Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KONSEP DASAR FARMAKOLOGI

DOSEN PEMBIMBING:

Ns.IDA ERNI SIPAHUTAR,S.Kep M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:

1. ERIKA NOVIA (P07120120010)


2. NI PUTU EVITA SARI (P07120120011)
3. NI KADEK KARISMA PURNAMA DEWI (P07120120031)
4. NI MADE ARI PUSPITA DEWI (P07120120033)
5. NI LUH KADE DWI PUTRI SEPTIANI (P07120120034)
6. NI PUTU DIVA CAHYANI (P07120120035)
7. NI LUH LINDA SANTIKA DEWI (P07120120037)
8. LUH PUTU PUTRI INDAH RUSMINI (P07120120040)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

DENPASAR

2020/2021
KATA PENGANTAR
Om Swastiastu.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat beliau kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada watunya. Tanpa pertolongan beliau
tentunya kami tidak akan sanggup menyelesaikan makalah yang berjudul “ Konsep
Dasar Farmakologi” dengan baik.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh ibu dosen Ns. Ida Erni Sipahutar, S.Kep.,M.Kep pada mata kuliah
Farmakologi. Selain itu, tugas ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
mengenai Farmakologi tentang konsep dasar farmakologi bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
terdapat banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk makalah ini, supaya nantinya
penulia dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak
kesalahan dalam makalah ini penulis memohon maaf sebesar-besarnya.

Demikian kata pengantar ini yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk kita semua. Sekian terimakasih. Om Santhi Santhi Santhi
Om.

Denpasar, 10 Januari 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Aksi Obat 2
B. Efek Samping Obat Terhadap Tubuh Manusia 2
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Modifikasi Obat 4
D. Tanda dan Gejala yang Muncul Akibat Efek Samping Obat 6
E. Upaya Pencegahan dan Cara Mengatasi Efek Samping Obat 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 10
B. Saran 10
DAFTAR PUSTAKA

2
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Farmakologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari obat dan cara
kerjanya pada sistem biologis. Dalam dunia kesehatan, obat merupakan suatu
kebutuhan penting yang diperlukan oleh tenaga medis dalam membantu
proses penyembuhan dan pemulihan pasien. Obat yang diberikan kepada
pasien tentunya dalam dosis tertentu sesuai dengan kebutuhan pasien tersebut.
Dalam dunia medis, terdapat berbagai macam dan jenis obat yang
digunakan. Obat-obat ini memiliki aksi dan efek yang berbeda terhadap tubuh
manusia tergantung pada jenis obat tersebut. Terdapat tanda dan gejala yang
ditimbulkan oleh efek samping obat. Karena adanya efek samping yang
ditimbulkan oleh obat, maka dari itu diperlukan pula cara mengatasi dan
mencegah reaksi yang timbul akibat efek samping ini.
Melihat latar belakang diatas, penulis hendak mengulas mengenai aksi
obat, efek samping obat terhadap tubuh manusia, faktor yang memodifikasi
obat, tanda dan gejala yang timbul akibat efek samping obat, serta cara
mengatasi dan mencegah reaksi yang timbul akibat efek samping obat dalam
makalah yang berjudul “Konsep Dasar Farmakologi”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aksi obat ?
2. Bagaimana efek samping obat terhadap tubuh manusia?
3. Apa saja faktor yang memodifikasi obat?
4. Apa saja tanda dan gejala yang timbul akibat efek samping obat?
5. Bagaimana cara mengatasi dan mencegah reaksi yang timbul akibat efek
sampig obat?
C. Tujuan
1. Mengetahui aksi obat.
2. Mengtahui efek samping obat terhadap tubuh manusia.
3. Mengetahui faktor yang memodifikasi obat.
4. Memahami tanda dan gejala yang timbul akibat efek samping obat.
5. Memahami cara mengatasi dan mencegah reaksi yang timbul akibat efek
samping obat.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aksi Obat
1. Interaksi obat dengan obat
Interaksi ini terjadi ketika seseorang mengonsumsi dua obat atau lebih
secara bersamaan. Semakin banyak obat yang dikonsumsi, semakin tinggi
risiko interaksi yang mungkin terjadi. Interaksi obat dengan obat dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan obat dalam menyembuhkan penyakit
atau meningkatkan risiko munculnya efek samping obat. Misalnya, Anda
minum dua jenis obat yang dapat menyebabkan rasa kantuk, maka Anda akan
cenderung mengalami rasa kantuk dua kali lipat.
2. Interaksi obat dengan makanan atau minuman
Beberapa obat tidak boleh dikonsumsi bersamaan atau berdekatan
waktunya dengan makanan atau minuman tertentu. Misalnya, mengonsumsi
suplemen zat besi bersamaan dengan teh bisa menurunkan penyerapan zat
besi oleh tubuh. Suplemen atau obat herba tertentu, seperti daun mangga, juga
sebaiknya tidak dikonsumsi bersamaan dengan obat-obatan.
Contoh lainnya adalah mengonsumsi warfarin bersamaan atau
berdekatan waktunya dengan konsumsi sayuran hijau, seperti bayam, dapat
menurunkan efektivitas warfarin. Oleh karena itu, penting untuk
mematuhi cara minum obat yang benar agar efek interaksi obat tersebut tidak
terjadi.
3. Interaksi obat dengan penyakit
Interaksi obat selanjutnya adalah interaksi obat dengan penyakit.
Penggunaan obat tertentu dapat memperburuk penyakit lain yang Anda derita.
Misalnya, obat antiinflamasi non steroid (OAINS) bisa menambah keluhan
penderita gangguan lambung.
Contoh lainnya adalah penggunaan obat pada orang yang sedang
menderita gangguan hati. Ketika mengalami gangguan hati, kemampuan
organ ini untuk membersihkan zat kimia yang tidak terpakai oleh tubuh juga
terganggu, sehingga risiko keracunan obat, terutama obat yang diproses di
hati, akan meningkat.
Dampak interaksi obat bisa ringan, bisa juga serius. Jadi, Anda perlu
berhati-hati saat mengonsumsi obat. Gunakan obat sesuai petunjuk yang
tertera pada kemasan. Sebaiknya berkonsultasilah dulu dengan dokter sebelum
mengonsumsi obat apa pun. Apalagi bila Anda memiliki kondisi medis
tertentu.
B. Efek Samping Obat Terhadap Tubuh Manusia
1. Efek samping yang dapat diperkirakan
a. Aksi farmakologik yang berlebihan

2
Terjadinya efek farmakologik yang berlebihan (disebut juga efek
toksik) dapat disebabkan karena dosis relatif terlalu besar bagi pasien
yang bersangkutan. Keadaan ini dapat terjadi karena dosis yang diberikan
memang besar, atau karena adanya perbedaan respons kinetik atau
dinamik pada kelompok-kelompok tertentu, misalnya pada pasien dengan
gangguan faal ginjal, gangguan faal jantung, perubahan sirkulasi darah,
usia, genetik dan sebagainya, sehingga dosis yang diberikan dalam
takaran lazim menjadi relatif terlalu besar pada pasien-pasien. Selain itu
efek ini juga bisa terjadi karena interaksi farmakokinetik maupun
farmakodinamik antar obat yang diberikan bersamaan, sehingga efek obat
menjadi lebih besar. Efek samping jenis ini umumnya dijumpai pada
pengobatan dengan depresansia susunan saraf pusat, obat-obat pemacu
jantung, antihipertensi dan hipoglikemika atau antidiabetika.
b. Gejala putus obat karena narkotika
Gejala penghentian obat adalah munculnya kembali gejala penyakit
semula atau reaksi pembalikan terhadap efek farmakologik obat, karena
penghentian pengobatan. Reaksi putus obat ini terjadi, karena selama
pengobatan telah berlangsung adaptasi pada tingkat reseptor. Adaptasi ini
menyebabkan toleransi terhadap efek farmakologik obat, sehingga
umumnya pasien memerlukan dosis yang makin lama makin besar
(sebagai contoh berkurangnya respons penderita epilepsi terhadap
fenobarbital/fenitoin, sehingga dosis perlu diperbesar agar serangan tetap
terkontrol). Reaksi putus obat dapat dikurangi dengan cara menghentikan
pengobatan secara bertahap misalnya dengan penurunan dosis secara
berangsur-angsur, atau dengan menggantikan dengan obat sejenis yang
mempunyai aksi lebih panjang atau kurang poten, dengan gejala putus
obat yang lebih ringan.
c. Efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utama
Efek-efek samping yang berbeda dari efek farmakologik utamanya,
untuk sebagian besar obat umumnya telah dapat diperkirakan berdasarkan
penelitian-penelitian yang telah dilakukan secara sistematik sebelum obat
mulai digunakan untuk pasien. Efek-efek ini umumnya dalam derajat
ringan namun angka kejadiannya bisa cukup tinggi. Sedangkan efek
samping yang lebih jarang dapat diperoleh dari laporan-laporan setelah
obat dipakai dalam populasi yang lebih luas.
2. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan
a. Reaksi alergi
Alergi obat atau reaksi hipersensitivitas merupakan efek samping
yang sering terjadi dan terjadi akibat reaksi imunologik. Reaksi ini tidak
dapat diperkirakan sebelumnya, seringkali sama sekali tidak tergantung

3
dosis dan terjadi hanya pada sebagian kecil dari populasi yang
menggunakan suatu obat. Reaksinya dapat bervariasi dari bentuk yang
ringan seperti reaksi kulit eritema sampai yang paling berat berupa syok
anafilaksi yang bisa fatal. Reaksi alergi dapat dikenali berdasarkan sifat-
sifat khasnya, yaitu:
1) gejalanya sama sekali tidak sama dengan efek farmakologiknya
2) seringkali terdapat tenggang waktu antara kontak pertama terhadap
obat dengan timbulnya efek
3)  reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan, walaupun hanya dengan
sejumlah sangat kecil obat
4) reaksi hilang bila obat dihentikan
5) keluhan atau gejala yang terjadi dapat ditandai sebagai reaksi
imunologik, misalnya ruam di kulit serum sickness, anafilaksis,
asma, urtikaria, angio-edema dan lain-lain.
b. Reaksi karena faktor genetik
Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan genetik,
suatu obat mungkin dapat memberikan efek farmakologik yang
berlebihan.
3. Efek yang mungkin timbul pada perpanjangan obat
a. Adisi, terjadi bila campuran obat atau beberapa obat yang diberikan
bersama-sama menimbulkan efek yang merupakan jumlah dari efek
masing-masing obat secara terpisah pada pasien.
b. Sinergis, terjasi bila campuran obat atau beberapa obat yang diberikan
bersama-sama dengan aksi proksimat yang sama menimbulkan efek yang
lebih besar dari jumlah efek masing-masing obat secara terpisah pada
pasien.
c. Potensiasi, terjadi bila campuran obat atau beberapa obat yang diberikan
pada pasien, menimbulkan efek lebih besar daripada jumlah efek masing-
masing secara terpisah pada pasien.
d. Antagonis, terjadi bila campuran obat atau beberapa obat yang diberikan
bersama-sama pada pasien menimbulkan efek yang berlawanan.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Modifikasi Obat
1. Berat badan
Ukuran tubuh seseorang dapat mempengaruhi seberapa banyak dosis
obat yang harus diberikan pada seseorang. Biasanya penghitungan dilakukan
berdasarkan bobot badan, dapat pula dilakukan dengan body surface
area (BSA). Pada umumnya, dosis obat untuk orang dewasa itu adalah
‘standardisasi’ dosis bagi orang dewasa normal (tanpa gangguan organ)
dengan bobot badan 70 kg. Jadi, jika ukuran tubuh seseorang jauh lebih kecil,
atau malah jauh lebih besar, dari ‘standar’ ini, bisa jadi efek obat yang ia alami

4
akan sedikit berbeda. Namun, untuk beberapa jenis obat, dosis obat yang
diberikan harus dihitung sesuai kondisi bobot badan atau BSA pasien, tidak
bisa menggunakan dosis ‘standar’. Contoh obat yang harus diberikan sesuai
dengan ukuran tubuh ini adalah obat-obat kemoterapi. Salah satu alasannya
adalah karena obat kemoterapi memiliki efek samping yang cukup signifikan
pada tubuh, sehingga dosisnya harus benar-benar dihitung agar tetap dapat
memberikan manfaat terapi yang maksimal dengan efek samping yang
minimal. Penghitungan dosis lewat bobot badan dan BSA juga lazim
digunakan untuk menghitung dosis obat untuk anak-anak.
2. Usia
Usia berhubungan erat dengan kondisi organ tubuh seseorang, terutama
ginjal dan hati yang berperan penting dalam membuang sisa obat dari dalam
tubuh. Jika kerja ginjal dan hati mulai menurun karena faktor usia, maka sisa
obat yang dibuang dari dalam tubuh akan berkurang. Hal ini dapat
menyebabkan efek terapi obat berlangsung lebih lama, namun berpotensi juga
meningkatkan kejadian efek samping. Oleh sebab itu, pada pasien geriatri (usia
di atas 65 tahun), dibutuhkan dosis yang lebih kecil. Dosis berdasarkan usia
juga sering digunakan pada pasien anak. Dalam kasus anak-anak, hal ini
dikarenakan fungsi organ hati dan ginjal mereka yang belum seberkembang
dewasa.
3. Toleransi dan resistensi
Beberapa obat, jika dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka
waktu yang cukup panjang, dapat menyebabkan sesuatu yang disebut
toleransi. Jika sudah terjadi toleransi, maka obat tidak akan memberikan efek
yang semestinya, atau bisa dikatakan ‘tidak mempan’. Contohnya, isosorbid
dinitrat dan beberapa obat anti-depresan. Jika toleransi sudah terjadi, biasanya
pasien butuh dosis yang lebih besar agar efek terapi dapat
dirasakan. Sedangkan resistensi biasanya terjadi pada penggunaan antibiotik.
Jika suatu bakteri sudah resisten terhadap antibiotik tertentu, maka obat
antibiotik yang diminum tersebut tidak akan memberikan efek seperti yang
diharapkan.
4. Jenis kelamin
Mempunyai pengaruh terhadap efek obat karena perbedaan fisik antara
pria dan wanita. Pria biasanya mempunyai postur tubuh lebih besar dari wanita
sehingga bila suatu dosis yang sama diberikan, tubuh pria akan lebih lambat
didalam melakukan metabolisme atau aksi obat. Tubuh pria lebih banyak
mengandung air, sedangkan tubuh wanita mengandung lemak dan obat-obat
tertentu dapat lebih cepat bereaksi dalam air atau dalam lemak.
5. Lingkungan

5
Berpengaruh terhadap daya kerja obat terutama lingkungan yang dapat
merubah obat (misal cahaya), kepribadian pasien dan lingkungan pasien.
Lingkungan fisik dapat pula mempengaruhi daya kerja obat misalnya suhu
lingkungan tinggi menyebabkan pembuluh darah perifer melebar sehingga
dapat meningkatkan daya kerja vasodilator.

6. Waktu pemberian
Obat per oral berpengaruh terhadap daya kerja obat. Absorbsi obat akan
lebih cepat bila diberikan saat perut dalam keadaan kosong. Sedangkan obat
yang dapat menyebabkan iritasi lambung akan lebih aman bila diberikan pada
perut yang berisi makanan.
7. Faktor genetik
Mempengaruhi respon seseorang terhadap pemberian obat. Faktor ini
secara genetik menentukan sistem metabolisme tubuh dan ketahanan seseorang
terhadap alergi.
8. Faktor psikologis 
Berkaitan dengan keefektifitasan obat. Orang yang mempercayai bahwa
obat yang mereka gunakan dapat mengatasi gangguan kesehatannya akan lebih
efektif daya kerja obat yang ia minum dibanding dengan orang yang tidak
percaya.
D. Tanda dan Gejala yang Muncul Akibat Efek Samping Obat
1. Tanda dan gejala dari efek samping yang dapat diperkirakan
a. Aksi farmakologik yang berlebihan
1) Depresi respirasi pada pasien-pasien bronkitis berat yang menerima
pengobatan dengan morfin atau benzodiazepin.
2) Hipotensi yang terjadi pada stroke, infark miokard atau kegagalan
ginjal pada pasien yang menerima obat antihipertensi dalam dosis
terlalu tinggi.
3) Bradikardia pada pasien-pasien yang menerima digoksin dalam dosis
terlalu tinggi.
4) Palpitasi pada pasien asma karena dosis teofilin yang terlalu tinggi.
5) Hipoglikemia karena dosis antidiabetika terlalu tinggi.
6) Perdarahan yang terjadi pada pasien yang sedang menerima
pengobatan dengan warfarin, karena secara bersamaan juga minum
aspirin.
b. Respon karna penghentian obat
1) Agitasi ekstrim, takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulsi yang
mungkin terjadi pada penghentian pengobatan dengan depresansia
susunan saraf pusat seperti barbiturat, benzodiazepin dan alkohol.
2) Krisis Addison akut yang muncul karena penghentian terapi
kortikosteroid,

6
3) Hipertensi berat dan gejala aktivitas simpatetik yang berlebihan
karena penghentian terapi klonidin
4) Gejala putus obat karena narkotika.

c. Efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utama


1) Iritasi lambung yang menyebabkan keluhan pedih, mual dan muntah
pada obat-obat kortikosteroid oral, analgetika-antipiretika, teofilin,
eritromisin, rifampisin, dan lain-lain.
2) Rasa ngantuk (drowsiness) setelah pemakaian antihistaminika untuk
anti mabok perjalanan (motion sickness).
3) Kenaikan enzim-enzim transferase hepar karena pemberian
rifampisin.
4) Efek teratogenik obat-obat tertentu sehingga obat tersebut tidak boleh
diberikan pada wanita hamil
5) Penghambatan agregasi trombosit oleh aspirin, sehingga
memperpanjang waktu pendarahan.
6) Ototoksisitas karena kinin/kinidin, dsb.
2. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan
a. Reaksi Alergi
1) Gejalanya sama sekali tidak sama dengan efek farmakologiknya
2) Seringkali terdapat tenggang waktu antara kontak pertama terhadap
obat dengan timbulnya efek
3) Reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan, walaupun hanya dengan
sejumlah sangat kecil obat
4) Reaksi hilang bila obat dihentikan
5) Keluhan/gejala yang terjadi dapat ditandai sebagai reaksi imunologik,
misalnya rash (ruam) di kulit, serum sickness, anafilaksis, asma,
urtikaria, angio-edema.
Selain itu, dalam praktek klinik manifestasi efek samping karena
alergi yang dihadapi umumnya akan meliputi:
1) Demam
Umumnya demam dalam derajad yang tidak terlalu berat, dan akan hilang
dengan sendirinya setelah penghentian obat beberapa hari.
2) Ruam kulit (skin rashes)
Ruam dapat berupa eritema, urtikaria, vaskulitis kutaneus, purpura,
eritroderma dan dermatitis eksfoliatif, fotosensitifitas, erupsi, dan
lain-lain.
3) Penyakit jaringan ikat

7
Merupakan gejala lupus eritematosus sistemik, kadang-kadang
melibatkan sendi, yang dapat terjadi pada pemberian hidralazin,
prokainamid, terutama pada individu asetilator lambat.
4) Gangguan sistem darah
Trombositopenia, neutropenia (atau agranulositosis), anemia hemolitika,
dan anemia aplastika merupakan efek yang kemungkinan akan
dijumpai, meskipun angka kejadiannya mungkin relatif jarang.
5) Gangguan pernafasan
Asma akan merupakan kondisi yang sering dijumpai, terutama karena
aspirin. Pasien yang telah diketahui sensitif terhadap aspirin
kemungkinan besar juga akan sensitif terhadap analgetika atau
antiinflamasi lain.
b. Reaksi karna faktor genetik
1) Pasien yang menderita kekurangan pseudokolinesterase herediter
tidak dapat memetabolisme suksinilkolin (suatu pelemas otot),
sehingga bila diberikan obat ini mungkin akan menderita paralisis dan
apnea yang berkepanjangan.
2) Pasien yang mempunyai kekurangan enzim G6PD (glukosa-6-fosfat
dehidrogenase) mempunyai potensi untuk menderita anemia
hemolitika akut pada pengobatan dengan primakuin, sulfonamida dan
kinidin.
c. Reaksi idiosinkratik
1) Kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan pemakaian analgetika
secara serampangan.
2) Kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian estrogen jangka
lama tanpa pemberian progestogen sama sekali.
3) Obat-obat imunosupresi dapat memacu terjadinya tumor limfoid.
4) Preparat-preparat besi intramuskuler dapat menyebabkan sarkomata
pada tempat penyuntikan.
5) Kanker tiroid yang mungkin dapat timbul pada pasien-pasien yang
pernah menjalani perawatan iodium-radioaktif sebelumnya.
E. Upaya Pencegahan dan Cara Mengatasi Efek Samping Obat
Sangat penting untuk selalu mengikuti evaluasi atau penelaahan mengenai
manfaat dan risiko obat dari berbagai pustaka standar maupun dari pertemuan-
pertemuan ilmiah. Selain itu penguasaan terhadap efek samping yang paling sering
dijumpai atau paling dikenal dari suatu obat akan sangat bermanfaat dalam
melakukan evaluasi pengobatan.
1. Upaya pencegahan
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan
untuk melakukan hal-hal berikut:

8
a. Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien
pada waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh
melalui resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.
b. Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas dan bila tidak ada alternatif
non-farmakoterapi.
c. Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
d. Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada
anak dan bayi, usia lanjut dan pasien-pasien yang juga menderita
gangguan ginjal, hepar dan jantung. Pada bayi dan anak, gejala dini efek
samping seringkali sulit dideteksi karena kurangnya kemampuan
komunikasi, misalnya untuk gangguan pendengaran.
e. Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau
penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, bahwa perubahan
tersebut karena perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasien
memburuk, atau justru karena efek samping obat.
2. Cara mengatasi efek samping obat
Mengatasi ESO dapat dilakukan bergantung dengan tipe ESO tersebut.
Adapun tipe ESO dan cara mengatasinya adalah:
a. Bila tipe ESOnya tergolong ringan maka dapat ditoleransi oleh tubuh
tanpa harus menghentikan obat.
b. Bila tipe ESOnya tergolong sedang maka dosis dapat
diturunkan/dikurangi atau dihentikan pengunaan obat.
c. Bila tipe ESOnya tergolong berat maka harus dihentikan penggunaan obat
dan menerima pengobatan di rumah sakit.
Jika anda menghadapi suatu kasus efek samping obat dan sudah
ditangani secara medis sebagaimana mestinya, masih diperlukan langkah-
langkah tindak lanjut.
a. Dibuat laporan dokumentasi lengkap mengenai kasus efek samping yang
bersangkutan dan dilaporkan ke lembaga yang berwenang, yaini ke
Panitia MESO (Monitoring Efek Samping Obat) di Badan Pengawasan
Obat dan Makanan, (Jalan Percetakan Negara 23, Jakarta). Adanya Pusat
MESO Nasional digunakan untuk melaporkan setiap kejadian ESO yang
dialami.
b. Jika bekerja di rumah sakit cobalah bahas di Panitia Farmasi dan Terapi
rumah sakit. Dengan mengacu ke sumber-sumber referensi, dicari
kemungkinan faktor risiko terhadap kasus efek samping tersebut.
ESO yang seharusnya dilaporkan kepada MESO antara lain:
a. Setiap Efek samping yang dicurigai karena penggunaan obat
b. Setiap efek yang muncul saat penggunaan obat yang bersamaan
c. Setiap ESO yang dianggap serius

9
d. Setiap reaksi ketergantungan obat.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari uraian materi di atas dapat disimpulkan bahwa aksi obat adalah
perubahan aksi atau efek samping obat yang disebabkan oleh pemberian
bersmaan dengan makanan,minuman,suplemen ataupun obat lainnya.Adapun
efek samping dari obat yaitu ada efek samping ringan dan juga efek samping
berat salah satu contoh ringan yaitu terdapat bintik merah,ruam pada
kulit.Faktor-faktor yang mempengaruhi modifikasi obat yaitu ada factor berat
badan,usia,toleransi dan resistensi,jenis kelamin,lingkungan,waktu
pemberian,factor genetik,dan factor psikologis.Selain itu tanda dan gejala yang
dapat ditimbulkan akibat efek samping obat adalah demam,ruam kulit,penyakit
pada jaringan ikat,gangguan pernafasan dan bahkan dapat menyerang system
darah pada manusia.
Beberapa upaya pencegahan dan cara mengatasi efek samping dari obat
salah satunya dengan teliti membaca secara rinci mengenai pemakaian obat baik
dari resep dokter ataupun dari pengobatan sendiri.
B. Saran
Ilmu farmakologi sangat penting di pelajari bukan hanya untuk tenaga
medis saja tetapi untuk semua orang,adapun manfaat dari ilmu farmakologi yang
dipelajari dapat menambah wawasan semua orang mengenai obat,efek samping
yang ditimbulkan,manfaat dari obat itu sendiri.Kami juga mengetahui bahwa
makalah yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan.Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk memotivasi kami agar bisa
melengkapi makalah ini lebih baik lagi. Sekian terimakasih.

10
11
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2018. “Makalah Farmakologi Efek Samping Obat Dan Cara Pengatasannya”
https://fdokumen.com/document/makalah-farmakologi-efek-samping-obat-dan-
cara-pengatasannya . Diakses pada tanggal 9 Januari 2021.

Dhimas. 2019. “Mengenal Efek Samping Obat Untuk Kesehatan Kita”


https://rkzsurabaya.com/mengenal-efek-samping-obat-untuk-kesehatan-kita/ .
Diakses pada tanggal 9 Januari 2021.

Dita Maria. 2019. “Kelas Keperawatan”,


https://lilianmarantina.blogspot.com/2019/09/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-daya.html?m=1 Diakses pada tanggal 09 Januari 2021.

Dwi, F.Y. 2010. Efek samping obat. Jakarta: Hilal Ahmar.


Nuryati.2017. “Farmakologi”, http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/FARMAKOLOGI-
RMIK_FINAL_SC_26_10_2017.pdf. Diakses pada tanggal 09 Januari 2021.

Anda mungkin juga menyukai