Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan
rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul
“ANEMIA PADA KEHAMILAN”. Dalam makalah ini penulis merangkum apa
itu depresi postpartum dan tanda  gejala nya. Penulis sangat menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini penulis memiliki banyak keterbatasan ,sehingga
jika pembaca menemukan kekurangan atau kekeliruan dengan hati terbuka penulis
menerima salam dan kritik yang membangun.
            Akhirnya ,penulis ucapkan selamat membaca,semoga kita dapat
memanfaatkan makalah ini bersama-sama,dengan dasar itikad yang baik untuk
mengimplementasikannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Tangerang, 28 Nonember 2013

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I     :    Pendahuluan    ........................................................................................
..........   1
Bab II    :    Pembahasan  ...........................................................................................
..........   3
Bab III  :    Manajement Varney  ..............................................................................
.......... 20
Bab IV  :    Penutup  ..................................................................................................
.......... 26
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa kehamilan merupakan masa dimana tubuh sangat membutuhkan
asupan makan yang maksimal baik untuk jasmani maupun rohani (selalu rileks
dan tidak stress). Di masa-masa ini pula, wanita hamil sangat rentan terhadap
menurunnya kemampuan tubuh untuk bekerja secara maksimal. Wanita hamil
biasanya sering mengeluh sering letih, kepala pusing, sesak nafas, wajah pucat
dan berbagai macam keluhan lainnya. Semua keluhan tersebut merupakan
indikasi bahwa wanita hamil tersebut sedang menderita anemia pada masa
kehamilan.
Penyakit ini terjadi akibat rendahnya kandungan hemoglobin dalam
tubuh semasa mengandung. Anemia ini secara sederhana dapat kita artikan
dengan kurangnya sel-sel darah merah di dalam darah daripada biasanya.
Anemia pada kehamilan di Indonesia masih tinggi, dengan angka
nasional 65% yang setiap daerah mempunyai variasi berbeda. Anemia
gangguan medis yang paling umum ditemui pada masa hamil, mempengaruhi
sekurang – kurangnya 20% wanita hamil. Wanita ini memiliki insiden
komplikasi puerperal yang lebih tinggi, seperti infeksi, daripada wanita hamil
dengan nilai hematologi normal.
Anemia menyebabkan penurunan kapasitas darah untuk membawa
oksigen. Jantung berupaya mengonpensasi kondisi ini dengan meningkatkan
curah jantung. Upaya ini meningkatkan kebebasan kerja jantung dan menekan
fungsi ventricular. Dengan demikian, anemia yang menyertai komplikasi lain
(misalnya, preeklampsia) dapat mengakibatkan jantung kongestif.
Apabila seorang wanita mengalami anemia selama hamil, kehilangan
darah pada saat ia melahirkan, bahkan kalaupun minimal, tidak ditoleransi
dengan baik. Ia berisiko membutuhkan transfusi darah. Sekitar 80% kasus
anemia pada masa hamil merupakan anemia tipe defisiensi besi (Arias, 1993).
Dua puluh persen (20%) sisanya mencakup kasus anemia herediter dan
berbagai variasi anemia didapat, termasuk anemia defisiensi asam folat, anemia
sel sabit dan talasemia.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana cara mengatasi ibu hamil dengan kasus anemia
selama kehamilan sehingga dapat menekan terjadinya komplikasi lebih
lanjut
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui apa itu anemia dalam kehamilan
b) Mengetahui tanda dan gejala anemia dalam kehamilan
c) Mengetahui epidemiologi anemia dalam kehamilan
d) Mengetahui etiologi anemia dalam kehamilan
e) Mengetahui patofisiologi anemia dalam kehamilan
f) Mengetahui klasifikasi anemi dalam kehamilan
g) Mengetahui penatalaksanaan anemia dalam kehamilan
C. MANFAAT
1. Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam
memberikan asuhan kebidanan.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petugas
kesehatan khususnya bidan dalam memberikan asuhan kebidanan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Anemia
         Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah
sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel
darah merah berada di bawah normal. Anemia adalah berkurangnya hingga
dibawah nilai normal eritrosit, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red
blood cell (hematokrit) per 100 ml darah.
         Anemia Gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah
yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk
pembentukan Hb.Anemia terjadi karena kadar hemoglobin (Hb) dalam darah
merah sangat kurang. Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan
karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut Anemia Kekurangan Zat Besi
atau Anemia Gizi Besi.
Anemia adalah penyakit darah yang sering ditemukan. Beberapa anemia
memiliki penyakit dasarnya. Anemia bisa diklasifikasikan berdasarkan bentuk
atau morfologi sel darah merah, etiologi yang mendasari, dan penampakan
klinis. penyebab anemia yang paling sering adalah perdarahan yang berlebihan,
rusaknya sel darah merah secara berlebihan hemolisis atau kekurangan
pembentukan sel darah merah ( hematopoiesis yang tidak efektif).
Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin (Hb) nya
kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit (Hct) kurang dari 41% pada laki-laki,
dan konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36% pada
perempuan.

B.   Pengertian Anemia  Dalam Kehamilan


Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr%
Pada trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena
ada perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama
terjadi pada trimester II(Sarwono P, 2002).
Anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah merahnya
kurang dari 10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat. Jika hemoglobin <
6,00 gr% disebut anemia gravis. Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah
12,00-15,00 gr% dan hematokrit adalah 35,00-45,00% (Mellyna, 2005).
Anemia hamil disebut ” potential danger to matter and child (potensial
membahayangkan ibu dan anak) ”, karena itulah anemia memerlukan perhatian
khusus dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini
terdepan.
Baik di negara maju maupun di negara berkembang, seseorang disebut
menderita anemia bila kadar Hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr %, disebut
anemia berat atau bila kurang dari 6 gr %, disebut anemia gravis.
Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12 – 15 gr %
dan hematokrit 35-54 %, angka – angka tersebut juga berlaku untuk wanita
hamil, terutama wanita yang mendapat pengawasan selama hamil. Oleh karena
itu, pemeriksaan hematokrit dan hemogloblin harus menjadi pemeriksaan darah
rutin selama pengawasan antenatal. Sebaiknya pemerintahan dilakukan setiap 3
bulan atau paling sedikit 1 kali pada pemeriksaan pertama atau pada triwulan
pertama dan sekali lagi pada triwulan akhir.

C. Epidemiologi Anemia
Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil
sempat mengalami penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007).
Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan
anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan.
Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan
pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun
2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari
66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (Depkes, 2008).
Frekuensi timbulnya anemia dalam  kehamilan tergantung pada
suplementasi besi. Taylor dkk melaporkan rata-rata kadar hemoglobin sebesar
12,7 g/dl pada wanita yang mengkonsumsi suplemen besi sementara rata-rata
hemoglobin sebesar 11,2 g/dl pada wanita yang tidak mengkonsumsi
suplemen.

Karakter Trias Epidemiologi


1. Host
Faktor host (pejamu) dalam kasus anemia pada ibu hamil adalah ibu hamil
yang terdiri dari:
a) Umur
Semakin muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk terjadinya
anemia. Hal ini didukung oleh penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005)
di USA bahwa ibu remaja memiliki prevalensi anemia kehamilan lebih
tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35 tahun. Hal ini dapat
dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih banyak karena pada
masa tersebut remaja membutuhkannya untuk pertumbuhan, ditambah
lagi jika hamil maka kebutuhan akan Fe lebih besar seperti yang sudah
dijelaskan pada riwayat alamiah. Selain itu, faktor usia yang lebih muda
dihubungkan dengan pekerjaan, status sosial ekonomi dan pendidikan
yang kurang.
b). Kelompok etnik
Berdasarkan penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA
bahwa ras kulit hitam memiliki risiko anemia pada kehamilan 2 kali
lipat dibanding dengan kulit putih. Hal ini juga dihubungkan dengan
status sosial ekonomi
c). Keadaan Fisiologis
Keadaan fisiologis ibu hamil, peningkatan Hb tidak sebanding
dengan penambahan volume plasma yang lebih besar, selain itu
didukung dengan kebutuhan intake Fe yang lebih banyak untuk
eritropoesis.
d). Keadaan imunologis
Keadaan imunologis dari ibu hamil yang dapat menyebabkan
anemia dihubungkan dengan proses hemolitik sel darah merah yang
nantinya disebut anemia hemolitik. Hal ini juga berhubungan dengan
ada maupun tidak adanya penyakit yang mendasari seperti
SLE(Systemic Lupus Erythematosus) yang dapat menyebabkan
hancurnya sel darah merah.
e). Kebiasaan
Kebiasaan ini meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah
intake nutrisinya adekuat atau tidak atau mengandung Fe, asam folat,
vitamin B12 ataukah tidak. Selain itu, kebiasaan ibu hamil dalam
memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan kesehatan juga
mempengaruhi besar kecilnya kejadian anemia pada ibu hamil. Menurut
penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu hamil yang
merokok dan minum alkohol juga mempengaruhi terjadinya anemia.
f). Sosial ekonomis
Faktor sosial ekonomi diantaranya adalah kondisi ekonomi,
pekerjaan dan pendidikan. Ibu hamil dengan keluarga yang memiliki
pendapatan yang rendah akan mempengaruhi kemampuan untuk
menyediakan makanan yang adekuat dan pelayanan kesehatan untuk
mencegah dan mengatasi kejadian anemia. Ibu hamil yang memiliki
pendidikan yang kurang juga akan mempengaruhi kemampuan ibu
dalam mendapatkan informasi mengenai anemia pada kehamilan.
g). Faktor kandungan dan kondisi/ riwayat kesehatan
Faktor kandungan diantaranya paritas, riwayat prematur
sebelumnya, dan usia kandungan. Ibu dengan riwayat prematur
sebelumnya lebih berisiko dibanding dengan ibu yang tidak memiliki
riwayat tersebut. Ibu dengan primipara berisiko lebih rendah untuk
terjadi anemia daripada ibu dengan multipara (Omoniyi, Stayhorn,
2005). Kondisi atau riwayat kesehatan diantaranya adalah apakah ibu
hamil menderita penyakit diabetes, ginjal, hipertensi, dan penyakit
kronis lainnya. Ibu hamil mempunyai riwayat penyakit kronis tersebut,
semakin berisiko terjadinya anemia pada ibu hamil (Omoniyi, Stayhorn,
2005).
2. Agens-Agens atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya
yaitu:
a). Unsur gizi
Terjadinya anemia pada ibu hamil juga dapat disebabkan karena
defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B dalam makanan. Defisiensi ini
dapat terjadi karena kebutuhan Fe yang meningkat, kurangnya
cadangan dan berkurangnya Fe dalam tubuh ibu hamil.
b). Kimia dari dalam dan luar
Anemia pada ibu hamil juga dapat terjadi karena berhubungan
dengan kimia dan obat. Anemia tersebut dinamakan anemia aplastik.
Kehamilan mengakibatkan peningkatan sintesa laktogen plasenta,
eritropoetin dan estrogen. Laktogen plasenta dan eritropoetin
menstimulasi hematopoesis dimana estrogen menekan sumsum tulang.
Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan hipoplasia (Choudry et al,
2002 dalam Yilmaz et al, 2007).
c). Faktor faali/ fisiologis
Faktor fisiologis ini meliputi peningkatan eritrosit dan Hb tidak
sebanyak dengan peningkatan volume plasma pada kehamilan sehingga
terjadi hipervolemi. Hal tersebut berisiko terjadinya anemia pada
kehamilan.
3. Lingkungan
Dari ketiga faktor lingkungan (fisik, biologis dan sosial ekonomi) yang
dapat mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu faktor sosial
ekonomi. Kondisi sosial berupa dukungan dari keluarga dan komunitas akan
mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil. Jika keluarga mendukung
terhadap intake nutrisi yang adekuat pada ibu hamil dan memotivasi dalam
memeriksakan kehamilannya secara rutin, maka kemungkinan kecil terjadi
anemia.
Jika lingkungan komunitas menyediakan sarana pelayanan kesehatan,
tenaga kesehatan dan kader maka pelayanan kesehatan akan meningkat
sehingga kejadian anemia kemungkinan kecil terjadi. Selain itu, pendidikan
ibu hamil yang semakin tinggi akan mempengaruhi kemampuan dalam
mendapatkan informasi. Kondisi ekonomi akan mempengaruhi kemampuan
ibu hamil dan keluarga dalam menyediakan nutrisi yang adekuat dan
memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai.

D. Patogenesa Anemia Pada Kehamilan


Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran tentang perjalanan
perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak terjadinya paparan dengan
agen penyebab sampai terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa terinterupsi
oleh suatu intervensi preventif maupun terapeutik (CDC, 2010 dikutip Murti,
2010). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara host, agent, dan
lingkungan. Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan
(fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada anemia
ibu hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis. Pada saat
hamil, ibu sebagai penjamu (host).
Dari faktor faal atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya
peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan
hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10
kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa bertambahnya volume
plasma lebih besar daripada sel darah (hipervolemia) sehingga terjadi
pengenceran darah. Hemoglobin menurun pada pertengahan kehamilan dan
meningkat kembali pada akhir kehamilan.
Namun, pada trimester 3 zat besi dibutuhkan janin untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin serta persediaan setelah lahir. Hal inilah yang
menyebabkan ibu hamil lebih mudah terpapar oleh agen sehingga berisiko
terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi ibu hamil dihubungkan dengan
kebutuhan akan zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B 12. Keluhan mual
muntah pada ibu hamil trimester 1 dapat mengurangi ketersediaan zat besi pada
tubuh ibu hamil. Dan kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester 3 untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat besi pada
ibu hamil semakin besar. Padahal, zat besi dibutuhkan untuk meningkatkan
sintesis hemoglobin.
Jika fase suseptibel di atas tidak tertangani, maka akan terjadi proses
induksi menuju fase subklinis (masa laten) dan kemudian fase klinis dimana
mulai muncul tanda dan gejala anemia seperti cepat lelah, sering pusing,
malaise, anoreksia, nausea dan vomiting yang lebih hebat, kelemahan,
palpitasi, pucat pada kulit dan mukosa, takikardi dan bahkan hipotensi. Selama
tahap klinis, manifestasi klinis akan menjadi hasil akhir apakah mengalami
kesembuhan, kecacatan, atau kematian (Rohtman, 2002 dalam Murti,2010).
Misalnya jika terjadi pada trimester I akan mengakibatkan abortus dan kelainan
kongenital, pada trimester II dapat mengakibatkan persalinan prematur,
perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia, BBLR, mudah
terkena infeksi dan bahkan kematian. Sedangkan pada trimester III akan
menimbulkan gangguan his, janin lahir dengan anemia, persalinan tidak
spontan .

Periode Prepathogenesis dan Pathogenesis


Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit.
Sehingga, tahap ini terdiri dari fase suseptibel dan subklinis (asimtomatis).
Pada tahap ini, secara patofisiologis anemia terjadi pada kehamilan karena
terjadi perubahan hematologi atau sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta.
Hal ini berhubungan dengan meningkatnya volume plasma tetapi tidak
sebanding dengan penambahan sel darah dan hemoglobin. Selain itu, dapat
disebabkan kebutuhan zat besi yang meningkat serta kurangnya cadangan zat
besi dan intake zat besi dalam makanan. Zat besi diperlukan untuk eritropoesis
(Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al, 2007).
Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake zat
besi yang menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi pada hepatosit dan
makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Setelah cadangan habis,
akan terjadi penurunan kadar Fe dalam plasma padahal suplai Fe pada sumsum
tulang untuk pembentukan hemoglobin menurun. Hal ini mengakibatkan
terjadinya peningkatan eritrosit tetapi mikrositik sehingga terjadi penurunan
kadar hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007). Anemia
pada kehamilan tersebut dinamakan anemia defisiensi besi. Klasifikasi anemia
dalam kehamilan lainnya diantaranya adalah anemia megaloblastik, anemia
hipoplastik dan anemia hemolitik.
Anemia megaloblastik termasuk dalam anemia makrositik dimana
anemia terjadi karena kekurangan asam folat dan atau vitamin B12. Anemia
hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran eritrosit yang
lebih cepat dari pembuatannya akibat kehilangan darah akut/ kronis (Basu,
2010).
Jika sebab-sebab di atas terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka
akan menimbulkan manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda dan gejala
tersebut muncul, tahap inilah yang disebut dengan tahap awal pathogenesis.
Tahap ini berakhir sampai fase kesembuhan, kecacatan atau kematian.
Kemudian tahap patogenesis berakhir pada kesembuhan, kecacatan dan
bahkan kematian. Jika timbul kesakitan atau kecacatan dapat berdampak pada
kehamilannya, janinnya, persalinannya dan bayi nantinya.
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh
karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari
pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada
trimester ke II kehamilan,dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan
meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta
kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi
aldesteron.

E. Pencegahan Dan Peran Bidan Dalam Pencegahan


Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang
dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi
dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah)
seperti sapi) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna
hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-
kacangan.perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih
mudah diserap tubuh dari pada zat besi pada sayuran atau pada makanan
olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi. Upaya pencegahan dapat
dilakukan dengan pemberian suplemen Fe dosis rendah 30 mg pada trimester
ketiga ibu hamil non anemik (Hb lebih/=11g/dl), sedangkan untuk ibu hamil
dengan anemia defisiensi besi dapat diberikan suplemen Fe sulfat 325 mg 60-
65 mg, 1-2 kali sehari. Untuk yang disebabkan oleh defisiensi asam folat dapat
diberikan asam folat 1 mg/hari atau untuk dosis pencegahan dapat diberikan
0,4 mg/hari dan bisa juga diberi vitamin B12 100-200 mcg/hari.
Peran bidan dapat masuk dalam tahap pencegahan. Dimana tahap
pencegahan tediri dari tiga(3) yaitu :
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan pada fase prepathogenesis yaitu pada
tahap suseptibel dan induksi penyakit sebelum dimulainya perubahan
patologis. Tujuan pencegahan ini untuk mencegah atau menunda terjadinya
kasus baru penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau mencegah
berkembangnya faktor risiko (AHA Task Force, 1998 dalam Murti 2010).
Pada pencegahan dalam anemia ibu hamil ini, bidan komunitas dapat
berperan sebagai edukator seperti memberikan nutrition education berupa
asupan bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet
tambah darah selama 90 hari. Edukasi tidak hanya diberikan pada saat ibu
hamil, tetapi ketika belum hamil. Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum
peristiwa melahirkan (Junadi, 2007). Selain itu, bidan juga dapat berperan
sebagai konselor atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil
mengenai cara mencegah anemia pada kehamilan.
Selain itu, sebagai fasilitator bidan dapat mengaktifkan kader dan
posyandu balita atau pembentukan posyandu (jika belum ada) sebagai
tenaga, sarana dan tempat dalam mempromosikan kesehatan. Bidan juga
dapat menjadi motivator bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya
secara rutin di tempat pelayanan kesehatan terdekat dan memotivasi
keluarga ibu hamil untuk selalu mendukung perawatan yang dilakukan pada
ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada
tahap pathogenesis yaitu mulai pada fase asimtomatis sampai fase klinis
atau timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Pada pencegahan
sekunder, yang dapat dilakukan oleh bidan komunitas diantaranya adalah
sebagai care giver diantaranya melakukan skirinning (early detection)
seperti pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk mendeteksi apakah ibu hamil
anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk dalam anemia
ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap
tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan darah, nadi dan
melakukan anamnesa berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, bidan dapat
memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut.
Dalam hal ini, bidan dapat berperan juga sebagai penemu kasus,
peneliti, konselor, edukator, motivator, fasilitator dan kolaborator. Sebagai
penemu kasus dan peneliti, bidan dapat menggambarkan dan melaporkan
kejadian anemia pada ibu hamil di suatu daerah, sehingga datanya
bermanfaat untuk dinas terkait dalam rangka penanganan terhadap kejadian
anemia tersebut. Jika ibu hamil terkena anemia, maka bidan sebagai care
giver dan kolaborator dapat memberikan terapi oral berupa Fe dan
memberikan rujukan kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk diberikan
transfusi (jika anemia berat).
Bidan dapat memberikan pengarahan dan motivasi kepada ibu hamil
dan keluarganya supaya tidak berlanjut pada komplikasi yang tidak
diinginkan pada ibu dan janin. Bidan juga dapat memotivasi kader untuk
dapat membantu mendeteksi adanya anemia pada ibu hamil di wilayahnya.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit
ke arah yang lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup klien seperti
untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan, keparahan
dan komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang dan memperpanjang
hidup.
Contoh pencegahan tersier pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu
mempertahankan kadar hemoglobin tetap dalam batas normal, memeriksa
ulang secara teratur kadar hemoglobin, mengeliminasi faktor risiko seperti
intake nutrisi yang tidak adekuat pada ibu hamil, tetap mengkonsumsi tablet
Fe selama kehamilan dan tetap mengkonsumsi makanan yang adekuat
setelah persalinan. Dalam hal ini, bidan dapat berperan sebagai care giver,
edukator, konselor, motivator, kolaborator, dan fasilitator.

F. Gejala Anemia Dalam Kehamilan


Gejala yang paling umum dari anemia selama kehamilan adalah:
a) Ibu mengeluh cepat lelah, Sering pusing, Mata berkunang-kunang,
b) Nafsu makan turun (anoreksia), mual, muntah
c) Konsentrasi hilang,
d) Nafas pendek (pada anemia parah)
e) Keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
f) Keletihan,  malaise, atau mudah megantuk
g) Pusing atau kelemahan
h) Sakit kepala
i) Lesi pada mulut dan lidah
j) Kulit pucat
k) Mukosa membrane atau kunjung tiva pucat
l) Dasar kuku pucat
m)Takikardi
n) Perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular
o) Disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.
p) Sesak napas
q) Detak jantung yang cepat
Pada tahap awal, anemia mungkin tidak memiliki gejala yang jelas. Dan
banyak diantara gejala yang dirasakan sering terjadi di masa kehamilan. Jadi,
pastikan ibu hamil untuk mendapatkan tes darah rutin ketika melakukan
pemeriksaan kehamilan, agar anemia dapat terdeteksi sedini mungkin.

G. Etiologi Anemia Dalam Kehamilan


Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut :
1. Kurang gizi (malnutrisi) seperti zat besi, asam folat, dan B12
2. Kemampuan perombakan sel darah merah yang terlalu cepat
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria
Faktor Risiko Anemia pada Kehamilan :
Semua wanita hamil beresiko untuk menderita anemia, karena mereka
memerlukan lebih banyak asam folat dan zat besi dari biasanya. Tapi risiko
akan lebih tinggi dalam situasi berikut:
a) Hamil dengan lebih dari satu anak (kembar)
b) Dua kehamilan berdekatan
c) Muntah banyak karena morning sickness
d) Kehamilan remaja
e) Tidak makan cukup makanan yang kaya zat besi
f) Mengalami masa berat sebelum hamil (fisik dan psikis)

H. Diagnosa Anemia Kehamilan


Selama pemeriksaan kehamilan yang pertama, sang ibu akan
mendapatkan pemeriksaan darah yang dapat membantu dokter atau bidan
memeriksa apakah ia mengalami anemia atau tidak. Pemeriksaan darah
biasanya meliputi:
1. Pemeriksaan Hemoglobin. Pemeriksaan ini bertujuan mengukur jumlah
hemoglobin - protein kaya zat besi dalam sel darah merah yang membawa
oksigen dari paru ke jaringan tubuh.
2. Pemeriksaan Hematokrit. Pemeriksaan ini mengukur persentase sel darah
merah dalam sampel darah.
Jika ibu hamil memiliki kadar hemoglobin atau hematokrit lebih rendah
dari tingkat normal, ia mungkin mengalami anemia kekurangan zat besi.
Dokter juga mungkin akan memeriksa tes darah lainnya untuk menentukan
apakah ia mengalami anemia karena kekurangan zat besi atau penyebab lain.
Bahkan jika seorang ibu hamil tidak menderita anemia pada awal kehamilan,
dokter atau bidan kemungkinan besar akan tetap merekomendasikan untuk
melakukan pemeriksaan darah pada trimester kedua atau ketiga untuk
mendeteksi anemia di tahap kehamilan selanjutnya.
Penegakan DX pada kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa, pada
anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing–pusing, mata
berkunang –kunang, dan muntah lebih sering dan hebat pada kehamilan muda.
Pada pemeriksaan umum didapatkan tekanan daran ibu rendah jumlah
plasma darah lebih banyak dari eritrosit sehingga darah ibu lebih encer. Nadi
ibu cepat karena kerja jantung lebih meningkat untuk membawa makanan dan
oksigen keseluruh tubuh serta transportasi ke dalam rahim
Pada pemeriksaan inspeksi, diperoleh data kalau konjungtiva ibu pucat,
telapak tangan pucat, bagian pinggir bibir pucat, karena darah ibu tidak
mencukupi sampai kebagia-bagian ujung tubuh ibu. Ibu juga terlihat lemah,
letih, lesu, karena kurangnya nutrisi untuk beraktivitas.
Sedangkan pemeriksaan HB dan pengawasan HB dapat dilakukan secara
sederhana dengan menggunakan alat Hb sahli. Hasil pemeriksaan HB dengan
dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut :
1. HB 11 gr % Tidak anemia
2. 9 – 10 gr % Anemia ringan
3. 7 – 8 gr % Anemia sedang
4. < 7 gr % Anemia berat
I. Jenis-Jenis Anemia
Beberapa jenis anemia dapat terjadi selama kehamilan, diantaranya
adalah:
1. Anemia defisiensi zat besi.
Anemia jenis ini terjadi ketika tubuh tidak memiliki cukup zat besi
untuk menghasilkan hemoglobin dalam jumlah yang cukup. Hemoglobin
merupakan salahsatu protein dalam sel darah merah, dan ia membawa
oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Dalam anemia defisiensi zat besi,
darah tidak dapat membawa oksigen yang cukup untuk seluruh jaringan
tubuh. Kekurangan zat besi adalah penyebab paling umum dari anemia pada
kehamilan.
2. Anemia defisiensi folat.
Folat, biasa juga disebut asam folat, termasuk dalam kelompok
vitamin B. Tubuh membutuhkan folat untuk menghasilkan sel-sel baru,
termasuk sel darah merah yang sehat. Selama kehamilan, wanita
membutuhkan folat tambahan. Tapi kadang-kadang mereka tidak
mendapatkan cukup dari makanannya. Ketika itu terjadi, tubuh tidak dapat
membuat sel-sel darah merah yang normal yang cukup untuk mengangkut
oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Kekurangan folat bisa langsung
berkontribusi terhadap beberapa jenis cacat lahir.
3. Anemia defisiensi vitamin B12.
Tubuh membutuhkan vitamin B12 untuk membentuk sel darah merah
yang sehat. Ketika seorang wanita hamil tidak mendapatkan cukup vitamin
B12 dari makanan, tubuhnya tidak dapat memproduksi cukup sel darah
merah yang sehat. Wanita yang tidak mengkonsumsi daging, unggas,
produk susu, dan telur memiliki risiko lebih besar terkena kekurangan
vitamin B12, yang dapat berkontribusi untuk cacat lahir. Kehilangan darah
selama dan setelah melahirkan juga dapat menyebabkan anemia.
Banyak faktor–faktor yang mempengaruhi pembentukan darah adalah
sebagai berikut :
1. Komponen (bahan) yang berasal dari makanan
a) Protein, glukosa, lemak
b) Vitamin B12, asam falat, Vit C
c) Elemen dasar : Fe, Ion Cu, Zink
2. Sum-sum tulang
3. Kemampuan reabsorpsi usus terhadap bahan yang diperlukan
4. Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel – sel darah
merah yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk
membentuk sel darah yang baru.
5. Terjadinya perdarahan yang kronik (menahun)
a) Menstruasi
b) Penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma uteri,
polip serviks, penyakit darah.
Berdasarkan atas faktor – faktor diatas maka anemia dapat digolongkan
menjadi :
1. Anemia Zat Besi (kejadian 62,30%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat
kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya
unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu
banyaknya zat besi.
Morfologi terdiri dari SDM hipokrom mikrositik. Zat besi serum
menurun dan kapasitas pengikat zat besi meningkat. Merupakan anemia
yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Hal ini disebabkan oleh
kurang masuknya unsure besi dalam makanan, karena gangguan resorpsi,
gangguan penggunaan atau karena terlampaui banyaknya besi keluar dari
badan, misalnya pada perdarahan. Keperluan besi bertambah dalam
kehamilan terutama pada trimester terakhir. Keperluan zat besi untuk wanita
hamil 17 mg.
2.  Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%)
Anemia megaloblastik adalah penyakit yang ditandai dengan penurunan
jumlah SDM (sel darah merah) dan hipokrom makrositik Anemia
megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat.
Umumnya terkait dengan anemia defisiensi zat besi. Jarang dijumpai kasus
anemia megaloblastik saja
3.  Anemia Hipoplastik (kejadian 80,00%)
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang
kurang mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum
diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan.
4.  Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%)
Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria.
Suatu defek enzimatik yang terkait-kromosom X dan diturunkan, yang
ditandai dengan ketidak mampuan tubuh memproduksi enzim G6PD, yaitu
enzim yang berfungsi sebagai katalis penggunaan glukosa secara aerob oleh
SDM. Anemia ini dapat ditemukan pada keturunan Afrika-Amerika, Asia,
dan Mediterania. Kejadiannya Dua persen dari semua  wanita keturunan
Afrika-Amerika menderita penyakit ini. Penyebabnya Infeksi dan beberapa
obat oksidik pada kondisi defisiensi G6PD akan memicu hemolisis SDM
yang megakibatkan anemia hemolitik ringan sampai berat.
5.  Anemia Pernisiosa
Anemia pernisiosa disebabkan kekurangan faktor intrinsik pada asam
lambung, yang diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dari makanan . karena
B12 tidak dapat diabsorbsi, SDM tidak matang dengan normal.  Kasus ini
jarang dijumpai pada individu dibawah usia 35 tahun.
6.  Anemia Sel Sabit
Pada sifat (trait) sel sabit, ada satu gen normal dan satu gen Hb-S.
gejala tidak tampak kecuali pada keadaan deprivasi oksigen berat. Pada
penyakit sel sabit, kedua gen adalah Hb-S. penyakit ini kronik dan
melemahkan. Angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi.
Kejadiannya Satu dari 12 keturunan Afrika-Amerika membawa sifat sel
sabit. Satu dari 500 keturuna Afrika-Amerika menderita penyakit ini.

J.  Pengaruh Anemia Pada Kehamilan Dan Janin.


1. Bahaya selama kehamilan
a) Persalinan Prematur
b) Mudah terjadinya Infeksi
c) Ancaman Dekompensasi Cordis (jika HB < 6 gr)
d) Hiperemesis Gravidarum
e) Perdarahan Antepartum
f) KPD ( Ketuban Pecah Dini )
2. Bahaya saat persalinan
a) Gangguan his kekuatan mengejan
b) Pada kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar
c) Pada kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan
dan sering memerlukan tindakan dan operasi kebidanan.
d) Pada kala III (Uri) dapat diikuti Retencio Placenta, PPH
karena Atonnia Uteri
e) Pada kala IV dapat terjadi pendarahan Post Partum Sekunder
dan Atonia Uteri
3. Bahaya pada saat Nifas
a) Terjadi Subinvolusi Uteri yang dapat menimbulkan perdarahan
b) Memudahkan infeksi Puerpurium
c) Berkurangnya pengeluaran ASI
d) Dapat terjadi DC mendadak setelah bersalin
e) Memudahkan terjadi Infeksi mamae
4. Pengaruh Anemia Terhadap Janin
Meskipun janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari Ibunya
tetapi jika anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh
sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
Pengaruh – pengaruhnya terhadap janin diantaranya :
a. Abortus
b. Kematian Interauterin
c. Persalinan Prematuritas tinggi
d. BBLR
e. Kelahiran dengan anemia
f. Terjadi cacat kongenital
g. Bayi mudah terjadi Infeksi sampai pada kematian
h. Intelegensi yang rendah
i. Kekurangan energi dalam asupan makanan yang dikonsumsi
menyebabkan tidak tercapainya penambahan berat badan ideal dari ibu
hamil yaitu sekitar 11 - 14kg. Kekurangan itu akan diambil dari
persediaan protein yang dipecah menjadienergi

K. KEBUTUHAN ZAT BESI PADA WANITA HAMIL


Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari pada laki – laki karena
terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak kurang lebih 50 cc – 80 cc
setiap bulan pada wanita dan kehamilan, zat besi yang berkurang sebesar 30 –
40 mg. Pada saat kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk
menambahkan sel darah merah dan membentuk sel darah merah pada janin dan
placenta. Semakin sering wanita hamil dan melahirkan maka akan semakin
banyak wanita itu kehilangan zat besi dan menjadi semakin anemis.
Gambaran banyaknya kebutuhan zat besi setiap kehamilan :
1. Meningkatkan sel darah Ibu 500 mg Fe
2. Terdapat dalam placenta 300 mg Fe
3. Untuk darah janin 100 mg Fe + Jumlah 900 mg Fe
Jika persediaan Fe minimal, maka disetiap kehamilan akan menguras Fe
dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada setiap
kehamilan relatif mengalami anemia dikarenakan darah Ibu mengalami
Hemodilusi (pengenceran) dan meningkatkan volume 38 % - 40 % yang
puncaknya pada kehamilan 32 – 34 minggu. Jumlah pertambahan sel darah 18
% - 30 % dan HB sekitar 19 %. Bila HB sebelum hamil sekitar 11 gr maka
dengan terjadinya Hemodilusi akan mengakibatkan anemia fisiologi, dan HB
Ibu akan turun menjadi kurang lebih 9,5 – 10 gr %.
Setelah persalinan dengan lahirnya Bayi dan placenta maka akan
kehilangan zat besi kurang lebih 900 mg dari perdarahan yang dialami Ibu saat
persalinan. Saat laktasi Ibu memerlukan kesehatan jasmani yang optimal
sehingga dapat menyiapkan ASI unntuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Dalam keadaan anemia laktasi tidak dapat terlaksana dengan baik maka dari itu
sbisa mungkin ibu tidak anemis.

L. PENGOBATAN ANEMIA
Jika seorang ibu hamil mengalami anemia selama kehamilannya, ia
mungkin perlu untuk mulai mengonsumsi suplemen zat besi dan/atau suplemen
asam folat di samping vitamin prenatal lainnya. Dokter atau bidan mungkin
juga akan menyarankan untuk menambahkan lebih banyak makanan yang
tinggi asam folat dan zat besi dalam makanannya.
Selain itu, sang ibu akan diminta untuk kembali melakukan pemeriksaan
darah setelah jangka waktu tertentu sehingga dokter atau bidan dapat
memeriksa bahwa hemoglobin dan kadar hematokrit membaik.
Untuk mengobati kekurangan vitamin B12, dokter atau bidan mungkin
menyarankan agar mengonsumsi suplemen vitamin B12. Dokter mungkin juga
menyarankan untuk menyertakan makanan hewani lebih dalam makanan,
seperti:
 Daging
 Telur
 Produk susu
1. Anemia Defisiensi Zat Besi
Penatalaksaan : 
a). Skrining rutin
(1). Pada kunjungan awal, tanyakan tentang riwayat anemia atau masalah
pembekuan darah sebelumnya.
(2). Minta hitung darah lengkap pada kunjungaan awal.
(3). Diskusikan pentingnya mengonsumsi vitamin prenatal (disertai zat
besi).
(4). Periksa ulang Ht pada 28 minggu kehamilan.
b) Terapi anemia:
(1). Terapi oral ialah dengan pemberian : fero sulfat, fero gluconat, atau
Na-fero bisitrat.
(2). Bila Hb <10 g/dl dan Ht <30%, lakukan tindakan berikut:
(a). Berikan konseling gizi.
 Tinjau diet pasien.
 Diskusikan sumber-sumber zat besi dalam diet.
 Berikan kepada pasien selebaran mengenai makanan tinggi
zat besi.
 Rujuk ke ahli gizi.
(b). Sarankan suplemen zat besi sebagai tambahan vitamin paranatal.
Kebutuhan zat besi saat kehamilan adalah 60 mg unsure zat besi.
 Tablet zat besi time-release merupaka pilihan terbaik, namun
lebih mahal. Setiap sediaan garam zat besi standar sudah
mencukupi kebutuhan zat besi.
 Minum 1-3 tablet per hari dalam dosis yang terbagi.
 Zat besi diabsorbsi lebih baik pada keadaan lambung kosong.
Minum 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudahnya.
 Vitamin C membantu absorbs zat besi. Minum zat besi
disertai jus yang tinggi vitamin C atau tablet vitamin C.
 Antasid dan produk susu dapat mengganggu absorbs zat bes
 Lebih baik mengkonsumsi zat besi bersama antasid atau
makanan daripada tidak mengkonsumsi sama sekali.
(c) Bila Hb <9 g/dl dan Ht <27% pertimbangkan anemia
megaloblastik. Kelola pasien ini menurut panduan terapi
anemia.
 Bila kadar Hb <9 g/dl dan Ht ≤27% saat mulai persalinan,
pertimbangkan pemberian cairan IV atau heparin lock saat
persalinan.
 Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb
sebanyak 1 g%/bulan. Efek samping pada traktus
gastrointestinal relatif kecil pada pemberian preparat Na-fero
bisitrat dibandingkan dengan ferosulfat.
 Kini program nasional mengajukan kombinasi 60 mg besi
dan 50µg asam folat untuk profilaksis anemia.
 Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran
sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10 ml/im pada
gluteus, dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2 g
%. Pemberian parenteral ini mempunyai indikasi : intoleransi
besi pada gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan
yang buruk. Efek samping utama ialah reaksi alergi, untuk
mengetahuinya dapat diberikan dosis 0,5 cc/im dan bila tak
ada reaksi, dapat diberikan seluruh dosis.
2. Anemia Megaloblastik.
Penatalaksanaan
a) Suplemen
1) Vitamin prenatal yang mengandung asam folat dan zat besi
2) Satu sampai dua milligram asam folat per hari untuk memperbaiki
defisiens asam folat.
3) Suplemen zat besi, dengan pertimbangan bahwa anemia megaloblastik
jarang terjadi tanpa anemia defisiensi zat besi.
b) Konseling gizi
1) Kaji diet pasien
2) Rekomendasikan sumber-sumber asam folat dalam diet
3) Rujuk ke ahli gizi
c) Hitung darah lengkap
1) Ulangi hitung darah lengkap dalam 1 bulan.
2) Perhatikan adanya peningkatan hitung retikulosit sebesar 3-4% dalam
2-3 minggu, dan sedikit peningkatan pada hitung Hb dan Ht.
3. Anemia hemolitik didapat (acquired hemolytic anemia)
Penatalaksanaan
a) Skrining: Pasien keturunan Afrika-Amerika yang mengalami anemia atau
kerap mengalami infeksi saluran kemih (ISK) berulang harus menjalani
skrining G6PD.
b) Terapi
1) Resepkan 1 mg asam folat setiap hari.
2) Berikan daftar obat-obatan yang perlu dihindari.
3) Bila pasien hamil, lakukan kultur dan sensitivitas (culture and
sensitivity, C&S) urine bulanan.
4) Konsultasikan dengan dokter bila pasien dalam keadaan krisis atau
mengalami anemia berat.
4. Anemia: Pernisiosa
Penatalaksanaan :
a. Kaji diet pasien terhadap produk hewani. Bila asupan dietnya kurang
sumber-sumber vitamin B12 berikan konseling gizi.
b. Berikan 1 cc (1000 ng) vitamin B12 parenteral per IM setiap bulan.
c. Tawarkan rujukan ke ahli gizi.
d. Ulangi hitung sel darah lengkap dalam 1 bulan.
 Kondisinya membaik bila
1) Morfologi normal
2) Kadar Ht meningkat
 Bila tidak ada perubahan, konsultasikan ke dokter.

5.  Anemia Sel Sabit


Penatalaksanaan
a.  Programkan skrining sel sabit pada semua pasien Afrika-Amerika:
1) Bila uji negatif, kedua gen normal dan tidak ada masalah.
2) Bila uji positif, minta pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.
3) Bila gen homozigot,pasien dianggap beresiko tinggi dan harus dirujuk
ke dokter.
4) Bila gen heterozigot, pasien dianggap beresiko rendah dapat dikelola
secara normal selama kehamilan dan persalinan.
b. Pertimbangkan kultur dan sensitivitas urine bulanan karena peningkatan
resiko ISK selama kehamilan.
c.  Beri konseling kepada pasien:
1) Jelaskan kepada pasien mengenai sifat sel sabit yang dibawanya.
2) Sarankan pemeriksaan ayah bayi. Bila gen ayah juga heterozigot, ada
kemungkinan bayinya menderita penyakit ini.
3) Rujuk pasien untuk konseling genetik bila perlu

M. Pencegahan Anemia pada Kehamilan

Untuk mencegah anemia selama kehamilan, pastikan wanita hamil


mendapatkan cukup zat besi. Makan makanan yang seimbang dan tambahkan
lebih banyak makanan yang tinggi zat besi ke dalam makanan.
Targetkan setidaknya tiga porsi sehari makanan kaya zat besi, seperti:
1. Daging merah, unggas, dan ikan
2. Sayuran berdaun hijau gelap (seperti bayam, brokoli, dan kale)
3. Sereal yang diperkaya zat besi dan biji-bijian
4. Kacang-kacangan, lentil, dan tahu
5. Kacang-kacangan dan biji-bijian
6. Telur

Makanan yang tinggi vitamin C dapat membantu tubuh menyerap lebih


banyak zat besi. Makanan tersebut termasuk:
a. Buah dan jus jeruk
b. Stroberi
c. Kiwi
d. Tomat
e. Paprika
Cobalah makan makanan tersebut pada saat yang bersamaan ketika
makan makanan kaya zat besi. Misalnya, sang ibu bisa minum segelas jus jeruk
dan mengonsumsi sereal yang diperkaya zat besi untuk sarapan.
Selain itu, pilihlah makanan yang tinggi asam folat untuk membantu
mencegah defisiensi folat. Makanan kaya asam folat termasuk:
1) Sayuran berdaun hijau
2) Buah dan jus jeruk
3) Roti diperkaya dan sereal
4) Kacang kering

http://www.info-kes.com/2013/04/anemia-pada-kehamilan.html
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi
Kebidanan). Jakarta: Trans Info Media
http://id.wikipedia.org/wiki/Anemia

Anda mungkin juga menyukai