Nama Kelompok :
1. LAILA SOFIANA
2.MIA SOPIANI
3.MUTI’AH
T.A. 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala berkat dan rahmat-Nya yang telah
memberikan kesehatan dan nikmat kepada kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Harapan kami semoga makalah kami ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya kami dapat lebih baik.
Kami sadar masih banyak kekurangan dalam makalah ini, namun kami telah
berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik. Oleh karena itukami harap
kepada para pembaca untuk memberikan masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
a. Latar Belakang.........................................................................................................
b. Rumusan Masalah....................................................................................................
c. Tujuan penulisan......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
3.2 Saran...............................................................................................................
Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Rumusan Masalah
Pembahasan
2.1.1. Efek terapi atau efek utama ( Main Effect = Principal Effect)
a.Efek ini adalah efek yang diharapkan dari suatu obat. Misalnya:
b. Pediatri, hal ini berkaitan dengan kondisi sistem organ tubuh anak yang belum
sempurna baik fisik maupun enzim-enzim yang berperan dalam interaksi obat. Maka, dosis
anak dan dewasa seringkali dibedakan.
d. Pasien dengan gangguan organ tertentu, terutama hati dan ginjal, yang berperan
dalam metabolisme obat dan ekskresi (pembuangan) obat dalam tubuh. Jika organ-organ ini
terganggu, dosis juga harus diperhatikan agar tidak berbahaya.
System reproduksi, contoh obat kanker bisa menimbulkan infertilitas pada pria.
a. Toksisitas hemopetik
Contoh obat
- Kloramfenikol
b. Toksisitas perilaku
digunakan?
laboratorium, dsb)?
Hasil akhir penjumlahan dinilai berdasarkan kategori berikut: suatu reaksi dikatakan ‘pasti’
ROTD jika dari hasil penilaian didapatkan skor > 9, ‘lebih mungkin’ jika didapatkan skor 5-
8, ‘mungkin’ jika memiliki skor 1-4, ‘meragukan’jika didapatkan skor < 0.
2.3 Efek samping obat (Side Effect)
Reaksi-reaksi efek samping obat yang berat jarang ditemukan, meskipun efek-
efek toksik yang berbahaya sering terjadi pada penggunaan beberapa golongan obat.
Mekanisme reaksi obat dibagi dalam dua kategori utama. Termasuk gologan pertama sering
muncul sebagai manifestasi efek farmakologi yang berlebihan,karna itu dapat diramalkan.
Golongan kedua yang dapat merupakan reaksi imunologik atau mekanisme yang belum
diketahui,umumnya merupakan hal yang tidak dikehendaki dan tidak dapat ditemukan
sampai suatu obat dipasarkan untuk waktu lama. Oleh karena itu toksisitas ini biasanya
ditemukan oleh para dokter. Dalam hal ini termasuk waspada terhadap reaksi-reaksi yang
diperantai IgE seperti anafilaksis, urtikaria, angioedema.Tipe reaksi lain yang diperantai IgG
atau IgM dari penyakit tipe lupus eritemaosis,respon yang diperantai oleh IgG tipe penyakit
serum termasuk vaskulitis dan alergi yang diperantai sel-sel yang terlibat yang terlibat dalam
dermatitis kontak.
Efek samping obat mencakup setiap pengaruh obat yang tidak dikehendaki,
yang merugikan atau membahayakan pasien dalam dosis terapetik untuk pencegahan atau
pengobatan penyakit. Sadar akan adanya efek samping obat, maka banyak studi dilakukan
untuk menilai efek samping obat. Faktor predisposisi yang mendasari terjadinya efek
samping obat diantaranya:
1.Ras, sebagian peneliti mengemukakan bahwa orang kulit putih lebih mudah
menderita efek samping obat daripada orang kulit bewarna. Adanya perbedaan tersebut antara
lain karena ada perbedaan kecepatan metabolisme obat, misalnya ada orang yang merupakan
asetilator cepat,seperti pada drug-induced systemic lupus erythematosis dan juga pada kasus
kanker kandung kemih.
3.Jenis kelamin diduga menjadi faktor predisposisi efek samping obat. Berbagai
penelitian tentang efek toksik digoksin dan perdarahan pada terapi heparin lebuh banyak
terjadi pada wanita. Agranulositosis akiban fenilbutazon dan kloramfenikol tiga kali lebih
banyak pada wanita. Anemia aplastik akibat kloramfenikol dua kali lebih banyak pada
wanita.
4. Umur lansia atau umur diatas 60 tahun lebih mudah menderita efek samping obat
dibandingkan dengan orang muda.
5. Faktor-faktor lain seperti riwayat alergi, riwayat menderita efek samping obat,
gangguan fungsi ginjal dan hati semua mempermudah terjadinya efek samping obat terkait.
Kemampuan ikatan dengan protein plasma juga berpengaruh. Bentuk formulasi obat juga
berpengaruh.
Ditinjau dari segi aspek patologi, efek samping obat dapat dibagi menjadi beberapa
macam yakni:
1. Tipe A. Efek samping tipe A terjadi akibat aksi farmakologis yang normal,dapat
diperkirakan dari aksi farmakologisnya yang biasa,dan umumnya tergantung dosis. Insidensi
dan morbiditasnya tinggi, tetapi mortalitasnya rendah. Misalnya jadi mengantuk setelah
minum CTM.
2. Tipe B. Efek samping tipe B terjadi tidak berkaitan dengan aksi farmakologisnya
yang biasa. Terjadinya tidak dapat diduga. Insidensi dan morbiditasnya rendah tapi
mortalitasnya tinggi. Contohnya reaksi imunologik. Walaupun sebagian besar gejala klinis
efek samping obat dapat digolongkan dalam tipe A dan tipe B, tetapi ada juga yang sulit
dimasukan karena dua mekanisme yang berbeda kadang-kadang mempunyai efek yang sama.
Contohnya agranulositsis yang timbul akibat pemberian kloramfenikol atau fenilbutazon.
3. Tipe C adalah efek samping yang sulit dideteksi, efek samping ini timbul akibat
pemakaian obat dalam jangka panjang. hubungan antar efek samping ini memang sulit untuk
dibuktikan namun sangat diduga kuat berkaitan. contohnya prevalensi kanker payudara
meningkat setelah terjadi peningkatan kontrasepsi pil kontrasepsi orang di masyarakat.
4. Tipe D. Efek samping obat yang lambat atau delayed yang terjadi beberapa tahun
setelah terapi jangka panjang. Contohnya efek samping obat diethystilbesterol adeno Ca
vagina.
5. Tipe E. Efek pada akhir terapi (end of treatment) yang terjadi akibat penggunaan
obat yang dihentikan secara tiba-tiba. Contohnya pada penggunaan steroid yang meng-
induced cushing syndrome.
6. Tipe F. Akibat obat yang telah lama digunakan dihentikan penggunaannya secara
tiba-tiba. Contohnya adalah obat narkotika, pil KB, kortikosteroid.
Efek samping biasanya terjadi pada dosis terapi. Tingkat kejadian efek samping ini sangat
bervariasi antara satu obat dengan obat lainnya.Efek samping ini juga tidak dialami oleh
semua orang karena masing-masing orang memiliki kepekaan dan kemampuan untuk
mengatasi efek ini secara berbeda-beda.Efek samping suatu obat bisa lebih banyak
dibandingkan efek terapinya.
a. Alergi
Contoh lain:
a. Obat Diphenhidramine
b. Obat Atropin
Catat bahwa enalapril dalam konsentrasi plasma berubah dengan suatu faktor 16
selama 12 jam pertama (4 waktu paruh) setelah konsentrasi puncak, tetapi inhibisi terhadap
ACE hanya berkurang 20%. Karena konsentrasi pada saat ini adalah sangat tinggi
dibandingkan dengan EC50, maka efek terhadap ACE adalah mendekati konstan. Setelah 24
jam, enzim ACE masih 33% dihambat. Hal ini menerangkan mengapa suatu obat yang
memiliki waktu paruh pendek dapat diberikan 1x saja sehari dan masih dapat
mempertahankan efeknya selama 1 hari.Faktor utamanya adalah suatu konsentrasi inisial
yang tinggi disbanding dengan EC50 obat tersebut. Walaupun konsentrasi dalam plasma
setelah 24 jam lebih rendah 1% dari konsentrasi puncaknya, konsentrasi rendah ini masih
tetap separuh dari EC50. Hal ini adalah sangat umum untuk obat yang bekerja pada enzim,
misalnya propanolol.
Penyebab umum untuk efek obat yang tertunda lebih lama khususnya obat
yang memerlukan waktu beberapa jam atau beberapa hari sebelum efek terlihat adalah
pembalikan yang lambat daripada suatu substansi fisiologik yang diperlukan untuk ekspresi
obat tersebut. Misalnya, warfarin bekerja sebagai suatu antikoagulan dengan cara
menghambat epoksidase vitamin K dalam hati. Kerja warfarin ini terjadi dengan cepat, dan
hambatan terhadap enzim tersebut sangat tergantung konsentrasi warfarin dalam plasma.Efek
klinik warfarin, misalnya pada waktu protrombin, menunjukkan penurunan konsentrasi
komplek protrombin dalam faktor pembekuan darah.Hambatan terhadap epoksidase vitamin
K menurunkan sinteasa faktor pembekuan.Hambatan terhadap epoksidase vitamin K
menurunkan sintesa faktor pembekuan, tetapi kompleks pembekuan darah mempunyai waktu
paruh yang panjang kira-kira 14Hambatan terhadap epoksidase vitamin K menurunkan
sinteasa faktor pembekuan. Hambatan terhadap epoksidase vitamin K menurunkan sintesa
faktor pembekuan, tetapi kompleks pembekuan darah mempunyai waktu paruh yang panjang
(kira-kira 14 jam) dan waktu paruh inilah yang menetukan berapa lama konsentrasi faktor
pembekuan akan mencapai suatu keadaan stabil yang sama, dan untuk efek obat menjadi
gambaran manifest konsentrasi plasma warfarin.
Beberapa efek obat lebih nyata berhubungan dengan kerja kumulatif daripada
kerja reversible yang cepat. Toksisitas ginjal dari antibiotic aminoglikosida (misalnya
gentamisin) lebih besar jika diberikan sebagai infuse konstan (terus-menerus) dibandingkan
dengan dosis intermiten. Dalam hal ini, toksisitas terjadi karena dosis yang melebihi anjuran
(infuse konstan), sehingga terjadi penumpukan toksik dalam ginjal, dan apalagi obat
diberikan melalui infuse yang masuk ke pembuluh darah. Lebih jelasnya, hal ini merupakan
akumulasi aminoglikosida di korteks ginjal yang menyebabkan kerusakan ginjal. Meskipun
kedua pola dosis tersebut menghasilkan konsentrasi keadaan stabil yang rata-rata sama,
pemberian dengan dosis intermiten menghasilkan konsentrasi puncak yang jauh lebih tinggi
dan melampaui kejenuhan mekanisme ambilan dalam korteks ginjal, sehingga total
akumulasi aminoglikosid menjadi lebih kecil. Perbedaan toksisitas tersebut adalah akibat
yang dapat diramalkan karena pola konsentrasi yang berbeda dan mekanisme ambilan yang
mempunyai batas kejenuhan.
Efek obat yang digunakan untuk pengobatan kanker juga menunjuukkan suatu
aksi kumulatif, misalnya, besarnya ikatan suatu obat terhadap DNA adalah sebanding dengan
konsentrasi obat dan biasanya bersifat reversible.Oleh karena itu efek obat terhadap
perumbuhan tumor adalah merupakan suatu akibat paparan kumulatif pada obat tersebut.
Ukuran paparan kumulatif, seperti AUC 9area under the concentration-time curve),
merupakan parameter untuk meramalkan respons dan sebagai target AUC dapat dipakai
sebagai alat untuk menyesuaikan pengobatan secara perseorangan.
Dosis pasien yang berat badannya kurang adalah lebih kecil atau ditentukan
dalam mg/kg/BB.
2.5.2 Umur
Pada pasien Geriatri perlu diperhatikan tentang umur biologis pasien dan perubahan aksi obat
karena hal tersebut disebabkan oleh :
a. Kecepatan filtrasi glomeruli dan sekresi tubuh akan berkurang pada orang tua dan juga
kecepatan metabolisme obat.
a. Pasien hipokalemia lebih peka terhadap digitalis dibanding pasien yang keadaan
darah kaliumnya normal.
b. Pasien hipertiroid memerlukan dosis luminal yang lebih tinggi untuk memperoleh
efek peredaran daripada pasien normal.
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan untuk
melakukan hal-hal berikut:
1. Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien pada
waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui resep dokter maupun
dari pengobatan sendiri.
2. Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada alternatif non-
farmakoterapi.
5. Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan segera hentikan obat
bila dirasa tidak perlu lagi.
6. Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau
penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah perubahan tersebut karena
perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru karena efek samping
obat.
Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek
samping.Bukanlah tindakan yang tepat bila mengatasi efek samping dengan menambah
konsumsi obat untuk mengobati efek yang timbul tanpa disertai dengan penghentian obat
yang dicurigai berefek samping. Hal ini justru akan bernilai tidak efektif , dan efek samping
tetap terus terjadi.
Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita.Pada
bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan dan pengobatan yang spesifik.
Misalnya untuk syok anafilaksi (suatu reaksi alergi) diperlukan pemberian adrenalin dan obat
serta tindakan lain untuk mengatasi syok. Contoh lain misalnya pada keadaan alergi,
diperlukan penghentian obat yang dicurigai, pemberian antihistamin atau kortikosteroid (bila
diperlukan)
a. Dosis Terapi adalah dosis yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan
orang sakit.
b. Dosis Maksimum merupakan batas dosis yang relatif masih aman yang diberikan
kepada penderita. Dosis terbesar yang dapat diberikan kepada orang dewasa untuk
pemakaian sekali dan sehari .
c. Dosis Toksik adalah dosis yang diberikan melebihi dosis terapeutik, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya keracunan obat
d. Dosis Letal (Lethal dose)yaitu dosis atau jumlah obat yang dapat mematikan bila
dikonsumsi.
Bila mencapai dosis ini orang yang mengkonsumsi akan mengalami kelebihan dosis
(Overdose)
e. Initial Dose merupakan dosis permulaan yang diberikan pada penderita dengan
konsentrasi/kadar obat dalam darah dapat dicapai lebih awal.
f. Loading Dose adalah dosis obat untuk memulai terapi, sehingga dapat mencapai
konsentrasi terapeutik dalam cairan tubuh yang menghasilkan efek klinis.
g. Maintenance Dose adalah dosis obat yang diperlukan untuk memelihara dan
mempertahankan efek klinik atau konsentrasi terapeutik obat yang sesuai dengan
regimen dosis. Diberikan dalam tiap obat untuk menggantikan jumlah obat yang
dieliminasi dari dosis sebelumnya. Penghitungan dosis pemeliharaan yang tepat
dapat mempertahankan suatu keadaan stabil konsentrasi obat di dalam tubuh.
Dosis Obat – Jika anda sakit maka harus berobat dan kalau perlu datang ke dokter
untuk mendapatkan pengobatan yang lebih lanjut. Biasanya dokter akan
memberikan resep obat untuk diminum setiap hari sesuai dosis.
Nah di kesempatan kali ini saya akan memberikan informasi mengenai cara menghitung dosis
obat tablet, kapsul, syrup ataupun serbuk.
Cara menghitung dosis obat tablet atau pil
Obat tablet merupakan jenis obat yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat, biasanya obat
jenis ini memiliki bentuk bulat atau lonjong yang dapat dimasukkan langsung ke dalam mulut
tanpa harus di kunyah.
Cara menghitung dosis obat tablet atau pil bisa menggunakan contoh dibawah ini.
Sediaan obat adalah jumlah total kandungan dalam satu tablet, pil, kaplet, vial, atau ampul.
-Contoh :
Dokter meminta memberikan paracetamol tablet 250 mg, satu kaplet obat memiliki sediaan
500mg.
Jawab:
250 mg / 500 mg = 1/2 tablet
Kalau untuk menghitung dosis obat tablet bagi bagi anak-anak, remaja atau dewasa mungkin
gampang, tapi kadang agak sedikit susah jika kita akan menghitung dosis obat tablet pada
bayi.
-Contoh:
Dokter meminta memberikan order resep “luminal tablet 5 mg, 3 dd 1 pulvus no. X.
Jawab:
Dalam hal ini dokter ingin agar kita membagi satu obat tablet luminal 5 mg menjadi sepuluh
bagian. Order sederhana dari resep diatas adalah luminal tablet 0,5 mg, sedangkan sediaan
obat adalah 5 mg.
Kita dapat menghitung dosis obat tablet diatas dengan menggunakan rumus dosis obat:
Setelah kita mengetahui dosis obat tersebut selanjutnya adalah menghitung berapa banyak
yang harus kita konsumsi, yaitu dengan cara dibawah ini :
Berat obat adalah bobot obat per satu kaplet/pil/ kapsul dalam satuan berat (mg (miligram)
atau g (gram)) tanpa mempertimbangkan jumlah sediaan obat.
Jumlah/ Banyak sediaan adalah banyaknya sediaan obat yang diminta oleh dokter.
Pertama kita harus menimbang berat satu pil tersebut, misal berat obat luminal 5 mg adalah 1
g.
Berat obat / jumlah sediaan obat
1 g/ 10 = 0,1 g atau 100 mg.
Setelah menghitung dosis dari obat tablet selanjutnya kita membahas menghitung dosis obat
syrup, caranya menggunakan rumus dibawah ini.
-Contoh:
Dokter membuat resep ” Sanmol Forte syrup 120 mg prn. Sediaan obat Sanmol Forte syrup
ialah 240 mg tiap 5 mL (mililiter)
Jawab:
120 mg / 240 mg X 5 ml = 2,5 ml = 1/2 cth
Rumus ini juga berlaku untuk menghitung obat intravena atau serbuk yang tidak harus
menggunakan batas waktu atau alat mesin syringe pump
-Contoh:
Metronidazole injeksi 3 dd x 150 mg. Sediaan obat Metronidazole injeksi untuk setiap 100
mL adalah 500 mg.
Jawab:
150 mg/ 500 mg X 100 ml = 30 ml
Berikutnya adalah menghitung dosis obat serbuk, ini yang paling jarang digunakan oleh
masyarakat namun biasanya tetap ada beberapa jenis obat yang memakai obat serbuk ini
seperti misalnya obat antibiotik, seperti ceftriaxone, cefotaxim, dan lainnya.
Untuk bisa menghitung berapa banyak dosis dari obat serbuk bisa dilihat dari contoh dibawah
ini.
-Contoh:
Ceftriaxone inj 3 dd 330 mg IV.
Pada kasus ini, kurang baik jika kita menggunakan pelarut sebanyak 10 cc, karena jika kita
akan menarik cairan sebanyak 3,3 cc susah mengukurnya. Maka akan lebih baik jika kita
menggunakan pelarut sebanyak 9 cc.
-Contoh:
Heparin 1000 IU /jam. Sediaan obat 1 ml Heparin adalah 5000 IU, Jumlah pelarut 100 cc.
Jawab:
1000 IU/60 menit X 60 mggtt/cc X 100 cc / 5000 IU = 20 cc/jam Contoh:
Perhatian:
• Dalam menghitung dosis obat yang akan diberikan menggunakan alat, perlu diperhatikan
kesamaan satuan dosis yang digunakan dengan sediaan obat. Misal: Order dokter 0,05
mikrogram tetapi sediaan obat ialah 200 mg. Maka kita harus mengubah 200 mg menjadi
200.000 mcg
• Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menghitung obat adalah waktu pemberian.
Misalnya: Dobutamin 0,1 mcg/kg BB/jam, maka kita harus mengubah jam 60 menit. Namun
Jika order dokter 0,01 /kg BB/ menit, maka menit adalah 1 menit.
-Contoh:
Dopamin 0,1 mcg /kg BB/ menit. Sediaan obat adalah adalah 200 mg. berat badan pasien 60
kg, Obat akan dilarutkan dalam 50 cc NS.
Jawab:
0,1 mcg/ 1 menit X 60 mgtt/cc X 60 kg X 50 cc / 200.000 mcg= 0,09 ml
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Setiap obat mempunyai efek masing-masing.Efek obat sendiri dibagi menjadi 3 yairu
efek utama, tambahan, dan efek samping.Efek utama adalah tujuan dari pengobatan
tersebut.Efek tambahan adalah efek toksik yang dapat timbul jika melebihi dosis yang
ditentukan.Sedangkan efek samping adalah dampak negative yang timbul namun pada dosis
yang ditentukan.Jadi, tiap obat dapat menimbulkan efek positif dan efek negative.
Reaksi-reaksi efek samping obat yang berat jarang ditemukan, meskipun efek-efek
toksik yang berbahaya sering terjadi pada penggunaan beberapa golongan obat. Mekanisme
reaksi obat dibagi dalam dua kategori utama. Termasuk gologan pertama sering muncul
sebagai manifestasi efek farmakologi yang berlebihan,karna itu dapat diramalkan. Golongan
kedua yang dapat merupakan reaksi imunologik atau mekanisme yang belum
diketahui,umumnya merupakan hal yang tidak dikehendaki dan tidak dapat ditemukan
sampai suatu obat dipasarkan untuk waktu lama.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://allmateri.wordpress.com/2012/11/30/efek-obat/
http://konsultasiobat4awam.wordpress.com/2010/06/24/efek-yang-dapat-ditimbulkan-oleh-
suatu-obat/
http://wordofgoo.wordpress.com/2012/09/28/efek-samping-dan-toksisitas-obat/
xa.yimg.com/.../Pedoman+Visite+untuk+apoteker.pdf
/