan
polimer yang mengarah ke effisiensi entrapment yang lebih tinggi.

Gambar 6. Tabel karakteristik fisikokimia dari PLGA NPs


[Sumber: Ebrahimnejad et al, 2010]
Nilai potensi zeta untuk NP nontargeted dan FOLtarget adalah -10,8 ± 0,2 mV dan -6,5
± 0,3 mV.
Hasil monografi NPs menggunakan SEM, menunjukkan hasil NPs yang spheris.

13
Gambar 7. SEM micrographs (A) non targeted (B)targeted NPs
[Sumber: Ebrahimnejad et al, 2010]
Profil pelepasan in-vitro SN-38 dari NPs diamati dalam waktu 240 jam, pada hari
pertama terjadi pelepasan obat yang cukup besar yaitu 10% untuk targeting FOL dan 14%
untuk NPs non targeting. Setelah burst releases ini, pelepasan SN-38 konstan hingga 23,1 ±
2,01% untuk NPs targeting dan NPnon targeting 30 ± 2% dari jumlah obat yang diloaded.

Gambar 8. Profil pelepasan in-vitro SN-38


[Sumber: Ebrahimnejad et al, 2010]

14
Gambar 9. %effect toksisitas dengan MTT assay
[Sumber: Ebrahimnejad et al, 2010]

Efek sitotoksik in-vitro dari obat SN-38-free dan SN-38-load FOL yang ditargetkan
dan tidak ditargetkan untuk sel HT-29 (n = 6) menunjukkan bahwa obat tersebut
diformulasikan dalam FOL NP menunjukkan keuntungan dalam mencapai viabilitas sel yang
lebih rendah atau setara, memiliki sifat sitotoksisitas yang lebih tinggi dibandingkan SN-38
fre. Misalnya, viabilitas sel yang diukur pada konsentrasi obat 100 nM menurun dari 49,63%
(SN-38 free) menjadi 39,15% (NP non targeted) dan 29,04% (FOL NP targetted) setelah 48
jam inkubasi dengan sel HT-29 bila dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan antara NP
target dan nontargeted setelah 48 jam dalam konsentrasi 1 dan 10 nM tidak signifikan (PN
0,05). NP yang ditargetkan FOL menunjukkan keuntungan dalam mencapai viabilitas sel
yang lebih rendah atau setara. Sitotoksisitas yang lebih tinggi dibandingkan NP yang tidak
ditargetkan.
Data IC 50 menunjukkan bahwa formulasi NP yang ditargetkan FOL menurunkan
nilai IC50 SN-38 dalam inkubasi 48 jam. Nilai IC50 SN-38 (nM) dalam NP yang ditargetkan
adalah 30 ± 1,1% lebih rendah dari NP yang tidak ditargetkan, 51,5 ± 2,3%, dan SN-38
gratis, 90,1 ± 3,2%, dalam 48 jam.
Dari hasil gambaran mikroskopis fluoresensi sel-sel HT-29 dapat dilihat bahwa
fluoresensi NP FITC (merah) didistribusikan dalam sitoplasma, yang menunjukkan bahwa
NP telah diambil oleh sel dan terletak di dalam sel. Untuk NP-PLGAPEG-FOL yang dimuat
FIT, fluorescent merah dan NP yang tersebar terdeteksi lebih dekat di dalam wilayah sitosol.
Di sisi lain, sel HT-29 yang diobati dengan FITC-PLGA NP menunjukkan intensitas
fluoresens yang lemah. Hasil visualisasi ini konsisten dengan yang disajikan dalam hasil
sitotoksisitas.

15
Gambar 10. (A) FITC-loaded PLGA (B) FITC-loaded PLGA-PEG-FOL NPs pada 37oC.
[Sumber: Ebrahimnejad et al, 2010]

Kesimpulan
SN-38 loaded PLGA-PEG-FOL NP memiliki sifat yang kompatibel dan dapat
digunakan untuk Active targetting terhadap sel HT-29 pada karsinoma usus besar. Hal ini
dikarena Folat (Fol) sebagai ligan pentargetan memiliki banyak keuntungan: ukuran ligan
yang kecil, imunoenisitasnya rendah, banyak tersedia dipasarana, dan hanya memerlukan
biaya yang sedikit, konjugsdi kimia yang relatif sederhana, afinitas reseptor yang tinggi,
spesifik terhadap jaringan tumor yang tinggi, kompleks reseptor –ligan dapat diinduksi
melalui endositosis. ekspresi berlebih dari FOL protein pengikat adalah menunjukkan
mekanisme yang sama dengan dosis tinggi methotrexate terhadap sel HT-29 pada karsinoma
usus besar.

2.4.2 In vitro evaluation of actively targetable superparamagnetic nanoparticles to


folate receptor positive cancer cells

16
Saat ini, pengembangan metode deteksi spesifik, sensitif dan cepat untuk diagnosis
kanker sangat penting. Kemajuan nanoteknologi telah menawarkan platform untuk
pembuatan probe yang sangat kecil seperti superparamagnetic iron oxide nanoparticle
(SPIONs). SPIONs dikenal karena memiliki berbagai fungsi dalam aplikasi biomedis seperti
pencitraan resonansi magnetik (MRI), penghantaran obat tertarget, pelacakan dan pelabelan
sel dan terapi lokal. Saat ini, pengembangan SPIONs telah masuk ke dalam tahap awal uji
klinis. Berbagai metode telah dikembangkan untuk mensintesis SPIONs seperti mikroemulsi,
sintesis sono-kimia, dekomposisi termal, sintesis hidrotermal dan ko-presipitasi. Ko-
presipitasi merupakan metode yang paling sesuai untuk sintesis SPION dengan ukuran
diameter lebih kecil dari 20 nm. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa SPIONs
merupakan platform pentargetan obat yang sangat menguntungkan karena efek toksiknya
sangat rendah dan memiliki tingkat penjenuhan magnetik tinggi.
Akan tetapi, SPION bersifat hidrofobik sehingga pada kondisi fisiologis tidak stabil
karena membentuk agregat. Rasio luas permukaan terhadap volume yang besar memaksa
SPION beragregasi untuk membatasi tingginya energi permukaan. Bahan organik dan
anorganik telah digunakan untuk menyalut permukaan SPIONs sehingga menghalangi
aglomerasi dan menjamin biokompatibilitas. Penyalutan tidak hanya menstabilkan SPIONs
tetapi juga mendorong pelekatan materi biologi melalui gugus fungsi pada SPIONs. Asam
sitrat (C6H8O7) telah digunakan secara ekstensif untuk menstabilkan SPIONs dalam
berbagai aplikasi biomedik. Untuk meningkatkan spesifisitas pentargetan nanopartikel
SPIONs, biomolekul aktif dapat diikatkan pada permukaan SPIONs.
Sel tumor bergantung pada asam folat karena zat tersebut merupakan prekursor
penting dalam sintesis basa DNA. Pada sel normal, reseptor folat diekspresikan dalam jumlah
sedikit dibandingkan sel tumor. Hal ini memungkinkan nanopartikel yang dikonjugasi dengan
asam folat untuk diinternalisasi oleh sel kanker yang mengekspresikan reseptor folat (FAR+)
melalui jalur receptor-mediated endocytosis karena penetrasi dan afinitasnya yang tinggi.
Pada penelitian ini, asam folat telah dikonjugasikan dengan SPIONs melalui bantuan asam
sitrat sehingga dihasilkan monodispersi biomaterial baru dengan karakteristik yang
diinginkan yaitu kemampuan pentargetan untuk melacak dan berikatan dengan sel kanker
FAR+.

Sintesis SPIONs (γ-Fe2O3)


SPIONs disintesis menggunakan protokol Massart yang diubah oleh Idris et al.
dimana muatan permukaan dan ukuran SPIONs dikontrol. Pembuatan SPIONs dilakukan

17
melalui ko-presipitasi alkali dengan cara ferro (FeCl3) dan ferri klorida (FeCl2) dicampur
secara stoikiometri dalam larutan amonium hidroksida (NH4OH) diikuti pengasaman
presipitat (Fe3O4) dengan asam nitrat (HNO3) dan dilanjutkan dengan oksidasi menjadi
maghemite (γ-Fe2O3) dalam larutan ferri nitrat (Fe(NO3)3·9H2O) pada 100°C.

Penyalutan SPIONs dengan asam sitrat


SPIONs diinkubasi dalam 0,5 g/ml larutan asam sitrat selama 1 jam. Reaksi
disempurnakan dalam 90 menit pada suhu 90°C. Suhu campuran dibiarkan turun ke suhu
ruangan dimana diperoleh presipitat hitam yang kemudian dicuci dengan aseton untuk
mendapatkan SPIONs disalut asam sitrat (SPIONs-CA).

Konjugasi Asam Folat


Konjugasi asam folat dengan SPIONs-CA dilakukan melalui reaksi EDC/NHS click
chemistry. 1,2 mg(10 mmol)Nhydroxysuccinimide (NHS) dan 0.6 mg (3 mmol) EDC
dicampur dan dilarutkan dalam 125 μl MES buffer (0.5 M, pH = 6.3) dan ditambahkan 500 μl
SPIONs-CA kemudian dikocok selama 1.5 jam pada suhu ruangan. Campuran dicuci dua kali
dengan larutan dapar fosfat (PBS) pH 7,4, kemudian dilakukan teknik pemisahan magnetik.
SPIONs-CA teraktivasi dicampur dengan 1 ml asam folat (22 mg/mL) dan diagitasi selama 3
jam. Setelah itu, 100 μl (25 mmol) glisin dalam PBS ditambahkan pada larutan sambil
dikocok selama 30 menit. SPIONs-CA-FA kemudian disentrifuga dan dicuci dengan PBS
beberapa kali.

Analisis In Vitro

Cell Line
HSF (Human skin fibroblast) 1184, HeLa (Human cervical cancer cell), MDA-MB-
468 (Human breast cancer cell), MDA-MB-231 (Human breast cancer cell) cell line
diperoleh dari ATCC. HSF 1184,MDA-MB-468 dan MDA-MB-231dikultur dalam media
DMEM (Dulbecco's modified Eagle's medium) yang dilengkapi dengan 10% fetal bovine
serum dan 1% penicillin–streptomycin. Sel HeLa dikultur dalam media RPMI 1640 dengan
10% fetal bovine serum dan 1% penicillin–streptomycin. Sel ditumbuhkan pada suhu 37°C
dalam lingkungan yang dilembabkan dengan 5% CO2(v/v) dalam udara.

Agregasi Sel Darah Merah, Sel Darah Putih dan Platelet dan Uji Hemolisis In vitro
Untuk uji hemolisis, 900 μl (100, 200 and 300 μg/ml dalam saline) dari masing-
masing sampel (SPIONs, SPIONs-CA dan SPIONs-CA-FA) diencerkan dengan 100 μl sel
darah merah dan diinkubasi selama 2 jam. Sampel kemudian disentrifuga (5 menit, 1500

18
rpm) dan selanjutnya 900 μl saline ditambahkan ke dalam supernatan. Diukur absorpsi pada
541 nm menggunakan spektrofotometer UV. Salin dan air digunakan sebagai kontrol negatif
dan kontrol positif.
Agregasi dievaluasi secara visual menggunakan phase contrast microscope (Leica
DM IRB, Germany. 50 μl SPIONs, SPIONs-CA dan SPIONs-CA-FA ditambahkan dengan
100 μl sel darah merah, sel darah putih dan platelet-rich plasma (PRP) encer. Campuran
kemudian diletakkan dalam inkubator pada 37 °C selama 30 menit. Salin dan Triton X-100
digunakan sebagai kontrol negatif dan positif.

Persentase hemolisis ditentukan dengan menggunakan persamaan:

Uji Kompatibilitas Sel


Tetrazolium dye(MTT) assay dilakukan untuk mengevaluasi viabilitas sel HSF 1184,
HeLa, MDA-MB-468, dan MDA-MB-231 pada saat kontak dengan SPIONs, SPIONs-CA
dan SPIONs-CA-FA. Sel dipanen dan diresuspensi pada 5 × 104 sel/200 μl dalam medium
yang sesuai (dilengkapi dengan 10% fetal bovine serum dan1% penicillin-streptomycin). Sel
kemudian dikultur dalam 24-well plates. Setelah 24 jam, media dari masing-masing cell line
diganti dengan 200 μl sampel (7.8, 15.62, 31.25, 62.5, 125, 250, 500, 1000 μg/ml) yang
diencerkan dengan media dan diletakkan dalam inkubator selama 24 jam. Ke dalam setiap
sumur, ditambahkan 20 μl MTT (5 mg/mL), sel kemudian diinkubasi selama 4 jam pada
tempat gelap karena reaksi sensitif cahaya. Selanjutnya dilakukan penambahan DMSO (200
μl) untuk melarutkan kristal formazan. Sel yang tidak mengalami perlakuan dan media
digunakan sebagai kontrol dengan 100% viabilitas dan blanko. Hasil pengujian dinyatakan
sebagai mean ± standar deviasi dari 6 pengukuran independen. Viabilitas sel relatif (%)
dibandingkan dengan kelompok kontrol diperoleh melalui persamaan:

Quantitative Binding Study


HSF 118 4, HeLa,MDA-MB-468 dan MDA-MB-231 cell lines ditempatkan dalam 4-
well plates (5 × 104 sel/sumur) pada 37 °C dalam media yang sesuai (dilengkapi dengan 10%
fetal bovine serum dan1% penicillin-streptomycin). Cell line ditambahkan dengan suspensi

19
SPIONs-CA dan SPIONs-CA-FA (konsentrasi besi 100 μg/ml, 200 μg/ml and 300 μg/ml),
diinkubasi selama 4, 12 dan 24 jam pada 37 °C untuk mengevaluasi sifat ikatan sel dari
sampel. Nanopartikel yang tidak terikat dieliminasi dengan pencucian menggunakan PBS
(pH7,4) tiga kali. HCl pekat digunakan untuuk mendigesti sel selama 48 jam. Dengan
mengggunakan AAS, kandungan besi dari lisat sel diukur. Hasil rata-rata dihitung dari 6
sampel.
Untuk menentukan jika ligan folat memediasi pengambilan seluler SPIONs-CA-FA
secara spesifik, uji pengikatan kompetitif dilakukan. SPIONs-CA-FA (250 μg/ml) diko-
inkubasi dengan asam folat bebas (1 mM) dalam HSF 1184, HeLa, MDA-MB-468 dan
MDA-MB-231 cell lines. Pada pengujian ini, reseptor folat dijenuhkan dalam rangka
membatasi ikatan spesifik reseptor oleh SPIONs-CA-FA sehingga dapat membedakan
nanopartikel nonspesifik dan receptor-mediated cellular uptake.

Qualitative Binding Study


Penentuan pengambilan seluler besi pada cell line yang berbeda dilakukan
menggunakan metode pewarnaan Prussian Biru. Cell lines HSF 1184, HeLa, MDA-MB-468
dan MDA-MB-231 ditempatkan dalam 4-well plates (5 × 104 sel/sumur) pada 37 °C dalam
media yang sesuai (dilengkapi dengan 10% fetal bovine serum dan1% penicillin-
streptomycin). Sel kemudian ditambahkan suspensi SPIONs-CA dan SPIONs-CA-FA
(konsentrasi besi 100 μg/ml dan 200 μg/ml) lalu diinkubasi pada 37 °C selama 24 jam. Sel
difiksasi dalam larutan 4% formaldehid/PBS (pH7,4) selama 30 menit sebelum pewarnaan sel
dengan kit pewarna Prussin Biru. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya
(Olympus, Fluoview FV1000 Microscope, Japan).

Hasil
Sintesis SPIONs-CA-FA
Gambar A menunjukkan gambaran skematik ikatan SPIONs-CA-FA dengan sel
kanker positif reseptor folat. Penyalutan permukaan SPIONs dengan asam sitrat dilakukan
dengan metode penambahan langsung dengan hasil SPIONs diharapkan mengandung gugus
karboksilat pada permukaannya. Konjugasi asam folat dilakukan melalui EDC/NHS click
chemistry dengan hasil HPLC menunjukkan efisiensi konjugasi asam folat terhadap gugus
aktif karboksilat pada permukaan nanopartikel sebesar 50%. Ion sitrat digunakan sebagai
lapisan antamuka untuk membuat nanopartikel maghemite yang dihasilkan kompatibel untuk
aplikasi biomedik dan untuk menyediakan situs aktif karboksilat pada permukaan SPIONs.

20
Agregasi Sel Darah Merah, Sel Darah Putih dan Platelet dan Uji Hemolisis In vitro
Komposisi kimia dan komponen seluler darah in vitro tidak akan berubah setidaknya
selama 12 jam jika darah diheparinisasi. Material sitotoksik dapat menyebabkan sel darah
merah lisis dan melepaskan heme ke dalam larutan yang dapat dideteksi dengan adanya
absorbansi spektrofotometer UV pada 541 nm. Hasil uji hemolisis menunjukkan tidak ada
tanda-tanda lisis ketika partikel berkontak dengan eritrosit pada konsentrasi > 200 µg/mL dan
persentase lisis ditemukan < 1% yang masih berada dalam batas yang dapat diterima.

Gambar 11. A) Skematik ikatan SPIONs-CA-FA dengan sel kanker FAR+ , b) rute sintesis
penyalutan dengan asam sitrat (A), aktivasi konjugasi (B1), konjugasi asam folat (B2)
[Sumber: Nasiri et al, 2016]

21
Uji kompatibilitas sampel terhadap sel darah menunjukkan bahwa SPIONs-CA dan
SPIONs-CA-FA sama seperti kontrol negatif (saline) tidak memperlihatkan adanya agregasi
sel darah merah, sel darah putih dan platelet dan perubahan morfologi pada pengamatan di
bawah mikroskop. Sementara itu, SPIONs menunjukkan sedikit agregasi dan perubahan
morfologi. Hasil ini menunjukkan bahwa SPIONs-CA dan SPION-CA-FA kompatibel
dengan darah sehingga dapat diberikan secara intravena secara aman selama aplikasi
biomedik. Pada kenyataannya, pembuluh darah mengandung komponen kompleks yang akan
mempengaruhi agregasi partikel sehingga diperlukan uji agregasi in vivo untuk investigasi
selanjutnya.

Gambar 12. Persentase Hemolisis SPIONs, SPIONs-CA, SPIONs-CA-FA


[Sumber: Nasiri et al, 2016]

Gambar 12. Uji agregasi darah: a) inkubasi dengan sel darah merah, b) inkubasi dengan
platelet, c) inkubasi dengan sel darah putih, (I) kontrol positif, (II) kontrol negatif, (III),
SPIONs, (IV) SPIONs-CA, (V) SPIONs-CA-FA.
[Sumber: Nasiri et al, 2016]

22
Sitotoksisitas SPIONs, SPIONs-CA dan SPIONs-CA-FA secara kualitatif ditentukan
menggunakan uji kolorimetri MTT dengan menggunakan galur sel HSF 1184, MDA-MB-
231, MDA-MB-468 dan HeLa . Setelah inkubasi 24 jam dengan SPIONs-CA dan SPIONs-
CA-FA , viabilitas semua tipe sel masih > 70% pada semua konsentrasi Fe. SPIONs-CA dan
SPIONs-CA-FA menunjukkan >30% hambatan sel bahkan pada konsnetrasi tertinggi 1000
μg/ml. Viabilitas sel dengan adanya SPIONs menunjukkan persentase lebih rendah pada
semua perlakuan yang menunjukkan bahwa SPIONs sedikit toksik terhadap sel, sedangkan
SPIONs-CA dan SPIONs-CA-FA memiliki biokompatibilitas yang dapat diandalkan.

Gambar 13. % Viabilitas sel


[Sumber: Nasiri et al, 2016]

Binding Study
Untuk mengevaluasi jika SPIONs-CA-FA berikatan dengan sel kanker in vitro secara
selektif, 4 galur sel manusia yang berbeda digunakan. HSF merupakan sel pada kulit normal
manusia yang tidak mengekspresikan reseptor folat, MDA-MB-231 merupakan sel kanker
payudara manusia yang mengekspresikan reseptor folat, MDA-MB-468 merupakan sel
kanker payudara manusia yang tidak mengekspresikan reseptor folat dan HeLa adalah sel
kanker ovarium manusia yang mengoverekspresikan reseptor folat. Analisis kuantitatif dari

23
pengambilan besi pada sel yang berbeda dilakukan dengan menggunakan AAS. Setelah
perlakuan tiap tipe sel dengan SPIONs-CA dan SPIONs-CA-FA pada 3 konsentrasi yang
berbeda, mineralisasi sel diukur dengan mengukur kandungan besi pada lisat sel berdasarkan
absorbansi atom besi pada 248,3 nm.

Gambar 14. Quantitative binding study, a) SPIONs-CA-FA selama 24 jam, b) SPIONs-CA


selama 24 jam, c) SPIONs-CA-FA pada 250 µg/mL, d) SPIONs-CA pada 250 µg/mL
[Sumber: Nasiri et al, 2016]

Uji pengikatan kompetitif dilakukan untuk menentukan ketergantungan pengambilan


seluler reseptor folat pada sel FAR+ dengan adanya asam folat bebas 1 mM. Asam folat
bebas terlihat menurunkan pengambilan seluler pada sel HeLa dan MDA-MB-231, tetapi
tidak ada efek signifikan penurunan pengambilan seluler SPIONs-CA-FA pada sel HSF 1184
dan MDA-MB-468.

24
Gambar 15. Uji Pengikatan Kompetitif. (*) menunjukkan perbedaan signifikan (P< 0,05)
[Sumber: Nasiri et al, 2016]

Internalisasi SPIONs-CA dan SPIONs-CA-FA pada konsentrasi besi 200µg/mL


diverifikasi menggunakan metode pewarnaan Prussian Biru. Hasil pengujian
mengindikasikan bahwa partikel sebagian besar terkonsentrasi pada sitoplasma disekitar
nukleus. Terdapat pengambilan besi dalam jumlah kecil setelah inkubasi dengan SPIONs-
CA melalui mekanisme endositosis yang membantu berbagai jenis sel untuk mengambil
nanopartikel secara pasif. Pentargetan aktif SPIONs-CA-FA meningkatkan jumlah
nanopartikel dalam sel kanker FAR+ (MDA-MB-231 dan HeLa). Pewarnaan dengan
Prussian Biru mengkonfirmasi hasil AAS dimana lebih banyak SPIONs-CA-FA divisualisasi
sebagai bercak biru pada sel MDA-MB-231 dan HeLa. Hal ini membantu pengenalan
molekuler sel kanker yang mengoverekspresikan reseptor folat. Hasil ini juga
menggambarkan bahwa SPIONs-CA-FA dapat menjadi kandidat pentargetan ideal untuk
kanker yang positif reseptor folat dalam aplikasi biomedik.

25
Gambar 16. Hasil Pewarnaan Galur Sel dengan Prussian Biru, a) HSF 1184, b) HeLa, c)
MDA-MB-231, d) MDA-MB-468, (I) tanpa perlakuan, (II) SPIONs-CA, (III) SPIONs-CA-
FA
[Sumber: Nasiri et al, 2016]

Kesimpulan
SPIONs-CA-FA telah berhasil disintesis melalui konjugasi asam folat dengan SPIONs yang
disalut asam sitrat. SPIONs-CA-FA dapat ditoleransi dengan baik oleh galur sel HSF 1184,
HeLa, MDA-MB-231 dan MDA-MB-468 serta tidak menyebabkan agregasi invitro dari sel
darah merah, sel darah putih dan platelet. SPIONs-CA-FA menunjukkan pentargetan dan
internalisasi seluler lebih baik. Deteksi dari kanker stadium awal maupun metastasis dapat

26
lebih mudah karena SPIONs-CA-FA memiliki pengambilan intraseluler tinggi dibandingkan
metode konvensional lainnya.

2.4.3 In vitro and in vivo evaluation of actively targetable nanoparticle for paclitaxel
delivery

Pendahuluan
Paclitaxel menunjukkan aktivitas yang signifikan pada uji klinis terhadap berbagai
macam tumor, terutama kanker ovarium dan payudara dalam 10-20 tahun terakhir. Namun,
karena hidrofobisitasnya yang tinggi, bahan pembantu seperti Cremophor EL harus
digunakan untuk sediaan injeksi sebagai bentuk dosis klinisnya. Sayangnya, Cremophor EL
menyebabkan efek samping yang serius dan menyebabkan reaksi hipersensitivitas pada
banyak pasien (Panchagnula, 1998; Dhanikula dan Panchagnula, 1999; Singla et al., 2002).
Untuk meningkatkan efisiensi terapi dan mengurangi efek sampingnya, banyak upaya
telah dilakukan untuk pengembangan DDS paclitaxel yang ditargetkan pada tumor seperti
liposom (Sampedro et al., 1993; Sharma dan Straubinger, 1994; Crosasso et al., 2000),
partikel nano (Suh et al., 1998; Fonseca et al., 2002; Mu dan Feng, 2002, 2003; Kim et al.,
2003; Mitra dan Lin, 2003; Potineni et al., 2003), emulsi parenteral (Lundberg, 1997; Kan et
al., 1999), produk yang larut dalam air dan konjugat (Rodrigues et al., 1995; Dosio et al.,
1997; Pendri et al., 1998; Safavy et al., 2003). Sejauh ini berbagai pendekatan telah dilakukan
dan menunjukkan kemungkinan untuk mengganti sediaan berbasis Cremophor EL untuk
penghantaran paclitaxel, kecuali pada liposom, produk akhirnya untuk penggunaan manusia
masih belum digunakan.
Secara umum, tumor padat menunjukkan permeabilitas hypervascular dan gangguan
drainase limfatik. Karena efek itu, makromolekul dan partikel nano (<200 nm) dapat secara

27
signifikan terakumulasi dalam tumor, perilaku ini termasuk dalam mekanisme pasif dan tidak
memiliki tujuan untuk mengenali dan mengikat sel tumor atau jaringan.
Telah dilaporkan bahwa membran reseptor transferrin termediasi endositosis dari
kompleks transferin terikat besi- reseptor transferin merupakan rute utama penyerapan besi
seluler yang efisien, dan jalur uptake seluler yang efisien ini telah digunakan untuk
penghantaran obat anti-tumor, protein dan terapi gen menuju situs-spesifik yaitu sel yang
sedang berproliferasi termasuk eritroblas dan sel kanker yang mengekspresikan reseptor
transferin secara berlebihan (Wagner et al., 1994; Li dan Qian, 2002).
Konjugasi transferin dengan obat biasanya dilakukan baik secara langsung dengan
konjugasi kimia atau secara genetik dengan infus peptida / protein ke dalam struktur
transferrin. Meskipun metode direct coupling mudah untuk dilakukan, tetapi menunjukkan
beberapa kelemahan, seperti produk polimer cenderung terbentuk selama pembuatan, dan
konjugat yang dihasilkan secara kimia kurang baik sehubungan dengan hubungan kimia
antara obat dan protein pembawa (Kratz dan Beyer,1998; Singh, 1999).
Selain itu telah dibuktikan bahwa transferin-liposom secara signifikan meningkatkan
uptake doxorubicin bebas atau α-IFN melalui mekanisme mediasi reseptor (Liao et al., 1998;
Eavarone et al., 2000). Jadi, desain nanopartikel biodegradable polisianoakrilat ter-coated
PEG terkonjugasi dengan transferin(Transferin-PEG nanopartikel), yang merupakan
nanopartikel target aktif (Active Target Nanoparticle) sebagai pembawa paclitaxel bisa
menjadi salah satu solusi ideal untuk menghantarkan paclitaxel ke sel tumor karena ATN
memiliki efek ganda dari mekanisme pasif dan aktif.
Sebelumnya, telah dibuat nanopartikel polietilen glikol-coupled transferin untuk
penghantaran pDNA, dan uji asosiasi sel menunjukkan bahwa tingkat pengikatan sel target
oleh nanopartikel ini jauh lebih besar dari nanopartikel PEG biasa tanpa membawa
transferrin secara in vitro (Li et al., 2003). Pada penelitian ini, dipilih paclitaxel sebagai
model obat dan dilakukan perbandingan profil farmakokinetik ATN, distribusi, toksisitas dan
efikasi anti tumor pada model hewan dengan PEG-nanoparticles (NTN) yang ditargetkan
secara tidak aktif dan dengan formulasi klinis saat ini (injeksi paclitaxel).
Hasilnya menunjukkan bahwa formulasi baru ini memiliki banyak keuntungan,
terutama regresi tumor lebih efektif melalui peningkatan akumulasi paclitaxel pada sel tumor.
Bahan-bahan dan metode
Bahan
Paclitaxel (kemurnian,> 99%) dan injeksi paclitaxel (No. 030911, 30 mg / 5 ml) dibeli
dari Shanghai Hualian Pharmaceutical Co Ltd t-Boc-HNPEG 3400 dibeli dari Shearwater

28
Polymers Inc. (Huntsville, AL). Asam cyanoacetic (kemurnian, 99%) dan polivinilalkohol
(MW = 16.000) diperoleh dari Fluka (Buches, Swiss). n-Hexadecanol, asam trifluoroacetic
dan transferin manusia dibeli dari Sigma (St. Louis, MO, USA). Mouseanti-human transferrin
antibody (MAB 033-19 / 1) dan antibodi IgG Goat-anti-mouse (Alexa Fluor® 488, A-11001)
dibeli dari Molekul Probe (Eugene, OR, USA). Poli (aminopoli (etilena glikol)
cyanoacrylate-co-hexadecyl cyanoacrylate) (poli (H2NPEGCA-co-HDCA)) disintesis
menurut metode dari Stella et al. (Stella et al., 2000). Diklorometana dan asetonitril HPLC
digunakan dalam penelitian ini serta semua pereaksi lainnya dan pelarut memiliki grade
analitis.
Hewan coba
Mencit strain Kunming betina (20 ± 2 g) dipasok oleh Pusat Hewan Eksperimental
Shanghai, Akademi Ilmu Pengetahuan China (Shanghai, Cina). Hewan diaklimatisasi pada
suhu 25 ± 2 ◦C dan kelembaban relatif 70 ± 5% di bawah kondisi terang / gelap selama 1
minggu sebelum pemberian dosis.
Persiapan ATN loading paclitaxel
Nanopartikel poli (H2NPEGCA-co-HDCA) (nonaktif target PEG-nanopartikel, NTN)
memuat paclitaxel disiapkan dengan teknik penguapan pelarut terlebih dahulu. Secara
singkat, 0,6 ml paclitaxel (30 mg) dalam diklorometana yang mengandung poli
(H2NPEGCA-co-HDCA) (100 mg) diemulsifikasi dalam 2 ml larutan polivinilalkohol
(0,5%, b / v) dengan sonifikasi selama 10 detik (Sonifier 250, Branson, output = 10 unit)
hingga membentuk emulsi primer (O / W). Lalu, emulsi (O / W) diencerkan dalam 20 ml
larutan polivinilalkohol (0,1%, b / v) dengan pengadukan magnetik sedang. Pengadukan
magnet dipertahankan selama lebih dari 1 jam untuk memungkinkan pemadatan nanopartikel
pada 250 C. Larutan organik dihilangkan dengan penguapan di bawah pengurangan tekanan
(Rotavapor R-114, B˝uchi, Swiss) pada 37 ◦C. Akhirnya, nanopartikel dikumpulkan dengan
sentrifugasi pada 35.000 rpm selama 20 menit (Beckman Model J2-21) dan dicuci dua kali
dengan air sebelum liofilisasi.
ATN dibuat dengan memasangkan transferin ke PEG-nanopartikel menggunakan
metode sebelumnya (Li etal., 2003). Secara singkat, larutan transferrin (100 mg) dalam 1ml
30mM buffer natrium asetat (pH 5)dicampur dengan 50 µl 30mM buffer asetat natrium (pH
5.0) mengandung 1,5 mg sodium periodate. Campuran dibiarkan selama 90 menit dalam
penangas es dalam gelap. Kemudian, filtrasi gel dilakukan dengan kolom SephadexG- 25 PD
10 (Pharmacia, 150mM NaCl, 10mM HEPES, pH 7,3), di mana 1ml larutan mengandung 80
mg transferin teroksidasi diperoleh.

29
Kandungan aldehida teroksidasi dalam transferin diuji serapannya pada  280 nm.
Larutan modifikasi transferrin (0,5 µMol) ditambahkan dengan cepat ke dalam larutan yang
mengandung 10 mg NTN mengandung paclitaxel dalam 0,5 ml HBS.
Setelah 12 jam pada suhu kamar, ATN dimurnikan untuk menghilangkan kelebihan
transferrin bebas dengan mengencerkan ATN dengan sejumlah volume HBS yang sama
(NaCl 150mM, 20mM HEPES, pH 7,4) dan disentrifugasi pada 35.0 00 rpm selama20 mnt
(Beckman Model J2-21). Pengukuran kuantitatif dari transferrin terikat PEG-nanopartikel
dilakukan sesuai dengan metode sebelumnya (Li et al., 2003).
Karakterisasi fisikokimia ATN loading paclitaxel
Pemeriksaan morfologi ATN dilakukan menggunakan mikroskop elektron transmisi
(TEM, CM12 Philips, Belanda) menggunakan pewarnaan negatif dengan larutan natrium
fosfotungstat (0,2%, b / v). Ukuran, distribusi ukuran dan zeta potensi nanopartikel diukur
dengan hamburan cahaya laser dengan resuspensi nanopartikel dalam air menggunakan
Nicomp 380 / ZLS zeta potensial analy zer (Particle Sizing Systems, USA).
Efisiensi penjerapan diperoleh dengan mengukur jumlah paclitaxel yang dipenjerapan
di ATN. Paclitaxel dipenjerapan dalam nanopartikel diuji dengan menambahkan 10 mg ATN
dalam 2 ml diklorometana dan dikocok, kemudian 4 ml campuran
dari CH3CN: H2O (1: 1, v / v) ditambahkan. Nitrogenaliran dialirkan untuk menguapkan
diklorometana.
Jumlah paclitaxel ditentukan dengan metode HPLC dengan kondisi uji: Kolom C18
Diamond® (150mm × 4.6mm i.d., ukuran pori 5µm); fase gerak, CH3CN: H2O (1: 1, v / v);
laju alir 1,0 ml / menit; pada panjang gelombang 227 nm dengan Detektor UV.
Uji pelepasan in vitro
Uji pelepasan dilakukan dalam 30mM fosfat buffer (pH 7,4). Dua ratus miligram
suspensi nanopartikel dalam 15 ml fosfat buffer pada 37 ◦C di bawah pengocokan horizontal
(100 rpm). Sebagai perbandingan, uji pelepasan NTN juga dilakukan. Pada interval waktu
yang telah ditentukan, suspensi nanopartikel disentrifugasi dan supernatan dikumpulkan
untuk analisis paclitaxel lebih lanjut. Nanopartikel diresuspensi kembali dengan volume yang
sama media segar dan diinkubasi kembali pada kondisi yang sama.
Jumlah paclitaxel yang dilepaskan di setiap interval waktu ditentukan dengan
menggunakan HPLC seperti dijelaskan sebelumnya untuk pengukuran efisiensi penjerapan.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik ATN loading paclitaxel

30
Karakteristik ATN loading paclitaxel dapat dilhat pada Tabel 1. Paclitaxel
dimasukkan ke dalam ATN dan NTN dengan efisiensi penjerapan yang sedikit berbeda
dengan teknik emulsifikasi. ATN menunjukkan efisiensi penjerapan yang sedikit rendah
dibandingkan dengan NTN.

Gambar 17. Charaxteristics of ATN loading paclitaxel


[Sumber: Nasiri et al, 2005]

Hasil ini didapat karena beberapa paclitaxel tidak terserap selama transferrin
dikonjugasikan dengan NTN. Secara umum, beberapa obat dapat diserap di permukaan
nanopartikel oleh berbagai ikatan seperti ikatan Vander Wals dll. Ketika transferrin
dikonjugasikan dengan NTN, beberapa transferin tidak dapat diserap dan meninggalkan
permukaan nanopartikel ke dalam larutan. Hasilnya, ATN menunjukkan efisiensi penjerapan
yang sedikit rendah daripada NTN. Namun, efisiensi penjerapan ATN dan NTN tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan (P> 0,05). ATN diamati dengan TEM dan
menunjukkan bentuk yang bulat (Gbr. 1).

Ukuran partikel adalah salah satu karakter paling penting dari sistem penghantaran
obat nanopartikel karena ukuran partikel menunjukkan efek yang signifikan pada pelepasan
dan distribusi obat di berbagai organ tubuh, khususnya pada jaringan tumor.
Telah dilaporkan bahwa tumor padatmenunjukkan permeabilitas hypervascular dan
gangguan drainase limfatik. Akibatnya, liposom atau nanopartikel (<200 nm) secara
signifikan dapat terakumulasi dalam sel tumor melalui mekanisme "filtrasi" (Iodoshima et al.,
1997). Sebagai tambahan, nanopartikel yang disuntikkan juga tidak bisa terlalu besar untuk
bisa melewati jarum suntik. Ukuran partikel ATN tidak lebih dari 120 nm. ATN loading
paclitaxel menunjukkan muatan permukaan negatif (−13,6 ± 1,1 mV). Namun, ukuran

31
partikel dan muatan permukaan ATN dan NTN tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan (P> 0,05).
Untuk mengevaluasi sejauh mana konjugasi transferrin pada ATN loading paclitaxel,
efisiensi kopling dari transferrin dihitung dengan analisis kuantitatif yang dilakukan setelah
membilas konjugat. Rantai PEG dihitung dengan asumsi bahwa berat molekul transferrin
adalah 80.000. Ditemukan bahwa 5-8% dari total rantai PEG dihubungkan dengan molekul
transferrin.

Gambar 18. Transmission electron micrographs of ATN (a) and NTN (b)
[Sumber: Nasiri et al, 2005]

Uji pelepasan in vitro


Profil pelepasan paclitaxel secara in vitro diperoleh dengan represesntasi persentase
pelepasan paclitaxel sehubungan dengan jumlah paclitaxel yang dimuat dalam nanopartikel
(Gbr. 2). ATN loading paclitaxel memperlihatkan efek pelepasan yang rendah dengan hanya
sekitar 16,2% obat yang dilepas di hari pertama. Setelah 1 hari, profil pelepasan paclitaxel
menampilkan fase sustained release. Jumlah akumulasi pelepasan paclitaxel selama 30 hari
adalah 81,6%. Sustained release ini dapat terjadi terutama karena erosi dan degradasi polimer
dimana paclitaxel memiliki kelarutan yang sangat buruk dalam air.
Dibandingkan dengan ATN, jumlah akumulasi pelepasan paclitaxel dari NTN selama
30 hari adalah 93,2%. Profil pelepasan in vitro ATN loading paclitaxel dan NTN
menunjukkan sedikit perbedaan, terutama, NTN menunjukkan efek sedikit lebih tinggi sekitar
33,6% pelepasan obat dalam 1 hari. Seperti dijelaskan di atas, selama pembuatan ATN,
transferin harus dikonjugasikan dengan NTN, beberapa obat dapat tidak terserap dan
meninggalkan permukaan nanopartikel menuju larutan.

32
Gambar 19. Pelepasan paclitaxel dari ATN dan NTN
[Sumber: Nasiri et al, 2005]

Kesimpulan
ATN loading paclitaxel dapat dibuat menggunakan partikel PEG terkonjugasi dengan
transferin. ATN menunjukkan efisiensi penjerapan rata-rata lebih dari 90%. ATN loading
paclitaxel menunjukkan efek burst yang rendah selama fase pertama dan sustained
releaselebih dari 30 hari. Paclitaxel yang dimuat dalam ATN diklirens agak lambat dengan
t1/2 lebih dari 6 jam. Distribusi ATN pada S-180 mencit padat yang mengandung tumor
setelah pemberian intravena menunjukkan akumulasi paclitaxel pada sel tumor meningkat
seiring waktu, dan jumlah paclitaxel pada tumor sekitar 4,8 dan 1,1 kali lebih tinggi dari
paclitaxel bebas dan NTN pada 6 jam setelah injeksi intravena.
Untuk mencit yang diterapi dengan ATN, penurunan berat badan terbatas, dan regresi
tumor secara signifikan diamati dengan tumor lengkap regresi pada lebih dari 50% mencit.
Selain itu, rentang hidup mencit yang mengandung tumor meningkat secara signifikan ketika
mereka diterapi dengan ATN. Jadi, ATN bisa menjadi pembawa yang potensial dan
penghantaran yang efektif untuk paclitaxel.

33
BAB III
KESIMPULAN

Terapi tepat sasaran pada kanker dinilai memiliki manfaat yang lebih optimal secara
farmakologis dan fisiologis baik secara invitro maupun invivo. Kemoterapi biasanya
diberikan secara intravena, dan biasanya dapat merusask DNA. Karena berat molekulnya
rendah, sebagian besar antikanker yang digunakan secara intravena clearancenya cepat di
sirkulasi sistemik dan tidak terakumulasi dengan baik pada sel tumor. dan juga karena ukuran
yang kecil dan hidrofobisistas yang tinggi, molekul obat cenderung terakumulasi dan
menyebabkan toksisitas pada jaringan sehat.
Beberapa pengujian in vitro yang dilakukan menggunakan sistem penghantaran active
targeting sebagai berikut: SN-38 loaded PLGA-PEG-FOL NP memiliki sifat yang
kompatibel dan dapat digunakan untuk Active targetting terhadap sel HT-29 pada karsinoma
usus besar. SPIONs-CA-FA telah berhasil disintesis melalui konjugasi asam folat dengan
SPIONs yang disalut asam sitrat. SPIONs-CA-FA dapat ditoleransi dengan baik oleh galur
sel HSF 1184, HeLa, MDA-MB-231 dan MDA-MB-468 serta tidak menyebabkan agregasi
invitro dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. SPIONs-CA-FA menunjukkan
pentargetan dan internalisasi seluler lebih baik. Deteksi dari kanker stadium awal maupun
metastasis dapat lebih mudah karena SPIONs-CA-FA memiliki pengambilan intraseluler
tinggi dibandingkan metode konvensional lainnya. ATN loading paclitaxel dapat dibuat
menggunakan partikel PEG terkonjugasi dengan transferin. ATN menunjukkan efisiensi
penjerapan rata-rata lebih dari 90%. ATN loading paclitaxel menunjukkan efek burst yang
rendah selama fase pertama dan sustained releaselebih dari 30 hari.

34
DAFTAR PUSTAKA
Xu, Z., Gu, W., Huang, J., Sui, H., Zhou, Z., yang, Y., Yan, Z., Li, Y. 2005. In Vitro and In
Vivo Evaluation of Actively Targetable Nanoparticles for Paclitaxel
Delivery.International Journal of Pharmaceutics. 361-368.
Nasiri, R. et al. (2016). In vitro evaluation of actively targetable superparamagnetic
nanoparticles to the folate receptor positive cancer cells. Materials Science and
Engineering C 69 : 1147–1158
Ebrahimnejad, P., Dinarvand, R., Sajadi, A., Jaafari, M., R., Nomani, A., R., Azizi, E.,
Malekshahi, M., R. Atyabi, F. 2010. Preparation and in Vivo Evaluation of Actively
Targetable Nanoparticles for SN-38 Delivery Against HT-29 Cell
Lines.nanomedicine: Nanotechnology, Biology,and Medicine. 478-485.
Lammers, T., Kiessling, F., Hennink, W., E., Strom, G. 2012. Drug targeting to Tumors:
Principles, Pitfalls and Pre(-)Clinical Progress. Journal of Controlled Release. 175-
187.

35

Anda mungkin juga menyukai