Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anemia pada Kehamilan

1. Definisi

Anemia kehamilan adalah kondisi dimana ibu hamil yang

mempunyai kadar hemoglobin <11,00 gr% pada trimester I dan III atau

kadar Hemoglobin <10,50 gr% pada trimester II (Widianti, 2017).

Hemoglobin adalah molekul yang mengandung besi yang mengikat

oksigen dan terdapat di dalam sel darah merah (Yuliana dan Sari,

2016).

Anemia pada kehamilan dapat disebut potensial danger to

mother and child’anemia (petensial membahayakan ibu dan anak)

(Suryandari A, E, dan happinasari, 2015).

2. Etiologi

anemia pada ibu hamil lebih banyak disebabkan karena defisiensi

zat besi yang sering dikenal dengan anemia defisiensi zat besi (Triyani,

S dan Purbowati, N 2016). Faktor lain yang menyebabkan anemia ibu

hamil antara lain kehilangan darah, kekurangan produksi sel darah

merah (eritrosit) atau perusakan sel darah merah yang lebih cepat dari

normal, kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh kurangnya

mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam

folat dan vitamin C (Sulastri, Maliya, A, dan Zulaicha, E 2014). Faktor

10
11

lain yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia kehamilan seperti

kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam diet, malabsorpsi, dan

penyakit kronik (TB paru, cacing usus, dan malaria) (Purbadewi, L, dan

Ulvie, Y, N, S 2013).

3. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang muncul pada anemia ibu hamil seperti cepat

lelah, sering pusing, mata berkunang kunang, dapat juga menimbulkan

muntah (Rohmatika, D., Supriyana dan Ramlan, D. 2016).

4. Patofisiologi

Proses terjadinya dari anemia pada kehamilan karena terjadi

pengenceran darah (hemodilusi/hipervolemia) guna memenuhi

kebutuhan ibu dan janin kemudian terjadi peningkatan plasma darah

sebesar (40-45%) yang tidak sebanding dengan peningkatan sel darah

merah sekitar (20-30%). Hal ini mengakibatkan penurunan konsentrasi

hemoglobin (Hb) dari 15 g/dl menjadi 12,5 g/dl (Mustaghfiroh, dkk

2017).

Anemia pada saat kehamilan pertama terjadi ketika kadar

hemoglobin <11gr/dl atau kadar hemoglobin turun sampai di bawah

37%. Kemudian Anemia yang terjadi pada trimester dua saat kadar

hemoglobin <10,5 gr/dl tau sekitar 35%, dan pada trimester tiga <10

gr/dl atau kadar hematokritnya <33% (Wagiyo & Putrono. 2016).


12

5. Faktor Risiko

Anemia pada kehamilan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,

faktor presipitasi anemia pada ibu hamil antara lain:

a. Umur

Umur adalah usia ibu yang secara garis besar menjadi indikator

dalam kedewasaan pada setiap pengalamannya (Yuni, 2015). Umur

beresiko jika umur ibu < 20 dan > 35, dan yang tidak beresiko jika

umur ibu 20 – 34 tahun (Purwandari, Lumy, dan Polak, 2016).

Umur juga sangat berpengaruh pada pengkonsumsian tablet Fe (Zat

Besi), dimana semakin muda umur yang ibu hamil maka dapat

menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menerima sebuah

kehamilan yang berdampak pada terjadinya gangguan selama

kehamilan misalnya akan terjadinya anemia (Yuni, 2015).

b. Status Gizi

Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi

pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu

hamil normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan

besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan den gan berat

badan normal (Roosleyn, I, P, T 2016).

c. Paritas

Paritas merupakan wanita yang sering mengalami kehamilan dan

melahirkan sehingga terjadi anemia karena banyak kehilangan zat

besi karena selama dalam kehamilan zat gizi terbagi antara ibu dan
13

janinnya (Astiyana, W., 2017). Primipara yaitu wanita yang

melahirkan pertama kali, multipara wanita yang melahirkan 2 – 4

kali dan grandemultipara wanita yang melahirkan > 5 kali

(Purwandari, Lumy, dan Polak, 2016). Paritas persalinan 2-3 kali

merupakan paritas resiko rendah sedangkan paritas persalinan 1

atau >3 kali adalah paritas resiko tinggi yang mempunyai angka

kematian yang tinggi resiko pada paritas tinggi lebih dapat

dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana (Yuni, 2015).

d. Pendidikan

Karena pada tingkat pendidikan terdapat proses pengembangan

pengetahuan, wawasan, kompetensi serta pola pikir seseorang. Hal

tersebut disebabkan karena tingkat pendidikan seseorang akan

mempengaruhi kesadaran untuk berprilaku hidup sehat dan

membentuk pola pikir yang baik sehingga ibu akan lebih mudah

untuk menerima informasi dan memiliki pengetahuan yang

memadai (Yanti, Sulistianingsih, dan Keisnawati 2015).

e. Ekonomi

Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan berkurangnya

pembelian makanan sehari-hari sehingga mengurangi jumlah dan

kualitas makanan ibu perhari yang Bahan makanan yang kaya akan

zat besi misalnya terdapat pada sumber makanan yang mengandung

protein baik hewani (hati ayam, ikan, telur, susu, dan daging)

maupun nabati (tahu, tempe, kacang-kacangan) serta berasal dari


14

sayur-sayuran hijau. Sumber makanan yang terbanyak mengandung

zat besi adalah yang berasal dari protein hewani yang harganya

cukup mahal, mahalnya bahan makanan tersebut memungkinkan

tidak dapat dijangkau masyarakat rendah (Yanti, Sulistianingsih,

dan Keisnawati 2015).

f. Kunjungan Antenatal Care (ANC)

Antenatal Care adalah pengawasan sebelum persa linan terutama

pada pertum buhan dan perkembangan janin dalam rahim. Kasus

anemia defisiensi gizi umumnya selalu disertai dengan mal nutrisi

infestasi parasit, semua ini berpangkal pada keengganan ibu untuk

menjalani pengawasan antenatal (Rohmadiyah, 2013).

g. Jarak Kehamilan

Jarak kehamilan ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila

jaraknya kurang dari 2 tahun (Rohmadiyah, 2013).

6. Klasifikasi

Menurut Natalia Erlina Yuni (2015) anemia dalam kehamilan dapat

dibagi sebagai berikut:

a. Defisiensi Besi

Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai adalah anemia

akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena

kurang masuknya unsur zat besi dengan makanan, karena gangguan

resorpsi, gangguan penggunaan, atau karena terlampau banyaknya

zat besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan. Keperluan


15

akan zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama pada trimester

terakhir. Apabila masuknya zat besi tidak bertambah dan kehamilan,

maka mudah terjadi anemia defisiensi besi, lebih-lebih pada

kehamilan kembar.

b. Megaloblastik

Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena

defisiensi asam folat (pteroylglutamic acid), jarang sekali karena

defisiensi vitamin B12 (cynocobalamin).

c. Hipoblastik

Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena gangguan

sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru,

dinamakan anemia hipoblastik dalam kehamilan. Etiologi anemia

hipoblastik karena kehamilan hingga kini belum diketahui dengan

pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar Roentgen, racun

atau obat-obatan.

d. Hemolitik

Anemia ini disebabkan karena penghancuran atau pemecahan sel

darah merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan

anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila dia hamil maka

anemia nya bisa menjadi lebih berat. Kehamilan dapat juga krisis h

emolitik pada wanita yang sebelumnya tidak mengalami anemia.

Klasifikasi anemia pada ibu hamil berdasarkan kadar

hemoglobin yaitu tidak anemia dengan kadar Hb >11 g/dl, kemudian


16

anemia ringan kadar Hb 10-10,9 g/dl, untuk anemia sedang kadar

Hb 7-9,9 g/dl dan anemia berat dengan nilai kadar Hb <7 g/dl

(Risnawati, I dan Hanung, A 2015).

Ibu hamil dikatagorikan sebagai anemia jika pemeriksaan kadar

hemoglobin < 11 gr% dan anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah,

sering pusing, mata berkunang-kunang dan muntah (Rohmatika,

Supriyana, dan Ramlan 2016).

7. Akibat Anemia Kehamilan

Akibat dari kejadian anemia pada kehamilan antara lain partus

prematurus, partus lama, perdarahan postpartum, syok, infeksi,

dekompensasi kordis (Mustaghfiroh, Rahmawati, dan Hidayah, 2017).

Pengaruh akibat anemia pada kehamilan bagi ibu dan masa fatus

a. Dampak bagi ibu

1) Bahaya selama kehamilan

Pada bahaya anemia dalam kehamilan pada trimester pertama

menyebabkan : abortus, missed abortus dan kelainan

congenital. Pada trimester dua dan ketiga menyebabkan :

perdarahan antepartum, persalinan prematuritas, hambatan

tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi,

ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 g%), mola hidatidosa,

hiperemisis gravidarum dan ketuban pecah dini.


17

2) Bahaya saat persalinan

Saat inpartus : gangguan his primer dan sekunder, janin lahir

dengan anemia, persalinan dengan tindakan tinggi, ibu cepat

lelah, gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operasi.

Saat partus : hormon uteri menyebabkan perdarahan, retensio

ormone (plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta,

plasenta perkreta), perlukaan sukar sembuh, mudah terjadi

febris peurperalis, gangguan involusi uteri, kematian ibu tinggi

(Proverawati & Asfuah, 2009).

b. Dampak hasil konsepsi atau fetus antara lain keguguran, kematian

janin dalam kandungan, kematian janin waktu lahir, kematian

perinatal tinggi, prematuritas, cacat bawaan, dan janin dengan

cadangan besi kurang, BBLR (berat badan lahir rendah) (Yanti,

Sulistianingsih, keisnawati. 2015).

8. Penatalaksanaan

Tindakan Medis yang harus dilakukan untuk mencegah anemia

pada kehamilan yang lebih parah dapat dilakukan sebagaiberikut :

a. Awal kehamilan trimester I

Ibu mengeluhkan gejala anemia, hasil pemeriksaan Hb <11gr/dl

(9gr/dl<11gr/dl) dan ibu mengalami mual muntah, berikan asam

folat 50 µg/hari, vitamin C dan vitamin B.


18

b. Pertengahan kehamilan Trimester II

Kadar Hb ibu >10,5/dl (9gr/dl<11gr/dl) maka berikan tablet besi

60mg perhari, asam folat 50 µg/har dan vitamin B12 satu tablet

sehari, lakukan evaluasi satu bulan kemudian.

c. Akhir kehamilan Trimeter II

Jika kadar Hb ibu <11 mg/dl (9gr/dl<11gr/dl) maka berikan tablet

besi 60 mg perhari, vitamin B12 dan vitamin C (Husin, 2014).

Prinsip deit nutrisi yang dianjurkan menurut Proverawati (2011)

dalam mengatasi penurunan kadar hemoglobin pada ibu hamil dengan

anemia adalah seperti makan-makanan yang mengandung zat besi,

dan protein yang tinggi contohnya bahan pangan hewani (daging),

ikan, telur, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau yang

mengandung mineral dan vitamin.

Pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut

dapat dibagi menjadi dua yaitu dengan cara Farmakologi dan Non

Farmakologi

a. Pengobatan farmakologi pemberian preparat tablet besi yaitu fero

sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemeberian tablet 60

mg dapat meningkatkan kadar Hb sebanyak 1gr% bulan.

pemberian terapi tablet zat besi tidak boleh dihentikan setelah

hemoglobin mencapai nilai normal, akan tetapi harus dilanjutkan


19

kembali selama 2-3 bulan lagi untuk memperbaiki cadangan besi

(Proverawati, 2011).

b. Pengobatan non farmakologi Salah satu cara lain untuk mengatasi

dan meningkatkan kadar hemoglobin yang rendah pada ibu hamil

dengan anemia dengan menggunakan teknik non farmakologi

yang sudah pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya, yaitu

dengan cara pemberian suplementasi ekstrak daun kelor dalam

bentuk kapsul, dan sudah terbukti hasilnya dapat meningkatkan

kadar hemglobin pada ibu hamil dengan anemia Antikawati,

Wagiyo dan Purnomo (2017).

9. Anemia Defisiensi Zat Besi pada Ibu Hamil

Anemia defisiensi merupakan kekurangan nilai gizi zat besi

dalam tubuh yang terbagi antar ibu dan janin (Suryandari, A, E dan

Happinasari, O 2015). Defisiensi zat besi adalah kurangnya absorbsi

zat besi serta perdarahan kronik seperti adanya trauma karena

kecelakaan dan menstruasi pada wanita, yang menyebabkan

penurunan kadar hemoiglobin (Lesilolo dan Engka, 2016).

Suplemen zat besi pada ibu hamil dapat menurunkan sebesar

73% insiden anemia pada kehamilan aterm dan 67% insiden anemia

defisiensi pada kehamilan aterm. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa

pemberian zat besi dapat meningkatkan seperti retikulosit, sel darah

merah, dan hemoglobin (Husin, 2014).


20

Pengaruh suplemen besi pada ibu hamil tidak hanya untuk

memenuhi kebutuhan ibu, tetapi juga dapat membantu

memaksimalkan pertumbuhan otak dan berat badan bayi. Pertambahan

berat badan janin menunjukkan hasil yang lebih rendah pada

kelompok ibu hamil. Zat besi pada ibu hamil sangat dibutuhkan dalam

proses pematangan hemoglobin, apabila kekurangan zat besi maka

pembelaian sel akan menghasilkan sel sel yang lebih kecil (mikrositer)

kemudian menyebabkan jumlah sel berkurang sehingga menjadi

hipokrom (Sudiyah, 2016).

Terdapat beberapa manfaat zat besi dalam tubuh bagi ibu hamil

antara lain :

a. Metabolisme Energi

Di dalam tiap sel, besi bekerja sama dengan rantai protein

pengangkut elektron yang berperan dalam langkah-langkah akhir

metabolisme energi. Protein ini memindahkan hidrogen dan

elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen

sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut dihasilkan

molekul protein yang mengandung besi dari sel darah merah dan

mioglobin di dalam otot.

b. System Kekebalan

Besi memegang peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh,

respon kekebalan oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya

pembentukan sel-sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh


21

berkurangnya sintesis DNA, disamping itu sel darah putih yang

menghancurkan bakteri tidak dapat bekerja secara aktif dalam

keadaan tubuh kekurangan besi.

c. Pelarut obat-obat

Obat-obatan yang tidak larut oleh enzim yang mengandung besi

dapat dilarutkan sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh (Hidayah,

W dan Anasari, T 2012).

Kebutuhan zat besi bagi ibu hamil Semakin sering seorang wanita

mengalami kehamilan dan melahirkan, akan makin banyak kehilangan

zat besi dan menjadi makin anemis. Sebagai gambaran kebutuhan zat

besi pada setiap kehamilan bagan berikut :

Meningkatkan sel darah ibu 500 mg Fe

Terdapat dalam plasenta 300 mg Fe

Untuk darah janin 100 mg Fe

Jumlah 900 mg Fe

(Hidayah, W dan Anasari, T 2012).

Kebutuhan zat besi sesuai dengan proses kehamilan pada

trimester I relatif kecil yaitu 0,8 mg per hari, namun terjadi

peningkatan kebutuhan zat besi kehamilan pada trimester II dan III

sebesar 6,2 mg perhari, penyebab peningkatan kebutuhan zat besi

pada kehamilan trimester II dan III adalah dibutuhkan untuk janin,

plasenta, dan penambahan volume darah pada ibu (Sinaga, Lubis dan

Siagian 2014).
22

B. Konsep Tablet Zat Besi

Tablet besi atau Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi

tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopoboesis (pembentukan

darah) yaitu sintesis hemoglobin (Hb). Hemoglobin (Hb) yaitu suatu

oksigen yang mengantarkan eritrosit berfungsi penting bagi tubuh.

Hemoglobin terdiri dari Fe (zat besi), protoporfirin, dan globin (1/3 berat Hb

terdiri dari Fe) (Susiloningtyas, 2015).

Besi bebas terdapat dalam dua bentuk yaitu ferro (Fe2+) dan ferri

(Fe3+), Konversi kedua bentuk tersebut relatif mudah. Pada konsentrasi

oksigen tinggi, umumnya besi dalam bentuk ferri karena terikat hemoglobin

sedangkan pada proses transport transmembran, deposisi dalam bentuk

feritin dan sintesis heme, besi dalam bentuk ferro5 dalam tubuh, besi

diperlukan untuk pembentukkan kompleks besi sulfur dan heme. Kompleks

besi sulfur diperlukan dalam kompleks enzim yang berperan dalam

metabolisme energi. Heme tersusun atas cincin porfirin dengan atom besi di

sentral cincin yang berperan mengangkut oksigen pada hemoglobin dalam

eritrosit dan mioglobin dalam otot (Susiloningtyas, 2015).

Zat besi merupakan mineral yang diperlukan oleh tubuh yang

berfungsi untuk sistem hemoglobin. Menurut Dietary Reference Intake

kebutuhan zat besi pada ibu hamil meningkat dari 18 mg/ hari pada wanita

dewasa menjadi 27 mg/ hari pada ibu hamil. Bagi janin, zat besi sangat

penting untuk perkembangan otak fetos dan kemampuan kognitif bayi lahir,

(Ratih, 2017).
23

Dalam program pemerintah pemeberian tablet zat besi untuk

suplementasu ibu hamil diberikan 60 mg perhari selama 90 hari. Namun

juga pemberian yang efektif suplementasi tablet zat besi pada ibu hamil

dengan anemia dilakukan intervensi selama dua minggu (Asiyah, Rahayu,

dan Isnaeni, 2014). Namun konsumsi tablet zat besi oral dapat

meningkatkan komplikasi gastrointestinal seperti mual, muntah, sakit perut.

dan sembelit (Alizadeh dan Salehi, 2016).

C. Konsep Daun Kelor

Kelor (Moringa Oleifera Lam) merupakan tanaman perdu yang tinggi

pohonnya dapat mencapai 10 meter, tumbuh subur mulai dari dataran

rendah sampai ketinggian 1000m diatas permukaan laut. Daun kelor adalah

bagian yang mengandung banyak manfaat, secara umum dapat dikonsumsi

karena mengandung gizi dan protein tinggi. Kelor merupakan sumber gizi

berkhasiat obat yang kandungannya diluar kebiasaan kandungan tanaman

pada umumnya (Kurniasih, 2016).

Daun kelor merupakan salah satu bagian tanaman yang telah banyak

ditelitikandungan gizi dan kegunaannya. Daun kelor sangat kaya akan

nutrisi, diantaranya adalah kalsium, besi, protein, vitamin A, Vitamin B, dan

Vitamin C (Misra dan Misra, 2014). Daun Kelor Mengandung zat besi lebih

tinggi dari pada sayuran lainnya yaitu sebesar 17,2 mg/100 g (Yameogo,

2011).

Kelor tidak hanya kaya akan nutrisi akan tetapi juga memiliki sifat

juga memiliki sifat fungsional karena tanaman ini mempunyai khasiat dan
24

manfaat buat kesehatan manusia, baik kandungan nutrisinya maupun

berbagai zat aktif yang terkandung dalam tanaman ini dapat dimanfaatkan

untuk kepentingan mahluk hidup dan lingkungan (Aminah, Ramdhan, dan

Yanis 2015).

Di beberapa wilayah Indonesia, utamanya indonesia bagian timur

kelor dikonsumsi sebagai salah satu menu sayuran. Di Filipina, Daun kelor

sangat terkenal dikonsumsi sebagai sayuran dan dapat berfungsi

meningkatkan jumlah ASI pada ibu menyusui sehingga mendapat julukan

Mother’s Best Friend (Jongrungruangchok 2010). Hal ini disebabkan karena

daun kelor mengandung unsur zat gizi mikro yang sangat dibutuhkan oleh

ibu hamil seperti : Beta Carotene, Thiamin (B1), Riboflamin (B2), Niacin

(B3), Kalsium, Zat Besi, Fosfor, Magnesium, Seng, Vitamin C, sebagai

alternatif untuk meningkatkan nutrisi ibu hamil (Aminah, Ramdhan, dan

Yanis, 2015).

Tumbuhan kelor mempunyai banyak fungsi bagi makhul hidup karena

kelor memiliki banyak sekali kandunganya. Ada kandungan dari daun kelor

sendiri.

Tabel 2.1
Kandungan Daun Kelor

Komponen Daun kelor Daun kering


Kadar air (%) 94.01 4.09
Protein (%) 22.7 28.44
Lemak (%) 4.65 2.74
Kadar abu - 7.95
Karbohidrat (%) 51.66 57.01
25

Serat (%) 7.92 12.63


Kalsium (%) 350-550 1600-2200
Energi (Kcal/100g) - 307.30
Sumber : Shiriki (2015)

Untuk pemberian yang efektif suplementasi ekstrak daun kelor pada

ibu hamil dengan anemia dilakukan intervensi selama dua minggu

(Antikawati, dkk, 2017) Namun daun kelor memiliki efek samping yaitu

dapat terjadi flatulensi, yang menyebabkan perut kembung, karena

mempunyaI kandungan rafinosa, sukrosa, dan stakiosa (Aminah, Ramdhan,

dan Yanis, 2015).


26

D. KERANGKA TEORI

1. Defisiensi zat besi


2. Defisiensi Nutrisi Asupan Tablet zat Kapsul daun
(Malnutrisi) Nutrisi besi (Fe) Kelor
3. Malabsorpsi
4. penyakit kronik

Anemia pada
ibu hamil
1) Umur
2) Status Gizi
3) Paritas
4) Pendidikan
5) Ekonomi Ibu : Abortus, Perdarah Mempengaruhi
antepartum, persalinan kadar Hb
prematuristas.
Bayi : kematian janin,
kematian perinatal tinggi,
BBLR,

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Kerangka teori dikembangkan oleh Purbadewi, L, dan Ulvie, Y, N, S


(2013), Purwandari, Lumy, dan Polak (2016), Yuni (2015), Yanti,
Sulistianingsih, dan Keisnawati (2015), Patimah (2007), Proverawati
(2011), Antikawati, Wagiyo dan Purnomo (2017), Mustaghfiroh, &
Ramlan, (2017).
27

E. KERANGKA KONSEP

Ibu hamil anemia Meningkatkan


dengan tablet zat
kadar hemoglobin
besi

Ibu hamil anemia


Meningkatkan
dengan kapsul
kadar hemoglobin
daun kelor

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

F. HIPOTESIS

1. Hipotesis o : tidak ada perbedaan peningkatan kadar hemoglobin

pada ibu hamil dengan anemia antara yang diberi

suplementasi tablet zat besi dan suplementasi ekstrak

daun kelor

2. Hipotesis a : ada perbedaan peningkatan kadar hemoglobin pada

ibu hamil dengan anemia antara yang diberi

suplementasi tablet zat besi dan suplementasi ekstrak

daun kelor.

Anda mungkin juga menyukai