PEDOMAN PELAYANAN
INSTALASI RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Disusun Oleh:
Instalasi Radiologi Diagnostik
i
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
KATA SAMBUTAN
Untuk mewujudkan visi, misi serta tujuan Rumah Sakit secara umum
terkait dengan pelayanan kepada pengguna jasa atau masyarakat maka standart
pelayanan menjadi salah satu hal yang harus mendapatkan perhatian utama
sebagai pijakan.
ii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa serta atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat tersusun buku Pedoman Pelayanan
Radiologi Diagnostik yang dipakai sebagai pedoman dalam melakukan
tindakan pelayanan kepada pengguna jasa, sehingga visi, misi serta tujuan yang
telah dicanangkan bersama dapat terwujud.
Buku pedoman pelayanan ini dapat tersusun atas kerja sama diantara staf
Instalasi Radiodiagnostik serta beberapa pihak yang terkait. Untuk itu kami
menghaturkan rasa terima kasih atas peran sertanya dan semoga dengan
kebaikan tersebut dapat menjadi amal ibadah serta mendapat balasan yang
setimpal dari Allah SWT.
iii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA SAMBUTAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
I. PEMERIKSAAN RADIODIAGNOSTIK TANPA BAHAN KONTRAS
Pemotretan Rontgen Sistim Muskuloskeletal ........................................ 7
Pemotretan Ektremitas Superior ........................................................... 7
Pemotretan Ektremitas Inferior ............................................................. 10
Pemotretan Rontgen Cranium/Kepala .................................................. 12
Pemotretan Columna Vertebralis .......................................................... 14
Pemotretan Rontgen Thorax ................................................................. 17
Pemotretan Rontgen Abdomen ............................................................. 17
Pemotretan pada Kasus-Kasus Darurat Medis ..................................... 19
LAMPIRAN
iv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
I. PEMERIKSAAN RADIODIAGNOSTIK
TANPA MEDIA KONTRAS
PENGERTIAN UMUM :
INDIKASI :
5. Pasca trauma
KONTRA INDIKASI :
3. Pesawat MRI
5. Marker
9. Pesawat Mammografi
10. Pesawat Gigi (Panoramic Chepalometry dan Dental Unit Intra Oral)
v
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
PERSIAPAN PEMERIKSAAN :
1. Seluruh accessories logam yang dipakai pasien pada daerah yang akan
dilakukan pemotretan dilepaskan
3. Setting parameter ekposi dengan acuan yang telah ditetapkan pada buku
petunjuk operasional dan masing-masing pesawat
vi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Posisi obyek : sisi ulna jari kelingking menempel pada kaset, telapak
tangan endorotasi membentuk sudut 45 o terhadap kaset. Jari tangan yang
lain diatur renggang dengan ujung jari menempel pada permukaan kaset.
FFD : 90 cm : CR vertical ; CP metacarpophalangael joint digit
3. Proveksi Lateral :
Posisi obyek : Telapak tangan sisi ulna menempel pada kaset, vertical
terhadap permukaan kaset. Jari-jari tangan merapat dengan posisi fleksi
FFD : 90 cm : CR vertical : CP : metacarapalia dan phalanx superposisi
kecuali metacarpal digit 1
vii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Posisi obyek : sendi fleksi 90°, lengan bawah diletakkan miring di atas
kaset dengan tepi digit V menempel pada permukaan kaset. Sendi bahu
direndahkan mendekati meja pemeriksaan, sehingga sendi siku dapat
diposisikan miring (trulateral). Sendi pergelangan tangan diposisikan true
lateral, dengan gmbaran kedua persendian tersebut diusahakan masuk
kedalam Film.
FFD 90 cm : CR vertical : CP pertengahan antebrachi pada spekm pada
aspek radialiq.
Acceptance critea : Acceptance criteria ; tampak gambar aspek lateral
ossa anterbrachii. Os ulna dan Os radius superposisi satu sama lain
terutama pada, bagian distal dan proximal. Sendi siku pada, batas
proximal dan pergelangan tangan pada, batas distal keduanya akan
gambaran aspek lateral.
Posisi pasien duduk menyamping meja pemeriksaan pada sisi tangan yang akan
difoto.
Kaset diletakkan di atas meja pemeriksaan.
Posisi obyek : sendi siku fleksi 90o, lengan bawah dan tangan diposisikan
lateral (miring), dengan sisi ulna pada permukaan kaset. Sendi bahu
direndahkan, sendi siku diatur true lateral.
FFD : 90 cm; CR Vertikal ; GP epycondylus.
Acceptance criteria: tampak gambar sendi siku dengan sudut 90 o
viii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Posisi obyek : Lengan atas dan bawah lurus, sedikit abduksi dan
diposisikan supine, lengan atas diletakkan memanjang pada pertengahan
kaset, sendi siku dan masuk dalam lapangan pemotretan dan gambaran
true AP (dapat dilakukan pada posisi erect dengan menempatkan
kaset dibelakang obyek secara vertikal).
FFD : 90 cm ; C-R vertikal apabila pasien supine, dan horizontal jika
pasien berdiri : CP : pertengahan os humerus.
Acceptance criteria: tanpak gambar os humerus pada aspek AP, dengan
batas proxcimal sendi bahu dan bats distal sendi siku. Caput humerus
menghadap ke medial.
Pemotretan Os Clavicula :
Posisi pasien berbaring (supine) atau tegak (erect), kaset ditempatkan di bawah
punggung.
Pemotretan hanya menggunakan proyeksi AP :
Sendi bahu pada sisi yang sedikit sehat diganjal agar sendi bahu
pada posisi yang sakit menempel pada permukaan kaset. Lengan sisi
yang sakit diposisikan lurus disamping tubuh.
FFD 90 cm: CR vertical untuk posisi supine dan horizontal untuk
posisi erect. CP : sudut atas scapula.
ix
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Posisi pasien duduk atau berbaring (supine) di atas meja pemeriksaan. Kaset
ditempatkan di atas meja pemeriksaan tungkai yang sehat (tidak difoto) dan
posisi lurus, tungkai yang sakit dalam keadaan fleksi sendi lutut.
Posisi obyek : Sendi lutut fleksi, telapak kaki diposisikan di atas kaset.
FFD: 90 cm: CR vertical: CP: Basisi matatarsal
Acceptance criteria : tarnpak gambaran ossa pedis aspek dorso plantar
ossa tanalia, ossamatatarselia.
Pasien pada posisi duduk atau supine di atas meja pemeriksaa& Kaset
diletakkan di atas meja.
Posisi obyek : Tungkai bawah yang akan difoto diposisikan true-AP di atas
kaset
FFD : 90 cm CR vertical : CP pertengahan cruris
Acceptance criteria: tampak gambaran aspek AP dari os fibula (tidak
terjadi superposisi)
Posisi obyek : Tungkai bawah yang akan difoto diposisikan true lateral
memanjang di atas kaset. Tungkai yang sehat dalam posisi fleksi genu.
FFD 90 cm: CR vertical : CP pertengahan cruris
x
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Pemotretan Os Femur :
Posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan, dengan kedua tungkai lurus.
Kaset diletakkan di atas meja pemeriksaan.
2. Proyeksi Lateral :
Posisi obyek : Tungkai bawah yang akan difoto diposisikan true lateral,
memanjang di atas kaset dengan pasien tidur miring, sendi lutut fleksi
ringan. Tungkai yang akan difoto (sehat) diposisikan dibelakang
(Posterior) dari tungkai yang akan difoto.
FFD 90 cm : CR vertical : CP pada pertengahan os femur.
Acceptance criteria: tampak gambaran aspek true lateral os femur.
Bayangan hip joint dapat superposisi dengan bagian proximal os femur.
Pemotretan Pelvis :
Posisi obyek : mid sagital plane dari pelvis diposisikan pada garis tengah
meja pemeriksaan dan tegak lurus. Kedua bahu pada posisi sejajar,
kedua siku fleksi telapak tangan di atas dada. Jarak SIAS kanan dan kiri
kearah garis tengah meja pemeriksaan sama.
FFD : 90 cm : CR vertical : CP : titik yang berjarak 5 cm di atas sympisis
pubis.
xi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Proyeksi pemotretan dilakukan sesuai dengan indikasi klinis, antara lain meliputi
1. Pada pemotretan foto kepala rutine : dikerjakan pemotretan proyeksi AP
dan lateral.
2. Pada Pemotretan foto kepala 3 posisi : dikerjakan pemotretan proyeksi
AP, lateral dan Towne's.
3. Pada pemotretan foto kepala untuk penilaian sinus para nasalis (SPN):
Dikerjakan pemotretan proyeksi AP dan Water's.
4. Foto proyeksi Basisi Cranii dapat dikerjakan atas permintaan (dicantumkan
pada blanko permintaan foto).
xii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
MAE dan mastosid saling superposisi, dan TMJ superposisi dengan sella
tursica.
3. Proyeksi Towne's :
Posisi pasien : Supine MSP tubuh tegak lurus dan tepat pada garis tengah
meja pemeriksaan. Kedua bahu posisi sejajar.
Posisi obyek : MSP kepala tepat pada pertengahan kaset dan tegak lurus
pada bidang horizontal (permukaan kaset/meja pemeriksaan). Kepala
fleksi sehingga OML tegak lurus terhadap permukaan kaset. Posisi kaset
diatur sehingga tepi cranial kaset setinggi tepi kepala (vertex)
FFD 90 cm : CR membentuk sudut 30° cadual terhadap OML : CP titik 5
cm di atas glabella: CP 5 cm
Acceptance criteria : Os occipital terbebas dari superposisi, kedua
petrosum tampak simetris, dorsum sellae dan proccesusu slinideus
posterior terproyeksi pada foramen magnum.
4. Proyeksi Water's :
Posisi pasien di atas meja pemeriksaan. MSP tubuh tegak lurus dan tepat
pada garis tengah meja pemeriksaan. Kedua lengan lurus disamping
tubuh dan kedua bahu sejajar.
Posisi obyek : ITS kepala tepat pada garis tengah, ujung dagu menempel
pada permukaan kaset (grid). Kepala diatur sedemikian sehingga OML
membentuk sudut 37° terhadap kaset. Acanthion berada pada titik tengah
kaset.
FFD 90 cm: CR vertikal : CP pada ubun-ubun (vertex) sehingga sinar
melalui acanthion.
Acceptance criteria : kedua rongga orbita tampak simetris, tampak sinus
maxillaries, os maxilla, dan os zygomaticum.
5. Proyeksi Schuller :
xiii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
xiv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
3. Proyeksi Oblique :
xv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
xvi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Posisi standar pembuatan foto thorax adalah proyeksi Postero Anterior (PA)
Posisi pasien tegak/berdiri menghadap kaset/grid
Posisi obyek : MSP tubuh tepat pada garis tengah kaset, kepala agak
menengadah, kedua ektremitas endorotasi dengan dorsum manus menempel
Krista lliaca. Kedua bahu sejajar dan didorong ke depan sehingga menempel
pada bidang permukaan kaset. Tepi atas kaset l.k. 5 cm di atas bahu. Pada
saat ekspose pasien diminta melakukan inspirasi penuh.
FFD 90 cm: CR horizontal : CP pada MSP setinggi V. Thoracal-7.
Acceptance criteria : Stenoclavicular joint kanan-kiri simetris, Kedua apax
paru terproyeksi di atas clavicula. Diafragma tampak cukup datar, ujung costa
5/6 depan l.k. berada pada pertengahan diafragma.
xvii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Posisi pasien tidur true lateral diatas meja pemeriksaan, dengan sisi kiri
diatas meja pemeriksaan.
Posisi obyek : Kedua sendi fleksi diposisikan diatas, kedua sendi lutut
fleksi. Kaset diposisikan sehingga diafragma masuk kedalam lapangan
pemotretan.
FFD 90 cm : CP l.k. pada pertengahan (sentral) kaset; CR vertical.
Acceptance criteria: Tampak dinding abdomen sampai dengan sedikit di
atas diaphragma. Tampak dinding abdomen dengan garis pre peritoneal
fat
xviii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
TRAUMA KEPALA :
TRAUMA VERTEBRATA :
TRAUMA THORAX :
xix
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
TRAUMA HEPAR :
xx
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
TRAUMA LIEN/SPIEEN :
TRAUMA ORBITA :
ACUT ABDOMEN :
xxi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
INVAGINSI :
xxii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
ASTRESIA ANI :
xxiii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
PENGERTIAN UMUM :
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
KETENTUAN UMUM :
1. Jenis media kontras radiologi yang digunakan dipilih sesuai dengan jenis
pemeriksaan yang dilakukan, antara lain :
a. Media kontras inert (tidak larut dalam air) seperti barium sulfat
b. Media kontras yang larut dalam air, bersifat tonik maupun nan tonik
2. Jenis pesawat, peralatan dan perlengkapan imejing yang digunakan sama
dengan yang digunakan unluk pemeriksaan imejing radiodiagnostik tanpa
menggunakan media kontras.
3. Perlengkapan pendukung khusus jenisnya beragam, sesuai dengan jenis
pemeriksaan yang akan dilakukan
xxiv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
TEKNIK PEMERIKSAAN :
Oesophagus :
xxv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
b. Proyeksi pemotretan prone dan oblique, serta serial spot film (minimal 4
kali), pada darah yang dicurigai terdapat kelainan.
c. Pemotretan dilakukan dengan disertai manuver valsava
Maag-Duodenum :
xxvi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
- Proyeksi supine
- Proyeksi LAO
Additional spot film dapat dilakukan apabila dipandang perlu pada
daerah yang dicurigai terdapat kelainan.
PERAWATAN PASIEN :
KEMUNGKINAN KOMPLIKASI :
1. Aspirin
2. Barium leakage akibat adanya mikro perforasi yang tidak diketahui
sebelumnya
3. Barium appendicitis
4. Allergi appendicitis
INDIKASI :
xxvii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
KONTRA INDIKASI :
2. Peralatan pendukung :
PERSIAPAN PASIEN :
TEKNIK PEMERIKSAAN :
1. Posisi pasien supine, dibuat foto polos abdomen (AP), dilakukan penilaian
tentang kualitas persiapan pasien. Pada keadaan dimana persiapan pasien
dinilai tidak cukup adekuat, pemeriksaan dapat dibatalkan untuk dilakukan
perbaikan persiapan pasien.
2. Dilakukan pemasangan canular per rectal, dengan pengawasan fluroskopi
media kontras dimasukkan secara perlahan sampai dengan mengisi daerah
recto-sigmoi. Dilakukan pemotretan pada proyeksi :
a. Pastero Anterior (PA), Oblique kir, dan lateral kiri
xxviii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
PEMERIKSAAN LOPOGRAFI :
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
1. Absolut : Peritonitis
2. Relatif : Keadaan umum pasien buruk
1. Jenis pesawat dan peralatan utama yang digunakan sama dengan pesawat
dan peralatan untuk pemeriksaan colon inloop.
2. Media kotras Barium sulfat untuk lopografi punctum proksimal, dan media
kontras yang larut dalam air (urografin, gastrografin) untuk lopograsi distal.
xxix
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
TEKNIS PEMERIKSAAN :
INDIKASI :
1. Nephrolithiasisi
2. Pyelonephritis
3. Hydronephrosis
4. Tumor
5. Anomali cogenital
6. Staging pada kasus proses keganasan
KONTRA INDIKASI :
PERSIAPAN PEMERIKSAAN :
Persiapan Pasien ;
xxx
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
1. Jenis pesawat dan peralatan pokok (utama) yang digunakan sama dengan
imejing Radiodiagnostik menggunakan media kontras pada umumnya.
2. Bahan :
a. Media kontras cair larut dalam air (ionik atau non ionik)
b. Peralatan injeksi (iv)
c. Tensimeter
d. Stetoskop
e. Perlengkapan pertolongan darurat medis untuk kemungkinan terjadinya
hipersensitivitas terhadap media kontras.
f. Dosis media kontras untuk pasien dewasa (kadar urenum dan keratin
normal, berat badan tidak lebih dari 50 kg) adalah 1 (satu) ampul-20m
Urografin 76%. Sedangkan untuk penderita anak-anak direkomendasikan
dosis sebesar 1 mil per kg berat badan Urografin 76 %.
TEKNIS PEMERIKSAAN :
1. Posisi pasien supine, dibuat plain foto abdomen (BNO) sebagai base line
foto.
2. Injeksi media kontras (i.v)
3. Dibuat serial foto dengan foto proyeksi AP pada menit ke-5 dan menit ke-15,
pada proyeksi PA pada menit ke-30, pada proyeksi AP sesudah post voiding.
4. Pada kasus terjadinya dekayed visualition kedua ginjal (akibat kadar urenum
dan kreatinin darah diatas nilai normal), waktu/saat eksposi dapat ditambah
diperpanjang sesuai dengan kondisi pemeriksaan.
5. Untuk menghindari perpanjangan waktu saat eksposi yang berlebihan karena
deleyed visualisasi, apabila tidak terdapat kontra indikasi dapat
dipertimbangkan untuk menggunakan dosis media kontras yang lebih tinggi
dan diberikan secara drip-infuse.
xxxi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
1. Kehamilan
2. Infeksi jalan lahir
3. Perdarahan pervagina
PERSIAPAN :
1. Pasien :
Pasien sudah selesai menstruasi, mengikuti kaidah Ten Days Rule's.
2 Peralatan dan Bahan Pemeriksaan :
a. Jenis pesawat dan peralatan pendukung imejing utama sama dengan
untuk pemeriksaan pada imejing radiodiagnostik menggunakan media
kontras pada umumnya.
b. Peralatan yang harus disiapkan dalam kondisi steril :
- Tabung injector media kontras volume 10-20 ml
- Tenakulum
- Sonde uterus
- Unit peralatan HSG (aplikator, conus dengan ukuran small, nedium
dan large, dll)
- Sarung tangan disposible
- Kassa steril (deepers)
- Dock steril berlubang
c. Peralatan yang tidak harus steril
- Bengkok
- Lampu penerang atau Head lamp.
xxxii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
d. Bahan kontras : jenis yang larut dalam air (ionic atau nin ionic)
c. Bahan-bahan untuk desinfeksi kulit
TEKNIK PEMERIKSAAN :
xxxiii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
INDIKASI :
Kelainan miksi dengan sebab yang diduga kelainan pada urethra vesica.
1. Struktura urethra
2. Fistel para urethra
3. Retensio urine
4. Vesikolithiasis
5. Kecurigaan kelainan dinding vesica (diverticel)
6. Kelainan congenital vesica urinaria
KONTRA INDIKASI :
1. Jenis pesawat dan peralatan pokok imeJing sama dengan yang digunakan
untuk pemeriksaan menggunakan media kontras pada umumnya.
2. Media kontras larut dalam air, jenis ionik dan non ionik
3. Bahan pendukung :
a. Sarung tangan steril
b. Kassa steril jelly steril
c. Plester
d. Kateter urethra steril (ukuran dipilih yang sesuai)
TEHNIK PEMERIKSAAN :
1. Uretrografi :
xxxiv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
2. Cystografi :
PEMERIKSAAN FISTULOGRAFI :
INDIKASI :
Kecurigaan adanya hubungan antara suatu proses patologis jaringan sub cutis
dengan jaringan sekitarnya
KONTRA INDIKASI :
xxxv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
3. Media kontras larut dalam air jenis ionik dan non ionik
TEHNIK PEMERIKSAAN :
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
1. Absolut :
a. Allergi terhadap media kontras yang digunakan
b. Pasien gelisah/tidak kooperatif
2. Relatif : keadaan pasien yang buruk
xxxvi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
TEKNIK PEMERIKSAAN :
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
1. Absolut :
a. Allergi terhadap media kontras yang digunakan
b. Pasien gelisah/tidak kooperatif
c. Pasien takut terowongan (claustophobia)
2. Relatif : keadaan pasien yang buruk
xxxvii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
TEKNIK PEMERIKSAAN :
xxxviii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
INDIKASI :
1. Kelainan SNC pada bayi dan atau anak dengan fontanella belum tertutup
2. Kelainan pada kelenjar Tiroid
3. Kelainan pada payudara
4, Kelainan pada sistema Hepatobillier
5. Kelainan pada sistema uropoetika
6. Kelainan pada organ Genetalia
7. Kelainan pada pembuluh darah besar Intra Abdominal
KONTRA INDIKASI :
Tidak terdapat kontra indikasi (absolut)
PERSIAPAN PASIEN :
1. Untuk pemeriksaan USG sistema Hepatobillier : pasien dipuasakan selama 6
jam sebelum pemeriksaan dimulai.
2. Untuk pemeriksaan USG sistema Uropoctika dan Urogenital : Vesika Urinaria
diupayakan terisi penuh dan sistema usus bersih dari faecal material
3. Untuk pemeriksaan USG Tiroid: Tidak memerlukan persiapan khusus
4. Untuk pemeriksaan USG kepala (SNC) : karena pasien adalah bayi atau
anak anak maka dilakukan pemeriksaan dalam. keadaan fidur dengan
pemberian obat-obatan hipnotika
5. Untuk pemeriksaan USG testia : pasien anak-anak diperlukan obat-obatan
hipnoti ka (obat fidur)
xxxix
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
PERSIAPAN PEMERIKSAAN :
1. Persiapan pasien :
Bayi atau anak disiapkan untuk dapat diperiksa dalam kondisi tidur dengan
pemberian obat-obatan hipnotika
2. Persiapan Peralatan :
1. Setelah seluruh teknis awal yang tercantum dalam ketentuan umum dilakukan,
pemeriksaan dapat dimulai
2. Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan transduser sesuai
dengan kebutuhan diagnostik.
3. Apabila ditemukan adanya tumor atau pembesaran ventrikel, dimensinya
ukurannya harus dicantumkan.
4. Diambil beberapa "image" yang dipertimbangkan cukup dapat memberikan
informasi dianostik.
xl
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
PERSIAPAN PEMERIKSAAN :
1. Persiapan pasien :
2. Persiapan peralatan :
TATALAKSANA PEMERIKSAAN :
1. Setelah seluruh tindakan teknis awal yang tercantum dalam ketentuan umum
dilakukan, pemeriksaan dapat dimulai.
2. Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan tranduser sesuai
dengan kebutuhan diagnostik
3. Arteria carotis dan atau Vena. Jugularis dextra. atau sinistra digunakan
sebagai “land mark”
4. Apabila ditemukan adanya tumor atau pembesaran ukuran kelenjar Tiroid,
dimensinya. (ukurannya) harus dicantumkan.
5. Diambil beberapa "image" yang dipertimbangkan cukup dapat memberikan
informasi diagnostik
xli
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
6. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi pada lesi yang
dicurigai patologis.
7. “Image" yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara tertulis (diketik) pada
blanko ekspertise yang telah disiapkan.
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
PERSIAPAN PEMERIKSAAN :
1. Persiapan pasien :
2. Persiapan peralatan :
TATALAKSANA PEMERIKSAAN :
xlii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
PERSIAPAN PEMERIKSAAN :
1. Persiapan pasien :
2. Persiapan peralatan :
TATALAKSANA PEMERIKSAAN :
xliii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
PERSIAPAN PEMERIKSAAN :
xliv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
1. Persiapan pasien :
INDIKASI :
KONTRA INDIKASI :
xlv
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
PERSIAPAN PEMERIKSAAN :
1. Persiapan pasien :
2. Persiapan peralatan :
TATALAKSANA PEMERIKSAAN :
1. Pasien diposisikan pada posisi supine dengan kedua lengan abduksi ke atas
2. Setelah seluruh tindakan awal pemeriksaan yang tercantum dalam ketentuan
umum dilakukan, pemeriksaan dapat dilakukan.
3. Imejing dilakukan dalam beberapa posisi penempatan tranduser sesuai
dengan kebutuhan diagnostik (longitudinal dan transversal)
4. Apabila ditemukan adanya kelainan morphologi anatomi atau adanya massa
(solid/kistik) pada testis, dimensinya (ukurannya) harus dicantumkan.
5. Diambil dari beberapa “image” dari lesi patologis yang dipertimbangkan
cukup dapat memberikan informsi diagnostik, dengan merubah posisi
tranduser.
6. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan teknik magnifikasi pada lesi yang
diduga patologis.
“Image” yang dihasilkan segera diberi ekspertise secara tertulis (diketik) pada
blanko ekspertise yang telah disiapkan.
xlvi
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Posisi pasien dan rincian teknis irisan ('slicing') tergantung pada organ yang
akan diperiksa dan latar belakang klinis yang mendasari permintaan
pemeriksaan
CT-SCAN KEPALA
CT Scan Cerebellum :
CT-Scan Orbita :
xlvii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
CT-Scan Viscerocranial :
1. Posisi supine, irisan sejajar pallatum (cross section). Posisi prone, irisan
tegak lurus palatum (coronal section)
2. Interval 3-5 mm
3. Tampilkan citra sistema tulang.
CT-Scan Viscerocranial :
CT-Scan Os Pestrossum :
Dilaksanakan dengan acuan teknis yang secara umum dengan pemeriksaan CT-
Scan kepala
1. Posisi supine dengan irisan cross sectional
2. Sudul irisan dengan sumbu panjang disesuaikan dengan indikasi
pemeriksaan (tulang vertebrata cervical, discus intervertebrata cervicalis atau
soft tissue).
3. Interval 5-10 mm
4. Tampilan citra jaringan otak dari atau sistema tulang.
5. Pada situasi tertentu (atas indikasi) taniplian citra dibuat dengan "zooming
techniques”
xlviii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
1. Posisi supine
2. Interval irisan 5-10 min
3. Tampilan citra tulang dengan teknis zooming.
xlix
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Teknik pemeriksaan yang meliputi posisi pasien, rincian teknis irisan, serta
pemilihan sequence tergantung pada organ yang akan diperiksa dan latar
belakang klinis yang mendasari permintaan pemeriksaan MRI
MRI KEPALA
Head Routine
(Kasus Cephalgia kronis, Kasus dengan gejala yang belum spesifik)
1. Sequence : Sagital T1, Axial T1, Axial T2, Axial T2 Flair, Coronal T2
2. Pengambilan Potongan membutuhkan 3 plane gambar yakni sagital, coronal,
dan axial.
3. Potongan Sagital diatur sejajar dengan medula oblongata dan pertengahan
sinus sagitalis dengan batas area kedua lobus temporal masuk.
4. Potongan Axial diambil sejajar dengan garis pertemuan kedua ujung corpus
callosum
5. Sedangkan potongan Coronal sejajar dengan medula oblongata
Head Epilepsi
(Kasus Epilepsy, Alzheimer's Dimentia)
Head Stoke
(Kasus Vertigo, CVD/Acute Stroke, Parese, Paralyse)
l
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
Head MRA
(AVM, Aneurysm, Akut Perdarahan otak)
1. Sequence : Sagital T1, Sagital T2, Axial T1, Axial T2, Med3D_Coronal
2. Potongan sagital dibuat dengan garis tengah blok segaris lurus dengan
pertengahan corpus s/d processus transversus.
3. potongan axial dibuat dari beberapa slab. 1 slab yang terdiri dari 3-5 slice.
Setiap slab, garis tengahnya berada tepat ditengah diskus intervertebrae.
4. Med3D_Coronal dibuat untuk melihat gambaran coronal myelograph pada
spine. Kemudian olahdata 3D dalam window 3D, buat potongan coronal
sesuai kebutuhan.
1. Prinsip pengambilan Sequence dan teknik irisan sama dengan pada cervical
2. Menggunakan teknik Counting untuk membantu penghitungan dikarenakan
letak vertebrae thoracal yang berada pada pertengahan cervical dan lumbal
li
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
1. Sequence : Axial T1, Axial T2, Coronal T1, Coronal T2, Coronal T2 Haste
2. Potongan Axial diambil dari liver sampai daerah pubis masuk dalam FOV
,Coronal dibuat dengan Batas anterior-posterior yakni rongga abdomen
masuk FOV.
lii
PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK
3. 3D haste diambil dari potongan sagital pastikan liver sampai daerah pubis
masuk. Data 3D yang didapat akan diolah di jendela 3D untuk mendapat hasil
gambaran yang optimum.
4. Pengambilan citra menggunakan teknik tahan napas untuk mengurangi
artefak pergerakan organ tubuh
MRCP
1. Sequence : Axial T1, Axial T2, Coronal T1, Coronal T2, T2 Weighted, Fat
Saturated (HASTE), Thin slice dan Thick Slab
2. Tekniknya sama dengan mri abdomen ditambah dengan gambaran 3D pada
daerah biliary
PEMERIKSAAN MRU
Tekniknya sama dengan mri abdomen ditambah dengan (Thin Slice) diambil
potongan paracoronal dari sagital, pastikan ginjal hingga vesika urinaria tercover
dalam FOV yang telah diatur, ambil beberapa gambar, pasien dalam keadaan
tahan nafas.
MR_CERVIX
liii