Anda di halaman 1dari 62

KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT MATA RAMATA


NOMOR:
TENTANG
KEBIJAKAN PEDOMAN PELAYANAN RADIOLOGI
DI RUMAH SAKIT MATA RAMATA

DIREKTUR RUMAH SAKIT MATA RAMATA

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Mata Ramata, maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan Radiologi yang bermutu tinggi;
b. Bahwa agar pelayanan Radiologi di Rumah Sakit Mata
Ramata,dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya kebijakan
Direktur Rumah Sakit Mata Ramata, sebagai landasan bagi
penyelenggara pelayanan Radiologi di Rumah Sakit Mata
Ramata,
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan keputusan Direktur
Rumah Sakit Mata Ramata,
Mengingat : 1. Undang – undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan;
2. undang – undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan
4. Keputusan Menteri Kesehatan No.
1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan
Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269
/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis;
6. Keputusan Menteri Kesehatan No. 375/MENKES/SK/XI/2007
tentang Standar Profesi Radiografer;
7. Keputusan Menteri Kesehatan No.
1250/MENKES/SK/XII/2009 tentang Pedoman Kendali Mutu
Peralatan Radiodiagnostik;
8. Keputusan Menteri Kesehatan No.
1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3 RS);
9. Keputusan Menteri Kesehatan No. 432/MENKES/SK/IV/2007
tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1438/MENKES/PER
IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1691/MENKES/PER/VIII/2001 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2052/MENKES/PER/X/2012 Tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran ;
13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1333/MENKES
/SK/XI/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan
Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan;
15. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2020 tentang
Pelayanan Radiologi Klinik
16. Peraturan Kepala BAPETEN No 8 Tahun 2011 tentang
keselamatan Radiasi dalam penggunaan pesawat sinar - x
radiologi diangnostik dan Intervensional;
17. Peraturan Kepala BAPETEN No 4 Tahun 2013 tentang
Proteksi dan keselamatan Radiasi
Menetapkan :
Kesatu : Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Mata Ramata No
……………..tentang kebijakan Pelayanan Radiologi Rumah Sakit
Mata Ramata.
Kedua : Kebijakan pelayanan Radiologi Rumah Sakit Mata Ramata
sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan Radiologi
Rumah Sakit Mata Ramata dilaksanakan olehWakil Direktur Medik
dan SDM Rumah Sakit Mata Ramata

Ditetapkan di :
Pada Tanggal :
Direktur RS Mata Ramata

dr. Eka Bayu Putra, S.Ked


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan bimbingannya, pedoman pelayanan radiologi di Rumah Sakit Mata Ramata dapat
diselesaikan tepat pada waktunya

Pedoman ini dibuat dengan tujuan terciptanya kelancaran pelayanan radiologi yang
sesuai standar sehingga memperoleh hasil pemeriksaaan yang bermutu.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
dalam penyusunan pedoman ini. Semoga pedoman ini dapat memberikan manfaat untuk kita
semua didalam menjalankan tugas pelayanan radiologi di rumah sakit. Kami menyadari
pedoman ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran positif dari pihak yang
terkait sangat kami harapkan dalam penyempurnaan pedoman ini.

Denpasar,

Kepala Instalasi Radiologi

dr. .................., Sp.Rad


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. 1

DAFTAR ISI............................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 4


1.2 Tujuan................................................................................................ 5
1.3 Ruang Lingkup Pelayanan................................................................ 5
1.4 Batasan Operasional.......................................................................... 6
1.5 Kebijakan Pelayanan Radiologi........................................................ 6
1.6 Landasan Hukum............................................................................... 7
BAB II TATA LAKSANA PELAYANAN......................................................... 8

2.1 Tata Laksana Pendaftaran Pasien...................................................... 8


2.2 Pelayanan Radiologi dengan Penjadwalan........................................ 8
2.3 Pelayanan Radiologi Cito/ On Call................................................... 9
2.4 Pelayanan Radiologi Rujukan........................................................... 9
2.5 Persiapan Pasien................................................................................ 10
2.6 Pelaksanaan Pemeriksaan.................................................................. 11
2.7 Pengolahan Gambar.......................................................................... 15
2.8 Surat Persetujuan Tindakan............................................................... 15
2.9 Tata Laksana Pemberian Ekspertise.................................................. 15
2.10 Tata Laksana Penyerahan Hasil ..................................................... 16
BAB III STANDAR FASILITAS......................................................................... 18

3.1 Denah Ruang..................................................................................... 18


3.2 Standar Fasilitas................................................................................ 18
BAB IV MANAJEMEN RESIKO RADIOLOGI................................................. 25

4.1 Keselamat Pasien............................................................................... 25


4.2 Keselamatan Kerja............................................................................ 26

BAB V PROGRAM PROTEKSI RADIASI........................................................ 31

5.1 Pendahuluan...................................................................................... 31
5.2 Penyelenggara Keselamatan Radiasi ................................................ 32
BAB VI STRUKTUR ORGANISASI RADIOLOGI........................................... 37

6.1 Ketenagaan dan Kualifikasi Rumah Sakit......................................... 38


6.2 Berdasarkan Kualifikasi Personel..................................................... 38

BAB VII PROSEDUR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI............. 41

7.1 Prosedur Pengoperasian Pesawat Sinar –X ...................................... 41


7.2 Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi Personel...................... 41
7.3 Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pasien.......................... 42
7.4 Prosedur Proteksi dan Keselamatan Radiasi Pendamping Pasien..... 43
7.5 Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat..................................... 43
7.6 Rekaman dan Laporan....................................................................... 43

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU.................................................................... 46

8.1 Pengertian.......................................................................................... 46
8.2 Indikator Mutu Pelayanan dan Standar Mutu Radiologi................... 46

BAB IX PENUTUP............................................................................................... 51
PROGRAM MANAJEMEN RISIKO

A. Pendahuluan
Rumah sakit yang menerapkan prinsip keselamatan pasien berkewajiban untuk
mengidentifikasi dan mengendalikan seluruh risiko strategis dan operasional yang
penting. Hal ini mencakup seluruh area baik manajerial maupun fungsional, termasuk
area pelayanan, tempat pelayanan, juga area klinis. Rumah sakit perlu menjamin
berjalannya sistim untuk mengendalikan dan mengurangi risiko. Manajemen risiko
berhubungan erat dengan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dan berdampak
kepada pencapaian sasaran mutu rumah sakit. Ketiganya berkaitan erat dalam suatu
rangkaian yang tidak dapat dipisahkan
Hal ini meliputi dua hal :
1. Identifikasi proaktif dan pengelolaan potensi risiko utama yang dapat mengancam
pencapaian sasaran mutu pelayanan rumah sakit.
2. Reaktif atau responsif terhadap kerugian akibat dari keluhan, klaim, dan insiden,
serta respon terhadap laporan atau audit internal atau eksternal.
Panduan ini akan menjelaskan mekanisme dan tanggung jawab untuk :
1. Identifikasi risiko
2. Analisa risiko
3. Evaluasi risiko
4. Pengendalian risiko / mengelola risiko
5. Mencatat risiko (risk register)

B. Latar Belakang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Radiologi merupakan korban
kecelakaan radiasi adalah apabila seorang pekerja radiasi menerima dosis jauh
melampaui nilai batasan dosis yang diijinkan untuk waktu satu tahun. Disamping itu
keselamatan kerja juga dapat diartikan sebagai cara/teknik proteksi yang digunakan agar
keselamatan dan keamanan petugas dapat terjamin. Pelaksanaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat
kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi
dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi
juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang
pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Kecelakaan Kerja (KK) dikalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di
Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dibeberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan
kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan
alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Kecelakaan kerja merupakan salah satu dari
sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat
menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga
kerja adalah menyelenggarakan P3K. Kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan
menurunkan produktivitas adalah kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja.
Kecelakaan di Radiologi dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas radiologi itu sendiri.
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
a. Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia,yang dapat
terjadi antara lain karena:
a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
Instalasi Radiologi merupakan salah satu bagian pelayanan rumah sakit oleh sebab
itu pelayanan radiologi tidak hanya terfokus pada tujuan pelayanan radiologi dalam
memanfaatkan radiasi tetapi juga tetap mempertimbangkan dan memperhatikan pada
tujuan program manajemen risiko. Selama ini instalasi radiologi dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan melalui pemanfaatan radiasi pengion dan non pengion sangat
terarah pada keselamatan terhadap radiasi karena diketahui pemakaian radiasi pengion
mengandung risiko bila digunakan tanpa mengkuti dan taat pada peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku.
Kini saatnya semua individu yang terkait dalam pelayanan radiologi mulai
memikirkan, membuat, menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen risiko,
sehingga pelayanan radiologi tidak hanya mampu memberikan layanan dan hasil layanan
yang bermutu tinggi tetapi juga memberikan kepastian terwujudnya keselamatan pasien
(patient safety).
Pelayanan bidang radiologi yang merupakan pelayanan penunjang kesehatan
juga perlu menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan. Pelayanan radiologi merupakan
pelayanan kesehatan yang menggunakan sinar pengion ataupun bahan radioaktif
sehingga penggunaan bahan tersebut mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, yaitu
dapat sangat berguna bagi penegakan diagnosa dan terapi penyakit dan di sisi lain akan
sangat berbahaya bila penggunaannya tidak tepat dan tidak terkontrol, terlebih lagi bila
di lakukan oleh tenaga yang tidak kompeten atau bukan radiografer. Untuk mengurangi
bahaya yang terjadi tersebut, disamping memerlukan radiografer yang berkompeten
dibidang radiologi, diperlukan juga adanya suatu program manajemen risiko yang sesuai
serta petugas yang harus memahami keamanan ruangan pemeriksaan, kondisi peralatan,
dan menggunakan alat proteksi radiasi sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP)
yang benar.
Untuk itu setiap pengguna, penguasa ataupun pelaksana pelayanan radiologi
harus senantiasa menjamin mutu pelayanannya yaitu harus tepat dan aman baik bagi
pasien, pekerja, lingkungan maupun masyarakat sekitarnya.
C. Tujuan Umum
Memastikan bahwa semua proses kegiatan program manajemen risiko di unit radiologi,
baik dari aspek SDM, dan aspek pelayanan dilakukan sesuai jadwal, efektif, efisien, dan
berkesinambungan sehingga dapat menjamin keselamatan pasien, pekerja, lingkungan
maupun masyarakat sekitarnya.
D. Tujuan Khusus
1. Untuk memberikan panduan sistim manajemen risiko yang baku dan berlaku di
rumah sakit
2. Untuk memastikan sistim manajemen risko berjalan dengan baik agar proses
identifikasi, analisa, dan pengelolaan risiko ini dapat memberikan manfaat bagi
keselamatan pasien dan peningkatan mutu rumah sakit secara keseluruhan
3. Untuk membangun sistem monitoring dan komunikasi serta konsultasi yang
efektif demi tercapainya tujuan diatas dan penerapan yang berkesinambungan.
E. Landasan Hukum
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1970 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918)
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4279)
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059)
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072)
5. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan (Lembara Negara Republik Indonesia tahun 2014 nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2000 Tentang Keselamatan dan Kesehatan
Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
2000 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3992)
7. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5309)
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012 Tentang
Akreditasi Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor 413)
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1087/MENKES/SK/VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 tahun 2011 Tentang
Keselamatan Pasien
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2016 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2017 Tentang
Keselamatan Pasien
F. Batas Operasional
1. Risiko : peluang / probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO), yang akan
berdampak merugikan bagi pencapaian sasaran – sasaran keselamatan pasien dan
menurunkan mutu pelayanan.
2. Manajemen Risiko Rumah Sakit : merupakan upaya mengidentifikasi dan
mengelompokkan risiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko tersebut
baik secara proaktif risiko yang mungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden yang
sudah terjadi agar memberikan dampak negatif seminimal mungkin bagi keselamatan
pasien dan mutu rumah sakit
3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) : setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi
yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien. IKP terdiri
dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cidera (KNC), Kejadian
Tidak Cidera (KTC), dan Kejadian Potensial Cidera (KPC).
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) : adalah insiden yang mengakibatkan cidera pada
pasien
5. Kejadian Nyaris Cidera (KNC) : adalah insiden yang berpotensi menimbulkan cidera
pada pasien tapi yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak ada cidera pada
pasien.
6. Kejadian Tidak Cidera (KTC) : adalah insiden yang berpotensi mengakibatkan
cidera pada pasien dan sudah terpapar ke pasien, tetap ternyata tidak menimbulkan
cidera pada pasien
7. Kondisi Potensial Cidera (KPC) : adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cidera tetapi belum terjadi.
8. Kejadian Sentinel : adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan telah
mengakibatkan kematian atau cidera fisik / psikologis serius atau kecacatan pada
pasien. Termasuk di dalam kejadian sentinel antara lain : kematian yang tidak dapat
diantisipasi dan tidak berhubungan dengan penyebab alami dari penyakit pasien atau
kondisi medis dasar pasien, bunuh diri, kehilangan permanen dari sebagian besar
fungsi tubuh yang tidak berhubungan dengan penyakit dasar pasien, pembedahan
yang salah lokasi / salah prosedur / salah pasien, penculikan bayi atau bayi yang
dibawah pulang oleh orang tua yang salah.
9. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien : adalah suatu sistim untuk
mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, menganalisa dan
mengantisipasi / mengelola / mengendalikan insiden secara berkesinambungan.
10. Risiko Sisa : adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah uaya
pengendalian / tindakan dilakukan
11. Penilaian Risiko : adalah upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau berpotensi
terjadi dalam pelayanan di rumah sakit dengan mempertimbangkan klasifikasi dan
derajat (grading) kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari terpapar risiko
tersebut.
12. Penilai Risiko : adalah anggota dari staf ( manager atau yang lain ) yang telah
menghadiri pelatihan penilaian risiko. Hal ini adalah tanggung jawab manajemen
untuk memastikan bahwa tiap unit kerja memiliki paling sedikit satu penilai risiko
yang terlatih.
13. Internal : merujuk kepada aktivitas atau dokumen di dalam rumah sakit
14. Eksternal : merujuk kepada aktivitas atau dokumen yang bukan berasal dari rumah
sakit.
Tahap persiapan mencakup : ruang lingkup kegiatan manajemen risiko, personil
yang terlibat, standar dalam penentuan kriteria risiko, prosedur / mekanisme pelaporan,
pemantuan serta review, dokumentasi yang terkait. Identifikasi bahaya merupakan
tahapan yang penting. Beberapa teknik identifikasi bahaya seperti observasi / survey,
inspeksi, pemantauan, audit, kuesioner, data statistik, konsultasi dengan pekerja, Fault
Tee Analysis, Walk through survey. Penilaian resiko merupakan acuan agar penilaian
yang dilakukan subjektif mungkin berdasarkan data yang ada. Penilaian ini mencakup :
informasi tentang suatu aktifitas, tindakan pengendalian risiko yang ada, peralatan /
mesin yang digunakan untuk melakukan aktifitas, data Material Safety Data Sheet /
MSDS, Data statistik kecelakaan / penyakit akibat kerja, hasil studi atau survey, studi
banding pada industri sejenis, penilaian dari pihak spesialis / tenaga ahli. Analisa risiko
adalah kegiatan analisa suatu risiko dengan cara menentukan besarnya kemungkinan /
probability dan tingkat keparahan ( severity ) dari akibat atau konsekuensi suatu risiko.
Analisa ini dilakukan untuk membuat prioritas pengendalian risiko. Kegiatan yang
dilakukan berupa :
1. Mengidentifikasi besarnya risiko
2. Penentuan besar risiko : berapa besar bahaya dan kemungkinan terjadinya
G. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan
Panduan ini mencakup seluruh manajemen risiko di area pelayanan Rumah Sakit Mata
Ramata khususnya di Instalasi Radiologi. Manajemen risiko merupakan tanggung jawab
semua komponen di Instalasi Radiologi. Tujuan manajemen risiko untuk identifikasi dan
pengendalian risiko strategis dan operasional tidak akan tercapai apabila semua
perangkat yang ada di Instalasi Radiologi tidak bekerjasama dan berpartisipasi pada
pelaksanaanya.
Manajemen risiko meliputi idenfitikasi, analisa, evaluasi, dan pengelolaan risiko :
1. Risiko yang berpotensi terjadi (pro-aktif)
2. Insiden yang telah terjadi (relative / responsive)
H. Tanggung Jawab Manajemen Risiko
Dalam rangka mencapai tujuan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan risiko.
Rumah Sakit Mata Ramata mengatur kewenangan dan tanggung jawab manajemen
rumah sakit :
1. Level rumah sakit oleh Tim (Subkomite) mutu dan manajemen risiko dari Komite
Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
2. Level unit kerja / bagian dalam rumah sakit oleh kepala Instalasi atau kepala bagian
dari masing – masing unit kerja.
Uraian tanggung jawab manajemen risiko :
1. Tanggung jawab Pimpiman Rumah Sakit :
a. Menetapkan kebijakan mengenai manajemen risiko rumah sakit
b. Menetapkan dan membina tim manajemen risiko rumah sakit
c. Mengawasi dan memastikan sistim manajemen risiko berjalan dengan baik dan
berkesinambungan
d. Menerima laporan dan rekomendasi pengelolaan / pengendalian risiko serta
menindaklanuti sesuai arah kebijakan rumah sakit termasuk pendanaannya.
e. Mengambil alih tanggung jawab pengelolaan dan pengendalian insiden
keselamatan pasien sesuai grading risiko.
2. Tanggung jawab komite mutu dan keselamatan pasien
a. Meninjau daftar risiko rumah sakit dan memberi rekomendasi untuk menurunkan
skor risiko
b. Meninjau risiko – risiko ekstrim, tindakan, pengendalian, dan menyoroti area –
area utama kepada masing – masing kepala unit kerja terkait
3. Tim manajemen risiko
a. Membuat dan meninjau strategi dan kebijakan manajemen risiko
b. Penyediaan pelatihan penilaian risiko
c. Memantau daftar risiko per unit kerja untuk setiap perubahan, bagian yang tidak
lengkap, dengan perhatian pada tingkat risiko dan jadwal waktu
d. Memberi saran kepada penilai risiko, kepala unit kerja dan pihak eksekutif perihal
manajemen risiko
e. Memelihara dan membina daftar penilai risiko yang aktif
f. Menanggapi permintaan audit internal dan eksternal berkaitan dengan manajemen
risiko.
g. Menanggapi permintaan pihak eksternal untuk informasi berkaitan proses risiko.
4. Tanggung jawab penilai risiko
Penilai risiko harus dipilih oleh Kepala Unit Kerja untuk memastikan bahwa penilai
risiko yang dipilih mempunyai keterampilan kerja, pengetahuan, dan pengalaman
yang memadai untuk memenuhi perannya. Staf yang berminat pada peran sebagai
penilai risiko harus mendiskusikan peran tersebut dan mendapat persetujuan dari
Kepala Unit Kerja.
Penilai risiko bertanggung jawab untuk :
a. Menghadiri pelatihan penilai risiko dan pemutakhiran yang diselenggarakan
oleh Tim Manajemen Risiko
b. Menilai risiko di area kerja mereka menggunakan Form Penilaian Risiko,
mengidentifikasi seluruh risiko yang penting terlebih dahulu dan memastikan
bahwa Kepala Unit Kerja mengambil perhatian terhadap risiko tersebut.
c. Memastikan bahwa mereka menyimpan dokumen penilaian risiko yang asli dan
memberikan satu salinan kepada Kepala Unit Kerja untuk disimpan dalam arsip.
d. Menunjukkan bukti penilaian dan rencana tindakan yang lengkap dengan jadwal
waktu penyelesaian.
e. Jika penilai risiko memandang bahwa penilaian risiko mereka tidak memperoleh
perhatian yang memadai, mereka harus menghubungi Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien untuk meminta nasehat.
5. Tanggung Jawab Kepala Unit Kerja
a. Mengelola seluruh risiko di tempat kerja mereka. Kepala Unit Kerja boleh
mendelegasikan tugas melakukan penilaian risiko kepada anggota tim yang
telah menghadiri pelatihan penilaian risiko untuk penilai.
b. Kepala Unit Kerja bertanggung jawab untuk :
1) Pelaksanaan strategi dan kebijakan manajemen risiko di area tanggung
jawab mereka.
2) Mengelola daftar risiko unit kerja masing – masing. Hal ini termasuk
mengumpulkan, meninjau, dan memutakhirkan data.
3) Menunjuk penilai risiko untuk area mereka, memastikan bahwa mereka
diijinkan untuk menghadiri pelatihan penilai risiko dan sesi pemutakhiran.
4) Memastikan bahwa penilai risiko mempunyai alokasi waktu yang memadai
untuk melakukan penilaian risiko.
5) Melakukan validasi seluruh penilaian risiko yang dilakukan, dan melakukan
tindakan untuk mengurangi risiko yang teridentifikasi sampai pada tingkat
terendah yang mungkin dicapai.
6) Melengkapi Form Penilaian Risiko (meninjau / menyetujui pemeringkatan
matriks, menyatakan tindakan apa yang diperlukan / diambil untuk
menurunkan risiko sampai tingkat terendah yang mungkin dicapai).
7) Jadwal waktu untuk memulai / meningkatan langkah pengendalian. (pada
tingkat berapa risiko sisa tertinggal setelah pelaksanaan tindakan /
peningkatan langkah pengendalian: apakah risiko perlu dimasukkan ke
dalam daftar risiko unit kerja / rumah sakit).
8) Penyediaan informasi yang sesuai dan memadai, pelatihan dan supervisi
bagi staf untuk mendukung penurunan risiko. (Hal ini mencakup bahwa
seluruh staf menghadiri training wajib yang terkait).
9) Memelihara catatan penilaian risiko yang dilaksanakan dan untuk mencatat
perkembangan dan kinerja dibandingkan tindakan perbaikan yang
direncanakan.
10) Kepala Unit Kerja harus mengingatkan tim manajemen risiko jika penilai
risiko meninggalkan atau tidak lagi memenuhi perannya, sehingga tim
manajemen risiko mempunyai tanggung jawab untuk memutakhirkan data
penilai risiko organisasi.
11) Berkoordinasi dengan unit kerja lain di dalam rumah sakit.
12) Dalam keadaan dimana rencana untuk mengelola risiko berada dluar
kewenangan Kepala Unit Kerja atau dimana ada implikasi sumber daya
yang besar, risiko akan diprioritaskan oleh Direktur Rumah Sakit.
13) Memastikan bahwa penilaian risiko divalidasi ulang pada jangka waktu
yang sesuai atau mengikuti perubahan keadaan. Frekuensi peninjauan akan
bervariasi mengikuti tingkat sisa risiko.

Berikut yang disarankan :


Tingkat Warna Pelaksana Tinjauan Frekuensi
Kategori Risiko
Sisa Risiko Penilaian Risiko Tinjauan
Ekstrim Ekstrim (15-25) Merah Direktur RS Bulanan
Tinggi Tinggi ( 8 – 12 ) Jingga Kepala Unit Kerja Tiap 2 Bulan
Sedang Sedang ( 4 – 6 ) Kuning Penanggung Jawab Ruangan Tiap 3 Bulan
Rendang Rendah ( 1 – 3 ) Hijau Penanggung Jawab Ruangan Tiap 6 Bulan

6. Tanggung jawab karyawan


a. Seluruh staf mempunyai tanggung jawab untuk memberi informasi kepada
atasan mereka setiap bahaya yang bermakna di tempat kerja. Merupakan suatu
hal yang mendasar bahwa jika seorang staf menganggap ada hal yang serius
yang telah mereka laporkan kepada atasan langsung mereka tetapi belum
ditindaklanjuti mereka harus melaporkan ini kepada tingkat yang lebih tinggi.
b. Dalam rangka untuk memastikan kebijakan ini dilaksanakan dengan efektif,
setiap karyawan harus :
1) Menghadiri pelatihan sebagaimana ditentukan oleh atasan mereka atau oleh
rumah sakit (misal induksi / orientasi dan prosedur baru, pelatihan wajib :
induksi, keselamatan kebakaran, memindahkan dan mengangkat,
keselamatan personal, dan lain – lain).
2) Dapat bekerja sama secara penuh dalam menerapkan pedoman, protokol,
dan kebijakan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan, dan
manajemen risiko.
3) Melaporkan setiap insiden, kecacatan, atau setiap perubahan yang dapat
mempengaruhi kondisi kerja langsung kepada atasan / penilai risiko lokal
dan melengkapi form insiden report dengan tepat.
4) Mengikuti petunjuk kerja yang tertulis serta pelatihan yang disediakan
5) Berpartisipasi aktif dalam proses penilaian risiko.
6) Memenuhi dan melaksanakan langkah pengendalian / tindakan setelah
penilaian dilakukan.
I. Tanggung jawab tim K3 Radiologi
Petugas atau tim K3 mempunyai kewajiban merencanakan dan memantau pelaksanaan
K3 yang telah dilakukan oleh petugas proteksi radiologi, mencakup :
1. Bersama dengan petugas proteksi radiasi merancang program proteksi dan
keselamatan radiasi
2. Memantau aspek operasional program proteksi dan keselamatan radiasi
3. Memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan proteksi radiasi, dan
memantau pemakaiannya Meninjau secara sistematik dan periodik, program
pemantauan di semua tempat dimana pesawat sinar-x digunakan
4. Memberikan konsultasi yang terkait dengan proteksi radiasi dan keselamatan kerja
5. Melakukan pengurusan perijinan peralatan radiologi dengan melakukan koordinasi
dengan bagian IPSRS
6. Membuat program pemantauan paparan radiasi kepada petugas dengan mengajukan
kepada pihak manajemen proposal check up kesehatan secara rutin minimal 1 tahun
sekali
7. Membuat sistem panggilan untuk keadaan darurat yang timbul diluar jam kerja
8. Membuat rencana dan melaksanakan pelatihan K3 dalam bidang radiasi bagi seluruh
petugas radiologi
I. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pada program manajemen risiko ini adalah
1. Manajemen risiko di radiologi
2. Pedoman umum
Petugas atau tim K3 di radiologi
a. Sarana kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Radiologi
b. Pengamanan pada Keadaan Darurat
c. Tindakan Pencegahan
d. Disinfeksi
e. Sterilisasi
f. Dekontaminasi
g. Tindakan Khusus Terhadap Darah dan Cairan Tubuh
3. Tata ruang dan fasilitas radiologi
a. Ruangan Radiologi RS Umum Grha Bhakti Medika
b. Fasilitas Radiologi
4. Identifikasi masalah penyakit akibat kerja di Radiologi
5. Pengamanan terhadap bahaya radiasi
6. Penanganan Limbah
7. Jadwal Kegiatan Pelatihan Petugas Radiologi
8. Mekanis Pengajuan Pelatihan
J. TATA LAKSANA
1. Manajemen Risiko di Radiologi
RISK MANAGEMENT PROCESS

Establish the context


 Internal & external
factors
 Objectives
 Appetite for risk

RISK
MMUNICATION & CONSULTATION

ASSESSMENT

Risk Identification
 Describe the risk
MONITOR & RIVIEW

 Find risk source or


trigger
 Potential
Consequence

Risk Analysis
 Undestand the risk
 Determine level of
risk

Risk Evaluation
 Consider risk v
appetite
 Determine
acceptability
Risk Treatment
 Treat
 Share
 Retain
 Avoid

a. Identifikasi Risiko dan Penilaian Risiko (Risk Assessment)


Dalam hal ini, risiko dapat dibedakan menjadi risiko potensial (dengan pendekatan
pro-aktif) dan insiden yang sudah terjadi (dengan pendekatan reaktif/responsif).
Risiko potensial dapat diidentifikasi dari berbagai macam sumber, misalnya :
1) Informasi internal ( rapat bagian / koordinasi, audit, incident report, klaim,
komplain )
2) Informasi eksternal ( pedoman dari pemerintah, organisasi profesi, lembaga
penelitian )
3) Pemeriksaan atau audit eksternal
Contoh risiko potensial yang sering terjadi di Instalasi Radiologi :
No Area Risiko
1 Akses Pasien :
1) Waktu tunggu pasien untuk di periksa lama
2) Pasien berebut untuk diperiksa
3) Miskomunikasi
4) Proses transfer pasien yang tidak baik
5) Ketidaksediaan tempat persiapan dan transit pasien
2 Kecelakaan :
1) Tersengat listrik
2) Terpapar dengan bahan berbahaya
3) Tertimpa benda jatuh
4) Tersiram air panas
5) Terpeleset
3 Asesmen dan Terapi
1) Kesalahan identifikasi pasien
2) Kesalahan pelabelan data pasien
3) Code blue
4 Masalah administrasi keuangan pasien
1) Kesalahan estimasi biaya
2) Pengenaan tagihan yang sama 2x
3) Kesalahan input data tagihan
4) Perbedaan tarif dan tagihan
5) Transaksi tidak terinput
5 Kejadian infeksi
1) Kegagalan / kontaminasi alat medis
2) Needlestick injury
3) Kesalahan pembuangan limbah medis
4) Infeksi Nosokomial
6 Rekam medik
1) Kegagalan memperoleh informed consent
2) Kesalahan pelabelan rekam medik
3) Kebocoran informasi rekam medik
4) Ketidaklengkapan catatan dalam rekam medik
5) Kehilangan / kesalahan penyimpanan rekam medik
7 Obat
1) Riwayat alergi obat tidak teridentifikasi
2) Kesalahan dosis obat
3) Obat rusak / expired
4) Kesalahan identifikasi pasien dalam pemberian obat
5) Kegagalan memonitor efek samping obat
8 Keamanan
1) Pencurian
2) Pasien hilang
3) Lingkungan yang tidak aman
Risiko atau insiden yang sudah teridentifikasi harus ditentukan peringkatnya
(grading) dengan memperhatikan
1) Tingkat peluang / frekwensi kejadian (likelihood)
2) Tingkat dampak yang dapat / sudah ditimbulkan (consequence)

Daftar Identifikasi Risiko Instalasi / Bagian Radiologi


Rumah Sakit Mata Ramata
Periode …………………………..
Nama Instalasi : Radiologi

Peringkat Risiko Score


No Jenis Risiko Dampak Peluang DxP
(D) (P)
1 Waktu tunggu pasien untuk diperiksa lama
Ketidaktersediaan tempat menunggu untuk
2
pasien
Proses komunikasi untuk transfer pasien yang
3
kurang baik
4 Tertimpa benda jatuh
5 Terpeleset
6 Kesalahan identifikasi pasien
7 Reaksi obat
8 Kesalahan input data pasien pada SIM RS
9 Transaksi tidak terinput
10 Kontaminasi alat medis
11 Needle stick injury
12 Kesalahan pembuangan limbah medis
13 Infeksi nosokomial

14 Kehilangan hasil foto rontgen

15 Kesalahan object yang di foto

16 Kesalahan print film


17 Pengulangan foto

18 Kesalahan pemberian identitas pada film

19 Miskomunikasi penjadwalan pasien

Ketidaktersediaan gudang penyimpanan hasil


20
rontgen untuk jangka waktu 5 tahunan
21 Ketidaktersediaan barang habis pakai

Ketidaktersediaan tempat untuk petugas


22 mengedukasi pasien yang akan diperiksa dengan
persiapan khusus

Identifikasi risiko juga dapat dikategorikan berdasarkan dampak sesuai dengan


jenis – jenis insiden keselamatan pasien sebagaimana dicontohkan dalam tabel
berikut :

KATEGOR
ERROR HASIL
I
Kejadian atau yang berpotensi untuk
No error A
terjadinya kesalahan (KPC)
Terjadi kesalahan sebelum obat
B
mencapai pasien (KNC)
Terjadi kesalahan dan obat sudah
C diminum/digunakan pasien tetapi tidak
Error, no harm
membahayakan pasien (KTC)
Terjadinya kesalahan, sehingga
D monitoring ketat harus dilakukan tetapi
tidak membahayakan pasien (KTC)
Terjadinya kesahalan, hingga tx dan
intervensi lanjut diperlukan dan
E kesalahan ini memberikan efek yang
Error, harm
buruk yang sifatnya sementara (KTD)

F Terjadinya kesalahan dan


mengakibatkan pasien harus dirawat
lebih lama di RS serta memberikan efek
buruk yang sifatnya sementara (KTD)
Terjadinya kesalahan yang
G mengakibatkan efek buruk yang bersifat
permanen (KTD)
Terjadi Kesalahan dan hampir
H merenggut nyawa pasien, seperti : syok
anafilaktik (KTD)
Terjadi kesalahan dan pasien meninggal
Error, death I
dunia (Sentinel)

b. Analisis Risiko
Analisa dilakukan dengan menentukan score risiko atau insiden tersebut untuk
menentukan prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung
jawab untuk mengelola / mengendalikan risiko / insiden tersebut termasuk dalam
kategori biru / hijau / kuning / merah.
TINGKAT
DESKRIPSI PELUANG / FREKUENSI
RISIKO
1 Sangat Jarang / Rare ( > 5 tahun / kali )
2 Jarang / Unlikely ( > 2 – 5 tahun / kali )
3 Mungkin / Posible ( 1 – 2 tahun / kali )
4 Sering / Likely ( Beberapa kali / tahun )
5 Sangat sering / Almost certain (Tiap minggu / bulan )

TK
Deskripsi Dampak
RISIKO
1 Tidak Signifikan Tidak ada cedera
 Cedera ringan mis. Luka lecet
 Dapat diatasi dengan pertolongan
2 Minor
pertama

3 Moderat  Cedera sedang mis. Luka Robek


 Berkurangnya fungsi motorik /
sensorik / psikologis atau intelektual
(reversible), tidak berhubungan dengan
penyakit.
 Setiap kasus yang memperpanjang
perawatan
 Cedera luas / berat mis. Cacad, lumpuh
 Kehilangan fungsi motorik / sensorik /
4 Mayor
psiklogis atau intelektual (irreversibel),
tidak berhubungan dengan penyakit
Kematian yang tidak berhubungan dengan
5 Katastropik
perjalanan penyakit

Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya. Untuk risiko/insiden
dengan kategori biru dan hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana
sedangkan untuk kategori kuning, jingga dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih
mendalam dengan metode RCA (root cause analysis – reaktif / responsive ) atau
HFMEA ( healthcare failure mode effect analysis – proaktif )
c. Evaluasi Risiko
1) Risiko atau insiden yang sudah dianalisa akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor
dan grading yang dapat dalam analisis.
SKOR RISIKO = DAMPAK X PELUANG
2) Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai, dan
meliputi proses berikut :
a) Menilai secara obyektif beratnya / dampak / akibat dan menentukan suatu
skor
b) Menilai secara obyektif kemungkinan / peluang / frekuensi / suatu peristiwa
terjadi dan menetukan suatu skor
c) Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risiko
3) Penilaian risiko akan dilaksanakan dalam dua tahap.
a) Tahap pertama akan diselesaikan oleh penilai risiko yang terlihat yang akan
mengidentifikasi bahaya, efek yang mungkin terjadi dan pemeringkatan
risiko.
b) Tahap kedua dari penilaian akan dilakukan oleh Kepala Unit Kerja yang
akan melakukan verifikasi tahap pertama dan membuat suatu rencana
tindakan untuk mengatasi risiko.
TAK
MODERA MAYO KATASTROPI
SIGNIFIKAN MINOR
Probabilitas T R K
T 2
3 4 5
1
Sangat Sering
Terjadi (Tiap Modera
Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
minggu/bulan) t
5
Sering terjadi
(Beberapa
kali/tahun) Modera
Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
4 t

Mungkin terjadi (1
Modera
< 2 tahun / kali) Rendah Tinggi Ekstrim Ekstrim
t
3

Jarang terjadi (> 2


< 5 th/kali) Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
2

Sangat jarang
terjadi (> 5 thn/kali)
Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
1

4) Kelola Risiko
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selannjutnya adalah
pengelolaan risiko atau insiden dengan target menghilangkan atau menekan
risiko hingga ke level terendah ( risiko sisa ) dan meminimalisir dampak atau
kerugian yang timbul dari insiden yang sudah terjadi.
LEVEL / BANDS TINDAKAN
EKSTREM Risiko ekstrem, dilakukan RCA paling lama 45
(SANGAT hari, membutuhkan tindakan segera, perhatian
TINGGI) sampai ke Direktur RS

Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari,


kaji dengan detail & perlu tindakan segera, serta
HIGH (TINGGI)
membutuhkan tindakan top manajemen

Risiko sedang dilakukan investigasi sederhana


MODERATE paling lama 2 minggu. Manajer / Pimpinan klinis
(SEDANG) sebaiknya menilai dampak terhadap bahaya &
kelola risiko
Risiko rendah dilakukan investigasi sederhana
LOW (RENDAH) paling lama 1 minggu diselesaikan dengan prosedur
rutin
a) Investigasi Sederhana
Dalam pengelolaan risiko / IKP yang masuk dalam kategori biru atau hijau,
maka tindak lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan
investigasi sederhana, melalui tahapan :
 Identifikasi insiden dan degrading
 Mengumpulkan data dan informasi :
 Telaah dokumen
 Wawancara
 Observasi
 Kronologi kejadian
 Analisa dan evaluasi sederhana :
 Penyebab langsung : individu, peralatan, lingkungan tempat kerja,
dan prosedur kerja
 Penyebab tidak langsung : individu, dan tempat kerja
 Rekomendasi jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang.
Dalam menganalisa penyebab masalah, jangan berhenti pada penyebab langsung
namun harus terus menggali hingga kepada akar masalah sehingga penyelesaian
yang direkomendasikan nantinya bukanlah penyelesaian simptomatik semata
melainkan benar – benar penyelesaian etiologi yang dapat mencegah berulangnya
insiden yang sama dikemudian hari.

Contoh Kasus :
Petugas radiologi tidak menanyakan / melihat identitas pasien yang akan melakukan
pemeriksaan radiologi sehingga menyebabkan kesalahan pemeriksaan hingga selesai
dilaksanakan. Petugas radiologinya adalah tenaga yang baru bekerja 1 bulan.
Langkah yang harus dilakukan :
 Identifikasi insiden dan mengumpulkan informasi (observasi, wawancara, telaah
RM)
 Membuat laporan insiden keselamatan pasien dan kronologi kejadian (lampiran
1)
 Nilai Dampak : 3, karena cidera sedang
 Nilai Probabilitas : 2 karena kejadiannya jarang terjadi (2 – 5 tahun sekali)
 Skor Risiko : 3 x 2 = 6
 Kategori risiko moderate dengan warna bands hijau
 Maka dilakukan investigasi sederhana
Penyebab Langsung Insiden :
1. Prosedur Kerja : adanya kesalahan prosedur kerja yang dilakukan oleh pegawai
radiologi yang baru bekerja 1 bulan
2. Petugas : radiografer kurang memahami SPO yang berlaku di radiologi

Penyebab yang melatarbelakangi / akar masalah insiden :


Manajemen (Diklat dan Atasan Langsung) : pada waktu masuk sebagai
pegawai baru tidak menerima orientasi, kredensial dan training yang
diberikan langsung oleh bagian diklat ataupun dari atasan langsung di
Radiologi

Rekomendasi Penanggung Jawab Tanggal


Semua tenaga staf baru
harus menjalani kredensial
dan orientasi. Secara (Sesuai
Bagian Diklat
berkala juga harus jadwal)
mengikuti diklat
penyegaran.

Tindakan yang akan


Penanggung Jawab Tanggal
dilakukan
1. Dilakukan training
dan orientasi untuk
para staf baru di
Atasan Langsung (Sesuai jadwal)
instalasi Radiologi
2. Monitoring kinerja
profesi
b) RCA (Root Cause Analysis)
Langkah – langkah untuk melakukan analisis akar masalah (RCA) :
 Identifikasi Insiden: Root Cause Analysis digunakan untuk menganalisa
dan mengevaluasi IKP pada derajat kuning dan merah.
 Tentukan tim investigator yang mewakili berbagai komponen :
 Subkomite keselamatan pasien
 Subkomite mutu dan manajemen risiko
 Bidang keperawatan dan perwakilan kepala ruang
 Perwakilan kepala instalasi / bagian
 Perwakilan klinisi
 Personil lain yang dinilai perlu (misal dari komponen K3, PPI,
Administrasi keuangan, kepegawaian, farmasi, logistik dll sesuak
IKP yang terjadi)

Dalam hal insiden sentinel maka tim investigator terdiri dari:


 Expert insiden dan analisis expert external (misal yang tidak
berlatar belakang medis)
 Senior management expert (misal direktur medis)
 Senior clinical expert (misal konsultan senior)
 Orang yang mengetahui unit kerja / bagian terkait dengan baik
namun tidak terlibat langsung dalam insiden tersebut
Tim ini dibentuk oleh Komite Mutu dan Keselamatan Pasien yang akan
bertanggung jawab kepada direktur RS Universitas Udayana. Tim
diberi tenggang waktu kerja sesuai grading untuk memberikan laporan
kepada ketua Komiter Mutu dan Keselamatan Kerja.
 Pengumpulan data dan informasi dilakukan di lapangan dengan
berbagai cara :
 Observasi
Observasi langsung kepada praktek di lapangan dan tempat
kejadian
 Telaah Dokumentasi
Meliputi penelusuran kepada rekam medik pasien dan seluruh
pedoman / panduan / SPO terkait dengan insiden untuk korelasi
keduanya
 Wawancara
Dil Dilakukan dalam sesi tertutup kepada setiap personil terkait
secara terpisah termasuk kepada pihak yang dirugikan / pasien
dalam insiden tersebut
Tujuan pengumpulan informasi pada tahap ini :
 Mengamankan informasi untuk memastikan dapat digunakan
selama investigasi dan jika kasus disidangkan ke pengadilan
 Identifikasi kebijakan dan prosedur yang relevan
 Menggambarkan insiden secara akurat
 Mengorganisasi informasi
 Memberikan petunjuk kepada tim investigasi
Dokumentasi semua bukti yang berkaitan dengan insiden harus
dikumpulkan sesegera mungkin :
 Semua catatan medis dan catatan keperawatan
 Semua hasil pemeriksaan yang berhubungan dan penunjang
diagnostik
 Incident Report (laporan keselamatan pasien)
 Kebijakan dan prosedur
 Integrated care pathway yang berhubungan
 Pernyataan – pernyataan dan hasil observasi
 Bukti fisik
 Daftar staf yang terlibat
 Lakukan interview dengan semua orang yang terlibat
 Informasi mengenai kondisi yang dapat mempengaruhi terjadinya
insiden (misal: pergantian jaga, ketersediaan petugas terlatih,
kecukupan tenaga, dan lain-lain)

 Pemetaan kronologi kejadian dengan cara:


 Kronologi naratif : berguna pada laporan akhir insiden
 Timeline : menelusuri rantai insiden secara kronologis dan berguna
untuk menemukan bagian dalam proses dimana insiden terjadi.
 Tubular timeline : seperti timeline tapi lebih detail terutama dalam
hal good practice dan CMP (care management problem) berguna
untuk kejadian yang berlangsung lama
 Time person grid : untuk mengetahui pergerakan dan keberadaan
seseorang sebelum, selama, dan sesudah kejadian. Berguna pada
kejadian yang melibatkan banyak orang namun dalam periode
waktu pendek.
 CMP (Care Management Problem)
Adverse event yang berkaitan dengan penyimpanan dari standar
pelayanan yang telah ditetapkan dan berdampak langsung atau tidak
langsung kepada pasien.

 Analisa Informasi
 Teknik 5 WHYS (atau teknik why – why)
Bertanya secara berlapis dengan tujuan menemukan akar penyebab
masalah, dengan mengidentifikasi gejala, faktor kontributor, dan
akhirnya akar masalah.
Dengan teknik ini, investigator tidak boleh berhenti bertanya
walaupun sudah menemukan penyebab langsung sebelum
menemukan akar penyebab masalah.

 Analisis perubahan
Digunakan bila dicurigai adanya perubahan praktek daripada
prosedur yang seharusnya.
Contoh : kasus salah area operasi

 Analisis Barrier
Contoh : dari kasus diatas
 Analisis Fish Bone

c) HFMEA (Healthcare Failure Mode Effect Analysis)


Di dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya suatu insiden, metode
HFMEA digunakan untuk mengidentifikasi modus kegagalan (Kegagalan
proses) yang berpotensi terjadi kemudian mengidentifikasi dampak yang
mungkin timbul diikuti analisis akar masalah, sebelum melakukan redisain
proses untuk meminimalisir risiko modus kegagalan / dampaknya kepada
pasien.
HFMEA merupakan proses pro-aktif untuk memperbaiki kinerja dengan
mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi sehingga akhirnya
meningkatkan keselamatan pasien. (F = failure, yaitu saat sistim tidak
bekerja sesuai yang diharapkan, M = mode yaitu cara / prilaku yang dapat
menimbulkan kegagalan tersebut, E = effect, yaitu dampak / konsekuensi
dari modus kegagalan tadi, A = analysis, yaitu upaya investigasi terhadap
proses secara detail).
Pada prinsipnya langkah – langkah untuk menjalankan HFMEA meliputi :
 Identifikasi proses yang berisiko tinggi (IDENTIFIKASI)
 Bentuk tim HFMEA (TIM)
 Menggambarkan diagram dari proses tersebut (DIAGRAM PROCESS)
 Analisis HAZARD (HAZARD ANALYSIS)
 Brainstorming kemungkinan kegagalan proses dan menentukan
dampaknya
 Menentukan prioritas kegagalan proses yang akan diperbaiki
 Menentukan akar masalah dari kegagalan proses yang sudah
diprioritaskan tadi
 Implementasi dan monitoring hasil dari redisain proses tersebut
(ACTION & OUTCOME MEASURE)

 Langkah 1. IDENTIFIKASI PROSES BERISIKO TINGGI


Proses yang dimaksud dapat merupakan proses yang baru dan belum
dilakukan (misalnya pembelian alat baru, pemakaian rekam medik
elektronik, redisain kamar bedah), proses yang sudah berjalan, berisiko
tinggi walaupun belum menimbulkan insiden (misalnya pemeriksaan
dilaboratorium), proses klinik (misalnya proses pelayanan kateterisasi
jantung), atau proses non medik (pembayaran tagihan pasien asuransi).
Dalam menentukan proses yang hendak dianalisis dengan HFMEA,
kumpulan proses yang ada digrading untuk menentukan skor risikonya
(sebagaimana dalam prosedur RCA, risk assesment).
Contoh Tabel Identifikasi
 Langkah 2. TIM INVESTIGASI
Komposisi dan prosedurnya mirip seperti RCA diatas, terdiri dari orang
– orang multidisplin yang tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8
orang), memahami proses yang akan dianalisa, mewakili unit yang
akan dianalisa dan memiliki kemampuan berfikir kritikal. Tim
melakukan pertemuan pertemuan berkala untuk melakukan
pembahasan dengan agenda sebagai berikut :
 Langkah 3. GAMBARKAN ALUR PROSES
Gambarkan seluruh tahapan dalam alur proses beserta dengan sub-
proses dari masing – masing tahapan proses :
Kemudian uraikan modus kegagalan (dalam sub proses) dari masing –
masing tahapan dalam alur proses tersebut.

 Langkah 4. HAZARD ANALYSIS


Failure Mode (Kegagalan Proses) yang dipilih dijabarkan lebih lanjut
dan lebih detail dalam tabel berikut :
MINOR MODERAT MAYOR KATATROSPIK
1 2 3 4
Kegagalan yang Kegagalan Kegagalan Kegagalan
tidak dapat menyebabkan menyebabkan
Dampak mengganggu mempengaruhi kerugian kerugian besar
proses pelayanan proses dan berat
kepada pasien menimbulkan
kerugian
ringan

Pasien  Tidak ada  Cedera  Cedera luas  Kematian


cedera ringan / berat  Kehilangan
 Tidak ada  Ada  Perpanjang fungsi tubuh
perpanjangan Perpanjangan an hari secara
LOS hari rawat rawat lebih permanent
lama (+> 1 (sensorik,
bln) motorik,
 Berkurangn psikologik atau
ya fungsi intelektual)
permanen mis : operasi
organ tubuh pada bagian
(sensorik / atau pada pasien
motorik / yang salah
psikologik /
intelektual)
Pengungjung  Tidak ada  Cedera  Cedera luas  Kematian
cedera ringan atau berat  Terjadi pada
 Tidak ada  Ada  Perlu > 6 orang
penanganan penanganan dirawat
terjadi pada 1-2 ringan  Terjadi
orang  Terjadi pada pada
2-4 orang 4-6 orang
Staf  Tidak ada  Cedera  Cedera luas  Kematian
cedera ringan atau berat  Perawata pada
 Tidak ada  Ada  Perlu >6 staf
penangan penanganan dirawat
 Tidak ada atau tindakan  Kehilangan
kerugian waktu  Kehilangan waktu atau
atau kecelakaan waktu atau kecelakaan
kerja pada kecelakaan kerja pada
1-2 staf kerja pada 4-6 staf
2-4 staf
Fasilitas Kerugian kurang Kerugian 1 Kerugian Kerugian lebih
dari juta s/d 10 juta 10 juta s/d 50 dari 50 juta
1juta atau tanpa juta
menimbulkan
dampak terhadap
pasien
Dalam kaitan dengan contoh sebelumnya maka ke dalam tabel dapat dituliskan
sebagai berikut :
Untuk setiap hazard dengan score >/= 8, dianalisa lebih lanjut dengan
Pohon Keputusan (Decision Tree)
Bila dari analisis Pohon Keputusan berakhir pada STOP, maka tidak
perlu lagi meneruskan pencarian akar masalah untuk hazard ini karena
berarti hazard tersebut tidak prioritas, sedangkan hazard yang berakhir
pada titik hijau sebagaimana gambar diatas, perlu ditindaklanjuti
sebagai langkah-5
 Langkah 5. ACTION & OUTCOME MEASURE
 Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan dapat
dikontrol, eliminasi, terima
 Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang
akan di eliminasi atau di control
 Identifikasi ukuran outcome yang digunakan analisa dan uji
redisain proses
 Identifikasi penanggung jawab untuk melaksanakan tindakan
tersebut
 Tentukan apakah diperlukan dukungan manajemen puncak untuk
melaksanakan rekomendasi
d) Menurunkan Risiko
 Tujuan dari identifikasi dan menilai risiko adalah untuk memastikan
bahwa tindakan dilakukan untuk mengurangi risiko pada tingkat
terendah yang dapat dicapai
 Tabel penanda tingkat risiko dan skala waktu yang dapat diterima
untuk memulai tindakan

e) Daftar Risiko
Daftar risiko adalah pusat dari proses manajemen risiko rumah sakit,
khususnya di instalasi Radiologi. Setelah identifikasi, penilaian, dan
pengendalian awal suatu risiko, risiko dan rencana tindakan yang
berhubungan dengannya akan dimasukkan ke dalam daftar risiko unit kerja.
Untuk mengurangi administrasi, risiko “rendah” tidak perlu dimasukkan ke
dalam daftar. Risiko ekstrim yang dapat membahayakan sasaran – sasaran
organisasi secara bermakna, juga akan dicatat dalam daftar risiko korporat.
Salinan dari seluruh penilaian perlu untuk diperlihara.
Kepala unit kerja harus menentukan siapa yang akan menangani penilaian
risiko di dalam unit kerja mereka masing – masing.
 Daftar risiko unit kerja
Daftar risiko unit kerja dan rencana tindakan yang berhubungan akan
ditinjau, didiskusikan dan dimutakhirkan pada pertemuan Tim
Manajmen Risiko setiap bulan.
 Daftar risiko korporat
 Daftar risiko korporat adalah suatu dokumen yang didisain untuk
memberi informasi kepada Direksi Rumah Sakit perihal risiko
tingkat tertinggi di rumah sakit, dan menjamin pengendalian serta
tindakan telah dilakukan berupa menghilangkan risiko atau
menurunkannya sampai pada tingkat terendah yang mungkin.
 Risiko ekstrim dengan skor 15 atau lebih pada daftar risiko unit
kerja akan dimasukkan dalam daftar risiko korporat. Proses ini
akan dilakukan oleh Tim Manajemen Risiko
 Komite Mutu dan Keselamatan Pasien akan meninjau daftar risiko
korporat sebelum diserahkan kepada Direksi Rumah Sakit
5) Pengawasan, Audit, dan Peninjauan
a) Kebijakan ini akan diawasi melalui audit tahunan melihat kepada sampel
Form Penilaian Risiko, daftar risiko unit kerja, dan daftar risiko korporat.
b) Audit
c) Tinjauan notulen dari tim unit kerja, komite mutu dan keselamatan pasien
serta direksi rumah sakit untuk mengkonfirmasi diskusi seputar manajemen
risiko
6) Komunikasi dan Konsultasi
Di dalam melaksanakan tugasnya tim manajemen risiko harus terus menerus
menjalin komunikasi dengan berbagai pihak baik yang terkait langsung dengan
risiko / insiden maupun yang tidak terkait namun memiliki pengetahuan
mengenai risiko / insiden yang sedang dievaluasi. Di dalam melaksanakan
fungsinya, tim dapat pula berkonsultasi baik secara internal maupun external
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dari masalah yang sedang dievaluasi.
Di dalam melakukan evaluasi, tim diharapkan dapat bekerja independen
sehingga mampu menghasilkan evaluasi yang objektif dan akhirnya membuat
rekomendasi (ACTION PLAN) yang benar – benar sesuai dengan kebutuhan
untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.
2. Pedoman Umum
Petugas atau tim K3 Radiologi
Pengamanan kerja radiologi pada dasarnya menjadi tanggung jawab setiap petugas
terutama yang berhubungan langsung dengan pasien saat melakukan teknik
pemeriksaan. Mengkoordinasikan, menginformasikan, memonitor dan mengevaluasi,
pelaksanaan keamanan radiologi, terutama untuk radiologi yang melakukan berbagai
jenis pelayanan dan kegiatan pada satu sarana, diperlukan satu tim K3 Radiologi.
a. Kesehatan Petugas Radiologi
1) Pemeriksaan awal adalah pemeriksaan yang dilakukan sebelum petugas
radiologi mulai melaksanakan pekerjaannya. Tujuannya untuk mengetahui
gambaran status kesehatan petugas dan apakah petugas tersebut sesuai
dengan pekerjaannya. Pemeriksaan awal ini meliputi : Anamnesa pekerjaan,
penyakit yang pernah diderita, alergi, Imunisasi yang pernah didapat, dan
pemeriksaan fisik.
2) Pemeriksaan berkala adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan
secara berkala setiap 1 tahun sekali. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan fisik.
b. Asupan Gizi Petugas Radiologi
Sesuai dengan Keputusan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1087/Menkes/SK/VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja
di Rumah Sakit disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan kesehatan badan,
kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik petugas radiologi, Rumah Sakit
berkewajiban untuk melakukan pemberian makanan tambahan dengan gizi yang
mencukupi (makanan dengan kadar protein tinggi) untuk petugas radiologi,
pemberian imunisasi, olahraga, senam kesehatan dan rekreasi, dan pembinaan
mental atau rohani.
c. Sarana dan Prasarana Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Radiologi
1) Baju Apron
2) Kaca mata Pb
3) Sarung tangan Pb
4) Thyroid shield
5) TLD dan Pocket dosimetri
6) Sarung tangan
7) Masker
8) Wastafel yang dilengkapi dengan sabun (skin disinfektan) dan air mengalir
d. Pengamanan pada Tanda Darurat
1) Tanda bahaya Radiasi
2) Sistem evakuasi
3) Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
4) Alat komunikasi darurat baik di dalam atau keluar radiologi
5) Sistem informasi darurat
6) Pelatihan khusus berkala tentang penanganan keadaan darurat.
7) Alat pemadam kebakaran, masker, pasir dan sumber air terletak pada lokasi
yang mudah dicapai
8) Nomor telepon ambulance, pemadam kebakaran dan polisi di setiap
laboratorium.
e. Tindakan pencegahan terhadap hal - hal sebagai berikut :
1) Terpeleset, biasanya karena lantai licin. Terpeleset dan terjatuh adalah
bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di instalasi radiologi.
Akibat :
a) Ringan : memar
b) Berat : fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahan :
a) Pakai sepatu anti slip
b) Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
c) Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin)
atau tidak rata konstruksinya.
d) Pemeliharaan lantai dan tangga
2) Mengangkat beban Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup
berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibat :
Cedera pada punggung
Pencegahan :
a) Beban jangan terlalu berat
b) Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
c) Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi
pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
d) Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.
3) Menyuntikkan media kontras. Hal ini merupakan pekerjaan sehari-hari di
instalasi radiologi.
Akibat :
a) Tertusuk jarum suntik
b) Tertular virus AIDS, Hepatitis B
Pencegahan :
a) Gunakan alat suntik sekali pakai
b) Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai
tapi langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya
gunakan destruction clip).
c) Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup
4) Melakukan posisi dan exposure pasien
Akibatnya :
a) Terpapar radiasi
b) Tertular virus
Pencegahan:
a) Menggunakan dan menerapkan prinsip-prinsip proteksi radiasi
b) Menggunakan Alat pelindung diri (sarung tangan dan masker).
5) Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan
yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi
bila terdapat 3 unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah
terbakar dan panas.
Akibat :
a) Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat
bahkan kematian
b) Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.
Pencegahan :
a) Konstruksi bangunan yang tahan api
b) Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah
terbakar
c) Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
d) Sistem tanda kebakaran
e) Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya
dengan segera
f) Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara
otomatis
g) Jalan untuk menyelamatkan diri
h) Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran
i) Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman.
Berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia di instalasi radiologi RS Universitas
Udayana masing - masing memiliki prosedur proteksi radiasi yang berbeda. Hal ini
dilihat dari resiko yang ditimbulkan akibat radiasi masing- masing peralatan. Berikut
dibawah ini uraikan tentang pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja baik bagi
pasien, pekerja dan lingkungan.
a. Pasien
Pada pasien yang memerlukan pemeriksaan radiologi disesuaikan dengan surat
permintaan dari dokter (Poliklinik, Rawat inap dan UGD). Untuk pemeriksaan
konvensional yang harus diperhatikan antara lain :
1) Menghindari terjadinya penggulangan pemeriksaan.
2) Memberi alat proteksi radiasi bila dperlukan.
3) Mengatur factor exsposi (KV,MAS,FFD).
Untuk pemeriksaan interkonvensional (Flouroscopy)
1) Maksimalkan jarak antara tabung sinar-x dan pasien sejauh mungkin
2) Minimalkan jarak antara pasien dan reseptor citra
3) Minimalkan waktu fluoroskopi
4) Hindari penyinaran daerah kulit yang sama pada proyeksi yang berbeda
Untuk pemeriksaan CT Scan
1) Lakukan pemindaian hanya jika terindikasi
2) Anjurkan penggunaan pencitraan non-radiasi alternatif (MRI, USG) jika
memungkinkan, terutama untuk pasien berusia muda
3) Selalu cek apakah pasien tengah hamil
b. Pekerja radiasi
Proteksi radiasi untuk pekerja radiasi di instalasi radiologi dilengkapi dengan alat
ukur paparan radiasi (Film Badge). Selain itu juga pekerja radiasi yang
menangani pasien fluoroscopy dilengkapi alat pelindung diri khusus seperti
apron, kaca mata Pb, sarung tangan Pb dan thyroid shielding. Untuk pemantauan
paparan dosis masing- masing pekerja memiliki kartu dosis dan kartu hasil
pemeriksaan rutin.
c. Lingkungan
Fasilitas radiologi adalah sarana lingkungan berupa ruangan yang mempunyai
luas dan struktur sesuai dengan standar pelayanan radiodiagnostik di sarana
pelayanan kesehatan. Pendekatan yang digunakan dalam menetapkan jenis dan
luas ruangan adalah :
1) Fungsi ruangan / jenis kegiatan
2) Proteksi terhadap bahaya radiasi bagi petugas, pasien, lingkungan.
3) Efesiensi.
Dalam penerapan proteksi radiasi bagi masyarakat / lingkungan sekitar sumber
radiasi harus memperhatikan prinsip-prinsip proteksi radiasi. Hal ini dapat dilihat
pada uji paparan radiasi dan uji kesesuaian peralatan radiologi di masing - masing
ruangan radiologi (konvensional, intervensional, CT Scan dan C-Arm) yang
dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir
(Bapeten). Uji fungsi paparan radiasi dilakukan pertama kali alat sinar – x
tersebut dipasang.
3. Tata ruang dan fasilitas radiologi
a. Ruangan radiologi RS Mata Ramata
Tata Ruang
1) Ruangan instalasi radiologi berada di lantai 2
2) Lantai ruang pemeriksaan dilapisi ubin
3) Ada pemisahan ruang pemeriksaan dengan ruang operator sehingga dapat
mengurangi efek radiasi hambur.
4) Tersedia ruangan toilet di ruangan petugas dan terpisah dengan ruangan
toilet pasien
5) Tersedia APAR (alat pemadam api ringan) di ruangan dan disekitar ruangan
radiologi
b. Koridor, gang, lantai
Penerangan di depan pintu koridor cukup memadai
c. Sistem ventilasi
Di radiologi RS Mata Ramata tidak menggunakan ventilasi karena sudah
memakai AC yang memadai
d. Fasilitas Radiologi
Peralatan Radiologi, bahaya dan cara mengatasinya
N NAMA ALAT BAHAYA CARA MENGATASI
O
1 Konvensional Kebocoran tabung Uji kesesuaian dan kalibrasi
Radiasi hambur secara rutin
Penularan penyakit infeksi Menggunakan APD saat
melakukan pemeriksaan

2 X-Ray Mobile Kebocoran tabung Uji kesesuaian dan kalibrasi


Radiasi hambur secara rutin
Penularan penyakit infeksi Menggunakan APD saat
melakukan pemeriksaan

4. Identifikasi Masalah Penyakit Akibat Kerja Di Radiologi


Penyakit akibat kerja di radiologi umumnya berkaitan dengan efek :
a. Efek Biologi Radiasi
1) Efek Deterministik ( Non Stokastik) dan stokastik
Efek Deterministik (non stokastik) dapat terjadi akibat penyinaran lokal
maupun menyeluruh sehingga sejumlah cukup banyak sel mati dan tidak
dapat dikompesasikan oleh pembelahan sel yang masih hidup. Disamping
mematikan sel, radiasi juga dapat merusak jaringan dengan cara
menimbulkan reaksi peradangan yang mempengaruhi permiabilitas sel dan
jaringan, mempengaruhi migrasi alamiah sel pada alat tubuh yang sedang
berkembang, atau efek tak langsung melalui organ lain.Ciri-ciri efek
deterministik antara lain :
a) Memiliki dosis ambang
b) Umumnya timbul tidak begitu lama setelah terkena radiasi
c) Ada penyembuhan spontan (tergantung keparahan)
2) Pencegahan :
Adapun tindakan proteksi radiasi eksterna dengan mengupayakan agar
tingkat paparan radiasi yang diterima petugas serendah mungkin. Faktor-
fator utama proteksi radiasi meliputi : faktor waktu, faktor jarak, dan faktor
penahan radiasi ( perisai).
3) Penanganan :
a) Tindakan pengurangan resiko dari efek radiasi bagi petugas, pasien dan
lingkungan meliputi:
 Menghindari terjadinya penggulangan pemeriksaan.
 Memberi alat proteksi radiasi bila dperlukan.
 Mengatur faktor exsposi ( KV,MAS,FFD).
 Maksimalkan jarak antara tabung sinar-x dan pasien sejauh mungkin
 Minimalkan jarak antara pasien dan reseptor citra
 Minimalkan waktu fluoroskopi
 Hindari penyinaran daerah kulit yang sama pada proyeksi yang
berbeda
 Anjurkan penggunaan pencitraan non-radiasi alternatif (MRI, USG)
jika memungkinkan, terutama untuk pasien berusia muda
 Selalu cek apakah pasien tengah hamil
b) Cara mencuci tangan
 Mencuci tangan dengan air (waktu : 40 – 60 detik) :
 Basahi kedua tangan dengan air mengalir
 Beri sabun secukupnya
 Ratakan dengan kedua telapak tangan
 Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan
kanan dan sebaliknya
 Gosok kedua telapak dan sela-sela jari
 Punggung jari tangan kanan digosokkan pada telapak tangan
kiri dengan jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci
 Ibu jari tangan kiri digosok berputar dalam genggaman tangan
kanan dan sebaliknya
 Gosok berputar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak tangan
kiri dan sebaliknya
 Basuh dengan air.
 Keringkan tangan dengan handuk atau tissue.
 Matikan keran air dengan handuk dan tissue
 Sekarang tangan anda sudah bersih
 Mencuci tangan menggunakan hand rub (waktu : 20 – 30 detik) :
 Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan
kanan dan sebaliknya
 Gosok kedua telapak dan sela-sela jari
 Punggung jari tangan kanan digosokkan pada telapak tangan
kiri dengan jari sisi dalam kedua tangan saling mengunci
 Ibu jari tangan kiri digosok berputar dalam genggaman tangan
kanan dan sebaliknya
 Gosok berputar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak tangan
kiri dan sebaliknya
 Keringkan tangan dengan handuk atau tissue.
 Sekarang tangan anda sudah bersih
c) Cara menangani tertusuk jarum
 Petugas radiologi menyiapkan air kran mengalir
 Petugas, siswa atau cleaning service di radiologi yang tertusuk
jarum menghentikan segala tindakan.
 Membasuh luka pada air mengalir.
 Luka bekas tusukan tidak diperbolehkan untuk dipijat atau ditekan.
 Dilapor kepada kepala ruangan untuk tindak lanjut.
 Petugas, siswa atau cleaning service yang tertusuk jarum ke UGD
untuk mendapat penanganan lebih lanjut (misalnya : dirujuk ke
klinik VCT atau dilakukan pemeriksaan laboratorium apabila
diperlukan).
b. Faktor Kimia
Petugas di radiologi yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan
seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam
komponen antiseptik, disinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen.
Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negative terhadap
kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling seringadalah dermatosis
kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak,
dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi(keton). Bahan toksik
(trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan,terhirup atau terserap melalui
kulit dapat menyebabkan penyakit akut ataukronik, bahkan kematian. Bahan
korosif (asam dan basa) akanmengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible
pada daerah yang terpapar.
1) Pencegahan :
a) Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
untuk diketahui oleh seluruh petugas radiologi
b) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek) dengan benar.
c) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
d) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
2) Penanganan
Penangan percikan bahan kimia
 Petugas radiologi membersihkan dengan air bersih dan NaCl.
 Petugas l menangani percikan B3 pada mata dengan cara:
 Mata dicuci dalam keadaan terbuka menggunakan air bersih atau
cairan NaCl, baik dengan air kran maupun penyemprotan air.
Pencucian dilakukan kira-kira 15 menit terus-menerus, kemudian
segera dibawa ke dokter mata.
 Petugas radiologi menangani percikan B3 dan bahan infeksius
pada mulut dengan cara :
Cairan dari mulut dikeluarkan dengan cara berludah kemudian
dikumur dengan air beberapa kali, kemudian dibawa ke dokter.
 Petugas radiologi menangani percikan B3 dan bahan infeksius
pada kulit (baik kulit yang utuh, kulit yang sedang luka, lecet atau
dermatitis) dengan cara :
Kulit dicuci sebersih mungkin dengan sabun dan air mengalir.
Selanjutnya, petugas yang terpapar, perlu mendapatkan pemantauan
HIV yang sesuai dan perhatian terhadap kondisi kesehatannya.
c. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan
alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,
kebolehan danbatasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan
lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang
setinggi - tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan
kuratif, secara popular kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To
fit the Job to the Manand to fit the Man to the Job. Sebagian besar
pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja
dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator
peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya
barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuranpekerja
Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapatmenyebabkan
mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dandalam jangka
panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress)
dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low
back pain).
d. Faktor Fisik
1) Faktor fisik di radiologi yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja
meliputi:
a) Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
b) Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan radiologi ruang
perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan
penglihatan dan kecelakaan kerja.
c) Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
d) Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
e) Terkena radiasi
Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,
penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat
membahayakan petugas yang menangani.
2) Pencegahan :
a) Pengendalian cahaya di ruang radiologi
b) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
c) Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
d) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
e) Pelindung mata untuk sinar laser
f) Filter untuk mikroskop
e. Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di radiologi yang dapat menyebabkan stress :
1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup
mati seseorang. Untuk itu pekerja di radiologi dituntut untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-
tamahan
2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja.
4) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal.
5. Pengamanan Terhadap Bahan Khusus Kimia
a. Penggolongan bahan kimia
1) Bahan kimia beracun merupakan bahan kimia yang dapat menyebabkan
bahaya terhadap kesehatan manusia atau menyebabkan kematian apabila
terserap kedalam tubuh karena tertelan,terhirup atau terkena kulit
2) Bahan kimia korosif merupakan bahan yang terkena reaksi kimia dapat
mengakibatkan kerusakan apabila kontak dengan jaringan tubuh atau bahan
lain
3) Bahan mudah terbakar (flammable substances) merupakan bahan yang
mudah bereaksi dengan oksigen dan menimbulkan kebakaran
4) Bahan kimia yang mudah meledak
5) Bahan oksidator
6) Bahan reaktif terhadap air
7) Bahan reaktif terhadap asam
8) Gas bertekanan
b. Bahan kimia yang ada di radiologi RS Mata Ramata :
No Nama Bahan Golongan Sifat Tempat Penyimpanan
1 Media Zat Kimia Toksisitas Tempat kering, sejuk, ventilasi
Kontras baik
2 Alkohol 96 % Disinfektan Mudah terbakar Jauh dari sumber
dan iritatif panas/pengapian, simpan di
dalam jumlah tempat dingin
banyak
3 Handshop Antiseptik Tempat kering, sejuk, ventilasi
baik
4 Bethadin Antiseptik Tempat kering, sejuk, ventilasi
baik
5 Baterai Logam Berat Mudah Meledak Tempat kering, sejuk, ventilasi
baik

6. Penanganan Limbah
Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Radiologi adalah limbah yang
dihasilkan Instalasi Radiologi berupa material media kontras yang digunakan dalam
pemeriksaan radiografi intervensional. Pengolahan limbah penting sekali untuk
memberikan pedoman kerja bagi petugas radiologi untuk menangani limbah dalam
melaksanakan proses kegiatan sesuai dengan ketentuan K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja), sehingga tercipta kinerja efektif dan efisien dalam melakukan
penanganan dan pembuangan limbah di instalasi radiologi.
a. Sumber, Sifat dan Bentuk Limbah
1) Sumber Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
Bahan baku yang sudah kadaluarsa (bahan media kontras yang expired date)
2) Sifat Limbah : buangan bahan berbahaya dan beracun (B3)
3) Bentuk Limbah : Limbah cair dan padat
b. Penanganan dan pembuangan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)
1) Pembuangan Limbah B3 Radiologi
Petugas cleaning service melakukan pembuangan limbah medis dan non
medis dengan cara :
Petugas cleaning service melakukan pembuangan limbah setiap hari dan
dapat lebih dari sekali dalam sehari apabila dibutuhkan dibawah pengawasan
petugas radiologi untuk pembuangan limbah medis.
c. Bentuk Limbah
1) Limbah cair
Limbah sisa pemakaian media kontras
2) Limbah padat
Peralatan habis pakai (seperti alat suntik, sarung tangan, kapas, botol obat
kontras, masker).
d. Pengelolaan dan Penanganan Limbah di Radiologi
1) Alkohol
a) Merusak struktur lipid dengan cara penetrasi ke dalam daerah
hidrokarbon dan denaturasi protein sel.
b) Alkohol rantai pendek menyebabkan kerusakan membran yang lebih
besar dari alkohol rantai panjang.
c) Yang umum digunakan adalah etanol dan isopropanol.
d) Pada suhu kamar, alkohol alifatik tidak dapat membunuh spora karena
itu jangan digunakan untuk sterilisasi alat.
e) Aktif terhadap bakteri kecuali bentuk spora, jamur dan virus
berselubung.
f) Paling efektif dalam konsentrasi 70 – 90%.
g) Campuran dengan disinfeksi lain akan memperkuat daya disinfektan
alkohol misalnya alkohol 70% ditambah formaldehid 100 g/L atau
alkohol ditambah zat klor aktif 2 g/L.
2) Penanganan limbah medis padat
a) Limbah benda tajam seperti jarum, wing nidle ditampung pada sharp
box.
b) Handscone, masker, tissue dan alkohol swab yang terkontaminasi cairan
tubuh pasien dibuang pada tempat sampah non infeksius.
3) Penanganan limbah non medis
Tissue yang tidak terkontaminasi sampel, kertas, plastik kemasan, sisa
makanan dimasukkan ke dalam tempat sampah non medis yang sudah
dilapisi kantong plastik berwarna hitam.
7. Jadwal Program Kerja dan Pelatihan K3
Jadwal kegiatan masing-masing program kerja dan pelatihan K3 di instalasi
Radiologi secara rinci dituangkan dalam jadwal dibawah ini.
Bulan Pelaksana
No Kegiatan Tujuan Kegiatan
Evaluasi

Program Keselamatan dan Kesehatan Karyawan

Pemeriksaan Kesehatan Mengetahui kondisi awal


1 Sebelum Bekerja
Pra Kerja kesehatan calon karyawan

Menilai sedini mungkin


penyebab gangguan dari
pekerjaan dan lingkungan
2 GMC Tahap 1 dan 2 terhadap karyawan (Setahun sekali)

Monitoring Radiasi Mengevaluasi Jumlah Paparan

3 dengan pemasangan Radiasi yang diterima oleh (Tiap 3 bulan sekali)


TLD karyawan unit Radiologi

4 Pencatatan Kesakitan Dokumentasi angka kesakitan (Setiap 1 bulan sekali)


Karyawan karyawan

Sebagai proteksi alat


Pengadaan Alat
5 keselamatan dan kesehatan (Setiap 1 tahun sekali)
Pelindung Diri (APD)
kerja selama bekerja
Nutrisi Makanan Bagi Meningkatkan Asupan Gizi dan
6 (Setiap 1 bulan sekali)
Petugas Radiologi Daya Imunitas Tenaga Kerja
Monitoring Daerah
Mengevaluasi Daerah di
7 Beresiko di Instalasi (Setiap 2 bulan sekali)
Instalasi Radiologi
Radiologi
Program Pengelolaan, Pemeliharaan, dan Sertifikasi Sarana, Prasarana dan
Peralatan

Monitoring Sertifikasi &


1 Menilai Kelayakan Alat (Setiap 1 bulan sekali)
Pemeliharaan Alat

Pemenuhan rambu –
rambu K3 di Unit
Pengadaan Rambu – Rambu Radiologi Guna
2 (Setiap 1 bulan sekali)
K3 dan Maintenance Keselamatan dan
Kesehatan Baik Karyawan
Maupun Pengunjung

Program Pengelolaan Jasa, Bahan dan Barang Berbahaya (B3)

Mengetahui data MSDS


Monitoring & Pendataan bahan berbahaya dan
1 ( Setiap 1 bulan sekali )
(B3) beracun dan Monitoring
Penggunaan

Pengamanan Kebakaran

1 Pelatihan Pemadam Melatih Karyawan Untuk


Kebakaran Menggunakan Pemadam
( Setiap 2 bulan sekali )
Api
Kewaspadaan Bencana

Melatih Karyawan untuk


1 Simulasi Disaster Plan tanggap terhadap ( Setiap 2 bulan sekali )
kewaspadaan bencana

Melatih Karyawan untuk


2 Pelatihan PPGD ( Setiap 2 bulan sekali )
tanggap darurat

Meningkatkan ( Setiap 2 bulan sekali )


Pelatihan BLS pengetahuan dan informasi
3
(Basic Life Support) tentang Bantuan Hidup
Dasar

Kesehatan Lingkungan RS

Meningkatkan
pengetahuan dan
Sosialisasi Kesehatan
1 pemahaman karyawan ( Setiap 1 bulan sekali )
Lingkungan RS
terhadap lingkungan di RS
Mata Ramata

Terjaganya kualitas
Monitoring Kesehatan ( Setiap 1 bulan sekali )
2 kesehatan lingkungan di
Lingkungan
unit Radiologi

Program Diklat

Meningkatkan
IHT “Base Behaviour of
1 pengetahuan dan informasi ( Setiap 2 bulan sekali )
K3”
tentang K3

2 IHT “Induksi K3 Bagi Pengenalan Awal Program Sebelum Bekerja


Karyawan Baru” K3 di Rumah Sakit Mata
Ramata

( Setiap 2 bulan sekali )

Pelatihan berkendara yang


3 IHT “Safety Ridding”
aman bagi karyawan

Melatih Karyawan untuk


berpikir dan bertindak
IHT “Budaya Efisiensi
4 secara efektif dalam ( Setiap 2 bulan sekali )
Pemakaian Listrik”
pemakaian listrik

Lain – Lain

Sebagai pegangan
1 Pengadaan buku saku K3 pelaksanaan K3 bagi ( Setiap 1 tahun sekali )
karyawan

Pengadaan media sosialisasi Sebagai sarana promosi


2 ( Setiap 1 tahun sekali )
K3 dan pendidikan K3

8. Mekanisme Pengajuan Pelatihan


Untuk kegiatan pelatihan dapat mengajukan kepada unit diklat Rumah Sakit Mata
Ramata, atau dapat menghubungi langsung ke contact person :……………….
PENUTUP
1. Pelaporan
Mekanisme Pelaporan

2. Pencatatan
a. Fomulir Laporan Insiden (TERLAMPIR)
b. Fomulir Penilaian Risiko (TERLAMPIR)

Anda mungkin juga menyukai