Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kebutuhan Dasar Pasien
Disusun Oleh :
Anggi Dewita
NIM. 23149011006
2. Etiologi
Menurut Dr. Sandra Fikawati. Ahmad Syafiq, Ph.D, Arinda Veretamala
(2017) dalam bukunya yang berjudul Gizi Anak Dan Remaja penyebab anemia
antara lain:
a. Meningkatnya Kebutuhan Zat Besi
Peningkatan kebutuhan zat besi pada masa remaja memuncak pada usia
antara 14-15 tahun untuk perempuan dan satu sampai dua tahun kemudian pada
laki-laki. Setelah kematangan seksual, terjadi penurunan kebutuhan zat besi,
sehingga terdapat peluang untuk memperbaiki kekurangan zat besi terutama
pada remaja laki-laki. Sedangkan pada remaja perempuan. menstruasi mulai
terjadi satu tahun setelah puncak pertumbuhan dan menyebabkan kebutuhan zat
besi akan tetap tinggi sampai usia reproduktif untuk mengganti kehilangan zat
besi yang terjadi saat menstruasi. Itulah sebabnya kelompok remaja putri lebih
rentan mengalami anemia dibanding remaja putra.
b. Kurangnya Asupan Zat Besi.
Penyebab lain dari anemia gizi besi adalah rendahnya asupan dan
buruknya bioavailabilitas dari zat besi yang dikonsumsi, yang berlawanan
dengan tingginya kebutuhan zat besi pada masa remaja.
c. Kehamilan pada Usia Remaja.
Masih adanya praktik tradisional pernikahan dini di negara-negara di
Asia Tenggara juga berkontribusi terhadap kejadian anemia gizi besi.
Pernikahan dini umunya berhubungan dengan kehamilan dini, dimana
kehamilan meningkatkan kebutuhan zat besi dan berpengaruh terhadap semakin
parahnya kekurangan zat besi dan anemia gizi besi yang dialami remaja
perempuan.
d. Penyakit Infeksi dan Infeksi Parasit
Sering terjadinya penyakit infeksi dan infeksi parasit di negara
berkembang juga dapat meningkatkan kebutuhan zat besi dan memperbesar
peluang terjadinya status gizi negatif dan anemia gizi besi.
e. Sosial-Ekonomi
Tempat tinggal juga dapat berhubungan dengan kejadian anemia,
remaja yang tinggal di wilayah perkotaan lebih banyak memiliki pilihan dalam
menentukan makanan karena ketersediaannya yang lebih luas di bandingkan
pedesaan. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga menunjukan bahwa
masyarakat pedesaan (22,8%) lebih banyak mengalami anemia di bandingkan
dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan (20,6%).
f. Status Gizi
Juga ditemukan hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia.
Remaja dengan status gizi kurus mempunyai risiko mengalami anemia 1,5 kali
dibandingkan remaja dengan status gizi normal. Hal tersebut juga di dukung
oleh studi yang di lakukan oleh Briawan dan Hardinsyah (2010) bahwa status
gizi normal dan lebih merupakan faktor protektif anemia.
g. Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang
berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik,
buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya.
Pengetahuan ini dapat membantu keyakinan tertentu sehingga seseorang
berprilaku sesuai keyakinan tersebut. Pada beberapa penelitian terkait anemia
ditemukan pula pada mereka yang memiliki pengetahuan yang rendah terkait
anemia.
4. Patofisiologi
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan pada
tiga kelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk, 2014) :
a. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit
atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini
terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan mineral dan
vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit berjalan normal.
Kondisi-kondisi yang mengakibatkan anemia ini antara lain sickle cell anemia,
gangguan sumsum tulang dan stem cell, anemia defisiensi zat besi, vitamin B12,
dan folat, serta gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan penurunan
hormone yang diperlukan untuk proses eritropoesis.
b. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu
bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih
cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik
yang diketahui antara lain :
1) Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia
2) Adanya stressor seperti infeksi, obat-obatan, bisa hewan, atau berbagai jenis
makanan
3) Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis
4) Autoimun
5) Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,paparan
kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.
c. Anemia akibat kehilangan darah
Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada
perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis
umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus, hemoroid,
gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat-obatan yang
mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS), menstruasi, dan proses
kelahiran.
5. Klasifikasi
a. Klasifikasi anemia berdasarkan etiologi
1) Penurunan produksi sel darah merah
Pembuatan sel darah merah akan terganggu apabila zat gizi yang
diperlukan tidak mencukupi. Usia sel darah merah pada umumnya 120 hari
dan jumlah sel darah merah harus dipertahankan. Zat yang dibutuhkan oleh
sumsum tulang untuk pembentukan pembentukan hemoglobin hemoglobin
antara lain yaitu vitamin (B12, B6, C, E, asam folat, tiamin, riboflavin, asam
pantotenat), protein, dan hormon (eritropoetin, androgen dan tiroksin).
Prosuksi sel darah merah dapat terganggu karena pencernaan yang tidak
berfungsi dengan baik (malabsorpsi) atau kelainan lambung sehingga zat gizi
penting tidak dapat diserap (Sudargo & Hidayati 2018).
2) Peningkatan kecepatan penghancuran darah (hemolisis)
3) Kehilangan darah
Pada wanita dewasa biasanya kehilangan darah dalam jumlah banyak
terjadi karena menstruasi. Menstruasi menyebabkan kehilangan zat besi 1
mg/hari pada perempuan, sedangkan wanita hamil (aterm) sekitar 900 mg zat
besi dibutuhkan oleh janin dan plasenta yang diperoleh dari ibu hamil serta
pendarahan waktu partus merupakan penyebab anemia paling sering pada
masa ini (Sudargo & Hidayati. 2018).
b. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi
1) Anemia Normositik
Anemia normositik disebabkan karena terjadi pendarahan akut,
hemolisis dan penyakit-penyakit infiltrative metastatik pada sumsum tulang.
Terjadi penurunan jumlah eritrosit dan tidak disertai dengan perubahan
konsentrasi hemoglobin dengan indeks eritrositnya yaitu (MCV 80-95fl,
MCH 27-34 PG).
2) Anemia Makrositik Hipokromik
Anemia yang terjadi karena ukuran eritrosit yang lebih besar dari nilai
normal dan hiperkromik karena konsentrasi hemoglobin lebih normal (indeks
eritrosit: MCV>95fl). Biasanya ditemukan pada anemia megaloblastik
(defisiensi vitamin B12, asam folat), serta ditemukan pada anemia mikrositik
non-megaloblastik (penyakit hari dan myelodisplasia).
3) Anemia Mikrositik Hipokromik
Anemia yang terjadi karena ukuran eritrosit yang lebih kecil dari nilai normal
dan mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari nilai normal
(indeks eritrosit: MCV < 80 fl, MCH < 27 pg). Biasanya terdapat penyebab
dari terjadinya anemia mikrositik hipokromik, yaitu :
a) Berkurangnya zat besi : Anemia defisiensi besi
b) Berkurangnya Sintesis Globin: Thalasemia dan Hemoglobinopati
c) Berkurangnya Sintesis Heme: Anemia Sideroblastik
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut (Sugeng Jitowiyono, 2018) untuk anemia adalah
sebagai berikut :
a. Jumlah Hb lebih rendah dari normal (12-14 g/dL)
b. Kadar Ht menurun (normal 37-41%)
c. Peningkatan bilirubin total (pada anemia hemolitik)
d. Terlihat retikulositosis dan sferositosis pada apusan darah tepi
e. Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak (pada anemia
aplastic).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Anemia menurut (Sugeng Jitowiyono, 2018) yang dapat dilakukan
pada pasien Anemia adalah sebagai berikut :
a. Transplantasi sel darah merah
b. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi
c. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah
d. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan
oksigen.
2. Etiologi
Menurut Perry & Potter (2017) faktor yang mempengaruhi status gizi
seseorang adalah :
a. Perubahan gastrointestinal terkait usia yang memengaruhi pencernaan
makanan dan pemeliharaan nutrisi meliputi perubahan gigi dan gusi,
berkurang produksi saliva, atrofi sel epitel mukosa mulut, peningkatan
rasa ambang batas, penurunan sensasi haus, penurunan refleks muntah,
dan penurunan peristaltik esofagus dan kolon (Touhy dan Jett, 2010).
b. Adanya penyakit kronis (misalnya diabetes melitus, ginjal stadium akhir
penyakit, kanker) sering mempengaruhi asupan nutrisi (CDC, 2015).
c. Nutrisi yang cukup pada orang dewasa yang lebih tua dipengaruhi oleh
beberapa penyebab seperti kebiasaan makan, budaya, sosialisasi,
pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat fungsional fisik untuk memenuhi
kegiatan dailyliving (ADLs), kehilangan, gigi, dan transportasi (Touhy
dan Jett, 2010).
d. Efek samping obat menyebabkan masalah seperti anoreksia, perdarahan
gastrointestinal, xerostomia, rasa kenyang dini, dan gangguan penciuman
dan rasa persepsi (Burcham dan Rosenthal, 2016).
e. Gangguan kognitif seperti delirium, demensia, dan pengaruh depresi
kemampuan untuk mendapatkan, menyiapkan, dan makan makanan sehat.
3. Tanda dan gejala
a. Mual
b. Anoreksia
c. Lemas
d. Lesu
4. Faktor Resiko
a. Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan nergizi dapat mempengaruhi
pola akonsumsi makanan. Hal tersebut dapat disebabakan oleh kekurangan
informasi sehingga dapat terjadi kealahan memahami kebutuhan gizi.
b. Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi tinggi dapat
mempengruhi status gizi seseorang. Misalnya, di beberap daerah, tempe yang
merupakan sumber protein yang paling murah, tidak dijadikan bahan makanan yang
layak untuk dimakan karena masyarakat menganggap bahwa mengkonsumsi
makanan tersebut dapat merendahkan derajat mereka.
c. Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan tertentu juga
dapat mempengaruhi status gizi. Misalnya, di beberapa daerah, terdapat larangan
makan pisang dan papaya bagi para gadis remaja. Padahal, makanan tersebut
merupakan sumber vitamin yang sangat baik. Ada pula larangan makan ikan bagi
anak-anak karena ikan dianggap dapat mengakibatkan cacingan, padahal ikan
merupakan sumber protein sangat baik bagi anakanak.
d. Kesukaan
Kesukaan yang berlebih terhadap suatu jenis makanan dapat mengakibatkan
kekurangan variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperbolehkan zat-zat yang
dibutuhkan secara cukup. Kebiasaan dapat mengakibatkan merosotnya gizi pada
remaja bila nilai gizi tidak sesuai dengan yang di harapkan. Saat ini para remaja
di kota-kota besar di Negara kita memiliki kecenderungan menyenangi makanan
tertentu secara berlebihan, seperti makan cepat saji, (junkfood), bakso dan lain-
lainnya.
e. Ekonomi
Status ekonomi mempengaruhi perubahan status gizi karena penyediaan makanan
bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. Oleh karena itu, masyarakat
dengan kondisi perekonomian yang tinggi biasanya mampu mencukupi kebutuhan
gizi keluarga dibandingkan masyarakat dengan kondisi perekonomian rendah.
5. Klasifikasi
Klasifikasi nutrisi dapat berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air
yaitu :
a. Karbohidrat
Karbohidrat adalah gula sederhana (monosakarida dan disakarida) dan gula
kompleks (polisakarida). Karbohidrat terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen.
Eula, sirup, madu, buah, dan susu adalah sumber karbohidrat sederhana. Roti,
sereal, kentang, beras, pasta, dan gandum berisi karbohidrat kompleks.
b. Protein
Protein adalah zat kimia organik yang berisi asam amino, yang dihubungkan
dengan rantai peptida. Protein terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen,dan
nitrogen.Tubuh mensintesisprotein antara lain membentuk hemoglobin untuk
membawa oksigen ke iaringan, insulin untuk regulasi glukosa darah, dan albumin
untuk regulasi tekanan osmotik darah.
c. Lemak
Lemak atau lipid, termasuk lemak netral, minyak, asam lemak, kolesterol, dan
phospholopid. Lemak adalah zat organikyang terdiri dari karbon, hidrogen, dan
oksigen. Lemak secara ideal membentuk sekitar 27% berat badan pada orang
yang tidak gemuk. Lemak berfungsi sebagai transport sel, proteksi organ vital,
energi, simpanan energi pada iaringan adiposa, absorbsi vitamin, dan transport
vitamin larut lemak. Jemak diklasifikasikan sebagai lemak ienuh dan lemak tidak
ienuh. Daging sapi, daging domba, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, dan
minyak biii kelapa sawit mengandung asam lemak ienuh lebih tinggi dan lebih
keras. Daging ayam, ikan dan sayuran berisi asam lemak tidak ienuh lebih
tinggi dan lebih lunak.
d. Vitamin
Vitamin adalah zat organik yang penting bagi tubuh untuk pertumbuhan,
perkembangan, pemeliharaan, dan reproduksi, serta membantu dalam
penggunaan energi nutrient. Vitamin diklasifikasikan sebagai vitamin larut
lemak dan vitamin larut air.
1) Vitamin larut lemak, vitamin larut lemak disimpan di hati atau iaringan
adiposa, sehingga intake vitamin berlebihan dapat menyebabkan keracunan.
2) Vitamin larut air, vitamin larut air disimpan dalam tubuh. Intake berlebihan
diabsorbsi oleh jaringan, dan diekskresikan dalam urine.
e. Mineral
Mineral membantu membentuk jaringan tubuh dan regulasi metabolisme. Contoh
dari mineral adalah kalsium, magnesium, sodium, potassium/kallium, fosfor, besi
(fe), iodin, zinc, air.
6. Patofisiologi
Secara umum, gangguan kebutuhan nutrisi sering kali disebabkan oleh
kurangnya asupan nutrisi. Jika asupan energi yang masuk tidak mencukupi
kebutuhan tubuh, hal ini akan menyebabkan terjadinya pengambilan nutrisi dari
tubuh sehingga menjadi sangat kurus dan lemah. Defisiensi protein akan
menyebabkan terjadinya penurunan asupan makanan sintesis protein visceral,
termasuk penurunan sintesis albumin dan bisa menyebabkan gangguan aktivitas.
Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita
makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak, dan
protein. Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula sederhana atau
monosakarida dan unit-unit kimia yang kompleks, seperti disakarida dan polisakarida.
Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan diabsorbsi,
terutama dalam duodenun dan jejunum proksimal. Sesudah diabsorpsi, kadar glukosa
darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya akan kembali lagi ke
kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar bergantung
pada hati yang mengektraksi glukosa, menyintesis glukogen, dan melakukan
glikogenesis. Dalam jumlah yang lebih sedikit, jaringan perifer otot dan adiposa juga
mempergunakan ektraks glukosa sebagai sember energi sehingga jaringan jaringan
ini ikut berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah.
7. Pathways
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap disertai apusan darah tepi : penting untuk
melihat jenis anemia yang terjadi, mengetahui bila terjadi defisiensi zat besi
(ditemukan sel target) atau defisiensi vitamin B12 dan asam folat
b. Pengukuran status protein darah melalui pemeriksaan kadar albumin serum,
retinol- binding protein, transferrin, kreatinin, dan blood urea nitrogen (BUN).
Kadar albumin serum dapat dimanfaatkan sebagai salah satu indikator gizi buruk,
baik pada saat awal kejadian malnutrisi maupun saat perbaikan mulai terjadi.
Meskipun demikian, faktor- faktor bukan gizi yang dapat mempengaruhi kadar
albumin seperti peningkatan cairan ekstra sel, trauma, sepsis, pembedahan,
penyakit hati dan ginjal tetap harus dieksklusi. Pemeriksaan kreatinin dan ureum
darah dapat membantu menilai fungsi ginjal pasien malnutrisi.
c. Pemeriksaan laju endap darah (LED), elektrolit, urine lengkap maupun feses
lengkap dapat dilakukan bila dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
indikasi, misalnya pada pasien dengan riwayat diare akut
9. Penatalaksanaan
a. Perbaikan gizi
b. Pendidikan kesehatan
c. Pengobatan
d. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sepersi ahli gizi, farmasi dan lain-lain
terkait dengan memperbaiki nutrsi
e. Pemberian cairan parenteral
f. Pemberian obat-obatan peroral maupun parenteral
g. Pengaturan diet terprogram sesuai saran ahli gizi
h. Penyuluhan tentang penyimpangan dan penyajian makanan
10. Komplikasi
a. Masalah Kebutuhan Nutrisi
Kekurangan Nutrisi Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami
seseorang dalam keadaan tidak berpuasa (normal) atau resiko penurunan berat
badan akibat ketidak cukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme (Aziz,
2015).
b. Kelebihan Nutrisi
Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang yang tidak
mempunyai risiko peningkatan berat badan akibat asupan kebutuhan metabolism
secara berlebih.
c. Obesitas
Obesitas merupakan masalah peningkatan berat badan yang mencapai lebih dari
20% berat badan normal. Status nutrisinya adalah melebihi kebutuhan metabolisme
karena kelebihan asupan kalori dan penurunan dalam penggunaan kalori.
d. Malnutrisi
Malnutrisi merupakan masalah yang berhubungan dengan kekurangan zat gizi pada
tingkat seluler atau dapat dikatakan sebagai masalah asupan zat gizi yang tidak
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gejala umumnya adalah berat badan rendah
dengan asupan makanan yang cukup atau asupan kurang dari kebutuhan tubuh,
adanya kelemahan otot dan penurunan energy, pucat pada kulit, membrane
mukosa, konjungtiva, dan lain-lain.
e. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai dengan
adanya gangguan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan insulin atau
penggunaan karbohidrat secara berlebihan.
f. Hipertensi
Hipertensi merupakan gangguan kebutuhan nutrisi yang ditandai dengan adanya
pemenuhan kebutuhan nutris seperti penyebab dari adanya obesitas, serta asupan
kalsium, natrium, dan gaya hidup yang berlebihan
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun berlangsung potensial. Diagnosis keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga, dan komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016). Diagnosa yang mungkin muncul pada pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah :
a. Berat badan lebih (D.0018)
b. Defisit nutrisi (D.0019)
c. Kesiapan peningkatan nutrisi (D.0026)
d. Intoleransi aktivitas (D.0056)
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan terdiri atas luaran (outcome) dan intervensi.
Luaran keperawatan merupakan aspe-aspek yang dapat diobservasi dan diukur
meliputi kondisi, perilaku, atau persepsi pasien, keluarga atau komunitas sebagai
respons terhadap intervensi keperawatan. Komponen luaran terdiri atas tiga
kompinen utama yaitu label, ekspektasi, dan kriteria hasil. Label merupakan nama
dari luaran keperawatan yang terdiri atas kata kunci untuk mencari informasi terkait
luaran keperawatan. Ekspektasi adalah penilaian terhadap hasil yang diharapkan
tercapai. Kriteria hasil adalah karakteristik pasien yang bias diamati maupun diukur
oleh perawat dan dijadikan sebagai dasar untuk menilai pencapaian hasil intervensi
keperawatan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2016).
Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Perencanaan
o Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Berat badan (L.03018) Manajemen Berat Badan Observasi
lebih Setelah dilakukan (I.03097) - Untuk mengetahui
(D.0018) tindakan keperawatan Observasi kondisi kesehatan
… x … jam diharapkan - Identifikasi kondisi pasien yang dapat
BB membaik, dengan kesehatan pasien yang mempengaruhi berat
kriteria hasil : dapat mempengaruhi badan
- Berat badan berat badan
Terapeutik
membaik
Terapeutik - Mengetahui nilai
- Tebal lipatan kulit
- Hitung berat badan ideal berat badan ideal
membaik
pasien pasien
- IMT membaik
- Hitung persentase lemak - Mengetahui nilai
dan otot pasien persentase lemak dan
- Fasilitasi menentukan otot pasien
target berat badan yang - Membantu pasien
realistis dalam menentukan
target berat badan
Edukasi
yang realistis
- Jelaskan hubungan antara
asupan makanan, aktivitas
fisik, penambahan berat Edukasi
badan dan penurunan - Memberikan
berat badan pengetahuan kepada
- Jelaskan faktor risiko pasien
berat badan lebih dan - Memberikan
berat badan kurang pengetahuan tentang
- Anjurkan mencatat berat faktor risiko berat
badan setiap minggu, jika badan lebih dan berat
perlu badan kurang
- Anjurkan melakukan - Untuk mengetahui
pencatatan asupan adanya perubahan BB
makanan, aktivitas fisik - Untuk memudahkan
dan perubahan berat pasien dalam
badan aktivitas kedepannya
Kolaborasi Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli - Untuk memenuhi
gizi untuk menentukan kebutuhan gizi pasien
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan setelah
merumuskan rencana asuhan keperawatan. Implementasi merupakan katagori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan
dan hasil yang dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen
perencanaan dari proses keperawatan (Potter, Patricia A & Perry, 2011).
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi keperawatan yang
merupakan tahap penilaian atau perbandingan yang sistematis, dan terencana tentang
kesehatan pasien, dengan tujuan yang telah ditetapkan yang dilakukan secara
berkesinambungan (Debora, 2013). Pada tahap evaluasi perawat membandingkan
status kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Evaluasi terdiri dari dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi
proses dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai respon pasien,
sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan yang telah dibuat (A. Alimul and
Hidyat, 2012), format yang digunakan dalam tahap evaluasi yaitu format SOAP yang
terdiri dari :
a. Subjective, yaitu informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah
tindakan yang diberikan.
b. Objective, yaitu informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
c. Assesment, yaitu interprestasi dari data subjektif dan objektif
d. Planning, yaitu perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambah dari rencana keperawatan yang sudah dibuat
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, S dan Harnanto, A. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Kebutuhan
Dasar Manusia II. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1. Jakarta : Persatuan Perawat Indonesia
Zakariya. 2021. Laporan Pendahuluan Pada Klien Dengan Anemia di Ruang Saraf (C)
RSUD Soedarso Pontianak. https://id.scribd.com/document/505983408/LP-ANEMIA
(Diakses pada tanggal 01 November 2023)
Susanti. 2019. Laporan Pendahuluan Dan Askep Anemia.
https://id.scribd.com/document/261341265/laporan-pendahuluan-dan-askep-anemia
(Diakses pada tanggal 01 November 2023)
Vivian. (2021). Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Kebutuhan
Nutrisi. https://id.scribd.com/document/495001943/LP-KDP-KEBUTUHAN-NUTRISI
(Diakses pada tanggal 01 November 2023)
Pangestu. (2022). Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada
Pasien Anemia Di Ruang Penyakit Dalam B RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro
Tahun 2022. https://repository.poltekkes-tjk.ac.id/id/eprint/3088/
(Diakses, 01 November 2023)