Anda di halaman 1dari 8

ABSTRAK

Latar belakang :

Skoliosis kongenital adalah salah satu kasus yang 'sulit untuk diterapi' yang harus ditangani
oleh ahli bedah tulang belakang. Berbagai faktor termasuk usia gestasi anak saat lahir, tidak
ada pola deformitas yang pasti dan berhubungan dengan anomali yang menghambat
pelaksanaan rencana penatalaksanaan yang ideal. Semua pasien skoliosis kongenital perlu
diperiksa lebih teliti. Foto polos X-Ray dan MRI tulang belakang biasanya menjadi
pemeriksaan yang pertama diminta terlebih dahulu. Tes penyaringan dilakukan untuk
menyingkirkan kelainan VACTERL (Visceral, Anorectal, Cardiac, Tracheo-esophageal, Renal
and Paru) wajib dilakukan. Beberapa pemeriksaan tersebut adalah Ekokardiografi jantung dan
ultrasonografi abdomen dan panggul. Pemeriksaan CT scan diperlukan untuk melihat kelainan
bentuk kompleks dan sangat membantu dalam perencanaan tindakan bedah.

Metode :

Tinjauan literatur medis yang komprehensif dilakukan untuk memahami pilihan


penatalaksanaan bedah dan non-bedah yang saat ini tersedia. Suatu upaya dilakukan secara
khusus untuk mempelajari keterbatasan dan keuntungan dari setiap prosedur.

Hasil :

Penatalaksanaan skoliosis kongenital berbeda tergantung dari usia gestasi anak. Pada orang
dewasa dengan kurva lebih dari 50 derajat atau ketidakseimbangan tulang belakang pengobatan
yang dipilih adalah osteotomi dan koreksi. Pada anak-anak tujuannya berbeda dan strategi
penatalaksanaan lebih bervariasi yang dipilih sesuai dengan usia pasien. Kelainan pada satu
atau dua tingkat hemivertebra dapat dengan mudah diterapi dengan eksisi hemivertebra dan
Short segment fusion. Namun, kelaianan lebih dari 3 level atau beberapa costa yang menyatu
dan abnormalitas dinding dada membutuhkan guide growth procedure untuk mencegah
sindrom insufisiensi toraks. Tujuan dari penatalaksanaan di masa kanak-kanak adalah untuk
memungkinkan pertumbuhan tulang belakang sampai anak mencapai usia 10 - 12 tahun, ketika
fusi definitif dapat dilakukan. Penelitian saat ini perlu lebih diarahkan pada pencegahan dan
etiologi penyakit ini. Hingga saat ini, mendiagnosis penyakit lebih awal dan mengobati
sebelum gejala sekuel muncul sangat penting.
Kesimpulan :

Tujuan utama pengobatan skoliosis kongenital adalah untuk memungkinkan ekspansi rongga
dada dan perut, sampai abnormalitas tidak dapat dikontrol lagi. Berbagai metode dapat
dikategorikan menjadi definitif (hemivertebrektomi) atau preventif (guide growth), casting,
growth rods, convex Epiphysiodesis semuanya adalah guide growth procedures. Guide growth
procedure baik untuk koreksieksi kelainan bentuk atau harus diganti ke operasi fusi akhir
selesai dilakukan saat anak-anak berusia sekitar 10 - 12 tahun. Arahan untuk kedepannya harus
diberikan konseling genetik dan deteksi dini.

Kata Kunci: Skoliosis onset dini, Skoliosis kongenital, convex epiphysiodesis, growth rods,
Hemivertebrektomi, Skoliosis.

PENDAHULUAN

SRS telah mendefinisikan skoliosis onset dini sebagai kurva lateral tulang belakang yang
didiagnosis sebelum anak berusia 10 tahun. Skoliosis onset dini dapat di subklasifikasikan
kedalam skoliosis kongenital, idiopathic infantile, dan skoliosis juvenil. EOS (skoliosis onset
dini) juga termasuk neuromuskuler dan sindrom skoliosis sebelum usia 10 tahun. Apapun
etiologinya, tujuan pengobatan tetap sama. Alveoli tumbuh dan bertambah jumlahnya usia 8
tahun dan setelah itu ada peningkatan ukuran alveoli sampai maturasi dari skeletal. Setiap
volume yang menipis akibat dari deformitas dinding dada pada usia dini akan menyebabkan
pematangan paru-paru yang buruk dan sangat mempengaruhi sistem pernapasan seseorang. Ini
disebut sebagai sindrom insuffisinesi thorax.

BAGAIMANA SKOLIOSIS KONGENITAL BERBEDA?

Istilah "skoliosis kongenital" mengacu pada kelainan bentuk tulang belakang yang
disebabkan oleh tulang belakang yang belum terbentuk dengan baik. Kelainan tersebut terjadi
di awal kehidupan dan tidak ada penyebab yang pasti terkait dengan kondisi tersebut. Namun,
kondisi ini memiliki konsekuensi yang serius pada pertumbuhan tulang belakang. Diperlukan
informasi mengenai riwayat perinatal yang terperinci untuk membedakannya dari penyebab
lain skoliosis onset dini. Lebih sering terjadi daripada tidak, cacat tulang belakang / skoliosis
terdeteksi pada x-ray dada yang diminta untuk evaluasi dada. Apakah pasien datang dengan
punuk atau kelainan yang dilihat pada x-ray dada yang telah dilakukan, tidak seperti skoliosis
idiopatik yang dapat diamati, pemeriksaan lengkap harus dilakuakan. MRI tulang belakang
harus dilakukan untuk mencari kelainan medula spinalis seperti tethering, Malformasi medula
spinalis, disraphisim tertutup.

Skrining anomali kongenital lain terutama ginjal, jantung, dan paru harus dilakukan.
Tracheo-esophageal fistula dapat muncul sebagai akibat kegagalan untuk berkembang.
Anomali anorektal hanya terdeteksi pada periode neonatal. CT scan sangat membantu
perencanaan tindakan bedah pada pasien dan juga membantu mengetahui apakah ada
malformasi septum medula spinalis yang disebabkan oleh tulang atau fibrosa. Cacat vertebra
kongenital dapat timbul sebagai skoliosis, kyphoscoliosis, atau kyphosis murni.

Etiologi skoliosis kongenital tidak dipahami dengan baik. Kegagalan pembentukan /


segmentasi selama somitogenesis telah diusulkan. Jalur pensinyalan Notch, FGF dan Wnt telah
dikaitkan dengan proses somitogenesis [1]. Hubungan dengan paparan Karbon Monoksida,
diabetes ibu dan obat anti-epilepsi juga telah diusulkan [2]. Kehadiran skoliosis bawaan pada
anak kembar dan saudara kandung tidak dipahami dengan baik. Kasus skoliosis kongenital
pada bayi kembar non-identik [3] dan kembar identik [4] telah dilaporkan. Ini lebih sering
terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Familial insidensinya sekitar 1 - 5% [5,
6].

Perkembangan kelainan kongenital akan tergantung pada (a) jenis anomali, (b) lokasi, dan
(c) potensi pertumbuhan tulang belakang masing -masing individu. Jika tidak diobati, 85% dari
pasien akan memiliki kurva akhir yang lebih besar dari 41 derajat [7]. Winter mempelajari 234
pasien untuk riwayat alami dan perkembangan skoliosis kongenital. Klasifikasi Winter adalah
klasifikasi yang secara luas dapat diterima dan diikuti [8, 9]. Klasifikasi Ini lebih lanjut
dimodifikasi dan diperbesar oleh McMaster yang mengkasifikasikan defek ini menjadi 4 tipe
[10]:

 Tipe I - kegagalan pembentukan


 Tipe II - kegagalan segmentasi
 Tipe III - kombinasi dari anterolateral unsegmented bar dan satu atau lebih kuadran
posterolateral kontralateral vertebra
 Tipe IV - tidak terklasifikasi.

Tipe III-kyphosis / kyphoscoliosis memiliki tingkat perkembangan tertinggi diikuti oleh


tipe I. Lumbar atau lumbosakral hemivertebra menyebabkan deformitas yang lebih parah
karena sulit dikompensasi oleh sisa tulang belakang untuk menjaga keseimbangan truncal ,
defek vertebra tipe III memiliki tingkat progresifitas yang lebih tinggi daripada subtipe lainnya.

PENILAIAN RADIOLOGI SETIAP PASIEN SKOLIOSIS KONGENITAL HARUS


MEMILIKI MRI

x-ray biasa membantu untuk penilaian secara umum dari deformitas. Terkadang sulit
untuk memahami sifat malformasi pada foto x-ray posisi AP dan lateral vertebra. CT scan
membantu dalam menggambarkan anomali dengan lebih baik. X-ray digunakan untuk menilai
fleksibilitas dari kompensasi kurva dan pengukuran sudut Cobb untuk evaluasi perbandingan.
Tampilan posisis prone (dengan menekan pada kyphosis saat pengambilan foto x-ray )
terutama dilakukan pada kasus orang dewasa berguna untuk menilai kekakuan deformitas
kyphotic, yang membantu dalam perencanaan bedah.

CT Scan dengan gambar rekonstruksi membantu untuk memahami kelainan bentuk


tulang belakang yang kompleks. Setiap septum di dalam kanal juga dapat diidentifikasi.
Rekonstruksi 3D dapat menandai hemivertebra posterolateral dengan sangat baik. Penggunaan
data 3D CT untuk menentukan volume paru pada pasien yang terlalu muda untuk tes fungsi
paru telah dijelaskan. Peningkatan fungsi paru setelah expansion thoracoplasty juga telah
didokumentasikan menggunakan 3D CT [11].

MRI adalah pemeriksaan dasar skoliosis kongenital untuk mencari kelainan medulla
spinalis, tethering dan spinal disraphism. skrining cranovertebral juga harus dilakukan untuk
mencari adanya syrinx atau malformasi Chairi.

PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pada skoliosis kongenital adalah memiliki vertebra yang stabil dan
menahan progresifitas deformitas yang mengikuti pertumbuhan vertebra. Perawatan non-bedah
jarang efektif tetapi memiliki beberapa peran yang bermain dalam beberala kasus.

Blok vertebra (anomali tipe II) dan vertebra nonsegmented (anomali tipe I) terutama jika
hanya berada pada satu level saja, tetap statis dan hanya perlu observasi. Hemivertebra yang
seimbang dan hemivertebra torakolumbalis (<50 derajat) dapat diobservasi selama periode
waktu untuk mendokumentasikan perkembangan sebelum pengobatan direncanakan. Tujuan
utamanya adalah untuk menghindari sindrom insufisiensi toraks dan mempertahankan
keseimbangan vertebra.
PENATALAKSANAAN NON BEDAH – A Time Buying Strategy

Sangat sulit untuk mengontrol progresifitas dari deformitas pada vertebra yang sedang
dalam masa pertumbuhan. Casting dan Bracing adalah dua pilihan yang memungkinkan tetapi
pengunaanya terutama pada anak yang lebih muda.

Bracing jarang efektif untuk skoliosis. Kepatuhan bracing sulit dicapai dan memburuk
pada fungsi paru yang sudah didekompensasi serta bisa menjadi masalah besar.

Pada saat presentasi, beberapa kasus skoliosis kongenital memiliki kemungkinan terlalu
kecil untuk dilakukan pedicle screw fixation. Di sisi lain, mereka memiliki kurva yang jauh
lebih besar dan tidak dapat diabaikan. Serial casting pada anak kecil kembali menjadi time
buying strategy untuk menunda operasi definitif hingga 2 tahun [12]. Fletcher [13] secara
retrospektif mempelajari 29 pasien dengan sindrom skoliosis, neuromuskuler, atau skoliosis
kongenital atau lebih tua dari 2,5 tahun dengan skoliosis idiopatik berukuran> 50 derajat. Dari
saat gips pertama kali diterapkan, operasi ditunda 39 ± 25 bulan. Penulis menyimpulkan bahwa
serial casting adalah alternatif yang layak untuk teknik hemat pertumbuhan bedah di onset dini
hingga skoliosis parah dan dapat membantu menunda intervensi bedah pada akhirnya.

Gambar 1. Panduan untuk pengambilan keputusan tindakan pada Skoliosis kongenital

PENATALAKSANAAN BEDAH
Semua penelitian yang berfokus pada skoliosis kongenital dengan jelas menunjukkan
bahwa tanpa pengobatan hasilnya biasanya tidak bisa diterima. Dari kasus yang tidak diobati,
hanya 10% memiliki kurva 20 derajat atau kurang, dan 64% memiliki kurva yang lebih besar
dari 40 derajat [14]. Seiring bertambahnya usia, kompensasi deformitas menjadi lebih
struktural. Anak-anak yang dioperasikan sebelum 5 tahun mencapai koreksi yang lebih baik
[15].

Berbagai modalitas perawatan bedah yang telah dijelaskan adalah in-situ posterior spinal
fusion, kombinasi anterior dan posterior in-situ spinal fusion, convex hemiepiphysiodesis,
hemivertebra excision, guided growth procedures like growing rods (Gbr. 2) dan VEPTR.
Eksisi hemivertebra adalah prosedur yang aman dan efektif untuk satu level defek kongenital
vertebra. Hasilnya lebih baik ketika operasi dilakukan lebih cepat [16, 17].

Strategi pengobatan untuk skoliosis kongenital dapat berubah sesuai usia pasien dan jenis
kelainan bentuk. Sebagai aturan umum, untuk hemivertebra tunggal, eksisi dan fusi segmen
pendek yang dilakukan pada usia dini (3-5 tahun) memberikan hasil yang terbaik. Namun,
untuk segmen yang panjang (> 4) yang digunakan adalah guide growth ptocedure yang
memungkinkan dada ekspansi dan pertumbuhan vertebra, dan fusi definitif di kemudian hari
lebih disukai setelah 10 - 12 tahun. Panduan untuk pengambilan keputusan bedah diberikan
dalam (Gbr. 1)

Gambar.(2). Anak laki-laki berusia 18 bulan dengan skoliosis kongenal dengan beberapa tulang
rusuk yang menyatu dan batang cekung di tulang belakang punggung kiri. Perhatikan membuka
rongga dada di sisi kiri dalam post distraksi. Batang tidak sepenuhnya dikencangkan ke kanan
bawah screw untuk memungkinkannya meluncur dengan bebas.
FUSI IN-SITU POSTERIOR
Dalam metode ini, fusi posterior vertebra dilakukan dari vertebra ujung ke vertebra ujung
kurva. Indikasi ang paling ideal untuk fusi in situ posterior adalah kurva kecil (30 - 40 derajat)
pada anak kecil (2-3) tahun dengan tipe 2 defek segmentasi atau bila cekung menyatu yang
memanjang kurang dari 3 segmen. Ini mencegah kelainan bentuk lebih lanjut, memungkinkan
tulang belakang yang tersisa tumbuh secara normal. Penggabungan 4 segmen atau lebih
menyebabkan penurunan fungsi paru yang parah dibandingkan dengan individu yang sehat
[18]. Winter melaporkan bahwa bahkan setelah fusi, ada 'lentur massa fusi' posterior, yang
menyebabkan pemburukan skoliosis lambat setelah fusi posterior pada sekitar 14% kasus [19].
Kesling melaporkan kejadian ini menjadi 15% [20]. Untuk mencegah kemunduran kurva yang
terlambat ini, eksisi hemivertebra dianggap dilakukan sebagai prosedur yang lebih pasti dan
lebih baik.

EKSISI HEMIVERTEBRA ANTERIOR

Eksisi hemivertebra anterior paling awal dilaporkan oleh Royle pada tahun 1928 [21].
kemudian diikuti oleh Compere [22] dan, Von Lackum dan Smith pada vertebra lumbalis [23].
Wiles melakukan operasi pada vertebra thorakalis menggunakan pendekatan posterolateral
dengan reseksi costa pada dua anak [24]. Namun, anak-anak tersebut mengalami kyphosis
karena pertumbuhan posterior yang tidak terbatas. Selain itu prosedurnya sulit dalam kasus
kyphoitic. Fusi posterior dilakukan setelah hemivertebrektomi anterior untuk menghindari
kyphosis dan memungkinkan instrumentasi untuk koreksi yang lebih baik.

EKSISI DUA TAHAP

Leatherman dan Dickson menjelaskan eksisi hemivertebrae (osteotomi penutupan anterior


dan posterior) [25, 26]. Prosedur dua tahap dilakukan 5-7 hari terpisah untuk risiko iskemia
vertebra. Namun, pada akhirnya prosedur lebih aman dilakukan dalam 1 tahap.

Anda mungkin juga menyukai