Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

MASALAH FRAKTUR

ABIMANYU 2

Disusun Oleh :

ROUF WARITS PUTRA P (P1337420518070)

ARISTA DINDA RAYHANI P (P1337420518066)

SIVA SAKINA KUNTOWATI (P1337420518078)

NUR WAHID SETIAWAN (P1337420518105)

POLTEKES KEMENKES SEMARANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG

JURUSAN KEPERAWATAN MAGELANG

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan perlindungandan
kesehatan sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan judul ”
Fraktur”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah
ini penulis banyak  menemui kesulitan dikarenakan keterbatasan  referensi
dan keterbatasan penulis sendiri. Dengan adanya kendala dan keterbatasan
yang dimiliki penulis maka penulis berusaha semaksimal mungkin untuk
menyusun makalah dengan sebaik-baiknya.
Sebagai manusia penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan yang lebih
baik dimasa yang akan datang.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca pada umumnya, Aamiin.

Magelang, 22 Juni 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Pengertian
Etiologi
Anatomi Fisiologi
Patofisiolog
Manifestasi Klinis
Proses Penyembuhan Tulang
Konsep Dasar Penanganan Fraktur
Pemeriksaan Penunjang Fraktur

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

BAB 4 PENUTUP

KESIMPULAN
SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf
halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi
terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor
khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah
“kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat
meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor.
Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut
fraktur. Menurut Smeltzer (2001 : 2357). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Penanganan
segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur
adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361).
Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal,
traksi yang berlebihan dan infeksi.
Rumusan Masalah
1. Pengertian Fraktur
2. Etiologi Fraktur
3. Anatomi Fisilogi Fraktur
4. Patofisiologi Fraktur
5. Manifestasi Klinis
6. Proses Penyembuhan Tulang

7.  Konsep Dasar Penanganan Faktur

Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Fraktur
2. Mengetahui Etiologi Fraktur
3. Mengetahui Anatomi Fisilogi Fraktur
4. Mengetahui Patofisiologi Fraktur
5. Mengetahui Manifestasi Klinis
6. mengetahui Proses Penyembuhan Tulang

7.  Mengetahui Konsep Dasar Penanganan Faktur

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Atau fraktur yaitu patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut , keadaan tulang, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap.Ini dapat berkisar dari retakan tipis hingga patah.
Patah tulang bisa melintang, memanjang di beberapa tempat, atau menjadi
beberapa bagian. Biasanya, patah tulang terjadi ketika tulang dipengaruhi
oleh kekuatan atau tekanan lebih dari yang dapat didukung. Di sisi lain,
salah satu yang merusak kulit di sekitarnya dan menembus kulit dikenal
sebagai fraktur kompon atau fraktur terbuka. Fraktur kompon umumnya
lebih serius daripada fraktur sederhana, karena menurut definisi, patang
tulang ini bisa menyebabkan terinfeksi.

Etiologi
Klasifikasi Fraktur :
Klasifikasi etiologis
1. Fraktur Traumatic
2. Fraktur Patologis terjadi pada tulang karena adanya
kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang
(infeksi,tumor,kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan
atau akibat trauma ringan.
3. Fraktur Stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-
ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress
jarang sekali ditemukan dianggota gerak atas.
Klasifikasi klinis
1. Fraktur tertutup (simple fraktur) yaitu bila tidak terdapat hubungan
antara fragma tulang dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (compoun fraktur) yaitu bila terdapat hubungan
antara fragmen luar dengan dunia luar karena adanya perlukaan di
kulit.
3. Fraktur dengan komplikasi yaitu merupakan fraktur dengan luka
pada kulit (integritas kulit rusak dan ujung tulang menonjol sampai
menembus kulit) atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
misal malunion, delayed, union, nonunion, infeksi tulang.

Klasifikasi radiologis
1. Menurut Lokalisasi :
 diafisal,
 metafisial,
 intra-artikuler,
 fraktur dengan dislokasi yaitu sendi menjadi terkilir, dan
salah satu tulang sendi mengalami fraktur.
2. Menurut Konfigurasi :
 Fraktur Transfersal yaitu fraktur sepanjang garis tengah
tulang.
 Fraktur Oblik yaitu fraktur yang diagonal ke sumbu panjang
tulang.
 FrakturSpiral yaitu fraktur di mana setidaknya satu bagian
tulang telah dipelintir
 Fraktur Z, F. Segmental,
 Fraktur Komunitif (lebih dari deaf ragmen) yaitu tulang
hancur berkeping-keping.
 Fraktur Baji biasa pada vetebra karena trauma,
 Fraktur Avules yaitu otot atau ligament menarik tulang,
mematahkannya.
 Fraktur Depresi yaitu keadaan dimana kondisi tulang tabula
eksterna dari tulang yang mengalami fraktur berada dibawah
anatomi normal dari tulang tabula interna yang dikelilingi
oleh tulang intak
 Fraktur Epifisis yaitu fraktur melalui epifisis.
3. Menurut Ekstensi :
 F. Total,
 F.tidak total,
 F. Buckie atau torus yaitu tulang mengalami deformasi tetapi
tidak retak. Lebih sering terjadi pada anak-anak. Itu
menyakitkan tetapi stabil.
 F. Garis rambut yaitu fraktur sebagian tulang. Kadang-
kadang jenis fraktur ini lebih sulit dideteksi dengan sinar-
X rutin.
 F. Green stick yaitu tulang sebagian patah di satu sisi, tetapi
tidak pecah sepenuhnya karena sisa tulang dapat
membengkok. Ini lebih sering terjadi pada anak-anak, yang
tulangnya lebih lembut dan lebih elastis.

4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak


bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-
reading, inpaksi)

Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R. Guistino) :


 Derajat I
- Luka kurang 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
- Kontraminasi minimal
 Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
 Derajat III
- Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontraminasi derajat
tinggi
Fraktur dapat dikatagorikan berdasarkan :
1. Jumlah garis
a. Simple fraktur : terdapat 1 garis fraktur
b. Multipel fraktur : lebih dari 1 garis fraktur
c. Kominutif fraktur : lebih banyak garis fraktur dan patah
menjadi fragmen kecil
2. Luas garis fraktur
a. Fraktur inkomplit : tulang tidak terpotong secara total
b. Fraktur komplikasi : tulang terpotong total
c. Hair Line Fraktur : gasik fraktur tidak tampak
3. Bentuk fragmen
a. Green Stick : retak pada sebelah sisi dari tulang
(sering pada anak-anak)
b. Fraktur Transversal : fraktur fragmen melintang
c. Fraktur Obligue : fraktur fragmen miring
d. Fraktur Spiral : fraktur fragmen melingkar

Anatomi Fisiologi Fraktur


1.      Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal
dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis”
menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”.
Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206
tulang dalam tubuh manusia, Tulang   dapat   diklasifikasikan   dalam  
lima   kelompok   berdasarkan   bentuknya :
a.       Tulang panjang (Femur, Humerus)  terdiri dari batang tebal panjang
yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah
proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis
terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng
epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena
akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh
sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang.
Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari
spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja
tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti
tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang
pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama
dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang
panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis
berisi sumsum tulang.
b.      Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c.       Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d.      Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar
tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan
jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas
berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.
Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi
dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan
fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas
adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam
penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks
tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang
memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut
kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan
pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang
merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat
endosteum dan dalam lacuna  Howship (cekungan pada permukaan tulang).

2.      Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a.       Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b.       Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru paru) dan
jaringan lunak.
c.       Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi
dan pergerakan).
d.      Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum
tulang belakang (hema topoiesis).
e.       Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1.      Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2.      Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan
untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,


pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya
dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1
sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur
impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis
fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien.
Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

Proses Penyembuhan Tulang

a.       Stadium Pembentukan Hematoma


Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang
rusak, hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot)
terjadi 1 – 2 x 24 jam.
b.   Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur
sel-sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen
tulang. Proliferasi juga terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari
kedua kecelakaan terjadi.
c.       Stadium Pembentukan Kallus
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada
fraktur, massa kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah
menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi.
d.   Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah
menyatu, secara bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu
ke 3 – 10 setelah kecelakaan.
e.       Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks
fraktur. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8
bulan.
Konsep Dasar Penanganan Faktur

Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur, yaitu :


a.       Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya
adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis
kekuatan yang berperan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh
penderita sendiri.
b.      Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak
asalnya. Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang
gawat darurat atau ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama
tindakan, penderita dapat diberi narkotika IV, sedative atau blok saraf lokal.
c.       Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan teknik
fiksator eksterna.
d.      Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan
cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.

Pemeriksaan Penunjang Fraktrur


1. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
meengikat di dalam darah.
2. Radiologi X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan
metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT
scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


MASALAH FRAKTUR

I . Pengkajian

1. Identitas Pasien

a.       Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan
banyak aktivitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun, (Brunner &
suddarth, 2002)

b.      Riwayat Penyakit dahulu


Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses
perawatan post operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong)

c.       Riwayat Penyakit Keluarga


Fraktur bukan merupakan penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat
keluarga dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi
perawatan post operasi

2.      Pola Kebiasan

a.       Pola Nutrisi : Tidak mengalami perubahan, namun beberapa kondisi


dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak
hospitalisasi

b.      Pola Eliminasi : Pasien dapat mengalami gangguan eliminasi BAB


seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program
eliminasi

c.       Pola Istirahat : Kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami


perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan
pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang
hebat dan dampak hospitali
d.      Pola Aktivitas : Hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur
sehingga aktivitas pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri,
(Doenges, 2000)

e.       Personal Hygiene : Pasien masih mampu melakukan personal


hygienenya, namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering
dilakukan pasien ditempat tidur.

f.       Riwayat Psikologis : Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas,


selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, psikologis
ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit.

g.      Riwayat Spiritual : Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat


spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti

h.      Riwayat Sosial : Adanya ketergantungan pada orang lain dan


sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa
dirinya tidak berguna

i.        Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah


riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya
dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.

3.      Inspeksi : Pengamatan lokasi pembengkakan, kulit pucat,


laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya
spasme otot dan keadaan kulit.

4.      Palpasi : Pemeriksaan dengan perabaan, penolakan otot oleh


sentuhan kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang
sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan di daerah luka
insisi.

5.      Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus


fraktur.

6. Auskultasi ; Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara


melalui struktur berongga atau cairan yang mengakibatkan struktur
solit bergerak.

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien pasca operasi
ortopedi adalah sebagai berikut.
1.      Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan,
pembengkakan, dan imobilisasi.
2.      Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
pembengkakan, alat yang mengikat, gangguan peredaran darah.
3.      Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan
kehilangan kemandirian.
4.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal bidai,
traksi, gips).
5.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur
invasive.

III. Rencana Keperawatan


NO. Diagnosis Tujuan Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan Tujuan : - Lakukan pengkajian
prosedur pembedahan, Nyeri berkurang atau nyeri meliputi skala,
pembengkakan, dan hilang intensitas, dan jenis
imobilisasi. nyeri.
Kriteria Hasil : - Kaji adanya edema,
- Klien melaporkan hematom, dan spasme
nyeri berkurang atau otot.
hilang
- Meninggikan - Ajarkan klien teknik
ekstremitas untuk relaksasi, seperti
mengontrol distraksi, dan imajinasi
pembengkakan dan terpimpin.
ketidaknyamanan.
- Bergerak dengan lebih
nyaman

2. Risiko perubahan perfusi Tujuan : - Kaji status


jaringan perifer tidak terjadi kerusakan / neurovaskular (misal
berhubungan dengan pembengkakan warna kulit, suhu,
pembengkakan, alat yang pengisian kapiler,
mengikat, gangguan denyut nadi, nyeri,
Kriteria hasil :
peredaran darah. - Klien memperlihatkan edema, parestesi,
perfusi jaringan yang gerakan).
adekuat: - Tinggikan ekstremitas
- Warna kulit normal
yang sakit.
dan hangat.
- Respons pengisian - Anjurkan klien untuk
kapiler normal (crt 3 melakukan pengeseran
detik). otot, latihan
pergelangan kaki, dan
"pemompaan" betis
setiap jam untuk
memperbaiki peredaran
darah.
3. Perubahan pemeliharaan Tujuan : - Bantu klien untuk
kesehatan berhubungan pasien mampu merubah posisi setiap 2
dengan kehilangan melaksanakan tugas jam.
kemandirian secara mandiri - Lakukan perawatan
kulit, lakukan pemijatan
Kriteria hasil : dan minimalkan
- Klien memperlihatkan tekanan pada
upaya memperbaiki penonjolan tulang.
kesehatan.
- Mengubah posisi - Kolaborasi kepada tim
sendiri untuk gizi; pemberian menu
menghilangkan tekanan seimbang dan
pada kulit. pembatasan susu.
- Menjaga hidrasi yang
adekuat.

4 Kerusakan mobilitas fisik Tujuan : - Bantu klien


berhubungan dengan pasien mampu menggerakkan bagian
nyeri, pembengkakan, melakukan mobilisasi cedera dengan tetap
prosedur pembedahan, sesuai terapi yang memberikan sokongan
adanya alat imobilisasi diberikan. yang adekuat.
(misal bidai, traksi, gips) - Ekstremitas
Kriteria hasil : ditinggikan dan
- Klien memaksimalkan disokong dengan
mobilitas dalam batas bantal.
terapeutik.
- Menggunakan alat - Ajarkan klien
imobilisasi sesuai menggunakan alat
petunjuk. bantu gerak (tongkat,
- Mematuhi pembatasan walker, kursi roda), dan
pembebanan sesuai anjurkan klien untuk
anjuran latihan.

5 Resiko tinggi infeksi Tujuan : - Kaji respon pasien


berhubungan dengan Klien tidak terjadi terhadap pemberian
prosedur invasif. infeksi. antibiotik.

Kriteria hasil: - Pantau tanda-tanda


vital
Tidak terjadi Infeksi
- Pantau luka operasi
dan cairan yang
keluar dari luka
- Pantau adanya infeksi
pada saluran kemih

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MASALAH


(POST OPERASI) FRAKTUR

I. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
a)       Identitas Klien 
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, no register dan tanggal MRS.

b)      Keluhan Utama


Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila
digerakkan.

c)      Riwayat Penyakit Dahulu.


Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.

d)     Riwayat Penyakit Sekarang.


Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.

e)       Riwayat Penyakit Keluarga.


Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit
fraktur / penyakit menular.

 
1. Pola-pola fungsi menurut Gordon :
a)      Pola aktivitas dan latihan
Aktifitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat adanya luka
operasi sehingga perlu dibantu baik perawat maupun klien.
b)      Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat px megnalami gangguan yang disebabkan
oleh nyeri luka post op.

c)      Pola persepsi dan konsep diri


Setelah px mengalami post op px akan mengalami gangguan konsep diri
karena perubahan cara berjalan akibat kecelakaan. 

d)     Pola sensori dan kognitif


Biasanya px mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya kerusakan
jaringan lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan.

e)      Pola tata nilai dan kepercayaan


Biasanya px pada post op akan mengalami gangguan  / perubahan dalam
menjalankan ibadanya.

f)       Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-


harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang.

g)      Pola Eliminasi

Mengkaji BAK dan BAB klien meliputi : frekuensi, kepekatannya, warna,


bau, dan jumlah

h)       Pola Tidur dan Istirahat.

Keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan
tidur klien.

i)        Pola Aktivitas

Klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain.
j)        Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap.

k)      Pola Reproduksi Seksual

Klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat
inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien..

l)        Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

1. Pemeriksaan fisik
a)      Pada pasien  post op terdapat adanya perubahan yang menonjol pada
sistem integumen seperti warna kulit, tekstur kasar ada / tidak, terjadi
rembesan darah pada luka post op ada / tidak.

b)      Sistem Ektremitas dan Neurologis

Pada pasien fraktur, post op, Ekstremitas kaki kanan tidak bisa digerakkan
dengan bebas dan terdapat adanya jahitan apa tidak.

c)      Sistem Respirasi

Biasanya pada pasien post op fraktur ada / tidak perubahan yang menonjol
seperti bentuk data ada / tidaknya sesak nafas, suara tambahan, pernafasan
cuping hidung.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a)      Nyeri  b.d  kerusakan neuromuscular, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

b)      Ansietas  b.d  pengetahuan tentang luka post op.

c)      Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan perubahan


lingkungan, dan kesulitan menjalani posisi yang biasa akibat nyeri dan luka
post operasi.

d)     Risti infeksi b.d port de entrée luka fraktur femur

III. RENCANAAN  KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


.
1. Nyeri  b.d  kerusakan Tujuan: - Kaji ulang tingkat
neuromuscular, skala nyeri
gerakan fragmen Dalam waktu Nyeri - Jelaskan sebab-
tulang, edema, cedera berkurang dan sebab timbulnya
terkontrol
jaringan lunak, nyeri
pemasangan traksi, - Anjurkan klien
stress/ansietas. untuk melakukan
Kriteria Hasil tenik relaksasi dan
Nyeri berkurang distraksi
(skala nyeri : 0) Kolaborasi dengan
Klien tidak tim medis dalam
menyeringai/ Klien pemberian obat anti
tampak tenang. biotik.
Nyeri berkurang atau
hilang,

2. Ansietas  b.d  Tujuan : - Lakukan - Memberi dorongan


pengetahuan tentang Klien tidak merasa pendekatan pada pada klien untuk
luka post op. cemas lagi. klien tentang sembuh
penyakitnya. - Memonitor
Kriteria Hasil - Berikan penjelasan kekurangan /
Klien tampak rileks,
pada klien tentang keadaan klien.
klien tidak gelisah
penyakitnya - Menjalankan fungsi
berikan motivasi independent
pada klien dan
keluarga.
- Observasi TTV.
3. Gangguan pola Tujuan :            - Pertahankan
istirahat tidur Pola tidur optimal pelaksanaan aktivitas
berhubungan dengan setelah dilakukan rekreasi terapeutik
perubahan tindakan (radio, koran,
lingkungan, dan keperawatan. kunjungan
kesulitan menjalani teman/keluarga)
posisi yang biasa Kriteria hasil : sesuai keadaan klien.
akibat nyeri dan luka - Bantu latihan
post operasi. - - Jumlah jam tidur rentang gerak pasif
6-9 jam per hari. aktif pada
ekstremitas yang
- Klien mudah sakit maupun yang
memulai tidur. sehat sesuai keadaan
klien.
- Bangun tidur
terasa segar.
4. Risti infeksi b.d port Tujuan - Lakukan perawatan
de entrée luka fraktur 3X24 jam resiko luka dengan teknik
femur, terputusnya infeksi berkurang, aseptic
kontinuitas jaringan bebas drainase - Inspeksi
akibat prosedur purulen atau luka,perhatikan
pembedahan. eritema dan karakteristik
demam. drainase.
  - Awasi tanda-tanda
vital.
Kriteria Hasil - Kalaborasi
Luka bersih pemberian
Tidak ada pus atau antibiotik.
nanah - Analisa hasil
Luka kering pemeriksaan
laboratorium (Hitung
darah lengkap, LED,
- --- Kultur dan
sensitivitas
luka/serum/tulang)
teknik aseptic dapat
mengurangi bakteri
pathogen pada
daerah luka.

5. Gangguan citra tubuh Tujuan - Observasi makna - Mengetahui


b.d pemasangan Waktu 1 x 24 jam perubahan yang perasaan pasien
eksternal fixation citra diri pasien dialami oleh pasien tentang
meningkat. - Libatkan keluarga keadaannya dan
  atau orang terdekat control emosinya
Kriteria Hasil dalam perawatan - Dukung keluarga
Mampu - Catat perilaku dan orang terdekat
menyatakan atau menarik diri : dapat mempercepat
mengomunikasikan peningkatan proses penyembuhan
dengan orang ketergantungan, - Dugaan masalah
terdekat tentang manipulasi atau pada penilaian yang
situasi dan tidak terlibat pada dapat memerlukan
perubahan yang perawatan evaluasi lanjut dan
sedang terjadi. - Monitor gangguan terapi lebih ketat.
Mampu tidur atau adanya
menyatakan peningkatan
penerimaan diri kesulitan
terhadap situasi. konsentrasi.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau
disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan
pembuluh darah). Penyebab nya adalah trauma atau tenaga fisik, fraktur
fatologis, faktor stress, dan osteoforosis. Klasifikasi fraktur ada 4 yaitu
fraktur terbuka, fraktur tertutup, fraktur clomplete dan fraktur incomplete.
Tanda-tanda dan gejala yang khas pada fraktur femur adalah tidak
dapat menggunakan anggota gerak, nyeri pembengkakan, terdapat
trauma,  gangguan pada anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi
atau datang dengan gejala-gejala lain. Pemeriksaan diagnostik yang utama
adalah radiologi poto polos pada bagian fraktur.

Saran
A.    Bagi mahasiswa
Diharapkan mngerti tentang konsep yang ada pada teori. Dan dapat
menerapkannya dilapangan.
B.     Bagi perawat
Memaksimalkan peralatan dalam proses tindakan keperawatan pada
pasien dan menyediakan pemeriksaan disesuaikan dengan jumlah pasien.
C.     Bagi keluarga pasien

 Ikut penatalaksanaan tindakan keperawatan sehingga tindakan

keperawatan mandiri untuk proses keperawatan di rumah setelah Pasien


pulang.
Menanyakan langsung kepada perawat atau dokter yang merawat
Pasienjika ada yang ingin diketahui masalah penyakit pasien.

Daftar Pustaka

Herdman, T. Heather. 2018-2020. NANDA-I Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: BUKU KEDOKTERAN EGC.

Jhonson, Marion., Meridean Maas. (2000). Nursing Outcomes


Classification (NOC). St. Louis: Mosby.

McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M. (1996). Nursing Interventions


Classification (NIC). St. Loui: Mosby.

Anderson, Sylvia Price. 2001. Pathofisiologi Konsep Klinisk Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius. FKUI.

Muttaqin, Arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien


Gangguan Sistem Muskuloskletal. Edisi 1

Anda mungkin juga menyukai