Anda di halaman 1dari 23

Mata Kuliah : Ketergantungan Obat (KTO)

Nama Dosen : Ns. Nurul Reski Annisa, S.Kep, M.Kep

MEKANISME KETERGANTUNGAN OBAT


BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT HEPATITIS C

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 8

1. Abdul Asis NH0117002 6. Fauziah Intan NH0117037


2. Amran NH0117008 7. Fransiska Reanita NH0117044
3. Anugrah Saputri NH0117012 8. Iga Juwita NH0117051
4. Eka Asriani Said NH0117027 9. Indah Mayasari NH0117052
5. Farila NH0117036

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah dengan judul “Mekanisme
Ketergantungan Obat dengan Hepatitis C” Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Ketergantungan Obat ( KTO ).

Makalah ini dibuat dengan tujuan agar pembaca mendapatkan informasi


mengenai Mekanisme Ketergantungan Obat dengan Hepatitis C, sehingga pembaca
dapat mengetahui bagaimana Ketergantungan obat dapat menyebabkan Hepatitis C.
Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca
mengenai Mekanisme Ketergantungan obat dengan Hepatitis C.

Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca
sekalian untuk penyempurnaan makalah ini.

Makassar, September 2019

Kelompok 1

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 1


DAFTAR ISI ............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ............................................................................................... 3
B. Rumusan masalah .......................................................................................... 4
C. Tujuan penulisan ........................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Obat ............................................................................................. 5
B. Mekanisme Kerja Obat .................................................................................. 6
C. Pengertian Ketergantungan Obat ................................................................... 9
D. Mekanisme Ketergantungan Obat dengan Hepatitis C.................................. 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 21
B. Saran .............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 22

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hepatitis C merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian di dunia.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 3% atau 170 juta
orang di dunia terinfeksi Virus Hepatitis C (HCV). Penderita hepatitis C akan
terus bertambah seiring bertambahnya infeksi baru yang setiap tahunnya
mencapai 3 - 4 juta orang. Di negara-negara Afrika, Mediterania Timur,
kawasan Pasifik Barat dan Asia Tenggara memiliki prevalensi infeksi HCV
lebih tinggi dibandingkan Eropa Barat dan Amerika Utara. Di Indonesia dapat
diperkirakan sekitar 6,6 - 7 juta orang mengidap penyakit Hepatitis C. (Depkes
RI,2006) Transmisi utama virus ini adalah melalui transfusi darah dan inokulasi.
Kasus hepatitis C 60% pada Intravenous Drug Use (IDU). 15 % kasus melalui
transmisi seksual dan 6 % melalui transmisi vertikal (dari ibu ke anak).
(Crawford, 2005) Transmisi secara perkutan misalnya tindik telinga dan bagian
tubuh lain, sirkumsisi, tattoo dapat terjadi jika alat-alat yang dipergunakan tidak
disterilkan secara adekuat. (WHO,2003). Infeksi hepatitis C dini bisa
asimptomatik atau bergejala ringan dan tidak khas sehingga disebut juga silent
infection (infeksi terselubung). (Depkes RI, 2006) Penelitian di Amerika
menunjukkan bahwa penyakit ini 85% dapat menjadi hepatitis kronik, 20 %
berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati primer yang dapat menyebabkan
kematian. (Crawford, 2005).

Ketika seseorang mengkonsumsi obat dalam dosis besar dan dalam waktu
yang lama maka akan mempengaruhi fungsi hati. Seperti yang kita tau hati
merupakan salah satu organ tubuh dengan banyak fungsi, yaitu untuk menyaring
racun dari darah, mengatur kadar gula darah dan kolesterol, membantu tubuh
membasmi infeksi dan penyakit, serta membantu proses pencernaan makanan.
Organ hati sangat lentur dan mampu memperbarui diri sendiri. Sel baru akan
tumbuh saat sel lama mati. Namun, penyalahgunaan konsumsi obat dapat

3
menyebabkan sel hati rusak ataupun mengurangi kemampuan sel hati untuk
memperbarui diri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan obat ?
2. Bagaimana mekanisme kerja obat ?
3. Apa yang dimaksud dengan ketergantungan obat ?
4. Bagaimana mekanisme ketergantungan obat dengan Hepatitis C ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian obat
2. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja obat
3. Untuk mengetahui pengertian ketergantungan obat
4. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme ketergantungan obat dengan
hepatitis C

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Obat
Obat adalah zat kimia yang mengubah proses dasar dalam sel-sel tubuh.
Obat dapat menstimulasi atau menghambat fungsi normal dan aktivitas seluler,
obat dapat menambah fungsi dan aktivitas seluler. Untuk bekerja pada sel-sel
tubuh, maka obat yang diberikan untuk memberikan efek sistemik harus
mencapai konsentrasi yang adekuat dalam darah dan cairan jaringan lain di
sekitar sel-sel.dengan demikian, obat harus memasuki tubuh dan bersirkulasi
pada site of action (sel-sel target). Untuk mencapai tempat kerja suatu obat harus
melewati berbagai membran sel tubuh. (Ayu, 2017)
Dalam prakteknya sangat sulit untuk mengukur kadar obat pada tempat kerja
obat dan akan lebih mudah mengukur kadar obat dalam plasma darah, dan
menghubungkan kadar obat dalam plasma dengan respon yang diperoleh. Jadi,
dapat dikatakan bahwa tujuan tererapi dengan pemberian obat adalah untuk
mempertahankan kadar obat yang cukup dalam darah yang akan memberikan
hasil pengobatan yang diinginkan. (Ayu, 2017)
Setiap individu mempunyai gambaran farmakokinetik obat yang berbeda-
beda. Dosis yang sama dari suatu obat bila diberikan pada sekelompok orang
bisa menunjukkan gambaran kadar obat dalam darah yang berbeda-bedadan
respon yang berlainan pula dalam intensitasnya. Respon terhadap obat
tergantung pada kadar obat dalam darah, maka dikenal 2 macam kadar obat,
yaitu :
1. Kadar efektif minimum, di mana pada kadar di bawahnya tidak jelas
adanya efek obat.
2. Kadar toksik, di mana efek-efek toksik (efek samping yang tidak
diinginkan) mulai timbul dan therapeutic window, kadar obat yang
terletak antara kadar efektif minimum dan kadar toksik.

Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan kadar obat dalam batas-batas


therapeutic window juga bervariasi secara individual, misalnya fentoin

5
mempunyai therapeutic window yang sempit yaitu antara 10-20 mg/ liter, sudah
efektif untuk mengontrol dan mencegah timbulnya kejang. (Ayu, 2017)

B. Mekanisme Kerja Obat


Farmakodinamik terkait dengan cara kerja obat pada sel-sel target dan
menghasilkan perubahan dalam reaksi biokimia seluler dan fungsinya. Semua
aksi obat terjadi pada tingkat seluler.
1. Teori reseptor dari kerja obat
Seperti halnya bahan fisiologik yang mengatur fungsi sel, maka
kebanyakan obat menggunakan efeknya melalui ikatan kimia dengan
reseptor pada tingkat seluler. Reseptor sebagian besar berupa protein yang
terletak pada permukaan membran sel atau di dalam sel.
Ketika molekul obat terikat sengan molekul reseptor, maka
menghasilkan komplek obat-reseptor yang akan memulai reaksi fisiokemikal
yang merangsang atau menghambat fungsi normal seluler. Salah satu tipe
reaksi adalah aktivasi, inaktivasi atau perubahan dari enzim intraseluler.
Karena enzim mengkatalisis hampir semua fungsi seluler, maka obat yang
merangsang perubahan dapat sangat menigkatkan atau menurunkan
kecepatan metabolisme seluler. (Ayu, 2017)
Tipe kedua dari reaksi adalah permeabilitas membran sel terhadap salah
satu atau lebih ion-ion. Protein reseptor adalah komponen struktural dari
membran sel dan ikatan pada molekul obat menyebabkan terbuka atau
tertutupnya ion channel. (Ayu, 2017)
Reaksi ketiga adalah memodifikasi sintesis, pelepasan atau inaktivasi
neorohormon (misal acetylcholine, norepinephrine, serotonin yang mengatur
beberapa proses fisiologik. Elemen-elemen tambahan dan karakteristik
spesifik dari reseptor adalah sebagai berikut :
a. Tempat dan luasnya aksi obat pada sel-sel tubuh ditentukan terutama
oleh karakteristik spesifik dari reseptor dan obat-obatan
Reseptor berbeda dalam tipe, lokasi, jumlah dan kapasitas fungsional.
Tipe reseptor yang banyak terdapat pada jaringan tubuh, seperti reseptor
epinephrine dan norepinephrine (yang menerima stimulasi dari sistem

6
saraf simpatis atau pemberian obat-obatan) dan reseptor untuk hormon,
yang meliputi growth hormone, hormon thyroid dan insulin. Beberapa
reseptor terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit pada jaringan tubuh,
seperti reseptor untuk opiate dan benzodiasepine dalam otak dan sub
kelompok dari reseptor epinephrine dalam jantung dan dalam paru-paru.
Tipe dan lokasi reseptor mempengaruhi aksi obat. (Ayu, 2017)
Reseptor sering digambarkan sebagai lock dan key dengan
molekul obat dan hanya obat yang mampu berikatan secara kimia pada
reseptor dalam jaringan tubuh khusus yang dapat menghasilkan efek
farmakologik pada jaringan tersebut. Dengan demikian, tidak semua sel-
sel tubuh dapat merespon terhadap obat-obatan, walau sebenarnya semua
reseptor sel terpapar dengan molekul-molekul obat yang bersirkulasi
dalam aliran darah. (Ayu, 2017)
Jumlah reseptor site yang tersedia untuk berinteraksi dengan molekul
obat juga mempengaruhi tingkat kerja obat. Dengan demikian, jika
terdapat banyak reseptor yang tersedia, tetapi hanya beberapa yang di
tempati oleh molekul-molekul obat, maka hanya sedikit efek obat yang
terjadi. Karena semua obat adalah bahan kimia, maka karakteristik kimia
sangat menentukan aksi obat dan efek farmakologik. Sebagai contoh,
struktur kimia obat mempengaruhi kemampuan untuk mencapai cairan
jaringan sekitar sel dan mengikat dengan reseptor-reseptor sel. (Ayu,
2017)
b. Bila molekul-molekul terikat secara kimia dengan reseptor-reseptor sel,
maka efek farmakologik dapat berupa baik agonis atau antagonis
Agonis adalah obat yang menghasilkan efek yang serupa dengan
hormon, neurotransmiter dan bahan-bahan lain yang dihasilkan secara
alami. Agonis dapat mempercepat atau memperlambat proses seluler
normal, tergantung pada tipe reseptor yang teraktivasi.
Antagonis adalah obat yang menghambat fungsi sel dengan cara
menempati receptor site. Hal ini mencegah bahan tubuh alami atau obat-
obatan lainnya untuk menempati receptor site dan mengaktivasi fungsi
sel. Ketika aksi obat terjadi, maka molekul-molekul obat terlepas dari

7
molekul-molekul reseptor (ikatan kimia bersifat reversible), kembali ke
pembuluh darah dan bersirkulasi ke liver untuk menjalani metabolisme
dan diekskresi melalui ginjal. (Ayu, 2017)
Reseptor adalah komponen seluler yang dinamis yang dapat
disintesis oleh sel-sel tubuh dan diubah oleh bahan-bahan endogenous
dan obat-obatan eksogenous. Sebagai contoh, stimulasi dalam waktu
lama pada sel-sel tubuh dengan excitatory agonist, biasanya mengurangi
jumlah atau sensivitas reseptor. Sebagai hasilnya, sel menjadi sedikit
responsif terhadap agonis (suatu proses yang disebut receptor
desensitization atau down regulation). Jika antagonis dengan tiba-tiba
dikurangi atau dihentikan, maka sel menjadi sangat responsif terhadap
agonis (suatu proses yang disebut receptor sensitization atau up
regulation). (Ayu, 2017)
2. Aksi obat secara non reseptor
Secara relatif beberapa obat bekerja melalui mekanisme lain daripada
bergabung dengan receptor site pada sel-sel. Mekanisme kerja obat tersebut
adalah :
a. Antasid, yang bekerja secara kimia untuk menetralisir asam hidrolik
yang diproduksi oleh sel-sel parietal lambung dan dengan demikian
meningkatkan PH cairan lambung.
b. Osmotic diuretics (mannitol), yang meningkatkan osmolaritas plasma
dan mendorong air keluar dari jaringan ke dalam pembuluh darah.
c. Obat-obatan yang secara struktural dengan nutrien yang diperlukan oleh
sel-sel tubuh (purine, pyrimidine) dan yang dapat dimasukkan ke dalam
unsur-unsur pokok seluler, seperti asam nukleat. Hal ini dapat
mengganggu fungsi normal sel. Beberapa obat anti kanker bekerja
melalui mekanisme ini.
d. Metal chelating agents, yang dikombinasikan dengan toxic metals
(timah) untuk membentuk kompleks yang dapat lebih siap untuk
diekskresi. (Ayu, 2017)

8
C. Pengertian Ketergantungan Obat
Ketagihan adalah perbuatan kompulsif (yang terpaksa dilakukan) dan
keterlibatan yang berlebihan terhadap suatu kegiatan. Kegiatan ini bisa berupa
pertaruhan (judi) atau berupa penggunaan berbagai zat, seperti obat-obatan.
Obat-obatan dapat menyebabkan ketergantungan psikis saja atau ketergantungan
psikis dan fisik.

Ketergantungan psikis merupakan suatu keinginan untuk terus meminta


suatu obat untuk menimbulkan rasa senang atau untuk mengurangi ketegangan
dan menghindari ketidaknyamanan. Obat-obatan yang menyebabkan
ketergantungan pskis biasanya bekerja di otak dan memiliki satu atau lebih dari
efek berikut ini :

1. Mengurangi kecemasan dan ketegangan


2. Menyebabkan kegembiraan, euphoria (perasaan senang yang berlebihan)
atau perubahan emosi yang menyenangkan lainnya
3. Menyebabkan perasaan meningkatnya kemampuan jiwa dan fisik
4. Merubah persepsi fisik
Ketergantungan psikis dapat menjadi sangat kuat dan sulit untuk diatasi.
Hal ini terjadi terutama pada obat-obatan yang merubah emosi dan sensasi, yang
mempengaruhi sistim saraf pusat. Untuk para pecandu, aktivitas yang
berhubungan dengan obat menjadi bagian yang penting dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga suatu bentuk ketagihan biasanya mempengaruhi hubungan dengan
keluarga dan teman.
Pada ketergantungan yang berat, sebagian besar fikiran dan aktivitas pecandu,
tertuju pada bagaimana memperoleh dan menggunakan obat. Seorang pecandu
dapat menipu, berbohong dan mencuri untuk bisa memuaskan ketagihannya.
Pecandu memiliki kesulitan untuk berhenti menggunakan obat dan sering kali
kembali kepada kebiasaannya setelah beberapa saat berhenti.
Beberapa obat-obat menyebabkan ketergantungan fisik, namun
ketergantungan fisik tidak selalu menyertai ketergantungan psikis. Pada obat-
obat yang menyebabkan ketergantungan fisik, tubuh menyesuaikan diri terhadap
obat yang dipakai secara terus menerus dan menyebabkan timbulnya toleransi;
sedangkan pemakaiannya dihentikan, akan timbul gejala putus obat.

9
a. Toleransi adalah kebutuhan untuk meningkatkan secara progresif dosis obat
untuk menghasilkan efek yang biasanya dapat dicapai dengan dosis yang
lebih kecil.
b. Gejala putus obat terjadi jika pemakaian obat dihentikan atau jika efek obat
dihalangi oleh suatu antagonis. Seseorang yang mengalami gejala putus obat,
merasa sakit dan dapat menunjukan banyak gejala, seperti sakit kepala, diare
atau gemetar (tremor3). Gejala putus obat dapat merupakan masalah yang
serius dan bahkan dapat bisa berakibat fatal.
Penyalahgunaan obat adalah lebih dari sekedar efek fisiologisnya. Sebagai
contoh, penderita kanker yang sakitnya diobati selama beberapa bulan atau
beberapa tahun dengan opioid (misalnya morfin), hampir tidak pernah
menjadi pecandu narkotik, meskipun mereka bisa menjadi tergantung secara
fisik. Penyalagunaan obat adalah suatu konsep yang terutama diartikan
sebagai gangguan fungsi perilaku dan penolakan oleh masyarakat atau
lingkungan. (Ayu Putri Ariani, 2017)

Obat-obat yang menyebabkan ketergantungan


Obat Ketergantungan Ketergantungan
psikis fisik
Alcohol Ya Ya
Narkotik Ya Ya
Hipnotik (obat tidur) Ya Ya
Benzodiazepun (obat anti- Ya Ya
cemas)
Inhalan Ya Mungkin
Nitrit yang mudah menguap Mungkin Mungkin tidak
Amfetamin Ya Ya
Metamfetamin Ya Ya
Metilelendioksimetamfetamin Ya Ya

Kokain Ya Ya

2,5-dimetoksi-4- Ya Ya

10
metilamfetamin
Fensiklidin Ya Ya
Asam lisergat dietilamid Ya Mungkin
Marjuana Ya Mungkin
Meskalin Ya Mungkin
Psilosibin Ya Mungkin

D. Mekanisme Ketergantungan Obat dengan Hepatitis C


1. Apa itu Hepatitis
Umumnya, masyarakat menganggap bahwa sakit kuning adalah sakit
hepatitis karena timbulnya warna kuning pada kulit, kuku dan bagian putih
bola mata. Kondisi ini hanyalah salah satu gejala dari hepatitis. Istilah
hepatitis itu sendiri dalam bahasa latin adalah peradangan hati. Peradangan
ini dapat menyebabkan kerusakan sel-sel, jaringan, bahkan semua organ hati.
Hepatitis dapat terjadi karena penyakit yang memang meyerang sel-sel hati
atau penyalkit lain yang menyebabkan kompikasi pada hati.
a. Berawal dari hati
Hati merupakan organ terbsear dalam tubuh dengan berat rata-rata
1.500 g atau sekitar 2,5% dari berat badan orang dewasa normal. Hati
terletak pada rongga perut bagian kanan atas. Selain merupakan organ
terbesar, hati juga memiliki banyak fungsi yang rumit dan beragam. Hati
sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperan penting pada
hampir setiap fungsi metabolism tubuh. Fungsi utama hati, antara lain
sebagai berikut:
1) Fungsi metabolisme
Metabolism merupakan proses mengubah struktur suatu zat
menajdi zat lain yang mempunyai sifat yang sma, menyerupai, atau
bahkan berbeda dengan zat itu sebelumnya. Perubahan struktur dapat
berupa pembentukan , penguraian. Hati berfungsi dalam proses
metabolism berbagai zat yang diperlukan tubuh seperti karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, dan mineral.
2) Karbohidrat

11
Hati mengatur metabolism karbohidrat melalui pembentukan,
penyimpanan, dan pemecahan gilkogen (suatu bentuk karbohidrat
yang siap digunakan oleh tubuh)
3) Lemak
Hati berperan dalam sintesis, menyimpan, dan mengeluarkan
lemak untuk didistribusikan ke seluruh tubuh. Hati juga
memproduksi empedu sehingga makanan yang berlemak dan
mengandung vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan
K) dapat diserap oleh usus halus.
4) Protein
Proses sintesis dan penghancuran protein terjadi di hati
5) Vitamin dan mineral
Semua vitamin yang larut dalam lemak disimpan di dalam hati.
Vitamin A, D, dan K terdapat dalam jumlah yang cukup besar,
sedangkan vitamin E dalam jumlah kecil. Sebagian besar zat besi
juga disimpan di dalam hati sebelum dibutuhkan oleh tubuh,
demikian juga halnya dengan tembaga.
6) Fungsi sintesis
Sintesis adalah penyususnan atau pembuatan suatu senyawa, dari
zat atau molekul yang sederhana menjadi senyawa yang kompleks.
Adapun sebagai contohnya sebagai berikut.
a) Hati berperan dalam sintesis atau pembuatan protein dan
lipoprotein plasma. Protein ini antara lain adalah albumin,
globulin, dan berbagai enzim
b) Sintesis dan sekresi empedu
7) Fungsi penetralan zat-zat kimia
Penetralan zat-zat kimia adalah perubahan sifat suatu zat karena
proses metabolism yang mengakibatkan terjadinya perubahan
struktur zat tersebut. Sel-sel hati kaya kana berbagai enzim yang
membantu dalam metabolism zat kimia, misalnya obat.
a) Hati mempunyai kemampuan

12
Menetralkan atau mendetoksifikasi zat-zat kimia, seperti obat,
racun, maupun hasil metabolism. Dengan demikian, zat-zat
tersebut menjadi lebih mudah dikeluarkan melalui urine dan tidak
terakumulasi di dalam tubuh.
b) Tempat mndaur ulang sel-sel darah merah yang telah using
2. Hepatitis akut vs kronis
Sayangnya, hati merupakan organ yang kalem. Organ ini tidak
memberikan gejala maupun tanda yang spesifik jika terjadi gangguan,
kecuali jika gangguan tersebut telah cukup parah.
Sel-sel hati memiliki kemampuan regenerasi uang mengagumkan. Dalam
3x24 jam setelah transplantasi, organ hati sudah pulih. Namun, jika hati
mengalami kerusakan yang terus-menerus atau berulang-ulang maka akan
terbentuk banyak jaringan ikat yang akan mengacaukan struktur hati, yaitu
suatu keadaan yang dikenal sebagai sirosis. Jika sirosis telah terjadi maka
terganggulah seluruh fungsi hati yang penting untuk kehidupan.
Hepatitis dapat berlangsung singkat (akut) kemudian sembuh total atau
malah berkembang menjadi menahun (kronis). Tingkatan keparahan
hepatitis bervariasi, mulai dari kondisi yang dapat sembuh sendiri (self
limited)dengan penyembuhan total, kondisi yang mengancam jiwa, menjadi
penyakit menanhun, hingga kondisi organ hati tidak berfungsi lagi (yang
disebut kegagalan fungis hati). Jika kondisi terakhir ini terjadi maka untuk
penanganannya membutuhkan transplantasi atau cangkok hati.
Serangan hepatitis akut dapat terjadi tiba-tiba tanpa gejala awal atau
bertahap. Umumnya, hepatitis akut berlangsung dalam periode waktu 1-2
bulan. Kerusakan hati terjadi pada hepatitis akut biasanya hanya mengenai
sebagian kecil jaringan saja. Namun, pada kasus yang jarang, misalnya pada
saat daya tahan tubuh pasien terlalu rendah, hepatitis akut dapat mengancam
jiwa. Komplikasi dari hepatitis kronis yang memburuk adalah terjadinya
sirosis atau kanker hati. Kedua komplikasi ini sering berakhir kematian.
(dr.wening Sari, 2008)
3. Penyebab Hepatitis
a. Penyakit lain yang mungkin timbul

13
Hati merupakan organ penting dengan fungsi yang beragam maka
beberapa penyakit atau gangguan metabolism tubuh dapat menyebakan
komplikasi pada hati. Diabetes mellitus, hiperlipidemia (kadar lemak,
termasuk kolesterol dan trigliserida, dalam darah menjadi tinggi atau
berlebihan), dan obesitas sering terkait dengan penyakiy hati. Ketiga
kelainan ini membebani kerja hati dalam metabolism lemak. Akibatnya,
akan terjadi kebocoran sel-sel yang berlanjut dengan keruskana sel dan
peradangan hati yang disebut steatohepatitis. Kehidupan yang serba
sibuk, terutama di kota besar, telah melahirkan budaya instn termasuk
dalam hal makanan. (Juffrie M, 2010)
Tetapi steatohepatitis lebih ditujukan kepada penyakit penyebab yang
mendasarinya. Contohnya, penderita diabetes mellitus diberi terapi
dengan peraturan diet rendah gula, insulin, atau obat antidiabetik.
Penderita hiperlipidemia diterapi dengan pembatasan asupan lemak
makanan dan obat hipolipidemik (penurun kadar lemak). (dr.wening
Sari, 2008)
b. Alcohol
Minuman beralkohol dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati.
Hepatitis alcohol terjadi akibat komsumsi alcohol yang berlebihan atau
dalam janhka waktu lama. Di dalam tubuh, alcohol dipecah menjadi zar-
zat kimia lain. Sejumlah zat tersebut bersifat racun sehingga
menyebabkan kerusakan sel hati. (dr.wening Sari, 2008)
Hepatitis tidak selalu disebabkan oleh infeksi virus, naun ada
beberapa factor yang juga memengaruhinya. Salah satunya adalah sering
minum minuman beralkohol. Alcohol yang di minum tersebut terbukti
dapat merusak fungsi hati, karena banyak mengandung bahan kimia
didalamnya. (Tilong, 2014)
c. Obat-obatan atau zat kimia
Sejumlah obat atau zat kimia dapat menyebabkan hepatitis. Sesuai
dengan fungsi hati yang berperan dalam metabolism, penetralisir, atau
dalam detoksifikasi zat kimia, termasuk obat. Oleh karenanya, zat kimia
dapat menimbulkan reaksi yang smaa seperti reaksi karena infeksi virus

14
hepatitis. Gejala dapat terasa kapanpun dalam waktu 2 minggu-6 bulan
setelah obat diberikan. Pada sebagian besar kasus, gejala hepatitis
sembuh atau menghilang setelah pemberian obat tersebut dihentikan.
Namun, ada juga berkembang menjadi penyakit hati serius, jika
kerusakan hati telah terlanjur parah. Obat-obat yang cenderung
berinteraksi dengan sel-sel hati, antara lain halotan (sering digunakan
sebagai obat bius), isoniasid (antibiotic untuk TBC), metildopa (obat
antihipetensi), fenitoin dan asam valproat (obat antiepilepsi), serta
paracetamol (pereda demam). Paracetamol merupakan obat yang aman
jika dikomsumsi sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Namun, jika dosis
paracetamol berlebihan, terlebih jika dikonsumsi bersama alcohol, dapat
menyebabkan kerusakan hati yang cukup parah bahkan kematian.
(dr.wening Sari, 2008)
d. Penyakit autoimun
Hepatitis autoimun terjadi karena adanya gangguan pada sistem
kekebalan (imunitas) yang merupakan kelainan genetic. Pada kasus
autoimun, sistem kekebalan tubuh justru menyerang sel atau jaringan
tubuh itu sendiri (dalam hal ini adalah hati). Gangguan ini terjadi karena
ada factor pencetus, yakni kemungkinan suatu virus atau zat kimia
tertentu. (dr.wening Sari, 2008)

4. Mekanisme Ketergantungan Obat dengan Hepatitis C


Bukan hanya penggunaan obat terlarang (narkoba) yang dapat disebut
sebagai ketergantungan obat. Saat mengonsumsi obat-obatan melebihi dosis
dan dalam waktu yang lama pun bisa diartikan bahwa kita telah
ketergantungan obat. Meski hanya digunakan sebagai upaya untuk mengatasi
gejala atau keluhan tertentu, meredakan rasa sakit, ataupun menunjang
keseharian. Contohnya seperti obat tidur dan juga obat antidepresan.

Ketika seseorang mengkonsumsi obat dalam dosis besar dan dalam


waktu yang lama maka akan mempengaruhi fungsi hati. Seperti yang kita tau
hati merupakan salah satu organ tubuh dengan banyak fungsi, yaitu untuk
menyaring racun dari darah, mengatur kadar gula darah dan kolesterol,

15
membantu tubuh membasmi infeksi dan penyakit, serta membantu proses
pencernaan makanan. Organ hati sangat lentur dan mampu memperbarui
diri sendiri. Sel baru akan tumbuh saat sel lama mati. Namun,
penyalahgunaan konsumsi obat dapat menyebabkan sel hati rusak ataupun
mengurangi kemampuan sel hati untuk memperbarui diri. Akibatnya,
penderita akan mengalami gangguan hati serius seperti adanya peradangan
atau hepatitis

Hepatitis C karena obat adalah peradangan/inflamasi pada hati yang


disebabkan oleh reaksi obat Salah satu fungsi hati yang penting ialah
melindungi tubuh terhadap terjadinya penumpukan zat berbahaya yang
masuk dari luar, misalnya obat. Banyak diantara obat yang bersifat larut
dalam lemak dan tidak mudah diekskresikan oleh ginjal. Untuk itu maka
sistem enzim pada mikrosom hati akan melakukan biotransformasi
sedemikian rupa sehingga terbentuk metabolit yang lebih mudah larut dalam
air dan dapat dikeluarkan melalui urin atau empedu. Dengan demikian, tidak
mengherankan bila hati mempunyai kemungkinan yang cukup besar pula
untuk dirusak oleh obat. Hepatitis C karena obat pada umumnya tidak
menimbulkan kerusakan permanen, tetapi kadang-kadang dapat berlangsung
lama dan fatal. (Juffrie M, 2010)

Metabolisme obat

Hati memetabolisme setiap obat atau racun yang masuk ke tubuh.


Kebanyakan obat bersifat lipofilik, agak memudahkan penyerapan membran
sel. Di dalam tubuh, diubah menjadi hidrofilik oleh proses biokimia di
hepatosit untuk mengaktifkan obat dan memudahkan ekskresi. Metabolism
obat dibagi menjadi 2 fase. Di fase pertama, obat dibuat polar dengan
oksidasi atau hidroksilasi. Semua obat mungkin ada yang tidak melalui fase
tersebut dan langsung ke fase kedua. Enzim sitokrom P – 450 mengkatalisis
pada fase pertama. Reaksi tersebut mungkin akan menghasilkan formasi
metabolit yang jauh lebih berbahaya dari substrat awal dan mungkin dapat
menyebabkan kerusakan hati. (Juffrie M, 2010)

16
contoh, hasil metabolism dari acetaminophen adalah N – acetyl –p –
benzoquinone – imine ( NAPQI ), dan diproduksi dengan dosis tinggi.
NAPQI memberi respon kerusakan pada hati. Enzim P – 450 dapat
memetabolisme banyak jenis obat. Obat – obat yang bersama – sama
membagi spesifitas P – 450 untuk biotransformasi mungkin dapat saling
menghambat satu sama lain, sehingga terjadi interaksi obat.

Beberapa obat ada yang bersifat menginduksi dan menghambat P – 450.


Reaksi fase 2 dapat terjadi di dalam atau di luar hati. Melibatkan konjugasi
dengan sebagian ( yaitu asetat, asam amino, sulfat, glutation, asam
glukoronat )untuk meningkatkan keterlarutan. Kemudian, obat dengan berat
molekul tinggi dapat diekskresikan dalam empedu, sementara ginjal
mengeluarkan yang lebih kecil.
Toksin yang menyebabkan kerusakan pada hati dibagi menjadi 2 bagian
besar yaitu :

1) Toksin yang selalu menyebabkan kerusakan pada hati ( direct toxins )


Merupakan solvent pembersih carbon tetrachloride dan jamur
amanita dapat langsung menyebabkan kerusakan pada sel hati.
2) Toksin yang mungkin dapat menyebabkan kerusakan pada hati (
idiosyncratic toxins)
Toksin yang dapat menyebabkan hepatitis pada beberapa orang yang
belum diketahui penyebabnya.
Acetaminophen (Tylenol)
Overdosis acetaminophen dapat merusak hati. Kemungkinan kerusakan
serta keparahan dari kerusakan tergantung pada dosis acetaminophen yang
dikonsumsi ; lebih tinggi dosisnya, lebih mungkin aka nada kerusakan dan
lebih mungkin bahwa kerusakan akan menjadi lebih beat / parah. reaksi pada
acetaminophen adalah tergantung dosis dan dapat diprediksikan, bukan
idiosyncratic. Luka hati dari overdosis acetaminophen adalah hal yang serius
kerana kerusakan dapat berat / parah dan berakibat pada gagal hati dan
kematian. (Juffrie M, 2010)

17
Tidak ada pengobatan spesifik pada hepatitis akibat obat. Pengobatan
dapat bersifat simtomatis. Pada kebanyakan kasus drug induced hepatitis
adalah dengan menghentikan penggunaan obat. Beberapa orang memberi
respon yang baik jika telah dihentikan pemakaian obat. Untuk yang lainya
kadang-kadang membutuhkan beberapa bulan untuk kembali normal.

Karena kita tidak tahu bagaimana respon tubuh masing-masing terhadap


obat maka tidak ada pencegahan yang bisa dilakukan. Tetapi setidaknya kita
dapat menurunkan faktor resiko, seperti :
a) Batasi penggunaan obat jikalau perlu saja
b) Membeli obat sesuai dengan aturan resep dari dokter
c) Hati-hati dalam penggunan herbal dan suplemen
d) Jangan mencampur penggunaan obat dan alcohol
e) Hati-hati dengan paparan bahan kimia
f) Lindungi anak-anak dari semua obat, herbal dan suplemen
Sebagai penyakit yg pengobatannya memerlukan waktu yang cukup lama
TB juga sering dikaitkan dengan hepatitis. Tuberkolosis sebenarnya adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Gejala utama pasien TB
paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih
dari satu bulan. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Penatalaksanaan untuk Tuberkulosis adalah dengan pemakaian obat-obatan
anti Tuberkulosis (OAT) yang beberapa diantaranya mempunyai efek
samping hepatotoksik yang sering disebut dengan hepatitis drug induce,
yaitu hepatitis yang diakibatkan oleh obat-obatan, dalam kasus ini adalah
sebagai akibat dari penggunaan obat anti tuberculosis Pirazinamid (PZA).

Mekanisme pasti obat anti tuberculosis menyebabkan hepatotoksik


belum diketahui. Induksi ionisasi hepatotoksik tidak dapat diprediksi. Hal-

18
hal yang tidak terprediksi (reaksi idiosyncratic) tersebut menunjukkan reaksi
obat yang tidak berhubungan dengan farmakologi dari obat itu sendiri.
Walaupun dosis yang digunakan sudah ditentukan untuk masing-masing
individu, namun dosis tersebut tidak berpengaruh pada sebagian besar
pasien. Reaksi idiosinkratik tersebut dapat mempengaruhi beberapa system
organ, dan merupakan reaksi mediasi IgE yang serupa dengan sindrom
metabolic reaktif. Hal tersebut meyakinkan bahwa metabolic reaktif lebih
mungkin untuk banyak kasus reaksi obat idiosinkratik dibandingkan dengan
penggunaan obat. Hepatotoksisitas yang diinduksi oleh Isoniazid bukan
merupakan proses dari hipersensitivitas atau reaksi alergi, dan hal tersebut
kemungkinan besar disebabkan karena racun yang berasal dari metabolit.

Manajemen hepatotoksik imbas obat anti tuberkulosis menurut The


American Thoracic Society adalah jika pada cek fungsi hati dasar, fungsi
hati normal maka tidak perlu monitor fungsi hati. Namun jika pada cek
fungsi hati dasar terjadi peningkatan serum transaminase atau fungsi hati
normal namun ada gejala dan tanda ATDH (Antituberculosis drug-induced
hepatotoxicity) yaitu: ikterik, mual, muntah, dan nyeri perut maka perlu
dilakukan cek fungsi hati tiap 2 minggu selama 8 minggu. Jika pada cek
fungsi hati tersebut, fungsi hati tetap normal maka tidak perlu monitor fungsi
hati lagi. Namun jika alanine aminotransferase (ALT) lebih dari 2 kali batas
atas normal, maka perlu di cek fungsi hati setelah 1 dan 2 minggu, kemudian
setiap 2 minggu sampai normal. Jika pada cek fungsi hati didapatkan ALT
lebih dari 5 kali (>5x) dari batas atas normal, baik ada atau tanpa gejala
maka semua obat TB dihentikan.

Begitu juga jika didapatkan ALT lebih dari 3 kali (>3x) dari batas atas
normal dan penderita ada keluhan/gejala maka semua obat TB juga harus
dihentikan, pada kasus tertentu pada keadaan di mana pengobatan TBC
sangat diperlukan dapat diberikan pengobatan non-hepatotoksik secara
temporer. Jika ALT lebih dari 3x dari batas atas normal namun tidak disertai
keluhan/gejala maka obat TB tidak dihentikan namun fungsi hati harus
dimonitor/dicek tiap 2 minggu. Setelah obat TB dihentikan, kemudian
normalisasi fungsi hati sudah terjadi (ALT kurang dari 2x batas atas normal)

19
maka pengobatan kembali dimulai dengan Rifampisin (dengan atau tanpa
etambutol). Setelah diberikan pengobatan tersebut, jika gejala/keluhan
kembali atau terjadi kembali peningkatan ALT maka obat terakhir
dihentikan. Jika ternyata Rifampisin dapat ditoleransi maka setelah 3-7 hari
dimulai pemberian dengan Isoniazid, dan jika selanjutnya tidak ada lagi
gangguan fungsi hati maka pengobatan dapat dilanjutkan. Pada penderita
dengan kelainan hati, Pirazinamid (Z) tidak boleh digunakan.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Obat adalah zat kimia yang mengubah proses dasar dalam sel-sel tubuh.
Obat dapat menstimulasi atau menghambat fungsi normal dan aktivitas seluler,
obat dapat menambah fungsi dan aktivitas seluler.

Ketika seseorang mengkonsumsi obat dalam dosis besar dan dalam waktu
yang lama maka akan mempengaruhi fungsi hati. Seperti yang kita tahu hati
merupakan salah satu organ tubuh dengan banyak fungsi, yaitu untuk menyaring
racun dari darah, mengatur kadar gula darah dan kolesterol, membantu tubuh
membasmi infeksi dan penyakit, serta membantu proses pencernaan makanan.
Organ hati sangat lentur dan mampu memperbarui diri sendiri. Sel baru akan
tumbuh saat sel lama mati. Namun, penyalahgunaan konsumsi obat dapat
menyebabkan sel hati rusak ataupun mengurangi kemampuan sel hati untuk
memperbarui diri. Akibatnya, penderita akan mengalami gangguan hati serius
seperti adanya peradangan atau hepatitis.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar pembaca dapat
memahami tentang ketergantungan obat itu sendiri dan hubungannya dengan
penyakit Hepatitis C, dan bagaimana penanganan agar ketergantungan obat ini
tidak berimbas kepada munculnya penyakit lain seperti Hepatitis C. Sehingga
dapat membuat kita lebih hati-hati dalam mengkonsumsi obat ataupun kita
sebagai perawat dapat melakukan edukasi kepada pasien agar minum obat
sesuai dengan dosis dan melakukan pemeriksaan hati jika memang
mengkonsumsi obat secara terus menerus contohnya penderita TB.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ayu Putri Ariani, A. K. (2017). DASAR-DASAR FARMAKOLOGI . Yogyakarta: Nuha medika.

Ayu, A. P. (2017). Dasar-Dasar Farmakologi. Yogyakarta: Nuha Medika.

dr.wening Sari, M. (2008). Care Yourself, Hepatitis. Jakarta: Wisma Hijau Jl. Raya Bogor Km. 30
Mekarsari.

Juffrie M, S. S. (2010). Drug Induced Hepatitis. 32-38.

Tilong, A. D. (2014). Waspada penyakit-penyakit mematikan tanpa gejala menyolok. Jogjakarta


: Buku biru, Sampangan Gg. Perkutut No.325-B jl.wonosari.

22

Anda mungkin juga menyukai