1806269562
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan rahmat-
Nya, makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Dr. Abdul Mun'im M.Si. Apt. sebagai dosen pengajar mata kuliah Biosintesis atas
bimbingannya sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa makalah yang dibuat masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, adanya saran dan kritik dari pembaca sangat dibutuhkan unuk perbaikan makalah ini. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih dan berharap agar karya makalah ini juga dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang membacanya.
2
DAFTAR ISI
BAB I ......................................................................................................................................... 4
BAB II ........................................................................................................................................ 6
3.2 Sintesis Kurkumin Glikosida dengan Metode Glikosilasi One Pot Multienzyme ....... 6
3.6 Kesimpulan................................................................................................................ 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kurkumin merupakan konstituen kimia utama dari akar kunyit (Curcuma longa).
Kurkumin telah ratusan tahun digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk berbagai
masalah kesehatan seperti gangguan pernapasan, anoreksia, batuk, sinusitis, dan gangguan
hepatik (Prasad, Tyagi, & Aggarwal, 2014). Dalam beberapa dekade terakhir, kurkumin
semakin menarik perhatian untuk dikembangkan sebagai terapi farmakologi, karena mulai
meluasnya penelitian mengenai aktivitas kurkumin secara in vivo dan in vitro.
5
BAB II
ISI
3.2 Sintesis Kurkumin Glikosida dengan Metode Glikosilasi One Pot Multienzyme
6
Gambar 2. Skema reaksi dalam proses sintesis kurkumin glikosida metode OPME
Selain identifikasi dan purifikasi dengan KCKT, dilakukan pengujian kelarutan dalam
larutan phosphate-buffered saline (PBS). Aktivitas antibakteri kurkumin dan derivat glikosida
dilakukan terhadap Staphylococcus auerus, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, dan
Enterobacter cloaceae dengan metode mikrodilusi berdasarkan Clinical and Laboratory
Standards Institute (CLSI). Aktivitas antikanker diujikan pada cell line AGS (karsinoma
gastrik) dan HCT (karsinoma kolon). Viabilitas sel setelah perlakuan dengan kurkumin dan
derivat glikosida dilakukan dengan reaksi kolorimetrik 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-
diphenyltetrazolium bromide (MTT).
7
Diketahui bahwa kurkumin menekan sitokinesis pada B. subtilis melalui induksi pembentukan
filamen dan penurunan pembentukan cincin Z. Kurkumin juga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Gram negatif E. coli dan P. aeruginosa. Derivat kurkumin terglikosilasi
monoglukosida menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih baik dibanding bentuk
aglikonnya. Namun, terjadi penurunan potensi antimikroba pada bentuk diglukosida, diduga
karena adanya pelekatan dua gugus gula. Meskipun begitu, dapat disimpulkan bahwa glikosida
kurkumin dapat menunjukkan potensi yang baik sebagai agen antibakteri.
Kurkumin telah diketahui dapat memberikan efek antiproliferasi pada berbagai kanker,
dengan mekanisme inhibisi faktor transkripsi NF- B dan produk genetik di bawahnya. Hasil
pengujian pada derivat kurkumin menunjukkan glikosida kurkumin secara efektif menghambat
pertumbuhan sel kanker dengan bergantung dosis dan waktu. Hasil inhibisi terbaik diamati
pada kurkumin monoglikosida dibandingkan dengan diglikosida. Secara umum, glikosilasi
memang diketahui dapat meningkatkan sitotoksisitas senyawa terhadap targetnya.
8
asam salisilat (SA) dilarutkan dalam DMSO dan air, lalu ditambahkan ke dalam kultur secara
aseptik melalui filter membran.
Kurkumin dipurifikasi dengan kromatografi kolom gel silika sebelum digunakan.
Kurkumin dilarutkan dalam DMSO pada konsentrasi 10 mM dan 0,1 mL larutan ditambahkan
ke dalam kultur secara aseptis untuk memperoleh konsentrasi akhir 0,5 mM. Pada konsentrasi
ini, kurkumin langsung mengendap dalam medium, namun setelah inkubasi selama 1 hari,
endapan menghilang. Sel diambil dengan filtrasi, dibekukan dalam nitrogen cair, dan disimpan
pada -80C hingga akan digunakan.
Untuk melakukan isolasi produk glikosilasi, sel segar (sekitar 1 gram) diekstraksi dengan
5 mL metanol dengan sonikasi. Setelah pelarut diuapkan, residu diresuspensikan dalam air dan
diekstraksi bertahap dengan isooktan, toluen, etil asetat, dan butanol tersaturasi air. Ekstrak etil
asetat dan butanol dipisahkan dengan KCKT. Dengan fase gerak metanol 63% untuk
pemisahan dari ekstrak butanol, serta metanol 70% untuk pemisahan dari ekstrak etil asetat,
dengan laju alir 5 mL/menit.
Fraksi diperlakukan dengan -glukosidase lalu dilakukan analisis dengan KCKT untuk
mengetahui kuantitas glukosida. Selain itu, dilakukan juga uji kelarutan senyawa dengan
melarutkan dalam air dengan pengadukan selama 24 jam pada suhu ruang. Campuran
disentrifugasi pada 12.000 x g selama 15 menit pada suhu ruang. Konsentrasi senyawa dalam
supernatan diukur dengan KCKT untuk menentukan jumlah glikosida kurkumin terlarut.
9
Gambar 3. Struktur kurkumin dan produk glikosilasi yang diisolasi dari C. roseus. Tanda
panah menunjukkan korelasi HMBC
C, roseus dalam bentuk kultur sel dapat mengkonversi kurkumin menjadi berbagai varian
glukosida, tidak hanya dengan menambahkan residu glukosa individual pada dua gugus
hidroksil fenolik, namun juga membentuk ikatan -1,6-glikosida. Konjugasi glikosil terlihat
terjadi secara bertahap, dengan terbentuknya CG5 langsung setelah penambahan kurkumin,
sedangkan CG3 dan CG1 mulai terakumulasi setelah lag period sekitar 8 jam setelah
penambahan kurkumin. Kandungan kurkumin glikosida menurun secara bertahap setelah 24-
48 jam. Belum diketahui apakah penurunan ini terjadi karena hidrolisis oleh -glukosidase atau
konversi menjadi metabolit lain.
Beberapa percobaan terdahulu menunjukkan bahwa ekspresi gen glukosiltransferase dapat
ditingkatkan dengan introduksi stres, seperti melukai tanaman, infeksi, atau perlakuan dengan
senyawa MJ dan SA. Ditemukan bahwa penambahan/Pretreatment dengan MJ atau SA
meningkatkan efisiensi glikosilasi, namun pemberian secara bersamaan tidak menunjukkan
perbedaan aktivitas glikosilasi. Efek positif pada pemberian 100 M hanya ditemukan pada
10
MJ, sehingga diindikasikan bahwa glukosiltransferase yang terinduksi MJ merupakan
glukosiltransferase yang berperan dalam glikosilasi kurkumin.
Disimpulkan bahwa penambahan kurkumin eksogen pada suspensi kultur C. roseus dapat
secara efisien mengubah kurkumin menjadi turunan glukosida dengan kelarutan yang
meningkat. Efisiensi glukosilasi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan sukrosa pada
medium hingga 85%, dan pretreatment dengan penambahan MJ atau SA pada suspensi sel 24-
48 jam sebelum penambahan kurkumin.
12
dan dikloning pada plasmid pCR2.1-TOPO. Dipilih 9 hasil kloning secara acak, yang
ditemukan memiliki kemiripan signifikan dengan glukosiltransferase tumbuhan. Dengan
melakukan PCR kembali dengan primer universal T3 dan primer reverse yang spesifik
terhadap sekuens 3’, diperoleh amplifikasi penuh klon cDNA.
Daerah open reading frame (ORF) dari CaUGT1 dan CaUGT2 diamplifikasi dengan PCR
untuk mendapatkan insert untuk ekspresi pada vektor plasmid pMAL. Hasil amplifikasi
sepanjang 1,5 kb dikloning pada vektor pMAL-c2 dan disekuensing untuk memastikan tidak
terjadi mutasi. Vektor ekspresi pMAL-CaUGT1 dan pMAL-CaUGT2 kemudian
ditransformasikan pada E. coli JM109. Bakteri yang telah ditransformasi ditumbuhkan pada
medium Luria Bertani mengandung 100 ppm carbenicillin pada suhu 37C hingga OD600
mencapai nilai 1,0, lalu diinduksi dengan IPTG dengan konsentrasi akhir 1 mM. Kultur
diinkubasi kembali pada 30C selama semalaman kemudian dipanen dengan sentrifugasi.
Enzim dipurifikasi dengan sonikasi pelet bakteri dalam 20 mM dapat Tris-HCl (pH 7,6)
mengandung 200 mM NaCl dan 5 mM EDTA, kemudian disentrifugasi pada 12.000 x g selama
15 menit pada 4C. Fraksi terlarut diperlakukan pada kolom resin amilosa dengan eluen 20
mM maltosa dalam buffer kolom. Konsentrasi protein ditetapkan dengan metode Bradford.
Aktivitas enzimatik diujikan secara in vitro dan dikonfirmasi dengan KCKT detektor UV.
13
substrat fenolik, dengan kurkumin sebagai afinitas terbaik. CaUGT2 juga diregulasi secara
meningkat oleh MJ.
Walaupun menghasilkan karakteristik enzim glikosiltransferase dengan aktivitas yang
menjanjikan, percobaan glikosilasi in vivo pada E. coli rekombinan menghasilkan yield produk
hanya sebesar 4% pada kemampuan maksimum, dan hanya menghasilkan kurkumin
monoglukosida. Sehingga dapat disimpulkan bahwa CaUGT2 berpotensi untuk metode
produksi kurkumin glikosida yang aktif secara farmakologis, namun penelitian mengenai
integrasi dan ekspresi gen CaUGT2 masih harus dilanjutkan untuk mencapai efisiensi
biotransformasi kurkumin dan berbagai produk lain melalui mikroorganisme rekombinan.
14
BAB III
KESIMPULAN
3.6 Kesimpulan
15
DAFTAR ACUAN
Gurung, R. B., Gong, S. Y., Dhakal, D., Le, T. T., Jung, N. R., Jung, H. J., ... & Sohng, J. K.
(2017). Synthesis of curcumin glycosides with enhanced anticancer properties using
one-pot multienzyme glycosylation technique. J. Microbiol. Biotechnol, 27(9), 1639-
1648.
Kaminaga, Y., Nagatsu, A., Akiyama, T., Sugimoto, N., Yamazaki, T., Maitani, T., &
Mizukami, H. (2003). Production of unnatural glucosides of curcumin with drastically
enhanced water solubility by cell suspension cultures of Catharanthus roseus. FEBS
letters, 555(2), 311-316.
Kaminaga, Y., Sahin, F. P., & Mizukami, H. (2004). Molecular cloning and characterization
of a glucosyltransferase catalyzing glucosylation of curcumin in cultured Catharanthus
roseus cells. FEBS letters, 567(2-3), 197-202.
Le, T. T., Pandey, R. P., Gurung, R. B., Dhakal, D., & Sohng, J. K. (2014). Efficient enzymatic
systems for synthesis of novel α-mangostin glycosides exhibiting antibacterial activity
against Gram-positive bacteria. Applied microbiology and biotechnology, 98(20),
8527-8538.
Lopresti, A. L. (2018). The problem of curcumin and its bioavailability: could its
gastrointestinal influence contribute to its overall health-enhancing effects?. Advances
in Nutrition, 9(1), 41-50.
Nguyen, T. T. H., Si, J., Kang, C., Chung, B., Chung, D., & Kim, D. (2017). Facile preparation
of water soluble curcuminoids extracted from turmeric (Curcuma longa L.) powder by
using steviol glucosides. Food chemistry, 214, 366-373.
Prasad, S., Tyagi, A. K., & Aggarwal, B. B. (2014). Recent developments in delivery,
bioavailability, absorption and metabolism of curcumin: the golden pigment from
golden spice. Cancer research and treatment: official journal of Korean Cancer
Association, 46(1), 2.
Zhang, X., Ye, M., Li, R., Yin, J., & Guo, D. A. (2010). Microbial transformation of curcumin
by Rhizopus chinensis. Biocatalysis and Biotransformation, 28(5-6), 380-386.
16