Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH PMR (PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION) TERHADAP

INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL LANJUT USIA TRESNA


WERDHA NATAR PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2012

Andi Thahir
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Raden Intan Lampung
Diterima: 13 Februari 2014. Disetujui: 12 April 2014. Dipublikasikan: Juni 2014
Abstrak
Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan. Ada beberapa dampak yang
serius terhadap gangguan tidur pada lansia. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti
pada awal bulan Maret 2012 di Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar, didapatkan hasil bahwa terdapat
103 lansia yang aktif ikut serta dalam kegiatan pemeriksaan kesehatan terdapat 78 yangh mengalami insomnia.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh PMR (Progressive Muscle Relaxation) terhadap insomnia
pada lansia Di Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Provinsi Lampung Tahun 2012.

Metode penelitian yang digunakan quasi eksperimen dengan pendekatan Pre Post Test Control Group.
Populasi sampel yang diambil pada penelitian ini yaitu 50 responden di bagi menjadi dua kelompok yaitu
intervensi dan kontrol. Penelitian ini menggunakan analisa uji t (paired t test) untuk mengukur kondisi insomnia
sebelum dan sesudah dilakukan PMR dan uji t independen untuk melihat perbedaan kelompok intervesni dan
kontrol. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 6-13 Juni menggunakan lembar kuesioner dan observasi.

Hasil penelitian ini yaitu tingkat insomnia sebelum lansia mendapatkan progressive muscle relaxation
yaitu rata-rata sebesar 7,80. Tingkat insomnia sesudah lansia mendapatkan progressive muscle relaxation yaitu
rata-rata sebesar 6,40. Ada perbedaan insomnia antara sebelum dan sesudah lansia mendapatkan progressive
muscle relaxation yaitu rata-rata sebesar 1,40. Ada pengaruh pengaruh PMR (Progressive Muscle Relaxation)
terhadap insomnia pada lansia di panti sosial lanjut usia Tresna Werdha Natar Provinsi Lampung dengan P
Value 0,000 dengan tingkat kepercayaan 0,05 sehingga P Value < α (0,000 < 0,05).

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pengaruh PMR (Progressive Muscle Relaxation)
terhadap insomnia pada lansia di panti sosial lanjut usia Tresna Werdha Natar Provinsi Lampung. Saran
penelitian ini yaitu PMR menjadi salah satu terapi untuk mengatasi insomnia pada lansia di PSTW dan tenaga
kesehatan di PSTW perlu mendapatkan pelatihan terapi PMR.

Kata kunci: Progressive Muscle Relaxation dan Insomnia

PENDAHULUAN wanita hanya mencapai 68 tahun, dan pria hanya 65


Usia harapan hidup antara penduduk negara tahun (Pangkahila, 2007).
maju dengan negara sedang berkembang atau Hal tersebut didukung juga oleh pendapat dari
terbelakang, apabila kita perhatikan tampak Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat
perbedaan yang nyata. Penduduk di negara maju (Menkokesra) pada tahun 2009, Indonesia termasuk
mempunyai usia harapan hidup yang lebih panjang negara yang memasuki era penduduk berstruktur
dibandingkan dengan negara yang sedang lanjut usia, karena jumlah penduduk yang berusia 60
berkembang, apalagi terbelakang. Perbandingan tahun keatas sekitar 7,18%. Peningkatan jumlah
berdasarkan jenis kelamin juga menunjukkan usia penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena
harapan hidup masyarakat negara maju, lebih tinggi tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat,
dari pada negara sedang berkembang atau negara kemajuan dalam bidang pelayanan kesehatan, dan
miskin. Laporan WHO tahun 2006 menunjukkan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat.
usia harapan hidup wanita di Swiss pada tahun 2004 Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar
mencapai 83 tahun, sedangkan prianya 78 tahun. Di kurang lebih 19 juta, usia harapan hidup 66,2 tahun,
Amerika Serikat, pada tahun 2004 usia harapan pada tahun 2010 ini diperkirakan sebesar 23,9 juta
hidup wanita mencapai 80 tahun, dan pria mencapai (9,77%), usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada
75 tahun. Wanita Jepang mencapai 86 tahun, dan tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%),
pria 79 tahun. Wanita Malaysia dan Vietnam hanya dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Purwanto,
mencapai 74 tahun, dan prianya hanya 69 tahun, 2007).
sedangkan orang Indonesia lebih pendek lagi, yaitu Berdasarkan data di atas, meningkatnya usia
harapan hidup penduduk Indonesia membawa
konsekuensi bertambahnya jumlah lansia. Salah satu bentuk dari terapi perilaku terhadap
Peningkatan usia lanjut akan berpengaruh pada penurunan insomnia adalah dengan teknik relaksasi.
berbagai aspek kehidupannya (fisik, mental, dan Teknik relaksasi pertama kali dikenalkan oleh
ekonomi). Mengantisipasi hal ini maka pengkajian Edmund Jacobson seorang Psikolog dari Chicago
masalah-masalah usia lanjut perlu ditingkatkan, yang mengembangkan metode fisiologis melawan
termasuk aspek keperawatannya, agar dapat ketegangan dan kecemasaan. Metode relaksasi
menyesuaikan dengan kebutuhan serta menjamin terdiri dari beberapa macam, yaitu: (1) relaksasi otot,
tercapainya usia lanjut yang bahagia, berdaya guna (2) pernafasan diafragma, (3) imagery training, (4)
dalam kehidupan keluarga, dan masyarakat biofeedback, dan (5) hipnosis (Miltenberger, 2004).
Indonesia (Tamher, 2009). Relaksasi otot progresif sampai saat ini menjadi
Selain itu juga bila seseorang bertambah tua metode relaksasi termurah, tidak memerlukan
maka kemampuan fisik dan psikisnya perlahan- imajinasi, tidak ada efek samping, mudah untuk
lahan akan mengalami penurunan. Salah satu dilakukan, serta dapat membuat tubuh dan fikiran
contohnya yaitu lansia akan mengalami gangguan terasa tenang, rileks, dan lebih mudah untuk tidur
pemenuhan kebutuhan tidur. Gangguan tidur pada (Davis dalam Ari, 2010).
lanjut usia merupakan keadaan dimana seseorang Adapun yang menjadi penelitian terkait dari
mengalami suatu perubahan dalam kuantitas dan penelitian ini yaitu telah dilakukan oleh Supriati
kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa (2010) yang menyimpulkan bahwa kunci untuk
tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang memicu respons relaksasi dengan cara ini adalah
diinginkan (Eka, 2009). Lansia lebih sering untuk mengambil alih dari otot-otot menegang
mengalami gangguan tidur dikarenakan semakin sukarela oleh mereka dan memaksa mereka ke dalam
bertambah umur seseorang maka akan mengalami keadaan relaksasi. Setelah otot-otot rileks maka
penurunan fungsi organ yang berpengaruh pada komponen lain dari respons relaksasi secara alami
kondisi mental dan psikososial seperti kurang akan mengikuti. Otot-otot rileks membutuhkan
percaya diri, cemas, stress, dan depresi. Hal inilah oksigen lebih sedikit sehingga pola pernapasan
yang memicu mengapa sebagian besar lansia lambat dan memperdalam. Jantung tidak perlu
mengalami gangguan pola tidur (Rafli, 2004). mengalahkan begitu cepat untuk membawa oksigen
Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab ke otot-otot tegang. Denyut jantung dan penurunan
morbiditas yang signifikan. Ada beberapa dampak tekanan darah.
yang serius terhadap gangguan tidur pada lansia Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
misalnya mengantuk berlebihan di siang hari, dilakukan oleh peneliti pada awal bulan Maret 2012
gangguan atensi dan memori, mood, depresi, sering di Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar,
terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak didapatkan hasil bahwa terdapat 103 lansia yang
semestinya, dan penurunan kualitas hidup. aktif ikut serta dalam kegiatan pemeriksaan
Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi kesehatan. Dari hasil wawancara dengan petugas
yaitu sekitar 67%. Walaupun demikian, hanya satu kesehatan, lansia sering mengeluh pusing dan lemas.
dari delapan kasus yang menyatakan bahwa Hasil wawancara dari 30 lansia yang ikut dalam
gangguan tidur telah didiagnosis oleh dokter (Amir, posyandu lansia tersebut 16 diantaranya mengeluh
2007). mengalami gangguan untuk memulai tidur pada
Berdasarkan penelitian terhadap kelompok malam hari. Dalam semalam hanya tidur 2 sampai 3
anak-anak muda di Denpasar menunjukkan 30-40 jam saja. Lansia mengeluhkan lebih cepat lelah dan
persen aktivitas mereka untuk tidur. Dalam jajak badannya lemah. Upaya yang sudah dilakukan oleh
pendapat yang dilakukan Galup terhadap orang petugas kesehatan dalam posyandu lansia tersebut
dewasa di Amerika menyebutkan bahwa 49% dalam menangani masalah ini adalah dengan
menderita gangguan insomnia dan beberapa memberikan obat tidur, sedangkan pemberian obat
gangguan lain yang berkaitan dengan tidur. tidur dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan
Sedangkan penelitian yang dilakukan di Jepang efek yang tidak baik untuk kesehatan. Berdasarkan
disebutkan 29% responden tidur kurang dari 6 Jam, studi di atas penting untuk diteliti tentang teknik
23% merasa kekurangan dalam jam tidur, 6% relaksasi otot progresif untuk mengetahui sejauh
menggunakan obat tidur, kemudian 21% memiliki mana pengaruhnya terhadap perubahan insomnia
prevalensi insomnia dan 15% kondisi mengantuk pada lanjut usia.
yang parah pada siang harinya (Purwanto, 2007).

2
Berdasarkan latar belakang di atas, maka 2. Penggolongan Insomnia
peneliti tertarik untuk mengambil penelitian Sebagian besar insomnia terbagi menjadi dua
mengenai “Pengaruh PMR (Progressive Muscle macam yaitu insomnia primer dan insomnia
Relaxation) Terhadap Insomnia Pada Lansia Di sekunder (Bastaman, 2008).
Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar
a) Insomnia Primer
Provinsi Lampung Tahun 2012”, untuk diteliti lebih
Orang-orang yang termasuk golongan
lanjut.
insomnia primer tercakup dalam kelompok yang
A. Insomnia khas. Mereka tidak neurotik dan tampak sehat.
1. Pengertian Prinsipnya mereka tidak menikmati tidur meskipun
Gangguan tidur/Insomnia didefinisikan sebenarnya mereka dapat tidur sampai mendengkur.
sebagai suatu kehilangan tidur secara temporer atau Tidak dapat menikmati tidur dapat disamakan
kronis (Goldenson). Insomnia adalah suatu kondisi dengan tidur tanpa mengalaminya. Insomnia primer
ketidakpuasan seseorang dalam hal kuantitas atau primer dapat ditegakkkanbila tidak berhubungan
kualitas tidurnya dan berlangsung selama beberapa dengan gangguan mental organik. Pada umumnya
waktu (WHO, 2002). Kurangnya waktu tidur dari insomnia primer mempunyai masa latensi tidur yang
kriteria normal, sebaiknya tidak digunakan dalam panjang,efisiensi tidur yang rendah dan tipe ini
mendiagnosa insomnia karena beberapa individu sangat jarang.
mempunyai jam tidur yang sedikit tetapi tidak
mempunyai keluhan insomnia dan sering disebut b) Insomnia Sekunder
Jenis insomnia ini banyak dijumpai pada
short sleeper. Sebaliknya ada orang yang merasa
penderita kelainan jiwa seperti psikoneurotik.
kurang tidur padahal jumlah jam tidurnya masih
Penderita psikoneurotik mempunyai keluhan
dalam batas normal sehingga memerlukan tidur lebih
insomnia, tidurnya terganggu oleh banyak mimpi
lama. Orang yang membutuhkan waktu tidur lebih
yang berlangsung dari saat mulai tidur sampai
dari 8 jam disebut long sleeper (Kaplan et.al, 2005).
bangun. Pola mimpi mereka hampir sama misalnys
berjumpa dengan orang yang sudah meninggal, jatuh
Insomnia adalah ketidakmampuan penderita
dari tempat yang tinggi, dikejar oleh orang-orang
untuk memperoleh jumlah tidur yang diperlukan
jahat dan binatang yang mengerikan. Oleh karena
agar dapat menjalankan fungsi pada siang hari secara
tidur mereka disertai mimpi yang seram (pavor
efisien(Berrios). Penderita insomnia pada dasarnya
nocturnes), maka pada keesokan harinya pada waktu
hanya punya dua keluhan utama, dimana seseorang
bangun tidur mereka akan merasakan keletihan dan
sulit masuk tidur dan sulit mempertahankan
kebugaran tubuhnya berkurang. Insomnia sekunder
tidur(Hartmann). Insomnia dapat didefinisikan
ini merupakan suatu keadaan insomnia yang
sebagai suatu keadaan dimana seseorang sulit masuk
berhubungan dengan gangguan mental atau faktor-
tidur atau kesulitan mempertahankan tidur dalam
faktor organik yang bermakna. WHO memasukkan
kurun waktu tertentu sehingga menimbulkan
insomnia kedalam golongan Disorder of Initiating
penderitaan atau gangguan dalam berbagai fungsi
and Maintining Sleeps (DIMS) dan membagi
sosial, pekerjaan ataupun fungsi-fungsi kehidupan
insomnia menjadi tiga golongan besar sebagai
lainnya (Erry, 2008).
berikut :
Kesulitan tidur atau insomnia adalah keluhan tentang 1) Transient insomnia
kurangnya kualitas tidur yang disebabkan oleh satu Penderita transient insomnia biasanya
dari; sulit memasuki tidur, sering terbangun malam termasuk orang yang tidur secara normal tetapi
kemudian kesulitan untuk kembali tidur, bangun karena dikarenakan suatu stress yang berlangsung
terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak. Insomnia dalam waktu yang tidak terlalu lama, misalnya
tidak disebabkan oleh sedikitnya seseorang tidur, perjalanan jauh dengan kapal terbang yang
karena setiap orang memiliki jumlah jam tidur melampui zona waktu , maka hospitalisasi mereka
sendiri-sendiri. Tapi yang menjadi penekanan adalah menjadi tidak bisa tidur
akibat yang ditimbulkan oleh kurangnya tidur pada
malam hari seperti kelelahan, kurang gairah, dan 2) Short term insomnia
kesulitan berkonsentrasi ketika beraktivitas. Penderita short insomnia mengalami stress
situasional, misalnya kehilangan atau kematian
seseorang yang dekat , perubahan pekerjaan dan

3
penyakit fisik. Biasanya penderita insomnia mengatakan bahwa penderita dan ahli jiwa harus
golongan ini diderita tiga minggu dan akan pulih berusaha menemukan penyebab yang sebenarnya
seperti biasa. dari insomnia yang diderita, hal ini ditujukan untuk
memperoleh solusi yang terbaik Menurut Budiman,
3) Long term insomnia 2009 insomnia disebabkan oleh berbagai faktor
Long term insomnia adalah insomnia kronik.
yaitu:
Insomnia ini dapat berlangsung dalam waktu
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan perlu a) Faktor Psikogenik
diobati dengan tehnik tertentu natau dengan obat- 1) Masalah psikis pada seseorang seperti rasa
obatan yang sesuai dengan gangguan utama yang rendah diri, perasaaan disingkirkan, tidak
diderita pasien. berguna, sampai pada keadaan depresi
dapat menimbulkan insomnia.
3. Gejala-gejala Insomnia 2) Rasa cemas dan perasaaan takut yang
Menurut Budiman (2009) ada 4 gangguan berlebihan dapat pula mengakibatkan
insomnia, yaitu : kesulitan untuk tidur ataupunh sering kali
terbangun dari tidur. Begiti pula dengan
a) Initial Insomnia Initial insomnia adalah mimpi yang tidak menyenangkan dan
kesulitan untuk memulai tidur menakutkan sering kali mengganggu tidur
b) Intermittent Insomnia Penderita seseorang.
intermittent insomnia bisa tidur tetapi 3) Stres kejiwaan yang berhubungan dengan
sering terbangun. masalah perkawinan, ketidakpuasan dalam
c) Terminal / Matutinal Insomnia Penderita pekerjaan, kesulitan adaptasi dengan
Terminal / Matutinal Insomnia bisa tidur perubahan kehidupan modern yang sangat
tetapi bangun tidur terlalu pagi, merasa cepat, masalah finansial dalam keluarga
tidak segar dan tidak bisa tidur lagi dan lain sebagainya ikut pula berpengaruh
d) Compulsive Insomnia Penderita pada gangguan insomnia.
compulsive insomnia takut untuk tidur
tetapi penderita juga takut jika tidak tidur b) Faktor Fisik
1) Bekerja terlampu lama dan keras juga dapat
Menurut Erry (2008) ada 3 tipe gangguan mempengaruhi tidur seseorang
insomnia yaitu: 2) Rasa sakit dan perasaan tidak
menyenangkan dapat juga mempengaruhi
a) Tidak dapat masuk atau sulit tidur disebut tidur seseorang
juga insomnia inisial dimana pada 3) Gangguan insomnia sering dijumpai pada
keadaaan ini sering dijumpai pada orang- masa anak-anak dan masa usia lanjut.
orang muda yang mengalami ansietas Selama tahun pertama dari kehidupan,
(kecemasan), berlangsung selama 1-3 jam ketegangan pada masa bayi sering kali
kemudian karena kelelahan penderita bisa menyebabkan gangguan tidur dan
tidur juga gangguan minum. Kecemasan sering kali
b) Terbangun tengah malam beberapa kali, membangunkan bayi pada malam hari.
orang-orang ini dapat masuk tidur dengan Penyakit usia lanjut seperti diabetes militus,
mudah tetapi setelah 2-3 jam akan asma bronkiale, arteriosklerosis, payah
terbangun dan tidur kembali, dan kejadian ginjal, kesemuanya dapat mengakibatkan
ini dapat terjadi berulang kali. insomnia.
c) Terbangun pada waktu pagi yang sangat
dini disebut juga insomnia terminal yang c) Faktor kepribadian
mana-mana orang ini dapat tidur dengan Penderita insomnia sering kali terdapat corak
mudah dan cukup nyenyak, akan tetapi kepribadian tertentu, pada tahun 1996 Kales dan
pada saat pagi buta sudah terbangun dan
kawan-kawan melakukan penelitian dengan “
tidak dapat tidur lagi, biasanya hal ini
Minessota Multiphasic Personality Inventory”
terjadi pada orang-orang yang mengalami
depresi. (MMPI), terhadap penderita-penderita yang keluhan
utamanya insomnia. 85 % dari pasien insomnia itu
ada 1 atau 2 skala MMPI-nya cenderung meningkat
4. Penyebab Insomnia kearah patologik dan ditemukan terbanyak adalah
Schneider yang menjabat sebagai direktur depresi kemudian psychastenia,conversion hysteria,
medis di Departement of Psychiatry di Cedars-Sinai

4
psychopathic deviate dan hypochondriasis. Bentuk- Pasien yang dapat diberikan terapi progressive
bentuk kepribadian ini akan menyebabkan muscle relaxation pada klien dengan insomnia
internalisasi dari gangguan psikologik yang adalah:
mengakibatkan suatu aktifitas fisiologik dan proses
ini merupakan mekanisme psikofisiologik dari a. Berusia 60 – 74 tahun
b. Bersedia jadi responden.
insomnia (Budiman, 2009).
c. Klien gangguan fisik yang mengalami
B. Progressive Muscle Relaxation gangguan tidur
1. Pengetian d. Tidak mengalami penurunan kesadaran.
Pengertian progressive muscle relaxation e. Fungsi pendengaran baik.
adalah terapi relaksasi dengan gerakan f. Tidak mengalami ketidaknyamanan
mengencangkan dan melemaskan otot – otot pada muskuloskeletal seperti :
1) Tidak mengalami infeksi atau inflamasi
beberapa bagian tubuh tertentu yang diberikan pada
pada muskuloskeletal.
klien dengan gangguan fisik karena penyakit
2) Tidak mengalami trauma pada leher dan
maupun secara fungsional berupa penurunan kepala
aktivitas sehari-hari serta mengalami insomnia. 3) Tidak mengalami penyakit jantung berat
Dalam melakukan terapi ini, klien membedakan dan akut.
sensasi saat otot dalam kondisi tegang dan rileks 4) Tidak mengalami fraktur/trauma tulang.
serta merasakan kenyamanan dan rileksasi saat otot
dalam kondisi lemas (Ramdhani & Putra, 2009) 6. Terapis
Terapi ini dapat dilakukan oleh perawat yang
2. Tujuan Progressive muscle relaxation. memiliki keahlian khusus, karena progressive
Tujuan progressive muscle relaxation adalah muscle relaxation merupakan terapi yang
a) Membantu mengurangi tanda dan gejala membutuhkan keterampilan tertentu dan
insomnia seperti menurunkan komsumsi memerlukan komitmen rutin untuk dilakukan.
oksigen tubuh, laju metabolisme tubuh, laju
7. Teknik pelaksanaan progressive muscle
pernapasan, ketegangan otot, dan tekanan
relaxation.
darah sistolik serta gelombang alpha otak.
Progressive muscle relaxation atau relaksasi
b) Meningkatkan beta endorphin
c) Meningkatkan imun seluler. otot progresif merupakan kontraksi dan relaksasi
d) Membantu keterampilan koping dalam berbagai kelompok otot mulai dari kaki kearah atas
mengatasi kecemasan secara aktif atau dari kepala kearah bawah. Pelaksanaan terapi
ini diberikan 1 kali setiap hari selama 7 hari berturut-
3. Indikasi turut sehingga total pelaksanaan adalah sebanyak 7
Menurut Ramdhani & Putra (2009) terdapat kali. Setiap gerakan yang dilakukan dalam terapi
beberapa hal yang menjadi indikasi dalam progressive muscle relaxation ini dilakukan sesuai
progressive muscle relaxation yaitu : dengan kemampuan klien sehingga klien tidak akan
merasakan nyeri pada saat menegangkan otot.
a) Managemen stress dan insomnia dengan Pelaksanaan gerakan progressive muscle relaxation
menurunkan tanda dan gejala insomnia
dalam modul ini terdiri dari 14 gerakan seperti yang
b) Manajemen nyeri pada gangguan fisik
dikembangkan oleh Ramdhani & Putra (2009).
dengan meningkatkan beta endorphin dan
berfungsi meningkatkan imun seluler.
c) Manajemen insomnia dengan menurunkan Pada pertemuan pertama, terapis melakukan
gelombang alpha otak. secara langsung gerakan progressive muscle
relaxation dengan melakukan role play terlebih dulu
4. Kontra indikasi dan bimbingan kepada pasien sampai pasien
Beberapa hal yang dapat menjadi kontraindikasi memahami dan mampu melakukan 14 gerakan
latihan progressive muscle relaxation antara lain dalam progressive muscle relaxation ini. Setiap
cedera akut atau ketidaknyamanan musculoskeletal, gerakan terdiri dari role model, role play, feed back
infeksi atau inflamasi, dan penyakit jantung berat dan tindak lanjut. Pertemuan kedua sampai keempat,
atau akut. Latihan progressive muscle relaxation terapis tidak melakukan secara langsung, tetapi
juga tidak dilakukan pada sisi otot yang sakit. pasien mengikuti gerakan terapi dengan panduan CD
yang sudah disiapkan oleh terapis. Teknik
5. Karakteristik Pasien.

5
pelaksanaan progressive muscle relaxation diuraikan perubahan struktural dan penurunan
pada bab berikutnya. fungsional kemampuan (Wirakusumah,
Pelaksanaan progressive muscle relaxation ini 2009).
menggunakan area di ruang rawat inap rumah sakit
umum dengan klien gangguan fisik yang mengalami 4. Perubahan Pola Tidur Pada Lansia
ansietas. Terapi ini dilakukan pada ruangan yang Tidur merupakan suatu proses otak yang
nyaman bagi klien maupun perawat dan tidak dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi
menganggau klien lain. dengan baik. Masyarakat awam belum begitu
mengenal gangguan tidur sehingga jarang mencari
C. Lansia pertolongan. Pendapat yang menyatakan bahwa
1. Definisi Lansia (lanjut usia) tidak ada orang yang meninggal karena tidak tidur
Lanjut usia (lansia) menurut UU Nomor 13 adalah tidak benar. Beberapa gangguan tidur dapat
Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia pasal mengancam jiwa baik secara langsung (misalnya
1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia insomnia yang bersifat keturunan dan fatal dan
enam puluh (60) tahun ke atas (Depkes RI, 2005). apnea tidur obstruktif) atau secara tidak langsung
misalnya kecelakaan akibat gangguan tidur. Di
2. Batasan-batasan usia lanjut
Amerika Serikat, biaya kecelakaan yang
Lanjut usia memiliki batasan-batasan yang
berhubungan dengan gangguan tidur per tahun
telah ditetapkan yaitu batasan lanjut usia yang di
sekitar seratus juta dolar.
buat WHO dan Depkes RI. Menurut WHO (World
Health Organization) batasan lanjut usia meliputi; a).
Insomnia merupakan gangguan tidur yang
Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia
paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan
45 sampai 59 tahun, b). Lanjut usia (elderly) = antara
sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya
60 dan 74 tahun, c). Lanjut usia tua (old) = antara 75
gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami
dan 90 tahun, d). Usia sangat tua (very old) = diatas
gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan
90 tahun (Wahjudi Nugroho, 2000).
tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67 %.
Sedangkan dalam pengelompokannya
Walaupun demikian, hanya satu dari delapan kasus
menurut Depkes. RI, lanjut usia dibagi menjadi
yang menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah
empat bagian. Pertama = umur pertengahan dalam
didiagnosis oleh dokter.
masa virilitas, antara 45-54 tahun. Kedua = lanjut
usia dini dalam masa prasenium, usia 55-64 tahun.
Lansia dengan depresi, stroke, penyakit
Ketiga = lanjut usia dalam masa senium, usia 65
jantung, penyakit paru, diabetes, artritis, atau
tahun ke atas. Keempat = lanjut usia dengan resiko
hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas
tinggi , usia lebih dari 70 tahun (Depkes RI, 2005).
tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang bila
3. Faktor-Faktor Pemicu Proses Menua dibandingkan dengan lansia yang sehat. Gangguan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tidur dapat meningkatkan biaya penyakit secara
kecepatan seseorang menjadi tua, baik yang dapat keseluruhan. Gangguan tidur juga dikenal sebagai
dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan penyebab morbiditas yang signifikan. Ada beberapa
antara lain: dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya
mengantuk berlebihan di siang hari, gangguan atensi
a) Faktor genetika merupakan faktor bawaan dan memori, mood depresi, sering terjatuh,
(keturunan) yang berbeda pada setiap
penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan
individu. Faktor inilah yang
penurunan kualitas hidup. Angka kematian, angka
mempengaruhi perbedaan efek menua
pada setiap individu, dapat lebih cepat sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada seseorang
atau lebih lambat. yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari
b) Faktor lingkungan dan faktor gaya hidup. 6 jam per hari bila dibandingkan dengan seseorang
Faktor ini terkait dengan asupan gizi, yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari.
kebiasaan merokok, minum alkohol dan Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan
kafein. tidur dibagi menjadi empat kelompok yaitu,
c) Faktor endogenik. Terkait dengan proses gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat
penuaan, yaitu perusakan sel yang gangguan mental lain, gangguan tidur akibat kondisi
berjalan seiring perjalanan waktu. Terjadi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi
perubahan-perubahan pada lansia seperti oleh zat. Gangguan tidur-bangun dapat disebabkan

6
oleh perubahan fisiologis misalnya pada proses mulai dari persiapan penelitian dengan membina
penuaan normal. Riwayat tentang masalah tidur, hubungan percaya, melakukan kontrak kegiatan,
higiene tidur saat ini, riwayat obat yang digunakan, menjelaskan tujuan penelitian, menandatangani
laporan pasangan, catatan tidur, serta lembar persetujuan penelitian.
polisomnogram malam hari perlu dievaluasi pada Pelaksanaan penelitian dimulai dengan
lansia yang mengeluh gangguan tidur. Keluhan melakukan pre tes, pelaksanaan Progressive Muscle
gangguan tidur yang sering diutarakan oleh lansia Relaxation (PMR) dan terminasi serta post tes.
yaitu insomnia, gangguan ritme tidur,dan apnea tidur Pelaksanaan Progressive Muscle Relaxation (PMR)
(Irawan, 2009). dilakukan di Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha
Natar Provinsi Lampung adalah:
JENIS PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis menggunakan a) Persiapan
jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian Untuk kelompok intervensi dilakukan di Panti
adalah metode quasi eksperimen dengan pre post test Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar Provinsi
control group, yang bertujuan untuk mengetahui Lampung, mendata pasien insomnia, dengan cra
suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai wawancara dan memberikan kuisionner, mengkaji
akibat dari adanya perlakuan tertentu. Ciri khusus program terapi yang diberikan oleh petugas
dari penelitian eksperimen adalah adanya percobaan kesehatan. Kemudian peneliti menghampiri pasien,
atau trial. Percobaan itu berupa perlakuan atau
menyapa berkenalan dengan pasien. Lalu
intervensi terhadap suatu variabel. Dari perlakuan
menanyakan cara yang biasa digunakan agar rileks
tersebut diharapkan terjadi perubahan atau pengaruh
terhadap variabel lain (Notoatmodjo, 2005). dan tempat yang paling disukai.
Penelitian ini jelas untuk mengetahui bagaimana Setelah pasien menceritan cara yang sering
pengaruh progressive muscle relaxation terhadap digunakan maka peneliti menjelaskan tujuan dan
insomnia pada lansia pada kelompok perlakuan. prosedur teknik yang lebih tepat yaitu Progressive
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen Muscle Relaxation (PMR). Jika pasien menyetujui
semu (Quasi experimen) karena pengelompokan maka diberikan infermed concent. Sedangkan untuk
anggota sampel pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol yang ada di Panti Sosial Lanjut
kelompok kontrol tidak dilakukan dengan random Usia Tresna Werdha Natar Provinsi Lampung, Pre
atau acak, tapi dilakukan secara Purposivel Test dilakukan serempak pada 25 responden pada
Sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan hari saat peneliti melakukan penelitian.
dengan mengambil kasus atau responden
berdasarkan karakteristik tertentu (Notoatmodjo,
b) Pelaksanaan
2005). Sedangkan Rancang eksperimen yang
Pada tahap pelaksanaan ini peneliti
digunakan adalah pre post test control group
(Notoatmodjo, 2005). dimana pada penelitian ini menjelaskan teknik yang telah dipersiapkan sesuai
penulis akan membandingkan hasil observasi pada dengan standar operasional prosedur yang berlaku.
kelompok perlakuan terhadap suatu kelompok Teknik Progressive Muscle Relaxation (PMR) ini
kontrol yang serupa tetapi tidak perlu kelompok dilakukan 1 kali dalam satu hari dalam waktu 7 hari
yang benar-benar sama. dengan waktu ± 30 menit. Disaat dalam waktu 7 hari
tersebut perawat mengobservasi pasien untuk
Hasil Penelitain melakukan Progressive Muscle Relaxation (PMR),
Hasil penelitian diperoleh setelah melalui Sedang untuk kelompok kontrol di berikan
proses pengolahan data. Pengolahan data dilakukan pendidikan kesehatan mengenai cara menurunkan
dengan menggunakan software SPSS. Adapun insomnia. Dalam pelaksanaannya peneliti dibantu
tahapan yang dilalui dalam pengolahan data yaitu oleh beberapa teman mahasiswa.
tahapan editing, pemberian kode, memasukkan data,
membersihkan data dan menganalisis data. Kedua c) Penutupan
kelompok dilakukan pre- test dan post- test yang Setelah dalam waktu 7 hari selesai, maka
hasilnya dibandingkan. Hasil penelitian ini terdiri perawat mengevaluasi hasil Progressive Muscle
dari tiga bagian yang akan diuraikan berikut ini: Relaxation (PMR) dan memberikan post test kepada
1. Proses Pelaksanaan Progressive Muscle pasien yang telah melakukan teknik tersebut. Untuk
Relaxation (PMR) pasien kontrol diberikan pula post test.setelah selesai
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang perawat menganjurkan pasien untuk mengulangi
pelaksanaan Progressive Muscle Relaxation (PMR)

7
teknik Progressive Muscle Relaxation (PMR) ini, sebelum dengan sesudah mendapat eksperimen (p-
bila pasien merasakan insomnianya. Dan perawat value < 0,05).
mengumpulkan hasil yang diperoleh untuk di olah Meskipun penurunan dengan 1,40 tersebut
data nya. bermakna, namun hal tersebut belum maksimal. Hal
ini dapat dipengaruhi dengan adanya keterbatasan
2. Analisa Univariat dalam penelitian seperti kondisi ruangan yang belum
a) Jenis Kelamin Responden maksimal sesuai dengan teknik yang dianjurkan,
Pada penelitian ini sebagian besar lansia yang keterlibatan peserta dalam melakukan teknik
ada di Panti Sosial Lanjut Usia Tresna Werdha Natar relaksasi yang kurang maksimal dan lain nya.
Provinsi Lampung adalah berjenis kelamin Sehingga penurunan insomnia belum maksimal
perempuan yaitu sebanyak 29 lansia (58,0%). seperti yang diharapkan.
Lansia yang berjenis kelamin perempuan lebih
banyak ditemukan mengalami insomnia. Hal ini Menurut Erry (2008), Insomnia adalah
disebabkan karena perempuan banyak berdiam diri, ketidakmampuan penderita untuk memperoleh
stres kejiwaan yang berhubungan dengan kesulitan jumlah tidur yang diperlukan agar dapat
beradaptasi dengan lingkungan sekitar,perasaan menjalankan fungsi pada siang hari secara
tidak menyenangkan, masalah finansial, banyak efisien(Berrios). Penderita insomnia pada dasarnya
tidur di waktu siang. Sehingga jadwal tidur lansia hanya punya dua keluhan utama, dimana seseorang
akan terganggu dan menimbulkan kesulitan jika sulit masuk tidur dan sulit mempertahankan
akan tertidur atau terbangun saat tidur inilah gejala tidur(Hartmann). Insomnia dapat didefinisikan
yang disebut dengan insomnia. sebagai suatu keadaan dimana seseorang sulit masuk
tidur atau kesulitan mempertahankan tidur dalam
b) Pekerjaan Responden kurun waktu tertentu sehingga menimbulkan
Pada table 4.1 tampak terlihat bahwa penderitaan atau gangguan dalam berbagai fungsi
sebagian besar lansia yang ada di Panti Sosial Lanjut sosial, pekerjaan ataupun fungsi-fungsi kehidupan
Usia Tresna Werdha Natar Provinsi Lampung tidak lainnya.
bekerja yaitu sebanyak 36 lansia (72,0%). Progressive Muscle Relaxation (PMR) adalah
Menurut Budiarto (2000), pekerjaan terapi relaksasi dengan gerakan mengencangkan dan
merupakan suatu aktifitas manusia berdasarkan pada melemaskan otot – otot pada beberapa bagian tubuh
suatu keahlian dan pengetahuan yang dimiliki oleh tertentu yang diberikan pada klien dengan gangguan
seseorang untuk memenuhi kebutuhan dalam fisik karena penyakit maupun secara fungsional
hidupnya. Dengan pekerjaan yang dimilikinya, maka berupa penurunan aktivitas sehari-hari serta
ada beberapa macam pekerjaan seperti : Pekerjaan mengalami insomnia. Dalam melakukan terapi ini,
ahli, Pekerjaan menengah dan pekerjaan kasar. klien membedakan sensasi saat otot dalam kondisi
Insomnia yang dialami lansia memang tegang dan rileks serta merasakan kenyamanan dan
merupakan hal yang harus diatasi. Jika insomnia rileksasi saat otot dalam kondisi lemas (Ramdhani &
tidak segera diatasi, maka hal ini akan Putra, 2009)
mempengaruhi aktivitas lansia. Sehingga banyak Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang
nya lansia yang yang mengalami insomnia maka dilakukan oleh Supriati (2010) yang menyimpulkan
banyak pula terlihat lansia yang tidak banyak bekerja bahwa kunci untuk memicu respons relaksasi dengan
dikarenakan adanya masalah tidur lansia tersebut. cara ini adalah untuk mengambil alih dari otot-otot
menegang sukarela oleh mereka dan memaksa
3. Analisa Bivariat mereka ke dalam keadaan relaksasi. Setelah otot-otot
a. Intervensi rileks maka komponen lain dari respons relaksasi
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada secara alami akan mengikuti. Otot-otot rileks
klien yang mendapat Progressive Muscle Relaxation membutuhkan oksigen lebih sedikit sehingga pola
(PMR) rata-rata mengalami penurunan insomnia pernapasan lambat dan memperdalam. Jantung tidak
sebelum dan sesudah eksperimen sebesar 1,40 perlu mengalahkan begitu cepat untuk membawa
menurun secara bermakna (p-value 0,000 < 0,05). oksigen ke otot-otot tegang. Denyut jantung dan
Hasil uji statistik dapat disimpulkan ada penurunan penurunan tekanan darah sistolik serta gelombang
yang bermakna rata-rata insomnia lansia dalam alpha otak.
pemberian Progressive Muscle Relaxation (PMR)

8
Insomnia yang dialami lansia memang penurunan tekanan darah sistolik serta gelombang
merupakan hal yang harus diatasi. Hal ini karena alpha otak
lansia harus diusahakan cukup tidur pada malam hari Insomnia yang dialami lansia memang
sehingga pada siang hari lansia bisa beraktifitas merupakan hal yang harus diatasi. Hal ini karena
tanpa ada keluhan yang berarti. Jika insomnia tidak lansia harus diusahakan cukup tidur pada malam hari
segera diatasi, maka ini akan menimbulkan masalah sehingga pada siang hari lansia bisa beraktifitas
baru seperti gangguan jantung dan hipertensi. tanpa ada keluhan yang berarti. Jika insomnia tidak
Insomnia bisa diatasi dengan terapi relaksasi dengan segera diatasi, maka ini akan menimbulkan masalah
gerakan mengencangkan dan melemaskan otot – otot baru seperti gangguan jantung dan hipertensi.
pada beberapa bagian tubuh tertentu dengan tehnik Insomnia bisa diatasi dengan terapi relaksasi dengan
Progressive Muscle Relaxation (PMR). Sehingga gerakan mengencangkan dan melemaskan otot – otot
lansia dapat membedakan sensasi saat otot dalam pada beberapa bagian tubuh tertentu dengan tehnik
kondisi tegang dan rileks serta merasakan Progressive Muscle Relaxation (PMR). Sehingga
kenyamanan dan rileksasi saat otot dalam kondisi lansia dapat membedakan sensasi saat otot dalam
lemas. Hal ini dibuktikan dengan adanya penurunan kondisi tegang dan rileks serta merasakan
insomnia pada lansia yang diberikan Progressive kenyamanan dan rileksasi saat otot dalam kondisi
Muscle Relaxation (PMR) di panti sosial lanjut usia lemas. Hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan
Tresna Werdha Natar Provinsi Lampung. pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR)
Hal ini bisa disimpulkan dengan melihat hasil terhadap insomnia pada lansia di panti sosial lanjut
penelitian pada kelompok yang diberikan usia Tresna Werdha Natar Provinsi Lampung antara
Progressive Muscle Relaxation (PMR) dimana pada kelompok eksperimen dan kontrol.
kelompok yang diberikan Progressive Muscle Menurut Erry (2008), Insomnia adalah
Relaxation (PMR), insomnia lansia mengalami ketidakmampuan penderita untuk memperoleh
penurunan yang bermakna. jumlah tidur yang diperlukan agar dapat
menjalankan fungsi pada siang hari secara
b. Kontrol efisien(Berrios). Penderita insomnia pada dasarnya
Pada data kontrol menunjukkan bahwa pada hanya punya dua keluhan utama, dimana seseorang
kelompok yang tidak mendapatkan Progressive sulit masuk tidur dan sulit mempertahankan
Muscle Relaxation (PMR). Rata-rata penurunan tidur(Hartmann). Insomnia dapat didefinisikan
insomnia pada kelompok yang tidak mendapatkan sebagai suatu keadaan dimana seseorang sulit masuk
Progressive Muscle Relaxation (PMR) sebesar 0,12 tidur atau kesulitan mempertahankan tidur dalam
meskipun secara statistik menurun, akan tetapi jika kurun waktu tertentu sehingga menimbulkan
dilihat nilai p-value 0,083>0,05 dapat disimpulkan penderitaan atau gangguan dalam berbagai fungsi
penurunan insomnia tidak bermakna. Hasil uji sosial, pekerjaan ataupun fungsi-fungsi kehidupan
statistik dapat disimpulkan ada penurunan yang tidak lainnya.
bermakna rata-rata insomnia lansia dalam pemberian Progressive Muscle Relaxation (PMR) adalah
Progressive Muscle Relaxation (PMR) pada terapi relaksasi dengan gerakan mengencangkan dan
kelompok yang tidak mendapatkan Progressive melemaskan otot – otot pada beberapa bagian tubuh
Muscle Relaxation (PMR) (p-value > 0,05). tertentu yang diberikan pada klien dengan gangguan
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang fisik karena penyakit maupun secara fungsional
dilakukan oleh Supriati (2010) yang menyimpulkan berupa penurunan aktivitas sehari-hari serta
bahwa kunci untuk memicu respons relaksasi dengan mengalami insomnia. Dalam melakukan terapi ini,
cara ini adalah untuk mengambil alih dari otot-otot klien membedakan sensasi saat otot dalam kondisi
menegang sukarela oleh mereka dan memaksa tegang dan rileks serta merasakan kenyamanan dan
mereka ke dalam keadaan relaksasi. Setelah otot-otot rileksasi saat otot dalam kondisi lemas (Ramdhani &
rileks maka komponen lain dari respons relaksasi Putra, 2009)
secara alami akan mengikuti. Otot-otot rileks Hal ini bisa disimpulkan dengan melihat hasil
membutuhkan oksigen lebih sedikit sehingga pola penelitian antara kelompok yang diberikan
pernapasan lambat dan memperdalam. Jantung tidak Progressive Muscle Relaxation (PMR) dan tidak
perlu mengalahkan begitu cepat untuk membawa diberikan Progressive Muscle Relaxation (PMR)
oksigen ke otot-otot tegang. Denyut jantung dan dimana pada kelompok yang diberikan Progressive
Muscle Relaxation (PMR), insomnia lansia

9
mengalami penurunan yang bermakna jika Boyd & Nihart, (1998), Psychiatric Nursing
dibandingkan dengan kelompok klien yang tidak Contemporary Practice, Philadelphia.
mendapatkan Progressive Muscle Relaxation Lippincott-Raven
(PMR). Burns, D. (1988). Terapi Kognitif Pendekatan Baru
bagi Penanganan Depresi. Alih Bahasa :
SIMPULAN Santosa . Jakarta. Erlangga.
Canadian Assciation Psychiatric, 2004, The
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
relationship between low self esteem and
mengenai pengaruh PMR (Progressive Muscle
interpersonal relationship,
Relaxation) terhadap insomnia pada lansia di panti http://www.cpaapc.org/
sosial lanjut usia Tresna Werdha Natar Provinsi Publications/Archives/CJP/2004/september/i
Lampung terhadap 50 responden, dapat zgic.asp, diambil 13 maret 2006
disimpulkan bahwa : Dennis, C.M.,(1997), Self Care Deficit Theory of
Nursing : Concepts and Applications, St.
1. Karakteristik klien : Louis. Mosby
a. Distribusi frekuensi karakteristik lansia Gordon, 1988, ¶ 10, Effects of cognitive therapy on
yang mengalami insomnia rata – rata psychological symptoms and social
berjenis kelamin perempuan sebesar functioning,
58,2%. http://www.insightforwomen.com/w-
b. Distribusi frekuensi karakteristik lansia research.htm : diambil 13 maret 2006
yang mengalami insomnia rata – rata Hastono, (2001), Analisa Data, Fakultas Kesehatan
tidak bekerja sebesar 72,0%. Masyarakat Universitas Indonesia. Tidak
2. Tingkat insomnia sebelum lansia dipublikasikan
mendapatkan progressive muscle relaxation Hammond, 1990, Low self esteem of psychotherapy
yaitu rata-rata sebesar 7,80. patients : a qualitative inquiry,
3. Tingkat insomnia sesudah lansia mendapatkan http://www.nova.edu/ssss/QR?QR11-
progressive muscle relaxation yaitu rata-rata 1/vanzyl.pdf : diambil 21 Maret 2007
sebesar 6,40. Keliat, B. A. (1998). Gangguan Konsep Diri Pada
4. Ada perbedaan insomnia antara sebelum dan Klien Gangguan Fisik Di Rumah Sakit
sesudah lansia mendapatkan progressive Umum. Jakarta. Tim Keperawatan Jiwa FIK
muscle relaxation yaitu rata-rata sebesar 1,40. UI
Ada pengaruh pengaruh PMR (Progressive Keliat, B.A. (2006). Materi Kuliah : Terapi Kognitif.
Muscle Relaxation) terhadap insomnia pada Tidak dipublikasikan
lansia di panti sosial lanjut usia Tresna Mohr, W.K. (2006). Psychiatric Mental Health
Werdha Natar Provinsi Lampung dengan P Nursing. Sixth Editions. Philadelphia : LWW
Value 0,000 dengan tingkat kepercayaan 0,05 Nanda. (2005). Nursing Diagnoses : Definition &
sehingga P Value < α (0,000 < 0,05). Classification. Philadelpia : Nanda
International
SARAN Panggabean, (2005), Materi kuliah : Pelayanan
Saran-saran yang dapat dipertimbangkan Kesehatan Jiwa di Sistem Pelayanan
berdasarkan hasil penelitian adalah bagi peneliti Kesehatan. Tidak dipublikasikan.
selanjutnya adalah sebagai berikut: Sanderson, 2002, General description of cognitive
1. Perlu diadakan penelitian lanjutan dengan therapy,
memperbaiki keterbatasan penelitian yang http://drsanderson.com./cogther.html,
ada, menggunakan item kuesioner penelitian diambil 2 April 2007
yang lebih banyak dan waktu penelitian yang Sastroasmoro & Ismael. (2002). Dasar-dasar Metode
tepat, menggunakan metode penelitian yang Penelitian Klinis, ed 2, Jakarta. Sagung Seto
tepat. Shives, L.R. (1998). Basic Concept Psychiatric –
Mental Health Nursing. Fourth edition.
DAFTAR PUSTAKA Philadelphia: Lippincolt.
Alexander, 2001, 1, The relationship between low Silverstone & Salsali, 2003, Low self esteem and
self esteem and psychiatric diagnosis, psychiatric patients, http://www.annals-
http://faculty.mckendree.edu/scholars/2001/ general-psychiatry.com/content/2/1/2,
wilde.htm, diambil 13 maret 2006 diambil 21 Maret 207
Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian : Suatu Soedarsono, (2007), Materi kuliah : Belajar dan
Pendekatan Praktek, Jakarta. Rineka Cipta Pembelajaran. Tidak dipublikasikan.

10
Stuart & Laraia. (2005). Principles and Practise of
Psychiatric Nursing, St. Louis. Mosby
Suhartini, 2004,
http:/www.damandiri.or.id/detail.php?id:340
, diperoleh tanggal 4 April 2007
Susanti, (2009). Konseling kelompok dengan
pendekatan positive psychology bagi lansia.
Jakarta. Unika Atmajaya.
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan
Videbek, S. (2001). Psychiatric Mental Health
Nursing. (9th edition). Philadelphia :
Lippincott
Westermeyer, 2005, The cognitive Model of
Depression, file:///D:/Data/bd-
HR/tesis/artikel/cognitive%20therapy%20p,
diambil tanggal 21 Maret 2007
Wojowasito. (1995). Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta. Balai Pustaka
Zyl et all, 2006, General description of cognitive
therapy,
http://www.nova.edu/ssss/QR?QR11-
1/vanzyl.pdf : diambil 21 Maret 2007

11

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas Pbak
    Tugas Pbak
    Dokumen1 halaman
    Tugas Pbak
    Yuda Suharyadi
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen29 halaman
    Bab Ii
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • PF Pertumbuhan Dan Perkmbangan 1A
    PF Pertumbuhan Dan Perkmbangan 1A
    Dokumen23 halaman
    PF Pertumbuhan Dan Perkmbangan 1A
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • Fato
    Fato
    Dokumen18 halaman
    Fato
    Windawati
    Belum ada peringkat
  • PF Pertumbuhan Dan Perkmbangan 1A
    PF Pertumbuhan Dan Perkmbangan 1A
    Dokumen23 halaman
    PF Pertumbuhan Dan Perkmbangan 1A
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • Paaatto 1
    Paaatto 1
    Dokumen29 halaman
    Paaatto 1
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • Satuan Acara Penyuluhan (Promkes)
    Satuan Acara Penyuluhan (Promkes)
    Dokumen9 halaman
    Satuan Acara Penyuluhan (Promkes)
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • TUGAS
    TUGAS
    Dokumen2 halaman
    TUGAS
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • 3C Rangkuman 10 Yuda Suharyadi
    3C Rangkuman 10 Yuda Suharyadi
    Dokumen1 halaman
    3C Rangkuman 10 Yuda Suharyadi
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen13 halaman
    Bab I
    Yuda Suharyadi
    Belum ada peringkat
  • Kejang Demam Kompleks
    Kejang Demam Kompleks
    Dokumen24 halaman
    Kejang Demam Kompleks
    b_reload_
    100% (1)
  • Kelompok 7 Anak
    Kelompok 7 Anak
    Dokumen19 halaman
    Kelompok 7 Anak
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • TUGAS
    TUGAS
    Dokumen2 halaman
    TUGAS
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • Fato
    Fato
    Dokumen18 halaman
    Fato
    Windawati
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen11 halaman
    Bab I
    Amin Roy
    Belum ada peringkat
  • KMB 2
    KMB 2
    Dokumen19 halaman
    KMB 2
    Windawati
    Belum ada peringkat
  • Jiwa
    Jiwa
    Dokumen22 halaman
    Jiwa
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen13 halaman
    Bab I
    Yuda Suharyadi
    Belum ada peringkat
  • Pbak
    Pbak
    Dokumen12 halaman
    Pbak
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • Karakter Caring
    Karakter Caring
    Dokumen22 halaman
    Karakter Caring
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • BAB II Maternitas
    BAB II Maternitas
    Dokumen13 halaman
    BAB II Maternitas
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen11 halaman
    Bab I
    Amin Roy
    Belum ada peringkat
  • Nilai Moral Dan Agama
    Nilai Moral Dan Agama
    Dokumen13 halaman
    Nilai Moral Dan Agama
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • RPS Anak 1 (2018)
    RPS Anak 1 (2018)
    Dokumen11 halaman
    RPS Anak 1 (2018)
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • RPS Anak 1 (2018)
    RPS Anak 1 (2018)
    Dokumen11 halaman
    RPS Anak 1 (2018)
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • Makalah Hiperaktif
    Makalah Hiperaktif
    Dokumen16 halaman
    Makalah Hiperaktif
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • Sistem Hankamrata
    Sistem Hankamrata
    Dokumen12 halaman
    Sistem Hankamrata
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat
  • PATOFISIOLOGI
    PATOFISIOLOGI
    Dokumen17 halaman
    PATOFISIOLOGI
    yuda suharyadi97
    Belum ada peringkat