Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa kehamilan merupakan masa dimana tubuh sangat membutuhkan
asupan makan yang maksimal baik untuk jasmani maupun rohani (selalu
rileks dan tidak stress). Di masa-masa ini pula, wanita hamil sangat rentan
terhadap menurunnya kemampuan tubuh untuk bekerja secara maksimal.
Wanita hamil biasanya sering mengeluh sering letih, kepala pusing, sesak
nafas, wajah pucat dan berbagai macam keluhan lainnya. Semua keluhan
tersebut merupakan indikasi bahwa wanita hamil tersebut sedang
menderita anemia pada masa kehamilan.
Penyakit ini terjadi akibat rendahnya kandungan hemoglobin dalam
tubuh semasa mengandung. Anemia ini secara sederhana dapat kita
artikan dengan kurangnya sel-sel darah merah di dalam darah daripada
biasanya.
Anemia pada kehamilan di Indonesia masih tinggi, dengan angka
nasional 65% yang setiap daerah mempunyai variasi berbeda. Anemia
gangguan medis yang paling umum ditemui pada masa hamil,
mempengaruhi sekurang kurangnya 20% wanita hamil. Wanita ini
memiliki insiden komplikasi puerperal yang lebih tinggi, seperti infeksi,
daripada wanita hamil dengan nilai hematologi normal.
Anemia menyebabkan penurunan kapasitas darah untuk membawa
oksigen. Jantung berupaya mengonpensasi kondisi ini dengan
meningkatkan curah jantung. Upaya ini meningkatkan kebebasan kerja
jantung dan menekan fungsi ventricular. Dengan demikian, anemia yang
menyertai komplikasi lain (misalnya, preeklampsia) dapat mengakibatkan
jantung kongestif.
Apabila seorang wanita mengalami anemia selama hamil, kehilangan
darah pada saat ia melahirkan, bahkan kalaupun minimal, tidak
ditoleransi dengan baik. Ia berisiko membutuhkan transfusi darah. Sekitar
80% kasus anemia pada masa hamil merupakan anemia tipe defisiensi

ANEMIA PADA KEHAMILAN


besi (Arias, 1993). Dua puluh persen (20%) sisanya mencakup kasus
anemia herediter dan berbagai variasi anemia didapat, termasuk anemia
defisiensi asam folat, anemia sel sabit dan talasemia.

B. RUMUSAN MASALAH
a. pengertian anemia ?
b. penyebab terjadinya anemia pada ibu hamil ?
c. faktor resiko anemia pada ibu hamil ?
d. bagaimana cara penaganannya ?

C. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana cara mengatasi ibu hamil dengan kasus
anemia selama kehamilan sehingga dapat menekan terjadinya komplikasi
lebih lanjut
b. Tujuan Khusus
Mengetahui apa itu anemia dalam kehamilan
Mengetahui tanda dan gejala anemia dalam kehamilan
Mengetahui epidemiologi anemia dalam kehamilan
Mengetahui etiologi anemia dalam kehamilan
Mengetahui patofisiologi anemia dalam kehamilan
Mengetahui klasifikasi anemi dalam kehamilan
Mengetahui penatalaksanaan anemia dalam kehamilan
C. MANFAAT
Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan mahasiswa, sehingga dapat mengaplikasikannya dalam
memberikan asuhan kebidanan.
Bagi Petugas Kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petugas
kesehatan khususnya bidan dalam memberikan asuhan kebidanan.

ANEMIA PADA KEHAMILAN


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN


Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00
gr% Pada trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II.
Karena ada perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil karena
hemodilusi terutama terjadi pada trimester II(Sarwono P, 2002).
Anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah
merahnya kurang dari 10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat. Jika
hemoglobin < 6,00 gr% disebut anemia gravis. Jumlah hemoglobin wanita
hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan hematokrit adalah 35,00-45,00%
(Mellyna, 2005).
Anemia hamil disebut potential danger to matter and child
(potensial membahayangkan ibu dan anak) , karena itulah anemia
memerlukan perhatian khusus dari semua pihak yang terkait dalam
pelayanan kesehatan pada lini terdepan.
Baik di negara maju maupun di negara berkembang, seseorang
disebut menderita anemia bila kadar Hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr
%, disebut anemia berat atau bila kurang dari 6 gr %, disebut anemia
gravis.
Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12 15 gr %
dan hematokrit 35-54 %, angka angka tersebut juga berlaku untuk
wanita hamil, terutama wanita yang mendapat pengawasan selama hamil.
Oleh karena itu, pemeriksaan hematokrit dan hemogloblin harus menjadi
pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal. Sebaiknya
pemerintahan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada
pemeriksaan pertama atau pada triwulan pertama dan sekali lagi pada
triwulan akhir.
B. EPIDEMIOLOGI ANEMIA

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil
sempat mengalami penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin,
2007). Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan
penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum
kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data
bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007)
menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe
kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14%
(Depkes, 2008).
Frekuensi timbulnya anemia dalam kehamilan tergantung pada
suplementasi besi. Taylor dkk melaporkan rata-rata kadar hemoglobin
sebesar 12,7 g/dl pada wanita yang mengkonsumsi suplemen besi
sementara rata-rata hemoglobin sebesar 11,2 g/dl pada wanita yang tidak
mengkonsumsi suplemen.
Karakter Trias Epidemiologi
1) Host
Faktor host (pejamu) dalam kasus anemia pada ibu hamil adalah ibu
hamil yang terdiri dari:
a. Umur
Semakin muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk
terjadinya anemia. Hal ini didukung oleh penelitian Adebisi dan
Strayhorn (2005) di USA bahwa ibu remaja memiliki prevalensi
anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu berusia 20 sampai 35
tahun. Hal ini dapat dikarenakan pada remaja, Fe dibutuhkan lebih
banyak karena pada masa tersebut remaja membutuhkannya untuk
pertumbuhan, ditambah lagi jika hamil maka kebutuhan akan Fe lebih
besar seperti yang sudah dijelaskan pada riwayat alamiah. Selain itu,
faktor usia yang lebih muda dihubungkan dengan pekerjaan, status
sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang.
b. Kelompok etnik
Berdasarkan penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA
bahwa ras kulit hitam memiliki risiko anemia pada kehamilan 2 kali

ANEMIA PADA KEHAMILAN


lipat dibanding dengan kulit putih. Hal ini juga dihubungkan dengan
status sosial ekonomi
c. Keadaan Fisiologis
Keadaan fisiologis ibu hamil, peningkatan Hb tidak sebanding
dengan penambahan volume plasma yang lebih besar, selain itu
didukung dengan kebutuhan intake Fe yang lebih banyak untuk
eritropoesis.
d. Keadaan imunologis
Keadaan imunologis dari ibu hamil yang dapat menyebabkan
anemia dihubungkan dengan proses hemolitik sel darah merah yang
nantinya disebut anemia hemolitik. Hal ini juga berhubungan dengan
ada maupun tidak adanya penyakit yang mendasari seperti
SLE(Systemic Lupus Erythematosus) yang dapat menyebabkan
hancurnya sel darah merah.
e. Kebiasaan
Kebiasaan ini meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah
intake nutrisinya adekuat atau tidak atau mengandung Fe, asam
folat, vitamin B12 ataukah tidak. Selain itu, kebiasaan ibu hamil
dalam memeriksakan kehamilannya di tempat pelayanan kesehatan
juga mempengaruhi besar kecilnya kejadian anemia pada ibu hamil.
Menurut penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu
hamil yang merokok dan minum alkohol juga mempengaruhi
terjadinya anemia.
f. Sosial ekonomis
Faktor sosial ekonomi diantaranya adalah kondisi ekonomi,
pekerjaan dan pendidikan. Ibu hamil dengan keluarga yang memiliki
pendapatan yang rendah akan mempengaruhi kemampuan untuk
menyediakan makanan yang adekuat dan pelayanan kesehatan
untuk mencegah dan mengatasi kejadian anemia. Ibu hamil yang
memiliki pendidikan yang kurang juga akan mempengaruhi
kemampuan ibu dalam mendapatkan informasi mengenai anemia
pada kehamilan.

ANEMIA PADA KEHAMILAN


g. Faktor kandungan dan kondisi/ riwayat kesehatan
Faktor kandungan diantaranya paritas, riwayat prematur
sebelumnya, dan usia kandungan. Ibu dengan riwayat prematur
sebelumnya lebih berisiko dibanding dengan ibu yang tidak memiliki
riwayat tersebut. Ibu dengan primipara berisiko lebih rendah untuk
terjadi anemia daripada ibu dengan multipara (Omoniyi, Stayhorn,
2005). Kondisi atau riwayat kesehatan diantaranya adalah apakah ibu
hamil menderita penyakit diabetes, ginjal, hipertensi, dan penyakit
kronis lainnya. Ibu hamil mempunyai riwayat penyakit kronis
tersebut, semakin berisiko terjadinya anemia pada ibu hamil
(Omoniyi, Stayhorn, 2005).
2) Agen
Agens atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya
yaitu:
a. Unsur gizi
Terjadinya anemia pada ibu hamil juga dapat disebabkan
karena defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B dalam makanan.
Defisiensi ini dapat terjadi karena kebutuhan Fe yang meningkat,
kurangnya cadangan dan berkurangnya Fe dalam tubuh ibu hamil.
b. Kimia dari dalam dan luar
Anemia pada ibu hamil juga dapat terjadi karena berhubungan
dengan kimia dan obat. Anemia tersebut dinamakan anemia aplastik.
Kehamilan mengakibatkan peningkatan sintesa laktogen plasenta, eritropoetin
dan estrogen. Laktogen plasenta dan eritropoetin menstimulasi hematopoesis dimana
estrogen menekan sumsum tulang. Ketidakseimbangan tersebut menyebabkan
hipoplasia (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007).
c. Faktor faali/ fisiologis
Faktor fisiologis ini meliputi peningkatan eritrosit dan Hb tidak
sebanyak dengan peningkatan volume plasma pada kehamilan
sehingga terjadi hipervolemi. Hal tersebut berisiko terjadinya anemia
pada kehamilan.
3) Lingkungan

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Dari ketiga faktor lingkungan (fisik, biologis dan sosial ekonomi)
yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu
faktor sosial ekonomi. Kondisi sosial berupa dukungan dari keluarga
dan komunitas akan mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil.
Jika keluarga mendukung terhadap intake nutrisi yang adekuat pada
ibu hamil dan memotivasi dalam memeriksakan kehamilannya secara
rutin, maka kemungkinan kecil terjadi anemia.
Jika lingkungan komunitas menyediakan sarana pelayanan kesehatan,
tenaga kesehatan dan kader maka pelayanan kesehatan akan
meningkat sehingga kejadian anemia kemungkinan kecil terjadi. Selain
itu, pendidikan ibu hamil yang semakin tinggi akan mempengaruhi
kemampuan dalam mendapatkan informasi. Kondisi ekonomi akan
mempengaruhi kemampuan ibu hamil dan keluarga dalam
menyediakan nutrisi yang adekuat dan memberikan pelayanan
kesehatan yang sesuai.

C. PATOGENESA ANEMIA PADA KEHAMILAN


Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran tentang
perjalanan perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak
terjadinya paparan dengan agen penyebab sampai terjadinya
kesembuhan atau kematian tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi
preventif maupun terapeutik (CDC, 2010 dikutip Murti, 2010). Hal ini
diawali dengan terjadinya interaksi antara host, agent, dan
lingkungan. Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host
yang rentan (fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit
(agens) pada anemia ibu hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi
dan faktor fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu (host). Dari
faktor faal atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya
peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar
18% dan hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut terjadi
mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat
bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah

ANEMIA PADA KEHAMILAN


(hipervolemia) sehingga terjadi pengenceran darah. Hemoglobin
menurun pada pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada
akhir kehamilan.
Namun, pada trimester 3 zat besi dibutuhkan janin untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin serta persediaan setelah lahir.
Hal inilah yang menyebabkan ibu hamil lebih mudah terpapar oleh
agen sehingga berisiko terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi
ibu hamil dihubungkan dengan kebutuhan akan zat besi (Fe), asam
folat, dan vitamin B12. Keluhan mual muntah pada ibu hamil trimester
1 dapat mengurangi ketersediaan zat besi pada tubuh ibu hamil. Dan
kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester 3 untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat besi pada ibu hamil
semakin besar. Padahal, zat besi dibutuhkan untuk meningkatkan
sintesis hemoglobin.
Jika fase suseptibel di atas tidak tertangani, maka akan terjadi proses
induksi menuju fase subklinis (masa laten) dan kemudian fase klinis
dimana mulai muncul tanda dan gejala anemia seperti cepat lelah,
sering pusing, malaise, anoreksia, nausea dan vomiting yang lebih
hebat, kelemahan, palpitasi, pucat pada kulit dan mukosa, takikardi
dan bahkan hipotensi. Selama tahap klinis, manifestasi klinis akan
menjadi hasil akhir apakah mengalami kesembuhan, kecacatan, atau
kematian (Rohtman, 2002 dalam Murti,2010). Misalnya jika terjadi
pada trimester I akan mengakibatkan abortus dan kelainan kongenital,
pada trimester II dapat mengakibatkan persalinan prematur,
perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia, BBLR,
mudah terkena infeksi dan bahkan kematian. Sedangkan pada
trimester III akan menimbulkan gangguan his, janin lahir dengan
anemia, persalinan tidak spontan .

Periode Prepathogenesis dan Pathogenesis

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit.
Sehingga, tahap ini terdiri dari fase suseptibel dan subklinis
(asimtomatis). Pada tahap ini, secara patofisiologis anemia terjadi
pada kehamilan karena terjadi perubahan hematologi atau sirkulasi
yang meningkat terhadap plasenta. Hal ini berhubungan dengan
meningkatnya volume plasma tetapi tidak sebanding dengan
penambahan sel darah dan hemoglobin. Selain itu, dapat disebabkan
kebutuhan zat besi yang meningkat serta kurangnya cadangan zat
besi dan intake zat besi dalam makanan. Zat besi diperlukan untuk
eritropoesis (Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al, 2007).
Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake
zat besi yang menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi pada
hepatosit dan makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang.
Setelah cadangan habis, akan terjadi penurunan kadar Fe dalam
plasma padahal suplai Fe pada sumsum tulang untuk pembentukan
hemoglobin menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan
eritrosit tetapi mikrositik sehingga terjadi penurunan kadar
hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007). Anemia
pada kehamilan tersebut dinamakan anemia defisiensi besi. Klasifikasi
anemia dalam kehamilan lainnya diantaranya adalah anemia
megaloblastik, anemia hipoplastik dan anemia hemolitik.
Anemia megaloblastik termasuk dalam anemia makrositik dimana
anemia terjadi karena kekurangan asam folat dan atau vitamin B12.
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena
penghancuran eritrosit yang lebih cepat dari pembuatannya akibat
kehilangan darah akut/ kronis (Basu, 2010).
Jika sebab-sebab di atas terjadi pada ibu hamil secara beriringan
maka akan menimbulkan manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda
dan gejala tersebut muncul, tahap inilah yang disebut dengan tahap
awal pathogenesis. Tahap ini berakhir sampai fase kesembuhan,
kecacatan atau kematian.

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Kemudian tahap patogenesis berakhir pada kesembuhan, kecacatan
dan bahkan kematian. Jika timbul kesakitan atau kecacatan dapat
berdampak pada kehamilannya, janinnya, persalinannya dan bayi
nantinya.
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh
karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta
dari pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65%
dimulai pada trimester ke II kehamilan,dan maksimum terjadi pada
bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit
menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus.
Stimulasi yang m e n i n g k a t k a n volume plasma seperti laktogen
plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.

D. PENCEGAHAN DAN PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN


Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan
b e rg i z i s e i m b a n g dengan asupan zat besi yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapatdiperoleh dengan cara
mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat b e s i
juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap
seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta
kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat
pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada
sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat
dengan zat besi. U p a y a p e n c e g a h a n d a p a t d i l a ku k a n d e n g a n
pemberian suplemen Fe d o s i s re n d a h 30 mg pada
trimester ke t i g a ibu hamil non anemik (Hb
l e b i h / = 1 1 g / d l ) , sedangkan untuk ibu hamil dengan anemia
defi siensi besi dapat diberikan suplemenFe sulfat 325 mg 60-
65 mg, 1-2 kali sehari. Untuk yang disebabkan oleh
defi siensiasam folat dapat diberikan asam folat 1 mg/hari atau
untuk dosis pencegahan dapatdiberikan 0,4 mg/hari. Dan bisa juga
diberi vitamin B12 100-200 mcg/hari

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Peran bidan dapat masuk dalam tahap pencegahan. Dimana
tahap pencegahan tediri dari tiga(3) yaitu :
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan pada fase prepathogenesis yaitu pada
tahap suseptibel dan induksi penyakit sebelum dimulainya perubahan
patologis. Tujuan pencegahan ini untuk mencegah atau menunda
terjadinya kasus baru penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau
mencegah berkembangnya faktor risiko (AHA Task Force, 1998 dalam
Murti 2010).
Pada pencegahan dalam anemia ibu hamil ini, bidan komunitas
dapat berperan sebagai edukator seperti memberikan nutrition
education berupa asupan bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi
tablet besi atau tablet tambah darah selama 90 hari. Edukasi tidak
hanya diberikan pada saat ibu hamil, tetapi ketika belum hamil.
Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum peristiwa melahirkan
(Junadi, 2007). Selain itu, bidan juga dapat berperan sebagai konselor
atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil mengenai cara
mencegah anemia pada kehamilan.
Selain itu, sebagai fasilitator bidan dapat mengaktifkan kader dan
posyandu balita atau pembentukan posyandu (jika belum ada) sebagai
tenaga, sarana dan tempat dalam mempromosikan kesehatan. Bidan
juga dapat menjadi motivator bagi ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilannya secara rutin di tempat pelayanan kesehatan terdekat
dan memotivasi keluarga ibu hamil untuk selalu mendukung perawatan
yang dilakukan pada ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada
tahap pathogenesis yaitu mulai pada fase asimtomatis sampai fase
klinis atau timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Pada
pencegahan sekunder, yang dapat dilakukan oleh bidan komunitas
diantaranya adalah sebagai care giver diantaranya melakukan

ANEMIA PADA KEHAMILAN


skirinning (early detection) seperti pemeriksaan hemoglobin (Hb)
untuk mendeteksi apakah ibu hamil anemia atau tidak, jika anemia,
apakah ibu hamil masuk dalam anemia ringan, sedang, atau berat.
Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap tanda dan gejala yang
mendukung seperti tekanan darah, nadi dan melakukan anamnesa
berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, bidan dapat memberikan
tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut.
Dalam hal ini, bidan dapat berperan juga sebagai penemu kasus,
peneliti, konselor, edukator, motivator, fasilitator dan kolaborator.
Sebagai penemu kasus dan peneliti, bidan dapat menggambarkan dan
melaporkan kejadian anemia pada ibu hamil di suatu daerah, sehingga
datanya bermanfaat untuk dinas terkait dalam rangka penanganan
terhadap kejadian anemia tersebut. Jika ibu hamil terkena anemia,
maka bidan sebagai care giver dan kolaborator dapat memberikan
terapi oral berupa Fe dan memberikan rujukan kepada ibu hamil ke
rumah sakit untuk diberikan transfusi (jika anemia berat).
Bidan dapat memberikan pengarahan dan motivasi kepada ibu hamil
dan keluarganya supaya tidak berlanjut pada komplikasi yang tidak
diinginkan pada ibu dan janin. Bidan juga dapat memotivasi kader
untuk dapat membantu mendeteksi adanya anemia pada ibu hamil di
wilayahnya.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah perkembangan
penyakit ke arah yang lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup
klien seperti untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan
jaringan, keparahan dan komplikasi penyakit, mencegah serangan
ulang dan memperpanjang hidup.
Contoh pencegahan tersier pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu
mempertahankan kadar hemoglobin tetap dalam batas normal,
memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin, mengeliminasi

ANEMIA PADA KEHAMILAN


faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat pada ibu hamil,
tetap mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap
mengkonsumsi makanan yang adekuat setelah persalinan. Dalam hal
ini, bidan dapat berperan sebagai care giver, edukator, konselor,
motivator, kolaborator, dan fasilitator.

E. GEJALA ANEMIA DALAM KEHAMILAN


Ibu mengeluh cepat lelah, Sering pusing, Mata berkunang-
kunang,
Nafsu makan turun (anoreksia), mual, muntah
Konsentrasi hilang,
Nafas pendek (pada anemia parah)
Keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
Keletihan, malaise, atau mudah megantuk
Pusing atau kelemahan
Sakit kepala
Lesi pada mulut dan lidah
Kulit pucat
Mukosa membrane atau kunjung tiva pucat
Dasar kuku pucat
Takikardi
perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem
neurumuskular
disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.

F. ETIOLOGI ANEMIA DALAM KEHAMILAN


Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut :
Kurang gizi (malnutrisi) seperti zat besi, asam folat, dan B12
Kemampuan perombakan sel darah merah yang terlalu cepat
Malabsorpsi

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid
dan lain-lain
Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus,
malaria,

G. DIAGNOSA ANEMIA KEHAMILAN


Penegakan DX pada kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa,
pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing
pusing, mata berkunang kunang, dan muntah lebih sering dan hebat
pada kehamilan muda.
Pada pemeriksaan umum didapatkan tekanan daran ibu rendah jumlah
plasma darah lebih banyak dari eritrosit sehingga darah ibu lebih
encer. Nadi ibu cepat karena kerja jantung lebih meningkat untuk
membawa makanan dan oksigen keseluruh tubuh serta transportasi ke
dalam rahim
Pada pemeriksaan inspeksi, diperoleh data kalau konjungtiva ibu
pucat, telapak tangan pucat, bagian pinggir bibir pucat, karena darah
ibu tidak mencukupi sampai kebagia-bagian ujung tubuh ibu. Ibu juga
terlihat lemah, letih, lesu, karena kurangnya nutrisi untuk beraktivitas.
Sedangkan pemeriksaan HB dan pengawasan HB dapat dilakukan
secara sederhana dengan menggunakan alat Hb sahli. Hasil
pemeriksaan HB dengan dengan sahli dapat digolongkan sebagai
berikut :
HB 11 gr % Tidak anemia
9 10 gr % Anemia ringan
7 8 gr % Anemia sedang
< 7 gr % Anemia berat

H. JENIS-JENIS ANEMIA

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Banyak faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan darah
adalah sebagai berikut :
a. komponen (bahan) yang berasal dari makanan
Protein, glukosa, lemak
Vitamin B12, asam falat, Vit C
Elemen dasar : Fe, Ion Cu, Zink
b. Sum-sum tulang
c. Kemampuan reabsorpsi usus terhadap bahan yang diperlukan
d. Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel sel
darah merah yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku
untuk membentuk sel darah yang baru.
e. Terjadinya perdarahan yang kronik (menahun)
Menstruasi
Penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti
mioma uteri,
Polip Serviks, penyakit darah.
Berdasarkan atas faktor faktor diatas maka anemia dapat
digolongkan menjadi:
1. Anemia Zat Besi (kejadian 62,30%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat
kekurangan zat besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang
masuknya unsur zat besi dalam makanan, gangguan reabsorbsi, dan
penggunaan terlalu banyaknya zat besi.
Morfologi terdiri dari SDM hipokrom mikrositik. Zat besi serum
menurun dan kapasitas pengikat zat besi meningkat. Merupakan
anemia yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Hal ini
disebabkan oleh kurang masuknya unsur besi dalam makanan, karena
gangguan resorpsi, ganguan penggunaan atau karena
terlampaui b a n y a k n y a b e s i k e l u a r d a r i b a d a n , m i s a l n y a
pada perdarahan. Ke p e r l u a n b e s i bertambah dalam
kehamilan terutama pada trimester terakhir. Keperluan zat besi untuk
wanita hamil 17 mg

ANEMIA PADA KEHAMILAN


2. Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%)
Anemia megaloblastik adalah penyakit yang ditandai dengan
penurunan jumlah SDM (sel darah merah) dan hipokrom makrositik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena
defisiensi asam folat. Umumnya terkait dengan anemia defisiensi
zat besi. Jarang dijumpai kasus anemia megaloblastik saja

3. Anemia Hipoplastik (kejadian 80,00%)


Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang
kurang mampu membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya
belum diketahui dengan pasti kecuali sepsis, sinar rontgen, racun
dan obat-obatan.
4. Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%)
Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria.
Suatu defek enzimatik yang terkait-kromosom X dan diturunkan,
yang ditandai dengan ketidak mampuan tubuh memproduksi enzim
G6PD, yaitu enzim yang berfungsi sebagai katalis penggunaan
glukosa secara aerob oleh SDM. Anemia ini dapat ditemukan pada
keturunan Afrika-Amerika, Asia, dan Mediterania. Kejadiannya Dua
persen dari semua wanita keturunan Afrika-Amerika menderita
penyakit ini.
penyebabnya Infeksi dan beberapa obat oksidik pada kondisi
defisiensi G6PD akan memicu hemolisis SDM yang megakibatkan
anemia hemolitik ringan sampai berat.
5. Anemia Pernisiosa
Anemia pernisiosa disebabkan kekurangan faktor intrinsik pada
asam lambung, yang diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dari
makanan . karena B12 tidak dapat diabsorbsi, SDM tidak matang

ANEMIA PADA KEHAMILAN


dengan normal. Kasus ini jarang dijumpai pada individu dibawah
usia 35 tahun.
6. Anemia Sel Sabit
Pada sifat (trait) sel sabit, ada satu gen normal dan satu gen Hb-S.
gejala tidak tampak kecuali pada keadaan deprivasi oksigen berat.
Pada penyakit sel sabit, kedua gen adalah Hb-S. penyakit ini kronik
dan melemahkan. Angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini
tinggi. Kejadiannya Satu dari 12 keturunan Afrika-Amerika
membawa sifat sel sabit. Satu dari 500 keturuna Afrika-Amerika
menderita penyakit ini.

I. PENGARUH ANEMIA PADA KEHAMILAN DAN JANIN.


a. Bahaya selama kehamilan
Persalinan Prematur
Mudah terjadinya Infeksi
Ancaman Dekompensasi Cordis (jika HB < 6 gr)
Hiperemesis Gravidarum
Perdarahan Antepartum
KPD ( Ketuban Pecah Dini )
b. Bahaya saat persalinan
Gangguan his kekuatan mengejan
Pada kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar
Pada kala II berlangsung lama sehingga dapat melelahkan
dan sering memerlukan tindakan dan operasi kebidanan.
Pada kala III (Uri) dapat diikuti Retencio Placenta, PPH
karena Atonnia Uteri
Pada kala IV dapat terjadi pendarahan Post Partum Sekunder
dan Atonia Uteri
c. Bahaya pada saat Nifas
Terjadi Subinvolusi Uteri yang dapat menimbulkan perdarahan
Memudahkan infeksi Puerpurium

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Berkurangnya pengeluaran ASI
Dapat terjadi DC mendadak setelah bersalin
Memudahkan terjadi Infeksi mamae
d. Pengaruh Anemia Terhadap Janin
Meskipun janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari
Ibunya tetapi jika anemia akan mengurangi kemampuan
metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim. Pengaruh pengaruhnya
terhadap janin diantaranya :
Abortus
Kematian Interauterin
Persalinan Prematuritas tinggi
BBLR
Kelahiran dengan anemia
Terjadi cacat kongenital
Bayi mudah terjadi Infeksi sampai pada kematian
Intelegensi yang rendah
Kekurangane n e r g i d a l a m a s u p a n m a k a n a n y a n g
dikonsumsi menyebabkan t i d a k tercapainya
penambahan berat badan ideal dari ibu hamil yaitu sekitar 11 -
14kg. Kekurangan itu akan diambil dari persediaan protein yang
dipecah menjadienergi

J. KEBUTUHAN ZAT BESI PADA WANITA HAMIL


Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari pada laki laki
karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak kurang
lebih 50 cc 80 cc setiap bulan pada wanita dan kehamilan, zat besi
yang berkurang sebesar 30 40 mg. Pada saat kehamilan
memerlukan tambahan zat besi untuk menambahkan sel darah
merah dan membentuk sel darah merah pada janin dan placenta.
Semakin sering wanita hamil dan melahirkan maka akan semakin
banyak wanita itu kehilangan zat besi dan menjadi semakin anemis.

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Gambaran banyaknya kebutuhan zat besi setiap
kehamilan :
Meningkatkan sel darah Ibu 500 mg Fe
Terdapat dalam placenta 300 mg Fe
Untuk darah janin 100 mg Fe + Jumlah 900 mg Fe
Jika persediaan Fe minimal, maka disetiap kehamilan akan
menguras Fe dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan
berikutnya. Pada setiap kehamilan relatif mengalami anemia
dikarenakan darah Ibu mengalami Hemodilusi (pengenceran) dan
meningkatkan volume 38 % - 40 % yang puncaknya pada kehamilan
32 34 minggu. Jumlah pertambahan sel darah 18 % - 30 % dan HB
sekitar 19 %. Bila HB sebelum hamil sekitar 11 gr maka dengan
terjadinya Hemodilusi akan mengakibatkan anemia fisiologi, dan HB
Ibu akan turun menjadi kurang lebih 9,5 10 gr %.
Setelah persalinan dengan lahirnya Bayi dan placenta maka akan
kehilangan zat besi kurang lebih 900 mg dari perdarahan yang
dialami Ibu saat persalinan. Saat laktasi Ibu memerlukan kesehatan
jasmani yang optimal sehingga dapat menyiapkan ASI unntuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam keadaan anemia
laktasi tidak dapat terlaksana dengan baik maka dari itu sbisa
mungkin ibu tidak anemis.

K. PENGOBATAN ANEMIA
1. Anemiadefisiensi Zat Besi
Penatalaksaan :
a. Skrining rutin
Pada kunjungan awal, tanyakan tentang riwayat anemia atau
masalah pembekuan darah sebelumnya.
Minta hitung darah lengkap pada kunjungaan awal.

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Diskusikan pentingnya mengonsumsi vitamin prenatal (disertai
zat besi).
Periksa ulang Ht pada 28 minggu kehamilan.
b. Terapi anemia:
Terapi oral ialah dengan pemberian : fero sulfat, fero gluconat,
atau Na-fero bisitrat.
Bila Hb <10 g/dl dan Ht <30%, lakukan tindakan berikut:
a) Berikan konseling gizi.
Tinjau diet pasien.
Diskusikan sumber-sumber zat besi dalam diet.
Berikan kepada pasien selebaran mengenai makanan tinggi zat
besi.
Rujuk ke ahli gizi.
b) Sarankan suplemen zat besi sebagai tambahan vitamin
paranatal. Kebutuhan zat besi saat kehamilan adalah 60 mg
unsure zat besi.
Tablet zat besi time-release merupaka pilihan terbaik, namun
lebih mahal. Setiap sediaan garam zat besi standar sudah
mencukupi kebutuhan zat besi.
Minum 1-3 tablet per hari dalam dosis yang terbagi.
Zat besi diabsorbsi lebih baik pada keadaan lambung kosong.
Minum 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudahnya.
Vitamin C membantu absorbs zat besi. Minum zat besi disertai
jus yang tinggi vitamin C atau tablet vitamin C.
Antasid dan produk susu dapat mengganggu absorbs zat bes
Lebih baik mengkonsumsi zat besi bersama antasid atau
makanan daripada tidak mengkonsumsi sama sekali.

c) Bila Hb <9 g/dl dan Ht <27% pertimbangkan anemia


megaloblastik. Kelola pasien ini menurut panduan terapi
anemia.

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Bila kadar Hb <9 g/dl dan Ht 27% saat mulai persalinan,
pertimbangkan pemberian cairan IV atau heparin lock saat
persalinan.
Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb
sebanyak 1 g%/bulan. Efek samping pada traktus gastrointestinal
relatif kecil pada pemberian preparat Na-fero bisitrat dibandingkan
dengan ferosulfat.
Kini program nasional mengajukan kombinasi 60 mg besi dan
50g asam folat untuk profilaksis anemia.
Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran
sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10 ml/im pada
gluteus, dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2 g%.
Pemberian parenteral ini mempunyai indikasi : intoleransi besi pada
gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk.
Efek samping utama ialah reaksi alergi, untuk mengetahuinya dapat
diberikan dosis 0,5 cc/im dan bila tak ada reaksi, dapat diberikan
seluruh dosis.
2. Anemia Megaloblastik.
Penatalaksanaan
a) Suplemen
Vitamin prenatal yang mengandung asam folat dan zat besi
Satu sampai dua milligram asam folat per hari untuk
memperbaiki defisiens asam folat.
Suplemen zat besi, dengan pertimbangan bahwa anemia
megaloblastik jarang terjadi tanpa anemia defisiensi zat besi.
b) Konseling gizi
Kaji diet pasien
Rekomendasikan sumber-sumber asam folat dalam diet
Rujuk ke ahli gizi
c) Hitung darah lengkap
Ulangi hitung darah lengkap dalam 1 bulan.

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Perhatikan adanya peningkatan hitung retikulosit sebesar 3-4%
dalam 2-3 minggu, dan sedikit peningkatan pada hitung Hb dan Ht.

3. Anemia hemolitik didapat (acquired hemolytic anemia)


Penatalaksanaan
a) Skrining: Pasien keturunan Afrika-Amerika yang
mengalami anemia atau kerap mengalami infeksi saluran
kemih (ISK) berulang harus menjalani skrining G6PD.
b) Terapi
Resepkan 1 mg asam folat setiap hari.
Berikan daftar obat-obatan yang perlu dihindari.
Bila pasien hamil, lakukan kultur dan sensitivitas (culture and
sensitivity, C&S) urine bulanan.
Konsultasikan dengan dokter bila pasien dalam keadaan krisis
atau mengalami anemia berat.

4. Anemia: Pernisiosa
Penatalaksanaan
a) Kaji diet pasien terhadap produk hewani. Bila asupan dietnya
kurang sumber-sumber vitamin B12 berikan konseling gizi.
b) Berikan 1 cc (1000 ng) vitamin B 12 parenteral per IM setiap
bulan.
c) Tawarkan rujukan ke ahli gizi.
d) Ulangi hitung sel darah lengkap dalam 1 bulan.
Kondisinya membaik bila
o Morfologi normal
o Kadar Ht meningkat
Bila tidak ada perubahan, konsultasikan ke dokter.
5. Anemia Sel Sabit
Penatalaksanaan

ANEMIA PADA KEHAMILAN


a. Programkan skrining sel sabit pada semua pasien Afrika-
Amerika:
Bila uji negatif, kedua gen normal dan tidak ada masalah.
Bila uji positif, minta pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.
Bila gen homozigot,pasien dianggap beresiko tinggi dan harus
dirujuk ke dokter.
Bila gen heterozigot, pasien dianggap beresiko rendah dapat
dikelola secara normal selama kehamilan dan persalinan.
b. Pertimbangkan kultur dan sensitivitas urine bulanan karena
peningkatan resiko ISK selama kehamilan.

c. Beri konseling kepada pasien:


Jelaskan kepada pasien mengenai sifat sel sabit yang
dibawanya.
Sarankan pemeriksaan ayah bayi. Bila gen ayah juga
heterozigot, ada kemungkinan bayinya menderita penyakit ini.
Rujuk pasien untuk konseling genetik bila perlu.

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP ANEMIA


PADAKEHAMILAN

Kebijakan pemerintah dalam menangani anemia pada kehamilan

adalah pemberian suplementasi besi dan asam folat. World Health

Organitation menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6

bulan untuk memenuhi kebutuhan fisiologik selama kehamilan, namun

banyak literature yang menganjurkan dosis 100 mg besi setiap hari

selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan. Di wilayah-wilayah

dengan prevalensi anemia yang tinggi dianjurkan untuk memberikan

suplementasi zat besi sampai tiga bulan post partum (Prawirohardjo, S,

2008).

ANEMIA PADA KEHAMILAN


Anemia merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan

terjadi pada sekitar 600 juta manusia. Perkiraan frekwensi anemia

secara global adalah 51%, dan angka tersebut terus meningkat hingga

75% di Thailand dan 85.5% di India dan lebih cenderung berlangsung

di Negara yang sedang berkembang ketimbang Negara yang sudah

maju, diperkirakan 36% populasi di Negara berkembang menderita

anemia defisiensi zat besi sedangkan di Negara maju hanya sekitar

8%.

Di Indonesia anemia merupakan masalah utama disamping kurang

kalori protein dan defisiensi vitamin A, dan berdasarkan penelitian Hoo

Swie Tjiong kejadian anemia pada trimester I kehamilan sekitar 3,8%,

trimester II sekitar 13,6%, dan trimester III sekitar 24,8%, sedangkan

penelitian Akrib Sukarman menemukan sebesar 40,1% di Bogor, Bakta

menenukan anemia kehamilan sebesar 50,7% di Puskesmas Kota

Denpasar sedangkan Sindhu menemukan sekitar 33,4% di Puskesmas

Mengwi. Dampak kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat diamati

dari besarnya angka kesakitan dan kematian maternal serta neonatal

serta peningkatan risiko terjadinya bayi berat lahir rendah sedangkan

penyebab kematian maternal sebagian besar disebabkan karena

perdarahan yang semuanya bersumber dari anemia defisiensi zat besi

(Arisman, 2010).

ANEMIA PADA KEHAMILAN


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian distribusi Anemia Ringan pada ibu bahas

maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:


1. Gambaran kejadian Anemia pada ibu hamil terbanyak pada

resiko rendah.
2. Gambaran kejadian Anemia pada ibu hamil terbanyak pada

Paritas rendah.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian diatas, maka
disarankan :
1. Melakukan penyuluhan tentang pentingnya pendewasaan
kehamilan karena telah benar didapatkan pada ibu dengan
usia <20 dan >35 tahun cukup beresiko untuk terjadinya
Anemia yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap
kehamilan.
2. Pada ibu hamil trimester 2 dan 3 perlu perhatikan khusus
dalam pemberian Fe untuk mengimbangi terjadinya
hemodilusi.
3. Khusus pada ibu hamil dengan paritas >4 sebaiknya
mengikuti program Keluarga berencana untuk meningkatkan
kesehatan reproduksi pada ibu, guna mencegah terjadinya
anemia yang secara tidak langsung dapat menimbulkan
berbagai komplikasi.

ANEMIA PADA KEHAMILAN


4. Pada petugas kesehatan, perlu penyampaian khusus pada
ibu hamil bagaimana cara pengolahan makanan yang baik
agar zat gizi yang terkandung dalam makanan tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

http://puskesmas-oke.blogspot.com diakses tanggal 10 juni


2009.

Kasdu, Dini. 2004. Gizi Ibu Hamil Agar Bayi Cerdas. Jakarta :
Bina Citra.

Krinatuti, Diah. 2000. Menu Sehat Untuk Ibu Hamil Dan


Menyusui. Jakarta : Puspa Swara.

Manuaba, IBG. 1998. Ilmu Kesehatan, Penyakit Kandungan


Dan Keluarga Berencana. Jakarta : EGC.

Manuba, IBG. 2001. Kapita Selekta, Penatalaksanaan


Obstetri Ginekologi Dan KB. Jakarta : EGC.

Manuaba, IBG. 2007. Pen gantar Kuliah Obstetri. Jakarta :


EGC.

Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 1. Jakarta :


EGC.

ANEMIA PADA KEHAMILAN

Anda mungkin juga menyukai