Anda di halaman 1dari 34

TEKNIK PEMERIKSAAN BONE SCANNING

DENGAN MENGGUNAKAN TC-99m

Oleh :
Ahmad Ridwan (P21130222002)
Eligia Selestina M. Gebze (P21130222014)
Faishal Elangtyas Fatih (P21130222017)
Fransiskus Xaverius Konowok (P21130222026)
Kezia Sefiana (P21130222030)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA II
2023

Jl. Hang Jebat III No.4, RT 4/RW 8, Gunung, Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta
Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12120

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
"Teknik Pemeriksaan Bone Scanning dengan Menggunakan TC-99m" ini sampai
selesai.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyajikan informasi mengenai
pengertian dasar, tujuan pemeriksaan, indikasi klinis, prosedur pelaksanaan, serta
jenis radiofarmaka yang digunakan dalam pemeriksaan bone scanning.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,
baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca demi
perbaikan makalah ini.
Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penulisan makalah ini. Tanpa
dukungan dan bantuan mereka, makalah ini tidak akan terwujud. Semoga makalah
ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, terutama dalam bidang kedokteran nuklir.

Jakarta, 15 Maret 2024

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................5
BAB II ISI...............................................................................................................6
2.1 Pengertian dan tujuan bone scan...............................................................6
2.2 Anatomi dan fisiologi dari tulang..............................................................7
A. Tulang panjang:.........................................................................................9
B. Tulang pipih............................................................................................10
C. Tulang pendek.........................................................................................10
2.3 Indikasi Pemeriksaan...............................................................................12
2.4 Prosedur Pemeriksaan.............................................................................13
2.4.1 Radiofarmaka...................................................................................13
2.4.2 Teknik Pemeriksaan.........................................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................27
2.5 Kesimpulan..............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kedokteran nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan
bahan radioaktif dalam jumlah kecil untuk mendiagnosis dan mengobati
berbagai kondisi kesehatan, seperti beberapa jenis kanker, penyakit saraf, dan
jantung. Menurut WHO, Kedokteran Nuklir dapat didefinisikan sebagai
cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka, baik
untuk tujuan diagnosis, pengobatan penyakit, maupun penelitian medis.
Kedokteran Nuklir melibatkan pemasukan radioisotop ke dalam tubuh pasien
untuk studi in-vivo, serta dapat melibatkan reaksi radioisotop dengan bahan
biologis seperti darah, cairan lambung, urin, dan lainnya yang diambil dari
tubuh pasien, yang dikenal sebagai studi in-vitro dalam tabung percobaan.
Perkembangan teknologi dalam bidang kedokteran nuklir untuk pencitraan
diagnostik telah terjadi selama satu abad terakhir, dimulai dari penemuan
sinar-X oleh Röntgen dan radioaktivitas alami oleh Becquerel. Setiap dekade
membawa inovasi dalam bentuk peralatan baru, teknik, radiofarmaka,
kemajuan dalam produksi radionuklida, dan pada akhirnya, memberikan
perawatan yang lebih baik kepada pasien. Semua teknologi ini telah
dikembangkan dan hanya dapat dilakukan dengan aman dengan pemahaman
yang jelas tentang perilaku dan prinsip-prinsip sumber radiasi dan deteksi
radiasi.
Pemeriksaan tulang menggunakan bone scan bertujuan untuk
mengidentifikasi lesi tulang sedini mungkin, memantau perkembangan
penyakit tulang, serta mengevaluasi aktivitas metabolisme lesi tulang.
Biasanya, bone scan mampu mendeteksi penyakit metastasis sebelum terlihat
melalui radiografi konvensional.

1.2 Rumusan Masalah

4
1.2.1 Apa pengertian dari bone scan?
1.2.2 Apa tujuan dari bone scan?
1.2.3 Apa saja anatomi dan fisiologi dari tulang?
1.2.4 Indikasi apa yang menyebabkan dilakukannya bone scan?
1.2.5 Bagaimana prosedur dari bone scan?
1.2.6 Jenis radiofarmaka apa yang digunakan dalam bone scan?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dan tujuan dari bone scan.
1.3.2 Untuk mengetahui prosedur dari bone scan.
1.3.3 Untuk mengetahui jenis radiofarmaka yang digunakan dalam bone scan.

5
BAB II

ISI

2.1 Pengertian dan tujuan bone scan


Bone scan adalah prosedur diagnostik yang sangat sensitif dibandingkan
dengan radiografi biasa dan telah menjadi bagian rutin dari praktik medis.
Namun, pemeriksaan ini memerlukan waktu dan biaya yang relatif tinggi.
Secara khusus, bone scan digunakan untuk mengevaluasi proses metabolisme
tulang, yang melibatkan pembentukan dan penghancuran tulang. Ketika tulang
mengalami kerusakan atau patah, proses penyembuhan dimulai dengan
pembentukan tulang baru. Bone scan merupakan metode yang efektif untuk
memantau apakah proses ini berjalan dengan baik atau tidak. Selain itu, bone
scan juga sering digunakan untuk menentukan apakah suatu kanker telah
menyebar (metastasis) ke tulang dari bagian tubuh lainnya. Penilaian tahap
penyebaran kanker ini merupakan informasi penting bagi dokter dalam
menentukan terapi yang paling tepat untuk pasien. Oleh karena itu, penting
bagi pasien yang memiliki riwayat kanker untuk memperhatikan kemungkinan
penyebaran kanker ke tulang. Pasien yang rentan terhadap metastasis tulang
seperti kanker prostat, kanker payudara, dan kanker paru-paru disarankan
untuk menjalani pemeriksaan bone scan secara berkala. Biasanya,
pemeriksaan kesehatan tahunan dengan bone scan tidak diperlukan kecuali
jika pasien mengalami gejala yang tidak biasa seperti nyeri kronis yang tidak
mereda dengan pengobatan antiinflamasi biasa.Apabila muncul gejala nyeri
yang tidak wajar atau tulang mudah patah, segera lakukan pemeriksaan bone
scan untuk memeriksa kemungkinan penyebaran kanker pada tulang.
Bone scan merupakan metode pemeriksaan yang efisien karena dalam satu
sesi pencitraan dapat memberikan gambaran menyeluruh dari tulang kepala
hingga kaki. Pemeriksaan bone scan memiliki beberapa keunggulan. Salah
satunya adalah kemampuannya untuk mendeteksi kelainan pada tulang 3-6
bulan lebih awal sebelum terjadi kerusakan tulang yang disebabkan oleh
proses keganasan. Selain itu, bone scan juga mampu mendeteksi kelainan

6
yang terjadi pada seluruh tulang tanpa meningkatkan paparan radiasi secara
berlebihan. Hal ini karena pemeriksaan bone scan dilakukan dengan
pencitraan seluruh tubuh (whole body imaging), terutama pada kasus yang
diketahui sebagai sumber fokus nyeri.

2.2 Anatomi dan fisiologi dari tulang


Tulang memenuhi berbagai fungsi penting dalam tubuh, seperti
memberikan dukungan, melindungi organ vital, memungkinkan gerakan
tubuh, dan berperan dalam pembentukan sel darah. Struktur tulang terdiri dari
sel-sel yang hidup dan substansi antar sel yang tidak hidup yang telah
mengalami kalsifikasi. Tulang juga merupakan jaringan metabolik yang aktif,
dimana nutrisi disalurkan melalui peredaran darah yang memasok kebutuhan
tulang. Tulang beradaptasi sebagai respons terhadap rangsangan eksternal dan
internal. Tidak seperti organ lainnya, struktur keras ini dapat patah jika terkena
tekanan yang berlebihan namun dapat beregenerasi tanpa fibrosis atau jaringan
parut.
Untuk memiliki pemahaman yang komprehensif tentang aspek teknis dan
klinis dari bone scan pada sistem kerangka, pengetahuan yang mendalam
tentang struktur dan fungsi tulang serta sendi sangatlah penting.
Kerangka manusia dewasa memiliki total 213 tulang. Setiap tulang dalam
tubuh kita terus-menerus mengalami perubahan dan pembaruan sepanjang
hidup. Proses ini membantu tulang beradaptasi dengan cara tubuh bergerak
dan beraktivitas sehari-hari. Saat kita melakukan kegiatan yang melibatkan
tulang, seperti berjalan atau mengangkat benda berat, tulang akan
menyesuaikan diri untuk menangani tekanan dan kekuatan yang berubah-
ubah. Selain itu, tulang juga secara berkala mengganti bagian yang sudah
rusak dengan tulang baru yang lebih kuat. Ini adalah cara tubuh kita menjaga
kekuatan dan kesehatan tulang kita.
Struktur mendasar tulang adalah rangkaian kristal yang terdiri dari ion
kalsium, fosfat, dan hidroksil, membentuk mineral anorganik yang disebut

7
hidroksiapatit. Kolagen, substansi antarsel, dan mineral lainnya juga
merupakan komponen utama tulang. Secara anatomi, kerangka tubuh terbagi
menjadi dua bagian utama: bagian aksial dan bagian apendikular. Bagian
aksial mencakup tengkorak, tulang belakang, dan tulang rusuk. Bagian
apendikular meliputi anggota tubuh atas, panggul, dan anggota tubuh bawah.
Perbedaan ini memiliki relevansi penting karena beberapa penyakit lebih
cenderung memengaruhi kerangka apendikular atau kerangka aksial.
Terdapat empat kategori umum tulang, yaitu tulang panjang, tulang
pendek, tulang pipih, dan tulang tidak beraturan. Tulang panjang termasuk
clavicula, humerus, radius, ulna, metacarpals, femurs, tibia, fibula,
metatarsals, phalanges. Tulang pendek termasuk carpalia, tarsalia, patella, dan
sessamoid. Tulang pipih termasuk cranium, mandibular, scapula, sternum, dan

Gambar 2.2-1 Klasifikasi tulang


(https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/
6/60/601_Bone_Classification.jpg)

8
ribs. Dan tulang tidak beraturan termasuk vertebrae, sacrum, coccyx, dan
hyoid.

A. Tulang panjang:
Tulang panjang memiliki dua wilayah utama: diafisis dan epifisis. Diafisis
adalah tabung poros yang menghubungkan ujung proksimal dan distal
tulang. Di dalam diafisis terdapat rongga meduler yang berisi sumsum
tulang kuning pada orang dewasa. Korteks atau tulang kortikal, yang
merupakan dinding luar diafisis, terdiri dari tulang kompak yang padat dan
keras. Epifisis, yang lebih lebar di setiap ujung tulang, diisi dengan tulang
spons. Sumsum tulang merah mengisi ruang di antara tulang spons di

Gambar 2.2-2 Salah satu tulang panjang (Femur)


(https://id.m.wikipedia.org/wiki/
Berkas:Anatomi_Tulang_Panjang.png)

9
beberapa tulang panjang. Pertemuan antara epifisis dan diafisis disebut
metafisis. Selama pertumbuhan, metafisis berisi lempeng epifisis, tempat

terjadinya pertumbuhan panjang tulang. Ketika pertumbuhan tulang


berhenti pada masa awal dewasa, lapisan sel tulang yang disebut
endosteum melapisi bagian dalam tulang yang berdekatan dengan rongga
meduler. Endosteum bertanggung jawab atas pertumbuhan, perbaikan, dan
pembentukan ulang tulang sepanjang hidup. Di bagian luar tulang,
terdapat periosteum, struktur berlapis ganda yang juga bertanggung jawab
atas pertumbuhan, perbaikan, dan pembentukan ulang tulang.
Periosteum berbatasan dengan tulang kortikal dan ditutupi oleh lapisan
fibrosa luar yang terdiri dari jaringan ikat padat. Periosteum juga
mengandung pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfatik yang
memberikan nutrisi pada tulang kompak. Tendon dan ligamen melekat
pada tulang melalui periosteum. Periosteum menutupi seluruh permukaan
luar tulang kecuali di tempat-tempat di mana epifisis bertemu dengan
tulang lain untuk membentuk sendi. Di wilayah tersebut, epifisis ditutupi
dengan tulang rawan artikular yang berfungsi sebagai lapisan tipis yang
mengurangi gesekan dan menyerap kejutan.

B. Tulang pipih

10
Tulang pipih, seperti yang terdapat pada tulang tengkorak, memiliki
struktur yang terdiri dari lapisan tulang spons yang disebut diploë, yang
ditutupi oleh lapisan tulang kompak di kedua sisinya. Kombinasi dari dua
lapisan ini berperan dalam perlindungan organ-organ internal. Ketika
lapisan luar tulang tengkorak mengalami patah, lapisan dalam yang masih
utuh tetap melindungi otak.

C. Tulang pendek
Tulang pendek adalah tulang yang berbentuk seperti kubus, dengan ukuran
panjang, lebar, dan ketebalan yang kurang lebih sama. Satu-satunya tulang
pendek dalam kerangka manusia ada di karpal pergelangan tangan dan
tarsal pergelangan kaki. Tulang pendek memberikan stabilitas dan
dukungan serta beberapa gerakan terbatas.
Pembuluh-pembuluh nadi mendarahi tulang tulang panjang, maka cabang-
cabang periosteal memasuki batang tulang melalui banyak lubang,
melintasi saluran-saluran kecil yang memanjang (saluran saluran havers)
dan mendarahi bagian luar lapisan kompak batang tulang. Cabang nadi
sendi yang mengadakan anastomosis di sekitar sendi, biasanya di antara
tulang dan lipatan selaput sinovicial, mendarahi epifisis-epifisis daerah
metafisis sampai sendi. Pembuluh nadi pembekal (arteri medular), sewaktu
memasuki rongga sumsum tulang, bercabang dalam cabang proksimal dan
distal, tiap cabang mendarahi bagian dalam lapisan tulang kompak,
sumsum tulang dan daerah metafisis.

Gambar 2.2-4 Peredaran darah dalam tulang


11
(https://images.app.goo.gl/5Btk2LjojXrWVZb3A)
Tulang paling tidak memiliki 9 fungsi vital dalam tubuh
1. Formasi bentuk tubuh: tulang menyusun rangka tubuh menentu kan
bentuk dan ukuran tubuh.
2. Formasi sendi-sendi: tulang berdekatan membentuk persendian yang
bergerak, tidak bergerak, sedikit gerakan tergantung fungsional tubuh.
3. Perlekatan otot-otot: tempat melekat otot
4. Bekerja sebagai pengungkit: untuk bermacam aktifitas selama
pergerakan
5. Penyokong dan penyebaran berat badan serta daya tahan untuk
menghadapi pengaruh tekanan dan mekanis: memelihara sikap tubuh
tertentu , misal tegak,
6. Proteksi: tulang membentuk rongga untuk melindungi organ halus
7. Hemopoesis: sum-sum tulang tempat pembentukan sel darah
8. Fungsi imunologi: sel imunitas dibentuk didalam sumsum tulang,
misal pembentukan limfosit B yang akan membentuk antibodi untuk
sistim kekebalan tubuh.
9. Penyimpanan kalsium: tulang mengandung kalsium yang akan dilepas
kedarah bila tubuh membutuhkannya

2.3 Indikasi Pemeriksaan


Terdapat beberapa indikasi dilakukannya bone scan:
1. Deteksi dan tindak lanjut penyakit metastasis
2. Diferensiasi antara osteomielitis dan selulitis
3. Penentuan kelangsungan hidup tulang: infark atau nekrosis avaskular
4. Evaluasi fraktur yang sulit dinilai pada radiografi (fraktur stres, fraktur
struktur kompleks, dan kemungkinan fraktur pada anak yang mengalami
cedera)
5. Evaluasi sendi prostetik untuk infeksi atau pelonggaran
6. Penentuan lokasi biopsi

12
7. Evaluasi nyeri tulang pada pasien dengan radiografi normal atau samar-
samar
8. Evaluasi signifikansi dari temuan kerangka insidental pada
radiografiosteoblastik atau campuran, sesuai dengan mekanisme utama
gangguan pada renovasi tulang normal.

2.4 Prosedur Pemeriksaan

2.4.1 Radiofarmaka
Penggunaan radiofarmaka untuk tulang mencakup analog dari
kalsium, gugus hidroksil, atau fosfat. Salah satu radiofarmaka yang
paling umum digunakan untuk pencitraan tulang adalah difosfonat
berlabel teknesium, khususnya metilen difosfonat (Tc-99m MDP).
Meskipun, bone scanning juga dapat dilakukan dengan fluor-18 ( 18F)
dan positron emission tomography (PET), namun, penggunaannya
belum luas secara klinis. Dalam proses ini, ion fluorida berinteraksi
dengan ion hidroksil dalam kristal hidroksiapatit untuk lokalisasi
dengan efisiensi ekstraksi awal yang tinggi.
Difosfonat memiliki ikatan P-C-P organik yang lebih stabil secara
in-vivo daripada ikatan P-O-P anorganik (pirofosfat), khususnya karena
ketahanannya terhadap hidrolisis enzimatik. Difosfonat memiliki
ekskresi ginjal yang cepat, sehingga dalam waktu 2 hingga 3 jam
setelah injeksi, sekitar 50% hingga 60% aktivitas terlokalisasi di tulang,
sementara sisanya dibersihkan oleh ginjal. Gangguan pada fungsi ginjal
dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas di jaringan lunak, yang
dapat memengaruhi kualitas bone scanning.
Pada umumnya, penyerapan maksimal tulang terjadi sekitar 5 jam
setelah pemberian difosfonat, dengan waktu paruh biologis sekitar 24
jam. Dalam persiapan radiofarmaka fosfat, perhatian khusus harus
diberikan untuk menghindari injeksi udara ke dalam botol pencampur

13
karena oksidasi yang dihasilkan dari teknesium dapat mengganggu
penandaan fosfat.
Akumulasi awal radiofarmaka berlabel teknesium dalam tulang
terutama berkaitan dengan suplai darah, tetapi faktor-faktor lain juga
memainkan peran, termasuk permeabilitas kapiler, hubungan asam-basa
lokal, dan jumlah tulang yang termineralisasi. Penumpukan awal ini
diperkirakan terjadi karena kemisorpsi pada permukaan tulang. Namun,
pada beberapa pasien, akumulasi ini dapat dipengaruhi oleh obat-obatan
yang dikonsumsi.

2.4.2 Teknik Pemeriksaan


Karakteristik fisik dari radionuklida yang telah digunakan untuk
pencitraan tulang menunjukkan beberapa faktor penting dalam
pemilihan radiofarmaka. Faktor-faktor ini terutama berkaitan dengan
jumlah aktivitas yang dapat diberikan kepada pasien, energi sinar
gamma, dan jumlah akumulasi radiofarmaka di dalam tulang. Sebelum
18
diperkenalkannya senyawa F dan Tc-99m fosfat, pencitraan tulang
merupakan prosedur yang memakan waktu yang terkait dengan dosis
radiasi yang tinggi pada pasien dan konten informasi yang buruk pada
gambar. Perkembangan selanjutnya dari radiofarmaka yang lebih baik
dan instrumentasi yang lebih baik menghasilkan gambar dengan
kualitas yang lebih tinggi dengan informasi yang lebih baik tentang
fisiologi tulang. Sehubungan dengan peningkatan informasi pada
gambar, kebutuhan untuk mengontrol aspek teknis dari prosedur ini
menjadi jelas. Pemilihan radionuklida terbaik untuk pencitraan tulang
adalah pilihan sederhana berdasarkan karakteristik fisik. Isotop
strontium dan fluorin memiliki sinar gamma berenergi tinggi dan
memerlukan penggunaan kolimator resolusi kasar dengan septa timbal
yang tebal. Sinar gamma berenergi tinggi memiliki koefisien atenuasi
yang rendah, sehingga menghasilkan efisiensi pendeteksian yang buruk
pada kristal natrium iodida yang tipis pada kamera gamma. Selain itu,

14
radionuklida ini harus diberikan dalam jumlah aktivitas yang lebih kecil
daripada Tc-99m sehingga menghasilkan gambar dengan kepadatan

informasi yang lebih rendah. Senyawa berlabel Tc-99m memungkinkan


aktivitas dalam jumlah yang lebih besar diberikan dengan dosis radiasi
yang lebih rendah dibandingkan dengan radionuklida lainnya. Emisi
sinar gamma monoenergetik 140 KeV dan tidak adanya radiasi
partikulat membuat Tc-99m sangat cocok untuk digunakan dengan
kamera scintilasi. Tc-99m juga tersedia di semua laboratorium dengan
biaya yang sangat rendah, tidak seperti radionuklida lain untuk
pencitraan tulang.
Persiapan pasien untuk pencitraan tulang minimal ketika salah satu
dari agen berlabel Tc-99m digunakan, tetapi beberapa faktor harus
dipertimbangkan. Pasien perlu memiliki pemahaman yang lengkap
tentang prosedur, terutama alasan penundaan antara pemberian
radiofarmaka dan pencitraan. Penundaan sekitar 3 jam umumnya
merupakan waktu yang memadai untuk mencapai akumulasi tulang
yang baik dan tingkat radiofarmaka jaringan lunak yang rendah.

15
Radiofarmaka dengan pembersihan darah dan jaringan yang cepat,
seperti MDP dan HMDP, memungkinkan pencitraan 2 jam setelah
pemberian. Kecuali jika dikontraindikasikan, pasien harus dihidrasi
untuk membantu pembersihan radiofarmaka dari tubuh. Pemberian
empat hingga enam gelas cairan selama periode penundaan sudah
memadai, dan pasien harus didorong untuk sering berkemih untuk
mengurangi dosis radiasi ke kandung kemih. Pasien juga harus segera
berkemih sebelum pencitraan dimulai agar gambar panggul tidak
dikaburkan oleh sejumlah besar radioaktivitas di kandung kemih.
Karena konsentrasi radioaktivitas yang tinggi dalam urin, maka pasien
dan teknisi harus berhati-hati untuk menghindari kontaminasi pada
pasien, pakaian pasien, atau sprei, yang dapat menyebabkan hasil positif
palsu pada pemeriksaan.

Spot-View Imaging; Ketika melakukan scan tulang, citra


individual dari area tertentu dapat diperoleh dengan kamera skintilasi
setelah citra awal kerangka total pada jenis instrumen lain dilakukan.
Karena area tulang dan aktivitas di bidang kamera bisa sangat bervariasi
untuk bagian tubuh yang berbeda, beberapa gambar mungkin
memerlukan waktu pencitraan yang lama untuk mencapai information
density (ID) yang tinggi. Pada umumnya, beberapa gambar individu
(atau tampilan spot) diambil untuk jumlah waktu yang sama, yang
disebut sebagai equal-time imaging (pencitraan waktu yang sama).
Teknik equal-time ini memungkinkan perbandingan densitas film dalam
satu gambar dengan gambar lainnya, karena pencahayaan dibuat untuk
waktu yang sama. Metode ini efektif selama statistik yang memadai
dapat dicapai. Pertama, satu area tubuh (misalnya, tampilan anterior
atau posterior dada) dicitrakan untuk jumlah hitungan yang sudah
ditentukan sebelumnya dan waktu yang dicatat. Antara 400.000 dan
600.000 hitungan diakumulasikan untuk kamera lapangan standar dan
antara 500.000 dan 1 juta untuk kamera kristal besar. Semua gambar

16
berikutnya diambil pada interval yang sama dengan yang direkam untuk
gambar pertama. Metode alternatif untuk melakukan pencitraan waktu
yang sama adalah dengan menggunakan fitur ID yang tersedia pada
beberapa kamera skintilasi. Area tulang normal pada tulang dada atau
tulang belakang dipilih dengan penanda ID, dan pencahayaan dilakukan
sampai ID di wilayah ini mencapai kisaran 2500 hingga 4000 hitungan.
Waktu untuk pencahayaan ini kemudian digunakan untuk mendapatkan
gambar lainnya. Film spot memberikan gambar detail area yang tidak
divisualisasikan dengan baik pada instrumen pencitraan seluruh tubuh,
atau memberikan tampilan tambahan yang membantu menentukan ada
(atau tidak adanya) kelainan. Sebagai contoh, gambaran detail panggul
dapat terdegradasi oleh alat pencitraan seluruh tubuh karena adanya
aktivitas yang terakumulasi di kandung kemih sebelum alat pencitraan
mencapai panggul. Gambar panggul harus diperoleh segera setelah
pasien berkemih, yang dapat dilakukan sebelum atau sesudah
pencitraan seluruh tubuh. Selain itu, gambar skapula dengan lengan
yang digerakkan ke depan atau ke atas dapat digunakan untuk
membedakan aktivitas pada skapula dan tulang rusuk di bawahnya.
Whole-Body Imaging; Produksi gambar area tubuh secara
keseluruhan pada satu film dilakukan oleh aksesori yang menggerakkan
detektor kamera atau pasien melalui bidang pandang kamera. Saat
tubuh bergerak melewati detektor, area yang terlihat oleh kamera
diperkecil dan bergerak melintasi film dengan kecepatan yang
sebanding dengan kecepatan pasien. Ketika kamera Skintilasi
digunakan dengan aksesori pencitraan seluruh tubuh, sebagian kristal
dapat disamarkan secara elektronik atau dengan kolimasi ke dalam
bidang pandang persegi panjang. Wilayah detektor ini harus
proporsional dalam kecepatannya di atas pasien dibandingkan dengan
gerakan area gambar yang diperkecil yang bergerak melintasi cathode
ray tube (CRT). Teknik untuk menetapkan parameter pencitraan
ditentukan dengan memantau kecepatan cacah atau ID atau dengan

17
memilih waktu total untuk pemindaian seluruh tubuh. Wilayah untuk
mengukur laju cacah biasanya dipilih di bagian anterior di atas dada
atau di bagian posterior di atas tulang belakang. Kecepatan pemindaian
yang sama harus digunakan untuk gambar anterior dan posterior.
Kecepatan pemindaian ditentukan oleh salah satu dari beberapa teknik.
Sebagian besar produsen kamera menyediakan tabel, bagan, atau
nomogram untuk menentukan kecepatan pemindaian yang tepat,
berdasarkan ID yang diinginkan pada gambar dan kecepatan cacah dari
pasien. Sebagian sistem mungkin memiliki komputer mikro untuk
menghitung kecepatan pemindaian secara otomatis, yang ditentukan
dari pemantauan kecepatan cacah dari pasien. Semua metode ini pada
dasarnya sama, tetapi beberapa variasi tambahan dari metode produsen
dapat memberikan kualitas gambar yang lebih baik. Kamera digital
merekam pemindaian seluruh tubuh dalam matriks resolusi tinggi untuk
pemotretan setelah akuisisi data. Direkomendasikan agar gambar
seluruh tubuh mencakup lebih dari 2,5 juta hitungan. Posisi terbaik
untuk pasien adalah meletakkan detektor di bawah meja dan pasien
prone dan supine untuk menghasilkan gambar anterior dan posterior.
Dengan menggunakan teknik ini, detektor dapat berada lebih dekat
dengan pasien selama pencitraan. Pencitraan whole-body dengan
kamera skintilasi memberikan hubungan yang baik dari distribusi
radiofarmasi secara keseluruhan dengan hanya sedikit penurunan
resolusi yang dihasilkan dari sinkronisasi gerakan meja dan perekaman
CRT. Manipulasi pasien tidak terlalu banyak, dan hanya sedikit usaha
yang diperlukan oleh teknisi selama prosedur pencitraan.
SPECT imaging; Single photon emission computed tomography
(SPECT) penting untuk pencitraan tulang karena kontras gambar yang
lebih baik untuk lesi; penghapusan superimposisi struktur tulang, yang
menghasilkan lokalisasi yang lebih baik untuk akumulasi abnormal; dan
informasi tiga dimensi tambahan tentang penyakit; dan kadang-kadang
menunjukkan lesi yang tidak terlihat pada gambar planar. Namun, studi

18
SPECT dengan kualitas yang buruk atau yang dilakukan dengan tidak
benar akan lebih rendah daripada gambar planar yang berkualitas. Studi

tulang menggunakan SPECT terutama melibatkan pasien dengan


dugaan penyakit pada pinggul, tulang belakang lumbal, lutut, sendi
temporomandibular, dan tulang wajah. SPECT Tulang telah terbukti
sebagai tes non-invasif yang paling sensitif untuk mengevaluasi tingkat
artritis pada pasien dengan nyeri lutut kronis yang telah diperiksa
dengan radiografi konvensional, pemindaian tulang, dan artroskopi
berikutnya. SPECT menawarkan keunggulan dibandingkan pencitraan
planar dalam evaluasi pasien yang diduga mengalami avascular necrosis
(AVN) pada pinggul.
Area fotopenik (area tanpa aktivitas) sering terlihat pada pencitraan
SPECT yang tidak terlihat pada pencitraan planar. SPECT juga terbukti
lebih sensitif daripada pencitraan planar dalam evaluasi pasien dengan
bukti spondilolisis atau spondilolistesis. SPECT juga lebih baik
daripada pencitraan planar dalam mengidentifikasi lokasi kelainan pada
pasien yang bergejala dengan defek pada pars interarticularis, dan
SPECT lebih unggul daripada pencitraan planar dalam evaluasi pasien
dengan disfungsi sendi temporomandibular yang menjalani evaluasi pra
operasi.
Planar imaging; Untuk skenning planar rutin, pasien biasanya
disuntik secara intravena dengan 10 hingga 20 mCi (370 hingga 740
MBq) radiofarmaka teknesium difosfonat (Tc-99m MDP) dan
dicitrakan 2 hingga 4 jam kemudian. Lokasi penyuntikan harus jauh

19
dari setiap patologi tulang yang dicurigai dan harus dicatat. Seringkali,
bahkan sedikit ekstravasasi isotop di tempat suntikan menyebabkan
fokus aktivitas jaringan lunak yang meningkat secara nyata. Pada pasien
yang dicurigai menderita osteomielitis atau selulitis, angiogram
radionuklida dan gambar kolam darah awal dilakukan setelah
penyuntikan, dan gambar rutin diperoleh dalam waktu sekitar 2 hingga
3 jam. Ini disebut sebagai studi tiga fase. Kadang-kadang, gambar
tambahan dilakukan 18 hingga 24 jam setelah injeksi (studi empat fase).
Pemeriksaan empat fase jarang diperlukan, tetapi dapat berguna pada
pasien gagal ginjal yang memiliki pembersihan jaringan lunak yang
buruk.
Pembuangan fosfat radiofarmaka secara cepat melalui urin
menyebabkan penumpukan aktivitas yang signifikan di dalam kandung
kemih, yang dapat menyembunyikan adanya lesi di area panggul;
karena itu, sebaiknya rutin untuk mengosongkan kandung kemih
sebelum proses pencitraan. Namun, pengosongan kandung kemih,
terutama pada pasien yang mengalami inkontinensia, dapat
menyebabkan kontaminasi radioaktif pada kulit atau pakaian; ini dapat
menyembunyikan patologi yang mendasari atau menyerupai lesi.
Melepas pakaian yang terkontaminasi dan membersihkan kulit mungkin
diperlukan untuk memastikan hasil yang akurat. Setelah injeksi dan
sebelum proses pencitraan, penting bagi pasien untuk terhidrasi.
Pengosongan kandung kemih yang lebih sering dapat mengurangi dosis
radiasi pada kandung kemih.
Pencitraan SPECT memiliki potensi besar untuk meningkatkan
penemuan lesi pada tulang pada pasien dengan keluhan regional
tertentu dan dapat memverifikasi atau memperjelas lokasi kelainan yang
dicurigai pada gambar planar standar. Keuntungan paling besar dari
SPECT terjadi pada struktur tulang yang kompleks, seperti sendi besar,
tulang belakang, dan panggul.

20
Pencitraan bone scanning normal; dapat sangat berbeda antara
anak-anak dan orang dewasa. Pada anak-anak, ada penumpukan
radionuklida yang intens di daerah pertumbuhan pada bagian epifisis.
Di sisi lain, pada orang dewasa, kualitas gambaran pencitraan tulang
cenderung berkaitan dengan usia; umumnya, semakin tua pasien,
semakin banyak kasus gambaran yang buruk. Umumnya, ada
visualisasi yang jelas pada tengkorak, dengan peningkatan aktivitas
relatif di wilayah nasofaring, mungkin disebabkan oleh aliran darah
yang tinggi di wilayah tersebut. Gambaran aktivitas pada tengkorak
sering tidak merata, bahkan pada pasien yang normal, sehingga perlu
kehati-hatian dalam menafsirkan lesi tengkorak tanpa dukungan
radiografi. Pada orang dewasa, sering terjadi aktivitas fokal di daerah
maksila atau mandibula, yang bisa disebabkan oleh masalah gigi.
Aktivitas tulang teramati sepanjang tulang belakang, sering kali dengan
area fokal yang menunjukkan peningkatan aktivitas di tulang leher
bagian bawah, mungkin karena perubahan degeneratif atau akibat

21
lordosis tulang leher, bukan aktivitas di tulang rawan tiroid atau tiroid
itu sendiri. Daerah tempat tendon melekat, stres kronis, dan proses
remodeling tulang juga menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi. Pada
pandangan dari depan, terlihat dengan jelas tulang-tulang seperti
sternum, persendian sternoklavikula, persendian akromioklavikula,
bahu, pinggir iliaka, dan pinggul. Peningkatan aktivitas di lutut pada
pasien yang lebih tua cukup umum karena adanya kecenderungan
perubahan artritis. Pada aspek posterior dapat menghasilkan pencitraan
tulang belakang thoracalis yang baik, serta ujung scapula. Tulang
belakang sering menunjukkan peningkatan aktivitas di area yang
mengalami perubahan degeneratif hipertrifik, dan persendian
sakroiliaka biasanya tampak menonjol.

22
Karena kerangka manusia simetris, setiap aktivitas tulang yang
terlihat tidak seimbang harus diperhatikan dengan hati-hati. Selain itu,
penting untuk memeriksa gambaran skenning pada aspek posterior
untuk mengetahui keberadaan dan lokasi aktivitas ginjal; aspek anterior,
untuk aktivitas kandung kemih. Ginjal dan kandung kemih harus secara
teratur diperiksa untuk melihat adanya lesi yang mengisi ruang dan
menghasilkan cacat fotopenik pada korteks ginjal atau pergeseran ginjal
atau kandung kemih. Aktivitas ginjal yang tidak seimbang adalah hal
yang lumrah. Karena skenning biasanya dilakukan dalam posisi supine,
aktivitas mungkin terkumpul di pelvis ekstrarenal. Jika obstruksi
saluran kemih dicurigai, skenning fokus ginjal harus diulang setelah

Gambar 2.4.2-5 Hasil bone scan pasien perempuan berumur 50 tahun,


dengan suspek penyakit metastasis dari kanker cerviks. Pada
gambaran aspek anterior dan posterior terlihat adanya peningkatan
aktivitas di kedua ginjal dan ureter 3 jam setelah injeksi radiofarmaka.

pasien berjalan untuk membedakan antara obstruksi dan aktivitas sistem


pengumpulan yang berkaitan dengan posisi.

23
Jika terjadi kebocoran radiofarmaka di tempat suntikan,
radiofarmaka tersebut akan terserap secara perlahan. Dalam kasus
seperti itu, saluran limfatik juga dapat berperan, yang mengakibatkan
peningkatan aktivitas pada satu atau beberapa kelenjar getah bening,
yang sering terlihat di ketiak atau daerah supraclavicular di sisi tempat
suntikan pada ekstremitas atas. Area-area tertentu dengan peningkatan
aktivitas jaringan lunak atau tulang pada ekstremitas yang lebih jauh
dari tempat suntikan (the glove phenomenon) mungkin disebabkan oleh
injeksi tidak sengaja radiofarmaka ke dalam arteri. Perubahan-

Gambar 2.4.2-6 Terlihat adanya peningkatan aktivitas kelenjar


limfa di ketiak (ditunjuk dengan panah). Setelah radiofarmaka
diinjeksikan di sebelah kiri antecubital fossa.

perubahan dalam aliran darah regional juga bisa tercermin dalam hasil
skenning (baik iskemia relatif jika aktivitas menurun, misalnya pada
penyakit aterosklerosis atau gangren, atau hiperemia jika aktivitas
meningkat secara lokal, seperti pada selulitis atau peradangan lainnya).
Pemahaman detail anatomi dalam pencitraan bone scan normal
menjadi semakin penting saat gambar SPECT dari wilayah tulang
tertentu diperoleh. Meninjau gambar dalam tiga bidang ortogonal secara

24
umum membantu pemeriksa dalam mengenali arah, sehingga
memungkinkan penempatan patologi yang lebih tepat. Jenis
rekonstruksi yang paling bermanfaat bervariasi tergantung pada daerah
yang sedang dievaluasi. Karena kompleksitas tulang belakang,
pencitraan SPECT sangat berguna untuk menemukan kelainan dalam
vertebrae, diskus intervertebralis, atau elemen posterior. Gambaran
melintang tulang belakang mirip dengan potongan CT, sementara
gambaran SPECT koronal dan sagital menyerupai tomogram
radiografis anteroposterior dan lateral secara berturut-turut. Kurva
tulang belakang thoracolumbal menciptakan visualisasi yang berurutan
daripada simultan dari bagian-bagian vertebra yang berdekatan. Dengan
memeriksa gambar-gambar berturut-turut dengan cermat pada layar
monitor komputer, orientasi yang tepat biasanya tidak sulit.

25
Pencitraan bone scanning pada penyakit metastasis; Kepekaan
yang tinggi dari pencitraan tulang dengan radionuklida dalam
mengidentifikasi keberadaan dan sebaran penyakit metastasis

menjadikannya alat yang sangat penting dalam proses pengambilan


Gambar 2.4.2-7 metastasis kanker prostat. Pada aspek anterior dan
keputusan, terutama
posterior whole mengingat
body, Tc-99mbahwa tingkat
MDP bone kelangsungan
scan hidup pada
terlihat metastasic
deposits
pasien beradametastasis
dengan di area yang
osseusmemiliki aktivitas
yang luas dari radionuklida
banyak tumor
tinggi.
cenderung lebih buruk daripada pada pasien dengan penyakit yang
terlokalisir. Meskipun nilai prediktif pencitraan tulang untuk beberapa
jenis tumor masih dalam perdebatan, hal ini kemungkinan tergantung
pada riwayat alami setiap jenis tumor dan analisis statistik yang
memadai. Mendeteksi keberadaan metastasis sering kali menjadi faktor
penting dalam pengambilan keputusan klinis yang akan memengaruhi
kualitas hidup pasien. Bone scanning secara berkala pada pasien dengan
metastasis yang sudah diketahui dianggap bermanfaat dalam
menentukan langkah terapeutik yang tepat, terutama jika informasi
tersebut digunakan bersamaan dengan data klinis lainnya. Hal ini dapat

26
memberikan manfaat khusus dalam mendeteksi lesi di daerah
penyangga berat badan yang vital, seperti tulang paha.

27
Agar lesi litik dapat divisualisasikan dengan radiografi,
demineralisasi lokal sekitar 30% hingga 50% harus terjadi, dan tidak
diragukan lagi bahwa bone scanning biasanya menunjukkan lesi
metastasis jauh lebih awal daripada radiografi. Tingkat negatif palsu
dari survei kerangka radiografi dapat mencapai 50% pada tumor
tertentu, sedangkan tingkat negatif palsu secara keseluruhan dari bone
scanning untuk neoplasma yang paling umum dapat mencapai 2%.
Beberapa tumor lebih mungkin menghasilkan bone scanning dengan
hasil negatif palsu dibandingkan dengan tumor lainnya. Ini termasuk
tumor anaplastik yang sangat agresif, sarkoma sel retikulum, karsinoma
sel ginjal (Gbr. 9-7), karsinoma tiroid, histiositosis, neuroblastoma, dan
terutama mieloma multipel. Ketika mieloma multipel terlihat pada bone
scanning, hal ini sering kali merupakan akibat dari fraktur patologis

28
atau fraktur yang akan terjadi. Untuk pasien yang beberapa lesi tidak
dapat diidentifikasi dengan mudah melalui bone scanning, survei
kerangka radiografi tetap menjadi prosedur pilihan.

Sekitar 80% pasien dengan neoplasma dan nyeri tulang yang


diketahui memiliki metastasis yang didokumentasikan oleh bone
scanning. Karena 30% hingga 50% pasien dengan metastasis tidak
mengalami nyeri tulang, kasus yang baik dapat dilakukan untuk
memindai pasien dengan tumor tanpa gejala yang memiliki
kecenderungan untuk bermetastasis ke tulang (misalnya, payudara,
paru-paru, dan prostat); tetapi untuk tumor dengan tingkat metastasis
tulang yang rendah (misalnya, usus besar, leher rahim, rahim, kepala,
dan leher), prosedur ini mungkin tidak hemat biaya.

29
30
BAB III

PENUTUP

2.5 Kesimpulan
Bone scan adalah prosedur diagnostik yang sensitif yang telah menjadi
bagian rutin dari praktik medis karena kemampuannya untuk mengevaluasi
proses metabolisme tulang. Meskipun memerlukan waktu dan biaya yang
relatif tinggi, bone scan sangat penting dalam memantau proses penyembuhan
tulang, terutama setelah kerusakan atau patah tulang. Pemeriksaan ini juga
penting untuk mendeteksi penyebaran kanker ke tulang dari bagian tubuh
lainnya, yang membantu dokter dalam menentukan terapi yang tepat untuk
pasien. Pasien dengan riwayat kanker, terutama kanker prostat, kanker
payudara, dan kanker paru-paru, disarankan untuk menjalani pemeriksaan
bone scan secara berkala. Bone scan efisien karena memberikan gambaran
menyeluruh dari tulang kepala hingga kaki dalam satu sesi pencitraan. Teknik
pencitraan spot-view dan whole-body imaging digunakan untuk mendapatkan
gambar yang berkualitas tinggi dengan informasi yang lebih baik tentang
fisiologi tulang. Selain itu, SPECT imaging juga penting untuk menemukan
lesi pada tulang dengan kontras yang lebih baik. Bone scanning juga penting
dalam mendeteksi metastasis tulang dari tumor, yang bisa terjadi bahkan
sebelum terjadi nyeri tulang. Meskipun tidak semua tumor memiliki tingkat
metastasis tulang yang tinggi, bone scan tetap menjadi prosedur penting dalam
pengambilan keputusan klinis untuk memastikan kualitas hidup pasien yang
optimal.
Penggunaan radiofarmaka untuk pencitraan tulang melibatkan analog dari
kalsium, gugus hidroksil, atau fosfat. Salah satu radiofarmaka yang paling
umum digunakan adalah difosfonat berlabel teknesium, terutama metilen
difosfonat (Tc-99m MDP). Meskipun bone scanning dapat dilakukan dengan
fluor-18 (18F) dan positron emission tomography (PET), penggunaannya
belum luas secara klinis. Dalam proses ini, ion fluorida berinteraksi dengan
ion hidroksil dalam kristal hidroksiapatit untuk lokalisasi dengan efisiensi

31
ekstraksi awal yang tinggi. Difosfonat memiliki ikatan P-C-P organik yang
lebih stabil secara in-vivo daripada ikatan P-O-P anorganik (pirofosfat),
terutama karena ketahanannya terhadap hidrolisis enzimatik. Ekskresi ginjal
yang cepat dari difosfonat menyebabkan sekitar 50% hingga 60% aktivitas
terlokalisasi di tulang dalam 2 hingga 3 jam setelah injeksi, dengan sisanya
dibersihkan oleh ginjal. Gangguan fungsi ginjal dapat meningkatkan aktivitas
di jaringan lunak, memengaruhi kualitas bone scanning. Penyerapan maksimal
tulang umumnya terjadi sekitar 5 jam setelah pemberian difosfonat, dengan
waktu paruh biologis sekitar 24 jam. Dalam persiapan radiofarmaka fosfat,
perhatian khusus diberikan untuk menghindari injeksi udara ke dalam botol
pencampur karena oksidasi dari teknesium dapat mengganggu penandaan
fosfat. Akumulasi awal radiofarmaka berlabel teknesium dalam tulang
terutama berkaitan dengan suplai darah, tetapi faktor lain juga memainkan
peran, termasuk permeabilitas kapiler, hubungan asam-basa lokal, dan jumlah
tulang yang termineralisasi. Penumpukan awal ini diduga terjadi karena
kemisorpsi pada permukaan tulang, meskipun pada beberapa pasien dapat
dipengaruhi oleh obat-obatan yang dikonsumsi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Bailey, D. L., Humm, J. L., Todd-Pokropek, A., & van Aswegen, A. (Eds.).
(2015). Nuclear medicine physics: A handbook for teachers and students. IAEA
International Atomic Energy Agency.

Biga, L. M., Bronson, S., Dawson, S., Harwell, A., Hopkins, R., Kaufmann, J.,
LeMaster, M., Matern, P., Morrison-Graham, K., Oja, K., Quick, D., Runyeon, J.,
& Oeru, O. (2019, September 26). 6.0 introduction. Anatomy Physiology.
https://open.oregonstate.education/aandp/chapter/6-0-introduction/

Biga, L. M., Bronson, S., Dawson, S., Harwell, A., Hopkins, R., Kaufmann, J.,
LeMaster, M., Matern, P., Morrison-Graham, K., Oja, K., Quick, D., Runyeon, J.,
& Oeru, O. (2019b, September 26). 6.1 the functions of the skeletal system.
Anatomy Physiology. https://open.oregonstate.education/aandp/chapter/6-1-the-
functions-of-the-skeletal-system/

Biga, L. M., Bronson, S., Dawson, S., Harwell, A., Hopkins, R., Kaufmann, J.,
LeMaster, M., Matern, P., Morrison-Graham, K., Oja, K., Quick, D., Runyeon, J.,
& Oeru, O. (2019c, September 26). 6.2 bone classification. Anatomy Physiology.
https://open.oregonstate.education/aandp/chapter/6-2-bone-classification/

Biga, L. M., Bronson, S., Dawson, S., Harwell, A., Hopkins, R., Kaufmann, J.,
LeMaster, M., Matern, P., Morrison-Graham, K., Oja, K., Quick, D., Runyeon, J.,
& Oeru, O. (2019d, September 26). 6.3 bone structure. Anatomy Physiology.
https://open.oregonstate.education/aandp/chapter/6-3-bone-structure/

Biga, L. M., Bronson, S., Dawson, S., Harwell, A., Hopkins, R., Kaufmann, J.,
LeMaster, M., Matern, P., Morrison-Graham, K., Oja, K., Quick, D., Runyeon, J.,
& Oeru, O. (2019e, September 26). 6.4 Bone Formation and Development.
Anatomy Physiology. https://open.oregonstate.education/aandp/chapter/6-4-bone-
formation-and-development/

33
Christian, P. E., & Waterstram-Rich, K. M. (Eds.). (2011, March 18). Nuclear
medicine and PET/CT - 7th edition. https://www.elsevier.com/books/nuclear-
medicine-and-pet-ct/unknown/978-0-323-07192-5

Cowan PT, Kahai P. Anatomy, Bones. [Updated 2023 Nov 13]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537199/

Mettler, F. A., & Guiberteau, M. J. (2006). Essentials of Nuclear Medicine


Imaging Fifth Edition. In Essentials of Nuclear Medicine Imaging (5th ed., pp. 1–
584). essay, Saunders Elseiver.

Momodu II, Savaliya V. Osteomyelitis. [Updated 2023 May 31]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532250/

Pullan JE, Lotfollahzadeh S. Primary Bone Cancer. [Updated 2022 Dec 3]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560830/

Sudaryatmi, N., Masrochah, S., & Erfansyah, M. (2021, February 1). Teknik
Pemeriksaan kedokteran nuklir bone scan di instalasi radiologi RSUP dr. Kariadi
Semarang. Jurnal Imejing Diagnostik (JImeD). https://ejournal.poltekkes-
smg.ac.id/ojs/index.php/jimed/article/view/6657/1990

34

Anda mungkin juga menyukai