Anda di halaman 1dari 89

BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

MODUL

PSIKOLOGI KOMUNIKASI

KODE MATA KULIAH :

SEMESTER :

JUMLAH SKS :

DOSEN :

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


INSTITUT DELI HUSADA DELI TUA
TAHUN AJARAN
2017/2018
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hadiahkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami mampu menyelesaikan
modul mata kuliah Psikologi Komunikasi dengan tepat waktu.menyusun modul
ini tidak luput dari partisipasi semua pihat terutama dosen – dosen di pendidikan
Institut Deli Husada Delitua. Laporan ini hanya menyangkut beberapa kecil
pengetahuan tentang Farmakoekonomi. Laporan ini tentunya masih jauh dari
sempurna. Untuk itu kami mengharapkan keritik dan saran serta motivasi yang
sifatnyta membangun, dari pembaca demi kesempurnaan modul selanjutnya.

Akhir kata penulis harapkan agar kiranya modul ini dapat bermanfaat
semua bagi semua pihak untuk menambah wawasan dalam bidang jaringan dasar
khusus nya teknik informatika dari semua pihak yang memerlukan. Semoga Allah
SWT memberikan kebaikan dan kemudahan pada kita Amin.

Delitua, September 2018


Penyusun
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

VISI INSTITUT DELIHUSADA

Pusat Pembangunan kualitas sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan


teknologi bidang kesehatan tahun 2018

MISI INSTITUT DELIHUSADA

1. Mengembangkan pendidikan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat.


2. Mengembangkan riset di bidang kesehatan untuk pembangunan ilmu
kesehatan dan kepentingan terapan.
3. Meningkatkan kualitas pengabdian pada masyarakat yang merupakan hasil
penelitian dan dapat di implementasikan untuk meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat.

VISI FAKULTAS FARMASI INSTITUT DELI HUSADA DELITUA

1. Menjadi fakultas farmasi yang mampu menghasilkan lulusan yang kompeten


di bidang keilmuan farmasi secara akademik dan professional.
2. Menjadi sarjana farmasi yang mampu menghasilkan lulusan sarjana farmasi
yang kompeten secara akademik dan professional dengan keunggulan bidang
farmasi klinis rumah sakit tahun 2020.

MISI FAKULTAS FARMASI INSTITUT DELI HUSADA DELITUA

1. Menyelenggarakan proses belajar mengajar yang kondusif dengan metode


Problem Based Learning (PBL), berbagai fasilitas belajar (e-Learning, e-
Books, e-Library, Tools), dan system pembelajaran kelas, praktikum
laboratorium dan praktikum rumah sakit.
2. Mengoptimalkan dan mengimplementasikan program riset farmasi yang di
fokuskan pada efektifitas pendayagunaan obat di rumah sakit berbasis budaya
lokal diwilayah Sumatera Utara dengan pendekatan kolaboratif dalam bidang
maupun ilmu kesehatan.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

3. Menginplementasikan program pengabdian kepada masyarakat berbasis riset


dengan mengoptimalisasikan efektifitas penggunaan obat dirumah sakit
berbasis kearifan lokal.
4. Mengefektifkan studi lanjut dosen melalui program dari S2 ke S3.

OVERLINE / RUANG LINGKUP MATA KULIAH

Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk


mengintegrasikan melengkapi dan menetapkan penguasaan seluruh kompetensi
yang harus di peroleh mahasiswa selama pendidikan serta memberikan
pengalaman profesional pada farmasi. Untuk mencapai hal tersebut ditempuh
beberapa strategi di antaranya adalah setelah mahasiswa mendapatkan pelajaran di
kelas di laboratorium, mahasiswa di tuntut agar dapat mengaplikasikan
pengetahuan yang dimilikinya terhadap kasus nyata dilahan praktik.

Dalam pembelajaran digunakan pendekatan preceptoring dan monitoring


dengan penerapan konsep self directed learning yang sangat bergantung pada
proses pembelajaran maupun dilahan praktek.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................

VISI, MISI DAN TUJUAN PRODI FARMASI INSTITUT DELI HUSADA

.................................................................................................................

DAFTAR ISI ..........................................................................................

MODUL I................................................................................................

MODUL II ..............................................................................................

MODUL III.............................................................................................

MODUL IV.............................................................................................

MODUL V..............................................................................................

MODUL VI.............................................................................................

MODUL VII ...........................................................................................

MODUL VIII..........................................................................................

MODUL IX ............................................................................................

MODUL X..............................................................................................

MODUL XI.............................................................................................

MODUL XI.............................................................................................

MODUL XIII..........................................................................................

MODUL XIV..........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................


BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

MODUL I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi Penyebab-penyebab kesalahan pengobatan

Medication error merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien rawat
inap. Secara umum Medication error didefinisikan sebagai peresepan, pemberian
dan administrasi obat yang salah, yang menyebabkan konsekuensi tertentu atau
tidak. Sebuah studi medication error pada pasien pediatric menunjukkan 5,7%
medication errors 10778 kasus berasal dari pemesanan obat. Studi lain
menyebutkan bahwa lokasi yangbpalin banyak terjadi kesalahan pada pediatric
adalah NICU (Neonatal Intensive Care Unit), unit pelayanan umum, unit pediatrik
dan pasien rawat inap. Sebagian besar kesalahan terkait dengan administrasi obat
terutama penggunaan dosis obat yang kurang tepat.

Medication error dapat menyebabkan efek samping yang membahayakan


yang potensial memicu resiko fatal dari penyakit. Suatu sistem praktik pengobatan
yang aman perlu dikembangkan dan dipelihara untuk memastikan bahwa pasien
menerima pelayanan dan proteksi sebaik mungkin. Hal ini dikarenakan semakin
bervariasinya obat-obatan dan meningkatnya jumlah dan jenis obat yang ditulis
per pasien saat ini. Tanggung jawab seorang apoteker dan perawat dalam
dispensing dan pemberian obat menjadi semakin berat akibat ketersediaan obat
tertentu yang lebih banyak untuk suatu penyakit, waktu kadaluarsa obat yang
semakin cepat, dan banyaknya jenis obat-obat baru yang tertulis pada resep.
Penggunaan obat yang semakin meningkat dapat meningkatkan bahaya terjadinya
kesalahan pengobatan.

Masalah ini semakin serius karena kesalahan pengobatan merupakan


pemicu terjadinya kecelakaan dalam rumah sakit, sehingga perlu dicari upaya
untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya kesalahan-kesalahan pengobatan
tersebut. Kesalahan pengobatan dapat terjadi pada masing-masing proses dari
peresepan, mulai dari penulisan resep, pembacaan resep oleh apoteker,
penyerahan obat sampai penggunaan obat oleh pasien, kesalahan yang terjadi di
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

salah satu komponen dapat secara berantai menimbulkan kesalahan lain di


komponen-komponen selanjutnya. Sebuah studi di Yogyakarta (2010) terhadap
sebuah rumah sakit swasta menunjukkan bahwa dari 229 resep , ditemukan 226
resep medication error. Dari 226 medication errors, 99.12% merupakan kesalahan
peresepan, 3.02% merupakan kesalahan farmasetik dan 3.66% merupakan
kesalahan penyerahan.

Sebagian besar kesalahan peresepan merupakan akibat dari resep yang


tidak lengkap. Dokter melakukan kesalahan terbanyak yakni 99.12%. kesalahan
farmasetik meliputi overdosis atau dosis rendah yang inadekuat. Penyerahan obat
meliputi preparasi obat yang tidak tepat dan pemberian informasi yang tidak
lengkap. Monitoring keamanan dan efikasi obat secara adekuat dapat mencegah
terjadinya efek samping. Di Rumah Sakit, pemberian informasi dan kontrol
administrasi obat merupakan tantangan yang berat. Selain itu, pada pasien rawat
jalan, kontrol penggunaan obat dan keparahan efek samping juga belum dimonitor
dengan baik. Interaksi obat dengan obat, makanan, dan bahan kimia dapat
mempengaruhi terapeutik pasien.

Misi apoteker adalah untuk membantu memastikan bahwa pasien


mendapatkan penggunaan obat yang terbaik dan rasional. Apoteker harus
mempelopori, bekerja sama dan disiplin dalam mencegah, mendeteksi dan
mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat yang dapat mengakibatkan
kerugian pada pasien. Adanya faktor risiko dan riwayat penggunaan obat
sebelumnya yang mungkin dapat berinteraksi perlu dipantau untuk meminimalkan
risiko. Apoteker harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk
memastikan bahwa obat yang digunakan aman. Hal-hal tersebut dilakukan agar
dampak negatif dari medication error seperti pemborosan dari segi ekonomi dan
menurunnya mutu pelayanan pengobatan (meningkatnya efek samping dan
kegagalan pengobatan) dapat diminimalkan.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

1.2. Faktor Penyebab

Menurut American Hospital Association, medication error antara lain dapat terjadi
pada situasi berikut:

a. Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi tentang
riwayat alergi dan penggunaan obat sebelumnya.
b. Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau
menggunakan obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika
timbul efek samping.
c. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker
yang keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat
yang relatif mirip dengan obat lainnya, kesalahan membaca desimal,
pembacaan unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas (q.d
atau q.i.d/QD).
d. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru
oleh pasien.
e. Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak
terang, hingga suasana tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat
mengakibatkan timbulnya medication error.

Di bawah ini diuraikan beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya


medication error:

1. Kondisi sumber daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit


(IFRS)Jumlah dan mutu apoteker tidak memadaiPersonel non-professional
dalam bidang pekerjaan apoteker
2. Sistem distribusi obat untuk PRT yang tidak sesuai
3. Belum diterapkannya pelayanan farmasi klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu kegiatan jaminan mutu pelayanan obat
kepada pasien. Dalam pelayanan ini, apoteker memiliki tanggung jawab sebagai
upaya pencapaian dan peningkatan kesehatan pasien dan mutu kehidupannya. Jika
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

pelayanan ini tidak diterapkan di rumah sakit, maka tidak menutup kemungkinan
kesalahan obat atau masalah yang berkaitan dengan obat akan banyak terjadi.

1. Tidak diterapkannya pedoman Cara Dispensing Obat yang Baik (CDOB)


Berbagai kegiatan dalam CDOB tidak dilakukan, seperti: interpretasi
resep, riwayat pengobatan pasien, pemberian informasi yang tidak lengkap
pada etiket, kurangnya informasi pada perawat, dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan baik oleh dokter, apoteker, perawat, maupun pasien.
2. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat
yang tidak memadai Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna
karena merupakan penuntun untuk melaksanakan pengelolaan,
pengendalian, dan pelayanan obat yang efektif dan efisien di rumah sakit.
Kurangnya kebijakan dan prosedur tersebut di rumah sakit dapat
berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.
3. Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium yang belum
memadai. Sistem formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan
formularium tidak akomodatif bagi pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta
penggunaan di rumah sakir tidak terkendali, dan kondisi tersebut dapat
menyebabkan kesalahan obat.
4. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya. Tidak berdayanya PFT
di rumah sakit, antara lain sistem formularium tidak terlaksana,
formularium tidak baik, dan pengembangan kebijakan serta prosedur
berkaitan dengan obat sangat lambat. Hal-hal tersebut dapat berkontribusi
pada kesalahan obat di rumah sakit.
5. Kurang memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang obat.
Pengetahuan pasien yang kurang memadai tentang obat menyebabkan
ketidakpatuhan pasien dan salah penggunaan obatnya. Sedangkan,
profesional kesehatan yang memiliki pengetahuan kurang terhadap obat
dapat menyebabkan kesalahan pemilihan obat yang tepat bagi pasien.
6. Kesalahan komunikasi (communication errors). Kesalahan komunikasi
dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan dokter/apoteker dalam
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

berkomunikasi dengan pasien. Dapat juga diakibatkan karena pasien tidak


memberitahukan gejala penyakit yang dirasakannya dengan jelas.
7. Meningkatnya spesialisasi dan fragmentasi perawatan kesehatan. Semakin
banyak tenaga kesehatan yang menangani seorang pasien, makin besar
kemungkinan kesalahan informasi yang disampaikan.
8. Belum terdapat standar pelayanan medis yang tertuang dalam SOP. Masih
belum adanya standar pelayanan medis yang dituangkan dalam standar
prosedur operasional sehingga tidak ada acuan baku dalam
penatalaksanaan suatu penyakit dengan baik. Misalnya penatalaksanaan
malaria baik oleh tenaga mikroskopis maupun tenaga medis hanya
didasarkan atas pengalaman.

1.3. Penyebab kesalahan obat yang umum

a. Kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan yang


membingungkan

Kekuatan atau dosis sediaan tidak jelas dimana sediaan tersebut terdiri dari
bermacam-macam obat dengan perbandingan yang ada, contoh cotrimoksazol
(trimetroprim 800 mg + sulfametoksazol 400 mg).

b. Nama atau bunyi nama obat yang terlihat mirip

Penamaan sediaan obat yang hampir sama dapat menyebabkan medication error.
Contoh obat yang sering menyebabkan kesalahan pengobatan adalah obat
pencegah pembekuan darah Coumadin® dan obat anti parkinson Kemadrin®.
Taxol® (paclitaxel) suatu agen antikanker kedengarannya hampir sama dengan
Paxil® (paroxetine) yang merupakan suatu antidepresan.

c. Kesalahan alat

Contohnya pompa intravena dimana katupnya tidak berfungsi, menyebabkan


periode pemberian obat menjadi terlalu cepat.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

d. Tulisan tangan tidak terbaca

Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan kesalahan dalam dua
pengobatan yang mempunyai nama yang serupa. Selain itu, banyak nama obat
yang nampak serupa terutama saat percakapan di telepon, kurang jelas atau salah
melafalkan. Permasalahannya menjadi kompleks apabila obat tersebut memiliki
cara pemberian yang sama dan dosis yang hampir sama.

e. Penulisan kembali resep atau order dokter yang tidak tepat

f. Perhitungan dosis yang tidak teliti

Kesalahan dalam menghitung dosis sebagian besar terjadi pada pengobatan


pediatri dan pada produk-produk intravena. Beberapa studi menunjukkan bahwa
kesalahan dalam perhitungan dosis tidak hanya ringan tetapi juga kesalahan yang
fatal, misal kesalahan 10 kali lipat atau mencapai 15%.

g. Kesalahan diagnosis

Kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit dapat menyebabkan kesalahan


tindakan medis selanjutnya.

h. Menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep


BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

MODUL II

Konsep Psikologi tentang Manusia

2.1 Konsep Psikologi tentang Manusia

Adapun yang dimaksud dengan psikologi komunikasi adalah sebuah cabang ilmu
psikologi yang bertugas untuk menguraikan, meramalkan dan mengendalikan peristiwa
mental dan perilaku C. Faktor Penyebab

Menurut American Hospital Association, medication error antara lain dapat terjadi pada
situasi berikut:

a. Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi tentang riwayat
alergi dan penggunaan obat sebelumnya.

b. Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum atau
menggunakan obat, frekuensi dan lama pemberian hingga peringatan jika timbul efek
samping.

c. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi apoteker yang keliru


dalam membaca resep dokter, kesalahan membaca nama obat yang relatif mirip dengan
obat lainnya, kesalahan membaca desimal, pembacaan unit dosis hingga singkatan
peresepan yang tidak jelas (q.d atau q.i.d/QD).

d. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca keliru oleh
pasien.

e. Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang tidak terang,


hingga suasana tempat kerja yang tidak nyaman yang dapat mengakibatkan timbulnya
medication error.

Di bawah ini diuraikan beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya medication
error:

1. Kondisi sumber daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

a. Jumlah dan mutu apoteker tidak memadai


BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

b. Personel non-professional dalam bidang pekerjaan apoteker

2. Sistem distribusi obat untuk PRT yang tidak sesuai

3. Belum diterapkannya pelayanan farmasi klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu kegiatan jaminan mutu pelayanan obat
kepada pasien. Dalam pelayanan ini, apoteker memiliki tanggung jawab sebagai upaya
pencapaian dan peningkatan kesehatan pasien dan mutu kehidupannya. Jika pelayanan
ini tidak diterapkan di rumah sakit, maka tidak menutup kemungkinan kesalahan obat
atau masalah yang berkaitan dengan obat akan banyak terjadi.

4. Tidak diterapkannya pedoman Cara Dispensing Obat yang Baik (CDOB) Berbagai
kegiatan dalam CDOB tidak dilakukan, seperti: interpretasi resep, riwayat pengobatan
pasien, pemberian informasi yang tidak lengkap pada etiket, kurangnya informasi pada
perawat, dapat menyebabkan terjadinya kesalahan baik oleh dokter, apoteker, perawat,
maupun pasien.

5. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan obat yang


tidak memadai Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena merupakan
penuntun untuk melaksanakan pengelolaan, pengendalian, dan pelayanan obat yang
efektif dan efisien di rumah sakit. Kurangnya kebijakan dan prosedur tersebut di rumah
sakit dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.

6. Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium yang belum


memadai. Sistem formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan formularium
tidak akomodatif bagi pasien. Jumlah, jenis mutu obat serta penggunaan di rumah sakir
tidak terkendali, dan kondisi tersebut dapat menyebabkan kesalahan obat.

7. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya. Tidak berdayanya PFT di rumah
sakit, antara lain sistem formularium tidak terlaksana, formularium tidak baik, dan
pengembangan kebijakan serta prosedur berkaitan dengan obat sangat lambat. Hal-hal
tersebut dapat berkontribusi pada kesalahan obat di rumah sakit.

8. Kurang memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang obat.


Pengetahuan pasien yang kurang memadai tentang obat menyebabkan ketidakpatuhan
pasien dan salah penggunaan obatnya. Sedangkan, profesional kesehatan yang memiliki
pengetahuan kurang terhadap obat dapat menyebabkan kesalahan pemilihan obat yang
tepat bagi pasien.

9. Kesalahan komunikasi (communication errors). Kesalahan komunikasi dapat terjadi


akibat kurangnya kemampuan dokter/apoteker dalam berkomunikasi dengan pasien.
Dapat juga diakibatkan karena pasien tidak memberitahukan gejala penyakit yang
dirasakannya dengan jelas.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

10. Meningkatnya spesialisasi dan fragmentasi perawatan kesehatan. Semakin banyak


tenaga kesehatan yang menangani seorang pasien, makin besar kemungkinan kesalahan
informasi yang disampaikan.

11. Belum terdapat standar pelayanan medis yang tertuang dalam SOP. Masih belum
adanya standar pelayanan medis yang dituangkan dalam standar prosedur operasional
sehingga tidak ada acuan baku dalam penatalaksanaan suatu penyakit dengan baik.
Misalnya penatalaksanaan malaria baik oleh tenaga mikroskopis maupun tenaga medis
hanya didasarkan atas pengalaman.

12. Penyebab kesalahan obat yang umum

a. Kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan yang membingungkan

Kekuatan atau dosis sediaan tidak jelas dimana sediaan tersebut terdiri dari bermacam-
macam obat dengan perbandingan yang ada, contoh cotrimoksazol (trimetroprim 800
mg + sulfametoksazol 400 mg).

b. Nama atau bunyi nama obat yang terlihat mirip

Penamaan sediaan obat yang hampir sama dapat menyebabkan medication error.
Contoh obat yang sering menyebabkan kesalahan pengobatan adalah obat pencegah
pembekuan darah Coumadin® dan obat anti parkinson Kemadrin®. Taxol® (paclitaxel)
suatu agen antikanker kedengarannya hampir sama dengan Paxil® (paroxetine) yang
merupakan suatu antidepresan.

c. Kesalahan alat

Contohnya pompa intravena dimana katupnya tidak berfungsi, menyebabkan periode


pemberian obat menjadi terlalu cepat.

d. Tulisan tangan tidak terbaca

Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan kesalahan dalam dua pengobatan
yang mempunyai nama yang serupa. Selain itu, banyak nama obat yang nampak serupa
terutama saat percakapan di telepon, kurang jelas atau salah melafalkan.
Permasalahannya menjadi kompleks apabila obat tersebut memiliki cara pemberian
yang sama dan dosis yang hampir sama.

e. Penulisan kembali resep atau order dokter yang tidak tepat

f. Perhitungan dosis yang tidak teliti

Kesalahan dalam menghitung dosis sebagian besar terjadi pada pengobatan pediatri dan
pada produk-produk intravena. Beberapa studi menunjukkan bahwa kesalahan dalam
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

perhitungan dosis tidak hanya ringan tetapi juga kesalahan yang fatal, misal kesalahan
10 kali lipat atau mencapai 15%.

g. Kesalahan diagnosis

Kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit dapat menyebabkan kesalahan tindakan


medis selanjutnya.

h. Menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep

seseorang dalam sebuah komunikasi.

Atau dengan kata lain, psikologi komunikasi juga dapat diartikan sebagai
sebuah ilmu psikologi yang yang berusaha untuk memahami, menjelaskan dan
memprediksi bagaimana pikiran, perasaan, dan tindakan manusia yang
dipengaruhi oleh manusia yang lainnya.

Adapun komunikasi ini sangatlah vital dalam menumbuh kembangkan


kepribadian manusia, dan pada umumnya berbicara mengenai komunikasi tidak
akan terlepas dari perilaku serta pengalaman kesadaran manusia. Dalam kacamata
psikologi, komunikasi tersebut dipandang sebagai perilaku, baik itu yang bersifat
manusiawi, menarik serta melibatkan banyak orang di berbagai situasi.

Adapun psikologi komunkasi tersebut mengupas secara tajam “ diri “ kita


sebagai slaah satu pelaku komunikasi tersebut dan komponen komunikasi yang
lainnya. Nah sobat semua, seperti yang sudah penulis jelaskan diatas, dalam
komunikasi sudah pasti ada objek manusianya. Dan di dalam objek tersebut sudah
pasti ada konsep manusianya juga. Adapun konsep manusia dalam psikologi
komunikasi adalah sebagai berikut.

1. Konsep id

Konsep manusia dalam psikologi komunikasi yang pertama adalah konsep


id. Konsep id ini merupakan suatu konsep asek secara biologis dimana id
merupakan satu –  satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek
kepribadian inilah yang akan menjadi aspek komunikasi seorang individu
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

tersebut, dan hal ini dilakukan sepenuhnya dengan perasaan sadar dan termasuk
perilaku naluriah.

Konsep id ini juga merupakan sumber dari segala energy psikis sehingga
komponen utama kepribadian id didorong oleh prinsip kesenangan yang berusaha
untuk kepuasan segera dari segala kesenangan dalam bentuk komunikasi.

2. Konsep Ego

Konsep manusia dalam psikologi komunikasi yang kedua adalah konsep


Ego. Konsep ego ini merupakan komponen kepribadian yang bertanggung jawab
untuk menangani dengan realitas. Adapun ego ini berkembang dari id  yang
memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat
diterima di dunia nyata.

Dalam hal ini, ego bekerja berdasarkan psinsip realitas yang berusaha
untuk memuaskan id tersebut dengan cara komunikasi dan cara – cara yang
bersifat realistis dan sosial yang sesuai dengan hal tersebut.

3. Konsep Superego

Konsep manusia dalam psikologi komunikasi yang ketiga adalah konsep


superego. Konsep superego ini merupakan aspek yang menampung semua standar
internalisasi moral dan cita –   cita yang biasanya diperoleh dari orang tua dan
masyarakat tentang rasa benar atau salah. Selain itu, superego ini memberikan
pedoman untuk membuat penilaian antar individu.

4. Konsep Hasrat

Selain ketiga konsep diatas, konsep lainnya yang merupakan konsep


manusia dalam psikologi komunikasi adalah konsep hasrat. Adapun konsep hasrat
ini sebuah identifikasi dalam diri manusia dalam suatu identitas tanpa sadar
dibentuk oleh adanya hasrat dalam dirinya.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Dengan melakukan atau mengidentifikasi hal tersebut maka seorang


manusia mendapatkan knsep dalam dirinya yang memiliki hubungan tiga ranah
dengan psikis manusia. Ada[un ketiga ranah yang dimaksud dalam hal ini adalah :

 Yang pertama adalah Fase Pra – odipal pada tatanan real ( the real )
 Yang kedua adalah Fase Cermin pada tatanan imajiner ( the imaginer ) dan
 Yang ketiga adalah Fase Odipal pada tatanan simbolik ( the symbolic )

Dalam fase real ini, manusia dikatakan berada pada tahap kebutuhan
( need ) , dimana dalam fase real yang ada dan yang dipikirkan adalah haya
masalah kebutuhan.  Dalam fase the real ini juga segala sesuatu haruslah
terpenuhi, dan tak ada kekurangan.

Sedangkan dala fase cermin, sesuai dengan namanya fase cermin berarti
melihat gambaran dirinya dari hal atau dari orang lain, atau dengan kata lain diri
selalu menemukan dirinya melalui refleksi orang lain. Sedangkan untuk fase
odipal yatu suatu fase dimana seornag indiviu yang sudah bisa melihat atau
mengidentifiaksikan dirinya melalui gambaran atau refleksi dari dirinya sendiri.

Psikologi komunikasi ini sendiri telah lama menelaah efek media massa
yang ada pada komunikan. Sistem komunikasi massa itu sendiri mempunyai
konsep atau karakteristik psikologis yang khas. Hal ini bisa kita lihat dari sistem
pengendalian informasi, kemudian adanya umpan balik, stimulasi alat indra, dan
propors unsur isi dengan hubungan. Ada beberapa teori yang digunakan dalam
psikologi komunikasi, yaitu antara lain sebagi berikut.

 Agenda Setting Theory

Yaitu sebuah teori yang tujuannya adalah untuk melakukan pembentukan


persepsi oleh khalayak berdasarkan informasi yang diterima tentang suatu
peristiwa.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

 Teori Kegunaan Dan Kepuasan

Yaitu sebuah teori yang melakukan pendekatan melalui pandangan bahwa


khalayak sebagai komunikan berpartisipasi aktif sebagai bagian dari sistem
komunikasi massa. Adapun partisipasi aktif dalam hal ini maksudnya adalah di
dalam menggunakan media, seorang individu hendaknya menggunakannya secara
aktif, sehingga apa yang hendak disampaikan bisa tersalurkan dengan baik.
Dengan demikian, efek dari sebuah media massa ini diartikan sebagai situasi
ketika kebutuhan tersebut dapat terpenuhi.

Oke sobat semua sekian informasi mengenai konsep manusia dalam


psikologi komunikasi yang dapat penulis share pada kesempatan kali ini. Penulis
berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi sobat semua yang sudah dan yang akan
membacanya. Sampai ketemu diartikel selanjutnya. Salam hangat, salam psikologi
komunikasi.

2.2 Factor-faktor personal dan situasional yang mempengaruhi


perilaku manusia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia ada 2,yaitu faktor
personal dan faktor situasional.Faktor personal terdiri dari faktor biologis dan
faktor sosiologis. Faktor biologis menekankan pada pengaruh struktur biologis
terhadap perilaku manusia. Pengaruh biologis ini dapat berupa insting atau motif
biologis. Insting,misalnya agresivitas, merawat anak. Adapun motif biologis,
misalnya kebutuhan makan, minum. Faktor personal lainnya adalah faktor
sosiopsikologis. Menurut pendekatan ini, proses sosial seseorang akan
membentuk beberapa karakter yang akhirnya akan mempengaruhi perilakunya.
Karakter ini terdiri dari 3 komponen, yaitu komponen afektif, komponen kognitif,
dan komponen konatif. Komponen afektif merupakan aspek emosional dari faktor
sosiopsikologis. Dalam komponen ini tercakup motif sosiogenesis,sikap, dan
emosi. Komponen kognitif berkaitan dengan aspek intelektual,yaitu apa yang
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

diketahui manusia. Komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis adalah


kepercayaan. Adapun komponen konatif dari faktor sosiopsikologis berkaitan
dengan aspek kebiasaan dan kemauan bertindak. Adapun faktor lain yang
mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor situasional. Menurut pendekatan
ini, perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan dan situasi. Faktor-faktor
situasional tersebut berupa faktor ekologis, faktor sosial, lingkungan psikososial,
dan stimuli yang mendorong, serta memperteguh perilaku.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

MODUL III

SENSASI DAN PERSEPSI

3.1 Pengertian Sensasi
Sensasi pada dasarnya merupakan tahap awal dalam penerimaan
informasi. Sensasi, atau dalam bahasa inggrisnya sensation, berasal dari kaca
latin, sensatus, yang artinya dianugerahi dengan indra, atau intelek. Secara lebih
luas, sensasi dapat diartikan sebagai aspek kesadaran yang paling sederhana yang
dihasilkan oleh indra kita, seperti temperatur tinggi, warna hijau, rasa nikmatnya
sebatang coklat.sebuah sensasi dipandang sebagai kandungan atau objek
kesadaran puncak yang privat dan spontan.

Benyamin B. Wolman menyebutkan sensasi sebagai “pengalaman elementer yang


segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan
terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra.Apa pun definisi sensasi,
fungsi alat indra dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting.
Melalui alat indra, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih
dari itu, melalui alat indralah, manusia memperoleh pengetahuan dan semua
kemapuan untuk berinteraksi dengan dunianya. Tanpa alat indra, manusia sama,
bahkan mungkin rendah lebih dari rumput-rumputan, karena rumput dapat juga
mengindra cahaya dan humiditas.
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sensasi
Bagian penting dari teori deteksi sinyal yang berpengaruh besar terhadap
psikologi adalah implikasinya dalam pembelajaran ambang penginderaan. 
Berdasarkan teori tersebut disimpulkan bahwa ambang penginderaa bukan hanya
kekuatan sinyal. Faktor-faktor yang mempengaruhi ambang penginderaan adalah :
(a) kekuatan sinyal;
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

(b) sifat-sifat tugas/pekerjaan;


(c) harapan individu;
(d) konsekuensi-konsekuensi berupa penghargaan atau hukuman;
(e) norma/standar/ukuran yang dikenakan individu.
Pengetahuan tentang factor-faktor yang mempengaruhi ambang
penginderaan manusia di atas memungkinkan kita untuk memahami mengapa dan
bagaimana individu hanya menerima stimulus/informasi tertentu darin sekian
banyak stimulus/informasi yang lain dari dunia disekelilingnya.

3.2  PengertianPersepsi
Manusia sebagai makhluk sosial yang sekaligus juga makhluk individual,
maka terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan yang lainnya. Adanya
perbedaan inilah yang antara lain menyebabkan mengapa seseorang menyenangi
suatu obyek, sedangkan orang lain tidak senang bahkan membenci obyek tersebut.
Hal ini sangat tergantung bagaimana individu menanggapi obyek tersebut dengan
persepsinya. Pada kenyataannya sebagian besar sikap, tingkah laku dan
penyesuaian ditentukan oleh persepsinya.

Hasil interaksi antara dua faktor, yaitu faktor rangsangan sensorik yang
tertuju kepada individu atau seseorang dan faktor pengaruh yang mengatur atau
mengolah rangsangan itu secara intra-psikis. faktor-faktor pengaruh itu, dapat
bersifat biologis, sosial, dan psikologis. Karena adanya proses pengaruh-
mempengaruhi antara kedua faktor tadi, di mana di dalamnya bergabung pula
proses asosiasi, maka terjadilah suatu hasil interaksi tertentu yang bersifat
"gambaran psikis".
Ø  Persepsi Sosial
            Persepsi sosial (social perception ) : suatu proses ( tepatnya, proses-proses ) yang kita
gunakan untuk mencoba memahami kehidupan, kita sering kali melakukan hal ini.
Menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk mencoba mengarti perilaku orang lain – apa yang
mereka sukai sebagai individu, mengapa mereka bertingkah laku ( atau tidak bertingkah laku )
tertentu dalam suatu situasi dan bagaimana prilaku mereka nanti dalam situasi yang berbeda.
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Presepsi
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi persepsi diantaranya :

1. Ketersediaan informasi sebelumnya; ketiadaan informasi ketika seseorang


menerima stimulus yang baru bagi dirinya akan menyebabkan kekacauan
dalam mempersepsi. Oleh karena itu, dalam bidang pendidikan misalnya,
ada materi pelajaran yang harus terlebih dahulu disampaikan sebelum
materi tertentu. Seseorang yang datang di tengah-tengah diskusi, mungkin
akan menangkap hal yang tidak tepat, lebih karena ia tidak memiliki
informasi yang sama dengan peserta diskusi lainnya. Informasi juga dapat
menjadi cues untuk mempersepsikan sesuatu.
2. Kebutuhan; seseorang akan cenderung mempersepsikan sesuatu
berdasarkan kebutuhannya saat itu. Contoh sederhana, seseorang akan
lebih peka mencium bau masakan ketika lapar daripada orang lain yang
baru saja makan.
3. Pengalaman masa lalu; sebagai hasil dari proses belajar, pengalaman akan
sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu.
Pengalaman yang menyakitkan ditipu oleh mantan pacar, akan
mengarahkan seseorang untuk mempersepsikan orang lain yang
mendekatinya dengan kecurigaan tertentu. Contoh lain yang lebih ekstrim,
ada orang yang tidak bisa melihat warna merah [dia melihatnya sebagai
warna gelap, entah hitam atau abu-abu tua] karena pernah menyaksikan
pembunuhan. Di sisi lain, ketika seseorang memiliki pengalaman yang
baik dengan bos, dia akan cenderung mempersepsikan bosnya itu sebagai
orang baik, walaupun semua anak buahnya yang lain
tidaksenangdengansibos.

Faktor psikologis lain yang juga penting dalam persepsi adalah berturut-turut:
emosi ,impresi dan konteks.

1. Emosi; akan mempengaruhi seseorang dalam menerima dan mengolah


informasi pada suatu saat, karena sebagian energi dan perhatiannya
(menjadi figure)  adalah emosinya tersebut. Seseorang yang sedang
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

tertekan karena baru bertengkar dengan pacar dan mengalami kemacetan,


mungkin akan mempersepsikan lelucon temannya sebagai penghinaan.
2. Impresi; stimulus yang salient / menonjol, akan lebih dahulu
mempengaruhi persepsi seseorang. Gambar yang besar, warna kontras,
atau suara yang kuat dengan pitch tertentu, akan lebih menarik seseorang
untuk memperhatikan dan menjadi fokus dari persepsinya. Seseorang yang
memperkenalkan diri dengan sopan dan berpenampilan menarik, akan
lebih mudah dipersepsikan secara positif, dan persepsi ini akan
mempengaruhi bagaimana ia dipandang selanjutnya
3. Konteks; walaupun faktor ini disebutkan terakhir, tapi tidak berarti kurang
penting, malah mungkin yang paling penting. Konteks bisa secara sosial,
budaya atau lingkungan fisik. Konteks memberikan ground yang sangat
menentukan bagaimana figure dipandang. Fokus pada figure yang sama,
tetapi dalam ground yang berbeda, mungkin akan memberikan makna
yang berbeda
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

MODUL IV

Pasien di Rumah Sakit

Menurut Departemen Kesehatan RI, 2008 menyatakan Insiden keselamatan


pasien/ patient safety incident merupakan kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang tidak seharusnya
terjadi (dapat dicegah). Adapun beberapa jenis insiden adalah sebagai berikut :

Kejadian tidak diharapkan (KTD)/ adverse event yaitu insiden yang


mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit
dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau
bukan kesalahan medis.

Kejadian nyaris cedera (KNC)/ near miss merupakan suatu insiden yang tidak
menyebabkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu 11 tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), dapat terjadi karena:

“keberuntungan” (misalnya pasien yang menerima suatu obat kontra indikasi


tetapi tidak timbul reaksi obat).

“pencegahan” (misalnya secara tidak sengaja pasien akan diberikan suatu obat
dengan dosis lethal, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat
diberikan).

“peringanan” (misalnya pasien secara tidak sengaja telah diberikan suatu obat
dengan dosis lethal, segera diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya,
sehingga tidak menimbulkan cidera yang berarti).

Kejadian Nyaris Cedera mengacu pada salah satu definisi dalam literatur safety
management sebagai suatu kejadian yang berhubungan dengan keamanan pasien
yang berpotensi atau mengakibatkan efek diakhir pelayanan, yang dapat dicegah
sebelum konsekuensi aktual terjadi atau berkembang (Aspden, 2004). KNC juga
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

diungkapkan sebagai kejadian yang berpotensi menimbulkan cedera atau


kesalahan, yang dapat dicegah karena tindakan segera atau karena kebetulanm
dimana hasil akhir pasien tidak cedera (Medical Human Reseources, 2008).

KNC lebih sering terjadi dibandingkan dengan kejadian tidak diharapkan,


frekuensi kejadian ini tujuh sampai seratus kali lebih sering terjadi. Data KNC
harus dianalisis agar pencegahan dana pembentukan sistem dapat dibuat sehingga
cedera aktual tidak terjadi. Sebagian besar kasus KNC memberi dampak pada
pada penyebab insiden atau proses hingga kejadian nyaris cedera itu terjadi
(Mustikawati, 2011). Terciptanya keselamatan pasien sangat didukung oleh sistem
pelaporan yang baik setiap kali inisiden terjadi. Faktor penyebab kejadian nyaris
cedera sulit didapatkan jika tidak didukung oleh dokumentasi yang baik (sistem
pelaporan). Hal ini dapat mengakibatkan langkah pencegahan dan implementasi
untuk perbaikan sulit dilakukan (Cahyono,2008)

Standar Keselamatan Pasien di rumah sakit Standar Keselamatan pasien


berdasarkan “Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang
diterbitkan pada tahun 2006. Menguraikan tentang Standar Keselamatan Pasien,
yang dimana standar tersebut terdiri dari tujuh standar, yaitu : 1. Hak pasien, 2.
Mendidik pasien dan keluarga, 3. Keselamatan pasien dan kesinambungan
pelayanan, 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien, 5. Peran kepemimpinan
dalam meningkatkan keselamatan pasien, 6. Mendidik staf 13 tentang keselamatan
pasien, dan 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien.

C. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di rumah sakit

Salah satu startegi dalam merancang sistem keselamatan pasien adalah bagaimana
mengenali kesalahan sehingga dapat dilihat dan segera diambil tindakan guna
memperaiki efek yang terjadi. Upaya untuk mengenali dan melaporkan kesalahan
ini dilakukan melalui sistem pelaporan. Kegagalan aktif (petugas yang melakukan
kesalahan) atau yang berkombinasi dengan konsisi laten akan menyebabkan
terjadinya suatu kesalahan berupa kejadian nyaris cedera (KNC), KTD, atau
bahkan kejadian yang menyebabkan kematian atau cedera serius (sentinel).
Berhenti sampai tahap melaporkan saja tentu tidak akan meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien, yang lebih penting adalah bagaimana melakukan suatu 20
pembelajaran dari keselahan tersebut sehingga dapat diambil solusi agar kejadian
yang sama tidak terulang kembali (Iskandar, 2014). Pelaporan insiden
keselamatan pasien adalah jantung dari mutu layanan, yang merupakan bagian
penting dalam proses belajar dan pembenahan ke dalam revisi dari kebijakan,
termasuk standar prosedur operasional (SPO) dan panduan yang ada.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Rumah sakit wajib untuk melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang
meliputi kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cedera (KNC) dan
kejadian sentinel. Pelaporan insiden dilakukan secara internal dan eksternal.
Pelaporan internal dilakukan dengan mekanisme/ alur pelaporan keselamatan
pasien rumah sakit di lingkungan internal rumah sakit. Pelaporan eksternal
dilakukan dengan pelaporan dari rumah sakit ke KKP-RS nasional. Dalam
lingkup rumah sakit, unit kerjakeselamatan pasien rumah sakit melakukan
pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada
Direktur rumah sakit. (Departemen Kesehatan, 2008).

D. Jenis dan Metode Pelaporan

Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang meliputi
kejadian tidak diharpakan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dan kejadian
sentinel, berdasarkan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008).
Pelaporan insiden dapat dilakukan dengan dua cara ,seperti secara internal dan
eksternal. Pelaporan internal dilakukan dengan mekanisme/ alur pelaporan
keselamatan pasien rumah sakit di lingkungan internal rumah sakit. Pelaporan
eksternal dilakukan dengan pelaporan dari rumah sakit ke KKP-RS nasional.
Dalam lingkup rumah sakit, unit kerjakeselamatan pasien rumah sakit melakukan
pencatatan 21 kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan
kepada Direktur rumah sakit.

Banyak metode yang digunakan mengidentifikasi resiko, salah satu caranya


adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis insiden
keselamatan pasien. Sehingga, dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan
mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya/potensi bahaya
yang dapat terjadi kepada pasien. Adapun ketentuan terkait pelaporan insiden
sesuai dengan Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2008) akan di
jabarkan sebagai berikut:

Insiden sangat penting dilaporkan karena akan menjadi awal proses pembelajaran
untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.

Memulai pelaporan insiden dilakukan dengan membuat suatu sistem pelaporan


insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan
prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan.

Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi
ataupun yang nyaris terjadi.

Pelapor adalah siapa saja atau semua staf rumah sakit yang pertama menemukan
kejadian atau yang terlibat dalam kejadian.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari


maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi 22
formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang
digunakan dalam sistem pelaporan dan cara menganalisa laporan.

Penelitian dari Rat Dewa pada tahun 2014 mengemukakan laporan KNC di RSUP
Sanglah Denpasar pada masing-masing ruang rawat inap tidak seragam.
Perbedaan jumlah rata-rata ini memiliki faktor yang spesifik sehingga
menyebabkan adanya perbedaan jumlah pelaporan tersebut. Sesuai dengan teori
dari Mark (2001), bahwa Budaya keselamatan pasien terkait dengan motivasi
pelaporan kejadian keselamatan pasien yang dilaksanakan dengan penuh
kejujuran dan tanpa budaya menyalahkan (blame free culture), sehingga untuk
mempromosikan budaya belajar dari kesalahan, manajemen rumah sakit harus
dapat mengidentifikasi budaya keselamatan pasien yang komprehensif.

E. Tipe Insiden, Sub Tipe Insiden, Pelapor, Potensi Korban, Divisi Kejadian,

Penyebab (petugas), Faktor Pemicu. Menurut Buku “Pedoman Pelaporan


Keselamatan Pasien” (2008), Untuk mengisi Tipe insiden di dalam suatu laporan,
harus melakukan analisis dan investigasi terlebih dahulu. Insiden terdiri dari :

Tipe Insiden dan Subtipe insiden

Tipe Insiden dan Sub Tipe Insiden Medication error; merupakan salah satu
penyebab error yang signifikan di Rumah Sakit. Kejadian medication error terkait
dengan praktisi, produk obat, prosedur, lingkungan atau sistem yang melibatkan
prescribing, dispensing, dan administration. (Rusmi, dkk,2012). Medication error
sering sekali tidak terungkap dan hampir tidak ada upaya untuk mencegah. Untuk
mencegah terjadinya medication 23 error diperlukan kerjasama antar Pelaksana
Program pencegahan medication error (PIP) oleh tim multidisiplin (Muladi,
2015).

Menurut Departement Kesehatan RI (2008), analisis kejadian berisiko dalam


proses pelayanan kefarmasian seperti kesalahan penulisan resep (perscreption
error), kejadian obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan pengobatan
(medication errors) dan reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction)
menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien yang memerlukan
pendekatan sistem untuk mengelola, mengingat kompleksitas keterkaitan kejadian
antara ”kesalahan merupakan hal yang manusiawi” (to err is human). Menurut
Buku Pedoman Pelaporan Keselamatan Pasien pada tahun 2008.

Tipe Insiden dibedakan menjadi 15 Kelompok yang disetiap 1 kelompok tersebut


mempunyai sub tipe insiden.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Tipe insiden pertama adalah administrasi klinik, yang dimana sub tipe insidennya
dibagi menjadi dua yaitu

proses (serah terima, perjanjian, daftar tunggu/antrian, rujukan/konsultasi, admisi,


keluar/pulang dari ranap/RS, pindah perawatan,identifikasi pasien,consent,
pembagian tugas,dan respon terhadap kegawatdaruratan)

masalah (tidak performance ketika dibutuhkan/indikasi, tidak lengkap, tidak


tersedia, salah pasien dan salah proses/salah pelayanan)

Tipe insiden kedua adalah proses/prosedur klinis, yang dimana sub tipe
insidennya dibagi menjadi dua yaitu

proses (skrining/pencegahan/medical check up, Diagnosis/assesment,


prosedur/pengobatan, general care, test/investigasi, spesimen/hasil, belum
dipulangkan) dan

masalah (tidak performance ketika dibutuhkan/indikasi, tidak lengkap, tidak


tersedia, salah pasien, salah proses/pengobatan/prosedur dan salah bagian
tubuh/sisi).

Tipe insiden ketiga adalah dokumentasi, yang dimana sub tipe insidennya dibagi
menjadi dua yaitu

dokumen yang terkait (order /peminatan, chart/rekam medik/konsultasi, checklist,


form/sertifikat, instruksi /informasi /kebijakan /SOP, label /identitas /kartu,
surat/email/rekaman komunikasi, laporan/hasil/photo) dan

masalah (dokumen hilang/tidak tersedia, terlambat mengakses dokumen, salah


dokumen/salah orang, tidak jelas/membingungkan dan informasi dalam dokumen
tidak lengkap).

Tipe insiden keempat adalah infeksi nosokomial (Hospital associated infection),


yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu

tipe organisme (bakteri, virus, jamur, parasit, protozoa, ricketisia, prion/partikl


protein yang infeksius, organisme tidak teridentifikasi) dan

tipe/bagian infeksi (bloodstream, bagian yang dioperasi, abses, pneumonia, kanul


IV, protesis infeksi, drain/tube urin, dan jaringan lunak).

Tipe insiden kelima adalah medikasi/cairan infus, yang dimana sub tipe
insidennya dibagi menjadi tiga yaitu

medikasi/cairan infus yang terkait (daftar medikasi dan daftar cairan infus),
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

proses penggunaan medikasi/cairan infus (peresapan, persiapan/dispensing,


pemaketan, pemberian, supply/pesan, penyimpanan, monitoring) dan

masalah (salah pasien, salah obat, salah dosis/kekuatan/frekuensi, salah


formulasi/presentasi, salah rute pemberian, salah jumlah/kuantitas, salah
dispensing label/intruksi, kontraindikasi, salah penyimpanan, ommited medicine
or dose, obat kadaluarsa, dan adverse drug reaction (reaksi efek samping obat).

Tipe insiden keenam adalah transfusi darah/produk darah, yang dimana sub tipe
insidennya dibagi menjadi tiga yaitu

transfusi darah/produk darah terkait (produk selular, faktor pembekuan,


albumin/plasma protein dan imunoglobin),

proses transfusi darah/produk darah terkait (test pre transfusi, peresepan,


persiapan, pengantaran, pemberian, penyimpanan, monitoring,
presentasi/pemaketan dan supply/pesan) , dan

masalah (salah pasien, salah darah/produk darah, salah dosis /frekuensi, salah
jumlah form, salah dispensing/intruksi, kontraindikasi, salah penyimpanan, obat
atau dosis yang diabaikan, darah kadaluarsa dan efek samping (adverse effect).

Tipe insiden ketujuh adalah nutrisi, yang dimana sub tipe insidennya dibagi
menjadi tiga yaitu

nutrisi yang terkait (diet umum dan diet khusus),

proses nutrisi (peresepan /permintaan, persiapan /manucfatur /proses memasak


supply/order, presentation, dispensing/alokasi, pengantaran, pemberian dan
penyimpanan), dan

masalah (salah pasien, salah diet, salah jumlah, salah frekuensi, salah konsistensi,
dan salah penyimpanan.

Tipe insiden kedelapan adalah oksigen/gas, yang dimana sub tipe insidennya
dibagi menjadi tiga yaitu

oksigen/gas terkait (daftar oksigen/gas terkait),

proses penggunaan oksigen/gas (label cilinder/warna kode, peresepan, pemberian,


pengantaran, supply/order dan penyimpanan) dan

masalah (salah pasien, salah gas, salah rate/flow/konsentrasi, salah mode


pengantaran, kontraindikasi, salah penyimpanan, gagal pemberian dan
kontaminasi.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Tipe insiden kesembilan adalah alat medis/alat kesehatan, yang dimana sub tipe
insidennya dibagi menjadi dua yaitu

tipe alat medis/alat kesehatan (daftar 26 alat medis/alat kesehatan/equipment


property) dan

masalah (presentation / pemaketan tidak baik, ketidak tersediaan, inappropiate for


task, tidak bersih/tidak steril, kegagalan/malfungsi, dislodgement/removal, user
error.

Tipe insiden kesepuluh adalah perilaku pasien, yang dimana sub tipe insidennya
dibagi menjadi dua yaitu

perilaku pasien (tidak kooperatif, tidak pantas/sikap bermusuhan/kasar,


beresiko/sembrono/berbahaya,

masalah dengan penggunaan substansi/abuse, mengganggu,


diskriminasitif/berprasangka, berkeliaran, melarikan diri, sengaja mencederai diri,
bunuh diri) dan agresion/assault (agresi verbal, kekerasan fisik, kekerasa seksual,
kekerasan terhadap mayat, dan ancaman nyawa).

Tipe insiden kesebelas adalah jatuh, yang dimana sub tipe insidennya dibagi
menjadi dua yaitu

tipe jauh (tersandung, slip, kolaps, hilang keseimbangan) dan

keterlibatan saat jatuh (velbed, tempat tidur, kusi, strecher, toilet, peralatan terapi,
tangga dan dibawa/dibantu oleh orang lain.

Tipe insiden kedua belas adalah kecelakaan yang dimana sub tipe insidennya
dibagi menjadi sembilan yaitu

benturan tumpul (kontak dengan benda/binatang, kontak dengan orang, hancur


remuk dan gesekan kasar),

serangan tajam/tusukan (cakaran/sayatan, tusukan, gigitan/sengatan, serangan


tajam dan lainnya),

kejadian mekanik lain (benturan akibat ledakan bom, kontak dengan mesin),
peristiwa mekanik lain,

mekanisme panas (panas yang belebihan dan dingin yang berlebihan),


BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

ancaman pada pernafasan (ancaman mekanik pernafasan, tenggelam/hampir


tenggelam, pembatasan oksigen kekurangan tempat, confinement to oxygen-
deficient place),

paparan bahan 27 kimia atau substansi lainnya (keracunan bahan kimia atau
substansi lain dan bahan kimia korosif) ,

mekanisme spesifik yang lain menyebabkan cedera (paparan listrik/radiasi,

paparan suara/getaran, paparan tekanan udara,dan

paparan karena gravitasi rendah, dan paparan karena dampak cuaca/bencana alam.

Tipe insiden ketigabelas adalah infrastruktur/bangunan/benda lain yang terpasang


tetap yang dimana sub tipe insidennya dibagi menjadi dua yaitu

keterlibatan struktur/bangunan (daftar struktur, daftar bangunan dan daftar


furniture) dan

masalah (inadekuat dan damaged / faulty / worm).

Tipe insiden keempat belas adalah resource/manajemen organisasi yang dimana


sub tipe insidennya dibagi menjadi tujuh yaitu

beban kerja manajemen yang berlebihan,

ketersedian/keadekuatan tempat tidur/pelayan,

sumber daya manusia,

ketersediaan staff,

organisasi,

kebijakan/ SOP, dan

Tipe insiden kelimabelas adalah laboratorium/patologi yang dimana sub tipe


insidennya dibagi menjadi tujuh yaitu

pengambilan/pick up,

trasnport,

sorting,

data entry,

procesing,
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

verifikasi/validasi dan

hasil

Pelapor

Pelapor adalah orang yang dapat melaporkan kejadian dari insiden keselamatan
pasien. Perawat memiliki kewajiban membuat laporan mengenai insiden
keselamatan pasien. Pelayanan keperawatan berperan penting dalam
penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. (Adib,
2009) Berdasarkan buku pedoman Pelaporan Kejadian Keselamatan Pasien (2008)
pelapor dikategorikan sebagai berikut :

Karyawan

Dokter

Perawat

Petugas lainnya (radiologi, laboratorium, fisiotherapist dll)

Pasien

Pendamping pasien

Pengunjung

Potensi Korban

Potensi Korban adalah orang yang beresiko menjadi korban keselamatan pasien.
Berdasarkan buku pedoman Pelaporan Kejadian Keselamatan Pasien (2008)
potensi korban dikategorikan sebagai berikut :

Karyawan

Dokter

Perawat

Petugas lainnya (radiologi, laboratorium, fisiotherapist dll)

Pasien

Pendamping pasien

Pengunjung

Divisi Kejadian
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Divisi Kejadian adalah Kejadian yang dikelompokkan berdasarkan katagori


spesialisasi Ilmu Kedokteran.Berdasarkan buku pedoman Pelaporan Kejadian
Keselamatan Pasien (2008) divisi/ spesialisasi insiden jika melibatkan pasien
adalah dikategorikan sebagai berikut :

Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya

Anak dan Subspesialisasinya

Bedah dan Subspesialisasinya

Obstetri Gynekologi dan Subspesialisasinya

THT dan Subspesialisasinya

Mata dan Subspesialisasinya

Saraf dan Subspesialisasinya

Anastesi dan Subspesialisasinya

Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya

Jantung dan Subspesialisasinya

Paru dan Subspesialisasinya

Jiwa dan Subspesialisasinya

Orthopedi,Traumatologi dan Subspesialisnya

Bedah Syaraf dan Subspesialisnya

Urologi dan Subspesialisnya

Patologi Klinik dan Subspesialisnya

Mikrobiologi Klinik dan Subspesialisnya

Radiologi dan Subspesialisnya

Patologi Anatomi dan Subspesialisnya

Radiologi dan Subspesialisnya

Neurologi dan Subspesialisnya

Gizi dan Subspesialisnya


BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Gigi dan Subspesialisnya

Penyebab (petugas)

Penyebab adalah orang yang mengakibatkan terjadinya sebuah insiden. Faktor


individu atau petugas sangat berpengaruh terhadap budaya keselamatan pasien
seperti, beban kerja, tingkat stress, tingkat kelelahan, perasaan takut disalahkan,
perasaan malu, dan keterlibatan keluarga/pasien.(Buerhaus, et.al, 2011)
Berdasarkan buku pedoman Pelaporan Kejadian Keselamatan Pasien (2008)
penyebab dari segi petugas dapat dikategorikan sebagai berikut :

Dokter

Perawat

Petugas lainnya (radiologi, laboratorium, fisiotherapist dll)

Faktor Pemicu

Faktor pemicu adalah faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya insiden .


Berdasarkan buku pedoman Pelaporan Kejadian Keselamatan Pasien (2008)
Dalam pengisian penyebab langsung atau akar penyebab masalah dapat
menggunakan Faktor kontributor (bisa pilih lebih dari 1) yaitu :

Faktor Eksternal / di luar RS

Faktor Organisasi dan Manajemen

Faktor Lingkungan kerja

Faktor Tim

Faktor Petugas / Staf

Faktor Tugas

Faktor Pasien

Faktor komunikasi

Strategi Pengendalian Kejadian Nyaris Cedera

Program keselamatan pasien (patient safety) adalah program yang bertujuan untuk
lebih memperbaiki proses pelayanan, karena sebagian besar KTD dapat
merupakan kesalahan dalam proses pelayanan yang sebetulnya dapat dicegah
melalui rencana pelayanan yang komprehensif dengan melibatkan pasien
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

berdasarkan hakhaknya (Departemen Kesehatan RI, 2006). Adanya program


keselamatan pasien rumah sakit merupakan suatu sistem dimana rumah sakit
menerapkan asuhan pasien yang lebih aman, meliputi kegiatan pengkajian risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko, implementasi
solusi agar dapat

MODUL V
PERSEPSI INTERPERSONAL DAN KONSEP DIRI

5.1 PERSEPSI INTERPERSONAL

Persepsi Interpersonal didefinisikan sebagai "memberikan makna terhadap


stimuli inderawi yang berasal dari seseorang(komunikan), yang berupa pesan
verbal dan nonverbal" (Jalaludin Rakhmat, 2005) kita pun bisa menyadari bahwa
ternyata kita pun hidup dalam persepsi orang lain. Dan orang lain pun hidup
dalam persepsi kita.

Agar tidak mengkaburi antara antara persepsi interpersonal dengan


persepsi objek. Jalaludin Rahmat memberikan empat perbedaan antara persepsi
interpersonal dengan persepsi objek :

"Pertama, pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera kita
melalui benda-benda fisik; gelombang, cahaya, gelombang suara, temperature,
dan sebagainya; pada persepsi interpersonal, stumuli mungkin sampai kepada kita
melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan fihak ketiga.

Kedua, bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar
obyek itu; kita tidak meneliti sifat-sifat batiniyah obyek itu. Pada persepsi
interpersonal kita mencoba memahami apa yang tampak pada alat indera kita.

Ketiga, ketika kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita;
kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya. Dalam persepsi
interpersonal, faktor-faktor personal anda, dan karakteristik orang yang ditanggapi
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

serta hubungan anda dengan orang tersebut, menyebabkan persepsi interpersonal


sampai cenderung untuk keliru.

Keempat, objek relatif tetap, sedangkan manusia berubah-ubah. Persepsi


interpersonal yang berobjekkan manusia kemudian menjadi mudah salah."

1. Pengaruh Faktor-faktor Situasional pada Persepsi Interpersonal

Dalam mempersepsi seseorang kita dapat melihatnya dari faktor faktor


Situasional. Yaitu situasi yang bisa kita amati saat kita berjumpa dengan orang
lain. Dimana kita cenderung secara spontan telah memberi makna terhadap faktor
faktor tersebut, yang antara lain adalah Deskripsi Verbal, Petunjuk kinesik,
Petunjuk Wajah, dan Petunjuk Artifaktual.

5.2 KONSEP DIRI

A. Pengertian Konsep diri

Menurut Hurlock konsep diri adalah konsep seseorang dari siapa dan apa dia
itu. Konsep ini merupakan bayangan cermin, ditentukan sebagian besar oleh peran
dan hubungan dengan orang lain, dan apa yang kiranya reaksi orang lain
terhadapnya. Konsep diri mencakup citra diri fisik dan psikologis. Citra diri fisik
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

biasanya berkaitan dengan penampilan, sedangkan citra diri psikologis


berdasarkan atas pikiran, perasaan, dan emosi.
Song dan Hattie mengemukakan bahwa konsep diri terdiri atas konsep diri
akademis dan non akademis. Selanjutnya konsep diri non akademis dapat
dibedakan menjadi konsep diri sosial dan penampilan diri. Jadi menurut Song dan
Hattie, konsep diri secara umum dapat dibedakan menjadi konsep diri akademis,
konsep diri sosial, dan penampilan diri.
Menurut Burns konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang
kita pikirkan, orang-orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri
yang kita inginkan.
Menurut William D. brooks yang dikutip oleh Jalaludin Rakhmad yang
menyatakan konsep diri merupakan persepsi individu terhadap dirinya sendiri
yang bersifat psikis dan sosial sebagai hasil interaksi dengan orang lain.
Menurut menyatakan konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri
individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi
yang diberikan orang lain pada diri individu.

Berdasarkan kajian-kajian teori di atas, maka dasar teori yang digunakan


untuk menyusun kisi-kisi konsep diri adalah gabungan dari teori Hurlock dan teori
Song & Hattie yang menyatakan konsep diri adalah gabungan dari keyakinan
yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik,
psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi. Dimensi konsep diri mencakup
citra diri fisik, citra diri psikologis dan konsep diri sosial. Indikator citra diri fisik
biasanya berkaitan dengan penampilan, indikator citra diri psikologis berdasarkan
atas pikiran, perasaan, dan emosi. Sedangkan indikator konsep diri sosial adalah
pandangan, penilaian siswa terhadap kemampuan bergaul dan kerjasama dengan
orang lain.
Konsep Diri adalah semua persepsi kita terhadap aspek diri kita yang
meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, yang terbentuk karena
pengalaman masa lalu kita dan interaksi kita dengan orang lain.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Konsep Diri berarti segala yang Anda ketahui tentang diri Anda, semua apa
yang Anda percayai, dan apa yang telah terjadi dalam hidup Anda terekam dalam
mental hard-drive kepribadian Anda, yaitu di dalam self-concept Anda. Self-
concept Anda mendahului dan memprediksi tingkat performa dan efektivitas
setiap tindakan Anda. Tingkah laku nyata Anda akan selalu konsisten dengan self-
concept yang terdapat di dalam diri Anda. Oleh karena itu, perbaikan di segala
bidang kehidupan Anda harus dimulai dari perbaikan di dalam self-concept Anda.

B. Tiga Bagian Utama Konsep Diri 


Menurut Brian Tracy, self-concept Anda memiliki tiga bagian utama yaitu:
a.       Self-Ideal (Diri Ideal),
b.      Self-Image (Citra Diri), dan
c.       Self-Esteem (Jati Diri).
Ketiga elemen tersebut merupakan satu kesatuan yang membentuk
kepribadian Anda, menentukan apa yang biasa Anda pikir, rasakan, dan lakukan,
serta akan menentukan segala sesuatu yang terjadi kepada diri Anda.
a.      Self-Ideal (Diri Ideal)
Self-ideal adalah komponen pertama dari self-concept Anda.
Self-ideal Anda terdiri dari :
·         harapan,
·         impian,
·         visi,
·         idaman
Self-idealterbentuk dari kebaikan, nilai-nilai, dan sifat-sifat yang paling
Anda kagumi dari diri Anda maupun dari orang lain yang Anda hormati. Self-
ideal adalah sosok seperti apa yang paling Anda inginkan untuk bisa menjadi diri
Anda, di segala bidang kehidupan Anda. Bentuk ideal ini akan menuntun Anda
dalam membentuk perilaku Anda.
b.      Self-Image (Citra Diri) Bagian kedua self-concept Anda adalah self-image.
Bagian ini menunjukkan bagaimana Anda membayangkan diri Anda sendiri, dan
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

menentukan bagaimana Anda akan bertingkah laku dalam satu situasi tertentu.
Karena kekuatan self-image. Semua perbaikan dalam hidup Anda akan dimulai
dari perbaikan dalam self-imageself-image
c.       Self-Esteem (Jati Diri) self-esteem adalah seberapa besar Anda menyukai diri
Anda sendiri. Semakin Anda menyukai diri Anda, semakin baik Anda akan
bertindak dalam bidang apa pun yang Anda tekuni. Dan, semakin baik
performansi Anda, Anda akan semakin menyukai diri Anda. Bagian ini adalah
komponen emosional dalam kepribadian Anda. Komponen-komponen pentingnya
:
·      
   bagaimana Anda berpikir,
·         bagaimana Anda merasa,
·         bagaimana Anda bertingkah laku.
Coba Anda memberikan jawaban sebuah simulasi:
1.      Siapa Saya?
2.      Mengapa saya ada?
3.      Apa keunggulan / kelebihan yang saya milik?
4.      Untuk siapa saya bekerja?
5.      Apa hasil/produk dari pekerjaan saya?
6.      Dimana saya mengerjakannya?

Ciri-ciri Konsep Diri


Menurut Calhoun & Acocella, konsep diri merupakan gambaran mental
terhadap diri sendiri yang terdiri dari pengetahuan tentang diri, pengharapan bagi
diri dan penilaian terhadap diri sendiri. Salah satu ciri dari konsep diri yang
negatif akan terkait secara langsung dengan pengetahuan yang tidak tepat
terhadap diri sendiri, pengharapan yang tidak realistis atau mengada-ada, serta
harga diri yang rendah. Untuk menghindari hal tersebut, Sheerer
memformulasikan ciri-ciri konsep diri positif yang selanjutnya mengarah pada
penerimaan diri individu, sebagai berikut:
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

a. Mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menghadapi


kehidupan yang dijalaninya,
b. Menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan
manusia lainnya,
c. Mampu menempatkan dirinya pada kondisi yang tepat sebagaimana orang
lain, sehingga keberadaannya dapat diterima oleh orang lain,
d. Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya,
e. Menyadari dan tidak merasa malu akan keadaan dirinya,
f. Kelemahan yang dimilikinya tidak membuatnya menyalahkan dirinya sendiri,
sebagaimana ia mampu menghargai setiap kelebihannya,
g. Memiliki obyektivitas terhadap setiap pujian ataupun celaan, dan
h. Tidak mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan-dorongan emosi yang
ada pada dirinya.

A. Dimensi Konsep Diri


Para ahli psikologi juga berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-
dimensi konsepsell image), dimensi penilaian diri (self-evaluation), dan dimensi
cita-cita diri (self-ideal). Sebagian ahli lain menyebutnya dengan istilah: citra diri,
harga diri dan diri ideal. Namun, secara umum sejumlah ahli menyebutkan 3
dimensi konsep diri, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda.
Calhoun dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan dimensi utama dari konsep
diri, yaitu: dimensi pengetahuan, dimensi pengharapan, dan dimensi penilaian.
Paul J. Cenci (1993) menyebutkan ketiga dimensi konsep diri dengan istilah:
dimensi gambaran diri (
a.       Pengetahuan.
Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang
konsep diri atau penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi gambaran
tentang diri saya. Gambaran diri tersebut pada gilirannya akan membentuk citra.
diri. Gambaran diri tersebut merupakan kesimpulan dari: pandangan kita dalam
berbagai peran yang kita pegang, seperti sebagai orangtua, suami atau istri,
karyawan, pelajar, dan seterusnya; pandangan kita tentang watak kepribadian
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

yang kita rasakan ada pada diri kita, seperti jujur, setia, gembira, bersahabat, aktif,
dan seterusnya; pandangan kita tentang sikap yang ada pada diri kita; kemampuan
yang kita miliki, kecakapan yang kita kuasai, dan berbagai karakteristik lainnya
yang kita lihat melekat pada diri kita. Singkatnya, dimensi pengetahuan (kognitif)
dari konsep diri mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita
sebagai pribadi, seperti “saya pintar”, “saya cantik”, “saya anak baik”, dan
seterusnya.
Persepsi kita tentang diri kita seringkali tidak sama dengan kenyataan
adanya diri yang sebenarnya. Penglihatan tentang diri kita hanyalah merupakan
rumusan, definisi atau versi subjektif pribadi kito tentang diri kita sendiri.
Penglihatan itu dapat sesuai atau tidak sesuatu dengan kenyataan diri kita yang
sesungguhnya. Demikian juga, gambaran diri yang kita miliki tentang diri kita
seringkali tidak sesuai dengan gambaran orang lain atau masyarakat tentang diri
kita. Sebab, di hadapan orang lain atau masyarakat kita seringkali berusaha
menyembunyikan atau menutupi segi-segi tertentu dari diri kita untuk
menciptakan kesan yang lebih baik. Akibatnya, di masa orang lain atau
masyarakat kita kerap tidal, tampak sebagaimana kita melihat konsep diri (Centi,
1993).
Gambaran yang kita berikan tentang diri kita juga tidak bersifat permanen,
terutama gambaran yang menyangkut kualitas diri kita dan membandingkannya
dengan kualitas diri anggota kelompok kita. Bayangkan bila Anda memberi
gambaran tentang diri Anda sebagai “anak yang pandai” karena Anda memiliki
nilai tertinggi ketika lulus dari suatu SMA. Namun, ketika Anda memasuki suatu
perguruan tinggi yang sangat sarat dengan persaingan dan merasakan diri Anda
dikelilingi oleh siswa-siswa dari sejumlah SMA lain yang lebih pandai, maka tiba-
tiba Anda mungkin merubah gambaran diri Anda sebagai “mahasiswa yang tidak
begitu pandai”.
b.      Harapan.
Dimensi kedua dari konsep diri adalah dimensi harapan mau diri yang
dicita-citakan dimasa depan. Ketika kita mempunyai sejumlah pandangan tentang
siapa kita sebenarnya, pada saat yang sama kita juga mempunyai sejumlah
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

pandangan lain tentang kemungkinan menjadi apa diri kita di masa mendatang.
Singkatnya, kita juga mempunyai pengharapan bagi diri kita sendiri. Pengharapan
ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri yang dicita-citakan.
Cita-cita diri (self-ideal) terdiri alas dambaan, aspirasi, harapan, keinginan
bagi diri kita, atau menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan. Tetapi, perlu
diingat bahwa cita-cita diri belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya
dimiliki seseorang. Meskipun demikian, cita-cita diri Anda akan menentukan
konsep diri Anda dan menjadi faktor paling penting dalam menentukan perilaku
Anda. Hlarapan atau cita-cita diri Anda akan membangkitkan kekuatan yang
mendorong Anda menuju masa depan dan akan memandu aktivitas Anda dalam
perjalanan hidup Anda. Apapun standar diri ideal yang Anda tetapkan, sadar atau
tidak Anda akan senantiasa berusaha untuk dapat memenuhinya.
Oleh sebab itu, dalam menetapkan standar diri ideal haruslah lebih
realistis, sesuai dengan potensi atau kemampuan diri yang dimiliki, tidak terlalu
tinggi dan tidak pula terlalu rendah. Adalah sangat tidak realistis.
c.       Penilaian.
Dimensi ketiga konsep diri adalah penilaian kita terhadap diri kita sendiri.
Penilaian konsep diri merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran
kita sebagai pribadi. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), setiap hari kita
berperan sebagai penilai tentang diri kita sendiri, menilai apakah kita
bertentangan: 1) pengharapan bagi diri kita sendiri (saya dapat menjadi apa), 2)
standar yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya menjadi apa).
Hasil dari penilaian tersebut membentuk apa yang disebut dengan rasa harga diri,
yaitu seberapa besar kita menyukai konsep diri. Orang yang hidup dengan standar
dan harapan-harapan untuk dirinya sendiri—yang menyukai siapa dirinya, apa
yang sedang dikerjakannya, dan akan kemana dirinya – akan memiliki rasa harga
diri yang tinggi (high self-esteem). Sebaliknya, orang yang terlalu jauh dari
standar dan harapan-harapannya akan memiliki rasa harga diri yang rendah
(lowself-esteem). Dengan demikian dapat dipahami bahwa penilaian akan
membentuk penerimaan terhadap diri (self-acceptance), serta harga diri (self-
esteem) seseorang.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Konsep diri kita memang tidak pernah terumuskan secara jelas dan stabil.
Pemahaman diri selalu berubah-ubah, mengikuti perubahan pengalaman yang
terjadi hampir setiap saat. Seorang siswa yang memiliki harga diri tinggi tiba-tiba
dapat berubah menjadi rendah diri ketika gagal ujian dalam suatu mata pelajaran
penting. Sebaliknya, ada siswa yang kurang berprestasi dalam studi dan
dihinggapi rasa rendah diri, tiba-tiba merasa memiliki harga diri tinggi ketika ia
berhasil memenangkan suatu lomba seni atau olah raga.
Konsep Diri dan Perilaku
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku
seseorang. Bagaimana seseorang memandang dirinya akan tercermin dari
keseluruhan perilakunya. Artinya, perilaku individu akan selaras dengan cara
individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya
sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu
tugas, maka seluruh perilakunya Akan menunjukkan ketidakmampuannya
tersebut. Menurut Felker (1974), terdapat tiga peranan penting konsep diri dalam
menentukan perilaku seseorang, yaitu:
a.       Pertama, self-concept as maintainer of inner consistency. Konsep diri
memainkan peranan dalam mempertahankan keselarasan batin seseorang.
Individu senantiasa berusaha untuk mempertahankan keselarasan batinnya. Bila
individu memiliki ide, perasaan, persepsi atau pikiran yang tidak seimbang atau
saling bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak
menyenangkan. Untuk  menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu
mengubah perilaku atau memilih suatu sistem untuk mempertahankan kesesuaian
antara individu dengan lingkungannya. Cara menjaga kesesuaian tersebut dapat
dilakukan dengan menolak gambaran yang diberikan oleh lingkungannya
mengenai dirinya atau individu berusaha mengubah dirinya seperti apa yang
diungkapkan likungan sebagai cara untuk menjelaskan kesesuaian dirinya dengan
lingkungannya.
b.      Kedua, self-concept as an interpretation of experience. Konsep diri
menentukan bagaimana individu memberikan penafsiran atas pengalamannya.
Seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

individu tersebut dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan


ditafsirkan secara berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya,
karena masing-masing individu mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda
terhadap diri mereka. Tafsiran negatif terhadap pengalaman hidup disebabkan
oleh pandangan dan sikap negatif terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, tafsiran
positif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap positif
terhadap dirinya.
c.       Ketiga, self-concept as set of expectations. Konsep diri juga berperan
sebagai penentu pengharapan individu. Pengharapan ini merupakan inti dari
konsep diri. Bahkan McCandless sebagaimana dikutip Felker (1974)
menyebutkan bahwa konsep diri seperangkat harapan-harapan dan evaluasi
terhadap perilaku yang merujuk pada harapan-harapan tersebut. Siswa yang cemas
dalam menghadapi ujian akhir dengan mengatakan “saya sebenamya anak bodoh,
pasti saya tidak akan mendapat nilai yang baik”, sesungguhnya sudah
mencerminkan harapan apa yang akan terjadi dengan hasil ujiannya. Ungkapan
tersebut menunjukkan keyakinannya bahwa ia tidak mempunyai kemampuan
untuk memperoleh nilai yang baik, Keyakinannya tersebut mencerminkan sikap
dan pandangan negatif terhadap dirinya sendiri. Pandangan negatif terhadap
dirinya menyebabkan individu mengharapkan tingkah keberhasilan yang akan
dicapai hanya pada taraf yang rendah. Patokan yang rendah tersebut menyebabkan
individu bersangkutan tidak mempunyai motivasi untuk mencapai prestasi yang
gemilang (Pudjijogyanti, 1988).

Manfaat Mengetahui Konsep Diri


Dengan adanya konsep diri individu memandang atau menilai dirinya
sendiri akan tampak jelas dari seluruh perilakunya, dengan kata lain perilaku
seseorang akan sesuai dengan cara individu memandang dan menilai dirinya
sendiri. Apabila individu memandang dirinya sebagai seorang yang memiliki
cukup kemampuan untuk melaksanakan tugas, maka individu itu akan
menampakan perilaku sukses dalam melaksanakan tugasnya.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

MODUL VI

ATRAKSI INTERPERSONAL

6.1 Faktor-faktor personal dan situasional yang mempengaruhi atraksi


interpersonal
A. Atraksi Interpersonal
Dean C Barlund (1968): “Mengetahui garis-garis Atraksi dan pengindraan
dalam Sistem sosial artinya, mampu meramalkan dari mana pesan akan muncul,
kepada siapa pesan itu akan mengalir, dan lebih-lebih lagi bagaimana pesan akan
diterima”. Artinya, makin tertarik kita kepada seseorang, makin besar
kecenderungan kita berkomunikasi dengan dia. Kesukaan kepada orang lain, sikap
positif, dan daya tarik seseorang kita sebut sebagai atraksi interpersonal.

B. Faktor-faktor personal yang mempengaruhi atraksi interpersonal


·  Kesamaan Karakteristik Personal
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai2, sikap, keyakinan, tingkat


sosioekonomis, agama, ideologis, cenderung saling menyukai.
·  Tekanan Emosional
Bila seseorang berada dalam keadaan yang mencemaskannya atau harus
memikul tekanan emosional, ia akan menginginkan kehadiran orang lain.
·  Harga Diri yang Rendah
Orang yang rendah hati cenderung mudah mencintai orang lain.
·  Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah pengalaman yang tidak enak. Hal ini sesuai dengan
penjelasan Gain-Loss Theory: “ pertambahan prilaku yang menyenangkan dari
orang lain akan berdampak positif pada diri kita”

C. Faktor-faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonal


·  Daya tarik fisik
Orang lebih suka berinteraksi kepada orang yang mempunyai daya tarik fisik
menarik.
·  Ganjaran (reward)
kita akan menyenangi orang yang memberi ganjaran kepada kita. Teori
pertukaran sosial:”interaksi sosial ibarat transaksi dagang. Kita akan
melanjutkan interaksi bila laba lebih banyak dari biaya”.
·  Familiarity
Jika kita sering berjumpa dengan seseorang yang mempunyai kesamaan dengan
kita, kita akan menyukainya.
·  Kedekatan (proximity)
Orang cenderung menyenangi mereka yang tempat tinggalnya berdekatan.
·  Kemampuan (competence)
Kita cenderung menyenangi orang2 yang memiliki kemampuan lebih tinggi
dari kita. Seorang pakar, Aronson pernah mengatakan: orang yang paling
disenangi adalah orang yang memiliki kemampuan tinggi tetapi menunjukan
beberapa kelemahan.
·  Penafsiran pesan dan penilaian
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Jika kita menyukai seseorang kita cenderung melihat segala hal tentangnya
secara positif. Jika kita membencinya, kita cenderung melihat karakternya
secara negatif.
·  Efektivitas komunikasi
Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi
merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Wolosin: komunikasi
akan lebih efektif bila para komunikan saling menyukai.

6.2 pengaruh atraksi interpersonal pada komunikasi


interpersonal
Daya tarik seseorang sangat penting bagi komunikasi interpersonal. Jika kita
menyukai seeorang maka kita cenderung melihat segala sesuatu dari diri orang
tersebut dengan positif sebaliknya jika kita tidak menyuaki seseorang maka kita
akan meliaht segala sesuatu dari orang tersebut secara negatif. Situasi tersebut
sangat penting bagi terciptanya komunikasi interpersonal yang efektif, sebab
semakin positif sikap kita terhadap lawan bicara kita maka mekin efektif pula
kegiatan komunikasi yang kita lakukan dengan orang tersebut.

HUBUNGAN INTERPERSONAL
            Hakikat dari hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita
berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga
menentukan kadar hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita
tidak hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship.
Pandangan ini merupakan hal baru dan untuk menunjukan hubungan pesan
komunikan ini disebut dengan metakomunikasi.
            Dalam hal ini berarti bahwa studi komunikasi interpersonal bergeser dari
isi pesan kepada aspek rasional. aspek rasional adalah yang menjadi unit analisis
dari komunikasi interpersonal. Dari segi psikologi komunikasi, kita dapat
menyatakan bahwa makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka orang
untuk mengungkapkan dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

persepsi dirinya; sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara


komunikan.
            Hubungan interpersonal terbentuk ketika proses pengolahan pesan, (baik
verbal maupun non verbal) secara timbal balik terjadi dan halini dinamakan
komunikasi interpersonal. ketika hubungan itu tumbuh, terjadi pula kesepakatan
tentang aturan berkomunikasi antara partisipan yang terlibat.  Ada beberapa teori
yang menjelaskan mengenai hubungan interpersonal, yaitu:

Model Pertukaran Sosial


          Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi
dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang pemuka dari
teori ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai berikut:
“Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap
individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya
selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan
biaya”.
          Ganjaran yang dimaksud adalah setiap akibat yang dinilai positif yang
diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang,
penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Sedangkan
yang dimaksud dengan biaya adalah akibat yang negatif yang terjadi dalam suatu
hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan
keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat menimbulkan efekefek
tidak menyenangkan. 
Model Peranan. Model peranan menganggap hubungan interpersonal sebagai
panggung sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai
dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal
berkembang baik bila setiap individu bertidak sesuai dengan peranannya. 
Model Interaksional. Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai
suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif dan medan.
Semua system terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua sistem mempunyai


kecenderungan. untuk memelihara dan mempertahankan kesatuan. Bila
ekuilibrium dari system terganggu, segera akan diambil tindakannya. Setiap
hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi,
ekspektasi dan pelaksanaan peranan.

MODUL VII

HUBUNGAN INTERPERSONAL

7.1 Teori-teori hubungan interpersonal

1. Model Pertukaran Sosial

Dalam model pertukaran sosial, hubungan antar pribadi dipandang sebagai


sebuah transaksi dagang. Motivasi seseorang melakukan hubungan dengan orang
lain karena mengharapkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan
Kelley adalah tokoh yang menjelaskan mengenai teori model pertukaran sosial ini.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Mereka membuat kesimpulan bahwa asumsi dasar yang mendasari seluruh


analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal
dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan
ditinjau dari segi ganjaran dan biaya.

Dalam hubungan pertukaran sosial ini, seorang individu akan menimbang


untung rugi dari apa yang akan ia dapat pada saat melakukan hubungan
interpersonal. Tentunya ini memang sangat berperan dan berpengaruh bagi siapa
saja yang akan melakukan suatu proses hubungan interpersonal. Ada persepsi-
persepsi tertentu yang juga tergantung dari masing-masing individu tersebut.
Kecerdasan intrapersonal juga mungkin akan berpengaruh. Beberapa hal yang
mungkin akan menjadi bagian dari pertimbangan seseorang melakukan hubungan
interpersonal dalam model pertukaran sosial antara lain:

 Keseimbangan antara apa yang kita masukkan ke dalam hubungan dan apa
yang kita keluar dari itu.
 Kepantasan jenis hubungan yang akan dilakukan.
 Kemungkinan memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.

Tentu saja beberapa macam hal tersebut akan sangat mempengaruhi motivasi
seseorang dalam melaksanakan hubungan antar pribadi. Pada dasarnya, model
pertukaran sosial banyak yang menggambarkan seperti proses perdagangan yang
akan memperhitungkan untung atau rugi terlebih dahulu.

2. Model Peranan

Model peranan lebih memandang sebuah hubungan interpersonal layaknya


panggung sandiwara. Dalam teori ini, digambarkan bahwa setiap individu yang
terlibat dengan individu lainnya, itu akan memerankan suatu peranannya sesuai
dengan “naskah” yang dibuat oleh masyarakat.

Bahasa lebih mudahnya, sebenarnya sudah ada skenario yang ditetapkan


masyarakat untuk melaksanakan suatu hubungan interpersonal sesuai peranannya.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Sebagai contoh, pola hidup masyarakat mengatur hubungan warga dengan ketua
RT di lingkungannya. Siapa yang berperan sebagai warga, siapa yang berperan
sebagai ketua RT, itulah yang dimaksud sebagai “skenario”. Bisa terlihat
bagaimana psikologi sosial berlaku di sini.

Seorang individu konon akan berkembang lebih baik manakala ia bisa


tetap patuh dari “skenario yang ada”. Ini artinya, dia akan menjalankan perannya
dengan baik sehingga tercipta hubungan yang harmonis dengan orang lain.
Namun demikian, apabila seorang individu ternyata keluar dari jalurnya.

Maka ini bisa menyebabkan dia “ditegur sutradara”. Artinya, ia dianggap


menyalahi aturan dan tidak patuh terhada “skenario” yang sudah ada. Tidak
menutup kemungkinan juga seseorang bisa mengalami fobia sosial karenanya.
Setidaknya itulah analogi dari model peranan dalam teori hubungan interpersonal
ini.

3. Model Permainan

Model permainan menggambarkan bagaimana interaksi antara dua pihak


atau lebih akan menghasilkan suatu keputusan dimana keputusan salah satu pihak
akan mempengaruhi pihak lainnya. Teori permainan (game theory) ini pertama
kali dicetuskan oleh Emile Borel pada tahun 1921. Pada dasarnya, terdapat dua
macam jenis pola permainan dalam hubungan interpersonal. Permainan tersebut
bisa bersifat konstruktif, yakni menjalin hubungan kerja sama antar pihak
sehingga didapatkan keputusan yang saling memuaskan.

Namun demikian, ada pula permainan yang sifatnya destruktif. Keputusan


mungkin dibuat hanya untuk menguntungkan satu pihak saja. Oleh karenanya,
teori hubungan interpersonal dalam psikologi ini seringkali dianggap sebagai
sesuatu yang mestinya harus dipahami secara lebih bijak. Tipe kepribadian
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

manusia perlu diketahui supaya hubungan interpersonal yang ada sifatnya lebih
konstruktif.

4. Model Interaksional

Teori hubungan interpersonal selanjutnya adalah model interaksional. Di


sini hubungan interpersonal dianggap sebagai suatu sistem. Kecerdasan
interpersonal biasanya menjadi bagian dalam model ini. Setiap sistem di
dalamnya memiliki sifat-sifat struktural, medan dan integratif. Karena sistem
biasanya adalah suatu kesatuan, maka dalam model ini hubungan interpersonal
akan dijaga keutuhannya agar tidak rusak. Di dalam sistem masih ada subsistem-
subsistem yang juga saling terkait demi membangun sistem hubungan
interpersonal yang baik.

Itulah tadi gambaran umum mengenai teori hubungan interpersonal


apabila dikaitkan dengan psikologi. Rupanya memang ada beberapa model yang
sering kita jumpai penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
kemampuan mengidentifikasi model hubungan interpersonal, kita dapat
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai teori hubungan interpersonal
dalam psikologi.

7.2 Tahap – tahap hubungan Interpersonal

Adapun tahap-tahap untuk menjalin hubungan interpersonal, yaitu:


1. Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa
peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama,
“fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk
menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing - masing pihak berusaha
menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. Bila mereka
merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada
tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat
tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan


pada tujuh kategori, yaitu:
a. informasi demografis
b. sikap dan pendapat (tentang orang atau objek)
c. rencana yang akan dating
d. kepribadian
e. perilaku pada masa lalu
f. orang lain
g. hobi dan minat.

2. Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah.
Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan
tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat
faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
a) keakraban
b) control
c) respon yang tepat
d) nada emosional yang tepat.

3. Pemutusan Hubungan
Menurut R.D. Nye dalam bukunya yang berjudul Conflict Among
Humans, setidaknya ada lima sumber konflik yang dapat menyebabkan
pemutusan hubungan, yaitu:
a. Kompetisi, dimana salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan
mengorbankan orang lain. Misalnya, menunjukkan kelebihan dalam
bidang tertentu dengan merendahkan orang lain.
b. Dominasi, dimana salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain
sehingga
orang tersebut merasakan hak-haknya dilanggar.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

c. Kegagalan, dimana masing-masing berusaha menyalahkan yang lain


apabila
tujuan bersama tidak tercapai.
d. Provokasi, dimana salah satu pihak terus-menerus berbuat sesuatu yang ia
ketahui menyinggung perasaan yang lain.
e. Perbedaan nilai, dimana kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang
mereka anut.

7.3 Faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan interpersonal


dalam komunikasi interpersonal
1.   Percaya (trust).  
            Percaya didevinisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dalam situasi
yang penuh resiko.
a.       Ada situasi yang menimbulkan resiko. Bila orang menaruh kepercayaan kepada
seseorang, ia akan menghadapi resiko. Resiko itu dapat berupa kerugiaan yang
anda alami.
b.      Faktor yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa
akibat-akibatnya bergantung kepada orang lain.
c.       Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap percaya:
a.       Karakteristik dan maksud orang lain. Orang yang menaruh kepercayaan kepada
orang  yang dianggap memiliki kemampuan, keterampilan atau pengalaman dalam
bidang tertentu.
b.      Hubungan kekuasaan. Percaya apabila orang-orang mempunyai kekuasaan
terhadap orang lain.
c.       Sifat dan kualitas komunikasi. Bila komunikasi bersifat terbuka, bila maksud dan
tujuan sudah jelas, ekspektasi sudah dinyatakan maka akan tumbuh sikap percaya.
Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau
mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya.
Menerima, empati dan kejujuran.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tampa


menilai dan berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap melihat orang lain
sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai.
Empati adalah memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosinal
bagi kita, sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia
menanggapi orang lain siap mengalami suatu emosional.
Kejujuran adalah faktor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya.
Kejujuran mengakibatkan perilaku kita dapat diduga, ini mendorong orang-orang
untuk percaya pada kita. 
2.  Sikap suportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap depentif dalam
komunikasi dalam penelitian gaib di ungkapkan bahwa makin sering orang
menggunakan perilaku depentif, makin besar kemungkinan komunikasi depentif,
komunikasi depentif berkurang dalam perilaku suportif, ketika orang
menggunakan perilaku ke sebelah kanan.
a.       Evaluasi dan Deskripsi. Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain, memuji
atau mengancam. Deskripsi artinya penyampaian pesan dan persepsi  antara tampa
menilai.
b.      Control dan Orientasi Masalah. Perilaku kontrol adalah berusaha untuk
mengubah orang lain, mengendalikan perilakunya, mengubah sikap,  pendapat
dan tindakannya.
c.       Strategi dan spontanitas. Stategi adalah penggunaan tipuan-tipuan atau
manipulasi untuk mempengaruhi orang lain.
d.      Netralitas dan Empati. Netralitas berarti sikap inpersonal memperlakukan orang
lain tidak sebagai persona, melainkan sebagi objek.
e.       Superioritas dan Persamaan. Superioritas berarti sikap menunjukkan anda lebih
tinggi atau lebih baik dari pada orang lain karena status, kekuasaan, kemampuan
intelektual, kekayaan atau kecantikan.
f.       Kepastian dan Provisionalisme. Orang yang memiliki kepastian berarti memiliki
dogmatis, keinginan menang sendiri dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran
mutlak yang tidak dapat diganggu gugat
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

3.  Sikap terbuka.


Sikap terbuka amat besar pengaruhnya  dalam menumbuhkan komunikasi
interpersonal yang efektif
Kriteria sikap orang terbuka:
a.       Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajengan logika.
b.      Membedahkan dengan muda melihat nuansa
c.       Berorientasi pada isi
d.      Mencari informasi dari berbagai sumber.
e.       Lebih bersifat profesional dan bersedia mengubah kepercayannya.
Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya.

MODUL VIII

SISTEM KOMUNIKASI KELOMPOK

8.1 Kelompok dan pengaruhnya pada perilaku komunikasi


BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Para Psikolog Sosial juga mengenal mode. Pada tahun 1960-an, tema
utama mereka adalah persepsi sosial. Pada dasawarsa berikutnya, tema ini
memudar. Studi tentang pembentukan dan perubahan sikap juga mengalami
pasang-surut. Pernah menjadi mode sampai tahun 1950-an. Begitu pula studi
kelompok menjadi pusat perhatian. Setelah perang, perhatian beralih pada
individu, dan ini bertahan sampai pertengahan 1970-an. Akhir 1970-an, minat
yang tinggi tumbuh kembali pada studi kelompok, dan – seperti diramalkan
steiner (1974) – menjadi dominan pada pertengahan 1980-an. Para pendidik
melihat komunikasi kelompok sebagai metode pendidikan yang efektif. Para
manajer menemukan komunikasi kelompok sebagai wadah yang tepat untuk
melahirkan gagasan-gagasan kreatif. Para psikiater mendapatkan komunikasi
kelompok sebagai wahana untuk memperbaharui kesehatan mental. Para ideolog
juga menyaksikan  komunikasi kelompok sebagai sarana untuk meningkatkan
kesadaran politik-ideologis. Minat yang tinggi ini telah memperkaya pengetahuan
kita tentang berbagai jenis kelompok dan pengaruh kelompok pada perilaku kita.

8.2 factor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama


yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu
sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan
masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu
keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi
antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga
bagi komunikasi kelompok.

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a.


melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya.
Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance)
tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok
dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh


anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya
dalam kegiatan kelompok.

Jalaluddin Rakhmat meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat


dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

1. Faktor situasional karakteristik kelompok:

a. Ukuran kelompok.

Ukuran kelompok → efektif : 5 orang (Hare, 1952). Hubungan antara


ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok bergantung pada jenis tugas
yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua
macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing
anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas
interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk
menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok
tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni,
makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal
satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka
sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila
mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang.

Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran


kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan
konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok
kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan
sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan
kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif),
diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004)
menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan
anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk
mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang
cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan
waktu oleh anggota-anggota kelompok.

b. Jaringan komunikasi.

Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai


berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi
kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

c. Kohesi kelompok.

Kohesi kelompok, yaitu kekuatan yang mendorong anggota kelompok

untuk tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan

kelompok.

Menurut Mc David & Harori (1964), kohesi kelompok diukur dari :

• ketertarikan satu sama lain secara interpersonal

• ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok

• sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat pemuas

kebutuhan anggotanya

Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin


kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam
kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga
komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka


mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin
mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak
toleran pada anggota yang devian.

d. Kepemimpinan

Kepemimpinan → yaitu komunikasi yang secara positif mempengaruhi

kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor


yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya
kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White danLippit. Mereka
mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez
faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang
seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan
pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk
membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire
memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan
individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

MODUL IX

BENTUK-BENTUK KOMUNIKASI KELOMPOK

9.1 Komunikasi kelompok deskriptif

PENGERTIAN KOMUNIKASI KELOMPOK

Menurut Anwar Arifin komunikasi kelompok adalah komunikasi yang


berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam
rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael
Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai
interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah
diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang
mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota
yang lain secara tepat. Dari dua definisi di atas mempunyai kesamaan, yakni
adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu
umtuk mencapai tujuan kelompok.

Menurut Dedy Mulyana kelompok adalah sekumpulan orang yang


mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai
bagian dari kelompok tersebut. Kelompok ini misalnya adalah keluarga,
kelompok diskusi, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu
keputusan. Pada komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi,
karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi
komunikasi kelompok.

9.2 Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi


dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan


tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga:
a. kelompok tugas;
b. kelompok pertemuan; dan
c. kelompok penyadar.

Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi


jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah
kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui
diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok
terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok
penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru.
Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses
ini dengan cukup banyak. Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah
yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok.
Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu:
diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur
parlementer.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

MODUL X

KOMUNIKASI MASSA

10.1 Sistem Komunikasi Massa versus Sistem Komunikasi


Interpersonal

Komunikasi massa mempunyai beberapa perbedaan dengan komunikasi


tatap muka. Menurut DeFleur dan Dennis, perbedaan terjadi dalam hal
konsekuensi menggunakan media, konsekuensi memiliki khalayak luas dan
beragam, pengaruh sosial dan kultur. Sedangkan menurut Elizabeth Noelle-
Neuman ada empat tanda pokok dari komunikasi massa bila secara teknis
komunikasi massa diperbandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal.
Tanda pokok tersebut adalah: bersifat tidak langsung, bersifat searah, bersifat
terbuka, mempunyai publik yang tersebar secara geografis.

Di samping adanya perbedaan antara komunikasi massa dengan komunikasi


interpersonal, terdapat pula hubungan antara komunikasi massa dengan
komunikasi interpersonal. Menurut Elihu Katz dan Paul Lazarfeld komunikasi
interpersonal, merupakan variabel intervenig antara media massa dan perubahan
perilaku. Sedangkan Everett Rogers mengemukakan bahwa antara saluran media
massa dan interpersonal saling melengkapi. Kemudian antara komunikasi massa
dengan komunikasi interpersonal dapat dilihat pada efek sosialisasi dari media
massa.

Karena perbedaan teknis, maka sistem komunikasi massa juga mempunyai


karakteristik psikologi yang khas dibandingkan dengan sistem komunikasi
interpersonal.

a. Pengendalian arus informasi


BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Mengendalikan arus informasi berarti mengatur jalannya pembicaraan


yang disampaikan dan yang diterima. Pada komunikasi massa, seorang
komunikator mengendalikan arus informasi sehingga menunjang persuasi yang
efektif. Komunikator sulit untu menyesuaikan pesannya dengan reaksi
komunikan.

b. Umpan balik

Umpan balik adalah pesan yang dikirim kembali dari penerima ke sumber,
memberitahu sumber tentang reaksi penerima, dan memberikan landasan pada
sumber untuk memberikan reaksi selanjutnya. Dalam komunikasi massa umpan
balik (feedback) m

c. Stimulasi alat indra

Dalam komunikasi massa, stimuli alat indra bergantung pada media massa
yang digunakan.

d. Proporsi unsur isi dengan hubungan

Dalam komunikasi massa lebih menekankan isi pesan dibandingkan


dengan hubungan yang terjadi pada saat proses berkomunikasi berlangsung.
Dengan kata lain dalam komunikasi massa lebih menekankan apa yang menjadi
isi pesan dibandingkan dengan bagaimana penyampaian pesan tersebut
berlangsung.

10.2 Sejarah penelitian efek komunikasi massa

Menurut Noelle-Neumann, penelitian efek media massa selama epat puluh


tahun mengungakapkan kenyataan bahwa efek media massa tida perlu
dikhawatirkan, efeknya tidak begitu berarti. Ini diperkokoh oleh psikolog sosial
William McGuire yang menulis, “dampak media massa hasil pengukuran dalam
hubungannya dengan daya persuasif tampak kecil saja. Sejumlah besar penelitian
talak dilaksanakan untuk menguji efektivitas media massa... hasilnya sangat
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

memalukan bagi pendukung media massa, karena ternyata sedikit sekali adanya
bukti perubahan sikap, apalagi perubahan perilaku nyata”.

Penelitian efek komunikasi massa mengungkapkan pasang surut kekuatan


media massa - dari media massa perkasa, kepada media massa yang berpengaruh
terbatas, dan kembali lagi pada media massa perkasa.

McQuail merangkum semua penemuan penelitian sebagai berikut.

 Ada kesepakatan bahwa bila efek terjadi, efek itu sering kali berbentuk
peneguhan, sikap dan pendapat yang ada.
 Efek berbeda beda tergantung pada prerstis atau penilaian terhadap sumber
komunikasi.
 Makin sempurna monopoli komunikasi massa makin kemungkinan besar
perubahan pendapat dapat ditimbulkan pada arah yang dikehendaki.
 Sejauh mana persoalan dianggap penting oleh kalayak akan
mempengaruhi kemungkina pengaruh media massa.
 Pemilihan dan penafsiran isi ileh kalayak dipengaruhi oleh pendapat dan
kepentingan yang ada dan oleh norma-norma kelompok.
 Struktur hubungan interpersonal pada lkalayak mengantarai arus isi
komunikasi, membatasi dan menentukan efek yang terjadi.

Setelah para peneliti menyadari betapa sukarnya melihat efek media massa
pada orang, para peneliti sekarang memperhatikan apa yang dilakukan orang
terhadap media. Fokus penelitian sekarang bergeser dari komunikator ke
komunkate, dari sumber ke penerima. Khalayak dianggap aktif menggunakan
medai untuk memenuhi kebutuhannya. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan
pendekatan “ uses anda gratification, yang pertama kali dikemukakan oleh Elihu
Katz (1959).
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Elisabeth Noelle-Neumman berpendapat bahwa penemuan-penemuan terdahulu


tidak memperhatikan factor penting dalam media massa. Ketiga factor tersebut
adalah: Ubuquiti (serba ada), Kumulasi pesan, dan keseragaman wartawan.

Menurut Noelle-Neumman, adanya berita atau penyiaran yang seragam


akan menyebabkan orang menduga bahwa berita itu merupakan opini manyoritas.
Bersamaan dengan timbulnya kesan opini manyoritas, orang-orang yang
mempunyai pendapat berbeda akan diam. Karena diam suara manyoritas makin
diperkuat. Terjadilah yang disebut Noelle-Neumman “die Schweigespirale” –
lingakaran kebisuan. Di sini jelas media massa menimbulkan efek yang kuat
dalam membentuk persepsi khalayak, dan akhirnya bahkan menimbulkan nilai-
nilai dan norma-norma sosial yang baru.

Pada abad ini terjadi revolusi komunikasi. Ada yang menyebutnya ledakan
komunikasi. Sekarang makin disadari Teknologi komunikasi yang baru tengah
membentuk dan mengubah cara hidup kita.

Secara singkat kita telah melacak perkembangan penelitian efek


komunikasi dari periode Perang Dunia I sampai sekarang. Pada 50 tahun terkhir,
dalam dunia komunikasi terjdai kemajuan komunisi jauh lebih cepat daripada apa
yang terjadi selam puluhan ribu tahun sebelumnya. Manusia bukanlah robot yang
pasif yang dikontrol lingkungan. Setiap manusia mempunyai cara yang unik untuk
mengalami lingkungan secara fenomenologis.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

MODUL XI

REAKSI KHALAYAK PADA KOMUNIKASI MASSA

11.1 Teori DeFleur dan Ball_Rokeach tentang pertemuan dengan


Media

DeFleur dan Ball Rokeach melihat pertemuan khalayak dengan media


berdasarkan tiga kerangka teoretis:

Perspektif perbedaan individual. 

Memandang manusia sebagai makluk individual yang memiliki


kepribadian tidak sama dengan individu yang lain. Setiap pola pikir, pola merasa,
dan pola perilakunya sangat khas. Setiap orang mempunyai potensi biologis,
pengalaman belajar, dan lingkungan yang berbeda. Perbedaan ini menyebabkan
pengaruh media massa yang berbeda pula.

Perspektif kategori sosial. 

Memandang dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial, yang


reaksinya pada stimulus tertentu cenderung sama. Golongan sosial berdasarkan
usia, jenis kelamin, tingkat pendapatan, pendidikan, tempat tinggal, dan keyakinan
agama menampilkan kategori respons. Anggota-anggota kategori tertentu akan
cenderung memilih isi komunikasi yang sama dan akan memberi respons
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

kepadanya dengan cara yang hampir sama pula. Anak-anak akan membaca
Ananda, Sahabat atau Bobo. Ibu-ibu akan membaca Femina, Kartini atau Sarinah.

Perspektif hubungan social. 

Menekankan pentingnya peranan hubungan sosial yang informal dalam


memengaruhi reaksi orang terhadap media massa.Perspektif ini tampak pada
model ‘two step flow of communication’. Dalam model ini, informasi bergerak
melewati dua tahap. Pertama, informasi bergerak pada sekelompok individu yang
relatif lebih tahu dan sering memperhatikan media massa. Kedua, informasi
bergerak dari orang-orang itu disebut “opinion leader” dan kemudian melalui
saluran-saluran interpersonal disampaikan kepada individu yang bergantung
kepada mereka dalam hal informasi. Mereka yang terakhir ini disebut mass
audience.

11.2 Pendekatan Motivasional dari Uses and Gratification

Esensi teori ini menjelaskan bahwa khalayak, pendengar dan pembaca


memilih dan menggunakan opsi berbagai media dan program untuk kepuasan
mereka. Asumsi dasar dari teori ini yaitu

a. Khalayak dianggap aktif,


b. Dalam proses komunikasi, inisiatif untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan
dengan pemilihan media terletak pada khalayak,
c. Media massa  harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk
memuaskan kebutuhan khalayak,
d. Tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan
anggota khalayak,
e. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan
sebelum terlebih dahulu meneliti orientasi khalayak.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

MODUL XII

EFEK KOMUNIKASI MASSA

12.1 Efek Kehadiran Media Massa

Umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita lakukan pada
media, tetapi kepada apa yang dilakukan media kepada kita. Misalnya, kita ingin
tahu buka untuk apa kita membaca surat kabar atau menonton televisi, tetapi
bagaimana surat kabar dan televisi menambah pengetahuan, merubah sikap atau
menggerakan perilaku kita. Inilah yang disebut dengan efek komunikasi massa.
semuanya didasarkan pada asumsi bahwa komunikasi massa menimbulkan efek
pada diri khalayak. Efek komunikasi massa ini telah memperlihatkan pasang surut
efek media massa. ada satu saat ketika media massa dipandang sangat
berpengaruh, tetapi saat lain ketika media massa dianggap sedikit, bahkan hampir
tidak ada pengaruhnya sama sekali.
Seperti dinyatakan Donald K. Robert, bahwa efek hanyalah perubahan
perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa. karena fokusnya pesan,
maka efek haruslah berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa.
Sedangkan menurut Steven M. Chaffee, ada dua pendekatan dalam melihat efek
media massa. Yang pertama membatasi efek hanya selama berkaitan dengan
pesan media, akan mengesampingkan banyak sekali pengaruh media massa. kita
cenderung melihat efek media massa, baik yang berkaitan dengan pesan maupun
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

dengan media itu sendiri. Dan pendekatan yang kedua ialah melihat jenis
perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa, yakni penerimaan
informasi, perubahan perasaan atau sikap dan perubahan perilaku.
Teori Mc Luhan, disebut dengan teori perpanjangan alat indra,
menyatakan bahwa media adalah oerluasan dari alat indra manusia, telepon adalah
perpanjangan telinga dan televisi adalah perpanjangan mata. Secara operasional
dan praktis, medium adalah pesan. Ini berarti bahwa akibat akibat personal dan
sosial dari media yakni karena perpanjangan dari kita timbul karena skala baru
yang dimasukkan pada kehidupan kita oleh perluasan diri kita atau oleh
tekhnologi baru. Media adalah pesan karena media membentuk dan
mengendalikan skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia. Beberapa hal
tentang efek kehadiran media massa, diantaranya :
1.             Efek Ekonomis
Efek ekonomis tidaklah menarik perhatian para psikolog. Kita mengakui
bahwa kehadiran media massa telah menggerakan berbagai usaha seperti
produksi, distribusi dan konsumsi media massa. kehadiran surat kabar berarti
menghidupkan pabrik yang mensuplai kertas kran, menyuburkan pengusaha
percetakan dan grafika, memberikan pekerjaan kepada wartawan, ahli rancang
grafis, pengedar, pengecer, pencari iklan dan sebagainya. Misalnya, kehadiran
televisi disamping menyedot energi listrik. Juga dapat memberikan nafkah kepada
para juru kamera, pengarah acara, juru rias dan profesi profesi lainnya. Dalam
literatur ilmu komunikasi, hampir tidak pernah efek ekonomi ini diteliti atau
diulas.
2.             Efek Sosial
Efek sosial berkenaan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial
akibat kehadiran media massa. Sudah diketahui bahwa k3hadiran televisi
meningkatkan status sosial pemiliknya. Misalnya, di Pedesaan televisi telah
membentuk jaringan jaringan interaksi sosial yang baru. Pemilik televisi sekarang
menjadi pusat jaringan sosial yang menghimpun sekitarnya seperti tetangga dan
penduduk desa seideologinya. Televisi telah menjadi sarana untuk menciptakan
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

hubungan “patron - client” yang baru. Efek sosial tampaknya lebih relevan
dibicarakan oleh ahli sosiologi ketimbang psikologi.
3.             Efek Pada Penjadwalan Kegiatan
Yang menarik dari keempat hal dalam efek kehadiran media massa yakni
efek pada penjadwalan kegiatan. Menurut penelitian Rusdi Muchtar dalam
penelitiannya tentang efek televisi pada masyarakat Desa di Sulawesi Utara
menyatakan bahwa, sebelum ada televisi, orang biasanya pergi tidur malam
sekitar pukul 8 dan bangun pagi sekali karena harus berangkat kerja ditempat
yang jauh. Sesudah ada televisi, telah merubah kebiasaan rutin mereka. Banyak
diantara mereka terutama muda mudi yang sering menonton televisi sampai
malam. Penduduk desa yang tua tua sering mengeluh karena mereka menganggap
anak mereka menjadi lebih malas dan sukar pergi bekerja atau berangkat sekolah
pada waktu dini.
Reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya media massa, beberapa
kegiatan dikuranngi bahkan dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai
untuk media massa tersebut, Joyce Cramond (1976). Misalnya, surat kabar sore
akan menyebabkan pelanggan menyisihkan waktu membaca koran pada sore hari.
4.             Efek Pada Perasaan Tertentu
Kita telah melihat bagaimana orang menggunakan media untuk memuaskan
kebutuhan psikologis. Media dipergunakan kadang tanpa mempersoalkan isi
pesan yang disampaikannya. Sering terjadi juga orang menggunakan media untuk
menghilangkan perasaan tidak enaknya misalnya kesepian, marah, kecewa, sedih
dan sebagainya. Kehadiran media massa bukan saja menghilangkan perasaan, ia
pun menumbuhkan perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan negatif atau positif
kepada media tertentu. Tumbuuhnya perasaan senang atau percaya pada media
massa tetentu mungkin erat kaitannya dengan pengalaman individu bersama
media massatersebut, bisa jadi faktor isi pesan ataupu jenis media itu yang
diperhatikan, atau apapun disekitarnya.
Selain adanya hal hal yang terdapat dalam efek kehadiran media massa,
Efek pesan media massa juga meliputi aspek kognitif, afektif dan behavioral. Efek
kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan,


keterampilan, kepercayaan atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan
pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Efek ini ada
hubungannya dengan emosi, sikap atau nilai. Sedangkan efek behavioral merujuk
pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola pola tindakan,
kegiatan atau kebiasaan berperilaku.

12.2 Efek Kognitif Komunikasi Massa


Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya
informative bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana
media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang
bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui media massa,
kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah
kita kunjungi secara langsung.

Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan


manfaat yang dikehendaki masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi
menyebabkan kita lebih mengerti bahasa Indonesia yang baik dan benar, televisi
telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan
rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita tergerak untuk menolong mereka, media
massa telah menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka
dompet bencana alam, menghimbau kita untuk menyumbang, lalu kita
mengirimkan wesel pos (atau, sekarang dengan cara transfer via rekening bank)
ke surat kabar, maka terjadilah efek prososial behavioral.

12.3 Efek Afektif Komunikasi Massa

Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi
massa bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu
tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang
diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya[8]. Sebagai contoh, setelah
kita mendengar atau membaca informasi artis kawakan Roy Marten dipenjara
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

karena kasus penyalah-gunaan narkoba, maka dalam diri kita akan muncul
perasaan jengkel, iba, kasihan, atau bisa jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau
marah daat diartikan sebagai perasaan kesal terhadap perbuatan Roy Marten.
Sedangkan perasaan senang adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan
kehidupan hura-hura yang senang atas tertangkapnya para public figure yang
cenderung hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan
sebagai keheranan khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.

Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari


komunikasi massa.

Suasana emosional

Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap


sebuah film, iklan, ataupun sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana
emosional kita. Film sedih akan sangat mengharukan apabila kita menontonnya
dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan
menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya setelah
mendapat keuntungan yang tidak disangka-sangka.

1. Skema kognitif

Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang
menjelaskan tentang alur eristiwa. Kita tahu bahwa dalam sebuah film action,
yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul, pada akahirnya akan
menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan jatuh dari
jurang. Kita menduga, asti akan tertolong juga.

c.       Situasi terpaan (setting of exposure)


BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Kita akan sangat ketakutan menonton film Suster Ngesot, misalnya, atau film
horror lainnya, bila kita menontontonnya sendirian di rumah tua, ketika hujan labt,
dan tiang-tiang rumah berderik. Beberpa penelitian menunjukkan bahwa anak-
anak lebih ketakutan menonton televisi dalam keadaan sendirian atau di tempat
gelap. Begitu pula reaksi orang lain pada saat menonton akan mempengaruhi
emosi kita pada waktu memberikan respons.

1. Faktor predisposisi individual

Faktor ini menunjukkan sejauh mana orang merasa terlibat dengan tokoh yang
ditampilkan dalam media massa. Dengan identifikasi penontotn, pembaca, atau
pendengar, menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Ia merasakan apa yang
dirasakan toko. Karena itu, ketika tokoh identifikasi (disebut identifikan) itu
kalah, ia juga kecewa; ketika ientifikan berhasil, ia gembira.

12.4 Efek Behavioral Komunikasi Massa


Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam
bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau
film akan menyebabkan orang menjadi beringas. Program acara memasak
bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah tangga
mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang anak
sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari acara SmackDown yang
mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut. Namun, dari semua
informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang sama.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

MODUL XIII

PSIKOLOGI KOMUNIKATOR

13.1 Psikologi Komunikator

1. Konsep Psikologi Komunikator

Dalam konsep psikologi komunikator, proses komunikasi akan sukses apabila


berhasil menunjukkan source credibility atau menjadi sumber kepercayaan bagi
komunikan. Holand dan Weiss menyebut ethos sebagai credibility yang terdiri
atas 2 (dua) unsur, yaitu keahlian (expertise) dan dapat dipercaya
(Trustworthinnes). Kedua unsur tersebut mutlak harus dimiliki oleh seorang
komunikator agar bersifat kredibel.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Aritoteles menyebutkan karakter komunikator sebagai ethos. Ethos terdiri dari


pikiran baik (good sense), akhlak yang baik (good moral character), dan maksud
yang baik (good will), serta perilaku yang baik (good manner).

Para cendekiawan modern menyebut ethos Aristoteles sebagai (1) Itikad Baik
(good intentions), (2)Dapat Dipercaya (trustwordthinnes), (3) Kecakapan &
Kemampuan (competence & expertness).

2. Pengertian Psikologi Komunikator

Lebih dari 2000 tahun  yang lalu, Aristoteles menulis :

“Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicaranya, yang ketika ia


menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih
penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik dari pada orang lain : Ini
berlaku umummnya pada masalah apa saja  dan secara mutlak berlaku ketika
tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan
sementara penulisa retorika bahwa kebaikan personal yang di ungkapkan
pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan persuasinya; sebaliknya,
karakternya  hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling efektif yang
dimilikinya”. (Aristoteles, 195:45)

Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri


dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good
moral, character, good will).Pendapat Aristoteles ini diuji secara ilmiah 2300
tahun kemudian oleh Carl Hovland dan Walter Weiss (1951). Mereka melakukan
eksperimen pertama tentang psikologi komunikator. Kepada sejumlah besar
subjek disampaikan pesan tentang kemungkinan membangun kapal selam yang
digerakkan oleh tenaga atom (waktu itu, menggunakan energi atom masih
merupakan impian).

Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua
unsur : Expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya).Kedua
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

komponen ini telah disebut dengan istilah-istilah lain oleh ahli komunikasi yang
berbeda. Untuk expertness, McCroskey (1968) menyebutnya authoritativeness :
Markham (1968) menamainya factor reliablelogical: berlo, Lemert dan Mertz
(1966) menggunakan qualification. Untuk trusworthiness, peneliti lain
menggunakan istilah safety, character, atau evaluative faktor. Seseorang tidak
akan mempersoalkan mana istilah yang benar. Dapat disebut kredibilitas, tetapi
seseorang tidak hanya melihat pada kredibilitas sebagai faktor yang
mempengaruhi efektifitas sumber. Tetapi  juga akan melihat dua unsur lainnya :
atraksi komunikator (source attractiviness) dan kekuasaan (source power).
Seluruhnya-kredibilitas, atraksi dan kekuasaan-seseorang sebut sebagai ethos
(sebagai penghormatan pada aristoteles, psikologi komunikasi yang pertama).
Dimensi – dimensi ethos akan kita bicarakan pada bagaian berikutnya.

MODUL XIV

PSIKOLOGI PESAN

14. Pengertian Psikologi Pesan

Seorang Psikolinguistik dari Rockefeller University, George A. Miller


pernah menulis : “Kini ada seperangkat perilaku yang dapat megedalikan pikiran
dan tindakan orang lain secara perkasa. Teknik pengendalian ini dapat
menyebabkan Anda melakukan sesuatu yang tidak terbayangkan. Anda tidak
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

dapat melakukannya tanpa adanya teknik itu. Teknik itu dapat mengubah
pendapat dan keyakinan, dapa digunakan untuk menipu anda dapat membuat anda
gembira dan sedih, dapat memasukkan gagasan-gagasan baru ke dalam kepala
Anda, dapat membuat anda menginginkan sesuatu yang tidak Anda miliki. Anda
pun bahkan dapat menggunakannya untuk mengendalikan diri Anda sendiri.
Teknik ini adalah alat yang luar biasa perkasanya dan dapat digunakan untuk apa
saja.”

Teknik ini tidak ditemukan oleh psikolog, tidak berasal dari pemberian
mahluk halus, tidak juga diperoleh secara para psikologis atau lewat ilmu klenik.
Teknik ini telah dimiliki bahasa. Dengan bahasa, yang merupakan kumpulan kata-
kata, anda dapat mengatur perilaku orang lain.

Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu.


Setiap cara berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini kita sebut
paralinguistic. Tetapi manusia juga menyampaikan pesan dengan selain dengan
bahasa, misalnya dengan isyarat : ini disebut pesan ekstralinguistik. Pesan
paralinguistik  dan ekstralinguistik akan kita uraikan dalam satu bagian yang kita
sebut Pesan nonverbal. Selanjutnya kita akan membicarakan struktur dan imbauan
pesan.

14.1 Pesan Linguistic

Ada dua cara untuk mendefinisikan bahasa : fungsional dan formal.

Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa


diartikan sebagai “alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan”
(socially shared means for expressing ideas). Definisi formal menyatakan bahasa
sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan
tata bahasa (all the conceivable sentences that could be generated according to the
rules of its grammar).
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Tata bahasa meliputi tiga unsur : fonologi, sintaksis, dan semantic. Menurut
George A.Miller (1974:8), untuk mampu menggunakan bahasa tertentu, kita harus
menguasai ketiga tahap pengetahuan bahasa di atas, di tambah dua tahap lagi.

 Pada tahap pertama, kita harus memiliki informasi fonologis tentang


bunyi-bunyi  dalam bahasa itu.
 Tahap Kedua, Kita harus memiliki pengetahuan sintatsis tentang cara
pembentukan kalimat.
 Tahap ketiga, kita harus mengetahui secara leksikal arti kata atau
gabungan kata-kata.
 Pada tahap keempat, tinggal kita dan dunia yang kita bicarakan.
 Tahap kelima kita harus mempunyai semacam system kepercayaan untuk
menilai apa yang kita dengar.
 Bagaimana kita dapat berbahasa?

Penemuan Victor menunjukan bahwa bila dipisahkan dari lingkungan


manusia, seorang anak tidak memiliki kemampuan bicara. Sebaliknya, kita
melihat anak yang dibesarkan didalam masyarakat manusia, pada usia 4 tahun
sudah bisa berdialog denga kawan-kawannya dalam bahasa ibunya. Dalam
berbahasa, Psikologi membagi kedalam 2 teori yaitu : teori belajar dari
behaviorisme dan teori naratisme dari Noam Chomsky.

Menurut teori belajar, anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui


tiga proses : asosiasi, imitasi, dan peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu
bunyi dengan obyek tertentu. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur
kalimat yang didengarnya. Peneguhan dilaksudkan sebagai ungkapan
kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata yang benar.
Psikolog dari Harvad, B.F.Skinner menerapkan ketiga prinsip ini ketika ia
menjelaskan tiga macam respons yang terjadi pada anak-anak kecil, yang
disebutnya sebagai respons mand, tact, dan echoice.      Respons mand dimulai
ketika anak-anak mengeluarkan bunyi sembarangan. Respons tact terjadi bila anak
menyentuh objek, kemudian secara sembarangan ia mengeluarkan bunyi. Respons
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

echoic terjadi ketika anak menirukan ucapan orang tuanya dalam hubungan
dengan stimuli tertentu.

Menurut ahli bahasa dari Massachuset Institute Technology ini, teori belajar
hanyalah “play acting at sicience”, suatu penjelasan yang sama sekali tidak tepat
tetapi dibungkus dengan istilah-istilah yang bernada ilmiah.

Menurut Chomsky, setiap anak mampu menggunakan suatu bahasa karena


adanya pengetahuan bawaan (preexistent knowledge) yang telah deprogram
secara genetic dalam otak kita. Teori perkembangan mental dari Jean Piaget
memperkuat teori Chomsky dengan menunjukkan adanya struktur universal yang
menimbulkan pola berpikir yang sama pada tahap-tahap tertentu pada
perkembangan mental anak-anak.

 Bahasa dan Proses Berpikir

Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang
dunia dibentuk oleh bahasa ; dan karena bahasa berbeda, pandangan kita tentang
dunia pun berbeda pula. Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk
seperti yang telah deprogram oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu
masyarakat yang menggunakan bahasa yang berbeda hidup dalam dunia sensori
yang berbeda pula.

Dalam hubungannya dengan berpikir, konsep-konsep dalam suatu bahasa


cenderung menghambat atau mempercepat proses pemikiran tertentu. Ada bahasa
yang dengan mudah dapat dipergunakan untuk memikirkan masalah-masalah
filsafat, tetapi ada juga bahasa yang sukar dipakai bahkan untuk memecahkan
masalah-masalah matematika yang sederhana.

Bahasa memungkinkan kita menyandi (code) peristiwa-peristiwa dan objek-


objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa kita mengabstraksikan pengalaman
kita, dan yang lebih penting mengkomunikasikan kepada orang lain. “pemikiran
yang tinggi bergantung pada manipulasi lambing,” kata Morton Hunt
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

(1982:227),” dan walaupun lambang-lambang nonlonguistik seperti matematika


dan seni sudah canggih, lambang-lambang itu sempit. Sebaliknya, bahasa
merupakan pemikiran. Bahasa adalah prasyarat kebudayaan, yang tidak dapat
tegak tanpa itu dengan sistem lambang yang lain. Dengan bahasa, kita, manusia,
mengkomunikasikan kebanyakan pemikiran kita kepada orang lain dan menerima
satu sama lain hidangan pikiran (food for thought).

 Kata-kata dan Makna

Konsep makna telah menarik menarik perhatian komunikasi, psikologi,


sosiologis, antropologis, dan linguistic. Banyak antara makna penjelasan tentang
makna terlalu kabur dan spekulatif kata Jerold katz. Brodbeck (1963)
memenjernihkan pembicaraan dengan membagi makna pada tiga corak.

 Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata
(lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata
tersebut. Dalam uraian Ogden dan Richards (1946), proses pemberian
makna (reference process) terjadi ketika kita menghubungkan lambang
dengan yang ditunjukkan lambang (disebut rujukan atau referent). Satu
lambang dapat menunjukkan banyak rujukan.
 Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh
dihubungkan dengan konsep-konsep lain. Fisher memberi contoh dengan
kata pholigoston. Kata ini dahulu dipakai untuk menjelaskan proses
pembakaran. Benda bernyala Karena ada pholigoston. Kini, setelah
ditemukan Oksigen, pholigoston tidak berarti lagi.
 Makna ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dimaksud oleh
seorang pemakai lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secar empiris
atau dicari rujukannya.

Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan


struktur kognitif disebut isomorfisme, isoformisme terjadi bila komunikan-
komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

yang sama, ideology yang sama ; pendeknya, mempunyai sejumlah maksimal


pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isoformisme total. Selalu
tersisa ada makna perorangan.

 Teori General Semantics

Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik, kata
pengikut general semantics. General semantics tidak menjelaskan proses
penyandian, tetapi ia menujukkan karakteristik bahasa yang mempersulit proses
ini. Peletak dasar teori ini adalah Alferd Korzybski, pemain pedang, insinyur,
spion, pelarian, ahli matematika, psikiater, dan akhirnya ahli bahasa.

Korzybski melambangkan asumsi dasar teori general semantics : bahasa


seringkali tidak lengkap mewakili kenyataan; kata-kata hanya menangkap
sebagian saja aspek kenyataan. Berikut ini nasihat Korzybski, dua bersifat
perintah dan dua larangan.

1)      Berhati-hati dengan Abstraksi

Bahasa menggunakan Abstraksi. Abstraksi adalah proses memilih unsur-


unsur realitas untuk membedakannya dari unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang
digunakan berada pada tingkat abstraksi yang bermacam-macam. Abstraksi
menyebabkan cara-cara penggunaan bahasa yang tidak cermat. Tiga buah
diantaranya adalah: dead level abstracting, undue identification, Two-valued
evaluation. Abstraksi kaku, terjadi bila kita berhenti pada tingkat abstraksi
tertentuTwo-valued evaluation, penilaian dua nilai, pemikiran kalu begini begitu
ialah kecenderungan menggunakan hanya dua kata untuk melukiskan keadaan.

2)      Berhati-hati dengan Dimensi Waktu


BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Bahasa itu statis, sedangkan realitas itu dinamis. Umtuk mengatasi ini
general semantics merekomendasikan dating (penanggalan).

3)      Jangan Mengacaukan Kata dengan Rujukannya

Hubungan antara kata dengan rujukannya tidak semena-mena. Kata itu


bukan rujukan, kata hanya mewakili rujukan. Karena kita sering mengacaukan
kata dengan rujukan, kita juga cenderung menganggap orang lain mempunyai
rujukan yang sama untuk kata-kata yang kita ucapkan.

4)      Jangan Mengacaukan Pengalaman dengan Kesimpulan

Ketika melihat fakta, kita membuat pernyataan untuk melukiskan fakta itu.
Pernyataan itu kita sebut sebagai pengalaman. Kita menarikkesimpulan itu.
Pernyataan itu kita sebut pengamata. Kita menarik kesimpulan bila
menghubungkan hal-hal yang diamati dengan sesuatu yang tidak teramati. Dalam
pengamatan kita menghubungkan lambang dengan rujukan. Dalam kesimpulan
kita menggunakan pemikiran. Pengamatan dapat diuji, diverifikasi karena itu
menggunakan kata-kata abstraksi rendah. Penyimpulan tidak dapat diuji secara
empiris karena itu menggunakan kata-kata berabstraksi tinggi.

14.2 Pesan Non Verbal

Orang mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan cara yang


bermacam-macam. Orang Arab menghormati orang asing dengan memeluknya.
Orang-orang Polinesia menyalami orang lain dengan saling memeluk dan
mengusap punggung. Orang Jawa menyalami orang yang dihormatinya dengan
sungkem, Orang Jawa duduk bersial menyambut kedatangan orang yang mulia;
orang belanda malah berdiri tegak. Tepuk tangan, pelukan, usapan, duduk, dan
berdiri tegak adalah pesan nonverbal yang menerjemahkan gagasan, keinginan,
atau maksud yang terkandung dalam hati kita.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

 Fungsi Pesan Nonverbal

Betapa pun kekurangannya-seperti disindir Korzybski dan kawan-kawan-


bahasa telah sanggup menyampaikan informasi kepada orang lain. Dalam
hubungannya dengan bahasa, mengapa pesan nonverbal masih dipergunakan? Apa
fungsi peran nonverbal? Mark L.Knapp menyebutkan lima fungsi nonverbal, (1).
Refetisi-mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal.
Misalnya, setelah saya menjelaskan penolakansaya, saya menggelengkan kepala
berkali-kali, (2) Subtitusi-menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya,
tanpa sepatah katapun anda berkata. Anda dapat menunjukkan persetujuan denagn
mengangguk -angguk, (3) Kontradiksi-menolak pesan verbal atau memberikan
makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memang hebat, (4)
Komplemen- melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air
muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-
kata, (5) Aksentuasi- menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinnya.
Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul
mimbar.

Dale G. Leathers, penulis Nonverbal Communication System, menyebebutkan


enam alasan megapa pesan nonverbal sangat penting.

1) Factor-faktor nonverbal sangat menentu makna dalam komunikasi


interpersonal
2) Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal
ketimbang pesan verbal
3) Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relat bebas dari
penipuan, distorsi, dan kerancuan
4) Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan
untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi.
5) Pesan nonverbarl merupakan cara komunikasi yang lebih efesien
dibandingkan dengan pesan nonverbal
6) Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

 Klasifikasi Pesan Nonverbal

Duncam menyebutkan  enam jenis pesan nonverbal:

(1) kinestik atau gerak tubuh,

(2) paralinguistik atau suara,

(3) proksemik atau penggunaan ruangan personal dan sosial,

(4) olfaksi atau penciuman,

(5) sensitivitas kulit, dan

(6) factor artifaktual seperti pakaian dan kosmetik.

Pesan kinestik – yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti terdiri dari
tiga kompoonen utama : pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.

Pesan Proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang.


Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan
orang lain.

Pesan Paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara


mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan
arti yang berbeda bila diucapkan dengan cara yang berbeda.

Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan


membedakan berbagai emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan.

14.3 Organisasi, Stuktur, dan Imbauan Pesan

 Organisasi Pesan
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Aristoteles, dalam buku klasik tentang komunikasi De Arte Rhetorica,


menerangkan peranan taxsis dalam memperkuat efek pesan persuasive. Yang
dimaksud dengan taxsis adalah pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. Ia
menyarankan agar setiap pembicaraan disusun menurut urutan: pengantar,
pertanyaan, argument, dan kesimpulan. Pada tahun 1952, Beighley meninjau
kembali berbagai penelitian yang ,membandingkan efek pesan yang tersusun
dengan pesan yang tidak tersusun. Ia menemukan bukti yang nyata yang
menunjukkan bahwa pesan yang diorganisasikan dengan baik lebih mudah
dimengerti dari pada pesan yang tidak tersusun dengan baik.

Alan H.Monroe pada akhir tahun 1930-an. Menyarankan lima langkah dalam
penyusunan pesan :

1)      Attention  (perhatian)

2)      Need  (kebutuhan)

3)      Satisfaction  (pemuasan)

4)      Visualization (visualisasi)

5)      Action  (tindakan)

Jadi, bila anda ingin mempengaruhi orang lain,rebutlah lebih dahulu


perhatiannya, selanjutnya bangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk bagaimana
cara memuaskan kebutuhan itu, gambarkan dalam pikirannya keuntungan dan
kerugian apa yang akan diperolehnnya bila ia menerapkan atau tidak menerapkan
gagasan anda, dan akhirnya doronglah dia untuk bertindak.

 Sturuktur Pesan

Bayangkan Anda harus menyampaikan informasi di hadapan khalayak yang


tidak sefaham dengan anda. Anda harus menentukan apakah bagian penting dari
argumentasi anda yang harus didahulukan atau bagian yang kurang penting.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

Ataukah kita harus membiarkan hanya argument-argument yang menunjang kita


saja atau harus membicarakan yang pro dan kontra sekaligus.untuk menjawab
sekaligus pertanyaan yang pertama banyak penelitian telah dilakukan disekiotar
konsep primacy-recency. Koehler et al. dengan mengutip Cohen, menyebutkan
kesimpulan peneliotian tersebut sebagai berikut:

1) Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan kontra), tidak ada
keuntungan untuk berbiacara yang pertama, karena berbagai kondisi(waktu,
khalayak, tempat dan sebagainnya) akan menentukan pembicara yang paling
berpengaruh..
2) Bila pendengar secara terbuka memihaksatu sisi argument, sisi yang lain tidak
mungkin mengubah posisi mereka. Sikap nonkompromistis ini mungkin
timbul karena kebutuhan untuk mempertahankan harga diri. Mengubah posisi
akan  membuat orang kelihatan tidak konsisten, mudah dipengaruhi dan
bahkan tidak jujur.
3) Jika pembicara menyajiakan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah
dipengaruhi oleh sisi yang disajikan lebih dahulu. Jika ada kegiatan diantara
penyajian, atau jika kita diperingati oleh pembicara tentang kemungkinan
disesatkan orang, maka apa yang dikatakan terakhir akan lebih banyak
memberikan efek. Jika pendengar tidak tertarik pada subjek pembicaraan
kecuali setelah menerima informasi tentang hal itu, mereka akan sukar
mengingat dan menerapkan informasi tersebut. Sebaliknya, jika mereka sudah
tertarik pada suatu persoalan , mereka akan mengigatnya baik-baik dan
menerapkannya.
4) Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki. Atau yang
diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki. Jika pada awal
penyajian, komunikator menyampaikan gagasan yang menyenagkan kita, kita
akan cenderung dan memperhatikan dan menerima pesan-pesan berikutnya.
Sebaliknya, jika ia memulai dengan hal-hal yang tidak menyenagkan kita, kita
akan menjadi kristis dan cenderung menolak gagasan berikutnya, betapapun
baiknya.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

5) Urutan pro-kon  efektif fari pada urutan kon-pro bila digunakan oleh sumber
yang memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.
6) Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu
cukup lama di antara dua pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan
kedua.

 Imbauan Pesan (Message Appeals)

Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain maka kita
harus menyentuh motif yang menggerakan atau mendorong prilaku komunikate.
Dengan perkataan lain, kita secara psikologis mengimbau khalayak untuk
menerima dan melaksanakan gagasan kita. Dalam uraian kita yang terakhir ini,
kita akan membicarakan imbauan rasional, imbauan emosional, imbauan takut,
imbauan ganjaran dan imbauan motivasional. Imbauan rasional didasarkan pada
anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk rasional yang baru bereaksi
pada imbauan rasional, bila imbauan rasional tidak ada. Menggunakan imbauan
rasional artinya menyakinkan orang lain dengan pendekatan logis atau penyajian
bukti-bukti.

Imbauan emosional menggunakan persyaratan –persyaratan atau bahasa yang


menyentuh emosi komunikate. Imbauan takut menggunakan pesan yang
mencemaskan, mengancam, atau meresahkan. Imbauan ganjaran menggunakan
rujukan yang menjanjikan komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau yang
menjanjikan komunikate Sesuatu yang mereka perlukan atau yan mereka
inginkan. Imbauan motivasional menggunakan imbauan motif (motive appeals)
yang menyentuh kondisi intern dalam diri manusia.
BAHAN AJAR INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA

DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong Uchjana. (2006). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Mulyana Deddy, MA, Ph.D. (2002), PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Rakhmat, Jalaluddin. (2008). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja.

Anda mungkin juga menyukai