Anda di halaman 1dari 6

A.

Tinjauan Umum tentang Anemia

1. Pengertian Anemia

Ikhsan (2009) dalam Priyanti, dkk (2020) anemia dalam bahaya Yunani berarti tanpa

darah, adalah penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin dan sel darah

merah lebih rendah dibandingkan normal. Jika kadar hemoglobin kurang dari 14 g/dl dan

eritrosit kurang dari 41% pada pria, maka pria tersebut dikatakan anemia. Demikian pula pada

wanita, wanita yang memiliki kadar hemoglobin kurang dari 12 g/dl dan eritrosit kurang dari

37%, maka wanita itu dikatakan anemia.

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin <11 gr% pada

trimester I dan III sedangkan pada trimester II kadar hemoglobin <10,5 gr%. Anemia

kehamilan disebut “potentional danger to mother and child” (potensi membahayakan ibu dan

anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam

pelayanan kesehatan (Manuaba, 2010 dalam Pratiwi dan Fatimah, 2020).Pada trimester II

terjadi hemodilusi dimana volume darah ibu meningkat hingga 150% namun sel darah merah

meningkat hanya sebesar 20-30%. Perubahan ini menyebabkan rasio sel darah dan volume

darah menurun (Fitri dan Wiji, 2019).

2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Terjadinya Anemia Kehamilan

Menurut Priyanti, dkk (2020) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya

anemia kehamilan yaitu :

a. Umur ibu

Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda

atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Anemia pada ibu hamil akan diperberat

bila hamil pada usia < 20 tahun, karena ibu muda tersebut membutuhkan zat besi lebih
banyak untuk keperluan pertumbuhan diri sendiri serta bayi yang dikandungnya. Resiko

kematian pada kelompok umur di bawah 20 tahun dan pada kelompok umur di atas 35

tahun adalah tiga kali lebih tinggi dari kelompok umur reproduksi sehat.

b. Paritas

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup, bukan jumlah janin

yang dilahirkan. Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko 1.454 kali lebih besar

untuk mengalami anemia di banding dengan paritas rendah. Adanya kecenderungan bahwa

semakin banyak jumlah kelahiran (paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian

anemia.

c. Kurang energi kronis

Empat puluh satu persen ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya masalah

gizi pada ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan

bio sosial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,

konsumsi pangan, umur, paritas, dan sebagainya.

Pengukuran lingkar lengan atas adalah suatu cara untuk mengetahui resiko kurang

energi kronis wanita usia subur. Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau

perubahan status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran lingkar lengan atas dapat

digunakan untuk tujuan penapisan status gizi kurang energi kronis . Ibu hamil KEK adalah

ibu hamil yang mempunyai ukuran LILA < 23,5 cm. Deteksi KEK dengan ukuran LILA

yang rendah mencerminkan kekurangan energi dan protein dalam pemasukan makanan

sehari-hari yang biasanya diiringi juga dengan kekurangan zat gizi lain, diantaranya besi.

Dapat diasumsikan bahwa ibu hamil yang menderita KEK berpeluang untuk menderita

anemia.
d. Jarak kehamilan

Proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1-3 anak dan jika

dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2 tahun menunjukkan proporsi

kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu

mempunyai waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke

kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi

anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih akhirnya berkurang

untuk keperluan janin yang dikandungnya.

e. Pendidikan

Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang diderita

masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak dijumpai di daerah pedesaan dengan

malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan jarak yang berdekatan,

dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah.

3. Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan

Menurut Manuaba (2010) dalam Pratiwi dan Fatimah (2020) klasifikasi anemia dalam

kehamilan yaitu :

a. Tidak anemia bila Hb 11 gr%.

b. Anemi ringan bila Hb 9-10 gr%.

c. Anemia sedang bila Hb 7-8 gr%.

d. Anemia berat bila Hb <7 gr%.

4. Jenis-jenis Anemia

Winarsih (2019) menyatakan bahwa jenis-jenis anemia terdiri dari :


a. Anemia defisiensi besi, yaitu anemia yang terjadi karena kurangnya konsumsi makanan

yang mengandung zat besi. Tanpa zat besi, darah tidak bisa membawa oksigen secara

efektif. Tubuh akan mendapatkan zat besi dari makanan, dan menggunakan kembali zat

besi dari zat darah merah yang tua. Beberapa tanpa dan gejala anemia antara lain kelelahan

dan kekurangan energi, sesak napas, dan kulit pucat.

b. Anemia megaloblastik, yaitu anemia yang terjadi karena kurangnya asupan asam folik.

Anemia megaloblastik merupakan salah satu jenis anemia yang terjadi saat sel darah merah

memiliki ukuran yang lebih besar dari normal. Sel darah merah tersebut tidak mengalami

pembelahan dan tidak berkembang secara sempurna, sehingga berakibat pada penurunan

jumlah sel darah merah. Defisiensi nutrisi akibat pola makan yang tidak seimbang diduga

merupakan penyebab anemia megaloblastik. Namun defisiensi zat besi bukanlah penyebab

utama, melainkan defisiensi vitamin B12 dan folat yang menyebabkan sel darah merah

tidak berkembang dengan sempurna.

c. Anemia hipoplastik, yaitu anemia pada ibu hamil yang disebabkan karena sumsum tulang

kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Gangguan ini biasanya menyebabkan

perdarahan atau infeksi fatal, terutama jika idiopatik atau berasal dari hepatitis menular.

Beberapa tanda dan gejala yang ditemukan pada anemia hipoplastik, antara lain sakit

kepala, gagal jantung, neutropenia, pucat, lemah dan letih progresif, sesak napas,

takikardia, serta trombositopenia (mudah memar dan berdarah, terutama dari selaput

lendir) atau perdarahan ke dalam retina atau sistem saraf pusat.

d. Anemia hemolitik, yaitu anemia yang disebabkan oleh proses pemecahan sel darah merah

yang lebih cepat dari pembentukannya. Anemia hemolitik baik yang ekstrinsik maupun

intrinsik dapat muncul dalam jangka waktu pendek (temporer) maupun muncul sebagai
penyakit kronis. Anemia hemolitik temporer dapat diobati dan hilang setelah beberapa

bulan, sedangkan anemia hemolitik kronis dapat diderita seumur hidup dan menyebabkan

terjadinya kekambuhan setelah periode waktu tertentu.

5. Penyebab Anemia

Menurut Priyanti dkk, (2020) penyebab anemia yaitu :

a. Zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi kebutuhan.

b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil, masa tumbuh kembang

pada remaja, penyakit kronis, seperti tuberculosis dan infeksi lainnya.

c. Perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria, haid yang berlebihan

dan melahirkan.

Tiga kemungkinan dasar penyebab anemia adalah penghancuran sel darah merah yang

berlebihan. Biasa disebut anemia hemolitik, muncul saat sel darah merah dihancurkan lebih

cepat dari normal (umur sel darah merah normalnya 120 hari, pada anemia hemolitik umur sel

darah merah lebih pendek). Sumsum tulang penghasil sel darah merah tidak dapat memenuhi

kebutuhan tubuh akan sel darah merah. Hal ini akan disebabkan berbagai penyebab,

kadangkala infeksi dan obat-obatan (antibiotik dan antikejang) dapat sebagai penyebab

(Priyanti dkk, 2020). Kerusakan atau matinya sel darah merah sesuai dengan usia

fisiologisnya. Tidak diketahui secara pasti kapan jumlah sel darah dan hemotokrit kembali ke

nilai sebelum hamil. Jika dilakukan pemeriksaan laboratorium, maka nilainya kembali berada

dalam batas normal dalam 8 minggu setelah melahirkan (Astuti, 2018).

6. Tahapan Anemia

Lubis (2003) dalam Priyanti, dkk (2020) anemia adalah suatu kondisi yang

mengakibatkan kekurangan zat besi dan biasanya terjadi secara bertahap.


a. Stadium 1

Kehilangan zat besi melebihi ukuran, menghabiskan cadangan dalam tubuh terutama

disumsum tulang.

b. Stadium 2

Cadangan zat besi yang berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan membentuk sel darah

merah yang memproduksi lebih sedikit.

c. Stadium 3

Mulai terjadi anemia, kadar hemoglobin dan haemotokrit menurun.

d. Stadium 4

Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat

pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah baru yang sangat kecil.

e. Stadium 5

Semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia maka timbul gejala-gejala karena

anemia semakin memburuk. Ibu hamil memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan

jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah, janin, dan plasenta. Kenaikan

volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe dan zat besi.

Anda mungkin juga menyukai