Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

PENGERTIAN GRANDEMULTIPARA
Grandemultipara adalah kehamilan lebih dari 5 kali melahirkan bayi baik
yang hidup maupun mati
PRINSIP DASAR GRANDE MULTIPARA
1. Grande multipara termasuk dalam kehamilan dengan resiko tinggi
2. Ibu hamil dengan resiko tinggi memiliki bahaya yang lebih besar pada
waktu kehamilan maupun persalinan bila di bandingkan dengan ibu
hamil normal.
3. Kehamilan resiko tinggi dapat dicegah bila gejalanya ditemukan sedini
mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan perbaikan.
4. Grande multipara memiliki komplikasi dalam kehamilan (prematur) dan
persalinan (atonia uteri ).
KOMPLIKASI YANG TERJADI PADA KEHAMILAN
ANEMIA
A. Pengertian Anemia Dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr%
Pada trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena
ada perbedaan dengan kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi
terutama terjadi pada trimester II(Sarwono P, 2002).
Anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah merahnya
kurang dari 10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat. Jika hemoglobin <
6,00 gr% disebut anemia gravis. Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah
12,00-15,00 gr% dan hematokrit adalah 35,00-45,00% (Mellyna, 2005).
Anemia hamil disebut potential danger to matter and child (potensial
membahayangkan ibu dan anak) , karena itulah anemia memerlukan
perhatian khusus dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan
pada lini terdepan.
Baik di negara maju maupun di negara berkembang, seseorang disebut
menderita anemia bila kadar Hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr %, disebut
anemia berat atau bila kurang dari 6 gr %, disebut anemia gravis.
Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12 15 gr % dan
hematokrit 35-54 %, angka angka tersebut juga berlaku untuk wanita
hamil, terutama wanita yang mendapat pengawasan selama hamil. Oleh
karena itu, pemeriksaan hematokrit dan hemogloblin harus menjadi
pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal. Sebaiknya
pemerintahan dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada
pemeriksaan pertama atau pada triwulan pertama dan sekali lagi pada
triwulan akhir.
B. Epidemiologi Anemia
Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil
sempat mengalami penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007).
Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan
anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan.
Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan
pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun
2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari
66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (Depkes, 2008).
Frekuensi timbulnya anemia dalam kehamilan tergantung pada
suplementasi besi. Taylor dkk melaporkanrata-rata kadar hemoglobin
sebesar 12,7 g/dl pada wanita yang mengkonsumsi suplemen besi
sementara rata-rata hemoglobin sebesar 11,2 g/dl pada wanita yang tidak
mengkonsumsi suplemen.
Karakter Trias Epidemiologi
1) Host
Faktor host (pejamu) dalam kasus anemia pada ibu hamil adalah ibu hamil
yang terdiri dari:
1.Umur
Semakin muda umur ibu hamil, semakin berisiko untuk terjadinya anemia.
Hal ini didukung oleh penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa
ibu remaja memiliki prevalensi anemia kehamilan lebih tinggi dibanding ibu
berusia 20 sampai 35 tahun. Hal ini dapat dikarenakan pada remaja, Fe
dibutuhkan lebih banyak karena pada masa tersebut remaja
membutuhkannya untuk pertumbuhan, ditambah lagi jika hamil maka
kebutuhan akan Fe lebih besar seperti yang sudah dijelaskan pada riwayat
alamiah. Selain itu, faktor usia yang lebih muda dihubungkan dengan
pekerjaan, status sosial ekonomi dan pendidikan yang kurang.
2. Kelompok etnik
Berdasarkan penelitian Adebisi dan Strayhorn (2005) di USA bahwa ras kulit
hitam memiliki risiko anemia pada kehamilan 2 kali lipat dibanding dengan
kulit putih. Hal ini juga dihubungkan dengan status sosial ekonomi
3. Keadaan Fisiologis
Keadaan fisiologis ibu hamil, peningkatan Hb tidak sebanding dengan
penambahan volume plasma yang lebih besar, selain itu didukung dengan
kebutuhan intake Fe yang lebih banyak untuk eritropoesis.
4. Keadaan imunologis
Keadaan imunologis dari ibu hamil yang dapat menyebabkan anemia
dihubungkan dengan proses hemolitik sel darah merah yang nantinya
disebut anemia hemolitik. Hal ini juga berhubungan dengan ada maupun
tidak adanya penyakit yang mendasari seperti SLE(Systemic Lupus
Erythematosus) yang dapat menyebabkan hancurnya sel darah merah.
5. Kebiasaan
Kebiasaan ini meliputi kebiasaan makan pada ibu hamil, apakah intake
nutrisinya adekuat atau tidak atau mengandung Fe, asam folat, vitamin B12
ataukah tidak. Selain itu, kebiasaan ibu hamil dalam memeriksakan
kehamilannya di tempat pelayanan kesehatan juga mempengaruhi besar
kecilnya kejadian anemia pada ibu hamil. Menurut penelitian Adebisi dan
Strayhorn (2005) di USA, bahwa ibu hamil yang merokok dan minum alkohol
juga mempengaruhi terjadinya anemia.
6. Sosial ekonomis
Faktor sosial ekonomi diantaranya adalah kondisi ekonomi, pekerjaan dan
pendidikan. Ibu hamil dengan keluarga yang memiliki pendapatan yang
rendah akan mempengaruhi kemampuan untuk menyediakan makanan yang
adekuat dan pelayanan kesehatan untuk mencegah dan mengatasi kejadian
anemia. Ibu hamil yang memiliki pendidikan yang kurang juga akan
mempengaruhi kemampuan ibu dalam mendapatkan informasi mengenai
anemia pada kehamilan.
7. Faktor kandungan dan kondisi/ riwayat kesehatan
Faktor kandungan diantaranya paritas, riwayat prematur sebelumnya, dan
usia kandungan. Ibu dengan riwayat prematur sebelumnya lebih berisiko
dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat tersebut. Ibu dengan
primipara berisiko lebih rendah untuk terjadi anemia daripada ibu dengan
multipara (Omoniyi, Stayhorn, 2005). Kondisi atau riwayat kesehatan
diantaranya adalah apakah ibu hamil menderita penyakit diabetes, ginjal,
hipertensi, dan penyakit kronis lainnya. Ibu hamil mempunyai riwayat
penyakit kronis tersebut, semakin berisiko terjadinya anemia pada ibu hamil
(Omoniyi, Stayhorn, 2005).
2) Agen
Agens atau sumber penyakit pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu:
1.Unsur gizi
Terjadinya anemia pada ibu hamil juga dapat disebabkan karena defisiensi
Fe, asam folat dan vitamin B dalam makanan. Defisiensi ini dapat terjadi
karena kebutuhan Fe yang meningkat, kurangnya cadangan dan
berkurangnya Fe dalam tubuh ibu hamil.
2. Kimia dari dalam dan luar
Anemia pada ibu hamil juga dapat terjadi karena berhubungan dengan kimia
dan obat. Anemia tersebut dinamakan anemia aplastik. Kehamilan
mengakibatkan peningkatan sintesa laktogen plasenta, eritropoetin dan
estrogen. Laktogen plasenta dan eritropoetin menstimulasi hematopoesis
dimana estrogen menekan sumsum tulang. Ketidakseimbangan tersebut
menyebabkan hipoplasia (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007).
3. Faktor faali/ fisiologis
Faktor fisiologis ini meliputi peningkatan eritrosit dan Hb tidak sebanyak
dengan peningkatan volume plasma pada kehamilan sehingga terjadi
hipervolemi. Hal tersebut berisiko terjadinya anemia pada kehamilan.
3) Lingkungan
Dari ketiga faktor lingkungan (fisik, biologis dan sosial ekonomi) yang dapat
mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil yaitu faktor sosial ekonomi.
Kondisi sosial berupa dukungan dari keluarga dan komunitas akan
mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil. Jika keluarga mendukung
terhadap intake nutrisi yang adekuat pada ibu hamil dan memotivasi dalam
memeriksakan kehamilannya secara rutin, maka kemungkinan kecil terjadi
anemia.
Jika lingkungan komunitas menyediakan sarana pelayanan kesehatan,
tenaga kesehatan dan kader maka pelayanan kesehatan akan meningkat
sehingga kejadian anemia kemungkinan kecil terjadi. Selain itu, pendidikan
ibu hamil yang semakin tinggi akan mempengaruhi kemampuan dalam
mendapatkan informasi. Kondisi ekonomi akan mempengaruhi kemampuan
ibu hamil dan keluarga dalam menyediakan nutrisi yang adekuat dan
memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai.
C. Patogenesa Anemia Pada Kehamilan
Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran tentang perjalanan
perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak terjadinya paparan
dengan agen penyebab sampai terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa
terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapeutik (CDC, 2010
dikutip Murti, 2010). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara host,
agent, dan lingkungan. Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host
yang rentan (fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens)
pada anemia ibu hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan faktor
fisiologis. Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu (host).
Dari faktor faal atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya
peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18%
dan hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu
ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa
bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah (hipervolemia)
sehingga terjadi pengenceran darah. Hemoglobin menurun pada
pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan.
Namun, pada trimester 3 zat besi dibutuhkan janin untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin serta persediaan setelah lahir. Hal inilah yang
menyebabkan ibu hamil lebih mudah terpapar oleh agen sehingga berisiko
terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi ibu hamil dihubungkan dengan
kebutuhan akan zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12. Keluhan mual
muntah pada ibu hamil trimester 1 dapat mengurangi ketersediaan zat besi
pada tubuh ibu hamil. Dan kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester 3
untuk pertumbuhan dan perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat
besi pada ibu hamil semakin besar. Padahal, zat besi dibutuhkan untuk
meningkatkan sintesis hemoglobin.
Jika fase suseptibel di atas tidak tertangani, maka akan terjadi proses induksi
menuju fase subklinis (masa laten) dan kemudian fase klinis dimana mulai
muncul tanda dan gejala anemia seperti cepat lelah, sering pusing, malaise,
anoreksia, nausea dan vomiting yang lebih hebat, kelemahan, palpitasi,
pucat pada kulit dan mukosa, takikardi dan bahkan hipotensi. Selama tahap
klinis, manifestasi klinis akan menjadi hasil akhir apakah mengalami
kesembuhan, kecacatan, atau kematian (Rohtman, 2002 dalam Murti,2010).
Misalnya jika terjadi pada trimester I akan mengakibatkan abortus dan
kelainan kongenital, pada trimester II dapat mengakibatkan persalinan
prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia,
BBLR, mudah terkena infeksi dan bahkan kematian. Sedangkan pada
trimester III akan menimbulkan gangguan his, janin lahir dengan anemia,
persalinan tidak spontan .
Periode Prepathogenesis dan Pathogenesis
Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit. Sehingga,
tahap ini terdiri dari fase suseptibel dan subklinis (asimtomatis). Pada tahap
ini, secara patofisiologis anemia terjadi pada kehamilan karena terjadi
perubahan hematologi atau sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta. Hal
ini berhubungan dengan meningkatnya volume plasma tetapi tidak
sebanding dengan penambahan sel darah dan hemoglobin. Selain itu, dapat
disebabkan kebutuhan zat besi yang meningkat serta kurangnya cadangan
zat besi dan intake zat besi dalam makanan. Zat besi diperlukan untuk
eritropoesis (Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al, 2007).
Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake zat besi
yang menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi pada hepatosit dan
makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Setelah cadangan habis,
akan terjadi penurunan kadar Fe dalam plasma padahal suplai Fe pada
sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menurun. Hal ini
mengakibatkan terjadinya peningkatan eritrosit tetapi mikrositik sehingga
terjadi penurunan kadar hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al,
2007). Anemia pada kehamilan tersebut dinamakan anemia defisiensi besi.
Klasifikasi anemia dalam kehamilan lainnya diantaranya adalah anemia
megaloblastik, anemia hipoplastik dan anemia hemolitik.
Anemia megaloblastik termasuk dalam anemia makrositik dimana anemia
terjadi karena kekurangan asam folat dan atau vitamin B12. Anemia
hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena penghancuran eritrosit
yang lebih cepat dari pembuatannya akibat kehilangan darah akut/ kronis
(Basu, 2010).
Jika sebab-sebab di atas terjadi pada ibu hamil secara beriringan maka akan
menimbulkan manifestasi klinis anemia. Pada saat tanda dan gejala tersebut
muncul, tahap inilah yang disebut dengan tahap awal pathogenesis. Tahap
ini berakhir sampai fase kesembuhan, kecacatan atau kematian.
Kemudian tahap patogenesis berakhir pada kesembuhan, kecacatan dan
bahkan kematian. Jika timbul kesakitan atau kecacatan dapat berdampak
pada kehamilannya, janinnya, persalinannya dan bayi nantinya.
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh
karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari
pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada
trimester ke II kehamilan,dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan
meningkatnya sekitar 1000 ml, menurunsedikit menjelang aterem serta
kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi
aldesteron.
D. Pencegahan Dan Peran bidan Dalam Pencegahan
Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi
seimbangdengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Zat besi dapatdiperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama
daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran
berwarna hijau gelap seperti bayam dankangkung, buncis, kacang polong,
serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwazat besi yang terdapat
pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi padasayuran atau
pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan
zat besi.Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian suplemen Fe
dosisrendah 30 mg pada trimester ketiga ibu hamil non anemik (Hb
lebih/=11g/dl),sedangkan untuk ibu hamil dengan anemia defisiensi besi
dapat diberikan suplemenFe sulfat 325 mg 60-65 mg, 1-2 kali sehari. Untuk
yang disebabkan oleh defisiensiasam folat dapat diberikan asam folat 1
mg/hari atau untuk dosis pencegahan dapatdiberikan 0,4 mg/hari. Dan bisa
juga diberi vitamin B12 100-200 mcg/hari
Peran bidan dapat masuk dalam tahap pencegahan. Dimana tahap
pencegahan tediri dari tiga(3) yaitu :
1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer dilakukan pada fase prepathogenesis yaitu pada tahap


suseptibel dan induksi penyakit sebelum dimulainya perubahan patologis.
Tujuan pencegahan ini untuk mencegah atau menunda terjadinya kasus baru
penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau mencegah berkembangnya
faktor risiko (AHA Task Force, 1998 dalam Murti 2010).
Pada pencegahan dalam anemia ibu hamil ini, bidan komunitas dapat
berperan sebagai edukator seperti memberikan nutrition education berupa
asupan bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet
tambah darah selama 90 hari. Edukasi tidak hanya diberikan pada saat ibu
hamil, tetapi ketika belum hamil. Penanggulangannya, dimulai jauh sebelum
peristiwa melahirkan (Junadi, 2007). Selain itu, bidan juga dapat berperan
sebagai konselor atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil
mengenai cara mencegah anemia pada kehamilan.
Selain itu, sebagai fasilitator bidan dapat mengaktifkan kader dan posyandu
balita atau pembentukan posyandu (jika belum ada) sebagai tenaga, sarana
dan tempat dalam mempromosikan kesehatan. Bidan juga dapat menjadi
motivator bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin di
tempat pelayanan kesehatan terdekat dan memotivasi keluarga ibu hamil
untuk selalu mendukung perawatan yang dilakukan pada ibu hamil untuk
mencegah terjadinya anemia.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan yang dilakukan pada tahap
pathogenesis yaitu mulai pada fase asimtomatis sampai fase klinis atau
timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan. Pada pencegahan
sekunder, yang dapat dilakukan oleh bidan komunitas diantaranya adalah
sebagai care giver diantaranya melakukan skirinning (early detection)
seperti pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk mendeteksi apakah ibu hamil
anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk dalam anemia
ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap
tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan darah, nadi dan
melakukan anamnesa berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, bidan dapat
memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut.
Dalam hal ini, bidan dapat berperan juga sebagai penemu kasus, peneliti,
konselor, edukator, motivator, fasilitator dan kolaborator. Sebagai penemu
kasus dan peneliti, bidan dapat menggambarkan dan melaporkan kejadian
anemia pada ibu hamil di suatu daerah, sehingga datanya bermanfaat untuk
dinas terkait dalam rangka penanganan terhadap kejadian anemia tersebut.
Jika ibu hamil terkena anemia, maka bidan sebagai care giver dan
kolaborator dapat memberikan terapi oral berupa Fe dan memberikan
rujukan kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk diberikan transfusi (jika
anemia berat).
Bidan dapat memberikan pengarahan dan motivasi kepada ibu hamil dan
keluarganya supaya tidak berlanjut pada komplikasi yang tidak diinginkan
pada ibu dan janin. Bidan juga dapat memotivasi kader untuk dapat
membantu mendeteksi adanya anemia pada ibu hamil di wilayahnya.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ke
arah yang lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup klien seperti untuk
mengurangi atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan, keparahan dan
komplikasi penyakit, mencegah serangan ulang dan memperpanjang hidup.
Contoh pencegahan tersier pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu
mempertahankan kadar hemoglobin tetap dalam batas normal, memeriksa
ulang secara teratur kadar hemoglobin, mengeliminasi faktor risiko seperti
intake nutrisi yang tidak adekuat pada ibu hamil, tetap mengkonsumsi tablet
Fe selama kehamilan dan tetap mengkonsumsi makanan yang adekuat
setelah persalinan. Dalam hal ini, bidan dapat berperan sebagai care giver,
edukator, konselor, motivator, kolaborator, dan fasilitator.
E. Gejala Anemia Dalam Kehamilan
Ibu mengeluh cepat lelah,Sering pusing, Mata berkunang-kunang,
Nafsu makan turun (anoreksia), mual, muntah
Konsentrasi hilang,
Nafas pendek (pada anemia parah)
Keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
Keletihan, malaise, atau mudah megantuk
Pusing atau kelemahan
Sakit kepala
Lesi pada mulut dan lidah
Kulit pucat
Mukosa membrane atau kunjung tiva pucat
Dasar kuku pucat
Takikardi
perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular
disphagia dan pembesaran kelenjar limpa.

F. Etiologi Anemia Dalam Kehamilan


Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut :
Kurang gizi (malnutrisi) seperti zat besi, asam folat, dan B12
Kemampuan perombakan sel darah merah yang terlalu cepat
Malabsorpsi
Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-
lain
Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria.
KOMPLIKASI YANG TERJADI PADA PERSALINAN
ATONIA UTERI
1. Pengertian atonia uteri
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).
2. Etiologi
1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
Kehamilan gemelli
Janin besar (makrosomia)

2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua


3. Multipara dengan jarak keahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar
5. Malnutrisi
6. Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta,
sedangkan sebenarnya belum terlepas dari uterus.
7. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada
preeklamsi dan eklamsi.
8. Persalinan yang di induksi atau dipercepat dengan oksitosin.
3. Tanda dan Gejala Atonia Uteri
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia sangat banyak dan darah tidak
merembes. Peristiwa yang sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar
disertai gumpalan . Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu
lagi sebagai anti pembeku darah.
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting / khas atonia dan yang membedakan
atonia dengan penyebab perdarahan lainnya.
1. Fundus Uteri naik
2. Terdapat tanda-tanda syok
A. Nadi cepat dan lemah
B. Tekanan darah yang rendah
C. Pucat
D. Keringat/ kulit terasa dingin dan lembab
E. Pernapasan cepat
F. Gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran.

4. Penatalaksanaan Atonia uteri


a.Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-
tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan transfusi darah.
b. Masase dan kompresi bimanual.
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang
akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik)
1. Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,
periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit
atau rujuk segera
2. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang
serviks
Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan
tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai
melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-
lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika
hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan
berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama
secepat mungkin; Ulangi KBIJika uterus berkontraksi, pantau ibu
dengan seksama selama kala empatJika uterus tidak berkontraksi
maka rujuk segera.

c. Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat
seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor
oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan
lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian
oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping
lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan
secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum
1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan
(IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan
vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan
vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin
F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,
intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25
mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan
pospartum (5 tablet 200 g = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika
yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti:
nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang
disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi
sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan,
berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal
ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan
kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri.
Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk
mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka
kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar
disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan
uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
d. Uterine lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke
dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri.
Pemberian 1-2 liter salin 47C-50C langsung ke dalam cavum uteri
menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina
untuk memberi jalan salin keluar.
Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial.
Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan
tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi
sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika
broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36
jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine
packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien
tidak memungkinkan dilakukan operasi.
e. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang
berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika
dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.
Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan
jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian
avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi
hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden
arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm
miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif
dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan
vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian
bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai
sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang
arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus
berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel
dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial
kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan
eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan
benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari
trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan
femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri
iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan.
Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan
kondisi pasien.
Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan brace suture, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk
mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika
terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif.
Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada
persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
Kompresi bimanual atonia uteri
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan
dengan tangan telanjang yang telah dicuci.
Teknik : Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam
kedaruratan tidak diperlukan
1. Eksplorasi dengan tangan kiri
Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
1. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan
menangkap uterus dari belakang atas
2. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar
Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah
aferen sehingga menyempitkan lumennya.Kompresi uterus bimanual dapat
ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.Biasanya ia sangat baik
mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan perdarahan secara
sempurna.
Kompresi Bimanual Atonia Uteri :
1. KBI
2. KBE
DAFTAR PUSTAKA
Kusmiyati, Y. 2010. Perawatan IbuHamil. Yogyakarta: Fitramaya
patriani-gift.blogspot.com/2009/03/perubahan-psikologi-pada-ibu-hamil.html
diunduh 17 Mei 2011 11:02 PM
.
Sulistyowati, A. 2009. Asuhan Kebidanan PadaMasa Kehamilan. Jakarta:
SalembaMedika
Fadlun, feryanto, achmand. 2011.Asuhan kebidanan patologis. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai