Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang


Di dunia angka kematian ibu dan bayi yang tertinggi adalah di Asia Tenggara. Laporan
awal Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menyebutkan Angka Kematian Ibu
(AKI) adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu saat ini masih jauh dari
target yang harus dicapai pada tahun 2015 sesuai dengan kesepakatan sasaran pembangunan
Millenium Development Golds/ MDGs (Marisah, dkk, 2011).
Ukuran untuk menilai baik buruknya pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu
Negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal mortality) (Prawirohardjo, 2008).
Kematian maternal merupakan masalah besar khususnya dinegara berkembang. Sekitar 98-99%
kematian maternal terjadi di negara berkembang, sedangkan dinegara maju hanya sekitar 1-2%,
sebenarnya sebagian besar kematian dapat dicegah apabila diberi perrtolongan pertama yang
adekuat (Manuaba, 2007).
Menurut WHO, 40% kematian ibu Negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam
kehamilan kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi dan
pendarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi (Prawirohardjo, 2008).
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berada di garis depan, oleh karena itu
bidan dituntut untuk lebih professional dalam melaksanakan asuhan kebidanan terutama asuhan
kebidanan dalam masa nifas ini. Asuhan kebidanan harus secara komprehensif meliputi:
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta memenuhi kebutuhan klien, sehingga masalah
yang dialami klien dalam masa nifas dapat teratasi tanpa menimbulkan komplikasi.
Anemia merupakan masalah kesehatan yang berperan dalam penyebab tingginya angka
kematian ibu, angka kematian bayi serta rendahnya produktivitas kerja, prestasi olahraga dan
kemampuan belajar. Oleh karena itu, penanggulangan anemia menjadi salah satu program
potensial untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, yang telah dilaksanakan
pemerintah sejak Pembangunan Jangka Panjang I (Depkes, 1996).
Anemia terjadi jika kadar hemoglobin dalam darah rendah. Hemoglobin adalah zat
pembawa oksigen dalam sel darah merah. Jika terjadi dalam system transportasi oksigen
(misalnya anemia) akan menyebabkan tubuh sulit untuk bekerja.
Anemia postpartum dapat didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 10 g/dl,
hal ini merupakan masalah yang umum dalam bidang obstetric. Meskipun wanita hamil dengan
kadar besi yang terjamin, konsentrasi hemoglobin biasanya berkisar 11-12 g/dl sebelum
melahirkan. Hal ini diperburuk dengan kehilangan darah pada saat melahirkan dan masa nifas.

1.2.      Tujuan
a.       Tujuan Umum
Selesai melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan anemia postpartum, penulis
berharap mendapatkan gambaran umum,, menerapkan asuhan kebidanan dan mampu mendeteksi
sedini mungkin masalah atau kompilkasi yang mungkin terjadi pada ibu nifas terutama terkait
dengan masalah anemia postpartum dan pernulis berharap agar dapat mengembangkan
kemampuan berfikir dalam menemukan masalah dan mencari pemecahan masalah tersebut.
b.   Tujuan Khusus
Penulis berharap mampu memberikan asuhan kepada ibu nifas yang mengalami anemia
(anemia postpartum).

1.3. Manfaat
1.      Manfaat Bagi Penulis

 Penulis mendapatkan pengetahuan tentang penulisan laporan dan pengetahuan tentang


asuhan keperawatan pada Ibu nifas yang mengalami anemia postpartum.
 Sebagai media bagi penulis dalam menerapkan pendidikan dan teori yang telah
didapatkan di bangku perkuliahan serta dapat menambah wawasan penulis dalam
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menginformasikan apa
yang ditemukan.
2.      Manfaat Bagi klien
 Mengingatkan kesadaran terhadap perlunya pengetahuan mengenai tanda-tanda bahaya
dan usaha penanggulangan sehingga diharapkan dapat di cegah secara dini.
 Klien mendapatkan asuhan keperawatan yang baik.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1.          Pengertian


Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan/atau hitung eristrosit lebih rendah dari
harga normal (Arif Mansjoer, 2001).
Anemia merupakan penurunan kadar hemoglobin (Hb), hemotokrit atau hitung eritrosit (red cell
count) berakibat pada penurunan kapsitas pengangkutan oksigen oleh darah (NANDA, NIC-
NOC 2015).
Masa postpartum merupakan tantangan bagi banyak ibu yang baru melahirkan. Pemulihan
dari proses melahirkan, belajar menjadi orang tua, dan mengurus diri sendiri membutuhkan
banyak energy. Menderita anemia pada masa post partum dapat membuat proses ini menjadi
lebih sulit. Anemia postpartum didefinisikan sebagai kadar hemoglobin < 10 g/dl, hal ini
merupakan masalah yang umum dalam bidang obstetric. Meskipun wanita hamil dengan kadar
besi yang terjamin, konsentrasi hemoglobin biasanya berkisar 11-12 g/dl sebelum melahirkan.
Hal ini diperburuk dengan kehilangan darah saat melahirkan dan pada masa nifas. Menurut
analisa terbaru, kehilangan darah pada saat postpartum di atas 500 ml masih merupakan suatu
masalah meskipun pada obstetric modern.

2. 2.      Fisiologi Hemoglobin


Berwarna merah, mrupakan pigmen pembawa oksigen dalam sel darah merah.
Hemoglobin merupakan protein dengan berat molekul 64.450. hemoglobin terdiri dari 4 subunit.
Tiap subunit mengandung heme yang berikatan dengan koyugat polipeptida. Heme mengandung
besi yang merupakan derivate porvirin. Sedangkan polipeptida disebut dengan globin.
Ada dua bagian polipetida tiap molekul hemoglobin. Pada orang dewasa normal
(hemoglobin A), terdapat dua tipe polipeptida yang disebut dengan rantai α yang mengandung
141 asam amino residu. Kemudian hemoglobin A disebut juga α2β2, tidak semua hemoglobin
pada darah normal orang dewasa adalah hemoglobin A. Sekitar 2.5 % hemoglobin A2 dimana
rantai βdiganti dengan rantai δ (α2δ2) rantai δ juga mengandung 146 asam amino residu, ttapi 10
residu tunggal berbeda pada asam amino pada rantai β.
Hemoglobin membawa oksigen dalam bentuk oxihemoglobin, oksigen berikatan dengan
Fe2+ didalam heme. Afinitas hemoglobin didalam O2 dipengaruhi oleh pH, suhu, dan konsentrasi
2,3 diphosphogliserat (2,3 DPG). 2,3 DPG dan H+ bersaing dengan O2 untuk membentuk
deoxihemoglobin, dengan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap O2 dengan menempati
tempatnya pada keempat rantai.
Karbonmonoksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk monoxihemoglobin
(carboxihemoglobin). Afinitas hemoglobin pada O2 jauh lebih rendah dibandingkan dengan CO,
dengan dampak digantikannya O2 yang berikatan dengan hemoglobin, sehingga terjadi
penurunan kapasitas pembawa oksigen oleh darah.
Rata-rata kandungan hemoglobin normal dalam darah adalah 16 g/dl pada laki-laki dan
14 g/dlpada perempuan. Pada tubuh laki-laki dengan berat badan 70 kg, terdapat sekitar 900 g
hemoglobin dan 0,3 g globin dihancurkan dan disintesis kembali setiap jam. Heme dari
hemoglobin diseintesis dari glycine dan succinyl-CoA.
Ketika sel darah merah dihancurkan oleh jaringansistem makrofag. Globin dari molekul
hemoglobin dihancurkan dan heme diubah menjadi biliverdin. Biliverdin kemudian dikonversi
menjadi bilirubin dan diekskrsikan melalui empedu. Besi yang berasal dari heme digunakan
kembali untuk sintesis hemoglobin. Besi merupakan zat esensial untuk sintesis hemoglobin, jika
tubuh kehilangan darah dan defisiensi besi tidak dikoreksi, akan terjadi anemia defisiensi besi.

2.3.      Etiologi
 Adanya perdarahan sewaktu / sehabis melahirkan.
 Adanya anemia sejak dalam kehamilan yang disebabkan oleh factor nutrisi dan
hipervolemi.
 Adanya gangguan pembekuan darah.
 Kurangnya intake zat besi ke dalam tubuh
 Kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan
 Adanya gagguan absorbsi di usus
 Pendarahan akut maupun kronis
Anemia defisiensi besi merupakan penyebab paling sering dari anemia postpartum yang
disebabkan oleh intake zat besi yang tidak cukup serta kehilangan darah selama kehamilan dan
persalinan. Anemia postpartum behubungan dengan lamanya perawatan dirumah sakit, depresi,
kecemasan, dan pertumbuhan janin terhambat.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan karena kurangnya defisiensi zat
besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup yang ditandai
dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (serum iron), dan
jenuh transferin menurun, kapasitas besi total meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang
serta ditempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali (Rukiyah, 2010).
Kehilanga darah adalah penyebab lain dari anemia. Kehilangan darah yang signifikan
setelah melahirkan dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia postpartum. Banyaknya
cadangan hemoglobin dan besi selama persalinan dapat menurunkan risiko terjadinya anemia
berat dan mempercepat pemulihan.

2.4.    Patofisiologi
 Perdarahan sehingga kekurangan banyak unsur zat besi
 Kebutuhan zat besi meningkat, dengan adanya perdarahan, gemeli, multiparitas, makin
tuanya kehamilan
 Absorbsi tidak normal / saluran cerna terganggu, misal defisiensi vitamin C  sehingga
absorbsi Fe terganggu.
 Intake kurang misalnya kualitas menu jelek atau muntah terus.

2.5. Gejala Klinis


 Anemia ringan Hb   : 8 – 10gr%
 Anemia sedang Hb : 6 – 8 gr%
 Anemia berat Hb      : Kurang dari 6 gr%
Tergantung dari derajat berat atau tidaknya anemia, hal ini dapat berdampak negative
bagi ibu selama masa nifas, kemampuan untuk menyusui, masa perawatan di rumah sakit
bertambah,dan perasaan sehat dari ibu. Masalah yang muncul kemudian seperti pusing, lemas,
tidak mampu menjaga dan merawat bayinya selama masa nifas umumnya terjadi.
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan anemia postpartum memiliki gejala yang
dapat mengganggu kesehatan ibu dan meningkatkan risiko terjadinya anemia postpartum jika
dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Dampak buruk dari perubahan emosi dan perilaku
ibu dangat mengkhawatirkan karena interaksi ibu dan bayi akan terganggu selama periode ini
dan akhirnya akan berdampak negative terhadap perkembangan bayinya.

Kebanyakan penelitian untuk mengetahui hubungan antara defisiensi besi dengan


kognitif yang difokuskan pada bayi dan anak-anak, dimana ditemukan fakta yang kuat bahwa
defisiensi besi berisiko terjadinya gangguan perkembangan kognitif sekarang dan yang akan
datang. Namun data terbaru menunjukkan defisiensi bsi juga berdampa buruk pada otak orang
dewasa. Berbeda dengan penurunan hemoglobin, defisiensi besi berpengaruh pada kognitif
melalui penurunan aktifitas enzim yang mengandung besi diotak. Hal ini kemudian
mempengaruhi fungsi neurotransmitter, sel, dan proses oksidatif, juga metabolism hormone
tyroid.
Para ibu yang masih menderita kekurangan zat besi sepuluh minggu setelah melahirkan
kurang responsive dalam mengasuh bayinya sehingga berdampak pada keterlambatan
perkembangan bayi yang dapat bersifat ireversibel. Untungnya, anemia postpartum bersifat dapat
diobati dan dapat dicegah.
Defisiensi besi dapat menurunkan fungsi limfosit, netrofil, dan fungsi makrofag. Hal ini
kemudian akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi yang merupakan akibat fungsional
defisiensi besi. Memperbaiki status besi tubuh dengan adekuat akan memperbaiki system imun.
Meskipun demikian, keseimbangan besi tubuh penting. Meskipun besi yang dibutuhkan untuk
respon imun yang efektif, jika suplai besi terlalu banyak daripada yang dibutuhkan, invasi
mikroba dapat terjadi karena mikroba dapat menggunakan besi untuk tubuh dan menyebabkan
eksaserbasi infeksi.

2.6.      Diagnosis
Besi merupakan salah satu komponen kunci dari hemoglobin, oleh karena itu tubuh yang
kekurangan besi akan berdampak pada system transformasi oksigen yang akan mengakibatkan
gejala sepert nafas pendek dan lemas yang merupakan dua gejala klasik dari anemia.
Normal kadar hemoglobin pada hari keempat postpartum adalah lebih dari 10 g/dl dengan
kadar eritrosit paling sedikit 3,5 juta/ml. ketika kadar hemoglobin di bawah 10g/dl dan akadar
eritrosit kurang dari 3,5 juta/ml maka dapat didiagnosis anemia, jika kadar hemoglobin diatas 8
g/dl disebut anemia ringan dan jika berada pada level dibawahnya maka disebut anemia berat.
2.7.    Pencegahan
Banyak jenis anemia tidak dapat dicegah. Namun, anda dapat membantu menghindari
anemia kekurangan zat besi dan anemia kekurangan vitamin dengan makan yang sehat, variasi
makanan, termasuk:
 Besi. Sumber terbaik zat besi adalah daging sapi dan daging lainnya. Makanan lain yang
kayazat besi, termasuk kacang-kacangan, lentil, sereal kaya zat besi, sayuran berdaun hijau
tua, buah kering, selai kacang.
 Folat dapat ditemukan di jus jeruk dan buah-buahan, pisang, sayuran berdaun hijau tua,
kacang polong ,roti, sereal dan pasta.
 Vitamin B-12. Vitamin ini banyak dalam daging dan produk susu.
 Vitamin C. Makanan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk, melon dan beri, membantu
meningkatkan penyerapan zat besi.
 Makan banyak makanan yang mengandung zat besi sangat penting bagi orang-orang
yang memiliki kebutuhan besi yang tinggi, seperti anak-anak - besi yang diperlukan selama
ledakan pertumbuhan - dan perempuan hamil dan menstruasi.

2.8.    Penanganan
Pada anemia ringan, bisa diberikan sulfas ferosis 3 x 100 mg/hari dikombinasi dengan
asam folat / B12 : 15 –30 mg/hari. Pemberian vitamin C untuk membantu penyerapan. Bila
anemi berat dengan Hb kurang dari 6 gr % perlu tranfusi disamping obat-obatan diatas.
Pengobatan terhadap anemia postpartum tergantung dari derajat anemia dan faktor risiko
maternal atau faktor komorbiditas. Wanita muda yang sehat dapat mengkompensasi kehilangan
darah yang banyak lebih baik dibandingkan wanita nifas dengan gangguan jantung meskipun
dengan kehilangan darah yang tidak terlalu banyak.
Sebagai tambahan, kehilangan darah perlu dilihat dalam hubungannya dengan IMT dan
estimasi total blood volume (TBV). Pertimbangan yang lain yaitu kesalahan yang dilakukan
ketika melakukan estimasi jumlah kehilangan darah. Kehilangan darah selalu sulit untuk
diprediksi, yang mana bisa dibuktikan dengan membandingkan Hb pre-partum dan Hb
postpartum.
Pengobatan terhadap anemia meliputi pemberian preparat besi secara oral, besi
parenteral, transfusi darah, dan pilihan lain yaitu rHuEPO (rekombinan human erythropoietin).
Prinsip penatalaksanaan anemia adalah jika di dapatkan hemoglobin kurang dari 10
pertimbangkan adanya defisiensi zat pembentuk hemoglobin, periksa sepintas apakah ada
hemoglobinopati sebelum disingkirkan. Pemberian preparat besi oral sebagai pengobatan lini
pertama untuk anemia akibat defisiensi besi. Besi parenteral diindikasikan jika preparat besi oral
tidak dapat ditolerransi, gangguan absorbsi, dan kebutuhan besi pasien tidak dapat terpenuhi
dengan preparat besi oral.
Penggunaan terapi parenteral biasanya lebih cepat mendapatkan respon dibandingkan
dengan terapi oral. Namun, bagaimanapun hal ini bersifat lebih invasive dan lebih mahal.
Rekombinan Human Eritropoietin (rHuEPO) paling banyak digunakan untuk anemia dengan
penyakit gagal ginjal kronis. Namun rHuEPO tetap dapat diberikan pada anemia dalam
kehamilan maupun postpartum tanpa adanya penyakit gagal ginjal kronis tanpa ada efek samping
pada maternal, fetal ataupun neonatus.
Anemia yang terjadi bukan karena defisiensi (misalnya akibat hemoglobinopati dan
sindrom kegagalan sum-sum tulang) harus diatasi dengan transfusi darah secara tepat dan bekerja
sama dengan seorang ahli hematologi.

2.9.   Pengaruh anemia terhadap ibu nifas


Pengaruh anemia pada ibu nifas adalah terjadinya subvolusi uteri yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI
berkurang dan mudah terjadi infeksi mamae (Prawirohardjo, 2005). Praktik ASI tidak eksklusif
diperkirakan menjadi salah satu prediktor kejadian anemia setelah melahirkan (Departemen Gizi
dan Kesehatan Masyarakat, 2008).

2.10. Masalah keperawatan yang sering muncul


1. Ketidakefektifan pola nafasb.d sindrom hipoventilasi, penurunan transfer oksigen ke
paru
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b,d intake yang kurang,
anoreksia
4. Nyeri akut b.d perubahan frekuensi jantung
5. Deficit perawatan diri b.d kelemahan fisik
6. Resiko infeksi b.d penurunan hemoglobin
7. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, proses
metabolism yang terganggu

2.11. Discharge planning


1. Menjalani diet dengan gizi seimbang
2. Asupan zat besi yang terlalu berlebihan bisa membahayakan yang menyebabkan sirosis,
kardiomiopati, diabetes, dan kanker jenis tertentu.
Suplemen zat besi hanya boleh dikonsumsi atas anjuran dokter
3. Makan-makanan yang tinggi asam folat dan vitamin B12, seperti ikan, produk susu,
daging, kacang-kacangan, sayuran yang berwarna hijau tua, jeruk, dan biji-bijian
4. Hindari pemaparan berlebihan terhadap minyak, insektisida, zat kimia dan zat toksik
lainnya karena juga dapat menyebabkan anemia
5. Konsultasi kembali jika gejala anemia menetap dan untuk mengetahui factor penyebab
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. G DENGAN ANEMIA POST PARTUM


DI RUANG RAWAT INAP KEBIDANAN RUMAH SAKIT RADEN MATTAHER
JAMBI

DATA UMUM KESEHATAN

Inisial pasien : Ny. G


Status Obstetrikus : P3 A0
Usia : 35 tahun

Umur
No Type Persalinan BB Waktu Lahir Keadaan Bayi Waktu Lahir
Sekarang
1 Persalinan normal 2,7 kg Baik 19 tahun
2 Persalinan normal 3 kg Baik 12 tahun
1,7 kg Baik
3 Persalinan SC
2 kg Baik

Masalah prenatal : Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung


Riwayat persalinan sekarang : Persalinan dilakukan secara SC, total lama persalinan ± 45 menit
Riwayat KB : Pasien mengatakan pernah menggunakan KB suntik
Rencana KB Pasien sudak melakukan tubektomi

DATA POSTNATAL
Keadaan umum : Baik
Tanda-tanda vital : TD: 110/70 mmHg, N: 80x/menit, RR: 20x/menit, T: 36,5 ºC
GCS : 15
1. Rambut dan wajah
Bentuk kepala : Normal
Keadaan rambut : Tidak ada masalah
Distribusi rambut : Merata
Kulit rambut : Bersih

2. System sensori persepsi


Mata
Posisi mata : Simetris
Konjungtiva : Anemis
Sclera : Ikterik
Kornea : Normal
Pupil : Isokor
Fungsi penglihatan : Normal

Hidung
Secret hidung : Tidak ada
Perdarahan hidung : Tidak ada
Polip hidung : Tidak ada
Peradangan mukosa Hidung : Tidak ada

Telinga
Kondisi telinga : Normal
Cairan dari telinga :Tidak ada
Rasa penuh di telinga : Tidak ada
Fungsi pendengaran :Normal
Fungsi keseimbangan : Normal

Payudara
Kesan umum : Simetris
Putting susu : Lunak, menonjol keluar, ASI sudah keluar

Diastasis Rectus Abdominis


Ukuran :
Fundus uterus
Tinggi :
Posisi :
Kontraksi : Ada, Baik

Lochia
Jumlah : Sedikit, pasien mengatakan ganti pembalut 2x/hari
Warna : Merah kehitaman
Konsistensi : Cair
Bau : Amis

Perineum
Utuh, Episiotomi, Ruptur : Utuh
REEDA Sign :
Keadaan : Utuh

3. Hemaroid : Tidak ada


4. Varises : Tidak ada
5. Homan’s Sign : Tidak ada
6. Kebiasaan BAK : 4-6x/hari, berwarna kuning, lancer
7. Kebiasaan BAB : 1-2x.hari
8. Pola tidur : 7-8 jam/hari, tidur siang ± 1 jam dan malam tidur sekitar jam 21.00
WIB dan bangun jam 05.00 WIB
9. Keadaan mental : Baik, ibu merasa senang kedua bayinya lahir dengan selamat
10. Asupan nutrisi : Pasien mengatakan makan 3x/hari dengan porsi yang diberikan oleh
Rumah Sakit
11. Penyesuaian dengan bayi : Baik

ANALISA DATA terllu sedikit


MASALAH
No DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
1. DS : Os mengatakan badannya terasa Ketidakefektifan Penurunan
lemah perfusi jaringan konsentrasi
DO : Os tampak lemah perifer hemoglobin darah
Konjungtiva anemis
Hb : 6,6 gr% (19.09.2019)
TD :110/60 mmHg
N : 80x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,5 ºC
2. DS : OS mengatakan nyeri pada bagian Nyeri Post op SC
perut luka post op SC
DO : Os tampak meringis
Skala nyeri 3

Asuhan Keperawatan
Nama : Ny. G
No. RM : 920980

Tujuan dan Kriteria Intervensi


Diagnosa
No Hasil Keperawatan Aktivitas
Keperawatan
(NOC) (NIC)
1. Ketidakefektifan Circulation status  Jelaskan pada
perfusi jaringan ferifer Tissue Perfusion : pasien dan
b.d penurunan cerebral keluarga alergi
hemoglobin darah Kriteria Hasil : makanan,
Mendemostrasikan makanan yang
status sirkulasi yang harus dihindari,
ditandai dengan : kebutuhan
 Tekanan systole dan jumlah kalori,
diastole dalam jenis makanan
rentang yang yang dibutuhkan
diharapkan pasien
 Ajarkan cara
melaksanakan
diet sesuai
program
( makanan tinggi
protein)
 Pantau TTV
pasien
2. Nyeri b.d post op SC Pain level Pain Management
Pain control  Lakukan
Comfort level pengkajian nyeri
Kriteria Hasil : secara
 Mampu mengontrol komprehensif
nyeri ( tahu termasuk lokasi,
penyebab nyeri, karakteristik,
mampu durasi, frekuensi,
menggunakan tehnik kualitas dan
nonfarmakologi factor presipitasi)
untuk mengurangi  Observasi reaksi
nyeri, mencari nonverbal dari
bantuan) ketidaknyamana
 Melaporkan bahwa n
nyeri berkurang  Gunakan teknik
dengan komunikasi
menggunakan terapeutik untuk
manajemen nyeri mengteahui
 Mampu mengenali pengalaman
nyeri ( skala nyeri, nyeri pasien
intensitas, frekuensi  Kurangi factor
dan tanda nyeri ) presipitasi nyeri
 Menyatakan rasa  Pilih dan lakukan
nyaman setelah nyeri penanganan
berkurang nyeri
( efarmakologi,
non farmakologi,
dan inter
personal)
Ajarkan tentanh
teknik non
farmakologi
 Berikan
analgetik untuk
mengurangi rasa
nyeri
 Tingkatkan
istirahat
 Kolaborasi
dengan dokter
jika nyeri tidak
berhasil
 Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic
Administration
 Tentukan lokasi,
karateristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
 Cek intruksi
dokter tentang
jenis obat, dosis
dan frekuensi

Catatan Perkembangan

N Diagnose Paraf
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi
o Keperawatan Perawat
1. Jumat Ketidakefektifan  Menjelaskan S : Os
20.09.2019 perfusi jaringan pada pasien mengatakann
perifer b.d dan keluarga ya terasa
penurunan alergi lemah
hemoglobin makanan, O : Os tampak
darah makanan yang lemah
harus Konjungtiva
dihindari, anemis
kebutuhan Hb : 6,6
jumlah kalori, TD : 110/60
jenis makanan mmHG
yang N :
dibutuhkan 80x/menit
pasien T : 36,5 ºC
 Mengajarkan A :
cara ketidakefektifan
melaksanakan perfusi jaringan
diet sesuai perifer
program P : Menjelaskan
( makanan pada pasien dan
tinggi protein) keluarga alergi
 Memantau makanan,
TTV pasien makanan yang
harus dihindari,
kebutuhan jumlah
kalori, jenis
makanan yang
dibutuhkan pasien
Mengajarkan cara
melaksanakan
diet sesuai
program
( makanan tinggi
protein)
Memantau TTV
pasien
Jumat Nyeri b.d post op Pain S : Os
20.09.2019 SC Management mengatakan nyeri
 Melakukan pada bagian luka
pengkajian post op SC
nyeri secara O : Os tampak
komprehensif meringis
termasuk Skala nyeri 3
lokasi, A : Nyeri
karakteristik, P : Pain
durasi, Management
frekuensi,  Melakukan
kualitas dan pengkajian
factor nyeri secara
presipitasi) komprehensif
 Mengobservas termasuk
i reaksi lokasi,
nonverbal dari karakteristik,
ketidaknyama durasi,
nan frekuensi,
 Menggunakan kualitas dan
teknik factor
komunikasi presipitasi)
terapeutik  Mengobservas
untuk i reaksi
mengteahui nonverbal dari
pengalaman ketidaknyama
nyeri pasien nan
 Mengurangi  Menggunakan
factor teknik
presipitasi komunikasi
nyeri terapeutik
 Memberikan untuk
analgetik mengteahui
untuk pengalaman
mengurangi nyeri pasien
rasa nyeri  Mengurangi
 Meningkatkan factor
istirahat presipitasi
 Berkolaborasi nyeri
dengan dokter  Memberikan
jika nyeri analgetik
tidak berhasil untuk
 Memonitor mengurangi
penerimaan rasa nyeri
pasien tentang  Meningkatkan
manajemen istirahat
nyeri  Berkolaborasi
Analgesic dengan dokter
Administration jika nyeri
 Menentukan tidak berhasil
lokasi,  Memonitor
karateristik, penerimaan
kualitas, dan pasien tentang
derajat nyeri manajemen
sebelum nyeri
pemberian Analgesic
obat Administration
 Mengecek  Menentukan
intruksi dokter lokasi,
tentang jenis karateristik,
obat, dosis kualitas, dan
dan frekuensi derajat nyeri
sebelum
pemberian
obat
 Mengecek
intruksi dokter
tentang jenis
obat, dosis
dan frekuensi

2. Sabtu Ketidakefektifan Memantau TTV S : Os


21.09.2019 perfusi jaringan pasien mengatakan
perifer b.d badannya sudah
penurunan tidak begitu
hemoglobin lemah
darah O : Konjingtiva
anemis
Hb 7,8 gr%
TD : 110/70
mmHg
N : 80x/menit
RR :
18x/menit
T : 36,5 ºC
A :
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
P : Masalah
teratasi sebagian,
intervensi
dilanjutkan
Sabtu Nyeri b.d post op Pain S : Os
21.09.2019 SC Management mengatakan nyeri
 Melakukan hilang timbul
pengkajian O : Skala nyeri 3
nyeri secara A : Nyeri
komprehensif P : Pain
termasuk Management
lokasi,  Melakukan
karakteristik, pengkajian
durasi, nyeri secara
frekuensi, komprehensif
kualitas dan termasuk
factor lokasi,
presipitasi) karakteristik,
 Mengobservas durasi,
i reaksi frekuensi,
nonverbal dari kualitas dan
ketidaknyama factor
nan presipitasi)
 Menggunakan  Mengobservas
teknik i reaksi
komunikasi nonverbal dari
terapeutik ketidaknyama
untuk nan
mengteahui  Menggunakan
pengalaman teknik
nyeri pasien komunikasi
 Mengurangi terapeutik
factor untuk
presipitasi mengteahui
nyeri pengalaman
 Memberikan nyeri pasien
analgetik  Mengurangi
untuk factor
mengurangi presipitasi
rasa nyeri nyeri
 Meningkatkan  Memberikan
istirahat analgetik
 Berkolaborasi untuk
dengan dokter mengurangi
jika nyeri rasa nyeri
tidak berhasil  Meningkatkan
 Memonitor istirahat
penerimaan Analgesic
pasien tentang Administration
manajemen Mengecek
nyeri intruksi dokter
Analgesic tentang jenis obat,
Administration dosis dan
 Menentukan frekuensi
lokasi,
karateristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian
obat
 Mengecek
intruksi dokter
tentang jenis
obat, dosis
dan frekuensi
3. Minggu Ketidakefektifan Memantau TTV S : Os
22.09.2019 perfusi jaringan pasien mengatakan
perifer badannya sudah
tidak lemah lagi
O : Konjungtiva
anemis
Os tampak segar
Hb : 7,8 gr%
( 21.09.2019)
TD : 110/70
mmHg
N : 82x/menit
RR : 18x/menit
T : 36 ºC
A :
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
P : Masalah
teratasi sebagian,
Os pulang,
lanjutkan
discharge
planning pulang
Minggu Nyeri b.d post op Pain S : Os
22.09.2019 SC Management mengatakan nyeri
 Mengobservas hilang timbul
i reaksi Nyeri berkurang
nonverbal dari O : Skala nyeri 2
ketidaknyama A : Nyeri
nan P : Masalah
 Menggunakan teratasi sebagian
teknik Intervensi
komunikasi dihentikan
terapeutik Os pulang
untuk
mengteahui
pengalaman
nyeri pasien
 Mengurangi
factor
presipitasi
nyeri
 Memberikan
analgetik
untuk
mengurangi
rasa nyeri
 Meningkatkan
istirahat
 Memonitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen
nyeri
Analgesic
Administration
 Mengecek
intruksi dokter
tentang jenis
obat, dosis
dan frekuensi
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan/atau hitung eristrosit lebih rendah
dari harga normal (Arif Mansjoer, 2001).Anemia merupakan penurunan kadar hemoglobin (Hb),
hemotokrit atau hitung eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapsitas pengangkutan
oksigen oleh darah (NANDA, NIC-NOC 2015). Sedangkan anemia postpartum didefinisikan
sebagai kadar hemoglobin < 10 g/dl, hal ini merupakan masalah yang umum dalam bidang
obstetric.
Anemia dibagi menjadi 3 yaitu :
 Anemia ringan Hb   : 8 – 10gr%
 Anemia sedang Hb : 6 – 8 gr%
 Anemia berat Hb      : Kurang dari 6 gr%
Pengaruh anemia pada ibu nifas adalah terjadinya subvolusi uteri yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI
berkurang dan mudah terjadi infeksi mamae (Prawirohardjo, 2005). Praktik ASI tidak eksklusif
diperkirakan menjadi salah satu prediktor kejadian anemia setelah melahirkan (Departemen Gizi
dan Kesehatan Masyarakat, 2008).
Setelah membahas secara keseluruhan dari uraian mengenai asuhan keperawatan klien
Ny. G dengan anemia post partum di Ruang Rawat Inap Kebidanan Rumah Sakit Raden
Mattaher Jambi dari tanggal 20 s/d 22 September 2019, serta membahas permasalahan yang ada,
maka dapat beberapa diagnose selama melakukan pengkajian, antara lain :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan hemoglobin darah ditandai dengan
klien mengatakan badannya terasa lemah, klien tampak lemah, konjungtiva anemis, Hb : 6,6
gr%, TD : 110/60 mmHg, N : 80x/menit, T : 36.5 ºC.
2. Nyeri b.d post op SC ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada luka post op SC, klien
tampak meringis, skala nyeri 3
Rencana keperawatan di prioritaskan kepada masalah yang ditemui pada klien dengan anemia
post partum.
Pelaksanaan tindakan keperawatan berpedoman pada rencana tindakan keperawatan dengan
mendahulukan kebutuhan klien dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien.
Evaluasi pada klien berdasarkan diagnose keperawatan yang muncul pada Ny. G hanya teratasi
sebagian.

B. Saran
1. Bagi Instansi Rumah Sakit
Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang komprehensif, diharapkan adanya
kolaborasi antara tim kesehatan yaitu dokter, paramedic, tim analis dan ahli gizi serta
memandang manusia sebagai makhluk holistic.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dalam memberikan materi pendidikan dan praktik keperawatan diharapkan lebih
ditingkatkan lagi, sehingga tercapai oleh mahasiswa di luar praktik.
3. Bagi Mahasiswa
Asuhan keperawatan yang dilakukan perlu adanya penerapan ilmu yang telah diperoleh
dan penelitian yang berkesinambungan sebagai pengembangan ilmu keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai