Anda di halaman 1dari 53

PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

PEDOMAN PELAYANAN
INSTALASI RADIOLOGI DIAGNOSTIK

Disusun Oleh:
Instalasi Radiologi Diagnostik

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)


PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
2015

i
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

KATA SAMBUTAN

Untuk mewujudkan visi, misi serta tujuan Rumah Sakit secara umum
terkait dengan pelayanan kepada pengguna jasa atau masyarakat maka standart
pelayanan menjadi salah satu hal yang harus mendapatkan perhatian utama
sebagai pijakan.

Untuk mendukung terwujudnya hal tersebut di atas khususnya yang


menyangkut kepuasan pelanggan, dalam hal ini adalah masyarakat pengguna
jasa, maka setiap unit/bagian di jajaran Rumah Sakit harus mempunyai standart
pelayanan yang berfungsi sebagai pedoman sekaligus arah kebijakan yang di
tetapkan. Dengan demikian akan tercapai mutu pelayanan yang prima sesuai
dengan garis kebijakan yang ditetapkan oleh Rumah Sakit.

Standart pelayanan ini dipakai sebagai pedoman kerja sehari-hari dan


selalu di evaluasi setiap 3 (tiga) tahun sekali untuk selalu mengikuti
perkembangan teknologi yang ada.

Purwokerto, Januari 2015


Direktur RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo
Purwokerto

Dr. HARYADI IBNU JUNAEDI, Sp.B


Pembina Utama Muda
NIP. 19620208 198901 1 001

ii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat tersusun buku Pedoman Pelayanan
Radiologi Diagnostik yang dipakai sebagai pedoman dalam melakukan
tindakan pelayanan kepada pengguna jasa, sehingga visi, misi serta tujuan yang
telah dicanangkan bersama dapat terwujud.

Buku pedoman pelayanan ini dapat tersusun atas kerja sama diantara staf
Instalasi Radiodiagnostik serta beberapa pihak yang terkait. Untuk itu kami
menghaturkan rasa terima kasih atas peran sertanya dan semoga dengan
kebaikan tersebut dapat menjadi amal ibadah serta mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa buku pedoman pelayanan ini masih


jauh dari sempurna, untuk itu dengan segala kelapangan hati kami sangat
mengharap kritik maupun saran yang konstruktif demi kesempurnaan buku ini di
masa-masa mendatang.

Purwokerto, Januari 2015


Ka. Instalasi/SMF Radiologi

Dr. Markus B. Rahardjo, Sp.Rad


NIP. 19521001 197807 1 002

iii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA SAMBUTAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
I. PEMERIKSAAN RADIODIAGNOSTIK TANPA BAHAN KONTRAS
Pemotretan Rontgen Sistim Muskuloskeletal ........................................ 7
Pemotretan Ektremitas Superior ........................................................... 7
Pemotretan Ektremitas Inferior ............................................................. 10
Pemotretan Rontgen Cranium/Kepala .................................................. 12
Pemotretan Columna Vertebralis .......................................................... 14
Pemotretan Rontgen Thorax ................................................................. 17
Pemotretan Rontgen Abdomen ............................................................. 17
Pemotretan pada Kasus-Kasus Darurat Medis ..................................... 19

II. PEMERIKSAAN RADIODIAGNOSTIK DENGAN MEDIA KONTRAS


Pemeriksaan OMD ................................................................................ 25
Pemeriksaan Colon in Loop .................................................................. 27
Pemeriksaan Lopografi ......................................................................... 29
Pemeriksaan IVP .................................................................................. 30
Pemeriksaan HSG ................................................................................ 32
Pemeriksaan Urethrocystography ......................................................... 33
Pemeriksaan Fistulografi ...................................................................... 35
Pemeriksaan CT Scan dengan Media Kontras ..................................... 36
Pemeriksaan MRI dengan Media Kontras ............................................ 37

III. PEMERIKSAAN USG


Pemeriksaan USG Kepala .................................................................... 40
Pemeriksaan USG Kelenjar Tyroid ....................................................... 40
Pemeriksaan USG Sistem Hepatobillier ............................................... 42
Pemeriksaan USG Sistema Uropoetika ................................................ 43
Pemeriksaan USG Sistema Genitalia Interna Wanita ........................... 44
Pemeriksaan USG Testis ...................................................................... 45

IV. PEMERIKSAAN CT SCAN TANPA MEDIA KONTRAS


Pemeriksaan CT Scan Kepala ............................................................. 47
Pemeriksaan CT Scan Thorax/Paru .................................................... 48
Pemeriksaan CT Scan Abdomen ………………………………………. 48
Pemeriksaan CT Scan Vertebrae ………………………………………. 48

V. PEMERIKSAAN MRI TANPA MEDIA KONTRAS


Pemeriksaan MRI Kepala ..................................................................... 50
Pemeriksaan MRI Vertebrae ................................................................. 51
Pemeriksaan MRI Abdomen ................................................................. 51
Pemeriksaan MRI Shoulder joint .......................................................... 52
Pemeriksaan MRI Knee Joint ............................................................... 52
Pemeriksaan MRU………………………………………………………… 53

LAMPIRAN

iv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

I. PEMERIKSAAN RADIODIAGNOSTIK
TANPA MEDIA KONTRAS

PENGERTIAN UMUM :

Pelayanan pemeriksaan Radiodiagnostik Tanpa Media Kontras adalah


pemeriksaan imejing Radiodiagnostik dengan menggunakan Teknik Radiografi
(Pemotretan Rontgen) menggunakan Pesawat Sinar-X Diagnostik.

INDIKASI :

1. Kelainan pada sistema tulang, sendi dan otot (muskuloskeletal)

2. Kelainan pada sistema pernafasan (respirasi)

3. Kelainan pada sistema saluran pencernaan (gastrointestinal)

4. Kelainan pada sistema saluran urogential

5. Pasca trauma

6. Evaluasi pasca tindakan medis/pengobatan

KONTRA INDIKASI :

1. Absolut : Tidak ada

2. Relatif : Tergantung keadaan umum Pasien

PERALATAN STANDAR UNTUK PEMERIKSAAN :

1. Pesawat Sinar-X (Pesawat Rontgen) dengan berbagai tingkatan spesifikasi


(kV dan mAs).

2. Pesawat Whole body CT-Scanner

3. Pesawat MRI

4. Kaset/Imaging Plat dan Film Rontgen semua ukuran

5. Marker

6. Pakaian pasien selama pemeriksaan

7. Perlengkapan proteksi radiasi

8. Workstation CR dengan segala perlengkapannya untuk film processing

9. Pesawat Mammografi

10. Pesawat Gigi (Panoramic Chepalometry dan Dental Unit Intra Oral)

v
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

PERSIAPAN PEMERIKSAAN :
1. Seluruh accessories logam yang dipakai pasien pada daerah yang akan
dilakukan pemotretan dilepaskan

2. Pasien diposisikan sesuai posisi standar posisi pemeriksaan yang akan


dilakukan

3. Setting parameter ekposi dengan acuan yang telah ditetapkan pada buku
petunjuk operasional dan masing-masing pesawat

TEKNIS PEMOTRETAN RONTGEN :

Mengacu kepada Prosedur Tetap (PROTAP) medis yang diberlakukan untuk


pelayanan medis pemeriksaan imejing radiodiagnostik tanpa menggunakan
media kontras di Instalasi Radiodiagnostik RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.

vi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

PEMOTRETAN RONTGEN SISTEM MUSKULOSKELETAL

PEMOTRETAN EKTREMITAS SUPERIOR (ANGGOTA GERAK ATAS)

Ossa Manus (tulang-tulang tangan)

Pasien duduk menyamping disisi meja pemeriksaan. Kaset diletakkan di atas


meja pemeriksaan, dan tangan yang akan diperiksa diletakan di atas kaset
bagian tengah

1. Proyeksi Postero Anterior (arah sinar dari dorsum manus ke volar) :

 Posisi obyek telapak tangan menempel pada kaset, jari-jari tangan


lurus
 FFD : 90 cm ; CR : vertical ; CP : caput metacarpal III
 Acceptance Criteria (AC) : tampak gambaran tulang-tulang tangan
(ossa carpelia, ossa metacarpelia dan phalanx (kecuali phalanx ibu jari
tampak pada posisi obligue)

2. Proyeksi Oblique Posterior :

 Posisi obyek : sisi ulna jari kelingking menempel pada kaset, telapak
tangan endorotasi membentuk sudut 45 o terhadap kaset. Jari tangan yang
lain diatur renggang dengan ujung jari menempel pada permukaan kaset.
 FFD : 90 cm : CR vertical ; CP metacarpophalangael joint digit

3. Proveksi Lateral :

 Posisi obyek : Telapak tangan sisi ulna menempel pada kaset, vertical
terhadap permukaan kaset. Jari-jari tangan merapat dengan posisi fleksi
 FFD : 90 cm : CR vertical : CP : metacarapalia dan phalanx superposisi
kecuali metacarpal digit 1

Pemotretan Sistema Tulang Anterbrachii (Lengan Bawah)

Ossa Anterbrachii (Lengan Bawah)

Posisi pasien duduk menyamping meja pemeriksaan, lengan bawah diletakkan di


atas kaset bagian tengah.

1. Proyeksi Anterior Posterior (AP) :

 Posisi obyek : lengan bawah diletakkan terlentang memanjang true lateral


di atas kaset.
 FFD : 90 cm ; pertengahan anterbrachii pada aspek ventral.

vii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

 Acceptence criteria tampak gambar AP tulang Antera chii, Os Ulna dan


Os radius terpisah satu sama lain.

2. Proyeksi Lateral (LAT) :

 Posisi obyek : sendi fleksi 90°, lengan bawah diletakkan miring di atas
kaset dengan tepi digit V menempel pada permukaan kaset. Sendi bahu
direndahkan mendekati meja pemeriksaan, sehingga sendi siku dapat
diposisikan miring (trulateral). Sendi pergelangan tangan diposisikan true
lateral, dengan gmbaran kedua persendian tersebut diusahakan masuk
kedalam Film.
 FFD 90 cm : CR vertical : CP pertengahan antebrachi pada spekm pada
aspek radialiq.
 Acceptance critea : Acceptance criteria ; tampak gambar aspek lateral
ossa anterbrachii. Os ulna dan Os radius superposisi satu sama lain
terutama pada, bagian distal dan proximal. Sendi siku pada, batas
proximal dan pergelangan tangan pada, batas distal keduanya akan
gambaran aspek lateral.

Pemotretan sendi siku:

Posisi pasien duduk menyamping meja pemeriksaan pada sisi tangan yang akan
difoto.
Kaset diletakkan di atas meja pemeriksaan.

1. Proyeksi Anterior Posterior (AP) :

 Posisi obyek : sendi siku ektensi penuh, kemudian ditempatkan supine


true AP dibagian tengah kaset.
 FFD : 90 cm; CR vertikal ; GP pada pertengahan sendi.
 Acceptance criteria: sendi siku tampak seluruhnya dalam aspek AP,
Rongga sendi tampak jelas, beserta caput os radius dan capitulum
humerus.

2. Proyeksi Lateral (LAT) :

 Posisi obyek : sendi siku fleksi 90o, lengan bawah dan tangan diposisikan
lateral (miring), dengan sisi ulna pada permukaan kaset. Sendi bahu
direndahkan, sendi siku diatur true lateral.
 FFD : 90 cm; CR Vertikal ; GP epycondylus.
 Acceptance criteria: tampak gambar sendi siku dengan sudut 90 o

viii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

Pemotretan Os Humeus (lengan atas):

Posisi pasien supine berbaring di atas meja pemeriksaan, kaset diletakkan di


atas meja pemeriksaan.

1. Proyeksi Antero Posterior (AP) :

 Posisi obyek : Lengan atas dan bawah lurus, sedikit abduksi dan
diposisikan supine, lengan atas diletakkan memanjang pada pertengahan
kaset, sendi siku dan masuk dalam lapangan pemotretan dan gambaran
true AP (dapat dilakukan pada posisi erect dengan menempatkan
kaset dibelakang obyek secara vertikal).
 FFD : 90 cm ; C-R vertikal apabila pasien supine, dan horizontal jika
pasien berdiri : CP : pertengahan os humerus.
 Acceptance criteria: tanpak gambar os humerus pada aspek AP, dengan
batas proxcimal sendi bahu dan bats distal sendi siku. Caput humerus
menghadap ke medial.

2. Proyeksi Lateral (LAT) :

• Posisi obyek : Lengan atas ditempatkan memanjang pada garis tengah


film, endorotasi, telapak tangan menghadap ke medial, t, sendi siku posisi
fleksi sendi siku dan sendi bahu masuk dalam lapangan pemotretan.
• FFD . 90 cm : CR vertical apabila pasien supine, dan horizontal jika
pasien erect : GP : pertengan os humerus.
• Acceptance criteria : tampak gambar os humerus pada aspek lateral,
dengan batas proxcimal sendi bahu dan batas distal sendi siku. Caput
humerus menghadap ke medial.

Pemotretan Os Clavicula :

Posisi pasien berbaring (supine) atau tegak (erect), kaset ditempatkan di bawah
punggung.
Pemotretan hanya menggunakan proyeksi AP :

1. Proyeksi Anterio Posterior :

 Sendi bahu pada sisi yang sedikit sehat diganjal agar sendi bahu
pada posisi yang sakit menempel pada permukaan kaset. Lengan sisi
yang sakit diposisikan lurus disamping tubuh.
 FFD 90 cm: CR vertical untuk posisi supine dan horizontal untuk
posisi erect. CP : sudut atas scapula.

ix
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

 Acceptance criteria: tampak gambaran aspek AP clavicula (bagian


proximal overlap dengan costae)

PEMOTRETAN EKSTREMITAS INFERIOR (ANGGOTA GERAK BAWAH)

Pemotretan Ossa Pedis :

Posisi pasien duduk atau berbaring (supine) di atas meja pemeriksaan. Kaset
ditempatkan di atas meja pemeriksaan tungkai yang sehat (tidak difoto) dan
posisi lurus, tungkai yang sakit dalam keadaan fleksi sendi lutut.

1. Proyeksi Dorso – Plantar :

 Posisi obyek : Sendi lutut fleksi, telapak kaki diposisikan di atas kaset.
 FFD: 90 cm: CR vertical: CP: Basisi matatarsal
 Acceptance criteria : tarnpak gambaran ossa pedis aspek dorso plantar
ossa tanalia, ossamatatarselia.

2. Proyeksi Dorso - Plantar Oblique :

 Posisi obyek : Tungkai diposisi condong ke medial, sehingga sisi lateral


plantar pedis terangkat (tidak menempel permukaan kaset) 1.k.30 o
terhadap permukaan kaset.
 FFD 90 cm: CR vertical : CP : Basisi matatarsal dll.
 Acceptance criteria: tampak gambaran aspek oblique tulang jari-jari kaki.

Pemotretan Ossa Cruris :

Pasien pada posisi duduk atau supine di atas meja pemeriksaa& Kaset
diletakkan di atas meja.

1. Proyeksi Anterior Posterior :

 Posisi obyek : Tungkai bawah yang akan difoto diposisikan true-AP di atas
kaset
 FFD : 90 cm CR vertical : CP pertengahan cruris
 Acceptance criteria: tampak gambaran aspek AP dari os fibula (tidak
terjadi superposisi)

2. Proyeksi lateral (LAT) :

 Posisi obyek : Tungkai bawah yang akan difoto diposisikan true lateral
memanjang di atas kaset. Tungkai yang sehat dalam posisi fleksi genu.
 FFD 90 cm: CR vertical : CP pertengahan cruris

x
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

 Acceptance criteria : gambaran ossa crusis aspek AP dari aspek true


lateral gainbaran os tibia dan os fibula super posisi.

Pemotretan Os Femur :

Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan, dengan kedua tungkai lurus.
Kaset diletakkan di atas meja pemeriksaan.

1. Proyeksi Antero Posterior :

 Posisi obyek : Tungkai di atas yang akan difoto diposisikan true AP


memanjang di atas kaset yang ditempatkan di atas meja pemeriksaan.
Daerah yang diduga mengalami kelainan harus diupayakan masuk
kedalam lapangan pemotretan.
 FFD : 90 cm : CR vertical : CP pada os femur pertengahan lesi
 Acceptance criteria : tampak gambar aspek true AP dari os femur, harus
diupayakan batas bawah (sendi lutut) dan batas atas (hip joint) dapat
masuk lapangan pemotretan (dapat menggunakan 2 film).

2. Proyeksi Lateral :

 Posisi obyek : Tungkai bawah yang akan difoto diposisikan true lateral,
memanjang di atas kaset dengan pasien tidur miring, sendi lutut fleksi
ringan. Tungkai yang akan difoto (sehat) diposisikan dibelakang
(Posterior) dari tungkai yang akan difoto.
 FFD 90 cm : CR vertical : CP pada pertengahan os femur.
 Acceptance criteria: tampak gambaran aspek true lateral os femur.
Bayangan hip joint dapat superposisi dengan bagian proximal os femur.

Pemotretan Pelvis :

Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan, pemotretan hanya dilakukan


pada standar posisi AP.

1. Proyeksi Antero Posterior (AP) :

 Posisi obyek : mid sagital plane dari pelvis diposisikan pada garis tengah
meja pemeriksaan dan tegak lurus. Kedua bahu pada posisi sejajar,
kedua siku fleksi telapak tangan di atas dada. Jarak SIAS kanan dan kiri
kearah garis tengah meja pemeriksaan sama.
 FFD : 90 cm : CR vertical : CP : titik yang berjarak 5 cm di atas sympisis
pubis.

xi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

 Acceptance criteria : tampak gambaran aspek AP sistema tulang pelvis


dan bagian proxsimal kedua femur.

PEMOTRETAN RONTGEN CRANIUM (KEPALA)

Proyeksi pemotretan dilakukan sesuai dengan indikasi klinis, antara lain meliputi
1. Pada pemotretan foto kepala rutine : dikerjakan pemotretan proyeksi AP
dan lateral.
2. Pada Pemotretan foto kepala 3 posisi : dikerjakan pemotretan proyeksi
AP, lateral dan Towne's.
3. Pada pemotretan foto kepala untuk penilaian sinus para nasalis (SPN):
Dikerjakan pemotretan proyeksi AP dan Water's.
4. Foto proyeksi Basisi Cranii dapat dikerjakan atas permintaan (dicantumkan
pada blanko permintaan foto).

1. Proyeksi Antero Posterior (AP) :

 Posisi pasien : Supine, berbaring di atas meja pemeriksaan.


 Posisi obyek : MSP kepala tepat pada garis tengah meja pemeriksaan,
kepala tegak lurus, kedua bahu dalam posisi sejajar. Kepala kondisi
ringan sehingga OML tegak lurus terhadap meja pemeriksaan. Kedua
lengan lurus di samping tubuh. Titik glabella diposisikan pada
pertengahan kaset
 Menggunakan Bucky/grid.
 FFD 90 cm: CR vertikal : CP titik glabella.
 Acceptance criteria : tampak gambaran kedua orbita simetris, kedua os
prtrosum superposisi dengan dinding bawah orbita. Gambaran seluruh
sistema tulang croniofacial tidak terpotong.

2. Proyeksi Lateral (LAT) :

 Posisi pasien : "semiprone" di atas meja pemeriksaan. Lengan dan kaki


sisi lateral lesi lurus, sedangkan yang kontralateral posisi fleksi (pada
sendi lutut dan sendi siku).
 Posisi obyek : kepala diposisikan sedemikian sehingga MAE berada pada
garis tengah kaset dan MSP dari kepala tegak lurus kaset.
 FFD 90 cm : CR vertikal : CP 5 cm superior MAE.
 Acceptance criteria : tampak gambaran rongga kepala, tanpa rotasi.
Ramus manibula saling superposisi, rongga orbite superposisi, kedua

xii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

MAE dan mastosid saling superposisi, dan TMJ superposisi dengan sella
tursica.

3. Proyeksi Towne's :

 Posisi pasien : Supine MSP tubuh tegak lurus dan tepat pada garis tengah
meja pemeriksaan. Kedua bahu posisi sejajar.
 Posisi obyek : MSP kepala tepat pada pertengahan kaset dan tegak lurus
pada bidang horizontal (permukaan kaset/meja pemeriksaan). Kepala
fleksi sehingga OML tegak lurus terhadap permukaan kaset. Posisi kaset
diatur sehingga tepi cranial kaset setinggi tepi kepala (vertex)
 FFD 90 cm : CR membentuk sudut 30° cadual terhadap OML : CP titik 5
cm di atas glabella: CP 5 cm
 Acceptance criteria : Os occipital terbebas dari superposisi, kedua
petrosum tampak simetris, dorsum sellae dan proccesusu slinideus
posterior terproyeksi pada foramen magnum.

4. Proyeksi Water's :

 Posisi pasien di atas meja pemeriksaan. MSP tubuh tegak lurus dan tepat
pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua lengan lurus disamping
tubuh dan kedua bahu sejajar.
 Posisi obyek : ITS kepala tepat pada garis tengah, ujung dagu menempel
pada permukaan kaset (grid). Kepala diatur sedemikian sehingga OML
membentuk sudut 37° terhadap kaset. Acanthion berada pada titik tengah
kaset.
 FFD 90 cm: CR vertikal : CP pada ubun-ubun (vertex) sehingga sinar
melalui acanthion.
 Acceptance criteria : kedua rongga orbita tampak simetris, tampak sinus
maxillaries, os maxilla, dan os zygomaticum.

5. Proyeksi Schuller :

 Posisi pasien semiprone di atas meja pemeriksaan.


 Posisi obyek : (sama dengan proyeksi lateral cranium)
 Menggunakan Bucky/Grid
 FFD 90 cm: CR 20°-25° cranion caudal : CP 2,5 cm di atas MAE
 Acceptance criteria : terlihat dengan jelas foamen spinosus, dan condylus
mandibula.

xiii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

6. Proyeksi Basis Cranii :

 Posisi pasien supine


 Posist obyek : MSP kepala tepat pada garis tengah meja pemeriksaan,
kedua bahu dalam posisi sejajar. Kepala hiperekstensi sehingga
membentuk sudut 90° terhadap kaset/film.
 Menggunakan Bucky/Grid
 FFD 90 cm: CR vertikal : CP pertengahan angulus mandibula.
 Kriteria yang dapat diterima : terlibat dengan jelas foramen spinosus, dan
condylus mandibula.

PEMOTRETAN COLLUMNA VERTEBRALIS

Foto ossa Vertebrata Cervical

1. Proyeksi Antero Posterior (AP) :

 Posisi pasien supine atau erect (berdiri)


 Posisi obyek : MSP tubuh tepat pada garis tengah meja pemeriksaan,
atau garis tengah grid apabila posisi pemotretan pasien berdiri. Kedua
bahu diatur sejajar dengan kepala ekstensi ringan, sehingga bidang
oclusal dan kedua ujung proccesus mastoideus berada pada satu bidang
datar. Posisi kaset diatur sehingga sinar sumbu primer jatuh pada
pertengahan kaset
 FFD 90 cm. CR 15°-20° Cephalad : CP titik bawah cartilago Thyroid
menuju ke vertebrata Cervicalis-4
 Acceptance criteria : tampak V. Cervicalis-2 sampai dengan V. Thoracalls-
3 DIV tampak terbuka Proccesus spinosus jaraknya sama dengan pedikel.

2. Proyeksi Lateral (LAT) :

 Posisi pasien berdiri menyamping


 Posisi obyek : Mid coronal plane yang melewati plane yang melewati
kedua proccesus mastoideus diposisikan tepat pada pertengahan kaset.
Kedua bahu diatur sejajar dengan tubuh true lateral dengan sumbu
panjang cervical sejajar dengan film. Pandangan pasien kedepan dengan
dagu sedikit terangkat keatas.
 FFD 90 cm : CR horizonta : CP pertengahan V. Cervicalis – 4

xiv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

 Acceptance criteria : seluruh vertebrata cervical tampak (dapat dievaluasi)


dengan V. cervacalis-4 pada posisi sentral.

3. Proyeksi Oblique :

 Posisi pasien berdiri menyamping


 Posisi obyek : dari posisi true lateral pasien sedikit memutar
(oblique) sehingga menyudut terhadap film IK 45° terhadap film. Kedua
bahu sejajar, kedua lengan lurus kebawah, kepala menyudut mengikuti
badan. FFD : 90 cm, CR horizontal pada posisi pasien dan vertikal pada
posisi pasien Supine, CP : V. Cervicalia-4
 Acceptance criteria : seluruh V. cervicalis tampak.

Foto Ossa Vertebrata Thoracal/lumbal :

1. Proyeksi Antero Posterior (AP) :

 Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan


 Posisi obyek : MSP tubuh diposisikan tegak lurus dan tepat pada garis
tengah meja pemeriksaan. Kedua bahu sejajar, kedua lengan lurus
kesamping tubuh. Pertengahan film setinggi V. Thoracal-6, dan sisi atas
film I.k. 5 cm di atas bahu.
 FFD 90 cm : CR vertikal tegak lurus midaxillary line menuju pertengahan
film: CP V Thoracalis-7
 Acceptance criteria: Seluruh V. Thoracalis - 1 sampai dengan V.
Thoracalis-12 tampak secara jelas. Proccesus siponosus tampak di
tengah-tengah collumna vertebralis.

2. Proyeksi Lateral (LAT) :

 Posisi pasien true lateral, berbaring miring di atas meja pemeriksaan.


 Posisi obyek: letakkan bantal di bawah kepala pasien. MSP diupayakan
tetap lurus. Kedua sendi panggul dan sendi lutut posisi fleksi. Garis
midaxillary diposisikan tepat pada garis tengah meja pemeriksaan, dan
lurus. Kedua tangan diposisikan di depan tubuh.
 FFD 90 cm: CR vertikal tegak lurus midaxillary line menuju pertengahan
film : CP V Thoracalis-7
 Acceptance criteria . seluruh V Thoracalis tampak dengan baik, kecuali
segmen atas karena superposisi dengan bahu.

xv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

3. Proyeksi Oblique Thorocal/lumbal :

 Posisi pasien : oblique membuat sudut dengan bidang permukaan meja


i.k. 45 (memutar ke medial)
 Posisi obyek : kaki yang dengan permukaan meja pemeriksaan tetap,
lurus, dan kaki yang lain fleksi pada sendi lutut i.k. 60. Kedua tangan
diletakkan di bawah kepala-
 FFD 90 cm : CR vertikal, tegak lurus tubuh : CP untuk V. Thorocal
diarahkan pada V. Thorocal-6, dan untuk V. lumbal pada V. Lumbal-3
 Acceptance criteria : V. Thorocal-1 sampai dengan V. Thorocal-5 tampak
jelas V. lumbal-6 sampai dengan V. lumbal-5 terlihat jelas. Foramen
vertebralis terlihat jelas.

Foto Ossa Lumbo Sacral :

1. Proyeksi Antero Posterior (AP) :

 Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan


 Posisi obyek : MSP tubuh diposisikan tegak lurus dan tepat pada garis
tengah meja pemeriksaan. Kedua bahu sejajar, posisi kepala diatur
sehingga MSP kepala berada dalam satu bidang (lurus) dengan MSP
tubuh. Kedua siku fleksi dan tangan diletakkan di atas dada. Kedua lutut
diupayakan sedekat mungkin dengan permukaan meja pemeriksaan.
Pertengahan kaset diposisikan setinggi Krista illiaca.
 FFD 90 cm: CR vertikal : CP titik setinggi V lumbal-4 atau V. lumbal -5,
atau, titik pertengahan garis yang menghubungkan kedua Krista lliaca.
 Acceptance criteria : Tampak V.Iumbal-1 sampai dengan V.1umbal-5,
discus intervertebrata, proccessus transverses dan proccesusu sipnosus.
Di samping itu tampak pula segmen vertebrata thoracal, Os sacrum, dan
Os Coxygeus.

2. Proyeksi Lateral (LAT) :

 Posisi pasien berbaring di atas meja pemeriksaan true lateral. Kedua


sendi panggul dan sendi lutut fleksi.
 Posisi obyek : garis midaxiller tubuh diposisikan tegak lurus dan tepat
pada garis tengah meja pemeriksaan. MSP kepala diupayakan berada
pada satu bidang (garis lurus) dengan MSP tubuh. Sumbu panjang tubuh
diupayakan betul-betul horizontal dengan mengganjal bagian perut
pasien.

xvi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

 FFD 90 cm : CR tegak lurus terhadap midaxillary line pada daerah


pertemuan dengan garis yang menghubungkan krista lliacia.
 Acceptance criteria : tampak aspek lateral V. Lumbal-1 sampai dengan
V.Lumbal-5, DIV, proccesus spinosusu, dan hubungan antara lumbal dan
sacrum. Tampak foramen intervertebralis bagian atas, Os sacrum, dan Os
Coxygeus.

PEMOTRETAN RONTGEN THORAX

Posisi standar pembuatan foto thorax adalah proyeksi Postero Anterior (PA)
 Posisi pasien tegak/berdiri menghadap kaset/grid
 Posisi obyek : MSP tubuh tepat pada garis tengah kaset, kepala agak
menengadah, kedua ektremitas endorotasi dengan dorsum manus menempel
Krista lliaca. Kedua bahu sejajar dan didorong ke depan sehingga menempel
pada bidang permukaan kaset. Tepi atas kaset l.k. 5 cm di atas bahu. Pada
saat ekspose pasien diminta melakukan inspirasi penuh.
 FFD 90 cm: CR horizontal : CP pada MSP setinggi V. Thoracal-7.
 Acceptance criteria : Stenoclavicular joint kanan-kiri simetris, Kedua apax
paru terproyeksi di atas clavicula. Diafragma tampak cukup datar, ujung costa
5/6 depan l.k. berada pada pertengahan diafragma.

PEMOTRETAN RONTGEN ABDOMEN

Pemotretan rontgen abdomen dapat dilakukan dalam beberapa serial posisi


sesuai dengan indikasi klinis yang mendasari permintaan pemeriksaan.

1. Proyeksi Antero Posterior Supine :

 Posisi pasien supine diatas meja pemeriksaan


 Posisi obyek : MSP diposisikan tegak lurus, tepat pada garis tengah meja
pemeriksaan. Kedua bahu sejajar, kedua siku fleksi dan diposisikan
diatas. Kaset ditempatkan dengan pusat (sentral) setinggi krista lliaca.
 FFD 90 cm : CR vertikal : CP pada titik pertengahan garis yang
menghubungkan kedua Krista lliaca.
 Acceptance criteria : tampak bayangan (contour) liver, spleen, dan ginjal.
Tampak bayangan garis pre-peritoneal flat, dan udara dalam usus.

xvii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

2. Proyeksi Antero Posterior Erect/Tegak :

 Posisi pasien berdiri membelakangi kaset.


 Posisi obyek : MSP tubuh diposisikan tepat pada garis tengah kaset/grid.
Kedua bahu sejajar, dan kedua tangan lurus disamping tubuh. Titik tengah
Kaset film diposisikan setinggi 5-7,5 cm diatas titik pertengahan garis
yang menghubungkan kedua Krista lliaca
 FFD 90 cm: CR horizontal : CP pada titik 5-7,5 cm di atas pertengahan
untuk garis yang menghubungkan kedua Krista lliaca.
 Acceptance criteria : tampak sympisis pubis sampai dengan bagian atas
abdomen. Tampak garis preperitoneal fat, muskulus psoas, contour pole
bawah ginjal, ujung costae segmen bawah, segmen V. Thoracalis
segmenbawah V. Lumbal dan Os Sacrum.

3. Proyeksi Left Lateral Decubitus (LLD) :

 Posisi pasien tidur true lateral diatas meja pemeriksaan, dengan sisi kiri
diatas meja pemeriksaan.
 Posisi obyek : Kedua sendi fleksi diposisikan diatas, kedua sendi lutut
fleksi. Kaset diposisikan sehingga diafragma masuk kedalam lapangan
pemotretan.
 FFD 90 cm : CP l.k. pada pertengahan (sentral) kaset; CR vertical.
 Acceptance criteria: Tampak dinding abdomen sampai dengan sedikit di
atas diaphragma. Tampak dinding abdomen dengan garis pre peritoneal
fat

4. Proyeksi Semi Erect (setengah duduk) :

 Posisi pasien setengah duduk di atas meja pemeriksaan, membentuk


sudut l.k. 60 dengan permukaan meja pemeriksaan.
 Posisi obyek : kedua tangan lurus di samping menyangga berat tubuh.
Kaset di posisikan di belakang punggung dilengkapi grid.
 FFD 90 cm : CR tegak lurus sumbu tubuh : CP pada umbilicus.
 Acceptance criteria : tampak lapangan abdomen sampai dengan diatas
diaphragma.

xviii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

PEMOTRETAN PADA KASUS-KASUS DARURAT MEDIS

Dilakukan pelayanan pemeriksaan Radiodiagnostik sesuai dengan permintaan


dokter pengirim dan dilakukan pemotretan dengan teknis dan standar proyeksi
pemeriksaan seperti telah diuraikan diatas.
Penyerahan hasil pemeriksaan dilakukan untuk kasus darurat dilaksanakan
dalam waktu maksimal 24 jam sesudah pemotretan selesai dilakukan (one day
service).

TRAUMA KEPALA :

1. Proyeksi pemotretan sesuai dengan permintaan dokter pengirim.


2. Standar teknik pemotretan mengacu pada teknik pemotretan kepala
(Cranium) untuk plaint foto maupun CT-Scan.
3. Tujuan pemeriksaan ;
a. Melakukan identifikasi kemungkinan adanya fraktur, perdarahan ekstra
dan atau intracerebral.
b. Memberikan masukan/saran kepada kepala dokter pengirim tentang
kemungkinan pemeriksaan lanjut dibidang Radiodiagnostik.

TRAUMA VERTEBRATA :

1. Proyeksi pemotretan sesuai dengan permintaan dokter pengirim.


2. Standar teknik pemotretan mengacu pada teknik pemotretan collumna
vertebralis.
3. Tujuan pemeriksaan :
a. Mengidentifikasikan kemungkinan adanya fractur pada corpus vertebalis,
discus intervertebralis, dan kemungkinan kelainan lain dari struktur yang
terkait.
b. Memberikan masukan/saran kepada dokter pengirim tentang
kemungkinan pemeriksaan lanjutan di bidang Radiodiagnostik

TRAUMA THORAX :

1. Proyeksi pemotretan sesuai dengan permintaan dokter pengirim.


2. Standar teknik pemotretan mengacu pada teknik pemotretan Thorax
3. Tujuan pemeriksaan :
a Mengidentifikasi kemungkinan adanya fractur tulang dinding thorax.
b. Mengidentifikasi kemungkinan adanya kemungkinan komplikasi akibat
trauma thorax (hemothorax, pneuthorax, mediastinum shif corpus
allienum, dll)

xix
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

c. Memberikan masukan/saran kepada dokter pengirim tentang


kemungkinan pemeriksaan lanjutan di bidang Radiodiagnostik apabila
diperlukan.

TRAUMA TRAKTUS URINARIUS :

1. Pemeriksaan imejing Radiodiagnostik untuk kasus trauma pada kasus


urinarius dilakukan dengan menggunakan modalitas imejing :
a. Radiodiagnostik tanpa media kontras (Plain Foto Abdomen, Foto
Abdomen 3 posisi)
b. Radiodiagnostik menggunakan media kontras
c. Ultrasonografi Abdomen
d. CT-Scan Abdomen menggunakan media kontras
2. Standar teknis pemotretan pada pemeriksaan pada pemeriksaan
radiodiagnostik dengan atau tanpa media kontras mengacu pada posisi
standar dari masing masing jenis pemeriksaan (plain foto abdomen, IVP,
cystografi, CT-scan)
3. Tujuan Pemeriksaan:
a. Mengidentifikasi adanya kemungkinan dan kelainan pada sistema traktus
urinarius.
b. Memberikan masukan/ saran kepada dokter pengirim tentang
kemungkinan pemeriksaan lanjut dalam bidang Radiodiagnostik yang
perlu dilakukan.

TRAUMA HEPAR :

1. Jenis Pemeriksaan Radiodiagnostik sesuai dengan permintaan dokter


pengirim.
2. Teknis pemeriksaan mengacu pada prosedur tetap standar pelayanan
pemeriksaan imejing diagnostik :
a Abdomen 3 posisi
b. USG Abdomen
c. CT-Scan Abdomen
3. Tujuan pemeriksaan :
a. Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya lacerasi atau ruput hepar dengan
organ intraabdominal sekitarnya
b. Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya hematoma.
c. Mengidentifikasi kemungkinan terjadinya internal bleeding
d. Mengidentifikasi kemungkinan adanya udara bebas intra abdominal.

xx
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

c. Memberikan masukan/saran pemeriksaan lanjutan yang diperlukan dalam


bidang Radiodiagnostik apabila diperlukan

TRAUMA LIEN/SPIEEN :

1. Jenis pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan permintaan dokter


pengirim
2. Teknis pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar pelayanan
pemeriksaan imejing diagnostik
a. Abdomen 3 posisi
b. USO Abdomen
c. CT-Scan Abdomen
3. Tujuan Pemeriksaan:
a. Mengidentifikasi kemungkinan adanya ruptur kelainan organ lain.
b. Mengidentifikasi kemungkinan adanya internal bleeding.
c. Memberikan saran/masukan pemeriksaan lanjutan yang diperlukan dalam
bidang diagnostik apabila diperlukan.

TRAUMA ORBITA :

1. Jenis pemeriksaan imejing diagnostik yang dilakukan sesuai dengan


permintaan dokter pengirim
2. Teknis pemeriksaan mengacu pada prosedur standar pelayanan
pemeriksaan imejing diagnostik:
a. Foto Cranium dengan standar proyeksi Antero Posterior (AP), Lateral
(LAT), dan Cadwell (foto proyeksi orbita).
b. Foto Craillum proyeksi AP dan Lateral dengan marker cincin.
c. CT-Scan kepala (Orbital) dengan irisan coranal dan atau sagital
3. Tujuan pemeriksaan :
a. Mengidentifikasi kemungkinan adanya fraktur dinding orbita
b. Mengidentiflkasi kemungkinan adanya corpus allienum
c. Mengidentifikasi kemungkinan adanya hematome periorbital
d. Memberikan saran masukan pemeriksaan lanjutan yang diperlukan
dalam bidang imeging diagnostik apabila diperlukan.

ACUT ABDOMEN :

1. Jenis pemeriksaan imejing diagnostik yang dilakukan sesuai dengan


permintaan dokter pengirim
2. Teknis pemeriksaan mengacu pada prosedur standar pelayanan
pemeriksaan imejing diagnostik : Abdomen 2/3 posisi. Pada pasien dengan

xxi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

keadaan umum yang buruk sehingga pemotretan proyeksi LLD sulit


dikerjakan, maka dilakukan subtitusi CR sinar vertical dengan sinar
horizontal.
3. Tujuan pemeriksaan :
a. Mengidentifikasikan adanya tanda-tanda gangguan passage (illeus) dan
menentukan jenisnya (obstuktif atau paralytic).
b. Mengidentiflkasi kemungkinan adanya komplikasi yang diakibatkan oleh
gangguan passage tersebut (udara bebas, peritonitis, ascites)
c. Memberikan saran/masukan pemeriksaan lanjutan didalam bidang
radiodiagnostik apabila diperlukan.

ASPIRASI BENDA ASING/CORPUS ALLIENUM :

1. Jenis pemeriksaan imejing diagnostik yang dilakukan didasarkan atas


keterangan klinis yang tertulis pada permintaan dokter pengirim
2. Teknis pemeriksaan mengacu pada prosedur pemotretan minimal dilakukan
dalam 2 proyeksi sebagai upaya menentukan posisi geometric,
a. AP dan oblique, atau.
b. Lateral dan oblique,
c. Lateral dan oblique, dengan atau tanpa maker di kulit (eksternal)
3. Memberikan saran masukan pemeriksaan lanjutan dibidang imejing
diagnostik apabila diperlukan
4. Tujuan pemeriksaan
Memberikan informasi tentang posisi (geometris) corpus alineum.

INVAGINSI :

1. Tujuan pemeriksaan: diagnostik kalau mungkin terapi.


2. Jenis pemeriksaan : merupakan imejing radiodiagnostik menggunakan media
kontras barium.
3. Standar teknis pemeriksaan Barium enema:
a. Dibuat plain foto abdomen sebagai base line data film mengacu pada
proyeksi standar AP, supine.
b. Pemeriksaan Barium enema tidak dilakukan (kontra indikasi) apabila telah
didapatkan tanda-tanda adanya peritonitis dengan atau tanpa adanya
perforasi usus.

xxii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

c. Dilakukan pemeriksaan Barium enema dengan ketinggian posisi antara


permukaan stock kontras didalam wadah dengan meja pemeriksaan
kurang dari 100 cm.
d. Untuk keperluan diagnostik foto diambil secara serial.
e. Untuk tujuan terapi, reposisi dianggap gagal apabila telah dicoba tiga kali
tidak berhasil.

ASTRESIA ANI :

1. Tujuan pemeriksaan : memerlukan jenis atresia (letak tinggi letak rendah)


2. Standar teknis pemeriksaan imejing Radiodiagnostik adalah:
a. Wangenstein rise position
b. Knee-chest position
c. Foto polos dengan rektum diatas selama 3-5 menit.

xxiii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

II. PEMERIKSAAN RADIODIAGNOSTIK


MENGGUNAKAN MEDIA KONTRAS

PENGERTIAN UMUM :

Pelayanan pemeriksaan Radiodiagnostik menggunakan media kontras yaitu


pemeriksaan imejing dengan pesawat Sinar X (pemotretan Rontgen) dengan
teknis radiografi fluoroskopi dan CT Scan menggunakan media kontras.

INDIKASI :

1. Kelainan pada sistema Gastrointestinal


2. Kelainan pada sistema Tractus Uropoetic
3. Kelainan pada organ ginekologi
4. Kelainan pada Cerebro-spinal
5. Dugaan abese dan fistuls

KONTRA INDIKASI :

1. Absolut : allergi terhadap media kontras


2. Relatif : Keadaan umum pasien yang buruk

KETENTUAN UMUM :

(Permintaan pemeriksaan sama dengan persyaratan permintaan pemeriksaan


imejing Radiodiagnostik tanpa menggunakan media kontras)

PERALATAN DAN BAHAN :

1. Jenis media kontras radiologi yang digunakan dipilih sesuai dengan jenis
pemeriksaan yang dilakukan, antara lain :
a. Media kontras inert (tidak larut dalam air) seperti barium sulfat
b. Media kontras yang larut dalam air, bersifat tonik maupun nan tonik
2. Jenis pesawat, peralatan dan perlengkapan imejing yang digunakan sama
dengan yang digunakan unluk pemeriksaan imejing radiodiagnostik tanpa
menggunakan media kontras.
3. Perlengkapan pendukung khusus jenisnya beragam, sesuai dengan jenis
pemeriksaan yang akan dilakukan

TAHAPAN TATALAKSANA PEMERIKSAAN :

1. Sebelum pemeriksaan menggunakan media kotras, dilakukan pemotretan


tanpa menggunakan media kontras (plain foto) sebagai base-line foto,
minimal 2 (dua) proyeksi (AP/LAT).

xxiv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

2. Media kontras disiapkan, sesuai dengan jenis serta jumlah/dosis yang


diperlukan.
3. Setting parameter untuk ekspose/pemotretan, disesuaikan dengan obyek
atau target pomeriksaan.
4. Posisioning pasien dan proyeksi pemotretan, disesuaikan dengan indikasi
pemeriksaan.

PEMERIKSAAN OESOPHAGUS-MAAG-DUODENUM (ODM)

Adalah pemeriksaan imejing Radiodiagnostik menggunakan media kontras untuk


mengevaluasi dan mendeteksi kelainan pada oesophagus (O), Maag (M), dan
duodenum (D), dengan teknik fluroskopi-radiografi.

INDIKASI :

1. Gangguan proses menelan


2. Muntah-muntah atau rasa mual yang belum diketahui sebabnya
3. Kecurigaan varises Oesophagus
4. Kecurigaan massa ekstraluminer
5. Melacak sebab perdarahan tersembunyi (occult bleeding) gastrointestinal

KONTRA INDIKASI :

1. Perdarahan gastrointestinal yang masih berlangsung aktif (masief)


2. Obstruksi Colon Totalis

TEKNIK PEMERIKSAAN :

Oesophagus :

Tujuan : menilai passage media kontras (fluroskopi), dan menvisualisasikan


mukosa, bentuk, ukuran, dan posisi oesophagus.
1. Untuk pemeriksaan passage media kontras, pasien berdiri (erek), dengan
proyeksi semi oblique kiri terhadap bidang vertikal.
2. Media kontras barium Sulfat kental (1:1) dimasukkan secara oralse jtuniah 1.k
sendok makan. Bersamaan dengan pengawasan fluroskopi diperintahkan
menelan. Dinamika perjalanan media kontras diamati selama fluroskopi.
3. Dibuat foto (radiografi) :
a. Pada posisi pasien semi oblique, CR Horizontal, CP pertengahan
osephagus.
b. Pada posisi LAT, CR horizontal, CP pertengahan osephagus
4. Untuk imejing mukosa ;
a. Pasien diposisikan berbaring di atas meja pemeriksaan

xxv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

b. Proyeksi pemotretan prone dan oblique, serta serial spot film (minimal 4
kali), pada darah yang dicurigai terdapat kelainan.
c. Pemotretan dilakukan dengan disertai manuver valsava

Maag-Duodenum :

1. Metode kontras ganda (Barium sulfat dab Natrium Bicarbonas atau


bahan yang bersifat membentuk gas sejenis) :
a. Pasien diberikan tambahan 3-4 sendok kontras barium dan Natrium
Bicarbonas (NaHCO3), berbaring diatas meja pemeriksaan dan
melakukan gerakan berputar disertai massege ringan daerah lambung
(oleh dokter pemeriksa).
Selama pemeriksaan pasien diminta untuk tidak mengeluarkan udara dari
lambung.
b. Dilakukan evaluasi gambaran mukosa lambung secara fluroskopis.
Apabila kualitas gambaran mukosa cukup adekuat (permukaan mukosa
terlumuri media kontras secara cukup baik), dilakukan pengambilan foto:
 Seluruh lambung, proyeksi prone dan supine
 Serial spot :
- Proyeksi RAO (supine) : daerah antrum dan cardia dan curatura
mayor.
- Proyeksi AP (supine) : daerah atrum dan
- Proyeksi LAO : curvatura minor secara enface.
- Proyeksi LL (left lateral), dengan sudut 45 o CP pada fundus gaster.
Dari posisi left lateral pasien diputar kearah posisi prone melewati posisi
supine (roling) untuk kontras masuk mencegah kontras kedalam duodenal
loop terlalu dini.
Diberikan injeksi Buscopan (i.m atau i.v) 20 mgr. Sebagai smoot muscle
relaxant. Perjalan kontras diikuti/dievaluasi dengan fluoroskopi sampai
mencapai duodenal loop, selanjutnya dibuat foto (radiografi) sebagai
berikut:
 Serial spot film dari duodenal loop:
- Serial spot film dari duodenal loop
- Proyeksi RAO
 Serial spot film untuk duodenal cap:
- Proyeksi prone
- Proyeksi RAO (memutar dari posisi prone dari arah kiri).

xxvi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

- Proyeksi supine
- Proyeksi LAO
 Additional spot film dapat dilakukan apabila dipandang perlu pada
daerah yang dicurigai terdapat kelainan.

2. Metode kontras tunggal (hanya menggunakan Barium sulfat) :

a. Untuk pemotretan mukosa gaster dilakukan setelah pasien dilakukan


rooling seperti halnya pada metode kontras ganda
 Proyeksi AP
 Proyeksi Lateral
 Proyeksi prone
b. Dilanjutkan dengan pemberian kontras secukupnya sampai lambung terisi
penuh (full-filling)
c. Dilakukan pengambilan foto pada proyeksi
 Proyeksi AP
 Proyeksi Lateral
 Proyeksi prone

PERAWATAN PASIEN :

1. Pasca pemeriksaan diberi obat-obatan laxative ringan


2. Pasien diijinkan meninggalkan ruangan pemeriksaan apabila tidak terdapat,
keluhan akibat injeksi Buscopan (penglihatan kabur)

KEMUNGKINAN KOMPLIKASI :

1. Aspirin
2. Barium leakage akibat adanya mikro perforasi yang tidak diketahui
sebelumnya
3. Barium appendicitis
4. Allergi appendicitis

PEMERIKSAAN COLON INLOOP :

Adalah pemeriksaan imejing Radiodiagnostik dengan menggunakan media


kontras mengevaluasi/mendeteksi kelainan yang terdapat pada sistema colon
teknis fluroskopi radiografi.

INDIKASI :

1. Gangguan proses defeksi


2. Melena

xxvii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

3. Massa intra abdotinal


4. Dugaan invaginasi
5. Megacolon
6. Nyeri abdomen dengan sebab yang tidak jelas

KONTRA INDIKASI :

1. Perdarahan intestinal aktif masief


2. Perforasi
3. Diarhea profuse
4. Febris tinggi

PERSIAPAN PERALATAN DAN BAHAN :

1. Jenis peralatan pokok sama dengan peralatan yang tercantum UNTUK


PELAYANAN PEMERIKSAAN IMEJING Radiodiagnostik menggunakan
media kontras

2. Peralatan pendukung :

a. Tabung irrigator berikut standarnya


b. Klem/penjepit
c. Kanula
d. Pompa udara manual
e. Bengkok

PERSIAPAN PASIEN :

1. Pasien menjalani lavement untuk pengosongan fecal inaterial pada sistema


colon, sebelum pemeriksaan dimulai.
2. Dilakukan lavement pasien dipuaskan sampai dengan pemeriksaan selesai
dilakukan.

TEKNIK PEMERIKSAAN :

1. Posisi pasien supine, dibuat foto polos abdomen (AP), dilakukan penilaian
tentang kualitas persiapan pasien. Pada keadaan dimana persiapan pasien
dinilai tidak cukup adekuat, pemeriksaan dapat dibatalkan untuk dilakukan
perbaikan persiapan pasien.
2. Dilakukan pemasangan canular per rectal, dengan pengawasan fluroskopi
media kontras dimasukkan secara perlahan sampai dengan mengisi daerah
recto-sigmoi. Dilakukan pemotretan pada proyeksi :
a. Pastero Anterior (PA), Oblique kir, dan lateral kiri

xxviii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

b. Additional view apabila dipandang perlu


3. Dibawah pengawasan fluroskopis dilakukan penambahan kontras sampai
dengan mencapai caecum dan ilium terminalis secara penuh. (sebagian
indikator adalah adanya refluks iliocaecal)
4. Bersamaan dengan adanya refluks, seluruh sistema colon terisi penuh,
dilakukan pemotretan seluruh abdomen pada proyeksi PA.
5. Pasien diminta untuk defikasi (BAB), selanjutnya dilakukan penilaian tentang
pengosongan sistema colon. Apabila pengosongan dianggap tidak atau
belum sempurna, pasien diminta sekali lagi untuk BAB sampai dengan
pengosongan dianggap adekuat untuk pemeriksaan lanjutan menggunakan
kontras negatif. Dilakukan pemasukan kontras negatif dengan pemompaan
udara secara manual dengan pengawasan fluroskopi. Pemasukan udara
dihentikan apabila seluruh sistema colon terisi udara secara adekuat.
Dilakukan pemotretan seluruh abdomen pada proyeksi PA.
Additional foto dapat dilakukan apabila diperlukan (untuk additional foto tidak
terdapat proyeksi standar)

PEMERIKSAAN LOPOGRAFI :

Adalah pemeriksaan imejing Radiodiagnostik menggunakan media kontras


untuk evaluasi morphologi anatomi punctum proksimal dan punctum distalis
sistema colon pasca operasi.

INDIKASI :

Persiapan tindakan bedah penyambungan kembali (reanastomosis) segmen


proksimal pada segmen distal colon

KONTRA INDIKASI :

1. Absolut : Peritonitis
2. Relatif : Keadaan umum pasien buruk

PERSIAPAN PERALATAN DAN BAHAN PEMERIKSAAN :

1. Jenis pesawat dan peralatan utama yang digunakan sama dengan pesawat
dan peralatan untuk pemeriksaan colon inloop.
2. Media kotras Barium sulfat untuk lopografi punctum proksimal, dan media
kontras yang larut dalam air (urografin, gastrografin) untuk lopograsi distal.

xxix
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

TEKNIS PEMERIKSAAN :

1. Pasien posisi supine


2. Di bawah fluroskopi, media kontras dimasukkan melalui kanula yang
dipasang pada ostium punctum distal, tergantung/sesuai dengan jenis
pemeriksaan lopografi yang dilakukan.
3. Dilakukan pengambilan spot film untuk mendapatkan informasi tentang
morohologi anatomi (bentuk, ukuran dan posisi) segmen colon yang diperiksa

PEMERIKSAAN PYELOGRAFI IN INTERVENA (IVP) :

Adalah pemeriksaan imejing Radiodiagnostik menggunakan media kontras


pada sistema traktus urinarius terutama morphologi anatomi dan fungsional
pyelum, ureter dan vesica urinaria.

INDIKASI :

1. Nephrolithiasisi
2. Pyelonephritis
3. Hydronephrosis
4. Tumor
5. Anomali cogenital
6. Staging pada kasus proses keganasan

KONTRA INDIKASI :

1. Absolut : Allergi media kontras


2. Relatif : Gangguan fungsi ginjal derajat berat (uremia) dengan keadaan
umum pasien yang buruk.

PERSIAPAN PEMERIKSAAN :

Persiapan Pasien ;

1. Sebelum. pemeriksaan (2-3 harl) pasien disarankan untuk tidak


mengkonsumsi makanan yang banyak dan mengandung serat.
2. Sebelumnya sudah menjalani pemeriksaan laboratorium kadar Ureum dan
Ki-eatinin Daerah. Pemeriksaan IVP pada pasien dengan kadar ureum dan
Kreatinin normal dapat memberikan informasi diagnostik maksimal.
Sebaliknya pada pasien dengan kadar ureum dan kreatinin yang meningkg
visualisasi ginjal akan terganggu, bahkan dapat terjadi non visualized ginjal.

xxx
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

3. Malam sebelum pemeriksaan pasien diminta untuk minum obat pencahar


('urus-urus"), untuk membersihkan sistema usus dan sisa-sisa fecal material.
4. Intake cairan rnalam hari sebelum pemeriksaan dibatasi antuk menciptakan
kondisi relatif dehidrasi (dehidrasi ringan) dan dilarang merokok serta banyak
bicara.
5. Pagi hari penderita diminta untuk puasa sampai dengan pemeriksaan selesai
dilakukan.

Persiapan Peralatan dan Bahan Pemeriksaan :

1. Jenis pesawat dan peralatan pokok (utama) yang digunakan sama dengan
imejing Radiodiagnostik menggunakan media kontras pada umumnya.
2. Bahan :
a. Media kontras cair larut dalam air (ionik atau non ionik)
b. Peralatan injeksi (iv)
c. Tensimeter
d. Stetoskop
e. Perlengkapan pertolongan darurat medis untuk kemungkinan terjadinya
hipersensitivitas terhadap media kontras.
f. Dosis media kontras untuk pasien dewasa (kadar urenum dan keratin
normal, berat badan tidak lebih dari 50 kg) adalah 1 (satu) ampul-20m
Urografin 76%. Sedangkan untuk penderita anak-anak direkomendasikan
dosis sebesar 1 mil per kg berat badan Urografin 76 %.

TEKNIS PEMERIKSAAN :

1. Posisi pasien supine, dibuat plain foto abdomen (BNO) sebagai base line
foto.
2. Injeksi media kontras (i.v)
3. Dibuat serial foto dengan foto proyeksi AP pada menit ke-5 dan menit ke-15,
pada proyeksi PA pada menit ke-30, pada proyeksi AP sesudah post voiding.
4. Pada kasus terjadinya dekayed visualition kedua ginjal (akibat kadar urenum
dan kreatinin darah diatas nilai normal), waktu/saat eksposi dapat ditambah
diperpanjang sesuai dengan kondisi pemeriksaan.
5. Untuk menghindari perpanjangan waktu saat eksposi yang berlebihan karena
deleyed visualisasi, apabila tidak terdapat kontra indikasi dapat
dipertimbangkan untuk menggunakan dosis media kontras yang lebih tinggi
dan diberikan secara drip-infuse.

xxxi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

PEMERIKSAAN HYSTEROSALPHINGOGRAPHY (HSG) :

Adalah pemeriksaan Imejing Radiodiagnostik menggunakan media kontras pada


uterus, Tuba Fallopli berikut organ sekitarnya (Salphynix) dengan peralatan
khusus menggunakan teknik radiografi dengan atau tanpa fluoroskopi.

INDIKASI :

1. Infertilitas primer maupun sekunder


2. Abortus hibitualls
3. Dugaan tumor uterus
4. Dugaan translokasi IUD

KONTRA INDIKASI :

1. Kehamilan
2. Infeksi jalan lahir
3. Perdarahan pervagina

PERSIAPAN :

1. Pasien :
Pasien sudah selesai menstruasi, mengikuti kaidah Ten Days Rule's.
2 Peralatan dan Bahan Pemeriksaan :
a. Jenis pesawat dan peralatan pendukung imejing utama sama dengan
untuk pemeriksaan pada imejing radiodiagnostik menggunakan media
kontras pada umumnya.
b. Peralatan yang harus disiapkan dalam kondisi steril :
- Tabung injector media kontras volume 10-20 ml
- Tenakulum
- Sonde uterus
- Unit peralatan HSG (aplikator, conus dengan ukuran small, nedium
dan large, dll)
- Sarung tangan disposible
- Kassa steril (deepers)
- Dock steril berlubang
c. Peralatan yang tidak harus steril
- Bengkok
- Lampu penerang atau Head lamp.

xxxii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

d. Bahan kontras : jenis yang larut dalam air (ionic atau nin ionic)
c. Bahan-bahan untuk desinfeksi kulit
TEKNIK PEMERIKSAAN :

1. Pasien supine dengan posisi lithotonic


2. Daerah perineal dan sekitar labia mayor, mon vemeris dilakukan desinfeksi
3. Dengan teknik aseptis dilakukan:
a. Desinfeksi pada liang vagina dan fornix
b. Pemasangan kanula aplikator dan conus yang ukurannya sesuai melalui
orifflum cervix uteri externa. Ukuran panjang kanula aplikator disesuaikan
dengan ukuran leher rahim.
c. Dilakukan fiksasi aplikator
4. Pasien diposisikan pada lapangan pemotretan, dengan digeser secara
perlahan, kedua kaki pasien diluruskan.
5. Pemasukan media kontras dapat dilakukan dengan tanpa kontrol fluoroskopi.
6. Setting kondisi expose :
Luas lapangan pemotretan daerah pelvis
CP diatas symphisis pubis: kV 60-70. mAs 30-40
7. Pemotretan dilakukan setelah media kontras dimasukkan secara perlahan
dengan jumlah volume secara bertahap, sebagai berikut
a. Tahap pertama, volume 4-6 ml, dilakukan pemotretan AP.
b. Tahap kedua, volume kontras yang masuk ditambah sehingga mencapai
lebih. kurang 8 ml, dilakukan pemotretan pada proyeksi antero posterio
(AP), Oblique kanan dan oblique kiri. Apabila sudah didapat spill-over
pada dacrah sekitar fimbric, pemeriksaan dapal dianggap selesai.
c. Apabila spill over belum diperoleh dapat dilakukan pcnambahan volume
kontras hingga mencapai lebih kurang 10-12 m), dan dilakukan
pemotretan additional (twnbahan).
d. Additional film posisi lateral dan pasca pelepasan kanula aplikator dapat
dilkukan apabila dipandang perlu.

PEMERIKSAAN URETHRO CYSTOGRAPHY :

Adalah pemeriksaan Imejing Radiodiagnostik menggunakan Media Kontras


untuk Uretha dan vesica Urinaria. Keduanya dapat dilakukan secara bersamaan
(dalam satu serial teknis) atan merupakan pemeriksaan yang berdiri merupakan-
sendiri. Untuk Cystografi dapat dilakukan unipolar atau bipolar (dengan
persyaratan tertentu yang harus dipenuhi).

xxxiii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

INDIKASI :

Kelainan miksi dengan sebab yang diduga kelainan pada urethra vesica.
1. Struktura urethra
2. Fistel para urethra
3. Retensio urine
4. Vesikolithiasis
5. Kecurigaan kelainan dinding vesica (diverticel)
6. Kelainan congenital vesica urinaria

KONTRA INDIKASI :

1. Infeksi akut pada tractus Urinarius


2. Kehamilan

PERSIAPAN PERALATAN DAN BAHAN PEMERIKSAAN :

1. Jenis pesawat dan peralatan pokok imeJing sama dengan yang digunakan
untuk pemeriksaan menggunakan media kontras pada umumnya.
2. Media kontras larut dalam air, jenis ionik dan non ionik
3. Bahan pendukung :
a. Sarung tangan steril
b. Kassa steril jelly steril
c. Plester
d. Kateter urethra steril (ukuran dipilih yang sesuai)

TEHNIK PEMERIKSAAN :

1. Uretrografi :

a. Kateter urethra dimasukkan kedalam urethra melalui OUE sepanjang 1.k.


3 cm, dilakukan fiksasi.
b. Setting kondisi ekspose : kV 60-70, mAs 30-35, Sec 0,1-0,12
c. Media kontras sejumiah 10-20 nil dimasukkan (melalui kateter yang telah
terpasang) dengan tekanan
d. Pemotretan dilakukan bersaman dengan pemasukan media kontras.
c. Pemotretan dilakukan pada proyeksi anterior posterior. oblique kanan dan
oblique kiri.
f Additional film pada proyeksi lateral apabila dipandang perlu.

xxxiv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

2. Cystografi :

1. (Dapat dilakukan sebagai kelanjutan pemeriksaan urethrografi atau


merupakan pemeriksaan tersendiri)
2. Kateter dimasukkan kedalam vesica urinaria dengan sebelumnya dilumuri
jelly supaya tidak terjadi resistensi maupun iritasi. Apabila pesawat
dilengkapi dengan fasilitas fluoroskopi posisi ujung kateter dapat
dipastikan keberadaannya dengan fluoroskopi
3. Media kontras (konsentrasi 30-60 %) dimasukkan secara perlahan
kedalam vesica urinaria sampai penuh (total volume 150-200 ml)
4. Setting kondisi ekspose : kV 60-70, mAs 30-40, Sec 0,10-0,12
5. Pemotretan di lakukan pada proyeksi :
a. Antero posterior (AF)
b. Oblique kanan atan kiri

PEMERIKSAAN FISTULOGRAFI :

Adalah pemeriksaan Imejing Radiodiagnostik menggunakan media kontras pada


kelainan yang dicurigai suatu fistula.

INDIKASI :

Kecurigaan adanya hubungan antara suatu proses patologis jaringan sub cutis
dengan jaringan sekitarnya

KONTRA INDIKASI :

Allergi media kontras

PERSIAPAN PERALATAN DAN BAHAN PEMERIKSAAN :

1 . Jenis pesawat dan peralatan Imejing Radiodiagnostik yang digunakan sama


dengan yang digunakan untuk Imejing radiodiagnostik menggunakan media
kontras pada umumnya.
2. Bahan pendukung :
a. Bahan dan peralatan untuk desifeksi
b. Kassa steril
c. Abocath no 20-22
d. Sarung tangan steril
c. Bengkok

xxxv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

3. Media kontras larut dalam air jenis ionik dan non ionik

TEHNIK PEMERIKSAAN :

1. Pasien diposisikan berbaring diatas meja pemeriksaan


2. Pada orificum permukaan kulit dipasang marker dan dipasang dock steril
berlubang.
3. Setting kondisi ekspose : kV : 60-70., mAs : 35 -40
4. Dibuat plain foto sebagai base lain foto
5. Media kontras dimasukkan perlahan dengan tekanan dengan menggunakan
abocath.
6. Dilakukan pemotretan dengan posisi tertentu untuk menvisualisasi fistule
secara envase dan en-profile. Tidak terdapat proyeksi standar tertentu, pada
umumnya AP dan lateral atau oblique

PERAWATAN PASCA PEMERIKSAAN :

1. Setelah abocath dilepas, lubang (oriflum) tempat kontras dimasukkan dirawat,


ditutup dengan kassa steril.
2. Pasien diberi antibiotika dan analgetika

PEMERIKSAAN CT-SCAN DENGAN MEDIA KONTRAS :

Adalah pemeriksaan Imejing Radiodiagnostik Tomografi Komputer dengan


pesawat Whole Body CT-Scan menggunakan kontras.

INDIKASI :

1. Kecurigaan SOP intra cranial


2. Kelainan Cerebrovasculer.
3. Kecurigaan SOP intra thoracal
4. Massa tumor intra andominal
5. Kelainan sistem tulang vertebral (myelo-CT)

KONTRA INDIKASI :

1. Absolut :
a. Allergi terhadap media kontras yang digunakan
b. Pasien gelisah/tidak kooperatif
2. Relatif : keadaan pasien yang buruk

PERSIAPAN PERALATAN DAN BAHAN PEMERIKSAAN :

xxxvi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

1. Unit Whole Body CT-Scan, dilakukan checking fungsi seluruh modula


(bagian) instrument
2. Peralatan pendukung imejing : (sama dengan yang digunakan pada
pemeriksaan CT-Scan tanpa menggunakan media kontras)
3. Bahan kontras : digunakan media kontras cair yang larut dalam air, jenis ionik
maupun non ionik
4. Bahan obat-obatan untuk penanganan reaksi alergi terhadap media kontras.

TEKNIK PEMERIKSAAN :

1. Teknik pemeriksaan CT-Scan menggunakan media kontras sama dengan


teknik pemeriksaan CT-Scan tanpa menggunakan media kontras
2. Sebelum dilakukan aplikasi media kontras dilakukan pemeriksaan plannar CT
(CT tanpa menggunakan media kontras)
3 Media kontras diinjeksik:kn sesaat sebelum pemeriksaan CT-Scan dilakukan
4 Untuk pasien anak-anak yang gelisah, dapat diberikan premedikasi dengan
obat penenang.
5 Teknik setting scano-program dibuat berdasarkan jenis pemeriksaan CT-
Scan yang akan dilakukan

PEMERIKSAAN MRI DENGAN MEDIA KONTRAS :

Adalah pemeriksaan MRI dengan menggunakan median kontras.

INDIKASI :

1. Kecurigaan SOP intra cranial


2. Kelainan Cerebrovasculer.
3. Kecurigaan SOP intra thoracal
4. Massa tumor intra abdominal
5. Kelainan sistem tulang vertebral

KONTRA INDIKASI :

1. Absolut :
a. Allergi terhadap media kontras yang digunakan
b. Pasien gelisah/tidak kooperatif
c. Pasien takut terowongan (claustophobia)
2. Relatif : keadaan pasien yang buruk

PERSIAPAN PERALATAN DAN BAHAN PEMERIKSAAN :

1. Checking operasional MRI

xxxvii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

2. Peralatan pendukung imejing : (sama dengan yang digunakan pada


pemeriksaan MRI tanpa menggunakan media kontras)
3. Bahan kontras : digunakan media kontras Gadolinium khusus MRI
4. Bahan obat-obatan untuk penanganan reaksi alergi terhadap media kontras.

TEKNIK PEMERIKSAAN :

1. Teknik pemeriksaan MRI menggunakan media kontras merupakan


pengulangan (repeat) dari plain scaning
2. Sebelum dilakukan aplikasi media kontras, terlebih dahulu Plain MRI
3 Media kontras diinjeksikan melalui intravena sesaat sebelum pengambilan
kembali gambaran
4 Untuk pasien anak-anak yang gelisah, dapat diberikan premedikasi dengan
obat penenang.

xxxviii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

III. PEMERIKSAAN USG

Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan yang mampu


menghasilkan pantulan gelombang suara (Ultrasound) dengan frekuensi sangat
tinggi dengan kisaran 2,5 mHz - 7,5 mHz

INDIKASI :
1. Kelainan SNC pada bayi dan atau anak dengan fontanella belum tertutup
2. Kelainan pada kelenjar Tiroid
3. Kelainan pada payudara
4, Kelainan pada sistema Hepatobillier
5. Kelainan pada sistema uropoetika
6. Kelainan pada organ Genetalia
7. Kelainan pada pembuluh darah besar Intra Abdominal

KONTRA INDIKASI :
Tidak terdapat kontra indikasi (absolut)

PERSIAPAN PASIEN :
1. Untuk pemeriksaan USG sistema Hepatobillier : pasien dipuasakan selama 6
jam sebelum pemeriksaan dimulai.
2. Untuk pemeriksaan USG sistema Uropoctika dan Urogenital : Vesika Urinaria
diupayakan terisi penuh dan sistema usus bersih dari faecal material
3. Untuk pemeriksaan USG Tiroid: Tidak memerlukan persiapan khusus
4. Untuk pemeriksaan USG kepala (SNC) : karena pasien adalah bayi atau
anak anak maka dilakukan pemeriksaan dalam. keadaan fidur dengan
pemberian obat-obatan hipnotika
5. Untuk pemeriksaan USG testia : pasien anak-anak diperlukan obat-obatan
hipnoti ka (obat fidur)

TATA LAKSANA TEKNIS PEMERIKSAAN SECARA UMUM :


1. Pasien diposisikan tiduran (supine)
2. Permukaan kulit daerah pemeriksaan dilumuri dengan jelli untuk memberikan
efek konduksi gelombang yang baik. (Merupakan langkah awal yang selalu
harus dilakukan sobelum pomeriksaan USG dilakukan)
3. Dilakukan manuver gerakan transduser pada permukaan kulit. Permukaan
transduser diupayakan selalu menewpel pada permukaan kulit.

xxxix
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

4. Jumlah citra. "image" yang diambil sesuai dengan kebutuhan diagnosis


5. Selesai pemeriksaan, permukaan kulit pasien dibersihkan

PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI KEPALA (SNC) :

Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan dengan


teknologi Ultrasound pada kelainan intrakranial pasien bayi dan anak-anak yang
fontanelanya belum tertutup. Pemeriksaan USG kepala (SNC) dilakukan untuk
memeriksa echostruktur dari cerebrum atau cerebellum, echostruktur giri don
sulci dan sistema ventrikel intrakranial.

INDIKASI :

1. Kecurigaan adanya SOP intrahanial.


2. Kecurigaan kelainan sistema vertikal
3. Kelainan pada kenaikan tekanan intrakranial dengan sebab-sebab yang tidak
jelas secara klinis.

KONTRA INDIKASI :

1. Tidak terdapat kontra indikasi absolut


2. Pasien gelisah

PERSIAPAN PEMERIKSAAN :

1. Persiapan pasien :

Bayi atau anak disiapkan untuk dapat diperiksa dalam kondisi tidur dengan
pemberian obat-obatan hipnotika

2. Persiapan Peralatan :

Digunakan transduser sektoral dengan frekuensi 3 MHz atau 5 MHz

TATA LAKSANA PEMERIKSAAN :

1. Setelah seluruh teknis awal yang tercantum dalam ketentuan umum dilakukan,
pemeriksaan dapat dimulai
2. Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan transduser sesuai
dengan kebutuhan diagnostik.
3. Apabila ditemukan adanya tumor atau pembesaran ventrikel, dimensinya
ukurannya harus dicantumkan.
4. Diambil beberapa "image" yang dipertimbangkan cukup dapat memberikan
informasi dianostik.

xl
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

5. Hasil pengambilan "image” segera diberi ekspertise secara tertulis (diketik)


pada blanko ekspertise yang telah disiapkan.

PEMERIKSAAN USG KELENJAR TIROID :

Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan dengan


teknologi Ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada kelenjar Tiroid.

INDIKASI :

1. Kelainan morphologi kelenjar Tiroid


2. Kecurigaan kelainan kelenjar Tiroid
3. Tumor berhubungan dengan kemungkinan pembesaran kelenjar Tiroid

KONTRA INDIKASI :

1. Tidak terdapat kontra indikasi absolut


2. Relatif pasien gelisah sehingga mengganggu manuver penempatan
transduser

PERSIAPAN PEMERIKSAAN :

1. Persiapan pasien :

Tidak memerlukan persiapan pasien


Pasien diperiksa pada posisi supine, dengan leher hiperekstensi

2. Persiapan peralatan :

Digunakan transduser sektoral atau linier dengan frekuensi 5 MHz

TATALAKSANA PEMERIKSAAN :

1. Setelah seluruh tindakan teknis awal yang tercantum dalam ketentuan umum
dilakukan, pemeriksaan dapat dimulai.
2. Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan tranduser sesuai
dengan kebutuhan diagnostik
3. Arteria carotis dan atau Vena. Jugularis dextra. atau sinistra digunakan
sebagai “land mark”
4. Apabila ditemukan adanya tumor atau pembesaran ukuran kelenjar Tiroid,
dimensinya. (ukurannya) harus dicantumkan.
5. Diambil beberapa "image" yang dipertimbangkan cukup dapat memberikan
informasi diagnostik

xli
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

6. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi pada lesi yang
dicurigai patologis.
7. “Image" yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara tertulis (diketik) pada
blanko ekspertise yang telah disiapkan.

PEMERIKSAAN USG SISTEM HEPATOBILLER :

Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan dengan


teknologi Ultrasound utnuk mengevaluasi kelainan pada sistema Hepatobillier
meliputi Hepar, Vesikafelea, Ductus billiaris, Pancreas dan Lien.

INDIKASI :

1. Hepatospienomegali dengan atau tanpa disertai tanda-tanda ikterus


2. Kecurigaan proses keganasan primer maupun sekunder pada hepar.
3. Kecurigaan batu Intravesika felea
4. Kecurigaan gangguan pada ductus billiaris
5. Kecurigaan proses patologispadapranceas (keganasan maupunperadangan)

KONTRA INDIKASI :

1. Tidak terdapat kontra indikasi absolut


2. Relatif : pasien gelisah sehingga mengganggu manuver penempatan
transduser

PERSIAPAN PEMERIKSAAN :

1. Persiapan pasien :

Pasien puasa minimal 6 jam sebelum pemeriksaan.


Usus dibersihkan dari sisa fackal material maupun udara yang berlebihan

2. Persiapan peralatan :

Digunakan transduser linier dengan frekuensi 3,5 MHz

TATALAKSANA PEMERIKSAAN :

1. Setelah seluruh tindakan awal pemeriksaan yang tercantum dalam ketentuan


umum dilakukan, pemeriksaan dapat dilakukan.
2. Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan transduser sesuai
dengan kebutuhan diagnostik
3. Apabila ditemukan adanya tumor atau pembesaran ukuran kelenjar Tiroid,
dimensinya (ukurannya) harus dicantumkan.

xlii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

4. Diambil beberapa "image" yang dipertimbangkan cukup dapat memberikan


informasi diagnostik, dengan merubah posisi transduser pada posisi
longitudinal, sagital dan oblique
5. (Teknik yang sama dilakukan pada eksplorasi linfonodi lokoregional)
6. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi pada lesi yang
dicurigai patologis.
7. “Image” yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara tertulis (diketik) pada
blanko ekspertise yang telah disiapkan.

PEMERIKSAAN USG SISTEMA UROPOETIKA :

Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan dengan


teknologi Ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada sinema, Uropoetika
meliputi kedua ginjal, Ureter dan Vesika urinaria.

INDIKASI :

1. Kecurigaan Urolithiasis (Nephrolithiasis, Ureterolithiasis dan vesicolithiasis)


dengan atau tanda-tanda uropati obstruktif
2. Kecurigaan Hidronephrosis
3. Kecurigaan Tumor, ginjal, tumor intra vesikal

KONTRA INDIKASI :

1. Tidak terdapat kontra indikasi absolut


2. Relatif : pasien gelisah sehingga mengganggu manuver penempatan
transduser

PERSIAPAN PEMERIKSAAN :

1. Persiapan pasien :

Vesika urinaria diupayakan terisi penuh.


Usus dibersihkan dari sisa faekal material maupun udara yang berlebihan

2. Persiapan peralatan :

Digunakan transduser linier dengan frekuensi 3,5 MHz

TATALAKSANA PEMERIKSAAN :

1. Setelah seluruh tindakan awal pemeriksaan yang tercantum dalam ketentuan


umum dilakukan, pemeriksaan dapat dilakukan.
2. Pasien diposisikan pada oblique kanan atau kiri (sesuai sisi pemeriksaan)
dengan lengan aduksi ke atas.

xliii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

3. Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan transduser sesuai


dengan kebutuhan diagnostik :
a. Untuk PEMERIKSAAN ginjal posisi transduser oblique intercostals (Posisi
penderita, oblique dan prone)
b. Untuk pemeriksaan vesika urinaria, pasien posisi supine dengan posisi
transduser transversal dan longitudinal.
4. Apabila ditemukan adanya kelainan morphologi anatomi pada ginjal atau
vesika urinaria, dimensinya (ukurannya) harus dicantunikan
5. Pada pemeriksaan counter dinding vesika, urinaria, diamati kemungkinan
adanya indentasi, atau divertikel.
6. Diambil beberapa “image” dari lesi patologis yang dipertimbangkan cukup
dapat memberikan informasi diagnostik, dengan merubah posisi transduser
pad, posisi longitudinal. sagital atau oblique.
7. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi pada lesi yang
diduga patologis.
8. “Image” yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara tertulis (diketik) pada
blanko ekspertise yang telah disiapkan.

PEMERIKSAAN USG SISTEMA GENITALIA INTERNA WANITA :

Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan dengan


teknologi Ultrasound untuk mengevaluasi kelainan pada uterus, parametrium dan
ovarium atau folikel kanan dan kiri.

INDIKASI :

1. Kecurigaan kehamilan intra uterin


2. Kecurigaan janin intra uterin
3. Kecurigaan Placenta previa
4. Kecurigaan Endometriosis
5. Kecurigaan tumor intra uterin maupun ekstra uterin
6. Kecurigaan massa tumor (kistik atau solid) dipelvis atau parametrium
7. Kasus-kasus infertilitas maupun sekunder

KONTRA INDIKASI :

1. Tidak terdapat kontra indikasi absolut


2. Relatif : pasien gelisah sehingga mengganggu manuver penempatan
tranduser

PERSIAPAN PEMERIKSAAN :

xliv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

1. Persiapan pasien :

Vesika urinaria diupayakan terisi penuh.


Usus dibersihkan dari sisa faekal material maupun udara yang berlebihan
2. Persiapan peralatan :

Digunakan tranduser linier dengan frekuensi 3,5 MHz


TATALAKSANA PEMERIKSAAN :

1. Pasien diposisikan pada posisi supine


2. Setelah seluruh tindakan awal pemeriksaan yang tercantum dalam ketentuan
umum dilakukan, pemeriksaan dapat dilakukan.
3. Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan tranduser sesuai
dengan kebutuhan diagnostik. Untuk pemeriksaan parametrium posisi
tranduser transversal
4. Apabila ditemukan adanya kelainan morphologi anatomi pada uterus,
dimensinya (ukurannya) harus dicantumkan
5. Diambil beberapa “image” dari lesi patologis yang dipertimbangkan cukup
dapat memberikan informasi diagnostik, dengan merubah posisi tranduser
pada posisi longitudinal, sagital atau oblique.
6. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan dengan teknik magnifikasi pada lesi
yang diduga patologis.
7. “Image” yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara tertulis (diketik) pada
blanko ekspertise yang telah disiapkan.

PEMERIKSAAN USG TESTIS :

Adalah pemeriksaan imejing diagnostik menggunakan peralatan dengan


teknologi Ultrasound 9 gelombang suara dengan frekuensi ultra untuk
mengevaluasi kelainan pada Testis.

INDIKASI :

1. Kecurigaan Testis ekpotik atau andesensus testiculorum


2. Kecurigaan keganasan pada testis
3. Kecurigaan massa tumor (kistik atau solid) pada testis
4. Proses peradangan pada testis

KONTRA INDIKASI :

1. Tidak terdapat kontra indikasi absolut

xlv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

2. Relatif : pasien gelisah sehingga mengganggu manuver penempatan


tranduser

PERSIAPAN PEMERIKSAAN :

1. Persiapan pasien :

Pada pasien anak-anak diperlukan diberikan obat tidur

2. Persiapan peralatan :

Digunakan tranduser linier dengan frekuensi 5 MHz

TATALAKSANA PEMERIKSAAN :

1. Pasien diposisikan pada posisi supine dengan kedua lengan abduksi ke atas
2. Setelah seluruh tindakan awal pemeriksaan yang tercantum dalam ketentuan
umum dilakukan, pemeriksaan dapat dilakukan.
3. Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan tranduser sesuai
dengan kebutuhan diagnostik (longitudinal dan transversal)
4. Apabila ditemukan adanya kelainan morphologi anatomi atau adanya massa
(solid/kistik) pada testis, dimensinya (ukurannya) harus dicantumkan.
5. Diambil dari beberapa “image” dari lesi patologis yang dipertimbangkan
cukup dapat memberikan informsi diagnostik, dengan merubah posisi
tranduser.
6. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi pada lesi yang
diduga patologis.
“Image” yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara tertulis (diketik) pada
blanko ekspertise yang telah disiapkan.

xlvi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

IV. PEMERIKSAAN CT SCAN TANPA MEDIA KONTRAS

Posisi pasien dan rincian teknis irisan ('slicing') tergantung pada organ yang
akan diperiksa dan latar belakang klinis yang mendasari permintaan
pemeriksaan

CT-SCAN KEPALA

Kasus Trauma Kepala :

1. Posisi pasien supine, leher flexi (kepala pada penyangga kepala)


2. Irisan sejajar garis OM (Orbito Meatel Line), kearah vertex.
3. Interval irisan 2 ml untuk Base Skuull dan 10 min (1 cm) untuk cerebrum
4. Tampilan citra: parenhcym jaringan otak, dan citra sistema tulang ossa
calavaria, ossa basisi tengkorak (neurocranium)

Kasus Stroke dan Space Occupying Proces :

1. Parameter pencitraan sama dengan kasus truma kepala, kecuali tampilan


citra hanya parenchyma jaringan otak.
2. Sering diikuti dengan tindakan pemeriksaan menggunakan media kontras.

CT Scan Cerebellum :

1. Irisan l.k. 15° dari tepi orbital kearah meatus


2. Interval lrisan 2 mm
3. Tampilan citra sistema tulang
4. Sering diikuti dengan pemeriksaan menggunakan media kontras.

CT-Scan Orbita :

1. Irisan sejajar dengan OM line


2. Interval irisan 5 mm
3. Tampilan citra sistema tulang

xlvii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

4. Pada kasus tertentu dilanjutkan pemeriksaan dengan menggunakan media


kontras.

CT-Scan Viscerocranial :

1. Posisi supine, irisan sejajar pallatum (cross section). Posisi prone, irisan
tegak lurus palatum (coronal section)
2. Interval 3-5 mm
3. Tampilkan citra sistema tulang.

CT-Scan Viscerocranial :

1. Posisi supine irisan cross sectional daerah-daerah nasopharinx. Posisi prone,


irisan sejajar dinding Asopharinx
2. Interval 8- 10 mm
3. Tampilkan citra jaringan otak.

CT-Scan Os Pestrossum :

1. Irisan sejajar dengan OM line


2. Interval irisan2-3 mm
3. Tampilan citra sistema tulang dengan "zooming techniquea”

C T Scan Leher (Colli) :

Dilaksanakan dengan acuan teknis yang secara umum dengan pemeriksaan CT-
Scan kepala
1. Posisi supine dengan irisan cross sectional
2. Sudul irisan dengan sumbu panjang disesuaikan dengan indikasi
pemeriksaan (tulang vertebrata cervical, discus intervertebrata cervicalis atau
soft tissue).
3. Interval 5-10 mm
4. Tampilan citra jaringan otak dari atau sistema tulang.
5. Pada situasi tertentu (atas indikasi) taniplian citra dibuat dengan "zooming
techniques”

CT Scan Thorax / Paru :

1. Posisi supine dengan leher scjajar meja pemeriksaan


2. Irisan tegak lurus dengan sumbu tubuh
3. Interval irisan 10 mm
4. Tampilan citra Mediastinum

xlviii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

CT Scan Abdomen dan Pelvis :

1. Secara umum acuan tekhnis sama dengan CT Scan Thorak


2. Posisi: supine, sumbu tubuh sejajar dengan meja pemeriksaan
3. Scan parameter sama dengan CT Scan Thorax
4. Secara tehnis sering dilaksanakan dengan menggunakan media kontras.

CT Scan Vertebrae Cervical :

Dilaksanakan dengan acuan parameter scanning secara umum sama dengan


CT Scan Sistema Muskuloskeletal
1. Posisi supine.
2. Irisan sejajar dengan sumbu tegak discus intervetebralis dan atau corpus
vertebrae
3. Interval irisan 5 mm
4. Tampilan citra jaringan tulang dengan teknik zooming

CT Scan Vertebrata Thoracal, Lumbal dan Sacrococcygeal :

1. Posisi supine
2. Interval irisan 5-10 min
3. Tampilan citra tulang dengan teknis zooming.

xlix
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

V. PEMERIKSAAN MRI TANPA MEDIA KONTRAS

Teknik pemeriksaan yang meliputi posisi pasien, rincian teknis irisan, serta
pemilihan sequence tergantung pada organ yang akan diperiksa dan latar
belakang klinis yang mendasari permintaan pemeriksaan MRI

MRI KEPALA

Head Routine
(Kasus Cephalgia kronis, Kasus dengan gejala yang belum spesifik)

1. Sequence : Sagital T1, Axial T1, Axial T2, Axial T2 Flair, Coronal T2
2. Pengambilan Potongan membutuhkan 3 plane gambar yakni sagital, coronal,
dan axial.
3. Potongan Sagital diatur sejajar dengan medula oblongata dan pertengahan
sinus sagitalis dengan batas area kedua lobus temporal masuk.
4. Potongan Axial diambil sejajar dengan garis pertemuan kedua ujung corpus
callosum
5. Sedangkan potongan Coronal sejajar dengan medula oblongata

Head Epilepsi
(Kasus Epilepsy, Alzheimer's Dimentia)

1. Sequence : sama dengan head routine ditambah dengan Coronal Oblique 3D


SPGR 
2. Pengambilan potongan routine dilengkapi dengan potongan coronal sejajar
dengan temporal lobes untuk evaluasi hipocampus

Head Stoke
(Kasus Vertigo, CVD/Acute Stroke, Parese, Paralyse)

l
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

1. Sequence : sama dengan head routine ditambah dengan Diffusion (B=0,


B=800, dan ADC Maps)
2. Sequence diffusion, diambil pada area yang dicurigai terjadi kematian
jaringan, menggunakan aplikasi evaluasi ADC maps untuk evaluasi stroke

Head MRA
(AVM, Aneurysm, Akut Perdarahan otak)

1. Sequence : sama dengan head routine, mengutamakan 3D Tof_MRA  untuk


aplikasi pencitraan pembuluh darah
2. Potongan 3D Tof_MRA  pada base cranium, membentuk gambaran data
awal untuk diolah di jendela 3D. Pangolahan di jendela 3D, dibuat potongan
transversal, coronal , dan sagital semaksimal mungkin dengan berbagai
rotasi.

MRI VERTEBRAE CERVICAL

(Kasus HNP(Hernia Nukleus Pulposus), DD (Degenerasi Diskus),


Spondilolistesis, Syringomyelia, No specific Neurological Symptoms)

1. Sequence : Sagital T1, Sagital T2, Axial T1, Axial T2, Med3D_Coronal
2. Potongan sagital dibuat dengan garis tengah blok segaris lurus dengan
pertengahan corpus s/d processus transversus.
3. potongan axial dibuat dari beberapa slab. 1 slab yang terdiri dari 3-5 slice.
Setiap slab, garis tengahnya berada tepat ditengah diskus intervertebrae.
4. Med3D_Coronal dibuat untuk melihat gambaran coronal myelograph pada
spine. Kemudian olahdata 3D dalam window 3D, buat potongan coronal
sesuai kebutuhan.

MRI VERTEBRAE THORACAL

(Kasus HNP(Hernia Nukleus Pulposus), DD (Degenerasi Diskus),


Spondilolistesis, Syringomyelia, No specific Neurological Symptoms)

1. Prinsip pengambilan Sequence dan teknik irisan sama dengan pada cervical
2. Menggunakan teknik Counting untuk membantu penghitungan dikarenakan
letak vertebrae thoracal yang berada pada pertengahan cervical dan lumbal

MRI VERTEBRAE LUMBAL

(Kasus HNP(Hernia Nukleus Pulposus), DD (Degenerasi Diskus),


Spondilolistesis, Syringomyelia, No specific Neurological Symptoms)

li
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

1. Merupakan pemeriksaan yang menempati urutan pertama karena sebagian


besar kasus terdapat pada lumbal
2. Sequence dan pengambilan potongan sama seperti vertebrae cervical namun
dengan FOV yang lebih besar

MRI SHOULDER JOINT


(Rotator cuff tear)

1. Sequence : Axial T2, ParaCoronal T1, ParaCoronal T2, ParaSagital T1,


ParaSagital T2
2. Pengambilan potongan Axial sebagai landmark potongan berikutnya. Pada
potongan coronal, FOV diatur sehingga glenoid tercover, begitu pula
disesuaikan pada sagital plane.
3. Potongan Para Coronal Ambil dari potongan axial sejajar dengan glenoid
cavity (atas-bawah)
4. ParaSagital T1 diambil tegak lurus dari potongan paracoronal

MRI KNEE JOINT


(Meniscal Tears & Ligament Tears)
1. Sequence; Coronal T2, Coronal T2 Tirm, Sagital T2, Sagital PD,
Transversal T1
2. Coronal T2 diatur sejajar dengan condyles batas area knee joint masuk.
3. Sagital T2 diatur tegak lurus dengan condyles batas area knee joint masuk.
4. Axial T1 atur pada potongan sagital dan coronal tepat dapa pertengahan
knee joint.

MRI ABDOMEN RUTIN


(No specific Abdominal Pain)

1. Sequence : Axial T1, Axial T2, Coronal T1, Coronal T2, Coronal T2 Haste
2. Potongan Axial diambil dari liver sampai daerah pubis masuk dalam FOV
,Coronal dibuat dengan Batas anterior-posterior yakni rongga abdomen
masuk FOV.

lii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK

3. 3D haste diambil dari potongan sagital pastikan liver sampai daerah pubis
masuk. Data 3D yang didapat akan diolah di jendela 3D untuk mendapat hasil
gambaran yang optimum.
4. Pengambilan citra menggunakan teknik tahan napas untuk mengurangi
artefak pergerakan organ tubuh

MRCP

(Choledocholithiasis, Cholelithiasis, Bile duct obstruction)

1. Sequence : Axial T1, Axial T2, Coronal T1, Coronal T2, T2 Weighted, Fat
Saturated (HASTE), Thin slice dan Thick Slab
2. Tekniknya sama dengan mri abdomen ditambah dengan gambaran 3D pada
daerah biliary

PEMERIKSAAN MRU

Tekniknya sama dengan mri abdomen ditambah dengan (Thin Slice) diambil
potongan paracoronal dari sagital, pastikan ginjal hingga vesika urinaria tercover
dalam FOV yang telah diatur, ambil beberapa gambar, pasien dalam keadaan
tahan nafas.

MR_CERVIX

1. Sequence : Sagital T2, Axial T1, Axial T1, Coronal T2


2. Sagital Ambil dari potongan coronal, atur pada pertengahan uterus harus
tercover; Pertengahan Uterus sebagai sumbu pengambilan potongan axial
Potongan Coronal diambil dari potongan sagital, pastikan uterus masuk
dalam FOV.

liii

Anda mungkin juga menyukai