Disusun Oleh:
Rufi Hafidz Alifian, S.Ked. 22010121220178
Joana Anjelia Nai Da Cruz, S.Ked. 22010121220125
Gabriella Olivia Liawidjaya, S.Ked. 22010121220120
Konsulen:
Dr. dr. Ch. H. Nawangsih P., Sp.Rad(K)Onk.Rad
Residen Pembimbing:
dr. Dewi Yuliati
BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
DIPONEGORO SEMARANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
pertolongan Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
“SEORANG WANITA 65 TAHUN DENGAN CARCINOMA CERVIX
METASTASE EFUSI PLEURA” dengan tujuan sebagai bahan pembelajaran pada
kepaniteraan radiologi.
1. Dr. dr. Ch. H. Nawangsih P., Sp.Rad(K)Onk.Rad selaku konsulen dan dr. Dewi
Yuliati selaku residen pembimbing yang telah membantu penulis dalam dalam
mengerjakan Laporan Kasus ini.
2. Orang tua yang telah memberikan support kepada penulis dalam penyelesaian
tulisan Laporan Kasus ini.
3. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam proses pembuatan Laporan Kasus ini.
Penulis berharap semoga Laporan Kasus ini dapat menjadi sesuatu yang berguna
bagi kita bersama. Semoga Laporan Kasus yang penulis sampaikan ini dapat membuat
kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... iv
BAB I ............................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................................ 3
1.3 Manfaat .............................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4
2.1 Anatomi Serviks ................................................................................................ 4
2.2 Definisi Kanker Serviks .................................................................................... 5
2.3 Epidemiologi ..................................................................................................... 5
2.4 Etiologi Kanker Serviks .................................................................................... 6
2.5 Faktor Risiko Kanker Serviks ........................................................................... 7
2.6 Patogenesis Kanker Serviks ............................................................................ 11
2.7 Diagnosis dan tatalaksana ................................................................................ 15
2.8 Radioterapi ...................................................................................................... 16
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................................... 21
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 38
iii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
diyakini akan menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas.5 Upaya skrining
dini seperti metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA), papsmear, dan
pemeriksaan payudara klinis (sadanis). Menurut United States Preventative
Services Task Force (USPTF), skrining disarankan dilakukan pada usia 21
tahun dan dilakukan setiap 3 tahun sekali.5
Metode dalam penatalaksanaan kanker yaitu tindakan pembedahaan,
terapi radiasi, dan kemoterapi. Prinsip penatalaksanaan dilakukan
berdasarkan staging dari kanker tersebut. Pada stadium awal dapat dilakukan
tindakan histerektomi. Kemoterapi dan radiasi dapat dilakukan setelah
histerektomi, terutama pada kanker serviks stadium lanjutan. Radiasi
merupakan terapi yang efektif pada jaringan yang membelah cepat, sehingga
sel-sel kanker akan semakin banyak yang mati dan tumor akan mengecil. 5,7
Efusi pleura merupakan kondisi terjadinya akumulasi cairan diantara
pleura parietal dan visceral, atau yang disebuat kavitas pleura. Normalnya
cairan pada kavitas pleura sekitar 0,1 - 0,3 ml/kgBB. Kondisi ini dapat
muncul dengan sendirinya ataupun disebabkan oleh infeksi, keganasan, atau
penyebab inflamasi yang lain. Efusi pleura merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada penyakit pulmo.8
Penderita efusi pleura umumnya tidak mengalami gejala, namun
beberapa gejala seperti batuk kering, sulit bernafas, dan nyeri dada dapat
timbul. Radiografi dada dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosis efusi pleura. Prinsip penatalaksanaan efusi
pleura adalah berdasarkan penyakit penyerta. Tindakan yang dapat dilakukan
pada pasien efusi pleura adalah dengan drainase.8
2
1.2 Tujuan
Pada laporan kasus ini disajikan suatu kasus yaitu seorang wanita 65
tahun dengan kanker serviks metastase efusi pleura. Laporan kasus ini dibuat
dengan tujuan untuk mempelajari lebih dalam mengenai pengertian,
epidemiologi, etiologi, faktor risiko, diagnosis, metode pengobatan, dan
terapi pada pasien dengan kasus kanker serviks.
1.3 Manfaat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Struktur anatomi serviks terdiri dari dua bagian yaitu ektoserviks dan
kanal endoserviks / kanalis servikalis.
4
dimana posisinya pun bervariasi bisa kecil maupun besar, dan biasanya
menjadi lebih ektoserviks selama tahun-tahun reproduksi wanita, kembali
ke posisi endoserviks setelah menopause. Sebagian besar ca serviks berasal
dari zona transisi (TZ).9
2.3 Epidemiologi
5
ini dapat disebabkan karena jenis kanker spesifik perempuan seperti kanker
payudara dan kanker serviks merupakan jenis kanker utama yang paling
banyak dilaporkan di Indonesia.
6
2.5 Faktor Risiko Kanker Serviks
Berikut ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks,
diantaranya :
1) Usia
Kanker serviks sering ditemui pada wanita usia muda hingga usia
lebih dari 50 tahun dan jarang terjadi pada wanita usia dibawah 20 tahun. Di
RS dr. Hasan Sadikin Bandung, usia rata-rata pasien kanker serviks adalah
35 tahun untuk periode Januari 2000 sampai Juli 2001. Penelitian lain di
RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2014 menyatakan bahwa di dapatkan 48
penderita kanker serviks pada wanita usia dibawah 40 tahun. Sumber lain
menerangkan usia pasien rata-rata antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-
50 tahun. Dari penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa risiko kanker
serviks semakin tinggi seiring bertambahnya usia. Hal tersebut dapat
disebabkan karena lamanya terpapar oleh karsinogen serta makin
melemahnya sistem kekebaan tubuh akibat usia.14
2) Perilaku seksual
Perilaku seksual yang merupakan faktor risiko dari kanker serviks
adalah hubungan seks pada usia muda, berganti-ganti pasangan seksual,
pemakaian kontrasepsi saat melakukan hubungan seksual (kondom) dan atau
pasangan seksual mengidap penyakit kondiloma akuminata.6,15 Menurut
penelitian Rotkin, Christoperson dan Parker serta Barron dan Richart,
hubungan seksual pada usia muda jelas berpengaruh terhadap kanker serviks.
Penelitian Rotkin meyatakan bahwa karsinoma serviks cenderung timbul
pada wanita yang mulai aktif berhubungan seksual pada saat usia kurang dari
17 tahun, lebih lanjut dijelaskan bahwa usia 15-20 tahun merupakan periode
usia yang rentan. Periode rentan tersebut dihubungkan dengan kiatnya proses
metaplasia pada usia pubertas, sehingga apabila proses metaplasia tersebut
sampai terganggu maka akan memudahkan beralihnya proses menjadi
displasia yang lebih berpotensi untuk terjadinya keganasan.
Penelitian Christoperson dan Parker juga menyebutkan bahwa wanita
yang menikah di usia 15-19 tahun cenderung untuk terkena kanker serviks
dibandingkan wanita yang menikah di usia 20-24 tahun. Di Barbara Hindia
Barat, Barron dan Richart melakukan penelitian dengan mengambil sampel
sebanyak 7.000 wanita kemudian didapat dugaan bahwa epitel serviks wanita
7
remaja sangatlah rentan terhadap bahan-bahan karsinogenik yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual, dibanding epitel serviks pada wanita
dewasa. Begitupun di Indonesia, dilaporkan 63,1% penderita karsinoma
serviks menikah pada usia 15-19 tahun di Yogyakarta.16
Selain usia muda saat berhubungan seksual, berganti-ganti partner
seksual juga dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Wanita
dengan pasangan seksual lebih dari 6 orang akan meningkatkan risiko kanker
serviks sampai 10 kali lipat. Hal tersebut dikaitkan karena berganti-ganti
pasangan seksual akan meningkatkan penularan penyakit kelamin, seperti
infeksi Human Papilloma Virus (HPV) pada infeksi kondiloma akuminata,
dimana virus tersebut terbukti sebagai penyebab tersering kanker serviks.13
3) Jumlah Paritas
Frekuensi kejadian kanker serviks lebih banyak pada pasien yang
pernah melahirkan dari pada yang belum pernah melahirkan. Risiko kanker
serviks 1,9 kali lebih besar pada wanita yang melahirkan sebanyak 6 kali atau
lebih dibandingkan pada golongan wanita yang melahirkan antara 1-5 kali.
Ada juga sumber lain yang menyebutkan bahwa risiko kanker serviks banyak
terjadi apabila kehamilan dan persalinan yang melebihi 3 orang dan jarak
kehamilan yang terlalu dekat. Multiparitas terutama dikaitkan dengan adanya
kemungkinan menikah pada usia muda atau hubungan seksual pada usia
muda, kebersihan yang buruk dan tingkat sosial ekonomi yang rendah.16
4) Merokok
Wanita perokok memiliki risiko terkena kanker serviks 2 kali lebih
besar dibanding wanita yang tidak merokok karena rokok mengandung
bahan-bahan yang bersifat karsinogenik. Penelitian menunjukan bahwa pada
wanita merokok di dapatkan nikotin dan zat-zat berbahaya lainnya yang ada
di dalam rokok pada lendir serviksnya. Selain bersifat karsinogenik, zat-zat
tersebut dapat menurunkan daya tahan serviks sehingga memudahkan
terjadinya suatu infeksi.13,16
5) Penggunaan Kontrasepsi oral jangka panjang
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang terhadap kanker
serviks masih menjadi kontroversional. Ada penelitian yang mengatakan
bahwa pemakaian kontrasepsi oral lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan
risiko kanker serviks sebanyak 1,5-2,5 kali. Hal tersebut diperkirakan karena
8
jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon
steroid pada perempuan. Namun di penelitan lainnya yang dilakukan oleh
Khasbiyah mengatakan bahwa pada studi kasus kontrolnya, tidak ditemukan
peningkatan risiko kanker serviks pada perempuan pengguna maupun mantan
pengguna kontrasepsi oral.13,16-17
6) Riwayat Kanker pada keluarga
Risiko 2-3 kali lebih besar terjadi apabila mempunyai saudara
kandung atau ibu penderita kanker serviks dibandingkan dengan orang yang
tidak mempunyai riwayat keluarga.16
7) Infeksi herpes genitalis atau klamidia menahun
Klamidia adalah jenis bakteri yang dapat menginfeksi organ genitalia
wanita, termasuk serviks. Penyebarannya ditularkan melalui hubungan
seksual. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang pernah
terinfeksi ataupun sedang terinfeksi bakteri klamidia saat ini berisiko tinggi
terkena kanker serviks.15
8) Nutrisi
Pola makan memiliki peranan penting terhadap timbulnya kanker,
disamping dari faktor perilaku. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Badan
Litbangkes Kementrian Kesehatan RI, pola makan yang tidak sehat seperti
kurangnya konsumsi buah dan sayur, mengkonsumsi makanan yang
mengandung lemak tinggi, kebiasaan mengonsumsi makanan yang
dibakar/dipanggang dan mengonsumsi makanan hewani yang mengandung
pengawet dilaporkan dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker baik pada
usia tua maupun muda.13,16
Pada kasus kanker serviks, konsumsi tinggi nutrisi, dan mineral
tertentu, terutama yang memiliki kandungan antioksidan dan antiviral yang
tinggi cukup efektif dalam mencegah infeksi HPV. Beberapa penelitian juga
menyebutkan bahwa defisiensi asam folat pada wanita dapat meningkatkan
risiko terjadinya displasia ringan maupun sedang dan memungkinkan juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya
rendah retinol (vitamin A) dan beta karoten.18-19
9) Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi suatu proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok dalam upaya mendewasakan suatu
9
individu melalui pengajaran dan pelatihan. Tingkat pendidikan
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin tinggi pendidikan
seseorang, semakin tinggi pula pemahaman terhadap informasi yang di dapat.
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung
mempunyai pola pikir yang lebih logis dan lebih berkembang. Pendidikan
memiliki efek positif terhadap kesadaran kesehatan dan secara langsung
berimbas pada perilaku kesehatan.16,20
Penelitian di Pekanbaru pada tahun 2008 sampai tahun 2010
menyebutkan bahwa kejadian kanker serviks cenderung lebih banyak terjadi
pada wanita yang tingkat pendidikannya rendah dibanding wanita yang
tingkat pendidikannya tinggi. Hal tersebut dikarenakan ada kaitannya antara
pendidikan dengan tingkat sosio ekonomi, perilaku kebersihan dan kehidupan
seks seseorang. 16,20
10) Golongan sosial ekonomi rendah
Wanita dengan tingkat ekonomi yang rendah lebih berisiko 4 kali
lebih tinggi dibanding wanita yang tingkat ekonominya menengah ke atas.
Sosial ekonomi yang rendah sering dikaitkan dengan kurangnya pengetahuan
mengenai kanker serviks dan atau tidak terjangkaunya fasilitas kesehatan
masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya sehingga tidak bisa melakukan
pemeriksaan serviks secara rutin. Selain itu status ekonomi merupakan faktor
yang cukup penting yang mendasari seseorang termotivasi untuk berperilaku
hidup sehat, karena adanya biaya yang dapat mereka alokasikan untuk
memenuhi kebutuhan kesehatannya.21-22
Penelitian pada tahun 2014 di RSUD Semarang menyebutkan bahwa
ada hubungan antara tingkat penghasilan dengan keterlambatan diagnosis
penderita kanker leher rahim di rumah sakit tersebut. Penelitian lain pada
tahun 2012 di Kabupaten Banyumas juga menyebutkan bahwa ibu yang
mengikuti deteksi melalui metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) paling
banyak pada ibu dengan status ekonomi yang lebih besar dari UMR yaitu
sebanyak 76 orang (80%), sedangkan pada ibu yang berstatus ekonomi
dibawah UMR tidak ada yang mengikuti deteksi dini melalui metode IVA. 23
10
2.6 Patogenesis Kanker Serviks
Kanker serviks merupakan sebuah kondisi yang muncul dengan proses yang
panjang dan bertahap, dimana pada awalnya dimulai dengan lesi intraepitel yang
akan mengalami perubahan neoplastik selama bertahun-tahun sebelum menjadi
kanker yang invasive. Berdasarkan histopatologinya, lesi pre kanker akan
melalui beberapa stadium dysplasia, mulai dari dysplasia tahap ringan (Cervical
Intraepithelial Neoplasia 1, CIN 1), sedang (CIN 2) dan berat (CIN 3 atau
dikenal karsinoma in situ), yang selanjutnya akan menjadi kanker serviks.24
Kanker serviks umumnya terjadi pada sebuah area transisi epitel yang disebut
dengan squamo-columnar junction (SCJ), dimana area ini merupakan pergantian
dari epitel skuamus berlapis pada ektoserviks (porsio) dengan epitel kolumner
selapis bersilia yang melapisi endoservik (kanalis servikalis). Letak dari SCJ ini
berbeda-beda akibat pengaruh dari beberapa faktor seperti faktor usia, aktivitas
seksual dan riwayat paritas. SCJ pada wanita muda umumnya berada di luar dari
ostium uteri eksternum, berbeda dengan wanita berusia diatas 35 tahun yang
berada di dalam kanalis servikalis. Oleh karena itu, akibat posisi nya diluar
ostium uteru eksternum, wanita berusia muda lebih rentan terhadap paparan
faktor luar atau mutagen yang bisa memicu proses dysplasia pada epitel di area
ini.25
Beberapa studi terkini menunjukan bahwa virus adalah salah satu faktor yang
menjadi penyebab utama dari kanker serviks, dengan paling banyak dikarenakan
Human Papilloma Virus (HPV). Perubahan lesi menjadi sebuah kanker
umumnya terjadi akibat dari mutase gen yang bertanggun jawab dalam
mengendalikan siklus sel, seperti tumor suppressor gene, oncogene dan repair
genes. Mayoritas individu immunokompeten yang terinfeksi HPV mampu
membersihkan infeksi viral dengan sendirinya dan tetap asimtomatik. Namun
masih kontroversial apakah virus tersebut benar-benar tereliminasi dari pasien
atau mengalami supresi sehingga tidak terdeteksi pada pendekatan sampling dan
analisis saat ini. Pada beberapa pasien, infeksi HPV dapat menetap dan
menyebabkan lesi yang dapat terdeteksi secara klinis yang mampu berkembang
menjadi kanker invasive dalam kurun waktu tahun sampai dekade.26
HPV memiliki predileksi untuk sel epithelial dari serviks, yang tersusun
sebagai lapisan tunggal basal yang tidak berdiferensiasi dan epidermis
11
suprabasal yang berdiferensiasi dan tidak berproliferasi. Lapisan basal berada di
atas dari lapisan stroma servikal. Sel basal imatur yang membelah akan bergerak
keatas melalui lapisan epidermal dimana akan terlepas sebagai proses alami dari
maturasi epitel. Mikro-abrasi traumatic seperti yang terjadi saat berhubungan
seksual, dapat membuat sel basal ini terpapar dengan HPV, dimana diduga
bahwa HPV masuk ke dalam sel dimediasi oleh reseptor. Sel basal yang
terinfeksi oleh HPV akan terus membelah dan membentuk 2 sel baru
mengandung material genomik viral. Satu sel dari sepasang tersebut akan tetap
berada di lapisan basal dan mempertahankan kapasitas pembelahannya, sehingga
berperan sebagai lokasi dari replikasi virus, yang memerlukan pembelahan sel
aktif untuk mempertahankan siklus hidupnya. Sedangkan sel anakan satunya
akan terus bergerak keatas melalui lapisan suprabasal, dimana akan
berdiferensiasi dan melalui proses maturase epithelial. 27
Untuk mempertahankan kondisi sel serviks yang akan terus tumbuh dan
membelah, HPV akan mengekspresikan protein yang menstimulasi dan
propagasi pertumbuhan sel melalui aksi dari gen E5, E6 dan E7. Setelah
diferensiasi seluler di lapisan suprabasal, genom viral ini akan bereplikasi
menjadi 10,000 atau lebih salinan, dan memicu ekspresi dari gen viral E4, L1
dan L2. Protein L1 dan L2 akan membentuk struktur kapsid di sekitar material
genomic dari virus, yang akan dilepaskan dari sel epithelial saat terlepas dari
lapisan epithelial. Progresi karsinogenik yang terjadi pada serviks bukan
merupakan proses dari siklus hidup HPV normal, melainkan sebuah kondisi
akhir yang non-produktif dimana diasosiasikan dengan subset tipe virus yang
lebih kecil dan terjadi setelah periode infeksi yang panjang.27
Lesi pra kanker, atau disebut dengan dysplasia serviks, adalah perkembangan
dan pertumbuhan yang abnormal dari sel-sel epitel serviks dan bersifat
reversible. Proses pertumbuhan sel ini berjalan dengan lambat namun berpotensi
untuk menjadi keganasan serviks. Lesi ini juga disebut dengan Cervical
Intraepithelial Neoplasia (CIN), dan diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok
berdasarkan ketebalan dari lapisan epitel yang mengalami neoplasia. 27
12
Gambar 2. Patogenesis HPV beserta peran gen terhadap siklus sel
13
hilangnya polaritas dan variasi pada ukuran dari nukleus nya. Proses
dysplasia ini apabila dibiarkan dapat menjadi invasive dengan menembus
membrane basalis dan berkembang menjadi kanker serviks.27
14
Gambar 5. Sistem stadium kanker serviks berdasarkan FIGO
15
Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
Tatalaksana
2.8 Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu modalitas perawatan kanker yang
menggunakan radiasi dengan dosis tinggi yang bertujuan untuk membunuh sel
kanker dan memperkecil ukuran tumor. Ahli onkologi radiasi menggunakan
terapi radiasi untuk mencoba menyembuhkan kanker, mengendalikan
pertumbuhan dari sel kanker, ataupun untuk meringankan gejala yang dialami
16
pasien. Radioterapi sendiri dapat diberikan sebagai perawatan kuratif atau
paliatif. Radioterapi kuratif biasanya diberikan pada pasien sebagai terapi
tunggal untuk menyembuhkan suatu kanker, mencegah rekurensi lokal maupun
regional, mencegah metastasis, ataupun memperkecil ukuran tumor agar dapat
dilakukan operasi. Sedangkan radioterapi paliatif diberikan untuk mengurangi
gejala yang dirasakan pasien, terutama rasa nyeri.
Jenis radioterapi
Menurut Susworo dan Kodrat (2017), radioterapi memiliki beberapa
jenis yakni:30
Radiasi eksternal
Metode pemberian radiasi yang berasal dari sumber yang terletak pada
jarak tertentu dari tubuh pasien. Radiasi yang digunakan memiliki jangkauan
yang luas sehingga tidak hanya tumor primer dan kelenjar disekitarnya yang
mendapatkan radiasi, namun jaringan sehat juga mendapatkan radiasi.
Penggunaan metode ini memberikan risiko yang lebih tinggi terhadap jaringan
yang sehat, sehingga berpotensi meningkatkan efek samping baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Pada awalnya radiasi eksternal menggunakan unit
kobalt sebagai sumber, namun saat ini akselerator linear paling banyak
digunakan, yang mana ukuran dan intensitas dari sinar yang dihasilkan dapat
dimodifikasi sesuai dengan keperluan. Sinar electron sangat berguna dalam
menerapi lesi superfisial dikarenakan deposisi dosis maksimum berada di dekat
permukaan, dimana dosis akan berkurang secara cepat dengan kedalaman,
sehingga meminimalisir jaringan di bawahnya.31
Brakiterapi
Brakiterapi merupakan metode radioterapi dengan menempatkan sumber
radiasi ke dalam tumor. Tujuan dari penggunaan terapi ini adalah untuk
memberikan dosis terapi tambahan pasca pemberian radiasi eksterna, sehingga
efek yang diinginkan terhadap tumor tercapai. Efikasi dari brakiterapi
mengandalkan pemberian dosis radiasi tinggi secara langsung pada tumor, dekat
dengan sumbernya. Spesifitas dari brakiterapi adalah terdapatnya penurunan
dosis yang cepat pada jarak tertentu dari sumber, sehingga membatasi paparan
dosis pada jaringan disekitarnya. Brakiterapi memberikan keunggulan
dosimetrik dengan menggabungkan gradien tumor terhadap jaringan normal
17
yang optimal sembari meminimalisir dosis integral pada pasien. Studi dosimetrik
telah menemukan bahwa brakiterapi merupakan alat yang optimal dalam konteks
penggunaan radiasi untuk mencapai dosis tumor tinggi dan menurunkan dosis
terhadap organ yang berisiko.32
Kombinasi radiasi eksterna dan brakiterapi
Kombinasi dari metode radioterapi ini digunakan untuk memperoleh hasil
pengobatan kanker yang maksimal dan optimal, dimana menggunakan dosis
maksimal terhadap tumor dan meminimalisir efek terhadap jaringan sehat. Salah
satu faktor determinan dari keberhasilan terapi ini adalah keberadaan dari respon
tumor terhadap radiasi eksternal.
18
untuk mengurangi kerusakan pada jaringan normal. Redistribusi populasi sel
yang berproliferasi dari fase radioresistant menjadi radiosensitive selama siklus
sel meningkatkan cell kill pada terapi berfraksi dibandingkan sesi tunggal. Sel
dapat repopulasi jika interval lebih dari 6 jam, sehingga meningkatkan
kebertahanan fraksi. Sel yang berada di pusat tumor adalah sel hipoksik dan
resisten terhadap radiasi, sehingga saat di reoksigenasi, akan membuat sel lebih
radiosensitive terhadap dosis radiasi.33
19
dimana pemberian radioterapi dengan dosis 30 sampai 35 Gy dapat
menyebabkan rambut rontok, namun dapat tumbuh kembali dalam beberapa
waktu setelah terapi. Efek samping lainnya dapat berupa fibrotik dari dinding
anterior rektum yang sering menyebabkan perdarahan pada saat buang air besar.
20
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. S
Usia : 65 tahun
Alamat : Tembalang
No. CM : C921141
21
Kariadi karena kurangnya fasilitas yang memadai. Kemudian di RS Kariadi
pasien dilakukan pemasangan selang dada. Pasien kemudian diopname
selama 3 minggu sebelum akhirnya diperbolehkan pulang. Lalu pasien
dijadwalkan untuk dilakukan kemoterapi dan radioterapi. Pasien sudah
melakukan 1x kemoterapi dan terdapat efek samping mual. Sekarang pasien
hendak konsultasi untuk dilakukan radioterapi.
Riwayat Obstetri
Pasien merupakan P8A0, riwayat melahirkan per vaginam dibantu oleh
dukun beranak. Persalinan sulit (-). Pasien terakhir melahirkan tahun 1994
dan riwayat menopause usia 55 tahun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien seorang ibu rumah tangga dan biaya pengobatan ditanggung oleh
JKN PBI.
● Tanda-tanda vital
22
- Suhu : 36,6oC aksiler
● Berat Badan : 45 Kg
Status Internus
Kepala : Mesosefal
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, jejas (-)
Jantung
23
Abdomen
Genitalia Eksterna :
Status Ginekologik:
Rektal Toucher :
Tonus sfingter ani cukup, mukosa licin, infiltrat -/-, Free cancer space -/-
Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
24
a. Pemeriksaan Laboratorium Darah (17/5/2022)
25
b. Radiologi
1) X-Foto Thorax AP Semierect(12/3/2022)
Deskripsi:
Kesan:
26
2) USG Abdomen (13/3/2022)
- Vesika felea: tak membesar, dinding tak menebal, tak tampak batu, tak
tampak sludge
- Ginjal kanan dan kiri: ukuran dan bentuk normal, batas kortikomeduler
27
jelas, PCS tak melebar, tak tampak batu, tak tampak massa
- Pada regio posterior uterus, tampak lesi anekoik oval batas tegas tepi
reguler ukuran ± 1,9 x 1,86 cm.
KESAN:
● Ascites
● Efusi pleura dupleks
● Lesi kistik multilobulated batas tegas tepi reguler dengan ada bagian
solid di regio adneksa kanan (ukuran ± 8,4 x 4,84 cm) dan lesi kistik
oval batas tegas tepi reguler di regio posterior uterus (ukuran ± 1,9 x
1,86 cm) -> dd/ ovarian mass, intraperitoneal mass.
3) X-Foto Thorax AP Semierect (18/3/2022)
28
Klinis: Efusi pleura, riwayat tumor rahim
Deskripsi:
- Tak tampak lesi litik, sklerotik, dan destruksi pada os costae, scapulae,
dan claviculae kanan kiri yang tervisualisasi
Kesan:
29
dengan tip pada SIC 4 posterior kanan
Deskripsi:
- Tak tampak lesi litik, sklerotik, dan destruksi pada os costae, scapulae,
dan claviculae kanan kiri yang tervisualisasi
Kesan:
Masih tampak terpasang chest tube dari arah lateral hemithoraks kanan
30
dengan tip pada SIC 7 posterior kanan
Deskripsi:
- Tak tampak lesi litik, sklerotik, dan destruksi pada os costae, scapulae,
dan claviculae kanan kiri yang tervisualisasi
Kesan:
31
dengan tip pada SIC 7 posterior kanan
Deskripsi:
- Tak tampak lesi litik, sklerotik, dan destruksi pada os costae, scapulae,
dan claviculae kanan kiri yang tervisualisasi
Kesan:
KESIMPULAN:
KESIMPULAN :
KESIMPULAN:
32
f. Hasil Imunohistokimia Biopsi Serviks
Kesimpulan :
Metastase paru
Efusi pleura kanan, pasca chest tube dan WSD system pleura dextra
33
● Radiasi whole pelvis 25 x 2 Gy
● Brakiterapi intrakaviter 3 x 7 Gy
3.7 EDUKASI
● Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan tahapan terapi yang akan
diberikan
● Menjelaskan kepada pasien mengenai efek samping terapi yang akan
diberikan
● Menjelaskan kepada pasien mengenai prognosis terapi
● Memberikan motivasi kepada pasien untuk mengikuti terapi
34
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien Ny. S datang dengan indikasi hendak memulai terapi
radiasi. Dari anamnesis pasien didapatkan adanya riwayat cairan yang keluar dari
jalan lahir. Cairan berwarna coklat kehitaman seperti darah, bau (+) seperti busuk.
Cairan yang keluar tidak disertai dengan gatal namun pasien mengeluhkan adanya
nyeri perut bagian bawah.
Hasil pemeriksaan fisik dengan vaginal toucher pasien Ny. S tidak
didapatkan fluxus (-) dan fluor (-). Pada pemeriksaan vulva dan uretra, tidak
ditemukan adanya kelainan, dan pada vagina tidak didapatkan infiltrate (-). Pada
portio pasien didapatkan adanya massa berbenjol-benjol dan rapuh. Corpus uteri
sebesar telur ayam, dan pada cavum douglas tidak menonjol. Pada pemeriksaan
rectal toucher didapatkan tonus sfingter ani cukup, mukosa licin, infiltrat -/-, free
cancer space -/-.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium hematologi klinik, didapatkan adanya
peningkatan trombosit. Sedangkan pada pemeriksaan kimia klinik, seluruh
komponen yang diperiksa mendapatkan hasil dalam batas normal. Berdasarkan
biopsy dan pemeriksaan PA didapatkan hasil villoglandular papillary
adenocarcinoma, HPV associated (ICD-O : 8483/3). Pemeriksaan USG abdomen
menunjukkan adanya asites, efusi pleura dupleks dan didapatkan lesi kistik
multilobulated batas tegas tepi reguler dengan ada bagian solid di regio adneksa
kanan (ukuran ± 8,4 x 4,84 cm) dan lesi kistik oval batas tegas tepi reguler di regio
posterior uterus (ukuran ± 1,9 x 1,86 cm). Sedangkan hasil dari pemeriksaan x foto
thoraks didapatkan adanya gambaran bronkopneumonia kiri dan efusi pleura kanan
massif. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
Ny. S didapatkan diagnosis adenocarcinoma cervix uteri stadium IVB metastase
paru.
Tatalaksana yang diberikan adalah radiasi whole pelvis 25 x 2 Gy dan
brakiterapi intrakaviter 3 x 7 Gy. Dosis terapi yang diberikan pada pasien ini sudah
sesuai dengan pedoman nasional tatalaksana kanker serviks yang dikeluarkan oleh
Kemenkes. Dosis radiasi dibagi menjadi beberapa dosis kecil yang diberikan setiap
hari. Hal ini berguna untuk meminimalisir efek radiasi pada sel yang sehat.
35
Pemberian brakhiterapi setelah eksternal radiasi dimasudkan untuk pengecilan
volume tumor yang maksimal. Pemberian brakhiterapi memungkinkan pemberian
radiasi dosis tinggi dengan efek samping ke jaringan sekitar lebih rendah.
Pemeriksaan darah rutin dilakukan setiap 5 kali radiasi untuk memantau efek
samping pada darah seperti anemia, trombositopenia dan leukopenia.
36
BAB V
KESIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Kashyap, N., Krishnan, N., Kaur, S., & Ghai, S. (2019). Risk Factors of Cervical
Cancer: A Case-Control Study. Asia-Pacific journal of oncology nursing, 6(3),
308–314
2. Kementrian Kesehatan RI. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks
3. Agustiansyah P, Sanif R, Nurmaini S. Bioscientia Medicina : Journal of
Biomedicine & Translational Research Epidemiology and Risk Factors for
Cervical Cancer. Biosci Med J Biomed Transl Res Epidemiol. 2021;5(3):626–33.
4. Denny L, Herrero R, Levin C, et al. Cervical Cancer. In: Gelband H, Jha P,
Sankaranarayanan R, et al., editors. Cancer: Disease Control Priorities, Third
Edition (Volume 3). Washington (DC): The International Bank for
Reconstruction and Development / The World Bank; 2015 Nov 1. Chapter 4.
5. Fowler JR, Maani EV, Jack BW. Cervical Cancer. [Updated 2022 Apr 5]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-
6. Pangribowo S. Beban Kanker di Indonesia. Pus Data Dan Inf Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. 2019;1–16.
7. Krishna R, Rudrappa M. Pleural Effusion. [Updated 2021 Aug 11]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
8. M.Keb RESS, Hesty Widowati, S.Keb., Bd. MK. Genetika & Biologi
Reproduksi. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 2020. 1–67 p.
9. Prendiville W, Sankaranarayanan R. Colposcopy and Treatment of Cervical
Precancer. Lyon (FR): International Agency for Research on Cancer; 2017.
(IARC Technical Report, No. 45.) Chapter 2., Anatomy of the uterine cervix and
the transformation zone.
10. Sherwood L. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. edisi 8. Vol. 53, EGC.
Jakarta: EGC; 2014. 472–475 p.
11. Zhang S, Xu H, Zhang L, Qiao Y. Cervical cancer: Epidemiology, risk factors
and screening. Chinese J Cancer Res. 2020;32(6):720.
12. World Health Organization (WHO). Cervical Cancer. 2022.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cervical-cancer
13. Rafika N. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Kanker Serviks Dengan
Perilaku Ibu Dalam Melakukan Tes Pap Smear Di Kelurahan Tugu Utara Pada
38
Tahun 2013. 2018;5.
14. Aprilia A, Surya I. Profil Kanker Serviks Pada Wanita Dengan Usia Di Bawah 40
Tahun Di Rsup Sanglah Denpasar Periode Juli 2013-Juni 2014. E-Jurnal Med
Udayana. 2016;5(11).
15. Musfirah M. Faktor Risiko Kejadian Kanker Serviks Di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar. J-KESMAS J Kesehat Masy. 2019;4(1):1.
16. Lembahmanah L. Analisa Faktor Pendidikan pada Wanita Peserta Program
Penapisan Kanker Leher Rahim dengan Pendekatan “See and Treat.” 2009;
17. What Are the Risk Factors for Cervical Cancer? | CDC. Centers for Disease
Control and Prevention (CDC). 2021.
18. Aziz MF. Vaksin Human Papillomavirus : Suatu Alternatif dalam Pengendalian
Kanker Serviks di Masa Depan. Maj Obstet Ginekol Indones. 2006;30:10–24.
19. Kim J, Kim MK, Lee JK, Kim J-H, Son SK, Song E-S, et al. Intakes of vitamin
A, C, and E, and β-carotene are associated with risk of cervical cancer: a case-
control study in Korea. Taylor Fr. 2010 Feb;62(2):181–9.
20. Mirayashi D, Raharjo W, Wicaksono,Arif. Hubungan antara tingkat pengetahuan
tentang kanker serviks dan keikutsertaan melakukan pemeriksaan Inspeksi Visual
Asetat di puskesmas. jurnal.untan.ac.id.
21. Rasjidi I. Manual prakanker serviks. Jakarta CV Sagung Seto. 2008;16–9.
22. Mukharomah K, Perspective WC-PH, 2016 undefined. Hubungan faktor sosial
ekonomi dengan keterlambatan diagnosis penderita kanker leher rahim di rsud
kota semarang. journal.unnes.ac.id.
23. Ningrum, RD & Fajarsari, D. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ibu
mengikuti deteksi dini kanker serviks melalui metode inspeksi visual asam asetat
(IVA) di Kabupaten Banyumas tahun 2012. Bidan Prada. 2013; 4(1)
24. Aziz MF. Vaksin Human Papillomavirus : Suatu Alternatif dalam Pengendalian
Kanker Serviks di Masa Depan. Maj Obstet Ginekol Indones. 2006;30:10–24.
25. Herfs M, Yamamoto Y, Laury A, Wang X, Nucci MR, McLaughlin-Drubin ME, et
al. A discrete population of squamocolumnar junction cells implicated in the
pathogenesis of cervical cancer. Proc Natl Acad Sci U S A. 2012;109(26):10516–21.
26. Burd EM. Human papillomavirus and cervical cancer. Clin Microbiol Rev.
2003;16(1):1–17.
27. Ibeanu OA. Molecular pathogenesis of cervical cancer. Cancer Biol Ther.
2011;11(3):295–306.
39
28. Mwaka AD, Orach CG, Were EM, Lyratzopoulos G, Wabinga H, Roland M.
Awareness of cervical cancer risk factors and symptoms: Cross-sectional community
survey in post-conflict northern Uganda. Heal Expect. 2016;19(4):854–67.
29. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Serviks. 2015;
30. Suswono R, Kodrat H. Radioterapi: Dasar-dasar radioterapi Tatalaksana
Radioterapi Penyakit Kanker. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia;
2017.
31. Klein EE, Mamalui-Hunter M, Low DA. Delivery of modulated electron beams
with conventional photon multi-leaf collimators. Phys Med Biol. 2009;54(2):327-
339. doi:10.1088/0031-9155/54/2/010
33. Mehta SR, Suhag V, Semwal M, Sharma N. Radiotherapy: Basic concepts and
recent advances. Med J Armed Forces India [Internet]. 2010;66(2):158–62.
Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0377-1237(10)80132-7
40