Anda di halaman 1dari 7

AMEMIA DALAM KEHAMILAN

SABTU, 23 JANUARI 2010

ANEMIA DALAM KEHAMILAN


PENDAHULUAN
Anemia dalam kehamilan merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang. Menurut WHO 1992 diperkiralkan 18 % wanita yang tinggal
dinegara industri mengalami anemia, dan dinegara berkembang jumlah itu
meningkat hingga 56 %. Misalnya di Indonesia kejadian anemia 74 %, India 88 %,
Papua Nugini 94 %, dll. Sedangkan dinegara industri, seperti United Kingdom
kejadian anemia 19 %, Jerman 15 %, China 13 %, dll.
DEFINISI
Anemia adalah suatu konsentrasi apabila hemoglobin < 105 g/L atau penurunan
kapasitas darah dalam membawa oksigen, hal tesebut terjadi akibat penurunan
produksi sel darah merah ( SDM ), dan/atau penurunan hemoglobin ( Hb ) dalam
darah. Anemia sering didefinisikan sebagai penurunan kadar Hb darah sampai
dibawah rentang normal 13,5 g/ dl ( pria ); 11,5 g/dl ( wanita); 11,0 g/dl ( anak-anak )
( Higgins 2001 ).
PENYEBAB
Penyebab anemia khususnya dinegara berkembang ( Afrika Sub Sahara ) selama
kehamilan seringkali dipercaya disebabkan dari kekuranggan nutrisi, terutama
kekurangan zat besi, kekurangan folate, kekurangan kekurangan vitamin lain yang
juga dapat menyebabkan anemia. Di Indonesia menunjukkan bahwa kekurangan
vitamin A dapat menyebabkan anemia dalam kehamilan. Penyebab lain anemia yang
tersering dinegara berkembang adalah infeksi parasitik termasuk disentri amuba,
malaria, cacing tambang, hemoglobinopati dan schistosomiasis. Faktor - faktor yang
bertanggung jawab pada anemia sangat banyak dan kontribusi relatif mereka dapat

diharapkan beragam pada berbagai area geografis dan berbagai musim. Pengetahuan
penting tentang sebab sebab yang berbeda seharusnya membentuk basis / dasar
untuk strategi strategi dalam memberikan intervensi untuk mengontrol anemia.
Nilai Hb yang tinggi ( > 130 g/L ) ternyata juga berhubungan dengan kenaikan resiko
mortalitas. Hasil ini diperoleh melalui inklusi data dari Harrison dan Rossiter
( 1985 ), menunjukkan bahwa suatu peningkatan dalam resiko mortalitas pada para
wanita dengan hematokrits > 0,45. Penjelasan ini belum diketahui dengan pasti
namun dapat dikaitkan dengan bagian dari dehidrasi dan hemokonsentrasi dalam
kegawatdaruratan.
ANEMIA FISIOLOGIS SELAMA KEHAMILAN
Volume plasma maternal meningkat secara bertahap sebanyak 50 %, atau sekitar
1200 ml pada saat cukup bulan. Peningkatan SDM total adalah sekitar 25 % atau kira
kira 300 ml. Hemodilusi relatif ini menyebabkan penurunan konsentrasi Hb yang
mencapai titik terendah pada trimester kedua kehamilan dan meningkat kembali
pada trimester ketiga. Perubahan ini bukanlah perubahan patologis tetapi
merupakan perubahan fisiologis kehamilan yang diperlukan untuk perkembangan
janin. Pada saat ibu dengan konsentrasi hemoglobinnya sangat rendah atau sangat
tinggi akan meningkatkan insiden BBLR dan kelahiran prematur ( Rasmussen
2001 ). Karena kadar Hb yang rendah akan mempengaruhi kemampuan sistem
maternal untuk memindahkan oksigen dan nutrisi yang cukup ke janin, sedangkan
kadar Hb yang tinggi dianggap mencerminkan ekspansi volume plasma yang buruk
seperti pada kondisi patologis, misalnya pre- eklamsia ( Yip 1996 ).

PENANGANAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN MENURUT JURNAL


JURNAL TERSEBUT
1. Pemberian suplemen tiap hari baik dengan 30 mg zat besi, atau 30 mg zat besi
dengan 500 g asam folic, atau 30 mg zat besi dengan 500 g asam folic dan 2 g
vitamin B 12. Tampak ada sedikit perbedaan antara ke 3 kelompok yang diberi
suplementasi bahwa 60 % subjek dalam kelompok tanpa disumplementasi
menunjukkan suatu penurunan yang progesif dalam level hemoglobin dengan
kenaikan kehamilan. Dan 3 kelompok suplemen 14 % subjek menunjukkan
penurunan dan subjek yang tersisa menunjukkkan level stabil atau peningkatan
aktual. Jadi dalam hal ini menunjukkan bahwa suplemen harian 30 mg zat besi
selama 100 hari terakhir adalah cukup untuk mempertahankan hematologi selama
kehamilan.

2. Beberapa penyebab dalam mortalitas maternal seharusnya dapat diterima


dinegara negara berkembang bahwa mortalitas tersebut disebabkan anemia
maternal akut, dengan efek terbesar yang dihasilkan adalah anemia malaria dan
anemia nutrisional. Kesimpulan ini berlawanan dengan situasi di negara negara
barat, dimana bukan review historis atau review literatur obstretrik mengidentifikasi
kontribusi faktor-faktor nutrisional terhadap penurunan mortalitas maternal.
Namun, bukti yang ada kurang untuk perawatan anemia defisiensi zat besi yang
digunakan sebagai ukuran pencegahan untuk mortalitas maternal. Jadi jangan hanya
mengunakan defisiensi zat besi untuk mencegah terjadinya anemia karena anemia
bukan hanya disebabkan oleh defisiensi zat besi namun banyak faktor lain yang
menyebabkan anemia, misalnya karena malaria dan kekurangan nutrisi seperti telah
dijelaskan sebelumnya.
3. Dengan perawatan antenatal dan obstetri yang baik, sebagian besar anemia yang
berhubungan dengan kematian dapat dicegah.
4. Penerapan kebijakan kebijakan untuk mengurangi prevalensi anemia tidak
dapat dipisahkan dari upaya upaya untuk memberikan antenatal yang memadai
dan fasilitas fasilitas persalinan bagi para wanita dinegara negara berkembang.
5. Melakukan intervensi nutrisi sebagai pil ajaib , harus bersaing dengan anggaran
yang dialokasikan untuk perawatan obstetri esensial.
6. Defisiensi zat besi dan anemia malaria harus diperlakukan secara berbeda dari
kategori kategori resiko lain dalam kesehatan maternal seperti tinggi badan, berat
badan, usia, paritas, riwayat sebelumnya dan penggunaan jasa perawatan antenatal.
Anemia defisiensi zat besi, seperti halnya anemia malaria adalah suatu faktor
komplikasi, suatu kondisi medis yang membutuhkan perawatan dan pengobatan
tersendiri.
7. Tidak menggunakan terminologi yang luas, yang menyatu bersama seperti kriteria
yang berhubungan sehingga dapat mengganggu efektifitas strategi perawatan
kesehatan.
8. Pemberian asam folat secara oral apabila anemia defisiensi asam folat.
9. Pemberian tranfusi darah, namun tidak ada bukti bahwa perawatan anemia
dengan tranfusi darah dapat menurunkan resiko mortalitas maternal.

PENANGANAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN DALAM MYLES


TEXTBOOK FOR MIDWIVES
Anemia defisiensi zat besi

Pemberian suplemen zat besi profilaktik selama kehamilan untuk mempertahankan


Hb 11 g/dl seperti yang telah direkomendasikan oleh WHO ( 1992 ) masih bersifat
kontroversional. Namun, sebagian besar peserta debat yang terbaru ( Beard 2000,
Beaton 2000, Bothwell 2000, Rasmussen 2001, Scholl & Reilly 2000 ) menyetujui
hal berikut ini :
1. Status zat besi seharusnya di kaji sebelum kehamilan karena defisiensi zat besi
diawal kehamilan memiliki efek yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan janin.
Letsky ( 2000 ) mengemukakan bahwa ibu yang feritin serumnya <> 80 g/L
cenderung tidak memerlukan suplemen zat besi.
2. Suplemen zat besi sebaiknya diberikan apabila terdapat anemia defisiensi zat besi
dengan Hb 9-10 g/dl. Meskipun derajat anemia tidak cukup parah untuk
menimbulkan efek yang merugikan bagi ibu dan janin, pengobatan yang dilakukan
terhadapnya akan memberikan manfaat jangka panjang. Sumplemen zat besi yang
diberikan akan menjadi cadangan zat besi yang adekuat bagi ibu yang akan ia
butuhkan jika ia menjalani persalinan dengan operasi atau mengalami perdarahan
pasca partum dan ibu akan memulai kehamilan berikutnya dengan cadangan yang
lebih baik. Pada saat menyusui, jumlah zat besi yang dapat disimpan oleh bayi
tergantung pada cadangan zat besi ibu. Hal ini memiliki dampak yang signifikan
pada perkembangan neurologis dan fungsi otak selama masa kanak-kanak.
3. Ibu dengan cadangan zat besi yang adekuat tidak memerlukan suplemen zat besi.
Kadar Hb yang tinggi cenderung membuat SDM makrositik dan darah menjadi lebih
kental. Hal ini akan mempengaruhi aliran darah uteroplasenta dan menurunkan
perfungsi plasenta. Kadar zat besi yang tinggi juga berhubungan dengan
pembentukan radikal bebas, menyebabkan kerusakan oksidatif. Stres oksidatif
dianggap dapat menimbulkan berbagai proses patologis, misalnya penyakit
kardiovaskular, penyakit inflamasi, gangguan fungsi imun, kanker, dan pre eklamsia
( Walsh 1998 ).
Anemia defisiensi asam folat
Resiko defisiensi asam folat dapat dikurangi dengan menganjurkan ibu hamil untuk
memilih serta mempersiapkan makanan yang tinggi asam folat dengan tepat. Asam
folat terdapat pada sayuran berdaun hijau, misalnya sawi, brokoli, dan bayam, tetapi
kandungan asam folat dalam sayuran ini mudah hilang jika direbus atau dikukus
terlalu lama. Sumber asam folat lainnya yaitu kacang, kacang hijau, pisang, dan
jeruk. Asam folat juga ditemukan dalam alpukat, asparagus, dan jamur, tetapi bahan
makanan tersebut cukup mahal. Setelah penyelidikan MRC pada tahun 1991, DoH

Expert Advisory Group menyanjurkan semua wanita usia subur untuk


mengkonsumsi lebih banyak makanan yang kaya asam folat, makanan yang
diperkaya asam folat, misalnya roti, sereal dan minuman suplemen asam folat 0,4
mg per hari ( DOH 1992 ). Beberapa wanita memerlukan suplemen asam folat ekstra
sejak awal kehamilan untuk mencegah anemia megaloblastik. Suplemen asam folat
5-10 mg yang diberikan secara oral dianjurkan penggunaannya pada kondisi berikut
( Letsky 2000 ) : didiagnosis defisiensi folat, sindrom malabsorbsi, hemoglobinopati,
epilepsi yang membutuhkan pengobatan antikolvusan, multiparitas, kehamilan
kembar, masa remaja.
Anemia defisiensi vitamin B 12
Defisiensi B 12 juga menyebabkan anemia megaloblastik. Kadar vitamin B 12
menurun selama kehamilan, tetapi anemia ini jarang terjadi karena tubuh
mengambil dari cadangan yang ada. Defisiensi lebih sering terjadi pada vegetarian
yang tidak mengkonsumsi produk daging sama sekali sehingga harus meminum
suplemen vitamin B 12 selama kehamilannya ( Letsky 2000 ).
Talasemia alfa dan beta minor
Pada kehamilan, suplemen zat besi dan folat oral diperlukan untuk
mempertahankan cadangan zat besi. Zat besi parenteral tidak boleh diberikan.
Transfusi darah mungkin diperlukan jika hemoglobin dianggap tidak adekuat untuk
mengatasi stres persalinan dan kehilanngan darah saat kelahiran ( Letsky 2000 ).
Gangguan sel sabit
Pemantauan kehamilan harus dilakukan dengan sering dan melibatkan bidan,
spesialis obstetrik, spesialis hematologi dan hemoglobinopati. Bidan berperan
penting dalam memberikan informasi dan penyuluhan tentang anemia ini serta
bagaimana hal ini mempengaruhi kehamilan, terutama penekanan pada faktorfaktor yang dapat mencetus terjadinya krisis sel sabit. Pemantauan yang teratur
terhadap konsentrasi hemoglobin perlu dilakukan selama kehamilan, hemoglobin
biasanya berada pada rentang 6-9 g/dl. Nutrisi yang baik dan penggunaan suplemen
asam folat membantu mempertahankan status hematologis yang stabil. Penggunaan
tranfusi darah profilaktik untuk memperbaiki hasil kehamilan masih tetap
kontroversial. Prosedur tranfusi dilakukan hanya jika diindikasikan, misalnya pada
anemia simptomatik, anemia berat dengan hematokrit kurang dari 18 %, krisis sabit,
gagal jantung, atau sebelum seksio sesaria.

Daftar Pustaka
Fraser, Diane M. et al. (2009). Buku Ajar Bidan Myles. Ed. 14. Jakarta: EGC
Jn.nutrition.org. Brabin, Bernard J. et al. (2007). Iron Deficiency Anemia :
Reexamining the Nature and Magnitude of the Public Health Problem. USA.
www.ajcn.org. Iyegar, Leela. et al. (1970). Prophylaxis of Anemia in Pregnancy. USA
www.ajcn.org. Letsky, Elizabeth A. et al. (2000). Etiology of Anemia in Pregnancy in
South Malawi. USA.
www.ajcn.org. Larocque, Renee. et al. (2005). Relationship Between Intensity of Soil
Transmitted Helminth Infections and Anemia During Pregnancy. USA.
www.bloodjournal.org. Layrisse, Miguel. et al. (2007). Megaloblastic Anemia of
Pregnancy: Characteristics of Pure Megaloblastic Anemia and Megaloblastic Anemia
Associated with Iron Deficiency. Washington DC.

DIPOSKAN OLEH DWI ERTIANA DI 15.46


T I D A K A D A KO M E N TA R :
P O S K A N KO M E N TA R

Posting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
PENGIKUT
ARSIP BLOG

2010 (1)
Januari (1)
ANEMIA DALAM KEHAMILAN

2009 (1)
MENGENAI SAYA

DWI ERTIANA
LIHAT PROFIL LENGKAPKU

Anda mungkin juga menyukai