Disusun Oleh :
................
P13374248.......
i
HALAMAN PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
- .............
NIP. NIM. P133742
Mengetahui,
Pembimbing Institusi
, M.Kes
NIP.
ii
LAPORAN PENDAHULUAN
ANEMIA DALAM KEHAMILAM
1
dengan defesiensi zat besi yang diabsorbsi dari makanan dan cadangan
dalam tubuh biasanya tidak mencukupi kebutuhan ibu selama kehamilan
sehingga penambahan asupan zat besi dan asam folat dapat membantu
mengembalikan kadar hemoglobin. Kebutuhan zat besi selama kehamilan
lebih kurang 1.000 mg atau rata-rata 6 – 7 mg/hari. Volume darah ini akan
kembali seperti sediakala pada 2-6 minggu setelah persalinan
(Prawirohardjo, 2010).
3. Penyebab Anemia
Penyebab anemia dalam kehamilan adalah :
a. Peningkatan volume plasma sementara jumlah eritrosit tidak sebanding
dengan peningkatan volume plasma
b. Defesiensi zat besi mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb),
dimana zat besi adalah salah satu pembentuk hemoglobin.
c. Ekonomi: tidak mampu memenuhi asupan gizi dan nutrisi dan
ketidaktahuan tentang pola makan yang benar
d. Mengalami dua kehamilan yang berdekatan
e. Mengalami menstruasi berat sebelum kehamilan
f. Hamil saat masih remaja
(Proverawati and Asfuah, 2010; Prawirohardjo, 2010; Pratami, 2014)
Huliana (2010) menyatakan bahwa penyebab anemia umumnya adalah
kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam makanan yang konsumsi,
penyerapan yang kurang baik (malabsorpsi), kehilangan darah yang banyak,
persalinan yang lalu, haid dan lain-lain, penyakit-penyakit kronis : TBC,
Paru, Cacing usus, malaria, dan lain-lain (Huliana, 2010). Wibisono,dkk
menyatakan bahwa penyebab anemia pada ibu hamil adalah kurang zat besi,
kurang konsumsi makanan, yang mengandung zat besi, dan adanya
gangguan penyerapan zat besi dalam tubuh (Wibisono, 2010).
Di Indonesia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga
biasa disebut anemia gizi besi. Anemia defisiensi besi adalah salah satu
keadaan yang menyebabkan ketidaknyamanan selama kehamilan (Waryana.,
2010).
4. Klasifikasi Anemia
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena
kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya dengan cara
2
pemberian tablet Fe atau tablet besi sesuai kebutuhan zat besi pada ibu
hamil, tidak hamil, dan dalam laktasi yang dianjurkan. Penyebab anemia
defisiensi besi ini disebabkan karena perdarahan, kurangnya asupan
makanan yang mengandung zat besi, dan gangguan penyerapan zat besi
dalam tubuh. Anemia defisiensi dalam kehamilan dapat menyebabkan
berat bayi lahir rendah (BBLR) dan resiko persalinan premature serta
hemoglobin dalam tubuh yang membawa oksigen keseluruh jaringan
berkurang yang akan menyebabkan ibu hamil lebih mudah merasa cepat
lelah dan kurang energi (Proverawati, 2011).
b. Anemia Megaloblastik
Anemia ini terjadi karena kekurangan asam folat (pteryglutamic
acid) dan defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin) dalam tubuh.
Kejadian anemia megaloblastik ini jarang terjadi dimasyarakat
(Proverawati and Asfuah, 2010). Pengobatannya adalah sebagai berikut:
1) Asam folat 15-30 mg per hari
2) Vitamin B12 3x1 tablet per hari
3) Sulfas ferosus 3x1 tablet per hari
4) Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga
dapat diberi transfusi darah.
c. Anemia Hemolitik
Anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia
hemolitik sukar menjadi hamil, apabila hamil maka anemianya biasanya
menjadi lebih berat. Gejala utamanya adalah anemia dengan kelainan-
kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi
bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
d. Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik ini disebabkan karena sumsum tulang kurang
mampu membuat sel-sel darah baru. Penyebabnya belum diketahui,
kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan, dan
radiasi.
5. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa pada kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada
anamnesa, akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah yang lebih hebat dari kehailan
3
muda. Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin (Hb) dapat dilakukan
dengan alat sahli atau digital. Kondisi Hb dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Hb 11 gr% : tidak anemia
b. Hb 9-10 gr% : anemia ringan
c. Hb 7-8 gr% : anemia sedang
d. Hb <7 gr% : anemia berat
e. Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu
pada trimester I dan trimester III (Proverawati and Asfuah, 2010).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis anemia dalam kehamilan menurut Handayani Wiwik
dan Haribowo (2010) gejala klinis anemia dibagi menjadi 3 golongan besar
yaitu :
a. Gejala umum anemia
Gejala umum anemia disebut sebagai sindrom anemia atau anemic
syndrome.Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada semua
jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian
rupa dibawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoxia organ target
dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.
Gejala tersebut bila diklasifikasikan menurut organ yang terkena.
1) Sistem kardiovaskuler lesu, cepat lelah, palpitasi takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
2) Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
3) Sistem urogenital gangguan haid dan libido menurun .
4) Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun serta rambut tipis dan halus.
b. Gejala khas masing masing Anemia
1) Anemia defisiensi besi : disfagia atrofi papil lidah, stomatitis
angularis.
2) Anemia defisiensi asam folat : lidah merah (buffy tongue).
3) Anemia hemolitik : ikterus dan hepatosplenomegali.
4) Anemia aplastik : perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
4
c. Gejala akibat penyakit dasar
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia
tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang berat akan menimbulkan gejala sepeti pembesaran
parotis dean telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
7. Patofisiologi
Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara
lain; kurang zat besi, kehilangan darah yang berlebihan, proses
penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya, peningkatan
kebutuhan zat besi (Pratami, 2014). Selama kehamilan, kebutuhan oksigen
lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropenin. Akibatnya,
volume plasma bertambah dan sel darah merah meningkat. Namun,
peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan
konsentrasi Hb (Prawirohardjo, 2010). Sedangkan volume plasma yang
terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi hemoglobin darah
(Hb) dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah Hb atau eritrosit
dalam sirkulasi.
Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke 6 kehamilan dan
mencapai maksimum pada minggu ke 24 kehamilan, tetapi dapat terus
meningkat sampai minggu ke 37. Pada titik puncaknya, volume plasma
sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil. Penurunan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke 7 sampai
ke 8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke 16 sampai 22 ketika
titik keseimbangan tercapai (Prawirohardjo, 2010). Jumlah eritrosit dalam
sirkulasi darah meningkat sebanyak 450 ml. Volume plasma meningkat 45-
65 %, yaitu sekitar 1.000 ml. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya
pengenceran darah karena jumlah eritrosit tidak sebanding dengan
peningkatan plasma darah. Pada akhirnya, volume plasma akan sedikit
menurun menjelang usia kehamilan cukup bulan dan kembali normal tiga
bulan postpartum. Persentase peningkatan volume plasma yang terjadi
selama kehamilan, antara lain plasma darah 30%, sel darah 18%, dan
hemoglobin 19%. Pada awal kehamilan, volume plasma meningkat pesat
sejak usia gestasi 6 minggu dan selanjutnya laju peningkatan melambaat.
5
Jumlah eritrosit mulai meningkat pada trimester II dan memuncak pada
trimester III (Pratami, 2014).
8. Pathway
Partus
Lama
Perdarahan
Partus Lama Ibu Postpartum
Subinvolusi
Megaloblastik uteri
Anemia Infeksi
pueperium
Defisiensi zat
besi BBLR
Bayi
Hipoplastik Kognitif
Stunting rendah
Asfiksia
6
Pathway Partus Lama
Sel darah merah ↓
Perdarahan
Primigravida Multigravida
˃ 24 jam ˃ 18 jam
7
Anemia dalam Kehamilan
Atonia Uteri
Perdarahan Postpartum
Penurunan Kadar Hb
Autolysis terhambat
Sub involusio
8
d. Infeksi purperium
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saptarini, dkk
(2018) Disimpulkan ada hubungan antara kadar hemoglobin dengan
waktu penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. Odds Ratio (OR)
sebesar 51,3 menunjukkan bahwa kadar hemoglobin dengan kategori
normal memiliki waktu penyembuhan luka perineum sebesar 51,3 kali
lebih cepat dibanding dengan kadar hemoglobin dengan kategori anemia.
kadar hemoglobin yang rendah terdapat penurunan kapasitas darah yang
mengangkut oksigen . Hemoglobin merupakan molekul protein di dalam
sel darah merah yang bergabung dengan oksigen dan karbondioksida
untuk diangkut melalui sistem peredaran darah ke sel-sel dalam tubuh
Pada kasus tersebut sering terjadi hipoksia pada jaringan, padahal oksigen
memainkan peranan penting di dalam pembentukan kolagen dan
perbaikan epitel, serta pengendalian infeksi.
Sama hal nya dengan penelitian yang dilakukan oleh Hapsa &
Pujiastuti (2014) Hasil uji statistik menunjukkan nilai RR sebesar 4,737
(>1) sehingga “Ada pengaruh kadar hemoglobin ibu postpartum terhadap
waktu penyembuhan luka perineum, dan ibu postpartum dengan kadar
hemoglobin kategori anemia ringan sekali dan anemia ringan memiliki
risiko penyembuhan luka perineum tidak normal sebesar 4,737 kali lipat
lebih besar dibandingkan ibu postpartum dengan kadar hemoglobin
kategori tidak anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Mungkid, Kabupaten
Magelang tahun 2014”. Kesembuhan luka sangat dipengaruhi oleh suplai
oksigen dan nutrisi kedalam jaringan.Oksigen yang berikatan dengan
molekul protein hemoglobin diedarkan kejaringan dan sel-sel tubuh
melalui sistem peredaran darah. Apabila oksigen dalam hemoglobin
jumlahnya tidak normal, maka akan memperlambat proses penyembuhan
luka. Kesembuhan luka sangat dipengaruhi oleh suplai oksigen dan nutrisi
ke dalam jaringan. Oksigen yang berikatan dengan molekul protein
hemoglobin diedarkan ke jaringan dan sel-sel tubuh melalui sistem
peredaran darah. Oksigen ini berfungsi selain untuk oksidasi biologi juga
oksigenasi jaringan.
9
Patofisiologi
Kadar Heomoglobin
Jumlah 02
Hipoksia
e. Asfiksia
Menurut penelitian (Handini, 2019) dengan judul “Hubungan
Anemia Gravidarum pada Kehamilan Aterm dengan Asfiksia Neonatorum
di RSUD DR MOEWARDI Surakarta” bahwa ada hubungan anemia pada
ibu hamil terhadap kejadian asfiksia.
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi
Karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin
sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam
mengeliminasi CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun
akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara
mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.Pengaruh
terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi sera kekurangan
pemberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi
plasenta.Hal ini dapat dicegah dengan pemeriksaan antenatal yang
terpadu dan terintegrasi, sehingga dapat dilakukan deteksi dini dan
perbaikan sedini mungkin.
10
Anemia
gravidarum
Penurunan kadar
Hemoglobin darah
Hipoksia janin
Asfiksia neonatorum
f. BBLR
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutriyani dan
Astutik (2018) tentang “Hubungan Anemia Dan Preeklamsi Pada
Kehamilan Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Rumah Sakit
Baptis Batu” bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara anemia dan
preeklamsi dengan kejadian BBLR. Namun yang lebih dominan terhadap
kejadian BBLR yaitu preeklamsi.
Anemia menyebabkan sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi
darah tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen
keseluruh jaringan, sehingga sirkulasi darah ke janin menjadi menurun
nutrisi. Akibatnya janin akan kekurangan oksigen dan nutrisiyang akan
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat sehingga lebih mudah terjadi
BBLR. Sedangkan preeklampsi terjadiadanya tekanan darah yang
meningkat dan edemaakibat ketidakseimbangan vasodilator &
vasokonstriksi. Penyebab vasospasme dan aktivitas endotel menyebakan
terjadinya perfusi uteroplacenta mengalami penurunan. Hal tersebut dapat
menyebabkan sirkulasi darah ke janin menjadi menurun sehingga janin
akan kekurangan oksigen dan nutrisi yang akan menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat yaitu BBLR.
11
Sel darah merah ↓
Edema
10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Secara Medis
Beberapa penelitian menyatakan bahwa pemberian zat besi oral
dapat mengatasi kejadian anemia pada kehamilan karena defesiensi zat
besi, pemberian zat besi oral dimulai trimester II kehamilan dampaknya
dapat meningkatkan kadar Hb dan firitin serum dibandingkan dengan
pemberian plasebo. Penelitian lain juga membuktikan pemberian zat
besi oral harian selama empat minggu memiliki hasil yang lebih
baikdalam meningkatkan kadar Hb rata-rata 19,5 g/dl tetapi pemberian
suplemen zat besi oral sering kali menimbulkan efek samping mual dan
sembelit. Sekitar 10-20% ibu yang mengkonsumsi zat besi oral pada
dosis pengobatan mengalami efek samping seperti mual, muntah,
konstipasi atau diare (Pratami, 2016).
Terapi oral merupakan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero
glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg per hari dapat
meningkatkan kadar hemoglobin (Hb) sebanyak 1 gr/dl per bulan. Kini
program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 µg asam
folat untuk profilaksis anemia. Pemberian preparat parenteral yaitu
dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10
12
ml/im pada gluteus dapat meningkatkan hemoglobin (Hb) lebih cepat
yaitu 2 gr%. Pemberian parenteral ini mempunyai indikasi intoleransi
besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan
yang buruk. Efek samping utama yaitu reaksi alergi, untuk
mengetahuinya dapat diberikan dosis 0,5 cc/ IM dan bila tidak ada
reaksi dapat diberikan seluruh dosis (Prawirohardjo, 2010).
Pemberian terapi oral tablet besi fero dengan penambahan vitamin
C dapat mempercepat penyerapan tablet tambah darah sehingga terjadi
kenaikan kadar hemoglobin darah. Hal ini sesuai dengan penelitian Sari,
Endang (2019) yang menyebutkan bahwa kadar hemoglobin memiliki
peningkatan signifikan pada ibu hamil yang mengonsumsi tablet besi
fero dengan vitamin c (Sari, Endang, 2019).
Selain pemberian tablet vitamin c untuk membantu mempercepat
penyerapan Fe, kandungan pada jus jeruk juga dapat mempercepat
penyerapan Fe di dalam darah. Hal ini sesuai dengan penelitian
Sunarsih, dkk (2019) bahwa konsumsi tablet Fe bersamaan dengan jus
jeruk lebih signifikan meningkatkan kadar Hb dibandingkan dengan
pemberian tablet vitamin C (Sunarsih, 2019).
Transfusi darah juga digunakan dalam menangani anemia berat
pada ibu hamil, namun penanganan ini juga menimbulkan resiko seperti
infeksi, penularan virus atau bakteri yang dapat membahayakan ibu dan
janin (Pratami, 2016). Dalam menangani anemia, tenaga kesehatan
harus menerapkan strategi yang sesuai dengan kondisi yang dialami oleh
ibu hamil tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Siska,Suci (2019)
bahwa tindakan tranfusi darah pada ibu hamil dengan anemia berat
dapat meningkatkan kadar Hb secara signifikan, dibuktikan dengan
hemato analyzer sebagai gold standar untuk menegakkan diagnosis
anemia pada kehamilan (Siska, Suci, 2019).
b. Penatalaksanaan Dirumah
Selain pemberian zat besi dan asam folat, upaya yang perlu
dilakukan tenaga kesehatan terhadap ibu hamil yang mengalami anemia
dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai pentingnya zat
besi, asam folat, serta kebutuhan nutrisi selama kehamilan. Dengan
diberikan pendidikan kesehatan diharapkan ibu hamil dapat mengetahui
kondisi apa saja yang dapat terjadi selama kehamilanya sehingga lebih
13
memperhatikan kesehatan dirinya dan janin yang dikandungnya
(Proverawati, 2011).
Menjelaskan kepada pasien mengenai kebutuhan nutrisi wanita usia
subur untuk memelihara kesuburan, memantau dan mengusahakan berat
badan ideal, kebutuhan (zat besi, protein, asam folat, vitamin E, dan
vitamin B12) tercukupi sehingga menciptakan kualitas generasi penerus
yang lebih baik. Menganjurkan pasien makan – makanan yang bergizi
(nasi, lauk, sayur, buah) serta mencukupi kebutuhan cairan dengan
minimal 1,5 liter perhari. Menganjurkan pasien untuk memperbanyak
makan sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, daging merah, hati
ayam dan tidak pantang makanan. Menurut penelitian Oktalia (2015)
menyebutkan bahwa nutrisi yang baik juga berperan dalam proses
pembentukan sperma dan sel telur yang sehat. Nutrisi yg baik berperan
dalam mencegah anemia saat kehamilan, perdarahan, pencegahan
infeksi, dan pencegahan komplikasi kehamilan seperti kelainan bawaan
dan lain-lain (Oktalia & Herizasyam, 2015).
Menganjurkan ibu mengonsumsi sari kurma dengan dosis 1.6 mg/
kg BB atau 3 x 2 sendok makan/ hari. Pemberian sari kurma terbukti
efektif untuk meningkatkan kadar hemoglobin darah. Hal ini sesuai
dengan penelitian (Zen Ady, 2018) dengan judul “Pengaruh pemberian
sari kurma (phoenix dachylifera) terhadap kadar hemoglobin” bahwa
ada hubungan pemberian sari kurma dengan peningkatan Hb. Pemberian
sari kurma berepengaruh terhadap kadar hemoglobin pada tikus anemia.
Hasil inimenunjukkan bahwa sari kurma yang kaya akan zatbesi dapat
meningkatkan kadar hemoglobin. Guytondan Hall (1997) melaporkan
bahwa sintesis hemoglobin dimulai di dalam proeritroblas dan
dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit. Saat
retikulositmeninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalamaliran
darah, retikulosit tetap membentuk sedikithemoglobin. Kandungan zat
besi dapat mensintesispembentukan heme yang dapat memacu kadar
Hemoglobin.
Kandungan protein, karbohidrat dan lemak padasari kurma
mendukung proses sintesis hemoglobin(Sotolu et al., 2011). Karbohidrat
dan lemak membentuksuksinil CoA yang selanjutnya bersama glisin
akanmembentuk protoporfirin melalui serangkaian prosesporfirinogen.
14
Protoporfirin yang terbentuk selanjutnyabersama molekul heme dan
protein globin membentukhemoglobin (Zen, Ady. 2018).
Karbohidrat +
lemak Porfirinogen
Suksinil CoA + glisin
Hemoglobin ↑
15
ibu agar melakukan kunjungan Antenatal Care secara teratur, ketiga
disebabkan karena rendahnya pendidikan responden, hasil wawancara bebas
sebagian besar ibu memiliki latar belakang pendidikan SMP, keempat
disebabkan kerena ibu lebih banyak bekerja diluar rumah, dan kelima
disebabkan karena ada kaitan ibu sulit mengatur waktu karena habis untuk
memberi perhatian dan mengurus anak-anaknya dirumah.
Dalam melaksanakan pelayanan antenatal care (ANC), menurut
(Kemenkes RI, 2012) asuhan standar minimal “10 T” yang meliputi :
a. Timbang berat badan dan Tinggi badan
Penambahan berat badan normal pada ibu hamil adalah 11,5-16 kg
dan apabila kurang dari 9 kilogram selama kehamilan menunjukkan
adanya gangguan pertumbuhan janin.
b. Periksa Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal
dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90
mmHg) pada kehamilan dan preekalmpsia (disertai gejala seperti protein
urine prositif, oedema, dan diperkuat dengan pemeriksaan penunjang
laboratorium) (POGI, 2016).
c. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA)
Pengukuran LILA dilakukan pada saat kunjungan ANC pertama
dengan standar minimal ukuran LiLA bagi wanita dewasa yaitu minimal
23,5 cm.
d. Pengukuran Tinggi fundus uteri
Pengukuran TFU pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan
untuk mendeteksi pertumbuhan janin.Jika TFU tidak sesuai dengan
umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pada pertumbuhan janin.
e. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Dalam menentukan presentasi janin dilakukan dengan caraLeopold
yang terdiri dari 4 leopold. Penilaian DJJ dilakukan pada akhir trimester
I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal.DJJ lambat kurang dari
120x/menit atau DJJ cepat lebih dari 160x/menit menunjukkan adanya
gawat janin.
f. Skrining imunisasi tetanus dan beri imunisasi Tetanus Toxoid
g. Beri Tablet Fe minimal 90 tablet selama kemamilan
h. Temu wicara
16
KIE efektif dilakukan pada setiap kunjungan antenatal meliputi
kesehatan ibu, perilaku hidup bersih dan sehat, peran suami dalam
kehamilan, tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas, asupan gizi
seimbang, penyakit menular dan tidak menular, inisiasi menyusu dini
dan pemberian ASI eksklusif, KB paska persalinan, imunisasi.
i. Pelayanan tes laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pertama adalah pemeriksaan golongan
darah. Pemeriksaan laboratorium rutin yaitu pemeriksaan
kadarhemoglobin darah (Hb). Pemeriksaan laboratorium khusus
dilakukan bila ibu hamil memiliki indikasi tanda bahaya kehamilan.
Pemeriksaan laboratorium khusus meliputi: golongan darah, protein
urin, kadar gula darah, darah malaria, tes sifilis, HIV (Human Immuno
Deficiency Virus), Bakteri Tahan Asam (BTA).
j. Tatalaksana kasus
Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal dan hasil pemeriksaan
laboratorium, setiap kelainan yang ditemukan harus ditangani sesuai
dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus yang tidak
dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan.
1) Melaksanakan ANC terpadu dan terintegrasi dengan prinsip 10 “T”
2) Melakukan kolaborasi dengan teknik laboratorium medis untuk
pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin,
golongan darah, urine protein, urine reduksi, triple elimination
(HIV, HbsAg, Sipilis).
3) Melakukan kolaborasi dengan ahli gizi sesuai kasus yaitu penentuan
status gizi dan konseling.
4) Melakukan kolaborasi dengan dokter umum untuk menentukan
status kesehatan dan hasil pemeriksaan fisik umum pasien hamil.
5) Melaksanakan kolaborasi dengan poli gigi sesuai Permenkes No. 89
tahun 2015 tentang upaya kesehatan gigi dan mulut. Selama
kehamilan terdapat perubahan fisiologis pada rongga mulutnya
yang disebabkan perubahan hormonal atau karena kelalaian
perawatan gigi dan mulut.
2. Manajemen Kebidanan
Kebidanan adalah bagian ilmu kedokteran yang khusus mempelajari
segala soal yang bersangkutan dengan lahirnya bayi. Dengan demikian yang
17
dimaksud objek ilmu ini adalah kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru
lahir (Prawirohardjo, S, 2010).
Asuhan kebidanan adalah pelaksanaan fungsi bidan dalam kegiatan
yang menjadi tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan kebidanan
kepada klien yang mempunyai kebutuhan atau masalah dalam bidang
kesehatan ibu masa hamil, persalinan, bayi baru lahir, nifas serta keluarga
berencana (Estiwidanti, D, 2010; h.12).
Manajemen kebidanan adalah suatu metode proses berfikir logis
sistematis. Oleh karena itu manajemen kebidanan merupakan alur fikir bagi
seorang bidan dalam memberikan arah/kerangka dalam menangani kasus
yang menjadi tanggung jawabnya (Estiwidani, D, 2010; h. 124). Proses
manajemen kebidanan menurut Varney terdiri dari beberapa langkah yaitu :
a. Langkah I (Pengumpulan Data Dasar), pada langkah pertama dilakukan
pengkajian melalui pengumpulan semua data dasar yaitu riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan, peninjauan catatan
terbaru atau catatan sebelumnya dan data laboratorium.
b. Langkah II (Interpretasi Data Dasar), pada langkah ini dilakukan
identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan
klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data yang telah
dikumpulkan.
c. Langkah III (Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial), pada
langkah ini dilakukan identifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi.
d. Langkah IV (Identifikasi Perlunya Penanganan Segera), bidan atau
dokter mengidentifikasi perlunya tindakan segera dan konsultasi atau
penanganan bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai
dengan kondisi klien.
e. Langkah V (Perencanaan Asuhan Menyeluruh), pada langkah ini,
direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan oleh langkah
sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi.
f. Langkah VI (Pelaksanaan Rencana), perencanaan ini dapat dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan, dan sebagian
lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Dalam situasi ketika
bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang
18
mengalami komplikasi, keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan
bagi klien adalah bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana
asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
g. Langkah VII (Evaluasi), dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang
diidentifikasi dalam masalah dan diagnosis. Rencana dapat dianggap
efektif jika pelaksanaannya efektif (Saminem, 2010).
C. Teori Sistem Rujukan
1. Kolaborasi
a. Pengertian
Kolaborasi adalah hubungan saling berbagi tanggung jawab
(kerjasama) dengan rekan sejawat atau tenaga kesehatan lainnya dalam
memberi asuhan pada pasien dalam praktiknya,kolaborasi dilakukan
dengan mendiskusikan diagnosis pasien serta bekerjasama dalam
penatalaksanaaan dan pemberian asuhan tenaga kesehatan dapat saling
berkonsultasi dengan tatap muka langsung atau melalui alat
komunikasi lainnya dan tidak perlu hadir ketika tindakan
dilakukan.Petugas kesehatan yang ditugaskan menangani pasien
bertanggung jawab terhadap keseluruhan penatalaksanaan asuhan.
Pelayanan kebidanan kolaborasi adalah pelayanan yang dilakukan
bidan sebagai anggota tim yang dilakukan secara bersamaan atau
sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan
kesehatan.Tujuan pelayanan adalah berbagi otoritas dalam pemberian
pelayanan berkualitas sesuai ruang lingkup (Uswatun, 2015).
b. Kolaborasi dalam Pelayanan Kebidanan
Dalam praktik playanan kebidanan, layanan kolaborasi adalah
asuhan kebidanan yang di berikan kepada klien dengan tanggung
jawab bersama semua pemberi pelayanan yang terlibat. Misalnya:
bidan, dokter, atau tenaga kesehatan profesional lainya.
Bidan merupakan anggota tim. Bidan menyakini bahwa dalam
memberi asuhan harus tetap menjaga, mendukung, dan menghargai
proses fisiologis manusia. Rujukan yang efektif di lakukan untuk
menjamin kesejahteraan ibu dan bayinya .bidan adalah praktisi yang
mandiri. Bidan juga bekerjasama dalam mengembangkan kemitraan
dengan anggota kesehatan lainya. Dalam melaksanakan tugasnya,
19
bidan melakukan kolaborasi,konsultasi, dan perujukan sesuai dengan
kondisi pasien, kewenangan dan kemampuanya.
c. Pelayanan Kolaborasi Bidan Menurut (Wahyuni, 2018)
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.
2) Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan
pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi.
3) Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
4) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan
risiko tinggi serta keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan
klien dan keluarga.
5) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan
risiko tinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama
klien dan keluarga.
6) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko
tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan
yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga.
2. Rujukan
a. Pengertian
Rujukan adalah suatu kondisi yang optimal dan tepat waktu ke
fasilitas rujukan atau fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap yang
diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir
(JNPK-KR, 2012).
Sistem rujukan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal balik atas masalah yang timbul, baik secara vertikal
maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih berkompeten,
terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi
(Syafrudin, 2010).
20
b. Tujuan Rujukan
Tujuan rujukan, yaitu (Syafrudin,2010) :
1) Setiap penderita mendapat perawatan dan pertolongan yang
sebaik-baiknya.
2) Menjalin kerjasama dengan cara pengiriman penderita atau bahan
laboratorium dari unit yang kurang lengkap ke unit yang lengkap
fasilitasnya.
3) Menjalin pelimpahan pengetahuan dan keterampilan (Transfer
knowledge and skill) melalui pendidikan dan latihan antara pusat
pendidikan dan daerah.
c. Jenis Rujukan
Sistem Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam,
yaitu:
1) Rujukan Kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan derajat kesehatan.Rujukan kesehatan
pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat
(public health service).Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga
macam yakni rujukan teknologi, sarana, dan operasional.Rujukan
kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan
atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap.Rujukan
uang menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya pencegahan
penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan
(promotif).Rujukan mencakup rujukan teknologi, sarana dan
opersional.
2) Rujukan Medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan
penyakit serta pemulihan kesehatan.Rujukan medik pada dasarnya
berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical service). Rujukan
kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni
rujukan penderita, pengetahuan dan bahan bahan pemeriksaan.
Menurut Syafrudin (2010), Rujukan medik yaitu pelimpahan
tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul
baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih
21
berwenang dan mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan
medik :
a) Transfer of patient
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan,
tindakan operatif dan lain-lain.
b) Transfer of specimen
Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium
yang lebih lengkap.
c) Transfer of knowledge / personal.
Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk
meningkatkan mutu layanan setempat.
d. Manfaat rujukan
Berdasarkan penelitian Lestari (2013), Menurut Azwar (1996),
beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk
pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut:
1) Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan
kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain
membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan
berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan;
memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan
kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; dan
memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek
perencanaan.
2) Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa
pelayanan (health consumer), manfaat yang akan diperoleh antara
lain meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari
pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang dan mempermudah
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena diketahui
dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.
3) Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara
pelayanan kesehatan.
Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai
penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang
22
diperoleh antara lain memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan
dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja,
ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan dan
keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin; memudahkan
dan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan
mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.
23
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hani, Ummi, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta:
Salemeba Medika.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI Situasi dan Analisis Gizi. Jakarta
Purbadewi. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Anemia Pada Ibu hamil
dengan Kepatuhan dalam mengkonsumsi Tablet Besi (Fe) di Puskesmas
Keling II Kabupaten Jepara. Diakses dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26380/1/Maulida
%20Nur%20Soraya-fkik.pdf. Diakses 16 Januari 2020
Proverawati & Asfuah. 2010. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Sari, Endang. 2019. Pengaruh Pemberian Fero Sulfa, Fero Sulfat Plus Vitamin C dan
Besi Fero Terhadap Kadar Glukosa Dan Hemoglobin Darah pada Ibu Hamil.
Tesis Kedokteran. Sumatera Barat: Universitas Andalas.
Siska, Suci. 2019. Gambaran Kadar Hemoglobin Sebelum Dan Sesudah Transfusi
Darah Pada Pasien Anemia di RSUD Dr. M. Zein. Painan. KTI. Sumatera:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis, Padang.
24
Sunarsih, dkk. 2019. Perbedaan Pemberian Tablet Fe dengan Jus Jeruk Dan Tablet
Fe dengan Vitamin C Terhadap Kenaikan Kadar Hemoglobin pada Ibu
Hamil. Jurnal Kebidanan Vol. 05. Lampung: Universitas Malahayati.
Tarwoto & Wasnidar. 2013. Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil, Konsep dan
penatalaksanaan. Jakarta: Trans Info Media.
Varney, H., Kriebs, JM.,Gegor, CL. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1.
Penerjemah Ana Lusiyana. Jakarta: EGC.
25